ANALISIS PENDAPATAN USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT DI KECAMATAN MUSUK KABUPATEN BOYOLALI

(1)

commit to user

ANALISIS PENDAPATAN USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT DI KECAMATAN MUSUK KABUPATEN BOYOLALI

Oleh:

RATNA FIBRI WAHYUNININGSIH H 0506072

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

commit to user

ii

ANALISIS PENDAPATAN USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT DI KECAMATAN MUSUK KABUPATEN BOYOLALI

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Peternakan

di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Oleh: RATNA FIBRI W

H0506072

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(3)

commit to user

iii

ANALISIS PENDAPATAN USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT DI KECAMATAN MUSUK KABUPATEN BOYOLALI

Skripsi

yang dipersiapkan dan disusun oleh Ratna Fibri W

H 0506072

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal: 19 Juli 2011

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji Ketua

Ir. Ginda Sihombing NIP. 19471111 198003 1 001

Anggota I

Shanti Emawati, S.Pt., MP NIP. 19800903 200501 2 001

Anggota II

Ir. Lutojo., MP NIP. 19550912 198703 1 001

Surakarta, Juli 2011 Mengetahui

Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian

Dekan,

Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS NIP. 19560222 1986601 1 001


(4)

commit to user

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya, sehingga telah menghantarkan saya pada sebuah hasil perjuangan panjang. Sebuah karya yang tak terlupakan dalam hidupku untuk mencapai gelar Sarjana Peternakan. Oleh karena itu, tidak lupa kami sampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ketua Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

3. Ir.Ginda Sihombing sebagai dosen pembimbing utama dan penguji I.

4. Shanti Emawati S.Pt, MP. sebagai dosen pembimbing pendamping dan

penguji II.

5. Ayah dan Ibu yang telah memberikan kasih sayangnya, serta kakakku yang telah memberi dukungan serta semangatnya.

6. Teman-teman mahasiswa peternakan angkatan 2006 yang banyak

memberi motivasi, doa serta dukunganya.

7. Seluruh pihak yang terkait dalam penelitian, khususnya pemerintahan Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu terselesaikannya penulisan skripsi ini

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, karenanya kritik dan saran yang membangun kami butuhkan dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Surakarta, Juli 2011


(5)

commit to user

v

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

RINGKASAN ... x

SUMMARY ... xi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Kegunaan Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Peternakan Sapi Perah di Indonesia... 4

B. Peran Ternak Sapi Perah dalam Usaha Tani ... 5

C. Pola Usaha Ternak Sapi Perah ... 6

D. Aspek Sosial Ekonomi Ternak Sapi Perah ... 6

E. Analisis Pendapatan ... 7

F. Faktor Produksi Usaha Peternakan ... 8

G. Fungsi Produksi Cobb Douglas ... 9

HIPOTESIS ... 11

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN ... 12

A. Lokasi Penelitian ... 12

B. Desain Penelitian... 12

C. Teknik Penentuan Sampel ... 12


(6)

commit to user

vi

E. Teknik Pengumpulan Data ... 14

F. Variabel Penelitian ... 15

G. Definisi Operasional Variabel ... 16

H. Metode Analisis Data ... 16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

A. Keadaan Geografis Wilayah ... 20

B. Karakteristik Peternak ... 21

C. Tata Laksana Pemeliharaan Sapi Perah ... 25

D. Analisis Pendapatan (Pengujian Hipotesis I) ... 29

E. Analisis Regresi Linier Berganda (Pengujian Hipotesis II). ... 35

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

A. Kesimpulan ... 43

B. Saran... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44


(7)

commit to user

vii

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Tabel 1. Jumlah Populasi Sapi Perah di Kecamatan Musuk Kabupaten

Boyolali tahun 2010 ... 13

2. Tabel 2. Distribusi pengunaan tanah di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali ... 21

3. Tabel 3. Umur peternak di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali ... 21

4. Tabel 4. Pendidikan Peternak sapi perah di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali ... 22

5. Tabel 5. Pengalaman beternak sapi perah di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali ... 23

6. Tabel 6. Pekerjaan umum peternak sapi perah di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali ... 24

7. Tabel 7. Rata-rata penggunaan tenaga kerja usaha ternak sapi perah pertahun di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali ... 25

8. Tabel 8. Rata-rata investasi usaha sapi perah di Kecamatan Musuk dengan kepemilikan induk tiga ekor laktasi ... 30

9. Tabel 9. Rata-rata biaya produksi usaha sapi perah pertahun di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyoli ... 31

10. Tabel 10. Rata-rata penerimaan peternak usaha sapi perah pertahun (Rp/th) dengan kepemilikan tiga ekor sapi laktasi. ... 33

11. Tabel 11. Analisis usaha sapi perah di Kecamatan Musuk dengan rata-rata skala kepemilikan tiga ekor sapi laktasi. ... 34

12. Tabel 12. Hasil analisis regresi berganda. ... 35

13. Tabel 13. Nilai koefisien korelasi antara variabel independen. ... 37


(8)

commit to user

viii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(9)

commit to user

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Lampiran 1. Identitas responden sapi perah di Kecamatan Musuk

Kabupaten Boyolali. ... 48

2. Lampiran 2. Pendapatan usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali. ... 51

3. Lampiran 3. Biaya tidak tetap usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali ... 54

4. Lampiran 4. Biaya tetap usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali ... 57

5. Lampiran 5. Penerimaan peternak sapi perah di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali. ... 60

6. Lampiran 6. Analisis regresi linear berganda ... 65

7. Lampiran 7. Peta Kabupaten Boyolali. ... 66

8. Lampiran 8. Perijinan Kesbang Pol dan Linmas. ... 67

9. Lampiran 9. Kuisioner penelitian. ... 68

10. Lampiran 10. Daftar penjualan susu peternak di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali.. ... 74


(10)

commit to user

x

ANALISIS PENDAPATAN USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT DI KECAMATAN MUSUK KABUPATEN BOYOLALI

RATNA FIBRI W H 0506072 RINGKASAN

Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali merupakan salah satu daerah yang potensial untuk pengembangan sapi perah. Usaha ternak sapi perah di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali masih bersifat peternakan rakyat. Penelitian bertujuan menentukan pendapatan usaha peternakan sapi perah rakyat di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali, dan mengetahui pengaruh faktor produksi terhadap tingkat pendapatan usaha sapi perah rakyat di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali. Penelitian dilaksanakan bulan dilaksanakan mulai bulan Juli sampai Agustus 2010 di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali.

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dan penentuan lokasi secara sengaja di tiga desa yaitu Sukorejo, Jemowo, dan Dragan dengan pertimbangan bahwa di lokasi tersebut memiliki populasi ternak sapi perah tertinggi, sedang dan rendah. Metode pengambilan sampel mengunakan teknik

“PurposiveSampling” yaitu mengambil responden yang memiliki ternak sapi perah minimal satu ekor sapi laktasi dan sudah dipelihara selama satu tahun. Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 60 peternak. Data primer diperoleh dari responden dengan wawancara dan pengisian kuesioner, sedangkan data sekunder dari instansi dan lembaga terkait. Metode analisis data menggunakan analisis pendapatan dan analisis regresi linier berganda model fungsi produksi Cobb-Douglas.

Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda diperoleh persamaan

ln Y = 1,270 - 0,702 X1 + 0,399 X2 + 0,147 X3 - 0,251 X4 + 0,303 X5 +

1,003X6. Uji asumsi klasik multikolinieritas menunjukkan bahwa nilai


(11)

commit to user

xi

tidak terjadi multikolinier, uji asumsi klasik heterokedastisitas hasil

scatterplot tidak terjadi heterokedastisitas. Analisis regresi dengan taraf α = 0,05 diperoleh nilai Fhitung lebih besar dari Ftabel (12,431 > 2,34) artinya semua

variabel independen secara serempak mempengaruhi variabel dependen. Koefisien determinasi (R2) = 0,584. artinya semua variabel bebas mempengaruhi variabel terikat terhadap pendapatan sebesar 58,4% sedangkan sisanya sebesar 41,6% dipengaruhi oleh variabel lain diluar variabel yang diteliti atau dimasukkan dalam kesalahan pengganggu (disturbance’s error). Analisis regresi parsial nilai thitung > ttabel (1,895) yang mempengaruhi

pendapatan adalah variabel biaya pakan hijauan (2,542), biaya obat-obatan (2,019), dan biaya induk laktasi (4,627)

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah rata-rata pendapatan bersih dari peternak sapi perah rakyat di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali sebesar Rp. 8.877.519,52 pertahun dengan rata-rata kepemilikan tiga ekor sapi laktasi, dan faktor biaya pakan hijauan (X2), biaya

obat-obatan (X3) dan biaya induk laktasi (X6) berpengaruh terhadap

pendapatan peternak sapi perah rakyat di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali.


(12)

commit to user

xii

INCOME ANALYSIS OF DAIRY FARM PRODUCTION IN MUSUK BOYOLALI

RATNA FIBRI W H 0506072 SUMMARY

Musuk subdistrict of Boyolali is one potential area for dairy farming. The study aimed to determine the dairy farm business income Musuk Boyolali, and determined the influence of production factors on the level of business income of dairy cows Musuk Boyolali. The research was conducted from July to August 2010 in Musuk Boyolali.

The research method used was descriptive, and three villages Sukoharjo, Jemowo and Dragan were purposely chosen because those locations had the high, medium, and low population of dairy cows. Sampling method that was used in the research was “purposive sampling” by taking a respondent who had at least one lactating dairy cows which had been kept for 1 year. The number of samples taken in this study were 60 farmers. Primary data was obtained from respondents by interviewing and filling the questionnaire, while secondary data was taken from relevant agencies and institutions. Methods of data analysis used the analysis of income and multiple linear regression analysis model Cobb-Douglas production function.

Based on the results of multiple linear regression analysis it was obtained by the equation ln Y = 1.270 - 0.702 X1 + 0.399 X2 + 0.147 X3 -

0.251 X4 + 0.303 X5 + 1.003 X6. Classical assumption of multicollinearity test

showed that the correlation between the independent variable had value of p less was than 0.85 which indicated it did not show multikolinier, classic heterokedastisitas assumption test of scatterplot result did not show heterokedastisitas. Regression analysis with the level of α = 0.05 obtained F value was greater than F tabel (12.431 > 2.34) indicated that all independent variables simultaneously influence the dependent variable. The coefficient of determination (R2) = 0.584. It indicated that all independent variables affected


(13)

commit to user

xiii

the dependent variable on revenues of 58.4% while the remaining amount of 41.6% was influenced by other variables outside the variables which was studied or included into disturbance's error. Partial regression analysis of the value ttest > tTable (1.895) which affected the income were cost variable of

forage feed (2.542), cost of medicines (2.019), and parent fees lactation (4.627)

The conclusion drawn from the results of this study was that average net income of dairy farmers in Musuk Boyolali was Rp. 8,877,519.52 per year with an average ownership of three lactation cows, and forage feed cost factors (X2), the cost of drugs (X3) and lactation cost of the parent (X6) gave

effect on the income of dairy farmers of Musuk Boyolali.

