Pemanfaatan Energi Pada Domba Di Up3 Jonggol Yang Mendapat Rasio Rumput Brachiaria Humidicola dan Legum Pohon (Leucaena Leucocephala dan Gliricidia Sepium) Yang Berbeda

(1)

PEMANFAATAN ENERGI PADA DOMBA DI UP3 JONGGOL

YANG MENDAPAT RASIO RUMPUT

Brachiaria Humidicola

DAN LEGUM POHON (

Leucaena Leucocephala

dan

Gliricidia Sepium

) YANG BERBEDA

SKRIPSI

FANNY KESIA TONDOK

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(2)

i RINGKASAN

FANNY KESIA TONDOK. D24062940. 2010. Pemanfaatan Energi pada Domba di UP3 Jonggol yang Mendapat Rasio Rumput Brachiaria Humidicola dan Legum Pohon (Leucaena leucocephala dan Gliricidia sepium) yang Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS. Pembimbing Anggota : Ir. Abdul Djamil Hasjmy, MS.

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor memiliki Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol seluas 169 ha, dengan jumlah domba ekor tipis sebanyak 670 ekor. Domba Jonggol diharapkan dapat dikembangkan menjadi domba lokal spesifik yang adaptif dengan lingkungan tropik. Selain itu, UP3 Jonggol ditanami hijauan yaitu rumput dan legum dengan beranekaragam spesies yang berpotensi sebagai sumber pakan domba. Akan tetapi perlu dilakukan peningkatan optimalisasi nutrisi dan pemanfaatan energi pakan asal hijauan melalui kombinasi rumput dan legum pohon sehingga nutrisinya memenuhi standar kebutuhan domba sesuai status fisiologisnya. Pemanfaatan energi pada ternak sangat penting dalam penentuan performa ternak, karena berbanding lurus dengan pertumbuhan. Makin tinggi energi yang termanfaatkan (energi tercerna dan termetabolis) maka pertumbuhan akan semakin baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pemanfaatan energi domba di UP3 Jonggol yang diberi rasio berbeda antara

Brachiaria humidicola, Leucaena leucocephala dan Gliricidia sepium. Penelitian ini dapat menambah informasi mengenai pola pemanfaatan energi pada daerah tropis, yang sampai saat ini masih kurang informasinya.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang UP3 Jonggol, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan ternak percobaan dilakukan selama 4 bulan. Ternak yang digunakan yaitu domba jantan umur ±6 bulan dengan rataan berat badan 13,95 ± 0,63 kg sebanyak 20 ekor, yang dipelihara pada kandang individu. Penelitian ini terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan yang dikelompokkan (pengelompokan berdasarkan bobot badan). Perlakuan yang diberikan antara lain : R1 = 90%

Brachiaria humidicola + 10% konsentrat, R2 = 80% Brachiaria humidicola + 10% campuran legum + 10% konsentrat, R3 = 70% Brachiaria humidicola + 20% campuran legum + 10% konsentrat, R4 = 60% Brachiaria humidicola + 30% campuran legum + 10% konsentrat, R5 = 70% Brachiaria humidicola + 30% campuran legum. Rasio legum Gliricidia sepium dan Leucaena leucocephala yang diberikan adalah 75% dan 25%. Peubah yang diamati antara lain konsumsi bahan kering (BK), protein kasar (PK), lemak kasar (LK) dan serat kasar (SK) serta pemanfaatan energi berupa konsumsi energi (KE), energi tercerna (EC) dan energi termetabolis (EM). Model matematik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak kelompok (Steel dan Torrie, 1991). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analysis of variance (ANOVA) dan untuk melihat perbedaan diantara perlakuan diuji dengan Duncan.

Hasil analisis statistik untuk konsumsi nutrien menunjukkan perlakuan berpengaruh nyata (P<0,01) hanya pada konsumsi protein kasar. Pada perlakuan R4


(3)

ii yang mendapat 60% Brachiaria humidicola, 30% legum dan 10% konsentrat memiliki konsumsi protein kasar tertinggi (58,09 g/e/h) dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hasil analisis statistik untuk pemanfaatan energi baik konsumsi energi, energi tercerna dan energi termetabolis untuk semua perlakuan tidak berbeda nyata. Disimpulkan bahwa perlakuan R4 dengan penambahan 30% legum dapat meningkatkan konsumsi protein kasar tetapi tidak menunjukkan pengaruh terhadap pemanfaatan energi.

Kata-kata kunci : pemanfaatan energi, Leucaena leucocephala, Gliricidia sepium,


(4)

iii ABSTRACT

Energy Ut ilizat ion by Sheep in UP3 Jonggol Fed w it h Brachiaria humidicola and Legum e (Gliricia sepium and Leucaena Leucocephala) in Different Rat io.

Fanny Kesia Tondok, Dew i Apri Ast ut i and Abdul Djamil Hasjmy

This experiment w as aimed t o evaluat e energy ut ilizat ion of legume (Gliricidia sepium and Leucaena Leucocephala) mixed w it h concent rat e and grass (Brachiaria humidicola) in male local sheep at UP3 Jonggol. This experiment w as conduct ed according t o complet ely randomized block design w it h five t reat ment s and four replicat ions w hich body w eight as a block. The t reat ment s w ere : R1 (90%

Brachiaria humidicola + 10% concent rat e), R2 (80% Brachiaria humidicola + 10% legume + 10% concent rat e ), R3 (70% Brachiaria humidicola + 20% legume + 10% concent rat e), R4 (60% Brachiaria humidicola + 30% legume + 10% concent rat e), and R5 (70% Brachiaria humdicola + 30% legume). Rasio Gliricidia sepium and Leucaena Leucocephala in legume w as 75% : 25%. Variables measured w ere dry mat t er and nut rient int ake (crude prot ein, fat and fiber) and also energy ut ilizat ion (int ake, digest ibilit y and met abolizable energy). Dat a w ere analyzed using analysis of variance and mean of t reat ment w ere furt her analyzed using Duncan t est . The experiment show ed t hat t reat ments affect ed (P<0.05) t o t he crude prot ein consumpt ion. How ever, t here w ere no effect of energy ut ilizat ion in all t reat ment s. It is concluded t hat t he addit ion of 30% legume could increase crude prot ein int ake but not for energy budget .

Keyw ord : Brachiaria humidicola, energy balance, Gliricidia sepium, Leucaena leucocephala,


(5)

iii ABSTRACT

Energy Utilization by Sheep in UP3 Jonggol Fed with Brachiaria humidicola and Legume (Gliricia sepium and Leucaena Leucocephala) in Different Ratio.

Fanny Kesia Tondok, Dewi Apri Astuti and Abdul Djamil Hasjmy

This experiment was aimed to evaluate energy utilization of legume (Gliricidia sepium and Leucaena Leucocephala) mixed with concentrate and grass (Brachiaria humidicola) in male local sheep at UP3 Jonggol. This experiment was conducted according to completely randomized block design with five treatments and four replications which body weight as a block. The treatments were : R1 (90%

Brachiaria humidicola + 10% concentrate), R2 (80% Brachiaria humidicola + 10% legume + 10% concentrate ), R3 (70% Brachiaria humidicola + 20% legume + 10% concentrate), R4 (60% Brachiaria humidicola + 30% legume + 10% concentrate), and R5 (70% Brachiaria humdicola + 30% legume). Rasio Gliricidia sepium and

Leucaena Leucocephala in legume was 75% : 25%. Variables measured were dry matter and nutrient intake (crude protein, fat and fiber) and also energy utilization (intake, digestibility and metabolizable energy). Data were analyzed using analysis of variance and mean of treatment were further analyzed using Duncan test. The experiment showed that treatments affected (P<0.05) to the crude protein consumption. However, there were no effect of energy utilization in all treatments. It is concluded that the addition of 30% legume could increase crude protein intake but not for energy budget.

Keyword : Brachiaria humidicola, energy balance, Gliricidia sepium, Leucaena leucocephala, sheep


(6)

PEMANFAATAN ENERGI PADA DOMBA DI UP3 JONGGOL

YANG MENDAPAT RASIO RUMPUT

Brachiaria Humidicola

DAN LEGUM POHON (

Leucaena Leucocephala

dan

Gliricidia Sepium

) YANG BERBEDA

FANNY KESIA TONDOK D24062940

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(7)

Judul : Pemanfaatan Energi pada Domba di UP3 Jonggol yang Mendapat Rasio Rumput Brachiaria humidicola dan Legum Pohon (Leucaena

leucocephala dan Gliricidia sepium) yang Berbeda Nama : Fanny Kesia Tondok

NIM : D24062940

Menyetujui,

Pembimbing Utama,

(Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS) NIP: 19611005 198503 2 001

Pembimbing Anggota,

(Ir. Abdul Djamil Hasjmy, MS) NIP. 19460626 197412 1 001

Mengetahui: Ketua Departemen,

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

(Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr) NIP. 19670506 199103 1 001


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tana Toraja, Sulawesi Selatan pada tanggal 9 Juni 1988 sebagai anak sulung dari empat bersaudara dari pasangan Agustinus Tondok dan Budiwidi Astuti Pasereng.

Pada tahun 1994, penulis masuk Sekolah Dasar Katolik Rantepao III dan lulus pada tahun 2000. Penulis melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di SLTP Negeri 1 Rantepao dan lulus tahun 2003, kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Rantepao dan lulus tahun 2006.

Pada tahun 2006, penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dan pada tingkat dua terdaftar sebagai salah seorang mahasiswi mayor Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (INTP), Fakultas Peternakan dan minor Pengembangan Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis tergabung dan aktif dalam organisasi Ikatan Pemuda Toraja Bogor (IPTOR), Persekutuan Oikumene Kristen Katolik (POPK) Fakultas Peternakan sebagai ketua dengan masa jabatan 2008-2009. Penulis juga tergabung dan aktif dalam Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak staf divisi Informasi dan Teknologi 2007-2008.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswi penerima beasiswa Karya Salemba Empat (KSE) selama 2 periode 2008-2010 dan mengikuti pelatihan BISMA Leadership I, II dan III bersama PT. Indofood Sukses Makmur Tbk.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas penyertaan, kasih setia serta inspirasi-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pemanfaatan Energi pada Domba di UP3 Jonggol yang Mendapat Rasio Rumput Brachiaria humidicola dan Legum Pohon (Leucaena leucocephala dan

Gliricidia sepium) yang Berbeda. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini memuat informasi mengenai pola pemanfaatan energi domba yang ada di Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol. Data hasil penelitian dapat digunakan untuk menambah informasi tentang gambaran pemanfaatan energi pada domba tropis secara khusus untuk domba yang diberi pakan dengan rasio hijauan, legum dan konsentrat yang berbeda.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Januari 2011


(10)

viii DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... i

ABSTRACT ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

LEMBAR PENGESAHAN ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Klasifikasi Domba ... 3

Domba Lokal ... 3

Hijauan Pakan Domba ... 4

Brachiaria humidicola ... 4

Lamtoro (Leucaena leucocephala) ... 5

Gamal (Gliricidia sepium) ... 6

Neraca Pemanfaatan Energi pada Ruminansia ... 8

Kebutuhan Energi Ternak Domba ... 8

Konsumsi Energi pada Domba ... 9

Energi Tercerna pada Domba ... 10

Energi Termetabolis pada Domba ... 11

MATERI DAN METODE ... 13

Lokasi dan Waktu ... 13

Materi ... 13

Metode ... 13

Rancangan Perlakuan ... 14

Perlakuan Penelitian ... 14

Peubah yang Diamati ... 14

Rancangan Percobaan ... 16

Prosedur ... 16

Persiapan dan Pengamatan ... 16

Cara Pengambilan Contoh ... 17

Metode Analisa Protein ... 17


(11)

ix HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

Keadaan Umum ... Konsumsi Nutrien ... Neraca Energi ... Konsumsi Energi ... Energi Tercerna ... Energi Termetabolis ... KESIMPULAN DAN SARAN ... Kesimpulan ... Saran ... UCAPAN TERIMAKASIH ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...

