Detection and Cloning of α-Glucosidase Inhibitor Gene of Streptomyces sp. BWA 65 and Its Potential as an Anti Hyperglycemic in Mice (Mus musculus)
DETEKSI DAN KLONING GEN INHIBITOR αGLUKOSIDASE Streptomyces sp. BWA 65 SERTA
POTENSINYA SEBAGAI ANTI HIPERGLIKEMIK PADA
MENCIT (Mus musculus)
YESSY VELINA
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Deteksi dan
Kloning Gen Inhibitor α-Glukosidase Streptomyces sp. BWA 65 serta Potensinya
sebagai Anti Hiperglikemik pada Mencit (Mus musculus)” merupakan gagasan
dan karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis
ini.
Bogor,
Agustus 2012
Yessy Velina
G351100051
ABSTRACT
YESSY VELINA. Detection and Cloning of α-Glucosidase Inhibitor Gene of
Streptomyces sp. BWA 65 and Its Potential as an Anti Hyperglycemic in Mice
(Mus musculus). Supervised by YULIN LESTARI and MIN RAHMINIWATI.
Diabetes mellitus is a metabolic disorder characterized by the presence of
hyperglycemia due to defective insulin secretion, defective insulin action or both.
One therapeutic approach for treating diabetes is to decrease the post-prandial
hyperglycemia. This is done by preventing the absorption of glucose through the
inhibition of the carbohydrate-hydrolysing enzymes α-glucosidase and α-amylase
in the digestive tract. Actinomycetes have been known as source of
commercialized acarbose, an α-glucosidase inhibitor. Acarbose is keto analog
moieties of the C7N aminocyclitols. Sedoheptulose 7-phosphate is converted into
2-epi-5-epi-valiolone via the activity of sedoheptulose 7-phosphate cyclase, at the
first step of the biosynthesis of C7N aminocyclitol. This research aimed to detect
and clone sedoheptulose 7-phosphate cyclase gene and to investigate the
capability of crude α-glucosidase extract from Streptomyces sp. BWA 65 in
lowering blood glucose levels in mice. Detection of sedoheptulose 7-phosphate
cyclase gene was done by using Polymerase Chain Reaction (PCR) with designed
primers C7N aminocyclitol. The primer used was designed on the basis of the
known sequence of sedoheptulose 7-phosphate cyclase (acbC) from that of
Actinoplanes sp. SE50/100 which was then cloned by T-Vector pMD20. The in
vivo experiment was conducted by using thirty mice, by the oral glucose tolerance
test (OGTT) and induction of streptozotocin diabetes methods. The result showed
that there was similarity of nucleotide series sedoheptulose 7-phosphate cyclase of
Streptomyces sp. BWA 65 wich have 100 % sequence similiarity with DNA
fragment of sedoheptulose 7-phosphate cyclase Actinoplanes sp. complete
acarbose (acb) gene cluster, strain SE50/110, accses number Y18523.4 reported in
the GenBank analysis through Blast Program. The result indicated that the
designed primer was able to amplify the sedoheptulose 7-phosphate cyclase
acarbose although the accomplishment in amplifying the gene was still up to 300
bp. The result for in vivo experiment by oral glucose tolerance test (OGTT)
showed that α-glucosidase extract from Streptomyces sp. BWA 65 had potency
about 75 percent in decreasing blood glucose levels postprandial compare to
acarbose and for induction of streptozotocin diabetes showed that α-glucosidase
extract from Streptomyces sp. BWA 65 had an effect in decreasing blood glucose
levels diabetic mice hyperglycemia better than the acarbose concentration
examined. The in vivo experiment indicated that α-glucosidase inhibitor from
Streptomyces sp. BWA 65 had potential as antidiabetic in mice.
Keywords: Diabetes mellitus, Streptomyces sp. BWA 65, inhibitor α-glucosidase
sedoheptulose 7-phosphate cyclase, kadar glukosa darah, mencit.
RINGKASAN
YESSY VELINA. Deteksi dan Kloning Gen Inhibitor α-Glukosidase
Streptomyces sp. BWA 65 serta Potensinya sebagai Anti Hiperglikemik pada
Mencit (Mus musculus). Dibimbing oleh YULIN LESTARI dan MIN
RAHMINIWATI.