Key words: Analysis of income, dairy cow, Cobb-Douglas Production Function


(14)

commit to user

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Strategi pembangunan peternakan mempunyai prospek yang baik dimasa depan, karena permintaan terhadap produk yang berasal dari ternak akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, pendapatan dan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi pangan bergizi tinggi sebagai pengaruh dari naiknya tingkat pendidikan rata-rata penduduk. Pembangunan tersebut utamanya di bidang pertanian yang meliputi pembangunan peternakan, dimana salah satu usaha peternakan yang banyak dilakukan oleh masyarakat di pedesaan adalah beternak sapi perah dengan bentuk usaha peternakan rakyat (Santosa, 1997).

Peternakan sapi perah rakyat merupakan suatu kegiatan usaha tingkat keluarga yang bersifat statis, dengan skala usaha yang kecil dan tanpa sepenuhnya mengikuti prinsip-prinsip ekonomi. Jenis usaha peternakan rakyat sering disebut pula sebagai usaha ternak tradisional yang masih memerlukan

pembinaan, pengembangan dan pengawasan dari pemerintah

(Mukhtar, 2006).

Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali merupakan salah satu daerah yang potensial, karena daerah tersebut mendukung untuk pengembangan ternak sapi perah yaitu tersedianya pakan hijauan dan daerahnya cocok untuk dilakukan pemeliharaan sapi perah. Populasi ternak sapi perah di Kabupaten Boyolali dari tahun 2005 sampai 2009 mengalami peningkatan 1,52% yaitu 58.792 ekor menjadi 59.687 ekor. Peningkatan produksi susunya 22,07% dari tahun 2005 sampai 2009 yaitu 26.541.286 ltr/tahun menjadi 32.400.000 ltr/tahun (Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Boyolali, 2009).

Berkaitan dengan hal tersebut, perlu alternatif pola pengembangan peternakan rakyat yang mampu memberikan kontribusi terhadap pendapatan usaha yang cukup memadai. Usaha peternakan rakyat kedepannya harus mengarah menuju pengembangan agrobisnis peternakan, sehingga tidak


(15)

commit to user

hanya sebagai usaha sampingan tetapi sudah mengarah pada usaha pokok dalam perekonomian keluarga.

Usaha peternakan sapi perah dapat dihitung melalui analisis pendapatan. Analisis pendapatan usaha sapi perah perlu dicermati antara biaya-biaya yang diperhitungkan dan biaya yang tidak diperhitungkan, antara lain sebagian besar peternak tidak memperhitungkan tenaga dan pakan yang diperoleh dari hasil lahan milik sendiri. Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi (Soekartawi, 2003).

B. Perumusan Masalah

Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali merupakan salah satu daerah yang potensial karena daerah tersebut mendukung untuk pengembangan ternak sapi perah yaitu tersedianya pakan hijauan dan daerahnya cocok untuk dilakukan pemeliharaan sapi perah. Usaha ternak sapi perah rakyat masih merupakan usaha sambilan sehingga perlu dikembangkan, hal tersebut disebabkan oleh rendahnya permodalan, kurangnya faktor pengetahuan atau keterampilan peternak. Hal ini sangat mempengaruhi besarnya pendapatan masyarakat pada daerah tersebut, sehingga perlu diadakan penelitian untuk menganalisis faktor – faktor produksi yang mempengaruhi pendapatan usaha ternak sapi perah rakyat di Kecamatan Musuk.

Berdasarkan penelitian yang akan dilakukan maka dapat disusun suatu rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi usaha ternak sapi perah rakyat di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali ditinjau dari tingkat pendapatan?

2. Apakah faktor biaya pakan konsentrat, biaya pakan hijauan, biaya obat-obatan, biaya IB, biaya upah tenaga kerja dan biaya sapi laktasi mempengaruhi tingkat pendapatan usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali?


(16)

commit to user

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menentukan pendapatan usaha peternakan sapi perah rakyat di Kecamatan

Musuk Kabupaten Boyolali.

2. Mengetahui pengaruh faktor biaya pakan konsentrat, faktor pakan

hijauan, faktor obat-obatan, faktor IB, faktor upah tenaga kerja dan faktor sapi laktasi terhadap tingkat pendapatan usaha sapi perah rakyat di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali.

D. Kegunaan Penelitian

1. Bagi peneliti, menambah wawasan dan pengetahuan terutama yang

berkaitan dengan topik penelitian serta merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Universitas Sebelas maret Surakarta.

2. Bagi peternak dapat menjadi acuan dalam menentukan jumlah kepemilikan

ternak untuk mengembangkan usaha ternak sapi perah guna meningkatkan pendapatan dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi.

3. Bagi Instansi yang terkait khususnya, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi di masa mendatang, terutama bagi para pengambil keputusan dan para pembuat kebijakan yang sesuai dengan kondisi daerah yang bersangkutan dan dapat menjadi acuan dalam rangka pembangunan usaha ternak sapi perah di daerah tersebut atau daerah lain.

4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi kalangan akademis dan peneliti lainya.


(17)

commit to user

II.TINJAUAN PUSTAKA

A. Peternakan Sapi Perah di Indonesia

Bangsa sapi perah yang dipelihara di Indonesia antara lain adalah

Friesian Holstein (FH), Peranakan Friesian Holstein (PFH), dan Sapi Grati.

Sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH) merupakan hasil persilangan antara

sapi Friesian Holstein (FH) dengan sapi setempat atau sapi lokal yang ada di Indonesia. Tersebarnya sapi FH dibeberapa daerah di Indonesia khususnya pulau Jawa menyebabkan terjadinya perkawinan secara tidak terencana antara sapi FH dengan sapi lokal dan menghasilkan keturunan yang disebut Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Soetarno, 2003).

Ciri-ciri sapi PFH yaitu memiliki kepala agak panjang, mulut lebar, lubang hidung terbuka luas, ukuran tubuh besar, pinggang sedang, dan telinga sedang. Sapi PFH terkenal dengan produksi susu yang cukup tinggi tetapi masih lebih rendah dibandingkan dengan sapi FH (Pane, 1993).

Kemampuan berproduksi susu sapi perah Friesian Holstein dapat

mencapai lebih dari 6.000 kg perlaktasi dengan kadar lemak susu rata-rata 3,6%. Standar bobot betina dewasa berkisar antara 570 - 730 kg, sedangkan produksi susu sapi PFH sebelum tahun 1979 sekitar 1.800 - 2.000 kg/laktasi dengan panjang laktasi rata-rata kurang dari 10 bulan (Siregar, 1992).

Pemusatan daerah pemeliharaan sapi-sapi PFH di Jawa dibagi menjadi dua daerah, yaitu daerah rendah yang mempunyai ketinggian sampai 300 m diatas permukaan laut (dpl) dengan temperatur harian rata-rata 280C - 350C, kelembaban relatif 75% dan curah hujan 1800 - 2000 mm. Daerah tinggi mempunyai ketinggian lebih dari 750 m di atas permukaan laut dengan temperatur harian rata-rata 160C - 230C, kelembaban relatif 70% dan curah hujan 1.800 mm (Paggi dan Suharsono, 1978 cit. Hardjosubroto, 1980).

Pola usaha peternakan di Indonesia secara umum dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori ditinjau dari pelakunya, yaitu: 1) dikelola oleh petani secara tradisional, 2) diusahakan secara komersial oleh perusahaan besar, dan 3) diusahakan oleh sistem inti-plasma. Peternakan di


(18)

commit to user

Indonesia didominasi oleh usaha rumah tangga yang dikelola secara tradisional sebesar 99,70% dan sisanya sebesar 0,30% diusahakan oleh perusahaan berskala besar. Hal tersebut dapat dipertimbangkan dari peran ternak, tujuan pemeliharaan, produktivitas, efisiensi produksi, serta peran modal dan investasi dalam usaha ternak (Soedjana, 2005).

B. Peran Ternak Sapi Perah Dalam Usaha Tani

Indonesia merupakan negara agraris dimana mata pencaharian penduduknya sebagian besar adalah sektor pertanian. Sektor ini menyediakan bahan pangan bagi sebagian besar penduduknya dan memberikan lapangan pekerjaan bagi angkatan kerja yang ada, tetapi dengan menyempitnya lahan pertanian yang digarap oleh petani mendorong para petani untuk berusaha meningkatkan pendapatan melalui usaha peternakan. Usaha ternak sapi merupakan salah satu usaha sampingan bagi para petani (Arbi., P. 2009)

Sektor pertanian secara nasional masih merupakan faktor yang signifikan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena mayoritas penduduk masih memperoleh pendapatan utamanya di sektor ini. Peternakan merupakan salah satu sub-sektor yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian negara ini (Siregar, 2009).

Usaha peternakan sapi perah di perlukan manajemen dalam merencanakan, mengorganisasi dan melaksanakan serta mengevaluasi suatu proses produksi. Proses produksi ini melibatkan sejumlah orang (tenaga kerja), bagaimana cara mengelola orang-orang tersebut dalam tingkatan atau dalam tahapan proses produksi. Faktor manajemen ini banyak dipengaruhi oleh berbagai aspek, antara lain adalah tingkat pendidikan, tingkat keterampilan, skala usaha, besar kecilnya kredit, dan macam komoditas (Soekartawi, 2003).


(19)

commit to user

C. Pola Usaha Ternak Sapi Perah

Usaha peternakan sapi perah di Indonesia didominasi oleh usaha ternak sapi perah kecil dan menengah. Peternakan sapi perah di Indonesia dengan kepemilikan sapi perah kurang dari empat ekor mencapai 80%, dan selebihnya peternak dengan kepemilikan empat sampai tujuh ekor sapi perah mencapai 17%, dan peternak skala besar dengan pemilikan lebih dari tujuh ekor sapi perah sebanyak 3%. Tingkat efisiensi usaha yang rendah, maka skala kepemilikan ternak tersebut dapat ditingkatkan menjadi tujuh ekor

perpeternak, diharapkan dapat meningkatkan efisiensi usaha sekitar 30% (Mandaka dan Hutagaol, 2005).

Peternakan sapi perah rakyat mampu memberikan kontribusi terhadap pendapatan keluarga yang cukup memadai. Kedepannya usaha peternakan rakyat diupayakan mengarah sesuai perkembangan agrobisnis peternakan, sehingga tidak hanya sebagai usaha sampingan, tetapi sudah mengarah pada usaha pokok dalam perekonomian keluarga (Siregar, 2009).

Pengembangan usaha ternak sapi menjadi suatu sistem agrobisnis yang lebih mengutamakan kesejahteraan. Pengembangan agrobisnis peternakan rakyat yang tidak terlepas dari usaha tani lainnya, maka peningkatan skala usaha ternak harus dikombinasikan sebagai faktor produksi

yang dimiliki agar hasil yang diperoleh lebih optimal

(Noferdiman dan Novia, 1992).