19 19 19 23 23 25 26 30 30 30 31 32 37


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kandungan Nutrien Bahan Pakan Penelitian (%BK)………... 14

2. Konsumsi Nutrien Domba di UP3J yang Diberi Rasio Rumput dan

Legum yang berbeda... 21 3. Neraca Energi Domba di UP3J yang Diberi Rasio Rumput dan


(13)

x DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Brachiaria humidicola ... 5

2. Leucaena leucocephala ... 6

3. Gliricidia sepium ... 7


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Analisis Ragam Konsumsi Bahan Kering ... 38

2. Analisis Ragam Konsumsi Protein Kasar ... 38

3. Uji Lanjut Duncan Konsumsi Protein Kasar ... 38

4. Analisis Ragam Konsumsi Lemak Kasar... 38

5. Analisis Ragam Konsumsi Serat Kasar ... 39

6. Analisis Ragam Konsumsi Energi (KE) ... 39

7. Analisis Ragam Energi Feses (EF) ... 39

8. Analisis Ragam Energi Tercerna (EC) ... 39

9. Analisis Ragam % Energi Feses ... 40

10. Analisis Ragam % Energi Tercerna ... 40

11. Analisis Ragam Energi Urin (EU) ... 40

12. Analisis Ragam % Energi Urin ... 40

13. Analisis Ragam Energi Metan .. . ... 41

14. Analisis Ragam Energi Termetabolis ... 41


(15)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Domba merupakan ternak yang prospektif untuk dikembangkan di Indonesia, akan tetapi produksinya sangat dipengaruhi oleh kualitas pakan yang diberikan. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya produksi antara lain : pemberian pakan, sistem pemeliharaan, kondisi ternak dan lingkungan. Faktor terpenting adalah kualitas pakan yang berpengaruh terhadap konsumsi nutrien dan pemanfaatan energi. Pemanfaatan energi pada ternak sangat penting dalam penentuan performa ternak, karena berbanding lurus dengan pertumbuhan. Makin tinggi energi yang termanfaatkan (energi tercerna dan termetabolis) maka pertumbuhan akan semakin baik. Menurut Hariyanto dan Djajanegara (1993) kebutuhan zat pakan ransum pada domba jantan dengan bobot badan 14 kg adalah bahan kering (BK) 450-620 g/e/h, protein tercerna 33,2-52,0 g/e/h, energi tercerna (EC) 1330-1810 Kal/e/h dan energi termetabolis (EM) 1090-1490 Kal/e/h. Adapun sumber energi asal pakan sejenis hijauan dan konsentrat, diantaranya hijauan berupa rumput (Brachiaria humidicola) dan legum pohon (Gliricidia sepium dan Leucaena leucocephala).

Fakultas Peternakan IPB memiliki Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol seluas 169 ha, dengan jumlah domba ekor tipis sebanyak 670 ekor (Jarmuji, 2008). Domba Jonggol diharapkan dapat dikembangkan menjadi domba lokal spesifik yang adaptif dengan lingkungan tropik. Selain itu, UP3 Jonggol menyediakan tanaman yang didominasi oleh Brachiaria humidicola, Gliricidia sepium (gamal) dan Leucaena leucocephala (lamtoro) sehingga dapat memenuhi kebutuhan pakan domba dan menghasilkan domba dengan produktivitas tinggi. Berdasarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya maka penggunaan legum pohon dalam penelitian ini akan dibatasi sampai 30% dalam ransum dengan rasio gamal : lamtoro adalah 75:25. Tingginya kandungan protein kasar pada legum yaitu rata-rata di atas 20% (Winugroho dan Widiawati, 2009) diharapkan cukup untuk mendukung pertumbuhan yang optimal bagi ternak domba di UP3 Jonggol.

Energi termetabolis adalah jumlah energi yang dapat dimanfaatkan oleh sel tubuh yang berasal dari energi tercerna (Blaxter, 1969). Energi termetabolis dibutuhkan ternak untuk hidup pokok dan pertumbuhan sehingga kebutuhan energi


(16)

2 metabolis perlu diperhatikan dalam penyusunan ransum. Proses dimulai ketika makanan yang masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan (mulut), setelah dicerna kemudian diserap, ditransportasikan ke seluruh bagian tubuh kemudian dimetabolis di sel dan setelah dikurangi dengan kebutuhan heat increament, barulah diretensi untuk menjadi produk. Kandungan energi metabolis hijauan, legum dan konsentrat diharapkan dapat memenuhi kebutuhan energi domba Jonggol sehingga menghasilkan produk pertumbuhan yang optimal. Kurangnya informasi tentang gambaran pemanfaatan energi pada domba tropis mendorong perlunya dilakukan penelitian tentang neraca energi pada domba di UP3 Jonggol dengan pemberian rasio hijauan, legum dan konsentrat yang berbeda.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pemanfaatan energi domba di UP3 Jonggol yang diberi hijauan Brachiaria humidicola, Leucaena leucocephala dan


(17)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi Domba

Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan hal-hal tertentu diantaranya perbandingan banyaknya daging atau wol, ada tidaknya tanduk atau berdasarkan asal ternak (Kammlade dan Kammlade, 1995).

Menurut Blakely dan Bade (1992) domba diklasifikasikan adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Class : Mamalia

Ordo : Artiodactyla

Family : Bovidae

Genus : Ovis

Selanjutnya domba-domba termodifikasi yang ada sekarang memiliki komposisi genetik domba Argali (Ovis ammon) yang berkembang di Asia Tengah, domba Urial (Ovis vignei) di Asia, domba Moufflon (Ovis musimon) di Asia dan Eropa. Pada masa koloni Belanda, banyak dilakukan impor ternak domba ke Indonesia terutama pulau Jawa.

Domba Lokal

Ternak domba merupakan salah satu ternak ruminansia yang banyak dipelihara oleh masyarakat Indonesia terutama di daerah pedesaan dan umumnya berupa domba-domba lokal. Domba lokal adalah domba asli Indonesia yang mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi iklim tropis dan memiliki sifat seasonal polyestrus sehingga dapat beranak sepanjang tahun. Domba lokal memiliki tubuh yang relatif kecil, warna bulu yang seragam, bentuk ekor yang kecil dan tidak terlalu panjang.

Jenis domba yang terdapat di Indonesia menurut Iniguez et al. (1991) terdapat tiga jenis yaitu domba Jawa Ekor Tipis, domba Jawa Ekor Gemuk dan domba Sumatra Ekor Tipis. Menurut Inounu dan Diwyanto (1996) terdapat dua tipe domba yang paling menonjol di Indonesia yaitu domba Ekor Tipis (DET) dan domba Ekor Gemuk (DEG) dengan perbedaan galur dari masing-masing tipe. Asal-usul


(18)

4 domba ini tidak diketahui secara pasti, namun diduga domba Ekor Tipis berasal dari India dan domba Ekor Gemuk berasal dari Asia Barat (Williamson dan Payne, 1993).

Domba Ekor Tipis merupakan ternak domba yang paling banyak populasinya dan paling luas penyebarannya. Menurut Subandriyo dan Djajanegara (1996) domba Ekor Tipis mempunyai karakteristik reproduksi yang spesifik, yang dipengaruhi oleh gen prolifikasi. Namun, domba Ekor Tipis ini kurang produktif jika diusahakan secara komersial karena karkas yang dihasilkan sangat rendah yaitu sekitar 45%-55% dari bobot hidup. Domba mempunyai tedensi untuk berkelompok, hidup bersama di dalam kelompok sehingga memudahkan dalam penanganan. Domba pada sistem penggembalaan kontinu mempunyai sifat sangat selektif memilih hijauan, umumnya memilih hijauan yang pendek-pendek (Hafez,1969). Domba digembalakan selama 6-8 jam sehari. Penggembalaan dilakukan sesudah hijauan bebas dari embun dan berhenti saat matahari tenggelam (Sudarmono, 2003). Menurut Kearl (1982) kebutuhan zat pakan ransum pada domba jantan dengan bobot badan 14 kg adalah bahan kering (BK) 282 g/e/h, protein tercerna 72 g/e/h dan energi termetabolis (EM) 1080 Kal/e/h. Adapun sumber energi asal pakan sejenis hijauan berupa rumput (Brachiaria humidicola) dan leguminosa pohon (Gliricidia sepium dan Leucaena leucocephala). Jenis-jenis pakan domba lokal yang disukai berikut kualitasnya.

Hijauan Pakan Domba

Brachiaria humidicola

Rumput Brachiaria humidicola merupakan rumput asli Afrika Selatan, kemudian menyebar ke daerah Fiji dan Papua New Guinea, terkenal dengan nama

Koronia grass. Rumput ini memiliki tangkai daun lincolate, 3-4 raceme dengan panjang spikelet 3,5-4 mm (Skerman dan Riveros, 1990). Temperatur optimum untuk tumbuh kira-kira 32-35oC, dapat tumbuh pada ketinggian 1000–2000 m di atas permukaan tanah. Rumput ini tahan kekeringan dan cukup tahan dengan genangan air akan tetapi tidak setahan Brachiaria mutica. Rumput ini mempunyai toleransi pada daerah dengan drainase jelek dan tahan terhadap penggembalaan berat.

Rumput tersebut dibedakan berdasarkan spesies dan genus lainnya. Rumput tersebut tidak beracun, palatabilitasnya tinggi pada umur muda, tetapi ketika produktivitasnya maksimum maka palatabilitasnya rendah. Menurut Miles et al.


(19)

5 (1996) rumput Brachiaria humidicola berkembang melalui stolon yang begitu cepat tumbuh sehingga bila ditanam di lapang segera membentuk hamparan dan dapat pula diperbanyak dengan biji. Rumput Brachiaria humidicola toleransi pada daerah dengan drainase kurang baik dan lebih tahan terhadap tekanan penggembalaan berat. Hasil analisa proksimat pada penelitian ini, melaporkan Brachiaria humidicola

dengan bahan kering (BK) 95,02% mengandung protein kasar (PK) 7,04%, serat kasar (SK) 25,09%, lemak kasar (LK) 2,80%, dan energi 3487 Kal/kg.