Diabetes melitus (DM) menjadi masalah penting dunia dengan jumlah
penderita yang terus meningkat, termasuk di Indonesia. Badan Kesehatan Dunia
(WHO) memprediksi bahwa jumlah penderita diabetes di dunia akan meningkat
dari 171 juta di tahun 2000 menjadi 366 juta di tahun 2030. DM adalah penyakit
yang terkait dengan gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia
akibat tidak ada sekresi insulin dari sel beta pankreas dan akibat dari resistensi
reseptor terhadap insulin. Salah satu cara pengobatan DM adalah dengan
menurunkan kadar glukosa darah setelah makan. Hal ini dapat dilakukan dengan
menghindari penyerapan glukosa dengan cara menghambat enzim penghidrolisis
karbohidrat yaitu enzim α-glukosidase. Aktinomiset diketahui dapat menghambat
aktivitas enzim α-glukosidase dengan menghasilkan inhibitor α-glukosidase
berupa acarbose. Inhibitor α-glukosidase acarbose berasal dari produk alami
mikrob yang dihasilkan oleh Actinoplanes sp. SE50/100 dari produk C7N
aminocyclitol. Sedoheptulosa 7-fosfat akan diubah menjadi 2-epi-5-epi valiolone
oleh enzim sedoheptulosa 7-fosfat siklase pada langkah awal biosintesis C7N
aminocyclitol.
Penelitian ini bertujuan mendeteksi gen sedoheptulosa 7-fosfat siklase dan
mengkaji kemampuan senyawa bioaktif inhibitor α-glukosidase yang dihasilkan
oleh Streptomyces sp. BWA 65 dalam menurunkan kadar glukosa darah mencit
secara in vivo. Deteksi gen dilakukan dengan menggunakan Polymerase Chain
Reaction (PCR) dengan primer didesain berdasarkan susunan sekuen
sedoheptulose 7-fosfat siklase (acbC) yang telah diketahui pada Actinoplanes sp.
SE50/100. Hasil produk PCR kemudian diklon ke dalam vektor plasmid pMD20.
Pengujian aktivitas antihiperglikemik in vivo dilakukan menggunakan 30 mencit
yang dibagi ke dalam 5 kelompok perlakuan, yaitu kelompok 1 sebagai kontrol
positif diberikan acarbose, kelompok 2 sebagai kontrol negatif yang diberi
akuades, dan kelompok 3 sampai dengan 5 diberi diberikan 3 dosis perlakuan
ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 masing-masing 0.036 mg/30 g BB
(P1), 0.36 mg/30 g BB (P2), 3.6 mg/30 g BB (P3).
Hasil amplifikasi dengan PCR yang telah didesain untuk mendeteksi gen
sedoheptulosa 7-fosfat siklase pada Streptomyces sp. BWA 65 menghasilkan pita
spesifik dan ukuran fragmen DNA sekitar 300 bp. Sekuen nukleotida gen
sedoheptulosa 7-fosfat siklase Streptomyces sp. BWA 65 menunjukkan kemiripan
identitas 100 % dengan gen acbC di Actinoplanes sp. SE50/110 complete
acarbose (acb) gene cluster, strain SE50/110 dengan nomor akses Y18523.4 yang
terdapat di pusat data GenBank.
Hasil uji in vivo menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat Streptomyces sp.
BWA 65 dapat menurunkan kadar glukosa darah mencit postprandial
hiperglikemik. Tes toleransi glukosa oral (TTGO) menunjukkan bahwa perlakuan
berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95% dengan penurunan Area Under Curve
(AUC) tertinggi terjadi pada P3 sebesar 24.71%. Hal ini menunjukkan bahwa
ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 memiliki kemampuan sebagai
inhibitor α-glukosidase dan mampu menekan kenaikan kadar glukosa darah
sesaat. Aktivitas antihiperglikemik dengan induksi streptozotosin, menunjukkan
bahwa perlakuan berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%. Ekstrak etil asetat
Streptomyces sp. BWA 65 memiliki kemampuan menurunkan kadar glukosa
hiperglikemik dengan penurunan kadar glukosa darah tertinggi terjadi pada P1
sebesar 26%. Hasil uji in vivo menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat
Streptomyces sp. BWA 65 berpotensi sebagai antidiabetes pada mencit.
Kata kunci:
Diabetes mellitus, Streptomyces sp. BWA 65, inhibitor αglukosidase, sedoheptulose 7-fosfat siklase, kadar glukosa darah,
mencit.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2012
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tesis tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar atau Institut
Pertanian Bogor
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
tulisan dalam bentuk apapun tanpa ijin Institut Pertanian Bogor.
DETEKSI DAN KLONING GEN INHIBITOR αGLUKOSIDASE Streptomyces sp. BWA 65 SERTA
POTENSINYA SEBAGAI ANTI HIPERGLIKEMIK PADA
MENCIT (Mus musculus)
YESSY VELINA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Mayor Mikrobiologi
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Judul
Nama
NRP
: Deteksi dan Kloning Gen Inhibitor α-Glukosidase Streptomyces sp.
