Perbedaan Teknik Pengeringan terhadap Kandungan Nutrien Brachiaria humidicola, Gamal (Gliricidia sepium) dan Rumput Raja (Pennisetum purpureum x Pennisetum thypoides)

ABSTRACT
The Different Drying Techniques on Nutrient Quality of
Brachiaria humidicola, Gamal (Gliricidia sepium) and
King Grass (Pennisetum purpureum x Pennisetum thypoides)
Sari, N., E. B. Laconi and A. D. Lubis
Forages feed is all feed ingredients derived from plants in the form of
leaves, including the grass and legume. Forage is a fresh grass which is a major
source of fiber that needed by ruminants (Prihatman, 2000), but recently the use of
primary sources of fiber are still used by farmers depend on the grass at the field. In
the rainy season the used of grass field may result water content contained in the tall
grass, so to overcome this required the presence of a process of elimination or
reduction of water content contained in these materials. One simple way is through
the drying process. Forage feed used were Brachiaria humidicola, Gamal (Gliricidia
sepium) and King grass (P. purpureum x P. thypoides) derived from Agrostologi
Field Laboratory, Faculty of Animal Science, Bogor Agricultural University.
Mechanical drying is done with the sun drying and oven drying 60°C for the
intensity of drying time 7, 14 hours and 21 hours. The observed variables in this
research were the loss weight of forage, loss of dry matter, dry matter, ash and
organic matter content and crude protein. Data were analyzed used ANOVA,
followed by Duncans test. The results showed that the differences in drying
techniques influence the chemical composition of the resulting forages feed. Drying

time of 21 hours of sun intensity (P3) can produce a good quality of nutrients to the
amount of 88.91% dry matter (DM), 7.03% ash, 92.97% organic matter (BO) and
24, 61% crude protein (PK).
Keywords : sun drying, oven heat drying, Brachiaria humidicola, Gamal (Gliricidia
sepium), King grass (P. purpureum x P. thypoides)

ii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hijauan pakan merupakan bahan pakan yang berasal dari tanaman dalam
bentuk daun-daunan, termasuk didalamnya adalah rumput dan leguminosa. Rumput
merupakan hijauan segar yang merupakan sumber serat utama yang dibutuhkan oleh
ternak ruminansia sebagai sumber energi (Prihatman, 2000). Beberapa contoh
diantaranya adalah rumput Raja (P. purpureum x P. thypoides) dan Brachiaria
humidicola. Kedua rumput ini mampu berproduksi tinggi, sedangkan Leguminosa
digunakan sebagai hijauan makanan ternak karena mengandung nutrisi yang tinggi.
Salah satu diantaranya adalah Gamal (Gliricidia sepium). Hingga saat ini
penggunaan sumber serat utama yang digunakan oleh peternak masih bergantung
pada rumput yang berada di lapang. Pada musim penghujan penggunaan rumput

lapang dapat mengakibatkan jumlah kadar air yang terkandung dalam rumput tinggi.
Kadar air tersebut apabila masih tersimpan dan tidak dihilangkan akan
mempengaruhi kondisi fisik suatu bahan pakan, contohnya akan terjadinya
pembusukan dan penurunan kualitas akibat masih adanya kadar air yang terkandung
dalam bahan pakan. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan adanya suatu upaya
penghilangan atau pengurangan kadar air yang terdapat dalam bahan pakan tersebut.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah pengeringan.
Pengeringan merupakan tahap awal dari adanya pengawetan. Di Indonesia
teknik pengeringan yang paling banyak digunakan adalah pengeringan alami yaitu
pengeringan menggunakan sinar matahari langsung. Pengeringan sinar matahari
langsung merupakan teknik pengeringan yang murah dan mudah untuk dilakukan
tetapi sering terkendala karena hujan. Musim penghujan dapat mempengaruhi
kandungan nutrien hijauan pakan yang dihasilkan, misalnya jumlah kadar air yang
tinggi, oleh sebab itu diperlukanlah beberapa teknik pengeringan buatan. Salah satu
diantaranya adalah pengeringan oven.
Pengeringan menggunakan oven merupakan pengeringan buatan yang
memiliki kombinasi panas dengan tingkat kelembaban dan sirkulasi udara yang
cukup. Pengeringan ini memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah dapat
mempertahankan suhu dan dapat melindungi bahan pangan dari serangan debu
ataupun serangga.


1

Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengevaluasi
waktu dan teknik pengeringan yang efektif terhadap kandungan nutrien hijauan
pakan Brachiaria humidicola, Gamal (Gliricidia sepium) dan rumput Raja (P.
purpureum x P. thypoides).