Gambar 1. Brachiaria humidicola

Lamtoro (Leucaena leucocephala)

Lamtoro, petai cina, atau petai selong adalah sejenis perdu dari suku Fabaceae (Leguminosae, polong-polongan), yang kerap digunakan dalam penghijauan lahan atau pencegahan erosi. Tanaman ini berasal dari Amerika tropis tetapi dengan mudahnya beradaptasi dan dengan segera tanaman ini menjadi tumbuhan liar di berbagai daerah tropis di Asia dan Afrika, termasuk pula di Indonesia.

Lamtoro mempunyai tiga sub spesies yakni: a) Leucaena leucocephala sp., mempunyai batang pendek sekitar 5 m tingginya dan pucuk rantingnya berambut lebat; b) Glabrata (Rose) S. Zárate sp. dikenal sebagai lamtoro gung, tanaman ini berukuran besar mulai dari pohon, daun, bunga, dan buah bila dibandingkan dengan anak jenis yang pertama; c) Ixtahuacana C. E. Hughes sp. Kegunaan lamtoro sebagai pakan tambahan dapat membantu meningkatkan kualitas pakan rendah. Pemberian lamtoro mampu meningkatkan fermentasi dalam rumen serta mampu meningkatkan penyerapan asam amino ke usus halus. Norton (1994) melaporkan bahwa penambahan daun lamtoro sebesar 20 g/kg BB/h bahan kering (BK) pada kambing dapat meningkatkan pertambahan bobot badan harian ternak tersebut. Poentri dan Marsetyo (2006) menyatakan bahwa jerami jagung dengan penambahan daun


(20)

6 lamtoro segar sebanyak 2% bobot badan dapat meningkatkan konsumsi bahan kering pakan. Senyawa sekunder utama yang ditemukan pada pada lamtoro adalah mimosin, namun jumlahnya relatif kecil sekitar 3%-4% (Winugroho dan Widiawati, 2009). Oleh karena itu, penggunaan daun lamtoro dalam ransum direkomendasikan tidak lebih dari 50% total ransum (Rohmatin, 2010). Manurung (1995) melaporkan bahwa lamtoro denganbahan kering (BK) 89,53% mengandung protein kasar (PK) 14,19%, serat kasar (SK) 17,74%, lemak kasar (LK) 5,43%, dan energi 3859 Kal/kg. Sementara hasil analisa proksimat pada penelitian ini, dilaporkan lamtoro dengan bahan kering (BK) 94,49% mengandung protein kasar (PK) 18,88%, serat kasar (SK) 17,32%, lemak kasar (LK) 4,31%, dan energi 3432 Kal/kg.

Gambar 2. Leucaena leucocephala

Gamal (Glirisidia sepium)

Gamal dengan nama latin Gliricidia sepium merupakan salah satu jenis tanaman pakan ternak yang banyak disukai oleh ternak ruminansia kecil seperti kambing dan domba. Taksonomi dan tatanama gamal yaitu Famili: Fabaceae (Papilionoideae), Sinonim: Gliricidia lambii Fernald, G. maculata var. multijuga

Micheli, Lonchocarpus roseus (Miller) DC., L. sepium (Jacq.) DC., Millettia luzonensis A. Gray, Robinia rosea Miller, R. sepiumJacq., R. variegata Schltdl. Gamal (Gliricidia sepium) merupakan legum pohon dengan ketinggian mencapai 5-15 m, tipe daunnya majemuk sederhana dan memiliki bunga berbentuk kupu-kupu berwarna putih dan merah jambu. Tandan perbungaan panjangnya 2-12 cm, muncul di bawah ketiak daun, terutama pada daun-daun yang telah gugur. Kelopak daun berwarna hijau kemerahan, sedangkan daun mahkota berwarna merah jambu keputihan atau ungu (Roemantyo, 1993).


(21)

7 Gamal digunakan sebagai bahan ternak ruminansia karena mempunyai kandungan protein kasar (25,2%) dan energi yang lebih tinggi (5300 Kal/kg BK). Kadar ADF yang rendah (25,95%) pada gamal menyebabkan koefisien cerna bahan keringnya (KCBK) lebih tinggi daripada KCBK ransum dengan penggunaan lamtoro dan kaliandra (Rahmawati, 2001). Abduh dan Amril (2003) melaporkan rata-rata kecernaan in vitro bahan kering campuran rumput gajah dengan daun gamal memperlihatkan hasil yang baik dibandingkan rumput gajah tanpa penambahan daun gamal. Haryanto dan Djajanegara (1993) melaporkan bahwa Gliricidia sepium

denganbahan kering (BK) 91% mengandung protein kasar (PK) 10,17%, serat kasar (SK) 49,68% dan lemak kasar (LK) 1,63%, serta energi tercerna (EC) 2230 Kal/kg dan energi termetabolis (EM) 1090-1830 Kal/kg.

Gambar 3. Gliricidia sepium

Zat yang kurang menguntungkan dalam tanaman ini adalah adanya faktor antinutrisi dengan kandungan flavanol 1%-3,5% dan 3%-5% fenol total menurut bahan kering. Kandungan tersebut dapat mengganggu selera ternak (Roemantyo, 1993). Selanjutnya Tangendjaja et al. (1991) melaporkan bahwa gamal mempunyai 10 komponen asam fenolat dan 3 komponen merupakan senyawa fitokimia, yang konsentrasi tinggi adalah kumarin. Hasil penelitian Lake et al. (1994) menunjukkan bahwa injeksi kumarin mengakibatkan nekrosis hati dan meningkatkan aktivitas plasma transaminase. Faktor anti nutrisi lainnya adalah asam sianida (HCN) dan diduga asam sianida mengakibatkan terjadinya pembengkakan kelenjar tiroid pada ternak (Mathius, 1991).


(22)

8 Neraca Pemanfaatan Energi pada Ruminansia

Kebutuhan Energi Ternak Domba

Pemanfaatan energi dapat diuraikan menjadi beberapa tahap (Gambar 4) yaitu

energi total, energi tercerna, energi termetabolismekan dan energi netto. Energi Total

(Gross Energy/GE)

Energi Feses Energi Tercerna (Feces Energy/FE ) (Digestible Energy/DE)

Energi Termetabolis Energi Urin dan CH4 (Metabolizable Energy/ME)

Energi Panas Energi Netto (Heat Increament) (Net Energy/NE)

Energi Netto Energi Netto Untuk hidup pokok Untuk produksi Gambar 4. Neraca Penggunaan Energi oleh Ternak Secara Umum

Sumber : Tillman et al. (1991)

Energi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan kerja dalam berbagai bentuk kegiatan (kimia, elektrik, radiasi, gerak biologis dan termal) dan berubah-ubah mengikuti hukum kekekalan. Hewan yang sedang tumbuh membutuhkan energi untuk pemeliharaan tubuh (hidup pokok), memenuhi kebutuhan energi mekanik untuk gerak otot dan sintesa jaringan-jaringan baru (Tillman et al., 1991). Kebutuhan energi oleh ternak tergantung pada ukuran ternak dan status fisiologisnya seperti sedang tumbuh, bunting atau menyusui. Astuti et al. (2000) melaporkan kebutuhan energi kambing pada masa pertumbuhan, bunting dan laktasi berbeda-beda yaitu 2030 Kal/e/h, 4128 Kal/e/h dan 3804 Kal/e/h. Kondisi lingkungan seperti kelembaban, temperatur dan gerak angin turut mempengaruhi kebutuhan energi ternak (Mustafa, 2004). Menurut McDonald et al. (2002), hewan memperoleh energi dari pakannya, energi tersebut akan digunakan tubuh untuk


(23)

9 hidup, untuk aktivitas sel, untuk proses kimia, dan untuk sintesisis enzim dan hormon. Ternak yang lapar atau kebutuhan energinya tidak tercukupi akan melakukan proses katabolisme (perombakan cadangan makanan dalam tubuh), pertama diambil dari glikogen kemudian lemak dan terakhir protein. Energi yang terkandung di dalam pakan akan digunakan oleh tubuh yang utama yaitu untuk kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan.

Ensminger (2002) menyatakan bahwa kekurangan energi merupakan masalah defisiensi nutrien yang umum terjadi pada domba dan dapat disebabkan oleh kekurangan pakan atau karena pengonsumsian pakan dengan kualitas rendah. Sumber energi menurut Parakkasi (1999) adalah karbohidrat, protein dan lemak. Pakan dapat berasal dari rumput dan legum, dengan sumber energi tinggi diantaranya

Pennisetum purpureum mengandung energi tercerna (EC) 2340 Kal/kg dan energi termetabolis (EM) 1920 Kal/kg, Panicum maximum mengandung EC 2560 Kal/kg dan EM 2100 Kal/kg, Brachiaria mutica mengandung EC 1900 Kal/kg dan EM 1560 Kal/kg, Digitaria decumbens mengandung EC 2290 Kal/kg dan EM 1880 Kal/kg (NRC, 1981), sedangkan sejenis legum diantaranya Leucaena retusa mengandung EC 3000 Kal/kg dan EM 2460 Kal/kg, Caliandra callothyrsus mengandung EC 2470 Kal/kg dan EM 2020 Kal/kg, Gliricidia sepium mengandung EC 2230 Kal/kg dan EM 1830 Kal/kg (Haryanto dan Djajanegara, 1993).

Konsumsi Energi pada Domba

Konsumsi adalah faktor esensial yang mendasar untuk hidup dan menentukan produksi. Energi yang terkonsumsi dinyatakan dengan nilai Energy Bruto pakan dikalikan konsumsi bahan kering. Energy Bruto adalah panas yang terdapat di dalam pakan, yang diukur dengan menggunakan bomb kalorimeter (McDonald et al., 2002). Beberapa faktor yang mempengaruhi konsumsi diantaranya adalah bobot badan, jenis kelamin, umur, faktor genetik, makanan yang diberikan dan lingkungan (Parakkasi, 1999). Pengaruh bobot badan terhadap konsumsi energi dilaporkan Firdus et al. (2004) bahwa domba bobot badan ±15 kg yang dikandangkan dan diberi pakan 70% rumput gajah segar dan 30% kaliandra segar mampu mengkonsumsi energi senilai 2497 Kal/e/h. Kambing dengan bobot badan ±21 kg yang dikandangkan dan mampu mengkonsumsi konsentrat dan Leucaena sebanyak 433 dan 224 g/e/h BK, ternyata mampu mengkonsumsi energi senilai 2775 Kal/e/h


(24)

10 (Haque et al., 2007). Semakin besar bobot badan pada seekor ternak, maka semakin tinggi kebutuhan energinya (Church, 1971). Pengaruh jenis kelamin terhadap konsumsi dilaporkan Arsadi (2006) bahwa kambing betina dan jantan dengan bobot badan yang sama, mengakibatkan konsumsi energi pada kambing jantan lebih banyak daripada kambing betina. Pengaruh umur terhadap konsumsi sangat besar, dilaporkan bahwa ternak muda dalam proses pertumbuhan lebih banyak membutuhkan energi (asal protein), sehingga konsumsi energi cenderung meningkat bila dibandingkan ternak tua. Kebutuhan energi sangat dipengaruhi oleh lingkungan luar seperti temperatur, kelembaban dan gerak angin (Haryanto dan Djajanegara, 1993). Di daerah dingin dibutuhkan makanan yang mengandung nilai energi lebih tinggi, apabila dibandingkan dengan kebutuhan ternak di daerah panas (Mustafa, 2004). Matejovskoy dan Sanson (1995) melaporkan bahwa makanan yang kadar energinya tinggi akan menyebabkan pertumbuhan yang lebih cepat serta produksi daging lebih banyak. Konsumsi energi merupakan langkah awal dalam pencapaian retensi energi positif, karenanya perlu mendapat perhatian dalam penelitian.

