Estimasi Cadangan Karbon Hutan Akasia melalui Pendekatan Neraca Energi dengan menggunakan Data Citra Landsat-5 TM

ESTIMASI CADANGAN KARBON HUTAN AKASIA
MELALUI PENDEKATAN NERACA ENERGI DENGAN
MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT-5 TM

ROSALINA

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Estimasi Cadangan
Karbon Hutan Akasia melalui Pendekatan Neraca Energi dengan menggunakan
Data Citra Landsat-5 TM adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Rosalina
NIM G24090044

ABSTRAK
ROSALINA. Estimasi Cadangan Karbon Hutan Akasia melalui Pendekatan
Neraca Energi dengan menggunakan Data Citra Landsat-5 TM. Dibimbing oleh
TANIA JUNE.
Acacia mangium merupakan salah satu jenis tanaman yang cepat tumbuh
(fast growing species) sehingga tingkat penyerapan karbon di udara oleh tanaman
menjadi lebih cepat dibanding spesies lain. Tujuan penelitian ini adalah
menentukan hubungan antara NDVI dan LAI serta menduga nilai cadangan
karbon hutan Acacia mangium Willd di BKPH Parung Panjang KPH Bogor.
Pendugaan nilai cadangan karbon dilakukan dengan mengekstraksi nilai-nilai
radiasi yang ditangkap oleh citra satelit Landsat-5 TM melalui pendekatan neraca
energi. Hubungan NDVI dan LAI hasil pendugaan berkorelasi positif dengan
koefisien korelasi mendekati 1. Biomassa dan cadangan karbon yang tersimpan
dalam hutan diduga dengan pendekatan nilai LAI berdasarkan Hukum BeerLambert. Cadangan karbon potensial hutan tanaman A. mangium tahun 2000 dan
2009 berturut-turut adalah 6.05 – 23.33 (ton/ha) dan 5.70 – 26.47 (ton/ha) dengan

jumlah cadangan karbon total berturut-turut 57,388 ton dan 57,127 ton.
Kata kunci: Acacia mangium, cadangan karbon, neraca energi

ABSTRACT
ROSALINA. Estimating Carbon Stock of Acacia Forest by Energy Balance
Approach using Landsat-5 TM Image Data. Supervised by TANIA JUNE.
Acacia mangium is a fast-growing plant species with its CO2 absorption
rate for photosynthesis is higher than other species. Estimation of biomass and
carbon accumulation of this fast growing plants was conducted using Landsat-5
TM year 2000 and 2009 on BKPH Parung Panjang KPH Bogor. Estimation of
carbon stock of the surface planted by Acacia mangium was conducted by
extracting values of the radiation variables reflected by plant canopy and captured
by Landsat-5 TM satellite sensors. It was found that NDVI and LAI has positively
correlated with a significant correlation coefficient. Biomass and carbon stored in
the forest is estimated through estimating LAI using the radiation Beer-Lambert
Law. It was found that potential carbon stock of Acacia mangium are 6.05 to
23.33 (ton/ha) and 5.70 to 26.47 (ton/ha) for 2000 and 2009 with a total amount of
carbon reserves 57,388 ton and 57,127 ton respectively. It was concluded that the
approach are feasible and can be used for other type of canopy cover.
Kata kunci: Acacia mangium, carbon stock, energy balance


ESTIMASI CADANGAN KARBON HUTAN AKASIA
MELALUI PENDEKATAN NERACA ENERGI DENGAN
MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT-5 TM

ROSALINA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Estimasi Cadangan Karbon Hutan Akasia melalui Pendekatan

Neraca Energi dengan menggunakan Data Citra Landsat-5 TM
Nama
: Rosalina
NIM
: G24090044

Disetujui oleh

Dr Ir Tania June, MSc
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Rini Hidayati, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis berhasil menyelesaikan karya ilmiah berjudul Estimasi

Cadangan Karbon Hutan Akasia melalui Pendekatan Neraca Energi dengan
menggunakan Data Citra Landsat-5 TM. Karya ilmiah ini merupakan salah satu
syarat kelulusan di program studi Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika
dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
Selama penulisan karya ilmiah ini penulis telah banyak menerima bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, ungkapan terima kasih patut penulis
sampaikan pada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan karya
ilmiah ini yaitu :
1. Kedua orangtua tercinta, kakak dan adik tersayang serta keluarga besar
atas doa, kasih sayang dan dukungannya
2. Dr Ir Tania June, MSc selaku pembimbing yang telah memberikan arahan
dan bimbingan serta saran dan kritik selama penelitian dan penulisan karya
ilmiah ini
3. Dr Ir Sobri Effendy, Msi dan Yon Sugiarto, SSi MSc selaku dosen penguji
yang telah memberikan saran dan kritik mengenai karya ilmiah ini
4. Dr Ir Rini Hidayati, MS selaku ketua Departemen Geofisika dan
Meteorologi serta segenap staf pengajar yang telah senantiasa memberikan
ilmu yang bermanfaat bagi penulis dan pegawai Departemen Geofisika
dan Meteorologi atas dukungannya

5. Pihak Perum Perhutani atas izin penggunaan data pengukurannya serta staf
SPH Bogor, Pak Alek, Pak Fajar, Pak Ato, Pak Deden, Kang Dodi dan
lainnya yang telah banyak membantu dalam penyediaan informasi dan
data pengukuran lapang hutan akasia
6. Sahabat tercinta Lia, Fira serta rekan seperjuangan (Silvi, Dissa, Santi,
Noya, Alin, Dieni, Ima, Zia, Bang Nowa, Dodik, Ijal, Ipin, Edo, Wengky,
Didi, Kresna dan lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu ) yang
telah memberi dukungan dan semangat
7. Teman-teman yang telah banyak membantu mas Eko, kak Fauzan, Muha,
Bambang, Jame, Tommy, Winda, Pahmi, Kak Henny, Ghalib
8. Seluruh teman-teman GFM 46 tersayang, kakak GFM 44 dan GFM 45,
adik GFM 47 dan GFM 48 serta semua pihak yang telah berjasa selama
penelitian dan penyusunan skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu
per satu.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat.

Bogor, September 2013
Rosalina

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Radiasi Matahari
Neraca Energi
Interaksi Radiasi Matahari dengan Kanopi Tanaman
NDVI dan LAI
Karakteristik Acacia mangium Willd
Profil Wilayah Kajian
METODE
Bahan
Alat
Prosedur Analisis Data
Pengolahan Awal Data Citra Satelit
Perhitungan NDVI
Perhitungan fAPAR

Perhitungan Komponen Neraca Energi
Perhitungan nilai sifat optikal kanopi
Perhitungan LAI
Perhitungan Biomassa dan Karbon
Perhitungan Biomassa dan Karbon Data Pengukuran
HASIL DAN PEMBAHASAN
Komponen Neraca Energi
Penyerapan radiasi A. mangium
LAI
NDVI dan LAI
Biomassa dan Karbon
Hasil Perhitungan Data Pengukuran
Biomassa dan karbon
Perbandingan Hasil Pendugaan dengan Observasi
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN


vi
vi
vi
1
1
1
2
2
2
2
3
4
4
5
5
5
5
5
6
7

7
8
8
9
9
9
9
10
11
11
12
13
13
14
15
15
16
16
19


DAFTAR TABEL
1 Persamaan hubungan NDVI dengan parameter tanaman
2 Parameter pendugaan albedo dan radiasi gelombang pendek yang
dipantulkan
3 Nilai komponen neraca energi
4 Nilai fAPAR per umur pada tanaman A. mangium
5 Hubungan LAI dan NDVI untuk Acacia mangium
6 Nilai biomassa dan cadangan karbon