2

TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Brachiaria humidicola
Brachiaria humidicola disebut juga dengan Brachiaria dictyoneura dengan
nama umum rumput Koronivia. Brachiaria humidicola merupakan rumput tahunan
berasal dari Afrika Selatan yang kemudian menyebar ke daerah Fiji dan Papua New
Guinea (Skerman and River, 1990). Batang yang berkembang tingginya dapat
mencapai 20-60 cm. Helai daun berwarna hijau terang (Bright green ) dengan
panjang 12-25 cm dan lebar 5-6 mm (Jayadi, 1991). Rumput ini biasanya digunakan
sebagai hijauan dalam padang penggembalaan permanen (Hanum, 1997). Bentuk

Brachiaria humidicola dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Bentuk Brachiaria humidicola
Sumber : Forages fact sheets, 2005

Brachiaria humidicola merupakan rumput yang tahan terhadap kekeringan
dan genangan namun tidak setahan Brachiaria mutica. Rumput ini juga tahan
terhadap penggembalaan berat dan mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap
invasi gulma, tetapi kurang cocok bila dilakukan penanaman dengan campuran
leguminosa, hal ini karena pertumbuhan Brachiaria humidicola cepat sekali menutup
tanah sehingga akan menekan pertumbuhan leguminosa (Jayadi, 1991). Brachiaria
humidicola dapat tumbuh dengan baik apabila di tanam di bawah pohon kelapa serta
sangat efektif untuk menahan erosi. Kapasitas produksinya dapat mencapai 20 ton/ha
(Jayadi, 1991). Kandungan Nutrien Brachiaria humidicola diperlihatkan pada Tabel
1.

3

Tabel 1. Kandungan Nutrien Brachiaria humidicola
Kandungan Nutrien


(%)

Bahan Kering

17,22

Protein Kasar

8,94

Lemak Kasar

2,34

Serat Kasar

27,28

Abu


7,65

TDN (Total Digestible Nutrient)

43,88

BETN (Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen)

57,39

Sumber : Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor. 2009

Karakteristik Gamal (Gliricidia sepium)
Gamal merupakan legum pohon yang tingginya mencapai 10 m dengan tipe
daunnya berbentuk majemuk sederhana.Gamal memiliki bunga berbentuk kupu-kupu
yang berwarna putih dan merah jambu (Rosa, 1998). Gamal dapat tumbuh baik pada
kondisi iklim tropis basah dan untuk menghasilkan produksi yang tinggi dibutuhkan
curah hujan yang tinggi sepanjang tahun. Legum ini dapat juga bertahan hidup pada
musim kering yang panjang tetapi ukuran daunnya lebih kecil (Rosa, 1998).

Penanaman gamal dapat dilakukan dengan menggunakan stek yaitu menggunakan
batang yang mempunyai mata tunas dengan panjang ± 1 meter, ditanam pada
kedalaman 15 cm. Waktu tanam sebaiknya dilakukan pada musim penghujan (Dinas
Peternakan, 1999). Bentuk Gamal (Gliricidia sepium) dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Bentuk Gamal (Gliricidia sepium)
Sumber : Forages and sheets, 2005

4

Kegunaan gamal dapat dijadikan sebagai tanaman pagar, pupuk hijau dan
sebagai penahan erosi. Daun atau bagian tanaman yang dipangkas dapat digunakan
sebagai hijauan makanan ternak yang dapat meningkatkan produktivitas ternak
ruminansia seperti : sapi, kambing dan domba (Rossa, 1998). Penggunaan daun
gamal sebagai hijauan makanan ternak ruminansia tidak mengakibatkan pengaruh
negatif walaupun diberikan dalam jumlah banyak dan terus menerus, tetapi sebelum
diberikan kepada ternak legum ini perlu dilakukan pelayuan terlebih dahulu dengan
cara dijemur diatas lantai jemur atau alas tikar. Ternak yang belum terbiasa dengan
daun Gamal perlu dilatih agar terbiasa dapat memakan daun Gamal sebagai
kebutuhan pokoknya. Penggunaan daun Gamal (Gliricidia sepium) kurang disukai

oleh ternak karena adanya bau seperti vanilla yang disebabkan oleh senyawa
kumarin, khususnya pada daun yang masih basah (Dinas Peternakan, 1999). Gamal
selain sebagai hijauan pakan ternak juga mempunyai banyak manfaat apabila
ditanam dalam padang penggembalaan. Kegunaan lain dari legum ini adalah sebagai
pemberantas alang-alang. Alang-alang akan binasa oleh naungan pohon gamal, hal
ini disebabkan daun gamal memiliki akar yang dapat menembus tanah cukup dalam
(Rossa, 1998). Kandungan Nutrien Gamal (Gliricidia sepium) diperlihatkan pada
Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Nutrien Gamal (Gliricidia sepium)
Kandungan Nutrien