Energi Tercerna pada Domba

Energi dapat dicerna suatu bahan makanan dinyatakan dengan bagian dari bahan makanan yang dimakan yang tidak diekskresi melalui feses. Bahan makanan diberikan pada hewan dan energi yang terdapat dalam feses ditentukan dengan bomb kalorimeter. Perbedaan antara energi bruto yang dikonsumsi dan energi bruto yang terdapat dalam feses disebut energi dapat dicerna (Parakkasi, 1999). Kegunaan nutrien pakan bagi ternak ditentukan oleh kemampuan ternak mencerna bahan pakan yang diberikan dan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya koefisien cerna zat-zat makanan yang terkandung di dalamnya. Hal ini disebabkan tidak semua zat makanan yang diberikan dapat dicerna dan diserap oleh alat pencernaan (Haryatti, 2005).

Menurut Anggorodi (1990) yang mempengaruhi daya cerna suatu zat makanan adalah suhu, laju pencernaan di saluran pencernaan, bentuk fisik dari bahan pakan, komposisi ransum dan pengaruh terhadap perbandingan dengan zat makanan lain. Menurut Llyod (1982) energi tercerna dapat dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia bahan makanan, tingkat konsumsi dan spesies ternak. Arsadi (2006) meneliti bahwa spesies ternak yang berbeda menyebabkan energi tercerna juga berbeda,


(25)

11 dengan ransum yang sama kambing dan domba mencerna energi yang berbeda yaitu 1135 dan 1388 Kal/e/h. Tingkat konsumsi sangat mempengaruhi kemampuan ternak untuk mencerna energi, semakin tinggi nilai konsumsi energi maka cenderung nilai energi tercerna turut meningkat. Domba yang mengkonsumsi energi sebesar 2858 Kal/e/h mampu mencerna energi sebesar 57% dari konsumsi energy (Astuti dan Sastrapradja, 2000), demikian juga pada kambing yang mengkonsumsi energi sebesar 2030 Kal/e/h mampu mencerna energi sebesar 67% dari konsumsi energi (Astuti et al., 2000).

Energi Termetabolis pada Domba

Energi termetabolis (EM) adalah energi tercerna setelah dikurangi dengan energi yang diekskresikan lewat urin dan energi dalam bentuk gas metan (Tillman et al., 1991). Jumlah energi yang hilang berupa metan yang terbentuk dari hasil fermentasi rumen berkisar antara 8%-10% Gross Energy dalam pakan (Edey,1983). Produksi metan sangat besar di dalam rumen sebagai hasil akhir fermentasi. Asam format merupakan substrat pembentuk metan, Russel dan Wallace (1988) menyatakan bahwa kebanyakan dari asam format akan diubah menjadi H2 dan CO2. Kedua komponen tersebut merupakan dasar pembentuk metan.

Energi yang hilang melalui urin berkisar antara 3%-5% konsumsi energi (KE) makanan (Banerjee, 1978). Ruminan yang mengkonsumsi rumput hasil silase sebanyak 8,53 kg/h mampu mengekskresikan energi melalui urin sebesar 1857 Kal/kg setara dengan 4,7% dari konsumsi energi sedangkan ruminan yang mengkonsumsi pakan (rumput dan legum) hasil silase sebanyak 8,23 kg/h mampu mengekskresikan energi melalui urin sebesar 1666 Kal/kg setara dengan 4,5% dari konsumsi energi (Santoso et al., 2003). Ekskresi energi dari urin berhubungan dengan ekskresi N yang terkandung dalam produk, yang berhubungan dengan keseimbangan energi dan N (Mehra et al., 2006). Astuti dan Sastradipradja (2000) melaporkan nilai energi urin pada domba yang dikandangkan dan diberi tambahan konsentrat 500 g sebesar 5,74% dari konsumsi energi serta untuk domba yang digembalakan di pastura mampu mengekskresi urin sekitar 3,4% dari konsumsi energi.

Beberapa penelitian pada domba yang berumur dibawah setahun dengan bobot badan ±14 kg, menunjukkan nilai energi termetabolis berkisar 1090 Kal/e/h


(26)

12 (Haryanto dan Djajanegara, 1993). Penelitian lain melaporkan bahwa domba dengan bobot badan ±15 kg menghasilkan energi termetabolis sebesar 1195 Kal/e/h atau 42% dari konsumsi energi (Astuti dan Sastradipradja, 2000). Kearl (1982) menyarankan bahwa domba muda tropis dengan bobot badan 14 kg membutuhkan energi termetabolis (EM) 1080 Kal/e/h. Beberapa faktor yang mempengaruhi energi termetabolis yaitu sifat fisik dan kimia dari ransum, tingkat dan metode pemberian ransum, serta status produktivitas ternak (Parakkasi, 1999). Energi termetabolis adalah jumlah energi yang dapat dimanfaatkan oleh sel tubuh yang berasal dari energi tercerna (Blaxter, 1969). Energi termetabolis tersebut digunakan untuk mengganti bagian-bagian tubuh yang rusak dan mati sebagai kebutuhan hidup pokok, selanjutnya kelebihan energi tersebut akan dialokasikan untuk pertumbuhan, penggemukan, produksi susu, wol dan reproduksi setelah dikurangi dengan energi


(27)

13 MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pemeliharaan ternak percobaan dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2009.

Materi

Alat dan bahan

Penelitian ini menggunakan dua puluh ekor domba Ekor Tipis jantan dengan bobot badan 13,95 ± 0,63. Bahan Pakan yang digunakan sebagai ransum penyusun percobaan berupa rumput Brachiaria humidicola, Gliricidia sepium (daun gamal),

Leucaena leucocephala (daun lamtoro) dan konsentrat. Rumput Brachiaria humidicola, Gliricidia sepium, Leucaena leucocephala diperoleh dari sekitar lokasi UP3 Jonggol dalam kondisi segar dan diberikan ke ternak, sedangkan konsentrat diperoleh dari PT Indofeed. Kandang yang digunakan dalam penelitian ini berupa kandang individu. Tiap kandang individu dilengkapi dengan tempat minum dan tempat pakan. Peralatan yang digunakan antara lain timbangan digital, timbangan pegas, ember, botol penampung urin dan alat analisa energi (bomb kalorimeter).

Metode

Pemeliharaan

Dua puluh ekor domba dibagi menjadi lima perlakuan secara acak dan setiap perlakuan mempunyai empat kelompok. Ternak dipelihara dalam kandang individu selama 16 minggu. Dua minggu pertama sebagai masa adaptasi pakan (preliminary) dan pada minggu ketiga sampai minggu ke enam belas dilakukan pengamatan. Pemberian pakan 4,5% dari bobot badan dilakukan dua kali sehari, pada pagi hari pukul 06.00 WIB dan pada sore hari pada pukul 16.00 WIB. Pakan diberikan dalam bentuk campuran antara rumput Brachiaria humidicola dan leguminosa pohon (gamal dan lamtoro dengan rasio 3 : 1). Pemberian leguminosa dibatasi sampai 30% dalam ransum. Konsentrat diberikan sebanyak 10% dari total bahan kering ransum


(28)

14 kecuali kelompok ternak yang mendapat perlakuan hijauan penuh. Air minum diberikan secara ad libitum.

Rancangan Perlakuan

Perlakuan Penelitian

Pakan akan diberikan dalam bentuk campuran antara rumput Brachiaria humidicola dan daun leguminosa pohon (gamal dan lamtoro dengan rasio 3 : 1). Susunan ransum percobaan adalah sebagai berikut :

R1 = Brachiaria humidicola : campuran legum : konsentrat = 90% : 0% : 10% R2 = Brachiaria humidicola : campuran legum : konsentrat = 80% : 10% : 10% R3 = Brachiaria humidicola : campuran legum : konsentrat = 70% : 20% : 10% R4 = Brachiaria humidicola : campuran legum : konsentrat = 60% : 30% : 10% R5 = Brachiaria humidicola : campuran legum : konsentrat = 70% : 30% : 0% Tabel 1. Kandungan Nutrien Bahan Pakan Penelitian (%BK)

Bahan Pakan BK (%) Abu (%) Lemak (%) Protein (%) Serat kasar (%) BETN (%) GE (Kal/kg)

Konsentrat 95.93 11,28 6,61 11,98 8,87 61,26 3548

Rumput 29.95 5,62 2,8 7,04 25,09 59,45 3487

Gamal 28.73 8,14 3,62 17,89 13,38 56,96 3548

Lamtoro 21.81 7,44 4,31 18,88 17,32 52,05 3432

Ransum 1 95.11 6,19 3,18 7,53 23,47 59,63 3493

Ransum 2 95.07 6,42 3,28 8,64 22,69 58,96 3496

Ransum 3 95.03 6,66 3,38 9,75 21,32 58,89 3499,4

Ransum 4 94.99 6,89 3,48 10,86 20,25 58,52 3502,6

Ransum 5 94.90 6,32 3,33 10,37 21,87 58,1 3496,6

Keterangan : Ransum 1= 90% Brachiaria humidicola + 10% konsentrat, Ransum 2 = 80% Brachiaria

humidicola + 10% campuran legum + 10% konsentrat, Ransum 3 = 70% Brachiaria humidicola + 20% campuran legum + 10% konsentrat, Ransum 4 = 60% Brachiaria humidicola + 30% campuran legum + 10% konsentrat, Ransum 5 = 70% Brachiaria

humidicola + 30% campuran legum.

Sumber : Hasil Analisis Proksimat Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, IPB (2009).

Peubah yang diamati

Peubah yang diamati pada penelitian ini antara lain konsumsi nutrien meliputi bahan kering (BK), protein kasar (PK), lemak kasar (LK) dan serat kasar (SK) sedangkan neraca energi berupa konsumsi energi, energi feses, energi urin dan energi


(29)

15 metan masing-masing untuk menghitung energi tercerna (EC) dan energi termetabolis (EM).

1. Konsumsi bahan kering (KBK)

Konsumsi bahan kering pakan (g/e/h) dihitung dari konsumsi pakan segar (g) dikali dengan persen kandungan bahan kering pakan (AOAC, 1980).