D. Aspek Sosial Ekonomi Ternak Sapi Perah

Perhitungan modal usaha dibagi menjadi tiga yaitu biaya investasi, biaya tetap, dan biaya variabel. Biaya investasi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk investasi tetap seperti pembelian sapi, penyusutan bangunan (kandang), penyusutan peralatan dan sebagainya. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan relatif tetap untuk setiap periodenya, seperti pajak, tenaga kerja, administrasi, dan lain sebagainya. Biaya variabel adalah biaya-biaya yang diperlukan untuk pembelian input produksi yang nilainya disesuaikan dengan keperluan ternak dan dari harga input produksi tersebut,


(20)

commit to user

misalnya biaya pakan konsentrat, biaya pakan hijauan, listrik, tenaga kerja, IB, kesehatan hewan, peralatan habis pakai dalam jangka kurang dari setahun. Jumlah seluruh biaya investasi, biaya tetap, dan biaya variabel diperoleh total biaya secara keseluruhan (Firman A, 2010).

Penerimaan usaha tani ternak adalah pendapatan yang berasal dari kegiatan usaha setiap tahunnya. Menurut Mahekam dan Malcom (1991) ada lima sumber umum atau kategori penerimaan usaha tani ternak, diantaranya adalah:

a) Penjualan produksi tanaman, ternak dan hasil-hasil ternak

b) Produksi-produksi usaha tani ternak yang dikonsumsi oleh keluarga petani

ternak.

c) Sisa hasil usaha (SHU) dari koperasi, kelompok tani dimana petani tersebut menjadi anggota

d) Pendapatan non uang tunai yang berasal dari perubahan investasi

e) Pekerjaan-pekerjaan di luar usaha tani ternak (seperti bagi hasil, kontrak atau bekerja sebagai buruh kota).

Penerimaan peternak dari usaha pengembangan sapi perah selama masa laktasi yaitu berasal dari hasil penjualan susu yang diperoleh dari perkalian antara jumlah susu selama masa laktasi dengan harga susu. Penerimaan lainnya diperoleh dari penjualan pedet dan penjualan pupuk kandang (Nuraeni dan Purwanta, 2006).

E. Analisis Pendapatan

Pendapatan usaha ternak sapi perah merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan dalam usaha peternakan. Komponen penerimaan dalam usaha ternak sapi perah meliputi penjualan susu, penjualan pedet, dan penjualan kotoran. Pendapatan dari usaha ternak sapi perah ditentukan dengan produksi susu sebesar 56,79%, karena susu merupakan produk utama dari usaha ternak sapi perah. Penerimaan dari hasil penjualan pedet dan kotoran ternak merupakan penerimaan sampingan yang diperoleh dari usaha tersebut. Biaya produksi yang dikeluarkan meliputi biaya


(21)

commit to user

pakan, biaya penyusutan, biaya obat-obatan, dan biaya IB

(Gayatri et al., 2005).

Faktor yang terkait dengan ekonomi produksi sapi perah yaitu faktor biaya. Biaya terbagi atas empat bagian yaitu biaya investasi, biaya produksi, biaya operasional, dan biaya non operasional. Biaya investasi atau biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang digunakan untuk investasi jangka panjang untuk pembelian lahan, bangunan, peralatan dan mesin, kendaraan, serta kegiatan lainya yang sifatnya jangka panjang. Biaya produksi atau biaya variabel (variable cost) adalah biaya yang digunakan untuk kegiatan produksi dan sangat tergantung pada jumlah produksi dan harga yang berlaku. Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan untuk menunjang kegiatan produksi, seperti biaya tenaga kerja, listrik, telepon, dan sebagainya. Biaya non operasional adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembayaran pinjaman termasuk bunganya, depresiasi, serta pajak perusahaan. Total biaya keseluruhan tersebut disebut dengan total biaya (Firman A, 2010).

Rendahnya tingkat pendapatan peternak disebabkan oleh keterbatasan modal untuk menambah jumlah ternak. Pemanfaatan fungsi ternak sebagai tabungan masih dapat menjadi pilihan terbaik berikutnya bagi peternak, terutama yang dihadapkan kepada keterbatasan tenaga kerja. Memelihara ternak sebagai tabungan dimotivasi oleh kenyataan bahwa ternak dapat dikonversikan menjadi uang tunai setiap saat. Peternak cukup puas dan dapat menerima tingkat pendapatan apa adanya sebagai refleksi dari tingkat produktivitas yang rendah (Soedjana, 2005).

F. Faktor Produksi Usaha Peternakan

Lipsey et al. (1989) menyatakan bahwa faktor produksi adalah sumber daya yang digunakan untuk memproduksi barang atau jasa yang dibutuhkan manusia yang terdiri dari: (1). sumber daya alam seperti tanah atau lahan, hutan dan barang-barang tambang, (2). sumber daya manusia termasuk kemampuan berpikir dan fisiknya, dan (3). semua alat-alat buatan manusia untuk meningkatkan produksi seperti peralatan dan mesin-mesin.


(22)

commit to user

Ditambahkan oleh Mahekam dan Malcom (1991) bahwa sumber daya (faktor-faktor produksi) pada usaha tani ternak terdiri dari lahan, tenaga kerja dan modal. Sumber daya utama yang biasanya dimiliki petani ternak adalah uang, tenaga, peralatan, alat-alat usaha tani lainnya dan sebuah rumah atau gudang.

Faktor produksi disebut juga dengan “korbanan produksi,” karena faktor produksi tersebut “dikorbankan” untuk menghasilkan produksi. Faktor produksi disebut juga dengan input. Macam faktor produksi atau input ini berdasarkan jumlah dan kualitasnya perlu diketahui oleh produsen. Suatu produk yang akan dihasilkan diperlukan pengetahuan antara hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output) (Soekartawi, 2003).

Menurut Hernanto (1995) faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam usaha tani ternak antara lain: pengelola, lahan, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, kemampuan petani ternak mengalokasikan penerimaan keluarga dan jumlah anggota keluarga. Faktor penghambat berkembangannya peternakan pada suatu daerah dapat berasal dari faktor-faktor tofografi, iklim, keadaan sosial, tersedianya pakan hijauan, dan faktor pengalaman yang

dimiliki peternakan masyarakat sangat menentukan perkembangan

peternakan di daerah itu (Siregar, 2009).

G. Fungsi Produksi Cobb-Douglas

Fungsi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang

melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel satu disebut dengan

dependent variabel (Y) dan variabel lain disebut independent variabel (X). Hubungan antara Y dan X dapat diselesaikan dengan cara regresi dimana variasi Y akan dipengaruhi variasi X, maka garis regresi berlaku dalam penyelesaian fungsi Cobb-Douglas (Soekartawi, 2003)

Kelemahan- kelemahan fungsi Cobb Douglas ini, antara lain :

1. Spesifikasi variabel yang keliru dapat menyebabkan nilai elastisitas produksi yang diperoleh negatif atau nilainya terlalu besar atau kecil. Spesifikasi ini akan menimbulkan terjadinya multikolinearitas pada variabel bebas.


(23)

commit to user

2. Kesalahan pengukuran variabel, hal ini terjadi bila data kurang valid sehingga menyebabkan besaran elastisitas produksi yang terlalu besar atau kecil.

3. Bias terhadap variabel manajemen. Faktor manajemen merupakan faktor penting untuk meningkatkan produksi karena berhubungan langsung dengan variabel terikat seperti manajemen penggunaan faktor produksi yang akan mendorong besaran elastisitas tehnik dari fungsi produksi ke arah atas. Manajemen ini berhubungan dengan pengambilan keputusan dalam pengalokasian variabel input dan kadang sulit diukur dalam

pendugaan fungsi Cobb Douglas.

4. Multikolinearitas, dalam fungsi ini sulit dihindarkan meskipun telah diusahakan agar besaran korelasi antara variabel indipenden tidak terlalu

tinggi seperti memperbaiki spesifikasi variabel yang dipakai


(24)

commit to user HIPOTESIS

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Kondisi usaha sapi perah rakyat di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali menguntungkan ditinjau dari tingkat pendapatan peternak.

2. Faktor biaya pakan konsentrat, biaya pakan hijauan, biaya obat-obatan, biaya IB, biaya upah tenaga kerja dan biaya sapi laktasi berpengaruh terhadap pendapatan usaha sapi perah rakyat di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali.


(25)

commit to user

III. MATERI DAN METODE

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan mulai bulan Juli sampai Agustus 2010 di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Pengambilan sampel penelitian ini ditentukan secara purposive sampling dengan memperhatikan alasan daerah tersebut memiliki populasi ternak sapi perah yang tinggi.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yaitu memusatkan perhatian pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang dan bertolak dari data yang dikumpulkan, dianalisis dan disimpulkan dalam konteks teori hasil penelitian terdahulu (Surakhamad, 1994).

Pelaksanaan penelitian menggunakan metode survei terhadap para peternak yang memiliki minimal satu ekor sapi perah laktasi yang telah dipelihara minimal satu tahun di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali. Penelitian survei merupakan penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Surakhamad, 1994).

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap prasurvei dan tahap

survei. Tahap pra survei dilakukan untuk menentukan lokasi penelitian dan menentukan responden. Tahap survei bertujuan untuk mendapatkan data primer dan sekunder melalui wawancara langsung dengan responden.

C. Teknik Penentuan Sampel

1. Metode Penentuan Lokasi

Metode penentuan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja di tiga desa yaitu Sukorejo, Jemowo, dan Dragan dengan pertimbangan bahwa di lokasi tersebut memiliki populasi ternak sapi perah tinggi, sedang dan rendah. Jumlah populasi Sapi Perah di Kecamatan Musuk dapat dilihat pada Tabel 1.


(26)

commit to user

Tabel 1. Jumlah populasi sapi perah di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali tahun 2010.

Desa Jantan (ekor) Betina (ekor) Jumlah (ekor) %

Lampar 76 130 206 1,19

Dragan 71 119 190 1,10

Karanganyar 215 747 962 5,56

Jemowo 201 566 767 4,44

Sangup 217 496 713 4,12

Mriyan 237 356 593 3,43

Lanjaran 220 562 782 4,52

Karangkendal 263 531 794 4,59

Sumur 180 693 873 5,05

Keposong 116 561 677 3,92

Pagerjurang 125 463 588 3,40

Sukorejo 426 937 1363 7,88

Sruni 371 934 1305 7,55

Cluntang 419 704 1123 6,50

Ringinlarik 302 681 983 5,69

Kebongulo 159 427 586 3,39

Kembangsari 963 637 1600 9,26

Musuk 358 862 1220 7,06

Sukorame 291 708 999 5,78

Pusporenggo 269 693 962 5,57

Jumlah : 5479 11807 17286 100

Sumber : Dinas Peternakan Musuk, 2010

2. Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel peternak ditentukan secara sengaja (purposive sampling). Purposive sampling yaitu cara pengambilan sampel dengan maksud atau tujuan tertentu. Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya (Sunyoto, 2009).