(%)

Bahan Kering

27

Protein Kasar

25.2


Serat Kasar

18

Ca (Calcium)

0.67

P (Phospor)

0.19

Sumber : Hendrawan, 2002

Karakteristik Rumput Raja (P. purpureum x P. thypoides)
Rumput Raja (King Grass) merupakan hasil persilangan antara P. purpureum
dengan P. thypoides. Rumput ini dapat tumbuh di dataran rendah dengan tinggi (501200 mdpl). Menurut Siregar (1988) batang yang digunakan untuk stek sebaiknya
yang berumur cukup tua yaitu yang sudah berumur bulan, panjang stek kira-kira 25-


5

30 cm dan memiliki dua mata tunas. Rumput Raja (P. purpureum x P. thypoides)
memiliki batang yang keras dengan daun berbulu kasar serta memiliki bercak
berwarna hijau muda. Bentuk Rumput Raja (P. purpureum x P. thypoides) dapat
dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Bentuk Rumput Raja (P. purpureum x P. thypoides)
Sumber : Forages fact sheets, 2005

Penanaman rumput Raja (P. pupureum x P. thypoides) dengan menggunakan
stek harus diperhatikan yaitu tunas jangan sampai terbalik. Stek dapat langsung
ditancapkan setengahnya ke dalam tanah tegak lurus atau miring dengan jarak
tanamnya 1 x 1 m, untuk penanaman dengan menggunakan sobekan rumpun, perlu
dibuat lubang sedalam 20 cm (Rukmana, 2005). Waktu tanam yang baik adalah pada
awal sampai pertengahan musim hujan. Produksi hijauan rumput Raja (P. purpureum
x P.thypoides) dua kali lipat dari produksi rumput Gajah yaitu mencapai 200-250 ton
rumput segar/hektar/tahun (Rukmana, 2005). Pertumbuhan rumput Raja (P.
purpureum x P. thypoides) dapat mengalahkan rumput Gajah (BPTHMT Baturaden,
1989). Kandungan nutrien rumput Raja (P. purpureum x P. thypoides) diperlihatkan

pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan Nutrien Rumput Raja (P. purpureum x P. thypoides)
Kandungan Nutrien

(%)

Bahan Kering

21,2

Protein Kasar

13,5

TDN (Total Digestible Nutrient)
Serat Kasar

54
34,1

Sumber : Hendrawan, 2002

6

Rumput sebagai Hijauan Makanan Ternak
Rumput memegang peranan penting dalam penyediaan pakan bagi ternak
ruminansia di Indonesia. Rumput mengandung zat-zat makanan yang bermanfaat
bagi kelangsungan hidup ternak, seperti air, lemak, serat kasar, beta protein, mineral
serta vitamin. Umumnya peternak di pedesaan masih bertumpu pada cara-cara
tradisional dengan mengandalkan rumput lapang sebagai sumber utama pakan ternak
dengan jumlah yang terbatas. Keterbatasan pakan dapat menjadi penyebab utama
populasi ternak di suatu daerah menurun. Kemampuan peternak dalam penyediaan
pakan akan menentukan jumlah ternak yang dipelihara (Hutasoit, 2009).
Teknik Pengeringan
Pengeringan merupakan salah satu cara dalam teknologi pangan yang
dilakukan dengan cara pengawetan (Rukmana, 2005). Pengeringan dapat
menghasilkan produk dengan satu atau lebih produk, tergantung tujuan produk yang
diinginkan, misalnya bentuk fisik (bubuk, pipih atau butiran), warna, rasa, dan
strukturnya (Mujumdar, 2008). Salah satu tujuan pengeringan adalah untuk
mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme
dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti.
Bahan yang dikeringkan biasanya mempunyai waktu simpan yang lebih lama.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada 2 faktor, yaitu : faktor yang
berhubungan dengan udara pengering (suhu, kelembaban udara) dan faktor yang
berhubungan dengan sifat bahan (ukuran bahan, kadar air awal) (Rukmana, 2005).
Pengeringan Matahari (Sun Drying)
Pengeringan matahari (sun drying) sering disebut juga sebagai pengeringan
alami (Rukmana, 2005). Pengeringan matahari merupakan salah satu metode
pengeringan tradisional, karena menggunakan panas yang berasal dari sinar matahari
langsung. Pengeringan ini sangat rentan terhadap resiko kontaminasi lingkungan,
sehingga bahan yang akan dikeringkan harus dilindungi dari serangan serangga dan
sebaiknya ditutup pada malam hari. Pengeringan matahari juga sangat tergantung
pada iklim dengan matahari yang panas dan udara atmosfer yang kering (Frazier,
1988). Bentuk hasil pengeringan hijauan dengan menggunakan sinar matahari dapat
dilihat pada Gambar 4.