2. Konsumsi nutrien (AOAC, 1980)

Konsumsi nutrien pakan (g/e/h) dihitung dari konsumsi bahan kering (g/e/h) pakan dikalikan dengan persen kandungan nutrien pakan (PK, LK dan SK) 3. Gross Energi (GE)

Gross Energi diukur dengan menggunakan bom kalorimeter (AOAC, 1980), sedangkan konsumsi energi atau KE (Kal/e/h) dihitung dari konsumsi bahan kering (KBK) dikalikan dengan GE pakan (Kal).

4. Energi Feses (EF)

Energi feses (Kal/e/h) dihitung dari produksi feses kering (g/e/h) dikalikan dengan nilai energi feses (Blaxter, 1969).

5. Energi Metan (Edey, 1983)

Energi metan (Kal/e/h) dihitung dari estimasi 10% konsumsi energi. 6. Energi tercerna (EC)

Energi tercerna (Kal/e/h) adalah sejumlah energi yang terserap dihitung dari selisih energi yang terkonsumsi dengan energi feses (Blaxter, 1969).

7. Energi Urin (EU)

Energi urin didapatkan dengan cara mengalikan produk N-urin (g) dengan nilai setara kalor N, yaitu setiap 1 g protein urin setara dengan 1,3 kalori (Brody, 1945).

8. Energi termetabolis (EM)

Energi termetabolis (Kal/e/h) dihitung dengan mengurangkan nilai energi tercerna (EC) dengan energi urin (EU) dan energi metan (Blaxter, 1969).

9. Persentase EC dan EM

Persentase EC dihitung dari rasio energi tercerna dengan konsumsi energi, nilai ini memiliki arti besarnya % energi yang tercerna terhadap yang dikonsumsi.


(30)

16 Persentase EM dihitung dari rasio energi termetabolis dengan konsumsi energi.

Rancangan Percobaan

Model matematik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan yang dikelompokan (pengelompokkan berdasarkan bobot badan), model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1993).

Yij = µ + τi + ßj+ εij Keterangan :

Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

µ = nilai rataan umum

τi = pengaruh perlakuan ke-i

βj = pengaruh kelompok ke-j

ij = galat perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

i = perlakuan yang diberikan (R1, R2, R3, R4, R5)

j = kelompok dari masing-masing perlakuan (K1, K2, K3, K4).

Data yang diperoleh akan dianalisa dengan menggunakan analysis of variance (ANOVA) dan untuk melihat perbedaan diantara perlakuan diuji dengan Duncan.

Prosedur

Persiapan dan pengamatan

Ternak domba yang diteliti dicukur bulunya dan diberi obat cacing dan antibiotika. Adaptasi pakan perlakuan dilakukan selama dua minggu. Setelah itu, ternak ditimbang dan mulai dilakukan pengamatan konsumsi dan pertambahan berat badan. Konsumsi diukur setiap hari sedangkan penimbangan berat badan dilakukan setiap bulan. Lamanya pengamatan ternak dilakukan selama 4 bulan. Pengamatan neraca energi dilakukan pada akhir bulan ketiga dengan metode koleksi total.


(31)

17 Cara Pengambilan Contoh

Feses

Pengambilan sampel feses sebanyak 10% dari total pengeluaran setiap hari selama seminggu, kemudian dijemur di bawah matahari dan ditimbang kembali. Selanjutnya feses dikeringkan dalam oven bersuhu 60 oC selama 24 jam dan digiling halus dengan ukuran saringan sebesar 20-30 mesh (1 mm). Setelah ditimbang, feses lalu dimasukkan ke oven 1050C selama 24 jam. Feses akan diambil untuk analisa proksimat dan bomb kalorimeter.

Urin

Urin ditampung dengan menggunakan botol plastik yang sebelumnya telah ditambahkan HCl pekat sebanyak 1-2 tetes. Koleksi urin dilakukan selama satu minggu diakhir penelitian. Koleksi urin dilakukan sebanyak 10% untuk kemudian disimpan di dalam freezer. Sampel urin tersebut dikomposit untuk kemudian diambil sampel untuk dianalisa kandungan nitrogennya.

Metode Analisa Protein (AOAC, 1980)

Prinsip dari analisa protein, yaitu senyawa nitrogen organik dapat dioksidasi dalam lingkungan asam sulfat pekat membentuk (NH4)2SO4. Selanjutnya NH3 yang dibebaskan akan diikat oleh asam borat dan dapat dititar dengan H2SO4 atau HCl baku dengan menggunakan petunjuk Conway atau mix indikator.

Cara mendapatkan kadar protein adalah, pertama ditimbang sebanyak 0.2 gram contoh halus lalu dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, disiapkan juga untuk blangkonya. Setelah itu sebanyak 0,2 gram selenium mixture ditambahkan ke dalam labu Kjeldahl, lalu ditambahkan 3-5 ml H2SO4 (p) di ruang asam kemudian didestruksi dalam ruang asam selama 30 menit (terbentuk larutan jernih/putih). Setelah terbentuk larutan jernih kemudian didinginkan dan ditambahkan aquadest sebanyak 100 ml.

Destilasi dilakukan dengan menambahkan NaOH 40% 15-20 ml ke dalam larutan contoh/blangko. Sementara itu, asam borat 4% 10 ml dan 2 tetes mix indikator dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml sebagai penampung hasil destilasi (warna larutan merah). Destilasi dihentikan setelah erlenmeyer 100 ml berisi 50-75


(32)

18 ml (warna larutan hijau) kemudian dititrasi dengan HCL yang telah ditetapkan normalitetnya terhadap contoh dan blangko sampai warna merah muda.

N total (%) = (ml titrasi contoh – ml titrasi blangko) x N-HCL x 4 mg contoh

Metode Analisa Energi Bruto (AOAC, 1980)

Sampel sebanyak 1 gram dibentuk pellet. Sampel dimasukkan kedalam cawan kecil, kemudian dilewatkan kawat platina sepanjang 10 cm dan dimasukkan ke dalam bomb kalorimeter dan diisi oksigen sebanyak 25 atmosfer. Bomb kalorimeter dimasukkan ke dalam jaket yang sudah diisi air kemudian ditutup. Diukur suhu awalnya (a) dengan menekan tombol/knob. Sampel dibakar selama 5 menit. Kemudian suhu distabilkan dengan menekan tombol/knob dan dicatat sebagai suhu akhir (b). Kawat platina yang terbakar diukur sebagai k cm.

Perhitungan :

Energi Bruto (Kal/kg) = (b - a) – k – V. Titrasi x F. koreksi Berat sampel

Keterangan : a = suhu awal air dalam jaket bomb kalorimeter. b = suhu akhir air dalam jaket bomb kalorimeter k = panjang kawat platina yang terbakar

V = volume titrasi


(33)

19 HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi

Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol merupakan lahan peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di desa Singasari Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor. Secara geografis UP3 Jonggol terletak antara 60LU dan 106,530BT pada ketinggian 70 m di atas permukaan laut. Kondisi iklim di UP3 Jonggol secara umum dibedakan menjadi dua kategori, yaitu bulan basah dan bulan kering. Perbedaan suhu antara bulan basah dan bulan kering di UP3 Jonggol sangat ekstrim. Bulan basah biasanya terjadi antara November-Februari sedangkan bulan kering terjadi antara Maret-Oktober dan biasanya bulan kering lebih lama dari bulan basah. Penelitian ini berlangsung pada bulan kering dengan rata-rata suhu maksimum 32,620C, suhu minimum 21,960C, curah hujan 305,67 mm/bulan, dan kelembaban 93,38% (UP3J, 2009). Domba yang diternakkan dengan suhu lingkungan yang tinggi mengakibatkan domba mengalami cekaman panas. Kisaran suhu yang normal untuk domba 200C dengan kelembaban 65% (Abdalla et al., 1993).

Hijauan makanan ternak yang dikembangkan di padang penggembalaan pada awalnya terdiri atas rumput Brachiaria humidicola, Brachiaria decumbens, Pennisetum purperium dan tanaman leguminosa seperti gamal dan lamtoro (UP3J, 1992). Sistem penanaman campuran rumput dan legum diharapkan dapat membantu memperkaya unsur hara dan mengurangi kondisi panas serta kecepatan angin. Di sekitar padang penggembalaan dan kandang terdapat bak-bak penampung dengan memanfaatkan air hujan. Namun saat ini sebagian besar padang penggembalaan telah berubah menjadi semak belukar dan rumput alam, hanya sebagian yang masih layak digunakan sebagai lahan ternak merumput. Kondisi ini menyebabkan domba di padang gembalaan kekurangan sumber pakan sehingga perlu dilakukan pemeliharaan secara intensif untuk mendapatkan hasil yang optimal.

Konsumsi Nutrien

Menurut Parakkasi (1999), konsumsi dapat dipengaruhi oleh kadar zat makanan dan komponen bahan penyusun dalam ransum. Ransum yang diberikan di Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol didominasi oleh hijauan dan legum guna mengoptimalkan sumberdaya alam yang ada disana. Pada penelitian


(34)

20 ini domba di UP3 Jonggol diberikan pakan berupa rumput Brachiaria humidicola

sebagai pakan utama dan diberi tambahan legum pohon berupa gamal dan lamtoro serta konsentratdalam jumlah sangat sedikit.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian rumput Brachiaria humidicola dengan campuran legum pohon berupa gamal dan lamtoro tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tingkat konsumsi bahan kering (Tabel 2). Rata-rata konsumsi bahan kering berkisar antar 567,10-612,10 g/e/h setara dengan BK 4,07%-4,39% dari bobot badan. Nilai tersebut sebanding dengan nilai rekomendasi Haryanto dan Djajanegara (1993) bahwa domba dengan bobot hidup 14 kg membutuhkan bahan kering 450-620 g/e/h atau kebutuhan bahan kering setara 3,2%-4,4% dari bobot badan. Konsumsi bahan kering mampu mencapai standar kebutuhan karena faktor palatabilitas pakan yaitu rumput yang masih segar dan adanya penambahan legum serta konsentrat. Kebiasaan merumput di padang gembalaan dan ternak cenderung lebih memilih pakan yang segar menyebabkan pemberian rumput 90% pada R1 dan 80% pada R2 dapat meningkatkan konsumsi bahan kering. Menurut laporan Nugroho (2010) domba di Jonggol yang dipasturakan mampu mengkonsumsi rumput sebanyak 592,08 g/e/h BK. Perlakuan R3, R4 dan R5 menunjukkan konsumsi bahan kering juga mencapai standar bahkan meningkat, hal tersebut disebabkan adanya penambahan leguminosa. Hasil ini sesuai dengan laporan Winugroho dan Widiawati (2009) yang menyatakan bahwa pemberian 100% lamtoro dan gamal pada domba yang berumur 7-8 bulan, mampu mengkonsumsi bahan kering sebesar 872 dan 928 g/e/h. Faktor bau dan rasa dapat menjadi pembatas konsumsi pada domba. Bau yang khas pada gamal dapat meningkatkan konsumsi (Mathius et al., 1981). Batas penggunaan legum dalam ransum juga perlu diperhatikan. Mathius (1993) melaporkan bahwa legum akan memberikan dampak positif bila penggunaannya di dalam ransum kurang dari 50%.