Cara pengambilan sampel yaitu dipilih peternak yang memiliki ternak sapi perah minimal satu ekor sapi laktasi dan sudah dipelihara selama satu tahun. Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 60 responden dengan pengambilan secara proporsional pada setiap kelompok.


(27)

commit to user

Pengambilan sampel bagi masing-masing desa dilaksanakan secara proporsional dengan menggunakan rumus:

100

x N Nk Ni=

Dimana:

Ni : Jumlah sampel peternak sapi perah pada desa ke-i. Nk : Jumlah peternak sapi perah dari masing-masing desa. N : Jumlah peternak sapi perah dari semua desa.

(Singarimbun dan Effendi, 1995).

D. Jenis dan Sumber Data

1. Data primer, yaitu data yang diperoleh dari wawancara langsung dengan responden dan menggunakan kuesioner tentang identitas peternak, biaya faktor-faktor produksi, dan penerimaan usaha peternakan.

2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari kantor, instansi dalam hal ini adalah Dinas Peternakan Musuk Kabupaten Boyolali.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Wawancara, yaitu mengadakan tatap muka langsung dengan responden

untuk mengumpulkan data yang diperlukan dengan menggunakan kuesioner.

2. Pencatatan, yaitu metode pengumpulan data dengan mencatat berbagai informasi yang dibutuhkan di kantor ataupun instansi yang terkait.


(28)

commit to user

F. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini meliputi:

1. Tingkat pendapatan (π) merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya input tidak tetap. Pendapatan dihitung antara selisih hasil penjualan dengan total biaya yang telah dinormalkan dengan tingkat harga output. 2. Biaya pakan konsentrat (X1) merupakan jumlah biaya yang dikeluarkan

guna keperluan pembelian pakan dalam satu masa usaha peternakan sapi perah yang di normalkan dengan harga output. Biaya pakan konsentrat yaitu harga pakan konsentrat yang telah dinormalkan dengan harga output.

3. Biaya pakan hijauan (X2) merupakan jumlah biaya yang dikeluarkan guna

keperluan pembelian pakan dalam satu masa usaha peternakan sapi perah yang dinormalkan dengan harga output. Biaya pakan hijauan yaitu harga pakan hijauan yang telah dinormalkan dengan harga output.

4. Biaya obat (X3) merupakan jumlah biaya yang dikeluarkan guna keperluan

pembelian obat-obatan dalam satu masa usaha peternakan sapi perah yang dinormalkan dengan harga output. Biaya obat yaitu harga obat - obatan yang telah dinormalkan dengan harga output.

5. Biaya IB (X4) merupakan jumlah biaya yang dikeluarkan guna keperluan

mengawinkan ternak secara inseminasi buatan dalam satu masa usaha peternakan sapi perah yang dinormalkan dengan harga output. Biaya IB yaitu harga berapa kali ternak dikawinkan dengan IB yang telah dinormalkan dengan harga output.

6. Biaya tenaga kerja (X5) biaya rata-rata tenaga kerja yang dikeluarkan oleh

peternak yang dinyatakan dalam rupiah per satu masa usaha peternakan sapi perah dibagi dengan harga output, diukur dalam satuan rupiah. Biaya tenaga kerja yaitu harga yang dibayar berdasar jumlah tenaga kerja setelah dinormalkan dengan harga output.

7. Biaya sapi laktasi (X6) merupakan jumlah biaya yang dikeluarkan guna

keperluan sapi laktasi dalam satu masa usaha peternakan sapi perah yang dinormalkan dengan harga output. Biaya sapi laktasi dihitung setelah dinormalkan dengan harga output.


(29)

commit to user

G. Definisi Operasional

1. Pendapatan adalah total semua pemasukan dikurangi semua biaya yang dikeluarkan.

2. Sapi perah adalah ternak sapi yang mempunyai tujuan utama memproduksi

susu.

3. Model regresi linier berganda adalah model regresi yang digunakan untuk

membuat hubungan antara satu variabel terikat dan beberapa variabel bebas.

4. Analisis pendapatan berguna untuk mengetahui pendapatan yang diperoleh

dalam satu periode tertentu.

5. Investasi merupakan nilai kandang, peralatan, dan nilai ternak.

6. Total penerimaan pada usaha sapi perah meliputi penerimaan dari

penjualan susu, penjualan pedet, dan penjualan pupuk kandang.

7. Total biaya produksi meliputi biaya tetap yaitu biaya penyusutan (kandang dan peralatan), dan biaya variabel meliputi biaya pakan konsentrat, biaya pakan hijauan, biaya upah tenaga kerja, biaya obat-obatan, dan biaya Inseminasi Buatan (IB) dihitung pertahun.

8. Pendapatan bersih usaha ternak sapi merupakan selisih antara penerimaan

usaha ternak pertahun dengan biaya produksi pertahun (Siregar, 2009).

H. Metode Analisis Data

1. Analisis data hipotesis pertama

Data dianalisis dengan menggunakan metode analisis pendapatan. Pendapatan dapat dihitung dengan rumus:

Keterangan : π = Pendapatan

TR = Total penerimaan

TC = Total biaya (Soekartawi, 2003).

2. Analisis hipotesis kedua

Faktor produksi dianalisis dengan model Pendekatan Teknik Ekonometri menggunakan analisis regresi linier berganda model fungsi


(30)

commit to user

produksi Cobb Douglas (alat bantu Software Eviews 7), dengan model penduga sebagai berikut:

lnY = β0 + β 1 lnX1 + β 2 lnX2 + β 3 lnX3 + β 4 lnX4 + β 5 lnX5 + β 6 lnX6 + u

Keterangan :

Ln Y = Tingkat pendapatan peternak (Y) dipengaruhi berbagai faktor produksi dalam memelihara sapi perah.

β0 = Koefisien intercept (konstanta)

X1 = Biaya pakan konsentrat (rupiah)

X2 = Biaya pakan hijauan(rupiah)

X3 = Biaya obat-obatan (rupiah)

X4 = Biaya IB (rupiah)

X5 = Biaya tenaga kerja (rupiah)

X6 = Biaya sapi laktasi (rupiah)

u = Kesalahan (disturbance term)

β 1,β 2,β 3,β 4,β 5,β 6 = Koefisien regresi (Widarjono, 2007).

Koefisien didapatkan dari masing-masing variabel, selanjutnya dilakukan uji asumsi klasik untuk menguji apakah model penelitian ini dapat digunakan atau tidak sehingga akan menghasilkan koefisien regresi yang tidak bias, dan uji statistik yang menentukan tingkat signifikannya. a. Uji asumsi klasik

Menurut Gujarati (1999), uji asumsi klasik untuk mencari koefisien regresi dengan metode kuadrat terkecil (OLS = Ordinary least Square) yang bertujuan untuk melihat apakah regresi bermasalah atau tidak sehingga akan menghasilkan koefisien regresi yang tidak bias. Perolehan koefisien regresi linier yang terbaik tidak bias harus dipenuhi beberapa asumsi klasik. Pelanggaran terhadap asumsi-asumsi klasik tersebut dapat diketahui melalui pengujian terhadap gejala multikolinieritas dan heteroskedastisitas.

1) Uji asumsi klasik multikolinieritas

Multilinieritas tidak terjadi jika koefisien korelasi antar variabel bebas lebih besar dari 0,85. Nilai r2> R2 berarti tidak ada


(31)

commit to user

gejala multilinieritas, tetapi jika r2< R2 maka model tersebut mengandung masalah multilinieritas (Widarjono, 2007).

2) Uji asumsi klasik heterokedastisitas

Persamaan regresi berganda perlu diuji mengenai sama atau tidak varians dari residual dari observasi yang satu dengan observasi yang lain. Residual yang mempunyai varians yang sama disebut terjadi homoskedastisitas.

Homoskedastisitas terjadi pada scatterplot titik–titik hasil pengolahan data menyebar dibawah atau diatas titik origin (angka 0) pada sumbu Y tidak mempunyai pola yang teratur. Homoskedastisitas terjadi jika pada scatterplot titik – titiknya mempunyai pola yang teratur, baik menyempit, melebar maupun bergelombang–gelombang (Sunyoto, 2009).

b. Uji Statistik

1) Uji F (Fisher test)

Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh independent

variable secara bersama-sama terhadap dependent variable secara signifikan atau tidak. Prosedurnya sebagai berikut (Gujarati, 1999). a) Tingkat keyakinan (level of signifinance) a = 0.05

b) Kriteria Pengujian F tabel = Fa; n-k;k-1

Ho diterima apabila F tabel ≤ Fa;K-1;K (n-1) Ho ditolak apabila F tabel> Fa;K-1;K (n-1)

c) Menentukan F hitung

F hitung =

K N / ) R -(1

1 -/K R

2 2

2) R2 ( Koefisien determinasi)

Koefisien Determinasi R2 digunakan untuk menunjukkan

sampai seberapa besar variansi independent variable yang dapat dijelaskan oleh variansi. Rumus R2 sebagai berikut:


(32)

commit to user

R2 Adjusment =

K -N

1 -N ) R -(1

1 2

Keterangan : K = Banyaknya parameter dalam model, termasuk unsurintersep

N = Banyaknya observasi (Gujarati, 1999). 3) Uji t

Uji t digunakan untuk menguji signifikan pengaruh masing– masing variabel independen. Langkah-langkah uji t sebagai berbagai berikut:

a) Ho : bI = 0 (tidak signifikan) Ha : bi > 0 (signifikan) b) Nilai t tabel = ta (N – K)

2 a = Derajat signifikan N = Jumlah data diobservasi

K = Jumlah parameter dalam model termasuk intersep

c) Kesimpulan

t hitung > t tabel maka Ho ditolak atau menerima Ha yang berarti signifikan.

t hitung < t tabel, maka Ho diterima berarti tidak signifikan (Gujarati, 1999).


(33)

commit to user

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Umum Kecamatan Musuk Kab. Boyolali

Wilayah Kabupaten Boyolali sangat potensial untuk usaha dibidang peternakan terutama ternak sapi perah, karena memiliki populasi yang cukup tinggi. Kabupaten Boyolali memiliki luas wilayah 101.510.0965 ha atau 4,5 % dari luas Propinsi Jawa Tengah. Wilayah Boyolali terletak antara 1100 22’ BT – 1100 50’ BT dan 70 36’ LS – 70 71’LS dengan ketinggian antara 100 - 1.500 meter dibawah permukaan laut (dpl). Curah hujan rata-rata wilayah Kabupaten Boyolali sekitar 2000 mm/tahun.