4
8
10
11
12
13

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir penelitian
2 Analisis regresi NDVI dengan LAI tahun 2000 (kiri) dan tahun 2009
(kanan)
3 Jumlah biomassa dan karbon potensial hutan tanaman A. mangium
berdasarkan data observasi
4 Validasi biomassa dan cadangan karbon total A. mangium

6
12
14
15

DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta sebaran nilai NDVI hutan A. mangium Parung Panjang tahun 2000
dan tahun 2009
2 Peta sebaran biomassa potensial hutan A. mangium Parung Panjang
tahun 2000 dan tahun 2009
3 Peta sebaran cadangan karbon hutan A. mangium Parung Panjang tahun
2000 dan tahun 2009
4 Metadata citra Landsat-5 TM, Juli 2000
5 Metadata citra Landsat-5 TM, November 2009

19
20
21
22
25

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Karbon tersimpan di daratan dalam bentuk biomassa pada tumbuhan dan
bahan organik mati ataupun sedimen (fosil tumbuhan dan hewan). Alih fungsi
lahan melalui pembakaran hutan mengakibatkan karbon tersimpan (biomassa)
lepas ke atmosfer. IPCC (1995) memperkirakan emisi karbon dari deforestrasi
hutan tropis pada tahun 1990-an sekitar 1.6 miliar ton C/tahun. Hal tersebut
sebanding dengan 20% dari emisi karbon secara global yang menyebabkan
perubahan iklim. Aliran karbon dari atmosfer ke vegetasi merupakan aliran yang
bersifat dua arah, yaitu pengikatan CO2 ke dalam biomasa melalui fotosintesis dan
pelepasan CO2 ke atmosfer melalui proses dekomposisi dan pembakaran.
Hutan sangat berperan penting sebagai penyimpan karbon di daerah daratan
serta berfungsi sebagai penyerap karbon yang paling efisien khususnya vegetasi
hutan tropis (IPCC 1995). Acacia mangium Willd merupakan salah satu jenis
tanaman dengan pertumbuhan yang cepat dan tajuknya berpotensi cepat dalam
menutup permukaan tanah sehingga mampu menekan pertumbuhan tumbuhan lain
disekitarnya. Tingkat pertumbuhan tanaman yang cepat menyebabkan penyerapan
karbon oleh tanaman di udara menjadi lebih cepat dibandingkan pertumbuhan
tanaman yang lambat. Penelitian mengenai pendugaan jumlah cadangan dan
penyerapan karbon oleh hutan tanaman telah banyak dilakukan. Data dan
informasi cadangan karbon di berbagai tipe hutan tersebut telah dibukukan oleh
Kemenhut (2010). Cadangan karbon oleh hutan tanaman Acacia mangium sebesar
91,2 ton C/ha (Gintings 1997), sedangkan Heriansyah dan Siregar (2002)
melaporkan cadangan karbon untuk A. mangium umur hutan 3, 5, 8 dan 10 tahun
berturtut-turut adalah 110.97, 176.84, 233.08 dan 280.89 ton CO2/ha.
Upaya mitigasi perubahan iklim perlu melibatkan sektor perubahan tutupan
lahan dan kehutanan. Hutan tropis dapat mengandung biomassa dalam jumlah
yang besar sehingga merupakan tempat penyimpanan karbon yang sangat
potensial di dunia. Pendugaan cadangan karbon hutan pada penelitian ini akan
dilakukan dengan teknologi penginderaan jauh menggunakan pendekatan neraca
energi dimana mempertimbangkan energi yang diterima dan dilepaskan oleh
vegetasi.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1. Menganalisis hubungan antara NDVI dan LAI (pendekatan neraca energi)
hutan tanaman Acacia mangium Willd tahun 2000 dan 2009
2. Menduga nilai cadangan karbon hutan tanaman Acacia mangium Willd di
BKPH Parung Panjang, KPH Bogor menggunakan data citra Landsat 5 TM
tahun 2000 dan 2009 (pendekatan NDVI) serta data sekunder (data
inventarisasi tanaman) tahun 2000 dan 2010 (metode allometrik)

2

TINJAUAN PUSTAKA
Radiasi Matahari
Neraca Energi
Neraca energi merupakan kesetimbangan antara masukan energi dari
matahari dengan kehilangan energi oleh permukaan setelah melalui proses-proses
yang kompleks. Neraca energi dapat digunakan sebagai penciri kondisi iklim lokal
suatu lokasi yang memberikan informasi nilai masing-masing komponen radiasi
yang terkonversi menjadi fluks pemanasan laten, fluks pemanasan udara dan fluks
pemanasan tanah. Nilai radiasi netto (Rn) dapat dihitung dari persamaan (Imrak et
al. 2003),
Rn = Rns + Rnl
(1)
dimana Rn adalah radiasi netto (Wm-2), Rns adalah radiasi netto gelombang pendek
(Wm-2) dan Rnl adalah radiasi netto gelombang panjang (Wm-2). Radiasi netto
gelombang pendek merupakan selisih antara radiasi yang datang dengan radiasi
yang dipantulkan,
Rns = (1 – α)Rs
(2)
dimana α albedo permukaan dan Rs adalah total radiasi gelombang pendek yang
datang (Wm-2).
Interaksi Radiasi Matahari dengan Kanopi Tanaman
Radiasi matahari mempunyai peran penting dalam pemanasan dan
fotosintesis tanaman serta dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Radiasi matahari yang sampai pada kanopi tanaman sebagian akan diserap,
dipantulkan dan diteruskan atau masuk melalui celah daun hingga sampai pada
lantai hutan (Pinty et al. 1997). Ketiga variabel tersebut merupakan komponen
dasar dari hukum kekekalan energi. Jika bagian yang dipantulkan (refleksi) dari
tanah di bawah kanopi adalah nol, maka hukum kekekalan energi dapat
dinyatakan sebagai (Huang et al. 2006):
r( ) + a( ) + t( ) = 1
(3)
Persamaan 3 diatas menunjukkan bahwa radiasi yang diserap (absorbsi),
dipantulkan (refleksi) dan diteruskan (transmisi) sama dengan insiden radiasi pada
kanopi. Adanya proses-proses tersebut menyebabkan terjadinya perubahan
spektrum dari radiasi matahari dipuncak, tengah dan dasar kanopi.
Photosynthetically Active Radiation (PAR) adalah salah satu bagian dari
spektrum radiasi matahari yang termasuk dalam cahaya tampak (300-800 nm).
Cahaya tampak (visible light) penting bagi tanaman karena sangat berkaitan erat
dengan fluks fotosintesis (400-700 nm). Fraksi penyerapan PAR oleh jaringan
tanaman dalam suatu kanopi (fAPAR) tergantung dari luasan incident radiasi,
struktur dan sifat optik kanopi, serta nilai reflektansi dari sifat latar belakang tanah.
Nilai absorbsi tanaman dapat diduga dari nilai fAPAR yang diperoleh dari
pengamatan NDVI data satelit (Landsat TM) dengan persamaan fAPAR = 1.075
NDVI – 0.08 (Ochi and Shibasaki 1999 dalam June et al. 2006).
Terdapat lima kanal dalam interval 0.4-0.7 m pada penyerapan oleh
atmosfer kurang dari 10 %. Rata-rata 90 % PAR yang diterima langsung oleh
tanaman memiliki tiga kanal 0.401-0.513, 0.535-0.587 dan 0.589-0.685 m

3
(dengan masing-masing adalah 38 %, 20 % dan 32 %). Tersedianya kanal-kanal
ini dapat merepresentasikan 90 % nilai fAPAR yang terukur pada tanaman
aslinya. Hasil ini merupakan pengukuran terbaik pada perkiraan total fAPAR yang
diserap oleh tanaman (Myneni and Williams 1994). Berdasarkan hubungan
tersebut dapat diketahui bahwa penyerapan radiasi (fAPAR) dapat diukur
berdasarkan nilai panjang gelombang yang dipancarkan oleh tanaman yaitu
melalui indeks vegetasi. Pada Landsat-5 TM panjang gelombang 0.401-0.513 m
terdapat pada kanal 1, 0.535-0.587 m terdapat pada kanal 2 dan 0.589-0.685 m
terdapat pada kanal 3.