Konsumsi protein kasar pada kelima perlakuan menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01). Konsumsi protein kasar tertinggi terdapat pada perlakuan R4 yaitu domba mampu mengkonsumsi protein kasar sebanyak 58,09 g/e/h dibandingkan dengan perlakuan yang lain, sedangkan konsumsi protein kasar terendah pada perlakuan R1 yaitu domba hanya mampu mengkonsumsi protein kasar sebanyak 45,39 g/e/h. Tinggi rendahnya konsumsi protein kasar sangat dipengaruhi


(35)

21 oleh persen pemberian legum. Rendahnya konsumsi protein kasar pada R1 disebabkan oleh ransum yang dominan mengandung 90% rumput tanpa penambahan legum sedangkan tingginya konsumsi protein kasar pada R4 disebabkan oleh ransum mendapat tambahan 30% legum dan 10% konsentrat. Nilai konsumsi protein kasar pada perlakuan R4, R5 dan R3 setara dengan nilai konsumsi protein kasar yang disarankan Haryanto dan Djajanegara (1993) bahwa domba dengan bobot hidup 14 kg membutuhkan PK 52,0 g/e/h. Terpenuhinya nilai konsumsi protein kasar dikarenakan kualitas campuran legum lebih baik dibandingkan dengan rumput

Brachiaria humidicola. Tabel 1 menunjukkan bahwa pakan yang diberikan pada ternak yang mendapat perlakuan R4, R5 dan R3 mempunyai kandungan nutrien protein kasar yang lebih tinggi berkisar 9,75%-10,86% dibandingkan R1 dan R2 hanya berkisar 7,53%-8,64%. Hasil analisa proksimat menunjukkan daun gamal dan lamtoro mengandung protein kasar 17,89% dan 18,88%. Data ini memperjelas bahwa penambahan legum sangat memberikan pengaruh dalam peningkatan kualitas nutrien pakan. Manurung (1995) menyetujui bahwa penggunaan hijauan leguminosa pohon sebagai suplemen ransum ruminansia dapat meningkatkan konsumsi protein.

Tabel 2. Konsumsi Nutrien Domba di UP3J yang Diberi Rasio Rumput dan Legum yang Berbeda

Perlakuan R1 R2 R3 R4 R5

Konsumsi (g/e/h)

Bahan Kering 612,1± 24,66 597,6±68,23 567,10 ±48,81 573,42 ± 16,95 572,76 ± 38,18

Bahan Kering

(%BB) 4,39 ± 0,17 4,28 ± 0,49 4,07 ± 0,34 4,11 ± 0,12 4,12 ± 0,27

Protein Kasar 45,39 ± 1,71d 49,50 ± 4,89c 52,48 ± 3,47bc 58,09 ± 1,21a 55,68 ± 2,81ab

Lemak Kasar 18,91 ± 0,67 18,95 ± 1,94 18,52 ± 1,34 19,15 ± 0,48 17,34 ± 1,08

Serat Kasar 146,04 ± 6,29 137,24 ± 16,97 124,45 ± 12,16 120,82 ± 4,23 128,30 ± 9,46

Keterangan : R1 = 90% Brachiaria humidicola + 10% konsentrat, R2 = 80% Brachiaria humidicola +

10% campuran legum + 10% konsentrat, R3 = 70% Brachiaria humidicola + 20%

campuran legum + 10% konsentrat, R4 = 60% Brachiaria humidicola + 30% campuran

legum + 10% konsentrat, R5 = 70% Brachiaria humidicola + 30% campuran legum.

Superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,01).

Konsumsi lemak kasar tidak dipengaruhi secara nyata (P>0,05) oleh perlakuan. Konsumsi lemak kasar yang dihasilkan dari penelitian ini berkisar antara


(36)

22 17,34-19,15 g/e/h. Tidak adanya perbedaan tersebut disebabkan oleh kandungan nutrien lemak dalam ransum yang diberikan sama, berkisar 3,18%–3,48% dan konsumsi BK juga tidak berbeda nyata. Sesuai dengan penelitian Wilkinson dan Stark (1985) bahwa jenis dan kualitas ransum merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi konsumsi termasuk konsumsi lemak kasar. Semakin tinggi kandungan lemak dalam ransum yang diberikan maka kemungkinan akan semakin tinggi lemak yang dapat terkonsumsi oleh domba. Pada Tabel 1, nilai kandungan lemak pakan masih rendah bila dibandingkan dengan penelitian lain, Gunawan (2005) melaporkan ransum yang terdiri dari hijauan dan tambahan konsentrat menghasilkan lemak pakan yang cukup tinggi sekitar 12,45%. Pemberian lemak yang cukup tinggi pada penelitian tersebut menyebabkan domba yang diberi pakan hijauan dan tambahan konsentrat mampu mengkonsumsi lemak kasar sebanyak 31,12 g/e/h. Haryatti (2005) melaporkan bahwa ransum yang terdiri dari 55% hijauan dan 45% ampas tahu menghasilkan lemak pakan yang rendah hanya sebesar 3,0 %. Pemberian lemak yang rendah pada penelitian tersebut menyebabkan domba hanya mampu mengkonsumsi lemak kasar sebesar 20,22 g/e/h. Pakan yang berkualitas baik menyebabkan tingkat konsumsi relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pakan yang kualitasnya rendah (Parakkasi,1999).

Konsumsi serat kasar pada Tabel 2 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Hasil konsumsi serat kasar yang didapatkan berkisar 120,82-146.04 g/e/h. Tidak adanya perbedaan tersebut disebabkan oleh kandungan nutrien serat kasar dalam ransum yang diberikan sama yaitu, berkisar 20,25%-23,47% dan konsumsi BK juga tidak berbeda. Cakra et al. (2002) menyatakan hal yang sama bahwa kambing yang diberi ransum dengan proporsi 40% hijauan dan 60% konsentrat menunjukkan konsumsi serat kasar tidak berbeda antar perlakuan, disebabkan kandungan nutrien serat kasar ransum antar perlakuan juga tidak berbeda berkisar 29,8%-31,14%. Menurut Sulastri (2009) konsumsi serat kasar domba yang diberi ransum dengan proporsi 70% hijauan dan 30% konsentrat berkisar antara 179,38-240,39 g/e/h. Rendahnya konsumsi serat kasar disebabkan oleh rendahnya kandungan serat kasar dalam ransum. Ransum dengan kandungan serat kasar cukup tinggi 31% bahan kering dapat meningkatkan konsumsi serat kasar sebesar 145,19-156,61 g/e/h (Priyanti, 2006).


(37)

23 Neraca Energi

Konsumsi Energi

Energi yang cukup, sangat diperlukan untuk pertumbuhan yang normal. Energi didefenisikan sebagai kemampuan untuk melakukan kerja dalam berbagai bentuk kegiatan dan berubah-ubah (Tillman et al., 1991). Kekurangan energi pada ternak, khususnya ternak dalam masa pertumbuhan akan menghambat pertumbuhan ternak tersebut. Konsumsi energi pada domba di UP3 Jonggol berdasarkan data yang diperoleh dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.

Konsumsi energi per bobot harian tidak berbeda untuk semua perlakuan. Nilai rataan konsumsi energi (KE) pada penelitian ini berkisar antara 1984-2137,19 Kal/e/h. Pada penelitian Haryatti (2005) dengan pemberian 55% hijauan dan 45% ampas tahu (mengandung energi 3476 kal/g) yang diberikan pada domba dengan bobot badan sekitar 13 kg mampu mengkonsumsi bahan kering dan energi sebesar 751,11 g/e/h dan 2373 Kal/e/h. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Mathius et al. (1996) yaitu konsumsi energi pada domba lokal fase pertumbuhan dengan bobot badan ±13 kg yang diberi pakan dengan kandungan energi bruto 3770 Kal/kg BK mampu mengkonsumsi energi sebesar 1383,27 Kal/e/h. Berbedanya perolehan konsumsi energi pada penelitian ini dengan penelitian terdahulu disebabkan oleh perbedaan kandungan energi pakan yang diberikan. Wilkinson dan Stark (1985) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi konsumsi energi adalah jenis dan kualitas ransum. Semakin tinggi konsentrasi energi pakan maka konsumsi energi akan semakin rendah Parakkasi (1999).

Astuti dan Sastradipraja (2000) melaporkan bahwa kebutuhan KE domba bobot badan ±15 kg yang dikandangkan dan diberi tambahan konsentrat 500 g (mengandung energi 3330 kal/g) mampu mengkonsumsi energi senilai 2858,38 Kal/e/h sedangkan untuk kambing tumbuh dengan bobot badan ±14 kg dan diberi tambahan pakan konsentrat (mengandung energi 4291 kal/g) mengkonsumsi energi senilai 2030,14 Kal/e/h. Pada penelitian ini, tampak bahwa tinggi rendahnya konsumsi energi juga dipengaruhi oleh bobot badan ternak. Church (1971) menyatakan bahwa semakin besar bobot badan pada seekor ternak, maka semakin tinggi kebutuhan energinya.


(38)

25 Energi Tercerna

Energi tercerna dari makanan adalah selisih antara konsumsi energi dengan energi yang keluar melalui feses (EF). Energi feses berasal dari bahan makanan yang tidak tercerna dan hanya sedikit yang merupakan metabolit yang dihasilkan oleh saluran pencernaan (Edey, 1983). Data energi tercerna (EC) pada penelitian ini, hanya berkisar 1343,35-1558,55 Kal/e/h. Data pada Tabel 3 tampak bahwa perlakuan yang mendapat porsi penambahan legum lebih banyak, cenderung menghasilkan nilai energi tercerna yang rendah. Tingginya konsumsi protein kasar ternyata tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai energi tercerna, hal ini dipengaruhi kualitas legum yang digunakan. Menurut Llyod (1982) energi tercerna dapat dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia bahan makanan, tingkat konsumsi dan spesies ternak. Adanya zat antinutrisi dalam legum dapat menghambat kecernaan sehingga mengganggu kecernaan protein kasar dan menurunkan kemampuan kecernaan oleh mikroba rumen maupun enzim-enzim pencernaan di dalam rumen (Tangendjaja et al.,1991). Selain itu, pada penelitian ini konsumsi energi dari makanan yang diberikan adalah sama, maka tidak terdapat perbedaan energi tercerna pada setiap perlakuan secara statistik.

Berdasarkan persen energi tercena domba di UP3 Jonggol mampu mencerna energi sebesar 66,82%-72,95%. Persen ini menunjukkan bahwa jika domba mengkonsumsi pakan dengan kandungan energi sebanyak 100 Kal/e/h maka domba tersebut mampu menyerap untuk proses selanjutnya dalam tubuh sebanyak 66,82-72,95 Kal/e/h. Secara keseluruhan, kelima perlakuan dapat mencapai nilai kecernaan seperti yang disarankan Haryanto dan Djajanegara (1993). Tercapainya standar tersebut, diduga karena konsumsi energi mampu mencukupi kebutuhan ternak. Sama halnya penelitian Astuti dan Sastradipradja (2000) dan Astuti et al. (2000) bahwa ternak yang mengkonsumsi energi tinggi cenderung menghasilkan energi tercerna yang tinggi pula, domba yang mengkonsumsi energi sebesar 2858,38 Kal/e/h mampu mencerna energi sebesar 1645,24 Kal/e/h atau setara 57,66% dari konsumsi energi, demikian juga pada kambing yang mengkonsumsi energi sebesar 2030,14 Kal/e/h mampu mencerna energi sebesar 1360,74 Kal/e/h atau setara 67,03% dari konsumsi energi.