Kecamatan Musuk merupakan salah satu dari 19 Kecamatan yang ada di Kabupaten Boyolali, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

- Sebelah utara : Kecamatan Cepogo - Sebelah timur : Kecamatan Mojosongo - Sebelah selatan : Kabupaten Klaten

- Sebelah barat : Propinsi D.I. Yogyakarta

(Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Boyolali, 2010).

Letak Kecamatan Musuk dari Kabupaten Boyolali kurang lebih 5 km ke arah utara. Topografi Kecamatan Musuk merupakan wilayah pegunungan yaitu terletak pada bagian tengah, tepatnya sebelah timur dari kawasan Gunung Merapi dan Gunung Merbabu. Lereng bagian atas adalah wilayah Kecamatan Selo, sedangkan lereng bagian kaki gunung wilayah kecamatan kota Boyolali. Kecamatan Musuk memiliki ketinggian rata-rata 700 meter dibawah permukaan laut (dpl), dengan suhu udara antara 180C - 330C, sesuai

untuk pemeliharaan sapi perah yaitu pada suhu 160C-350C (Paggi dan Suharsono, 1978 cit. Hardjosubroto, 1980).

Luas areal Kecamatan Musuk adalah sebesar 6.504,1391 ha. Distribusi penggunaan tanah di Kecamatan Musuk dicantumkan pada Tabel 2.


(34)

commit to user

Tabel 2. Distribusi penggunaan tanah di Kecamatan Musuk.

No. Jenis penggunaan tanah Luas tanah (ha) Persentase (%)

1. Tanah pekarangan 2. Tanah tegalan/kebun 4. Hutan negara

5. Tanah lainnya

1.987,83 3.843,84 100,63 571,83 30,56 59,10 1,55 8,79

Total 6.504,13 100

Sumber :Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Boyolali, 2010

B. Karakteristik Peternak

Setiap rumah tangga peternak memiliki karakteristik berbeda-beda yang mengambarkan tingkat kemampuan masing-masing rumah tangga peternak. Unsur-unsur karakteristik yang dikumpulkan dari peternakantara lain umur, tingkat pendidikan, pengalaman beternak dan pekerjaan utama.

a. Umur peternak

Umur peternak sangat berpengaruh terhadap kinerja suatu peternakan sapi perah. Karakteristik umur peternak di Kecamatan Musuk dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3.Umur peternak di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali.

No. Umur peternak Jumlah (orang) Prosentase (%)

1. 15-35 tahun

2. 36-56 tahun

3. > 57 tahun Total 7 37 16 60 11,66 61,67 26,67 100 Sumber : Data primer terolah, 2010

Menurut Arsyad (1999) umur produktif adalah umur antara 15 tahun sampai dengan 64 tahun, sedang umur dibawah 15 dan 64 tahun termasuk dalam umur non produktif. Hasil penelitian peternak sapi perah paling banyak umur 36-56 tahun sebanyak 61,67% yang berarti peternak tergolong dalam umur produktif sehingga masih dapat ditingkatkan pengetahuan dan keterampilan dengan cara memberi inovasi baru dibidang peternakan.

Menurut Setiana (2000), pada umur produktif mempunyai kondisi fisik. tindakan serta kemampuan berfikir seseorang masih cukup baik.


(35)

commit to user

Umur produktif memiliki kondisi emosional relatif stabil sehingga mudah menerima pengarahan atau inovasi dari pihak-pihak yang lebih menguasai hal tersebut dan didukung oleh adanya dorongan yang cukup untuk memperoleh pengalaman pada umur itu.

Umur produktif manusia memiliki kemampuan untuk berpikir kreatif dan dapat menambah daya kerja dalam meningkatkan produktifitas. Lebih lanjut dijelaskan dalam kisaran umur bagi seseorang dapat melakukan segala sesuatu dengan berpikir panjang lebih dahulu dan pada usia yang masih muda mereka memiliki kondisi fisik yang lebih baik dari pada golongan tua, sehingga potensi umur dalam hal ini dapat mempengaruhi kelangsungan usaha.

b. Tingkat pendidikan peternak

Pendidikan mempunyai peranan penting bagi suatu bangsa yang merupakan sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan bangsa. Kualitas sumberdaya manusia sangat tergantung pada kualitas pendidikan. Menurut Prayitno dan Susanto (1996) menyatakan bahwa tujuan dari pendidikan adalah untuk mengembangkan sumberdaya manusia. Pengembangan sumberdaya manusia yang bertumpu pada pendidikan ini, pada dasarnya untuk meningkatkan kinerja manusia. Tingkat pendidikan peternak sapi perah dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pendidikan peternak sapi perahdi Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali.

No Pendidikan peternak Jumlah (orang) Prosentase (%)

1 2 3 4 5 Tidak Sekolah SD SMP SMA PT 8 25 17 8 2 13,33 41,66 28,33 13,33 3,33

Total 60 100

Sumber : Data primer terolah, 2010

Ditinjau dari segi pendidikan formal yang pernah ditempuh tingkat pendidikan responden terbanyak 41,66% hanya tamat SD, hal ini menunjukkan tingkat pendidikan responden masih rendah. Alasan yang


(36)

commit to user

diungkapkan oleh peternak tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi adalah masalah ekonomi. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap penyerapan informasi dan pengetahuan serta cara berfikir peternak. Tingkat pendidikan peternak yang masih rendah kemungkinan akan mengalami kesulitan dalam mengadopsi inovasi. Melalui pendidikan peternak mempunyai pengetahuan, ketrampilan dan inovasi baru dalam melakukan kegiatan usaha sehingga dengan pendidikan yang lebih tinggi hasil juga akan lebih baik (Mosher 1987 cit. Haryanti 2009).

c. Pengalaman beternak

Tingkat pengalaman beternak berkaitan dengan lamanya melakukan usaha dibidang peternakan. Mosher (1985) menyatakan bahwa lama usaha merupakan pengalaman yang dapat diambil manfaatnya sehingga dapat membantu peternak dalam usahanya, karena semakin lama usahanya semakin banyak pengalaman yang diperoleh peternak. Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata pengalaman beternak di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengalaman beternak sapi perah di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali.

No. Pengalamana beternak Jumlah (orang) Prosentase (%)

1. 1 – 5 th

2. 6 – 10 th

3. >11 th Total

13 7 40 60

21,66 11,66 66,66 100 Sumber : Data primer terolah, 2010

Hasil penelitian paling banyak peternak beternak selama 11 tahun lebih, hal tersebut menggambarkan bahwa peternak sudah cukup lama dalam mengembangkan usaha sapi perah. Pengalaman beternak yang dimiliki akan menjadikan peternak lebih mandiri dan terampil dalam pengelolaan usaha ternaknya.

Menurut Fauzia dan Tampubolon (1991) bahwa pengalaman seseorang dalam beternak sapi perah berpengaruh terhadap penerimaan inovasi dari luar. Pengalaman diukur dari lamanya peternak itu aktif secara mandiri mengusahakan ternak tersebut dari awal mulai beternak sampai


(37)

commit to user

diadakan penelitian. Faktor penghambat berkembangnya peternakan pada suatu daerah dapat berasal dari faktor topografi, iklim, keadaan sosial, tersedianya bahan pakan hijauan atau penguat, disamping itu faktor pengalaman yang dimiliki peternak sangat menentukan perkembangan peternakan didaerah tersebut.

d. Pekerjaan utama

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan utama peternak sapi perah di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada Tabel6. Tabel 6. Pekerjaan utama peternak sapi perah di Kecamatan Musuk

Kabupaten Boyolali.

Pekerjaan utama Jumlah (orang) Prosentase (%)

a. PNS

b. Wiraswasta

c. Peternak

d. Petani

Total

3 7 2 48 60

5 11,66 3,33 80 100 Sumber : Data primer terolah, 2010

Hasil penelitian menunjukan bahwa pekerjaan utama dari responden adalah sebagai petani sebanyak 80%. Besarnya jumlah responden yang bermata pencaharian sebagai petani karena di Kecamatan Musuk mempunyai sumber daya alam yang pokok yaitu tegalan. Beternak hanya merupakan pekerjaan sampingan, hanya 2 responden yang menjadikan usaha ternak sapi perah sebagai mata pencaharian utama. Sesuai dengan pendapat Sabrani (1989) bahwa untuk menghadapi resiko usaha seperti kegagalan produksi, peternak melakukan usaha sambilan sebagai salah satu sumber pendapatan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Menurut Hermanto (1980) bahwa pertanian dan peternakan saling mengisi dan berkaitan, peternak dapat memanfaatkan hasil pertanian sebagai makanan ternak dan dapat memberikan sumbangan pupuk bagi tanaman pertaniannya.

e. Penggunaan tenaga kerja

Penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja yang dipakai adalah besaran tenaga kerja


(38)

commit to user

efektif yang dipakai. Skala usaha akan mempengaruhi besar kecilnya berapa tenaga kerja yang dibutuhkan dan menentukan macam tenaga kerja yang diperlukan (Soekartawi, 1987).

Tabel 7. Rata-rata pengunaan tenaga kerja usaha ternak sapi perah pertahun di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali.

No Penggunaan Tenaga Kerja JOK Rupiah

1. Mencari pakan 1,19 1.359.244,79

2. Pemeliharaan 3,09 3.526.432,29

Total 4,28 6.564.935,81

Sumber :Data primer terolah, 2010

Rata-rata penggunaan tenaga kerja total dalam usaha ternak sapi perah adalah 4,28 JKO/th dalam rupiah sebesar 6.564.935,81. Hasil perhitungan jenis pekerjaan yang paling banyak digunakan adalah untuk pemeliharaan (memberi pakan, memandikan, membersihkan kandang, dan memerah) sebesar Rp. 3.526.432,29 (3,09 JKO/th). Penggunaan tenaga kerja untuk mencari pakan adalah kegiatan mencari pakan hijauan yaitu sebesar Rp. 1.359.244,79 (1,19 JKO/th). Rata-rata tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mencari pakan relatif kecil karena mudah mencari rumput dan tersedia di ladang para peternak.

C. Tata Laksana Pemeliharaan Sapi Perah

Jenis sapi perah yang dipelihara oleh peternak responden adalah

Peranakan Friesian Holstein (PFH). Umumnya sistem pemeliharaan sapi

di Kecamatan Musuk sudah bersifat intensif dimana ternak tidak lagi digembalakan. Sesuai pendapat Siregar (1995), menyatakan bahwa hampir seluruh hidupnya sapi perah berada dalam kandang, hanya kadang-kadang saja sapi perah dibawa keluar kandang.