NDVI dan LAI
NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) merupakan indeks
vegetasi yang menggunakan band NIR dan band merah untuk membedakan
tutupan vegetasi dan non-vegetasi. Sedangkan LAI (Leaf area Index) merupakan
nisbah antara luas daun dengan luas lahan tegakan yang diproyeksikan tegak lurus
terhadap penutupan tajuk (Nemani and Running 1989).
NDVI hasil ekstraksi citra Landsat dapat menggambarkan distribusi
vegetasi dan memetakannya berdasarkan pola karakteristik reflektansi klorofil
serta perbedaan jumlah vegetasi pada tiap pikselnya (Jensen 2000). Nilai NDVI
diperoleh dengan menggunakan persamaan (Rouse et al. 1974 dalam Jensen
2000),
R- R

NDVI =
(4)
R+ R
Keterangan :
NIR = Near Infrared (band 4 dari data citra Landsat)
IR
= Infrared (band 3 dari data citra Landsat)
Setiap band atau saluran pada data citra Landsat memiliki sifat dan
aplikasinya tersendiri. Band 3 dengan panjang gelombang 0.63-0.69 m berfungsi
untuk memisahkan vegetasi, saluran pada serapan klorofil dan memperkuat
kontras vegetasi dan bukan vegetasi, sedangkan band 4 dengan panjang
gelombang 0.76-0.9 m memiliki sifat tanggap biomassa vegetasi serta berfungsi
mengidentifikasi tipe vegetasi dan memperkuat kontras tanah-tanaman dan lahan
air (Lillesand and Kiefer 1997). Pertimbangan rasio indeks dari band NIR dan IR
didasarkan pada kuatnya perbedaan respon dari band tersebut dalam peningkatan
Leaf Area Index (LAI) di kondisi tidak bervegetasi dan beberapa pengaruh dari
variasi reflektansi disebabkan oleh perbedaan sensor geometri permukaan
matahari (Chen and Cihlar 1996; Hall et al. 1995).
Bentuk lain perbandingan band dalam NDVI dihasilkan dalam sensitivitas
yang berbeda dari variasi reflektansi Infrared (IR) dan Near Infrared (NIR) (Chen
and Cihlar 1996). Nilai LAI rendah ketika nilai IR relatif tinggi dan NIR relatif
rendah. Hal tersebut disebabkan daun memantulkan panjang gelombang biru dan
merah secara lemah namun memantulkan panjang gelombang inframerah dekat
secara kuat. Rasio pantulan merah dengan inframerah dekat selanjutnya
menunjukkan kenaikan LAI (Lo 1995). Beberapa penelitian terkait indeks
vegetasi menyatakan bahwa hubungan NDVI dengan parameter tanaman
berkorelasi positif (Tabel 1).

4
Tabel 1 Persamaan hubungan NDVI dengan parameter tanaman
Persamaan
Biomassa = 0.8924NDVI + 379.82

R2
0.71

Biomassa = 0.05e9.382NDVI

0.81

LAI = -0.392 + 11.543NDVI

0.78

Referensi
Edirisinghe et al.
(2012)
Devagiri et al.
(2013)
Twele et al (2006)

Keterangan
Padang rumput
Tipe vegetasi di
India
Taman Nasional
Lore-Lindu

Karakteristik Acacia mangium Willd
Akasia mangium (Acacia mangium Willd.) termasuk ke dalam submarga
Mimosoideae marga Leguminosae. Jenis mangium tumbuh secara alami di hutan
tropis lembap di Australia bagian timur, Papua Nugini dan Kepulauan Maluku
bagian timur Indonesia. Tanaman ini juga mudah beradaptasi pada berbagai jenis
tanah dan kondisi lingkungan. Pada lahan dengan tingkat nutrisi yang rendah,
bahkan pada tanah asam dan terdegradasi mangium dapat tumbuh cepat. Namun,
mangium akan tumbuh kerdil dan kurus jika ditanam di bawah naungan (National
Research Council 1983). Jenis ini juga tidak toleran terhadap lingkungan salin
(asin).
Adaptasi A. mangium yang baik membuat A. mangium dapat tumbuh hingga
ketinggian 800 mdpl (Atipanumpai 1989). Tanaman ini dapat tumbuh pada tempat
dengan jumlah curah hujan tahunan yang bervariasi dari 1,000 mm hingga lebih
dari 4,500 mm dengan rata-rata curah hujan tahunan antara 1,446 dan 2,970 mm.
Di habitat alaminya, suhu minimum rata-rata berkisar 12–16 oC dan suhu
maksimum rata-rata sekitar 31–34 oC (National Research Council 1983).
Mangium dapat mengalami kematian jika terkena kekeringan yang parah atau
musim dingin yang berkepanjangan sehingga mangium sangat sesuai tumbuh
pada wilayah tropis seperti Indonesia.
A. mangium merupakan salah satu jenis tanaman yang cepat tumbuh (fast
growing species). Secara umum, laju pertumbuhan mangium akan meningkat
cepat pada tegakan berumur kurang dari 3 tahun yang terlihat pada pertambahan
ukuran diameter batang rata-rata hingga 15 cm. Laju pertumbuhan kemudian
melambat setelah tahun ke-lima dan pada umur 8 tahun diameter mulai tetap pada
kisaran 25 cm. Pertumbuhan tinggi tanaman juga menunjukkan kecenderungan
yang sama seperti pertumbuhan diameter. Pada umur 2-3 tahun, tinggi tanaman
meningkat sedang hingga 10-15 m dan kemudian meningkat tajam hingga 25 m
pada umur sekitar 5 tahun. Tinggi mulai tetap setelah umur 8 tahun (Krisnawati et
al 2011).

Profil Wilayah Kajian
Penelitian ini dilakukan pada wilayah kajian BKPH Parung Panjang. Secara
geografis BKPH Parung Panjang yang juga termasuk dalam KP Akasia mangium
terletak pada 106°26’03” – 106°35’16” BT dan 06°20’5λ” – 06°27’01” LS.
Kawasan hutan BKPH Parung Panjang terbagi dalam 3 Resort Pemangkuan Hutan

5
(RPH) seluas 5,397.24 ha yaitu RPH Tenjo seluas 1.536,15 ha, RPH Maribaya
seluas 2,127.39 ha dan Jagabaya seluas 1,733.70 ha (Pers. com. Perhutani).
Kawasan hutan A. mangium di BKPH Parung Panjang termasuk dalam tipe
iklim A (Schmidt and Ferguson) dengan curah hujan rata-rata 3,000 mm/tahun.
Suhu harian tertinggi mencapai 25.50 °C dan suhu terendah mencapai 18 °C
berdasarkan ratio bulan basah dan bulan kering setiap tahun. Kawasan hutan ini
memiliki konfigurasi lapangan yang bervariasi mulai dari datar (0-8 %) hingga
agak curam (15-25 %) (Pers. com. Perhutani).