BWA 65 serta Potensinya sebagai Anti Hiperglikemik pada Mencit
(Mus musculus)
: Yessy Velina
: G351100051
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Yulin Lestari
Ketua
drh. Min Rahminiwati, Ph.D.
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Mikrobiologi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Gayuh Rahayu
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
Tanggal Ujian : 31 Agustus 2012
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penelitian dan penulisan tesis ini berhasil diselesaikan.
Penelitian ini berjudul “Deteksi dan Kloning Gen Inhibitor α-Glukosidase
Streptomyces sp. BWA 65 serta Potensinya sebagai Anti Hiperglikemik pada
Mencit (Mus musculus) ” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Magister Sains pada program studi Mikrobiologi, Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Selama menjalani perkuliahan hingga terselesaikannya tesis ini, penulis
banyak mendapat bantuan moral maupun material dari berbagai pihak. Oleh
karena itu dengan segala ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih
kepada Dr. Ir. Yulin Lestari dan drh. Min Rahminiwati, Ph.D. selaku pembimbing
atas kesabarannya dalam memberikan saran, bimbingan, dukungan, serta
kesempatan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. drh. Fachriyan Hasmi
Pasaribu atas kesediaannya sebagai penguji luar komisi yang telah memberikan
saran dan bimbingan dalam penyempurnaan penulisan tesis ini. Terima kasih juga
penulis sampaikan kepada Dr. Ence Darmo Supena atas kesediaannya sebagai
penguji mutu lulusan program studi Mikrobiologi Pascasarjana IPB.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Profesor Masafumi Yohda
dan Profesor Masafumi Odaka yang telah memberikan fasilitas dan bimbingan
sebagian dari penelitian ini di Laboratory for Biomolecules and Proteomes, Tokyo
University of Agriculture and Technology (TUAT) Japan, serta terima kasih
penulis sampaikan kepada Profesor Wuled
Lenggoro sebagai penyelenggara
program Short Stay / Short Visit for Indonesia Student (SSSV) yang berperan
sebagai penjamin selama penulis berada di Jepang. Dukungan dana untuk
keberangkatan penulis ke Jepang juga di berikan oleh program Indonesia
Managing Higher Education Relevance and Efficiency (IMHERE) B2c IPB.
Terima kasih penulis ucapkan kepada program Hibah Pasca Sarjana, DP2M
DIKTI atas nama Dr. Ir. Yulin Lestari yang telah membiayai penelitian ini.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda dan Ibunda
tercinta, Ayuk Yona dan kak Ligo, kak Elvan dan Ayuk Iin, kak Elwan dan Ayuk
Linda dan Yolinda serta segenap keluarga atas dukungan, kepercayaan, kesabaran
dan doa demi keberhasilan penulis.
Terima kasih kepada teman-teman program studi Mikrobiologi khususnya
angkatan 2010 yaitu mbak Ike, kak Erwin, Vivi, teh Ukit, kak Sipri, bang Saiful,
mbak Yunita, atas kerjasama dan persahabatan yang telah terjalin selama ini.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada laskar Yulin Lestari yaitu Annisa,
mbak Dyah, mbak Eka, Sari, Putri, Pak Puji, dan juga untuk seorang teman Tomi
Ramadona terima kasih atas masukan dan doa selama penulis berada di kota
Bogor. Teman-teman seperjuangan di Laboratorium Mikrobiologi berikut seluruh
teknisi atas bantuan dan perhatian serta kerjasama yang baik.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Neng Risma Liana,
dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) yang telah memberikan masukan dalam
penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf
pengajar di Program Studi Mayor Mikrobiologi, Sekolah Pascasarjana IPB atas
segala ilmu yang telah diberikan. Seluruh Staf administrasi atas bantuannya
selama penulis menjalankan tugas belajar di IPB. Serta semua pihak yang tidak
dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan kepada
penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, semoga amal baik yang telah
diberikan mendapatkan pahala dari Allah SWT.
Semoga hasil penelitian ini bermanfaat serta dapat memberikan informasi
untuk kepentingan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan kesejahteraan
manusia.
Bogor,
Agustus 2012
Yessy Velina
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Palembang, Propinsi Sumatera Selatan pada
tanggal 1 Februari 1987 sebagai anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan
Bapak Muhammad Jasin Liamid dan Ibu Lenawati. Tahun 2004 penulis lulus dari
SMA Negeri 1 Palembang dan pada tahun yang sama melanjutkan studi di
Jurusan pendidikan Biologi Universitas Sriwijaya (UNSRI) dan lulus pada tahun
2009. Pada tahun 2010, penulis melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor (IPB). Sebagian dari penelitian ini dilakukan di Laboratory for
Biomolecules and Proteomes, Department of Biotechnology and Life Science
Tokyo University of Agriculture and Technology (TUAT), Japan, dibawah
bimbingan Profesor Masafumi Yohda dan Profesor Masafumi Odaka selama
Desember 2011 hingga Maret 2012.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xvi
PENDAHULUAN
Latar Belakang .......................................................................................