Lokasi kandang ternak pada umumnya berada dibelakang rumah pemilik ternak, sehingga memudahkan peternak mengontrol ternaknya. Tipe kandang pada umumnya adalah tipe kandang tunggal (single stall). Atap kandang yang digunakan peternak responden pada umumnya adalah genting dan asbes gelombang. Bahan-bahan untuk atap yang digunakan


(39)

commit to user

peternak telah sesuai karena mempunyai sifat mudah menyerap panas sehingga suhu kandang pada siang hari tidak terlalu panas. Lantai kandang pada umumnya terbuat dari semen dan ada beberapa yang dilapisi karet, sesuai pendapat Mulyana (1992) yang menyatakan bahwa lantai kandang yang terbuat dari semen berguna agar alas kandang tetap kering dan tidak menyebabkan sapi mudah terserang penyakit. Tempat pakan dan minum umumnya terbuat dari bahan semen dan ember yang diletakkan di depan ternak sehingga memudahkan ternak dalam mengkonsumsi. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan peternak sapi perah yang terdapat didaerah penelitian adalah sebagai berikut:

a. Pemberian pakan dan minum

Pemberian pakan dan minum ternak didaerah penelitian dilakukan oleh peternak sendiri. Pakan yang diberikan peternak untuk sapinya ada dua macam yaitu hijauan dan konsentrat. Umumnya responden memberikan pakan hijauan yang berupa rumput-rumputan yang telah dicacah dengan alat sederhana (arit). Pakan hijauan yang diberikan

berupa rumput gajah (Pennisetum Purpureum), rumput benggala, rumput

lapangan dan terkadang jagung yang didapat dari ladang peternak. Pemberian pakan hijauan biasanya diberikan dua kali sehari yaitu pagi dan sore. Pemberian pakan hijauan dalam sehari kurang lebih 40 kg untuk satu ekor ternak laktasi, dan pemberian pada pedet kurang lebih 4 kg . Pakan konsentrat diberikan dua kali sehari pagi setelah pemerahan dan sore setelah pemerahan. Jenis pakan konsentrat yaitu bren, bekatul, ampas tahu dan pakan tambahan (singkong).

Pemberian air minum dilakukan secara adlibitum. Menurut

Soetarno (2003) menyatakan jumlah air yang dibutuhkan oleh sapi perah bervariasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi konsumsi air bagi sapi adalah umur, berat badan, produksi susu, panas dan kelembaban udara, dan jenis ransum pakan.


(40)

commit to user

b. Pemerahan

Pemerahan dilakukan dua kali sehari yaitu pagi sekitar pukul 04.00 WIB dan siang hari sekitar pukul 13.00 WIB. Sebelum dilakukan pemerahan peternak membersihkan daerah ambingnya dengan air agar susu tidak tercemar kotoran yang ada di bagian ambing. Produksi susu rata-rata perharinya 8 liter/ekor, untuk pemerahaan pagi hari kurang lebih 5 liter dan pemerahan sore 3 liter. Harga susu per liter dari peternak ditentukan oleh koperasi dengan menggunakan standart dari tingginya kadar lemak dan berat jenis susu yang disetor dengan harga rata-rata Rp. 2.750,00

c. Pembersihan kandang

Kandang adalah tempat tinggal ternak sehingga kandang menjadi salah satu faktor penting dalam beternak, dimana kebersihan kandang dapat menghindarkan ternak dari serangan penyakit. Kandang sangat berpengaruh terhadap kesehatan sapi terutama faktor kelembaban, kebecekan, dan sarang lalat yang dapat mengganggu kenyamanan serta keleluasaan sapi. Letak kandang harus terpisah dari rumah, tetapi pada kenyataannya didaerah penelitian masih ada beberapa peternak yang membuat kandangnya menyatu dengan rumah.

Kebersihan kandang di daerah penelitian dilakukan setiap hari dua kali di pagi hari sebelum pemerahan dan sore hari sebelum pemerahan dengan menyapu dan membersihkan kotoran ternak. Kotoran dibersihkan dengan menggunakan sekop yang kemudian diangkat dengan mengunakan gerobak. Kotoran tersebut dikumpulkan dilubang sementara biasanya berada dibelakang kandang. Setelah dikumpulkan beberapa saat kotoran dibawa keladang untuk pupuk tanaman pertaniannya. Hasil kotoran atau pupuk tidak dijual namun dipakai sendiri karena sebagian besar masyarakat bermata pencaharian sebagai petani.

d. Pembersihan ternak sapi perah

Tujuan pembersihan ternak sapi adalah untuk mencegah timbulnya berbagai macam penyakit dari parasit yang dapat membuat


(41)

commit to user

produktivitas ternak menurun. Pembersihan ternak di daerah penelitian dilakukan dengan memandikan ternak. Kegiatan ini dilakukan apabila ternak sudah kelihatan kotor. Tidak semua peternak yang ada di daerah penelitian memandikan ternaknya.

e. Pengendalian penyakit

Serangan penyakit dapat menimbulkan masalah yang

berkepanjangan, seperti menghambat pertumbuhan ternak sehingga dapat mengurangi keuntungan peternak. Penyakit yang menyerang ternak di daerah penelitian adalah cacingan, lumpuh dan mastitis, tetapi yang sering diderita sapi laktasi yaitu mastitis. Penyakit mastitis sering juga disebut dengan radang ambing yang disebabkan oleh bakteri yang masuk melalui lubang ambing. Susu yang yang diproduksi menjadi abnormal, yaitu bila dilakukan uji mastitis terjadi perubahan pada susu tersebut.

Biasanya apabila ternak sakit hal yang pertama kali dilakukan adalah pengobatan secara tradisional dengan ramuan alami. Peternak akan memanggil petugas dari Dinas Peternakan atau mantri yang bertugas di desanya apabila ternak sakit dan tidak bisa ditangani peternak sendiri. Petugas kesehatan disini biasanya diwakili oleh petugas IB (inseminasi buatan) untuk memeriksa ternak yang sakit.

f. Kinerja reproduksi

Peternak responden di daerah penelitian dalam mengawinkan ternaknya memilih cara kawin suntik atau IB (Inseminasi Buatan). Menurut Toelihere (1981), bagi peternak-peternak kecil yang ada di Indonesia, penggunaan inseminasi buatan sangat menghemat biaya, disamping dapat menghindari bahaya dan menghemat tenaga pemeliharaan pejantan yang belum tentu merupakan pejantan terbaik untuk diternakkan. Alasan yang dikemukakan responden lebih memilih kawin IB karena kualitas bibit unggul, efisien, dan anjuran dari dinas. Biaya sekali IB berkisar Rp. 25.000,00 sampai Rp. 30.000,00.

Tingkat keberhasilan IB sangat dipengaruhi oleh empat faktor yang saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang


(42)

commit to user

lainnya yaitu pemilihan sapi aseptor, pengujian kualitas semen, ketrampilan inseminator dan akurasi deteksi birahi oleh para peternak yang merupakan ujung tombak pelaksanaan IB sekaligus sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap berhasil atau tidaknya program IB (Hastuti, 2000).

Jumlah pelayanan inseminasi buatan yang dibutuhkan oleh ternak untuk menghasilkan satu kali kebuntingan atau service per conception

berpengaruh terhadap calving interval. Kisaran S/C dari penelitian yang dilakukan yaitu sebesar 2 kali. S/C pada sapi perah yang ada dilapangan sudah cukup baik. Nilai S/C yang baik, berkisar antara 1,6 sampai 2,0. Makin rendah nilai S/C makin tinggi nilai kesuburan hewan-hewan betina dalam kelompok tersebut. Sebaliknya makin tinggi nilai S/C, makin rendah nilai kesuburan kelompok betina tersebut (Toelihere,1981). Kawin pertama setelah melahirkan atau disebut post partum mating (PPM) pada sapi perah di daerah penelitian rata-rata 63 hari. Menurut Djanuar (1985), bagi sapi yang habis beranak, baru bisa dikawinkan kembali minimal 60 hari sesudah melahirkan. Sebab pada saat itu jaringan alat reproduksi yang rusak akibat melahirkan telah pulih kembali.

Menurut Soetarno (2003), peternak dapat mengatur sapi perah beranak pertama umur sekitar 2-3 tahun, jarak beranak (calving interval) 12 bulan, dengan masa kering 2 bulan dan lama laktasi (pemerahan) 10 bulan. Hasil penelitian didapatkan bahwa calving interval yang ada di tingkat peternak sudah cukup baik.

D. Analisis Pendapatan (Pengujian Hipotesis I)

a. Investasi

Investasi pada usaha peternakan sapi perah meliputi ternak, kandang, dan peralatan. Besarnya rata-rata investasi usaha peternakan sapi perah dapat dilihat pada Tabel 8.


(43)

commit to user

Tabel 8. Rata-rata investasi usaha sapi perah di Kecamatan Musuk dengan pemilikan induk 3 ekor laktasi

No. Investasi Usaha Jumlah (Rp)

a. Ternak

b. Kandang

c. Peralatan

22.633.333,33 10.733.333,33 89.833,33

Total 34.256.499,99

Sumber : Data primer terolah, 2010

Menurut Teken dan Asnawawi (1977), investasi adalah modal yang tidak habis pakai dalam satu periode produksi sehingga memerlukan perawatan agar dapat berdaya guna dalam jangka waktu yang lama. Investasi paling besar untuk pembelian ternak sapi yang masih produktif atau sedang laktasi yaitu rata-rata sebesar Rp. 22.633.333,33. Investasi untuk kandang merupakan nilai awal untuk pembangunan kandang yaitu sebesar 10.733.333,33. Peralatan yang digunakan dalam usaha sapi perah juga merupakan nilai investasi karena dibeli di awal usaha tersebut berdiri. Besarnya rata–rata investasi untuk peralatan yaitu Rp. 89.833,33.

b. Biaya produksi

Biaya produksi dibagi menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang dihasilkan banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Biaya tidak tetap adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh yaitu biaya untuk sarana produksi (pakan, obat, IB, biaya tenaga kerja dan biaya air). Biaya produksi ternak sapi perah meliputi biaya tetap yakni biaya penyusutan (kandang dan peralatan) dan biaya tidak tetap meliputi biaya bahan pakan, biaya tenaga kerja, obat-obatan, dan IB yang dapat dilihat pada Tabel 9.


(44)

commit to user

Tabel 9. Rata-rata biaya produksi usaha sapi perah pertahun di Kecamatan Musuk

Kriteria Biaya Jumlah (Rp)

a. Biaya tetap

1.Penyusutan kandang

2.Penyusutan peralatan

b. Biaya tidak tetap

1. Biaya pakan konsentrat 2. Biaya pakan hijauan 3. Biaya tenaga kerja 4. Biaya obat

5. Biaya IB 6. Biaya air

156.759,55 134.254,14 9.817.891,67 1.321.223,96 3.535.937,50 60.200,00 75.750,00 464.200,00

Total biaya (a + b ) 15.275.203,13

Sumber : Data primer terolah, 2010

Biaya penyusutan kandang dihitung berdasarkan nilai kandang ternak sapi perah bervariasi tergantung pada bahan yang digunakan dan ukuran kandangnya. Bahan yang digunakan untuk pembuatan kandang sapi pada usaha ternak sapi perah adalah beton, papan kayu atau bambu dan tembok untuk bagian dinding, seng dan genting untuk bagian atap, dan pada lantai ada yang menggunakan semen dan ada juga langsung ketanah. Peternak lebih banyak mendapatkan bahan– bahan dari alam sekitar. Ini mengakibatkan biaya kandang dapat ditekan lebih murah. Biaya penyusutan kandang sapi per unit yang dimiliki peternak dengan rata–rata sebesar Rp. 156.759,55. Biaya penyusutan kandang yang dikeluarkan ditentukan oleh luas kandang yang dimiliki peternak dan juga umur teknis atau masa pakai kandang tersebut.