METODE
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Citra Landsat path/row 122/65 akuisisi 20 Juli 2000 dan 2 November 2009
(sumber: USGS)
b. Peta kelas hutan A. mangium Willd BKPH Parung Panjang KPH Bogor,
Perum Perhutani tahun 2000, digunakan untuk pemotongan wilayah kajian.
(dimodifikasi dari Dahlan 2005)
c. Data inventarisasi keliling tanaman kelas perusahaan A. mangium Willd
BKPH Parung Panjang KPH Bogor (sumber : PT. Perhutani SPH Bogor)

Alat
Alat yang digunakan adalah seperangkat komputer yang dilengkapi dengan
perangkat lunak ER Mapper, Arc GIS, spreadsheet dan beberapa perangkat lunak
penunjang lainnya.

Prosedur Analisis Data
Langkah-langkah penelitian setiap tahapan secara umum disajikan dalam
bentuk diagram alir pada Gambar 1.
Pengolahan Awal Data Citra Satelit
Pengolahan awal data citra meliputi koreksi geometrik dan radiometrik serta
pemotongan wilayah kajian. Koreksi geometrik dilakukan untuk meminimalisasi
error atau kesalahan geometrik dari citra satelit yang terdistorsi karena perbedaan
sistem koordinat dan datum. Awal koreksi dilakukan dengan merubah datum citra
menjadi WGS84 dan proyeksi citra menjadi geodetic. Selanjutnya dilakukan GCP
correction untuk mengkoreksi sistem koordinatnya. Citra Landsat 5 TM (akuisisi
20 Juli 2000) dikoreksi geometrik dengan Citra Landsat 5 TM (akuisisi 2
November 2009). Proses ini dilakukan menggunakan perangkat lunak ER.
Mapper 7.1.

6
Data Citra
Landsat-TM
(2000 & 2009)
Pengolahan awal citra

Kanal 321

Kanal 43

Perhitungan
spectral radiance

Perhitungan NDVI
Perhitungan fAPAR

Perhitungan
Albedo

Perhitungan
Rs Out
Perhitungan
Rs In

Perhitungan
radiasi absorbsi

Perhitungan
Rs netto

Perhitungan
radiasi transmissi

LAI

Data
pengukuran

Biomassa

Biomassa

Karbon

Karbon

Keterangan :
Perhitungan data lapang
(metode allometrik)
Analisis regresi
Perbandingan kedua faktor

Gambar 1 Diagram alir penelitian
Perhitungan NDVI
Nilai NDVI diperoleh dengan menggunakan persamaan (Rouse et al. 1974
dalam Jensen 2000),
R-R

NDVI =
R+R
keterangan :
NIR
= Near Infrared (band 4 dari data citra)
R
= Infrared (band 3 dari data citra)

7
Perhitungan fraction of Absorbed Photosynthetically Active Radiation (fAPAR)
Nilai absorbsi tanaman dapat diduga dari nilai fAPAR yang diperoleh dari
pengamatan NDVI data satelit (Landsat TM) dengan persamaan (Ochi and
Shibasaki 1999 dalam June et al. 2006),
fAPAR = 1.075 NDVI – 0.08
(5)
Perhitungan Komponen Neraca Energi
Unsur-unsur neraca energi yang digunakan pada penelitian ini hanya unsur
dengan radiasi gelombang pendek yang diturunkan dari nilai specrtral radiance
kanal 1, 2, dan 3 data citra. Menurut Risdiyanto dan Setiawan (2007), komponen
neraca energi yang digunakan untuk menduga nilai LAI adalah radiasi gelombang
pendek netto dan albedo.
a. Konversi nilai digital number menjadi spectral radiance
Radiasi gelombang pendek dan albedo diestimasi berdasarkan nilai spectral
radiance yang diperoleh dari nilai digital number (USGS 2009), persamaannya
adalah
Lma – Lm

L=

Lma -

L–

Lm

Lm

+Lm

(6)

keterangan :
L
= Spectral radiance pada kanal ke-i (Wm-2 sr-1 m-1 )
QCAL = Nilai digital number kanal ke-i
Lm
= Nilai minimum spectral radiance kanal ke-i (Wm-2sr-1 m-1)
Lma
= Nilai maksimum spectral radiance kanal ke-i (Wm-2sr-1 m-1)
QCALmin = Minimum pixel value
QCALmax = Maksimum pixel value (255)
b. Albedo, Radiasi Gelombang Pendek dan Panjang
Radiasi panjang gelombang pendek yang dipantulkan objek diterima oleh
citra satelit Landsat pada kanal visible (1, 2 dan 3). lbedo (α) merupaka
perbandingan jumlah radiasi surya yang dipantulkan dengan jumlah energi
radiasi surya yang diterima oleh suatu permukaan. Sensor yang digunakan untuk
menghitung albedo adalah sensor yang menerima panjang gelombang pendek.
Pendugaan albedo dari citra Landsat dalam USGS (2009) dipengaruhi oleh
beberapa parameter seperti yang tertera pada Tabel 2. Albedo dan radiasi
gelombang pendek yang keluar dapat ditentukan menggunakan persamaan
(USGS 2009),
=

.L .d
S

R out =

. o

L d

(7)
1
ba d

(8)

keterangan :
= albedo (unitless)
d
= jarak astronomi bumi matahari
ESUN = rataan nilai solar spectral irradiance pada band (Wm-2sr-1 m-1)
L
= spektral radiance (Wm-2sr-1 m-1)
o Ө = sudut zenith matahari
1
= nilai tengah kisaran panjang gelombang
ba d

8
Nilai d2 dihitung berdasarkan JD (julian day) yang dihitung dari tanggal 1
Januari sampai tanggal akuisisi data citra satelit dengan persamaan,
d = (1-0.0167
o (0.λ856( - )))
(9)
Berdasarkan pendugaan nilai albedo dan jumlah radiasi gelombang pendek
yang dipantukan dari data satelit, maka jumlah energi radiasi gelombang
pendek yang diterima permukaan didapatkan dengan persamaan,
R

R out
α

(10)

Tabel 2 Parameter pendugaan albedo dan radiasi gelombang pendek yang
dipantulkan
Esun
Jarak Astronomi
Sudut Zenith
Tahun
Bumi Matahari (watt /(meter quared * m))
Matahar ( )
(d2)
1
2
3
2000
1.033725
43.5765890
1,997
1,812
1,039
2009
0.984523
27.1700978
(Sumber : USGS 2009 dan Metadata pada Lampiran)

Perhitungan nilai sifat optikal kanopi
Nilai sifat optikal kanopi terdiri dari nilai refleksivitas, absorbsivitas dan
transmisivitas kanopi.
1. Radiasi refleksivitas (Iρ)
Nilai energi yang direfleksikan dari permukaan dihitung berdasarkan nilai
dari radiasi surya yang dipantulkan pada kisaran gelombang pendek (Risdiyanto
dan Setiawan 2007).
2. Rad a ab orb ( α)
Radiasi absorbsi diduga melalui pendekatan nilai fAPAR dengan
mempertimbangkan besarnya nilai NDVI kanopi,
α=
R
(11)
R
keterangan :
= energi radiasi matahari yang diabsorbsi kanopi (Wm-2)
= fraksi radiasi fotosintesis aktif yang diabsorbsi
Rs in = nilai radiasi gelombang pendek yang datang (Wm-2)
3. Rad a ya g d tra m ( τ)
Nilai transmisivitas dapat diperoleh dari pendekatan hukum kekekalan
energi. Maka n la rad a matahar ya g d tra m ka oleh uatu permukaa ( τ)
dapat diperoleh menggunakan persamaan,
τ=R
– R out – α
(12)
Perhitungan LAI
Pendugaan nilai LAI dilakukan dengan pendekatan neraca energi. LAI dapat
dihitung melalui hukum Beer-Lambert. Prinsip kerja hukum Beer-Lambert adalah
hubungan empiris dari cahaya yang meradiasi sebuah optik (permukaan homogen)
dan optik tersebut menyerap (absorbsi) serta meneruskan (transmisi) radiasi dari
cahaya tersebut. Asumsi yang digunakan dalam perhitungan LAI dengan
pendekatan hukum Beer-Lambert diantaranya adalah bahwa tajuk tumbuhan
adalah homogen (dapat dipenuhi oleh sifat komposit nilai pixel satelit yang
digunakan), semua radiasi matahari langsung mengenai permukaan daun, langit
dalam kondisi isotropik, dan nilai koefisien pemadaman (k) adalah konstan.