(39)

26 Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa ekskresi energi melalui feses (EF) sekitar 578,64-664,81 Kal/e/h dan bila dibandingkan terhadap nilai konsumsi energi maka persen energi feses berkisar 27,05%-33,18%. Sama halnya bahwa domba yang mengkonsumsi energi 100 Kal/e/h akan mengekskresikan energinya lewat feses sebesar 27,05-33,18 Kal/e/h. Astuti dan Sastradipradja (2000) dan Astuti et al.

(2000) melaporkan besar energi feses pada domba dan kambing tropis sekitar 42% dan 33%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa ekskresi energi lewat feses pada domba di UP3 Jonggol lebih rendah dibandingkan domba dan kambing tropis lainnya. Indikasi ini menunjukkan bahwa kualitas hijauan yang digunakan khususnya serat kasar cukup baik sehingga kecernaan dan ekskresi melalui feses masih relatif baik. Santoso et al. (2003) juga melaporkan bahwa sapi yang diberi pakan berbeda antara rumput hasil silase dan pakan campuran (rumput dengan alfalfa hasil silase) menunjukkan ekskresi energi melalui feses yang tidak berbeda secara statistik yaitu 38% dan 42,2%. Hasil penelitian tersebut bila dibandingkan dengan penelitian di UP3 Jonggol menunjukkan bahwa nilai ekskresi energi melalui feses cukup normal. Parakkasi (1990) melaporkan bahwa kisaran normal ekskresi energi melalui feses antara 20%-60% dari konsumsi energi.

Energi Termetabolis

Energi termetabolis adalah bagian energi makanan yang digunakan untuk berbagai proses metabolis di dalam tubuh, yaitu pembentukan jaringan tubuh atau produk ternak dan produksi panas. Energi termetabolis dihasilkan dari energi tercerna dikurangi dengan energi urin dan energi metan (Tillman et al., 1991).

Urin adalah produk ekskresi utama ruminan yang disekresikan oleh ginjal sebagai cairan atau seni semi solid yang kaya akan produk akhir metabolisme protein, garam dan pigment. Urin dibentuk di daerah ginjal setelah dieliminasi dari tubuh melalui saluran urin. Data ekskresi energi melalui urin tidak berbeda nyata antar perlakuan yang diberikan yakni berkisar antara 13,6-20,07 Kal/e/h. Nilai energi urin cenderung lebih tinggi pada perlakuan yang mendapat proporsi legum lebih banyak, kemungkinan ini disebabkan karena domba mengkonsumsi protein kasar lebih tinggi (legum pohon) dari perlakuan lainnya. Konsumsi protein kasar yang tinggi akan mengekskresikan nitrogen yang lebih tinggi pula sehingga nilai energi urin semakin tinggi. Ekskresi energi dari urin berhubungan dengan ekskresi N dalam


(40)

27 produk, yang berhubungan dengan keseimbangan energi dan N (Mehra et al., 2006). Astuti dan Sastradipradja (2000) melaporkan nilai energi urin pada domba yang dikandangkan dan diberi tambahan konsentrat 500 g senilai 5,74% serta dilaporkan juga bahwa domba yang dipasturakan mempunyai nilai energi urin sekitar 3,4%. Dibandingkan dengan penelitian di UP3 Jonggol yang hanya berkisar 0,63%-1,01%, nilai ini sangat rendah dapat disebabkan oleh kualitas pakan yang dikonsumsi rendah kadar nitrogen dan kecenderungan untuk mengkonsumsi air sedikit. Suhu lingkungan di Jonggol yang terlalu panas pada bulan Mei sampai Agustus menyebabkan energi lebih banyak terekskresi melalui kulit dalam bentuk keringat. Kondisi lingkungan seperti kelembaban, temperatur dan gerak angin turut mempengaruhi kebutuhan energi (Mustafa, 2004). Selain itu, Parakkasi (1999) menyatakan bahwa pengukuran energi urin dapat dilakukan dengan membakar bagian padat (bahan kering) urin dengan bomb kalorimeter, sehingga kemungkinan tinggi rendahnya nilai ekskresi energi melalui urin disebabkan oleh banyak sedikitnya bahan kering yang terbuang melalui urin.

Data ekskresi energi melalui metan tidak berbeda nyata (P>0,05) antar perlakuan yang diberikan, berkisar antara 198,42-213,72 Kal/e/h. Nilai energi metan menunjukkan bahwa penambahan legum (Gliricidia sepium dan Leucaena leucocephala) sebagai sumber protein tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap ekskresi energi melalui metan. Penelitian ini berbeda dengan Hess et al.

(2003) yang melaporkan bahwa penambahan legum seperti Calliandra, C. argentea

dan Arachis pintoi dalam ransum dapat menurunkan produksi metan, hal ini disebabkan karena porsi penggunaan legum yang diberikan pada domba di UP3 Jonggol masih dalam jumlah yang kecil. Produksi metan ditentukan oleh jumlah H2 dan CO2, sementara jumlah H2 berkaitan dengan fermentasi karbohidrat yaitu serat kasar (Russel dan Wallace, 1988). Serat kasar dalam pakan berkorelasi positif dengan proporsi asetat dalam produksi VFA sehingga produksi metan turut ditentukan oleh produksi asetat (Mehra et al., 2006). McCrabb dan Hunter (1999) melaporkan bahwa produksi metan akan lebih tinggi bila fermentasi berasal dari tanaman rerumputan yang banyak mengandung asetat dan butirat dibandingkan propionat yang berasal dari semak belukar dan legum pohon. Tingginya proporsi penggunaan Brachiaria humidicola ternyata tidak memberikan pengaruh yang


(41)

28 signifikan terhadap nilai energi metan, disebabkan oleh karena tidak terdapat perbedaan nilai konsumsi energi dan energi tercerna pada setiap perlakuan yang diberikan. Mehra et al. (2006) melaporkan bahwa kerbau yang mengkonsumsi jerami gandum dengan tambahan sumber protein nabati dari bungkil kedelai mampu meningkatkan konsumsi energi dan energi tercerna sehingga turut meningkatkan ekskresi energi melalui metan.

Data energi termetabolis pada penelitian ini, hanya berkisar antara 1123,98-1331,23 Kal/e/h atau setara 55,89%-62,31% dari konsumsi energi. Menurut Mathius

et al. (1998) bila diasumsikan bahwa energi metabolis setara dengan 0,62 dari konsumsi energi maka rataan nilai energi termetabolis yang dikonsumsi oleh domba lokal sebesar 1267,42 Kal/e/h. Kearl (1982) menyarankan bahwa domba muda tropis dengan bobot badan 14 kg membutuhkan 1080 Kal/e/h. Maka dapat dikatakan bahwa secara umum nilai energi termetabolis domba di Jonggol sesuai dengan nilai energi termetabolis domba lokal Indonesia dan domba tropis. Sama halnya yang dilaporkan Haryanto dan Djajanegara (1993) bahwa kebutuhan energi termetabolis domba bobot badan 14 kg sebesar 1090 Kal/e/h. Terpenuhinya nilai energi termetabolis disebabkan oleh tercukupinya nilai konsumsi energi dan energi tercerna pada domba di UP3 Jonggol. Hasil pengujian ini didukung oleh penelitian sebelumnya Astuti dan Sastradipradja (2000) yang melaporkan bahwa domba yang dikandangkan dan diberi pakan dan diberi tambahan konsentrat 500 g memberikan nilai konsumsi energi dan energi tercerna sebesar 2858,38 Kal/e/h dan 1645,24 Kal/e/h. Tingginya nilai tersebut mengakibatkan nilai energi termetabolis cukup tinggi 1195,25 Kal/e/h. Demikian juga pada kambing yang mengkonsumsi energi sebesar 2030,14 Kal/e/h dan mampu mencerna energi sebesar 1360,74 Kal/e/h, memberikan nilai energi termetabolis yang cukup tinggi juga yaitu 1173,81 Kal/e/h (Astuti et al., 2000).

Retensi energi metabolis yang positif mengakibatkan ternak dapat memanfaatkan ketersediaan energi untuk tujuan produksi sesuai dengan potensi genetiknya, yang pada umumnya pada ternak muda digunakan dalam bentuk pertambahan bobot badan. Data dalam penelitian ini menunjukan bahwa tingginya konsumsi protein kasar tidak berpengaruh terhadap energi termetabolis. Secara statistik konsumsi protein kasar antara perlakuan berbeda nyata tetapi energi termetabolis tidak memberikan pengaruh yang nyata, hal ini dikarenakan energi


(42)

29 tercerna yang termanfaatkan oleh domba juga tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. Hasil penelitian ini melaporkan bahwa domba di UP3 Jonggol yang diberi pakan dengan protein tinggi belum dapat termanfaatkan dengan baik, dikarenakan suhu lingkungan yang tinggi mengakibatkan domba-domba mengalami heat-shock.

Nutrien yang tercerna lebih banyak termanfaatkan oleh tubuh, sebagai respon untuk menyeimbangkan panas yang berasal dari tubuh domba dan lingkungan.


(43)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Perlakuan dengan pemberian 60% Brachiaria humidicola dengan penambahan 30% legum dan 10% konsentrat dapat meningkatkan konsumsi protein kasar. Seluruh perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap evaluasi pemanfaatan energi pada domba di UP3 Jonggol dengan kebutuhan domba bobot badan 14 kg baik yang dicerna maupun yang dimetabolis.

Saran

Perlu dilakukan perbaikan kualitas hijauan melalui keseragaman leguminosa sehingga dapat meningkatkan kualitas nutriennya agar memenuhi kebutuhan energi bagi domba-domba di UP3 Jonggol.


(44)

30 UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS. sebagai dosen pembimbing utama dan Ir. Abdul Djamil Hasjmy, MS. sebagai dosen pembimbing anggota sekaligus dosen pembimbing akademik yang selalu sabar dalam mengarahkan dan membimbing penulis menyelesaikan tugas akhir. Kepada Ir. Widya Hermana M.Si. selaku panitia sidang, Dr. Ir. Panca Dewi, M.Si. dan Ir. Hj. Komariah, M.Si. sebagai dosen penguji tugas akhir atas kritik dan saran dalam perbaikan skripsi ini. Kepada Prof. Dr. Ir. Komang G. Wiryawan atas kesempatan yang diberikan untuk bergabung dalam proyek penelitian di UP3 Jonggol.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Pemerintah daerah Tana Toraja atas beasiswa yang diberikan kepada penulis dan C4 FUN khususnya Bapak Haskarlianus beserta istri yang selalu membantu dan memberikan dukungan moril dan materi bagi penulis. Terimakasih yang sebesar-besarnya kepada papa dan mama terkasih atas doa, nasihat, kasih sayang, dan kepercayaan yang diberikan selama ini, juga adik-adik terkasih Sereng, Tondok dan Yaved, untuk pengertian dan dukungannya selama ini.