Peralatan yang digunakan pada usaha ternak sapi responden meliputi ember, serok dan milkcan. Harga ember antara Rp. 5.000,00 sampai Rp. 7.500,00 sedangkan harga serok antara Rp. 5.000 sampai Rp. 8.000,00 dan harga milkcan rata-rata Rp. 135.000,00. Biaya penyusutan peralatan yang dikeluarkan ditentukan oleh banyaknya peralatan yang dimiliki peternak sapi dan juga umur teknis atau masa


(45)

commit to user

tahan pakai peralatan tersebut. Total biaya penyusutan per responden pertahun dengan rata-rata sebesar Rp. 134.254,14.

Usaha ternak sapi perah pada daerah penelitian mengunakan bahan pakan berupa hijauan yang diambil sendiri dengan cara merumput (diarit). Biaya pakan hijauan diasumsikan berdasarkan besarnya biaya tenaga kerja yang digunakan untuk mengambil pakan hijauan dari ladang. Pakan konsentrat dibeli di pasar atau poultry yaitu jenis bekatul, bren dan singkong sebagai pakan tambahan.

Tenaga kerja yang digunakan peternak sapi perah ini ada tenaga kerja keluarga dan diluar keluarga. Tenaga kerja dalam keluarga tidak diupah namun diasumsikan berdasarkan jam kerja yang mereka gunakan untuk merawat sapi perah, kemudian dihitung biaya upah tenaga kerjanya. Biaya tenaga kerja disamakan dengan biaya tenaga kerja luar keluarga yaitu Rp 3125, 00 /jam/hr.

Obat-obatan digunakan hanya saat ternak mengalami sakit dan obat yang digunakan tergolong sederhana biasanya peternak melakukannya dengan pengobatan tradisional saja. Biaya IB dikeluarkan karena kebanyakan responden di daerah penelitian tidak memiliki sapi pejantan sendiri untuk mengawinkan ternaknya. Guna menghasilkan keturunan yang baik mereka menggunakan sistem perkawinan buatan atau inseminasi buatan. Perkawinan dengan IB ini peternak dapat memilih semen yang digunakan, dengan biaya sekali IB berkisar Rp. 25.000,00 sampai Rp. 30.000,00.

c. Penerimaan pada usaha ternak sapi perah

Penerimaan pada usaha ternak sapi perah meliputi penerimaan dari penjualan kotoran atau pupuk kandang, penjualan susu, dan penjualan pedet. Besarnya rata-rata penerimaan peternak dapat dilihat pada Tabel 10.


(46)

commit to user

Tabel 10. Rata-rata penerimaan peternak usaha sapi perah pertahun (Rp/th) dengan kepemilikan tiga ekor sapi perah laktasi.

Jenis Penerimaan Rata-rata Penerimaan

(Rp/th)

1. Penjualan pedet

2. Penjualan susu

3. Penjualan pupuk

Total

4.758.333,33 11.673.725,00 8.960.750,00

25.329.808,33

Sumber :Data primer terolah, 2010

Usaha ternak sapi perah di daerah penelitian diperoleh rata-rata total penerimaan per peternak sebesar Rp. 25.329.808,33 pertahun. Nilai paling besar yaitu dari hasil penjualan susu sebesar Rp. 11.673.725,00. Penjualan susu memberikan kontribusi terhadap pendapatan terbesar karena dari usaha ternak sapi perah produk yang dihasilkan paling utama adalah susu. Hasil penjualan pedet rata-rata Rp. 4.758.333,33 yaitu perolehan dua ekor pedet dalam satu tahun dengan kepemilikan induk tiga ekor laktasi. Penjualan pupuk merupakan penghasilan tambahan dari usaha ternak sapi perah yang memberikan kontribusi rata–rata sebesar Rp. 8.960.750,00.

d. Pendapatan pada usaha ternak sapi perah

Pendapatan bersih merupakan selisih antara penerimaan usaha ternak pertahun dengan total biaya produksi pertahun. Pendapatan usaha sapi perah di Kecamatan Musuk dengan rata-rata skala pemilikan tiga ekor sapi laktasi dapat dilihat pada Tabel 11.


(47)

commit to user

Tabel 11. Analisis usaha sapi perah di Kecamatan Musuk dengan rata-rata skala pemilikan tiga ekor sapi laktasi.

Kriteria Biaya Jumlah (Rp)

a. Biaya tetap

1. Penyusutan kandang 2. Penyusutan peralatan

b. Biaya tidak tetap

1. Biaya pakan konsentrat 2. Biaya pakan hijauan 3. Biaya tenaga kerja 4. Biaya obat

5. Biaya IB 6. Biaya air

c. Penerimaan

1. Penjualan pedet 2. Penjualan susu 3. Penjualan pupuk

156.759,55 134.254,14 9.817.891,67 1.321.223,96 3.535.937,50 60.200,00 75.750,00 464.200,00 4.758.333,33 11.673.725,00 8.960.750,00

Total biaya (a+b ) Pendapatan c – (a+b)

15.566.216,81 8.877.591,52 Sumber : Data primer terolah, 2010

Hasil analisis pendapatan diperoleh rata-rata pendapatan bersih pertahunnya Rp. 8.851.034,23 dengan skala pemilikan ternak tiga ekor induk laktasi. Pemilikan tiga ekor sapi laktasi masih dikatakan rendah, karena pada dasarnya usaha peternakan rakyat yang masih bersifat tradisional. Skala pemilikan ternak yang rendah mempengaruhi rendahnya tingkat pendapatan peternak disebabkan oleh keterbatasan modal. Sesuai pendapat Yoga (2007), besar kecilnya skala usaha pemilikan sapi perah sangat mempengaruhi besar kecilnya tingkat pendapatan. Makin tinggi skala usaha pemilikan, maka makin besar tingkat pendapatan peternak. Pendapatan sapi perah dapat ditingkatkan dengan menambah skala usaha pemilikan ternaknya.


(48)

commit to user

E.Analisis Regresi Linier Berganda (Pengujian Hipotesis II)

Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan program

komputer Eviews 7, diperoleh hasil seperti pada Tabel 12 dengan persamaan

regresi linier berganda sebagai berikut: Tabel 12. Hasil Analisis Regresi Berganda

Variabel Koefisien

Regresi

t hitung Prob. (sig. t)

(a = 0,05)

X1 (pakan konsentrat)

X2 (pakan hijauan)

X3 (obat-obatan)

X4 (IB)

X5 (tenaga kerja)

X6 (induk laktasi)

-0,702 0,399 0,147 -0,251 0,303 1,003 -2,525 2,542 2,019 -1,371 1,550 4,627 0,014 0,014 0,048 0,175 0,127 0,000 Konstata F hitung Adjust R2 R Square (R2)

1,270 12,431 0,537 0,584 Variabel terikat = Y (Pendapatan) Sumber: Data primer terolah, 2010

Berdasarkan Tabel 12. diatas di peroleh persamaan sebagai berikut:

ln Y = 1,270 - 0,702 X1 + 0,399 X2 + 0,147 X3 - 0,251 X4 + 0,303 X5 +

1,003X6

Arti nilai persamaan regresi diatas yaitu:

a. Nilai konstanta (intersept) sebesar 1,270 yang berarti bahwa jika variabel bebas tidak sama dengan nol, maka nilai pendapatan (Y) akan terjadi kenaikan sebesar 1,270 pertahun. Sesuai pendapat Algifari (2003), pengujian terhadap variasi perubahan nilai variabel dependen (Y) yang dapat dijelaskan oleh variasi perubahan nilai variabel independen (X1,X2,

X3,X4, X5,X6) dapat dibuktikan bahwa semua variabel independen secara

bersama-sama dapat mempengaruhi variabel dependen.

b. Menurut Soekartawi (2003), menjelaskan bahwa koefisien regresi berguna

untuk menjelaskan hubungan dua atau lebih dari variabel sebab akibat, artinya variabel satu mempengaruhi variabel lainnya. Besarnya pengaruh yaitu ditunjukkan variabel biaya pakan konsentrat (X1) mengalami


(49)

commit to user

kenaikan sebesar 1%, maka akan terjadi penurunan pendapatan (Y) sebesar 0,702%.

c. Koefisien regresi berguna untuk menjelaskan hubungan dua atau lebih dari

variabel sebab akibat, artinya variabel satu mempengaruhi variabel lainnya. Besarnya pengaruh yaitu ditunjukkan variabel biaya pakan konsentrat (X2) mengalami kenaikan sebesar 1%, maka akan terjadi kenaikan pendapatan (Y) sebesar 0,399%.

d. Koefisien regresi berguna untuk menjelaskan hubungan dua atau lebih dari

variabel sebab akibat, artinya variabel satu mempengaruhi variabel lainnya. Besarnya pengaruh yaitu ditunjukkan variabel biaya pakan konsentrat (X3) mengalami kenaikan sebesar 1%, maka akan terjadi kenaikan pendapatan (Y) sebesar 0,147%.

e. Koefisien regresi berguna untuk menjelaskan hubungan dua atau lebih dari

variabel sebab akibat, artinya variabel satu mempengaruhi variabel lainnya. Besarnya pengaruh yaitu ditunjukkan variabel biaya pakan konsentrat (X4) mengalami kenaikan sebesar 1%, maka akan terjadi penurunan pendapatan (Y) sebesar 0,251%.

f. Koefisien regresi berguna untuk menjelaskan hubungan dua atau lebih dari

variabel sebab akibat, artinya variabel satu mempengaruhi variabel lainnya. Besarnya pengaruh yaitu ditunjukkan variabel biaya pakan konsentrat (X5) mengalami kenaikan sebesar 1% rupiah, maka akan terjadi kenaikan pendapatan (Y) sebesar 0,303%.

g. Koefisien regresi berguna untuk menjelaskan hubungan dua atau lebih dari

variabel sebab akibat, artinya variabel satu mempengaruhi variabel lainnya. Besarnya pengaruh yaitu ditunjukkan variabel biaya pakan konsentrat (X6) mengalami kenaikan sebesar 1%, maka akan terjadi kenaikan pendapatan (Y) sebesar 1,003%.