9
Koefisien pemadaman untuk tanaman akasia sebesar 0.45 (Meinzer et al. 1996).
Berdasarkan besarnya radiasi surya yang diabsorbsi dan ditransmisi oleh kanopi
hutan akasia serta nilai dari suatu koefisien pemadaman, nilai LAI dapat diketahui
dengan pendekatan hukum Beer-Lambert (Pierce and Running 1988) :
keterangan :
I = Ioe-kLAI
LAI = Leaf area index (unitless)
Ln = -k.LAI
I
= Radiasi yang ditransmisikan oleh suatu
kanopi (W m-2)
(13)
LAI = ((Ln )/(-k))
Io
= Radiasi di permukaan kanopi (W m-2)
k
= Koefisien pemadaman
Perhitungan Biomassa dan Karbon
Produksi biomassa potensial dihitung berdasarkan hasil kali antara efisiensi
penggunaan radiasi surya
dengan radiasi intersepsi (Qint). Efisiensi
penggunaan radiasi surya pada tanaman A. mangium sebesar 1.75 x10-3 kg MJ-1
(Khasanah et al. 2006).
Bb = ε
t =10( ε (1- e-k LAI) Rs in )
(14)
Keterangan :
Bb = Produksi biomassa potensial (ton ha-1)
ε
= Efisiensi penggunaan radiasi (kg MJ-1)
Qint = Radiasi intersepsi (MJ m-2)
10
= Faktor konversi (1 kg m-2 = 10 ton ha-1)
LAI = Leaf Area Index(unitless)
k
= Koefisien pemadaman
Rs in = Radiasi surya di atas tajuk tanaman (W m-2)
Nilai karbon dapat diduga berdasarkan biomassa potensial tanaman dengan
persamaan (Brown 1997) :
C = 0.5*Biomassa (ton C ha -1`)
(15)
Perhitungan Biomassa dan Karbon Data Pengukuran
Perhitungan biomassa dan karbon berdasarkan data pengukuran dapat
dilakukan dengan menggunakan metode allometrik. Penelitian sebelumnya yang
dilakukan Purwitasari (2011) menghasilkan persamaan allometrik biomassa dan
cadangan karbon Acacia mangium di BKPH Parung Panjang sebagai berikut :
W = 0.140928 D2.31 ,
R2 = 98.7%
(16)
C = 0.5 W
keterangan :
W = Biomassa (kg)
D = Diameter tanaman setinggi dada (Dbh) (cm)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Komponen Neraca Energi
Konsep dari neraca energi adalah jumlah dari energi yang dialirkan,
digunakan dan disimpan oleh benda-benda di permukaan. Radiasi matahari yang
datang berfungsi sebagai radiasi di permukaan kanopi dan menjadi salah satu
faktor yang mempengaruhi perhitungan LAI hutan melalui persamaan Beer-

10
Lambert. Besarnya radiasi matahari yang datang sangat mempengaruhi komponen
neraca energi lainnya. Nisbah antara radiasi yang datang dan yang dipantulkan
disebut albedo (Dobos 2003). Pendekatan neraca energi dilakukan dengan
mengekstraksi nilai-nilai radiasi yang tertangkap oleh satelit. Komponen neraca
energi yang digunakan untuk menduga LAI pada penelitian ini adalah albedo,
radiasi gelombang pendek yang masuk dan yang dipantulkan kanopi. Nilai
komponen neraca energi pada vegetasi A. mangium tahun pengamatan 2000 dan
2009 disajikan dalam Tabel 3.
Nilai albedo pada wilayah kajian (Tabel 3) berada pada kisaran albedo untuk
vegetasi hutan sebesar 0.05-0.20 (Dobos 2003). Dobos (2003) juga menjelaskan
bahwa jenis dan kondisi vegetasi memiliki pengaruh yang kuat terhadap albedo
permukaan. Vegetasi hutan dengan kanopi yang bertingkat memiliki nilai albedo
kecil yang disebabkan radiasi matahari yang datang masuk ke dalam kanopi hutan
dan terjerat pemantulan antara cabang dan daun pepohonan di bawah kanopi.
Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa semakin besar LAI suatu kanopi maka
nilai albedo akan semakin kecil.
Hasil perhitungan komponen neraca energi pada Tabel 3 menunjukkan
radiasi matahari yang datang lebih besar terjadi pada tahun 2009. Hal tersebut
kemungkinan disebabkan oleh faktor kondisi data citra yang digunakan terkait
tanggal akuisisi citra. Data citra tahun 2009 diambil pada 2 November yaitu ketika
matahari berada pada wilayah daerah tropis bagian selatan, sehingga radiasi yang
diterima wilayah kajian lebih besar dibandingkan tahun 2000 yang diambil pada
20 Juli dimana matahari berada di daerah subtropis. Hal tersebut dijelaskan pula
oleh Weng et al. (2004) bahwa nilai suhu permukaan dapat dipengaruhi oleh
kondisi atmosfer saat pemotretan citra, kondisi vegetasi dan tutupan lahan serta
perbedaan pencahayaan radiasi matahari.
Tabel 3 Nilai komponen neraca energi
Tahun Pengamatan
Parameter
Albedo (unitless)
Rs In (Wm-2)
Rs Out (Wm-2)

Min
0.07
718.4
48.3

2000
Max
0.14
725.5
100.8

Mean
0.08
720.8
63.3

Min
0.08
882.6
72.9

2009
Max
0.24
888.6
209.2

Mean
0.10
885.3
91.5

Penyerapan radiasi A. mangium
Secara teorities bila dilihat dari persamaan Ochi and Shibasaki (1999), nilai
fAPAR berkorelasi positif dengan NDVI dan secara tidak langsung menunjukkan
kerapatan vegetasi. Kerapatan vegetasi ini mengindikasikan besarnya biomassa
yang terkandung dalam vegetasi. Sehingga seiring pertambahan terjadi pula
pertumbuhan tanaman yang menyebabkan biomassa tanaman meningkat dan
mempengaruhi kerapatan tajuk tanaman.
Fraksi penyerapan radiasi untuk fotosintesis tanaman akasia pada setiap
umur disajikan dalam Tabel 4. Terdapat beberapa nilai fAPAR yang tidak sesuai
dengan peningkatan umur yaitu nilai fAPAR pada umur 3, 5 dan 7 tahun. Penurunan
nilai fAPAR dari umur 3 sampai 4 tahun terjadi karena proses penjarangan tanaman