Terima kasih kepada teman penelitian Jonggol (Rani, Tyas, Heru, Bara, Indra) yang telah membantu selama penelitian di lapang. Terima kasih untuk sahabat terbaik (Amer-greeny, Gladys-chubby, Cory-odong, Nova-Simamora dan Stevy-tepoi) untuk segala kesetiaannya dan kesabarannya dalam suka dan duka bersama penulis dari tingkat TPB sampai saat ini, terima kasih telah menjadi sahabat yang menerima penulis apa adanya. Kepada keluarga besar Youth of Nations Ministry, untuk dukungan doa dan semangatnya, khususnya Bang Darius, keluarga PA (Ida 42, Amer, Dedeu dan Linda). CLANERS (Vera 42, Susi, Gunawan, Amudi, Cristian, Bolas, Watson, Arya (alm), Riri, Dian, Fitri) terima kasih untuk doa dan kebersamaannya yang tulus. Teman “ITB”(Surya Kencana) dan INTP 43 khususnya Conny, Adi, Desra, Nono, Cory M, Debon dan Chandra, terima kasih untuk dukungan serta motivasi yang diberikan selama ini.

Di atas semuanya, Penulis mengucapkan terima kasih dan rasa syukur yang berlimpah untuk Bapa di Surga yang selalu menyertai dan menunjukkan kasih-Nya kepada Penulis hingga saat ini. Sungguh bukan karena kekuatan ataupun kemampuan Penulis, tetapi hanya karena kasih karunia-Nya.


(45)

32 DAFTAR PUSTAKA

Abdalla E. B, Kotby E. A & Jhonson H. D. 1993. Physiological responses to heat induced hyperthermia of pregnant and lacting ewes. Small Rum Res 11 : 25-34.

Abduh, M. A. & M. A. Amril. 2003. Kecernaan in vitro bahan kering campuran rumput gajah (Pennisetum purpureum) bersama beberapa tingkat penambahan daun gamal (Gliricidia maculata). Buletin Nutrisi dan Makanan Ternak, 4 (1) : 43-49.

Anggorodi. 1984. Ilmu Makanan Makanan Ternak Umum. P.T Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

AOAC. 1980. Official methods of analysisis (12th Ed.). Association of Official Analytical Chemist, Washington, D. C.

Arsadi, S. 2006. Studi perbandingan metabolisme energi dan kecernaan serat pada kambing dan domba lokal. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Astuti, D. A. & D. Sastradipradja. 2000. Energy metabolism in relation to grazing activity in growing priangan sheep as affected by rations. Indon. J. Trop. Agric. 9 (1) : 1-5.

Astuti, D. A., D. Sastradipradja & T. Sutardi. 2000. Nutrient balance and glucosa metabolism of female growing, late pregnant and lactating etawah crossbred goats. Asian-Aus. J. Anim. Sci. 13 (8) : 1068-1075.

Banerjee, G. C. 1978. Animal Nutrition. Oxford and IBH Pub. Co., New Delhi. Blakely, J. & D. H. Bade, 1992. Ilmu Peternakan. Edisi Keempat. Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta.

Blaxter, K. L. 1969. The Energy Metabolism of Ruminant. Hutchinson Scientific and Technical. London. p 185-200 and 227-234.

Brody, S. 1945. Bioenergetics and growth, with special reference to the efficiency complex in domestic animals. Reinhold Publ. Corp., New York, USA. pp. 31-32;807.

Cakra, I. G. L. Oka, I. G. M. Suwena & N. M. Suci Sukmawati. 2002. Konsumsi dan koefisien cerna nutrient pada kambing etawah (PE) yang diberi pakan konsentrat ditambah soda kue (Sodium Bikarbonat). Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Udayana. Denpasar.

Church, D. C. 1971. Digestyve Physiology and Nutrition of Ruminants. Vol. 2. Corvallis, Oregon, USA. p 543-561.


(1)

36 Subandriyo & A. Djajanegara. 1996. Potensi produktivitas ternak domba di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Departemen Pertanian, Bogor.

Sudarmono, A. S. 2003. Beternak Domba. Cet : 15. Penebar Swadaya. Jakarta. Sulastri. S. 2009. Pengaruh penggunaan ampas tempe dalam ransum terhadap

kecernaan nutrien domba lokal jantan. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Sebelas Maret. Solo.

Tangendjaja, B., I, W. Mathius & A. Rais. 1991. Pemanfaatan gamal. Dalam : Gamal (Gliricidia sepium) dan Pemanfaatannya. Syahgiar, S & E. Wina (Ed). Balai Penelitian Ternak, Bogor.

Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Parwirokusumo, & S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta. Hal 188.

[UP3J] Unit Pendidikan, Penelitian & Peternakan Jonggol. 1992. Laporan Perkembangan Ternak. Jonggol, Bogor : Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

[UP3J] Unit Pendidikan, Penelitian & Peternakan Jonggol. 2009. Laporan Perkembangan Ternak. Jonggol, Bogor : Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Wilkinson, J. M. & B. A. Stark. 1985. Commercial Goat Production. Commonwealth Agriculture Bureaux, Unwin Brother Limited, Old Woking, Surrey, England. p 85.

Williamson, M & W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Winugroho, M & Y. Widiawati. 2009. Keseimbangan nitrogen pada domba yang diberi daun leguminosa sebagai pakan tunggal. Jurnal Ilmu Peternakan dan Perikanan. 13 (1) : 6-1.


(2)

38


(3)

39 Lampiran 1. Analisis Ragam Konsumsi Bahan Kering

SK db JK KT Fhit F 0.05 F 0.01

perlakuan 4 5989.19 1497.30 1.10 3.26 5.41

Blok 3 11903.39 3967.80 2.93

Eror 12 16270.28 1355.86

Total 19 34162.86

Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah

Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)

F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01) Lampiran 2. Analisis Ragam Konsumsi Protein Kasar

SK db JK KT Fhit F 0.05 F 0.01

perlakuan 4 401.99 100.50 14.40 3.26 5.41

Blok 3 60.85 20.28 2.91

Eror 12 83.73 6.98

Total 19 54553.30

Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah

Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)

F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01) Lampiran 3. Uji Lanjut Duncan Konsumsi Protein Kasar

Duncan

PERLAKUAN N

Subset = 0.05

1 2 3 4

1.00 4 45.3875

2.00 4 49.5025

3.00 4 52.4825 52.4825

5.00 4 55.6750 55.6750

4.00 4 58.0875

Significance 1.000 .137 .113 .221

Lampiran 4. Analisis Ragam Konsumsi Lemak Kasar

SK Db JK KT Fhit F 0.05 F 0.01

Perlakuan 4 8.41 2.10 1.93 3.26 5.41

Blok 3 9.45 3.15 2.90

Eror 12 13.05 1.09

Total 19 6898.61

Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah

Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)


(4)

40 Lampiran 5. Analisis Ragam Konsumsi Serat Kasar

SK Db JK KT Fhit F 0.05 F 0.01

perlakuan 4 8.41 2.10 1.93 3.26 5.41

Blok 3 9.45 3.15 2.90

Eror 12 13.05 1.09

Total 19 6898.61

Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah

Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)

F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01) Lampiran 6. Analisis Ragam Konsumsi Energi (KE)

SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01

PERLK 4 68886.41 17221.6029 1.044099 3.259167 5.4119514 KLP 3 144783.67 48261.2229 2.925947 3.490295 5.9525447 GALAT 12 197930.68 16494.223

TOTAL 19 411600.76

Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah

Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)

F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01) Lampiran 7. Analisis Ragam Energi Feses (EF)

SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01

PERLK 4 30005.49522 7501.3738 0.032711 3.259167 5.4119514 KLP 3 78955.43992 26318.48 0.114767 3.490295 5.9525447 GALAT 12 2751851.843 229320.987

TOTAL 19 171327.5146

Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah

Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)

F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01) Lampiran 8. Analisis Ragam Energi Tercerna (EC)

Sk db JK KT Fhit F0,05 F0,01

PERLK 4 114137.4093 28534.3523 2.139338 3.259167 5.4119514 KLP 3 58517.36863 19505.7895 1.46243 3.490295 5.9525447 GALAT 12 160055.2005 13337.9334

TOTAL 19 332709.9784

Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah

Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)


(5)

41 Lampiran 9. Analisis Ragam % Energi Feses

Sk db JK KT Fhit F0,05 F0,01

PERLK 4 103.5990652 25.8997663 2.521189 3.259167 5.4119514 KLP 3 102.3697912 34.1232637 3.321698 3.490295 5.9525447 GALAT 12 123.2740372 10.2728364

TOTAL 19 329.2428936

Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah

Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)

F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01) Lampiran 10. Analisis Ragam % Energi Tercerna

SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01

PERLK 4 103.599 25.900 2.521 3.259 5.412

KLP 3 102.370 34.123 3.322 3.490 5.953

GALAT 12 123.274 10.273

TOTAL 19 329.2428936

Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah

Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)

F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01) Lampiran 11. Analisis Ragam Energi Urin (EU)

SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01

PERLK 4 118.269 29.56734 1.775352 3.259167 5.41195143 KLP 3 25.0497576 8.349919 0.501366 3.490295 5.95254468 GALAT 12 199.852208 16.65435

TOTAL 19 343.171

Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah

Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)

F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01) Lampiran 12. Analisis Ragam % Energi Urin

SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01

PERLK 4 0.413 0.10325 2.772905 3.259167 5.41195143 KLP 3 0.03382593 0.011275 0.302813 3.490295 5.95254468 GALAT 12 0.44682313 0.037235

TOTAL 19 0.894

Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah

Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)


(6)

42 Lampiran 13. Analisis Ragam Energi Metan (E.metan)

SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01

PERLK 4 688.864 172.216 1.044099 3.259167 5.41195143 KLP 3 1447.83669 482.6122 2.925947 3.490295 5.95254468 GALAT 12 1979.30676 164.9422

TOTAL 19 4116.00756

Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah

Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)

F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01) Lampiran 14. Analisis Ragam Energi Termetabolis (EM)

SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01

PERLK 4 103262.063 25815.52 0.175493 3.259167 5.41195143 KLP 3 47602.5996 15867.53 0.107867 3.490295 5.95254468 GALAT 12 1765232.02 147102.7

TOTAL 19 1916096.68

Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah

Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)

F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01) Lampiran 15. Analisis Ragam % Energi Termetabolis

SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01

PERLK 4 111.604 27.90108 2.727039 3.259167 5.41195143 KLP 3 104.496394 34.83213 3.404476 3.490295 5.95254468 GALAT 12 122.775298 10.23127

TOTAL 19 338.876032

Keterangan: db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah

Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)