7

Gambar 4. Bentuk Hasil Pengeringan Hijauan dengan Menggunakan Sinar Matahari
Sumber : Dokumentasi Penelitian

Pengeringan Oven (Oven Drying)
Oven adalah alat untuk memanaskan, memanggang dan mengeringkan.
Oven dapat digunakan sebagai alat pengering apabila dengan kombinasi pemanas
dengan humidity rendah dan sirkulasi udara yang cukup. Pengeringan menggunakan
oven (oven drying) lebih cepat dibandingkan dengan pengeringan menggunakan
matahari akan tetapi, kecepatan pengeringan tergantung dari tebal bahan yang
dikeringkan. Kelebihan pengeringan menggunakan oven diantaranya dapat
dipertahankan dan diatur suhunya selain itu, dapat melindungi bahan pangan dari
serangan serangga dan debu (Hui, 2007). Pengeringan dengan menggunakan oven
tidak disarankan untuk pengeringan bahan pangan karena sulit untuk mengontrol
suhu rendah dan pangan yang dikeringkan lebih rentan hangus (Hughes and
Willenberg, 1994). Salah satu contoh pengeringan dengan menngunakan oven dapat
dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Pengeringan dengan Menggunakan Oven
Sumber : Dokumentasi Penelitian

8

Hasil Penelitian tentang Pengeringan
Menurut Krissetiana (1996) pengeringan labu kuning dengan menggunakan
matahari dapat dilakukan selama 4-6 hari, hal ini disebabkan pengeringan matahari
sangat tergantung pada cuaca, namun apabila pengeringan dilakukan dengan
menggunakan oven 50°C waktu pengeringan yang diperlukan hanya 48 jam.
Penelitian Hove et al., (2003) menunjukkan bahwa perbedaan teknik
pengeringan dengan menggunakan metode pengeringan di bawah naungan, matahari
langsung dan oven dapat menghasilkan terjadinya perbedaan kandungan nutrien pada
tanaman semak Akasia dan Kaliandra. Penelitian lain untuk mengetahui efek
pengeringan terhadap tanaman rami menunjukkan bahwa pengeringan matahari 21
jam dan pengeringan efek rumah kaca 14 jam dapat menghasilkan hay dengan
kandungan bahan kering (BK) >86% atau kadar air (KA) 86% atau kadar air (KA)

Dokumen yang terkait

Tanggap Morfologi, Anatomi Dan Fisiologi Rumput Gajah Dan Rumput Raja Akibat Penurunan Ketersediaan Air Tanah

0 44 85

Pemanfaatan Energi Pada Domba Di Up3 Jonggol Yang Mendapat Rasio Rumput Brachiaria Humidicola dan Legum Pohon (Leucaena Leucocephala dan Gliricidia Sepium) Yang Berbeda

0 2 98

Performa Domba yang diberi Rumput Brachiaria humidicola dan Legum Pohon (Leucaena leucocephala dan Gliricidia sepium) dengan Rasio yang Berbeda

0 3 96

Pengembangan metode cepat pendugaan kandungan protein kasar pada Rumput Raja (Pennisetum purpupoides) dan Brachiaria humidicola menggunkan leaf color chart

0 6 33

KARAKTERISTIK KERTAS SENI DARI RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum) DENGAN PENAMBAHAN Karakteristik Kertas Seni Dari Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) Dengan Penambahan Konsentrasi NaOh Dan Pewarna Yang Berbeda.

0 0 15

PENGARUH BERBAGAI MACAM MULSA TERHADAP PRODUKSI DAN KANDUNGAN GIZI RUMPUT RAJA (Pennisetum purpupoides).

0 0 6

APLIKASI PEMBERIAN PUPUK ORGANIK CAIR DARI URINE SAPI DENGAN SERBUK DAUN KELOR TERHADAP KANDUNGAN NUTRIEN RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum).

1 1 4

Pengaruh Pupuk Faeces Kambing terhadap Kualitas Rumput Gajah (Pennisetum purpureum)

0 0 6

KANDUNGAN ADF DAN NDF RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum), YANG DIFERMENTASI DENGAN STARBIO Content ADF and NDF Elephant Grass (Pennisetum Purpureum), Fermented With Starbio

0 0 7

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK BOKASHI YANG BERBEDA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN SERAT KASAR RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum )

0 0 9