11
dalam pengelolaan hutan. Sedangkan penurunan nilai fAPAR dari umur 5 - 6 tahun
dan umur 7 - 8 tahun kemungkinan terjadi karena adanya penebangan liar yang
menyebabkan kerapatan tajuk berkurang.
Tabel 4 Nilai fAPAR per umur pada tanaman A. mangium
Umur
2
3
4
5
6
7
8

fAPAR
0.2469
0.4358
0.3639
0.4343
0.3578
0.4485
0.3832

LAI
Pendekatan metode neraca energi telah kerap kali dilakukan untuk menduga
nilai LAI, potensi biomassa dan karbon di setiap penutupan lahan. Risdiyanto dan
Setiawan (2007) menggunakan metode neraca energi untuk menduga nilai LAI
pada penutupan lahan hutan alam, agroforest karet dan monokultur karet. Lastri
(2011) menduga potensi biomassa dan karbon pada penutupan lahan perkebunan
sawit dan membandingkannya dengan pendekatan nilai NDVI sawit. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan hubungan LAI (pendekatan neraca energi)
berkorelasi negatif dengan LAI (pendekatan nilai NDVI) pada perkebunan sawit.
Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh penggunaan asumsi radiasi absorbsi
sama dengan radiasi emisi. Pendugaan LAI melalui pendekatan neraca energi
pada penelitian ini dilakukan dengan asumsi radiasi absorbsi tidak sama dengan
radiasi emisi. Radiasi absorbsi diketahui dari hasil kali radiasi gelombang pendek
yang datang dengan nilai fAPAR yang diduga melalui nilai NDVI.
Kisaran nilai LAI hutan A. mangium tahun 2000 dan 2009 berturut-turut
adalah 0.5 – 2.7 dan 0.4 – 2.3 dengan keragaman data yang lebih besar pada tahun
2000. Jika dibandingkan dengan hutan monokultur lainnya seperti karet, nilai LAI
akasia lebih kecil dibanding nilai LAI karet yang berkisar 1.4 – 3.4 (Djumhaer
2003). Secara umum, nilai LAI hutan A. mangium tahun 2000 lebih besar
dibandingkan tahun 2009. Hal tersebut terjadi karena pada tahun 2009 mulai
mewabah serangan hama ulat kantong (Pteroma sp. dan Psyce sp.) yang
menyebabkan warna daun kuning dan kering, sehingga rasio luas daun dengan
luas lahan tegakan tajuk sedikit berkurang (Surat Keputusan Perhutani 2012).

NDVI dan LAI
Hubungan LAI dan NDVI berdasarkan Gambar 2 dan persamaan linier
(Tabel 5) di bawah adalah berbanding lurus atau berkorelasi positif. Beberapa
penelitian terkait korelasi LAI dengan indeks vegetasi menyatakan LAI
berkorelasi positif dengan NDVI (Devagiri et al. 2013; Edirisinghe et al. 2012;

12
Twele et al. 2006). Hubungan antara dua variabel ini memiliki korelasi yang
cukup kuat yang ditunjukkan dengan nilai korelasi pada setiap persamaannya.
Persamaan linier pada tahun 2000 dinilai lebih baik dari tahun 2009 berdasarkan
nilai korelasinya. Persamaan linier ini dapat digunakan untuk menduga nilai LAI
tanaman akasia berdasarkan nilai NDVI dari data citra satelit. Namun, perlu juga
mempertimbangkan kondisi lapang yang sebenarnya sehingga dapat mengurangi
kesalahan dari faktor error data citra.

Gambar 2 Analisis regresi NDVI dengan LAI tahun 2000 (kiri)
dan tahun 2009 (kanan)
Tabel 5 Hubungan LAI dan NDVI untuk Acacia mangium
Tahun

Persamaan Linier

Korelasi (r)

Stdev

2000

LAI = 4.326NDVI – 0.403

0.98

0.61

2009

LAI = 3.112NDVI + 0.102

0.82

0.55

Biomassa dan Karbon
Berdasarkan hasil pendugaan nilai LAI melalui pendekatan neraca energi,
estimasi nilai biomassa hutan tanaman A. mangium dilakukan menggunakan
modifikasi persamaan Beer-Lambert dan estimasi nilai cadangan karbon adalah
setengah dari biomassa (Brown 1997). Nilai biomassa dan cadangan karbon pada
hutan tanaman A. mangium dapat dilihat pada Tabel 5. Jumlah potensial biomassa
serta cadangan karbon tahun 2009 lebih besar dibandingkan tahun 2000. Hal ini
terkait dengan besarnya radiasi matahari yang datang pada bulan November di
tahun 2009. Kisaran nilai karbon hasil pendugaan melalui pendekatan neraca
energi ini mendekati kisaran nilai pada referensi (Tabel 6), pendugaan Dahlan
(2005) menggunakan pendekatan indeks vegetasi, Hidayah (2006) menggunakan
model empirik dan Purwitasari (2011) menggunakan pendekatan allometrik
dengan data pengukuran diameter batang di lapang.
Jumlah potensial biomassa dan karbon pada hutan tanaman akasia yang
cukup tinggi dalam periode tanam yang singkat ini dipengaruhi oleh karakteristik
pertumbuhan tanaman yang cepat. Karakteristik tersebut diimbangi dengan
penyerapan radiasi yang besar walaupun tegakan daun sedikit vertikal. Hutan
tanaman akasia Parung Panjang Perum Perhutani memiliki periode tanam 8 tahun
dengan pertumbuhan optimum pada umur 8 tahun. Hal ini dijelaskan pula oleh

13
Krisnawati et al. (2011) bahwa pertumbuhan tanaman akasia mulai melambat dan
berhenti setelah berumur 5 dan 8 tahun. Secara keseluruhan hutan tanaman akasia
memiliki potensi penyerapan karbon yang cukup tinggi, dimana penyerapan
karbon secara optimum terjadi pada tanaman berumur 1 hingga 4 tahun dengan
potensi penyerapan 110.97-176.84 ton CO2/ha/tahun (Heriansyah dan Siregar
2002 dalam Kemenhut 2010).
Tabel 6 Nilai biomassa dan cadangan karbon
2000
2009
Jumlah
Referensi
Min
Max
Min
Max
Biomassa (ton/ha) 12.09
46.65
10.76
52.94
Cadangan Karbon
6.05
23.33
5.70
26.47 16.52
*
(ton/ha)
25.42
**
25 – 67 ***
Keterangan: *
: Dahlan (2005)
** : Purwitasari (2011)
*** : Hidayah (2006)

Biomassa total yang terkandung dalam hutan tanaman akasia Parung
Panjang tahun 2000 dan 2009 berturut-turut adalah 114,422 ton dan 114,253 ton,
sedangkan nilai cadangan karbon total berturut-turut adalah 57,388 ton dan 57,127.
Biomassa total dan karbon tahun 2009 sedikit menurun dari tahun 2000. Hal ini
terjadi karena nilai LAI tahun 2009 lebih kecil dibanding tahun 2000 yang
disebabkan oleh serangan hama ulat kantong.

Hasil Perhitungan Data Pengukuran
Biomassa dan karbon
Kandungan biomassa dan karbon pada tegakan umur A. mangium
berdasarkan persamaan allometrik disajikan pada Gambar 3. Grafik pada Gambar
3 menunjukkan hubungan yang linear antara pertumbuhan umur tanaman dengan
kandungan biomassa dan karbon dengan korelasi mendekati satu. Hal ini
menjelaskan bahwa seiring bertambahnya umur, kandungan biomassa dan karbon
pada tanaman A. mangium akan bertambah pula. Perbedaan data dua tahun ini
dapat dilihat berdasarkan jumlah potensial biomassa dan karbon tanaman berumur
4 tahun yang terdapat pada kedua data. Pola penurunan pada data pendugaan
jumlah potensial biomassa dan karbon dari tahun 2000 – 2009 juga terjadi pada
data pengukuran yang cenderung menurun dari tahun 2000 ke 2010.
Penurunan jumlah biomassa dan karbon ini menegaskan kembali bahwa
serangan hama benar mempengaruhi jumlah biomassa hutan sehingga diperlukan
penanganan khusus dalam penanggulangan dan antisipasi serangan hama ini agar
tidak terjadi lagi di waktu yang akan datang. Namun penurunan yang cukup besar
ini kemungkinan juga disebabkan oleh faktor lainnya yang mempengaruhi
penurunan ini seperti berkurangnya area hutan yang ditanami serta terjadi
penebangan liar dalam area hutan yang tidak terkontrol oleh pihak Perhutani.
Sebaiknya dilakukan pengamatan lebih lanjut terkait penurunan jumlah biomassa
dalam hal pengelolaan hutan.