(50)

commit to user

a. Uji asumsi klasik

1) Uji asumsi klasik multikolinieritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi diantara variabel bebas.Pengujian ini dapat dilakukan dengan melihat nilai koefisien korelasi (r) antar variabel bebas. Menurut Widarjono (2007), multikolinieritas terjadi jika nilai koefisien korelasi antar variabel bebas lebih besar dari 0,85. Nilai koefisien korelasi antar variabel bebas dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Nilai koefisien korelasi antar variabel independen

LOG (X1) LOG (X2) LOG (X3) LOG (X4) LOG (X5) LOG (X6)

LOG (X1) 1,000 0,098 0,016 0,059 0,555 0,845

LOG (X2) 0,098 1,000 0,150 -0,019 0,149 0,140

LOG (X3) 0,017 0,150 1,000 -0,136 0,135 0,057

LOG (X4) 0,059 -0,019 -0,136 1,000 -0,072 -0,010

LOG (X5) 0,555 0,149 0,135 -0,072 1,000 0,531

LOG (X6) 0,845 0,140 0,057 - 0,010 0,531 1,000

Sumber : Data primer terolah, 2010.

Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai korelasi antar variabel bebas mempunyai nilai r kurang dari 0,85 sehingga dapat dikatakan bahwa data tidak terjadi multikolinier atau tidak terdapat hubungan antar variabel bebas (X1, X2, X3, X4, X5, dan X6) sehingga asumsi klasik

terpenuhi.

2) Uji asumsi klasik heterokedastisitas

Analisis uji asumsi heterokedastisitas dari hasil output Eviews7 melalui gambar scatterplot menunjukkan pola tertentu dari hasil regresi, maka asumsi tidak heterokedastisitas dapat ditolak. Gambar scatterplot


(1)

commit to user

9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

14.5 15.0 15.5 16.0 16.5 17.0 17.5

LOG(Y) LOG(X1)

LOG(X2) LOG(X3) LOG(X4) LOG(X5) LOG(X6)

Gambar 1. Scatterplot test

Heterokedastisitas terjadi jika pada scatterplot titik–titiknya mempunyai pola yang teratur, baik menyempit, melebar maupun bergelombang. Analisis hasil output didapatkan titik-titik menyebar diatas sumbu Y, dan tidak mempunyai pola yang teratur. Kesimpulannya adalah variabel bebas diatas tidak terjadi heterokedastisitas atau bersifat homokedastisitas (Sunyoto, 2009).

b. Uji statistik

1). Uji F (Fisher test)

Uji F merupakan alat yang digunakan untuk menguji apakah variabel independen berpengaruh secara bersamaan terhadap variabel dependen. Hasil analisis dengan taraf signinikansi 0.05 atau taraf kepercayaan 95% dengan nilai Fhitung lebih besar dari Ftabel (12,431> 2,34). Menurut Algifari (2003), analisis dalam pengujian hipotesis terhadap variasi nilai variabel dependen dapat dijelaskan dengan variasi variabel independen sebagai berikut:

H0: variasi perubahan variabel independen tidak dapat menjelaskan variasi perubahan nilai variabel dependen


(2)

Ha: variasi perubahan variabel independen dapat menjelaskan variasi perubahan nilai variabel dependen

Berdasarkan perhitungan data dapat diambil kesimpulan bahwa menolak H0 dan menerima Ha yaitu variabel independen (biaya pakan konsentrat, biaya pakan hijauan, biaya obat-obatan, biaya IB, biaya tenaga kerja, dan biaya induk laktasi) berpengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen (pendapatan).

2). R2 ( Koefisien determinasi)

Menurut Widarjono (2007), koefisien determinasi (R2) berguna untuk mengukur tingkat ketepatan (goodness of fit) yang merupakan porporsi atau persentase sumbangan X terhadap variasi naik turunnya Y. Hasil analisis regresi diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,584. Ini berarti besarnya semua variabel bebas mempengaruhi variabel terikat terhadap pendapatan sebesar 58,4% sedangkan sisanya sebesar 41,6% dipengaruhi oleh variabel lain diluar variabel yang diteliti atau dimasukkan dalam kesalahan pengganggu (disturbance’s error). Kesalahan pengganggu ini, yang sumbangannya terhadap variasi Y sebagai penyebab nilai R2 tidak dapat mencapai nilai satu.

3). Uji t

Hasil uji t yang menyatakan bahwa diduga variabel bebas (X1, X2, X3, X4, X5, X6) mempunyai pengaruh terhadap pendapatan (Y). Tingkat signifikasi dari masing-masing koefisien diuji dengan menggunakan uji parsial ”t” tampak pada tabel 14.

Tabel 14. Perbandingan thitung dengan taraf signifikan (α = 5%)

Variabel Nilai

t-hitung Nilai t-tabel Prob. Sig. t Keterangan X1 X2 X3 X4 X5 X6 -2,525 2,542 2,019 -1,371 1,550 4,627 1,895 1,895 1,895 1,895 1,895 1,895 0,014 0,014 0,048 0,175 0,127 0,000 TidakSignifikan Signifikan Signifikan Tidak Signifikan Tidak Signifikan Signifikan Sumber : Data primer terolah, 2010


(3)

commit to user

Hasil uji t pada Tabel 14 dapat diketahui hasil koefisien thitung menunjukkan bahwa variabel biaya pakan konsentrat (X1) mempunyai nilai thitung sebesar -2,525 lebih kecil dibandingkan dengan nilai ttabel pada taraf nyata sebesar 1,895 atau dapat dikatakan biaya pakan konsentrat (X1) tidak berpengaruh terhadap pendapatan (Y). Sesuai pendapat Widarjono (2007), menjelaskan bahwa di uji F menunjukkan secara bersama-sama variabel independen mempengaruhi variabel dependen, tetapi bukan berarti secara individual variabel independen mempengaruhi variabel dependen melalui uji t. Kondisi ini menyebabkan standart error yang tinggi dan rendahnya nilai thitung walaupun model secara umum mampu menjelaskan dengan baik.

Menurut Firman (2010), biaya pakan konsentrat (X1) merupakan input produksi yang penting dalam usaha sapi perah. Pakan konsentrat diberikan sesuai kebutuhan ternak dan berdasarkan jumlah kepemilikan ternak. Setiap peternak memiliki kepemilikan sapi yang berbeda-beda, sehingga biaya yang dikeluarkan peternak berbeda dan terjadi variasi. Variabel biaya pakan hijauan (X1) memiliki nilai thitung -2,525 lebih kecil dibandingkan dengan nilai ttabel sebesar 1,895 yang berarti biaya pakan hijauan tidak berpengaruh terhadap pendapatan (Y).

Variabel biaya pakan hijauan (X2) memiliki nilai thitung 2,542 lebih besar dibandingkan dengan nilai ttabel pada taraf nyata sebesar 1,895. Berdasarkan perhitungan tersebut biaya pakan hijauan berpengaruh terhadap pendapatan (Y). Biaya pakan hijauan dihitung sesuai besarnya biaya tenaga kerja yang digunakan untuk mencari pakan hijauan. Penggunaan input pakan hijauan telah sesuai dan optimal sehingga berpengaruh terhadap pendapatan.

Hasil koefisien thitung variabel biaya obat-obatan (X3) mempunyai nilai thitung sebesar 2,019 lebih besar dibandingkan dengan nilai ttabel pada taraf nyata sebesar 1,895. Hasil pengujian menunjukan variabel biaya obat-obatan (X3) berpengaruh terhadap pendapatan (Y), hal ini berarti


(4)

commit to user

parameter tersebut sesuai harapan dalam penggunaan input obat-obatan sudah optimal.

Variabel biaya IB (X4) memiliki nilai thitung sebesar -1,371 lebih kecil dibandingkan dengan nilai ttabel pada taraf nyata sebesar 1,895. Sesuai pendapat Widarjono (2007), melalui uji t berarti secara individual variabel independen biaya IB tidak mempengaruhi variabel dependen pendapatan. Kondisi ini menyebabkan standart error yang tinggi yaitu 0,1830 dan rendahnya nilai thitung walaupun model secara umum mampu menjelaskan dengan baik.

Variabel biaya tenaga kerja (X5) tidak berpengaruh terhadap pendapatan (Y) peternak sapi perah di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali, jika diukur pada tingkat kepercayaan 95% yang ditunjukkan oleh nilai thitung sebesar 1,550 lebih kecil dibandingkan dengan nilai ttabel 1,895. Perhitungannya tenaga kerja berdasarkan asumsi jam orang kerja (JOK) untuk kegiatan pemeliharaan yaitu memberikan pakan, memandikan, membersihkan kandang, dan memerah ternak sapi perah. Menurut pendapat Soekartawi (2003), lama waktu bekerja menentukan besar kecilnya biaya tenaga kerja, makin lama jam kerja makin tinggi biaya yang dikeluarkan. Berdasarkan pendapat tersebut lamanya jam kerja yang dipakai peternak berbeda-beda atau bervariasi yang membuat biaya terlalu tinggi dan ada yang rendah. Penggunaan input yang tidak optimal jika biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja tinggi maka pendapatan semakin rendah.

Variabel biaya induk laktasi (X6) memiliki nilai thitung sebesar 4,627 lebih besar dari nilai ttabel 1.895. Berdasarkan perhitungan tersebut biaya induk laktasi hasilnya signifikan. Biaya induk laktasi yang tinggi akan mempengaruhi nilai pendapatan yang semakin tinggi, maka biaya ini nilainya optimal sesuai dengan hasil pendapatan yang diperoleh. Sesuai pendapat Widarjono (2007), bahwa biaya induk laktasi berpengaruh terhadap pendapatan (Y), pemberian keputusan kesimpulan menolak H0 dilihat dari besarnya probabilitas yang menunjukkan


(5)

commit to user

besarnya α. Hasil perhitungan Eviews dapat dilihat probabilitas sangat kecil yaitu 0,000% sehingga kesimpulannya adalah menolak H0 dan menerima Ha.

Menurut Algifari (2003), pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan letak nilai ttabel masing-masing koefisien regresi pada kurva normal yang digunakan dalam penentuan nilai kritis. Berdasarkan hasil analisis hipotesis menolak H0 dan menerima Ha, artinya koefisien regresi dari setiap persamaan regresi berbeda dengan nol. Artinya biaya pakan hijauan (X2), biaya obat-obatan (X3) dan biaya induk laktasi (X6) berpengaruh terhadap variabel dependen (Y).


(6)

commit to user

V.KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang analisis pendapatan peternakan sapi perah rakyat di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Rata-rata pendapatan bersih dari peternak sapi perah rakyat di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali sebesar Rp. 8.877.519,52 pertahun dengan rata-rata kepemilikan tiga ekor sapi laktasi.

2. Faktor biaya pakan hijauan (X2), biaya obat-obatan (X3), dan biaya induk laktasi (X6) berpengaruh terhadap pendapatan peternak sapi perah rakyat di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali.

B. Saran

Saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian ini adalah untuk lebih meningkatkan pendapatan peternak di daerah Kecamatan Musuk diharapkan peternak di daerah penelitian dapat menambah lagi jumlah kepemilikan ternak sapi perah.