14

Jumlah Biomassa/Karbon
(ton/ha)

Tahun 2000

Tahun 2010

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

Biomassa

2

Gambar 3

4
6
Umur (tahun)

8

2

Karbon

4

6

Umur (tahun)

Jumlah biomassa dan karbon potensial hutan tanaman A.
mangium berdasarkan data observasi

Perbandingan Hasil Pendugaan dengan Observasi
Validasi data pendugaan dari citra Landsat dilakukan dengan menggunakan
data parameter diameter batang setinggi dada melalui pendekatan allometrik.
Purwitasari (2011) telah menyusun persamaan allometrik yang menghubungkan
antara diameter dan biomassa pada hutan tanaman A. mangium dengan korelasi
mendekati 1. Pengukuran data lapang ini dilakukan setiap lima tahun oleh Perum
Perhutani dengan keluaran buku risalah hutan pada setiap periodenya.
Berdasarkan ketersediaan data tersebut, data pendugaan citra Landsat tahun 2000
divalidasi dengan data pengukuran tahun 2000 sedangkan data citra tahun 2009
divalidasi dengan data pengukuran tahun 2010.
Hasil pendugaan nilai biomassa dan karbon dari data citra tidak sesuai
dengan hasil perhitungan data pengukuran di lapang yang disajikan pada Gambar
4. Perbedaan nilai ini kemungkinan disebabkan oleh model allometrik yang
digunakan tidak mempertimbangkan jumlah cadangan karbon pada akar tanaman
dan serasah yang terdapat di lantai hutan sedangkan pendugaan melalui data citra
mempertimbangkan kedua komponen tersebut. Namun, pola penurunan nilai
biomassa dan karbon dari tahun 2000 ke tahun 2009 hasil pendugaan citra sudah
cukup mengikuti pola penurunan hasil perhitungan data pengukuran dengan
asumsi kedua komponen tersebut diperhitungkan dalam model allometrik.
Penurunan nilai hasil pendugaan dari tahun 2000 ke 2009 hanya sekitar
0.15% sedangkan penurunan nilai hasil perhitungan sekitar 20.59%. Persentase
penurunan nilai pada hasil pendugaan ini kemungkinan disebabkan oleh nilai
efisiensi penggunaan radiasi surya
, yang digunakan untuk menduga nilai
biomassa, besarnya sama pada setiap tahun. Pada kenyataannya pada tahun 2009
terjadi serangan hama sehingga kemungkinan besar menyebabkan efisiensi
penggunaan radiasi surya oleh tanaman akasia menurun. Berdasarkan hal tersebut
perlu dilakukan koreksi nilai efisiensi penggunaan radiasi surya di tahun 2009
sesuai dengan penurungan biomassa dan karbon yang terjadi akibat serangan
hama dan faktor lainnya. Faktor iklim dan cuaca seperti curah hujan juga perlu
dipertimbangkan dalam penentuan bulan basah dan bulan kering sehingga
mempengaruhi nilai efisiensi penggunaan radiasi surya yang digunakan dalam
perhitungan biomassa.

8

15

Biomassa/Karbon Total (ton)

Biomassa

114,422

Cadangan Karbon

114,253

105,278
83,596

57,388

57,127

52,639
41,798

2000

2009
Pendugaan

2000

2010
Pengukuran

Gambar 4 Validasi biomassa dan cadangan karbon total A. mangium
Validasi nilai pendugaan cadangan karbon tidak jauh berbeda dengan nilai
biomassa. Secara keseluruhan nilai hasil pendugaan selalu lebih besar dari nilai
hasil peritungan data pengukuran (over estimate) sehingga nilai pendugaan tidak
sama dengan nilai pengukuran di lapang. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwa faktor cadangan karbon yang terdapat pada akar dan serasah
tidak dipertimbangkan pada hasil perhitungan data pengukuran . Namun sudah
terbentuk penurunan biomassa dan cadangan karbon yang sama antara data
pendugaan maupun data observasi lapang. Hal ini menunjukkan bahwa pendugaan
cadangan karbon melalui pendekatan neraca energi dengan menggunakan data
satelit cukup mewakili perhitungan sample data lapang.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hubungan NDVI dan LAI hasil pendugaan pendekatan neraca energi
berkorelasi positif dengan persamaan LAI = 4.326NDVI – 0.403 (r 0.98) pada
tahun 2000 dan LAI = 3.112NDVI + 0.102 (r 0.82) pada tahun 2009. Biomassa
potensial hutan tanaman A. mangium tahun 2000 dan 2009 berturut-turut adalah
12.09 – 46.65 (ton/ha) dan 10.76 – 52. 94 (ton/ha) dengan jumlah biomassa total
berturut-turut 114,422 ton dan 114,253 ton. Cadangan karbon potensial hutan
tanaman A. mangium tahun 2000 dan 2009 berturut-turut adalah 6.05 – 23.33
(ton/ha) dan 5.70 – 26.47 (ton/ha) dengan jumlah cadangan karbon total berturutturut 57,388 ton dan 57,127 ton. Hasil validasi menunjukkan pendugaan cadangan
karbon melalui pendekatan neraca energi dengan menggunakan data satelit cukup
mewakili perhitungan sample data lapang.

16
Saran
Nilai fAPAR pada penelitian ini diduga dari nilai NDVI sehingga dalam
hubungan LAI dan NDVI masih terdapat variabel yang saling mempengaruhi.
Sebaiknya dilakukan pengukuran nilai fAPAR di lapang secara langsung sehingga
terbentuk hubungan LAI dan NDVI sesuai kondisi lapang. Model neraca energi
ini dapat digunakan dengan mempertimbangkan nilai efisiensi penggunaan radiasi
yang mungkin berbeda pada setiap tahun pengamatan.

DAFTAR PUSTAKA
Atipanumpai L. 1989. Acacia mangium: studies on the genetic variation in
ecological and physiological characteristics of a fast-growing plantation tree
species. Acta Forestalia Fennica. 206: 1–92.
Brown S. 1997. Estimating biomass and biomass change of tropical forest. A
Primer. FAO. (US). Forestry Pp 134.
Chen JM and Cihlar J. 1996. Retrieving leaf area index of boreal conifer forests
using Landsat TM images. Remote Sens Environ. 55: 153–162.
Dahlan. 2005. Pendugaan Kandungan Karbon Tegakan Acacia mangium Willd
menggunakan Citra Landsat ETM+ dan Spot-5 (Studi Kasus di BKPH Parung
Panjang KPH Bogor). [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Devagiri GM, Money S, Singh S, Dadhawal VK, Patil P, Khaple A, Devakumar
AS, Hubballi S. 2013. Assessment of above ground biomass and carbon pool in
different vegetation types of south western part of Karnataka, India using
spectral modeling. Trop Eco. 54(2): 149-165.
Djumhaer M. 2003. Pendugaan Leaf Area Index dan Luas Bidang Dasar Tegakan
Menggunakan Landsat 7 ETM+ (studi kasus di Kabupaten Bungo Propinsi
Jambi). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Dobos E. 2003. Albedo. Encyclopedia of soil science. doi:10.1081/E-ESS
120014334.
Edirisinghe A, Clark D, Waugh D. 2012. Spatio-temporal modeling of biomass of
intensively grazed perennial dairy pastures using multispectral remote sensing.
Int. J App Earth Observ Geoinform. 16(2012): 5 – 6.
Gintings A Ng. 1997. Pendugaan biomasa karbon pada berbagai tipe hutan
tanaman. Bogor (ID): Kerjasama JIFPRO dengan Puslitbang Hutan dan
Konservasi Alam.
Hall FG, Townshend JR, Engman ET. 1995. Status of remote sensing algorithms
for estimation of land surface state parameters. J Remote Sens Environ.
51:138–156.
Hidayah M. 2006. Leaf area index (LAI) and carbon stock estimation of Acacia
mangium Willd using remote sensing technology. [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Huang D, Knyazikhin Y, Dickinson RE, Rautiainen M, Stenberg P, Disney M,
Lewis P, Cescatti A, Tian Y, Verhoef W, Martonchik JV, Myneni RB. 2006.
Canopy spectral invariants for remote sensing and model applications. J
Remote Sens Environ. 106: 106 -122.

17
Imrak S, Imrak A, Jones JW, Howell TA, Jacobs JM, Allen RG, Hoogenboom G.
2003. Predicting Daily Net Radiation Using Minimun Climatological Data. J
Irri Drain Engi. 129(4): 256 – 269. doi: 10.1061/(ASCE) 07339437(2003)129: 4(256)
[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change (GB). 1995. The IPCC send
assessment report: Scientific-technical analyses of impacts, adaptation, and
mitigation of climate change. Cambridge (GB): Cambridge Univ Pr. p 427-467.
Jensen J. 2000. Remote sensing of the environment : an earth resource perspective.
New Jersey (US): Prentice Hall.
June T, Ibrom A, Gravenhorst G. 2006. Integration of NPP semi mechanistic –
modeling, remote sensing and CIS in estimating CO2 absorption of forest
vegetation in Lore Lindu National Park. Biotropia. 13(1): 22 – 36.
[Kemenhut] Kementerian Kehutanan (ID). 2010. Cadangan karbon pada berbagai
tipe hutan dan jenis tanaman di Indonesia. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan.
Khasanah N, Wijaya T, Vincent G, Noordwijk VM. 2006. Water status and
radiation environment in rubber Hevea braziliensis systems: a comparison
between monoculture and mixed rubber-Acacia mangium plots. In. ICRAF 9p.
Bogor (ID) : CIFOR.
Krisnawati H, Kallio M, Kanninen M. 2011. Acacia mangium Willd.: ecology,
silviculture and productivity . Bogor (ID): CIFOR.
Lillesand TM and Kiefer WR. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.
Dulbahri, Prapto Suharsono, Hartono, Suharyadi, penerjemah. Yogyakarta
(ID): Gajah Mada University Pr.
Lo CP. 1995. Penginderaan Jauh Terapan. Bambang Purbowaseso, penerjemah.
Jakarta (ID): UI Press.
Meinzer FC, Fownes JH, Harrington RA. 1996. Growth indices and stomatal
control of transpiration in Acacia koa stands planted at different densities. Tree
Physio. 16: 607 – 615.
Myneni RB and Williams DL. 1994. On the relationship between fAPAR and
NDVI. J Remote Sens Environ. 49: 200–211.
National Research Council. 1983. Mangium and other fast-growing Acacias for
the humid tropics., Washington DC (US): National Academy Pr.
Nemani RR and Running SW. 1989. Testing a theoretical climate soil leaf area
hydrologic equilibrium of forests using satellite data and ecosystem simulation.
Agric For Meteor. 44: 245 – 260.
Pinty B, Verstraete MM, Govaerts. 1997. A Semidiscrete model for the scattering
of Light by Vegetation. J Geophys Res. 102 (D8) : 9431-9446.
Pierce LL and Running SW. 1988. Rapid estimation of coniferous forest leaf area
index using a portable integrating radiometer. Ecology. 69: 1762-1767.
Purwitasari H. 2011. Model Persamaan Allometrik Biomassa dan Massa Karbon
Pohon Akasia Mangium (Acacia mangium Willd.) (Studi Kasus pada HTI
Akasia mangium di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit
III, Jawa Barat dan Banten) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Risdiyanto I dan Setiawan R. 2007. Metode neraca energi untuk perhitungan
indeks luas daun menggunakan data citra satelit multi spektral. J Agromet
Indonesia 21 (2):27-38.

18
Twele A, Erasmi S, Martin K. 2006. Estimation leaf area index under dense
kanopi conditions using hemispherical photography and optical earth
observation data: Prediction capabilities of spectral indices and artifical neural
networks. Gottingen (DE): Workshop STORMA.
[USGS] United State Geological Survey (US). 2009. Landsat 7 science data users
handbook [Internet]. [diunduh 2012 Feb 24]. Tersedia pada:
http://Landsathandbook.gsfc.nasa.gov/handbook/handbook_htmls/chapter11/ch
apter11.html.
Weng Q, Lu D, Schubring J. 2004. Estimation of land surface temperature
vegetation abundance relationship for urban heat island studies. J Remote Sens
Environ. 89(2004): 467-383. doi:10.1016/j.rse.2003.11.005 .

19
Lampiran 1 Peta sebaran nilai NDVI hutan A. mangium Parung Panjang tahun
2000 dan tahun 2009

20
Lampiran 2 Peta sebaran biomassa potensial hutan A. mangium Parung Panjang
tahun 2000 dan tahun 2009

21
Lampiran 3 Peta sebaran cadangan karbon hutan A. mangium Parung Panjang
tahun 2000 dan tahun 2009

22
Lampiran 4 Metadata citra Landsat-5 TM, Juli 2000
GROUP = L1_METADATA_FILE
GROUP = METADATA_FILE_INFO
ORIGIN = "Image courtesy of the U.S. Geological Survey"
REQUEST_ID = "0101209188131_00002"
LANDSAT_SCENE_ID = "LT51220652000202DKI00"
FILE_DATE = 2012-09-18T11:14:26Z
STATION_ID = "EDC"
PROCESSING_SOFTWARE_VERSION = "LPGS_12.1.0"
DATA_CATEGORY = "NOMINAL"
END_GROUP = METADATA_FILE_INFO
GROUP = PRODUCT_METADATA
DATA_TYPE = "L1T"
DATA_TYPE_L0RP = "TMR_L0RP"
ELEVATION_SOURCE = "GLS2000"
OUTPUT_FORMAT = "GEOTIFF"
EPHEMERIS_TYPE = "DEFINITIVE"
SPACECRAFT_ID = "LANDSAT_5"
SENSOR_ID = "TM"
SENSOR_MODE = "SAM"
WRS_PATH = 122
WRS_ROW = 065
DATE_ACQUIRED = 2000-07-20
SCENE_CENTER_TIME = 02:37:33.9280940Z
CORNER_UL_LAT_PRODUCT = -6.26891
CORNER_UL_LON_PRODUCT = 105.80909
CORNER_UR_LAT_PRODUCT = -6.26141
CORNER_UR_LON_PRODUCT = 107.92059
CORNER_LL_LAT_PRODUCT = -8.17650
CORNER_LL_LON_PRODUCT = 105.81249
CORNER_LR_LAT_PRODUCT = -8.16668
CORNER_LR_LON_PRODUCT = 107.93284
CORNER_UL_PROJE