Permasalahan .........................................................................................
Hipotesis............ ....................................................................................
TujuanPenelitian ....................................................................................
Manfaat Penelitian .................................................................................
1
3
4
4
4
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Obat ....................................................................................... 5
Brotowali........ ....................................................................................... 6
Mikrob Endofit...................................................................................... 7
Aktinomiset ......................................................................................... 9
Diabetes Mellitus .................................................................................. 10
Pencernaan dan Absorbsi Karbohidrat .................................................. 11
Pengobatan Diabetes Mellitus............................................................... 11
Mikrob Penghasil Inhibitor α-Glukosidase ............................................ .13
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat................................................................................. 15
Bahan..................................................................................................... 15
Alat......................................................................................................... 15
Peremajaan Streptomyces sp. BWA 65.................................................. 15
Penentuan Aktivitas Inhibitor α-Glukosidase........................................ 16
Ketahanan Aktivitas Inhibitor α-Glukosidase terhadap Asam………... 17
Deteksi Gen Sedoheptulosa 7-fosfat Siklase
Streptomyces sp. BWA 65………..…………………………………... 17
Purifikasi DNA……………………………………………….………. 18
Kloning DNA dengan T-Vektor pMD20…………………………….. 18
Transformasi ......................................................................................... 18
Polymerase Chain Reaction (PCR) Koloni .......................................... 19
Pemotongan dengan Enzim Restriksi .................................................. 20
Sekuensing DNA .................................................................................. 20
Uji Kemampuan Ekstrak Etil Asetat Streptomyces sp. BWA 65
Dalam Menurunkan Kadar Glukosa Darah Mencit (In vivo)................ 21
Penentuan Dosis Ekstrak Isolat Terpilih................................................ 22
Aktivitas Antihiperglikemik Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)…... 22
Aktivitas Antihiperglikemik dengan Induksi Streptozotosin................ 22
Analisis Data.......................................................................................... 23
HASIL
Aktivitas Inhibitor α-Glukosidase Streptomyces sp. BWA 65..….…... 25
Aktivitas Inhibitor α-Glukosidase pada Kondisi Asam………………. 25
Amplifikasi gen Sedoheptulosa 7-fosfat Siklase………….………….. 26
Kloning Fragmen Gen Sedoheptulosa 7-fosfat Siklase………………. 26
Analisis Fragmen Gen Sedoheptulosa 7-fosfat Siklase
Acarbose dengan Database di GenBank………..…………………….. 28
Aktivitas Antihiperglikemik Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) ..... 28
Aktivitas Antihiperglikemik dengan Induksi Streptozotosin................ 29
PEMBAHASAN.. ........................................................................................ 31
SIMPULAN DAN SARAN......................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 37
LAMPIRAN................................................................................................. 45
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Struktur acarbose..................................................................................... 13
2 Aktivitas inhibisi α-glukosidase ekstrak etil asetat
Streptomyces sp.BWA 65…...………………………………………..... 25
3 Perbandingan aktivitas inhibisi α-glukosidase ekstrak etil asetat
Streptomyces sp. BWA 65 pada pH 8 dan pH 4…………….….….….. 25
4 Amplifikasi gen sedoheptulosa 7-fosfat siklase 300 bp
pada lajur 1………………………………………………………..…… 26
5 Seleksi transforman koloni putih E. coli DH5α...................................... 26
6 Koloni PCR............................................................................................. 27
7 Verifikasi DNA Sisipan........................................................................... 27
8 Kadar glukosa darah normal dan hiperglikemik serta
acarbose yang mendapat ekstrak etil asetat Streptomyces sp.BWA 65
( 1, 10 dan 100 kali berturut-turut)………………………………….…. 28
9 Perubahan kadar glukosa darah mencit diabetes
Selama 15 hari percobaan……………………………………………… 30
10 Perubahan kadar glukosa darah mencit setelah di induksi
dengan streptozotosin pada hari ke 0 dan hari ke 15 percobaan………. 30
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Sistem reaksi enzim untuk satu sampel dengan volume total 1 m ........... 17
2 Pereaksi untuk ligasi menggunakan T-Vektor PMD20 ........................... 18
3 Komposisi enzim restriksi ........................................................................ 20
4 Reaksi PCR untuk siklus sekuensing menggunakan ABI BigDye
Terminator................................................................................................ 20
5 Hasil kemiripan sekuen nukleotida gen Sedoheptulosa
7-fosfat siklase acarbose pada program BLAST ..................................... 28
6 Pengaruh pemberian ekstrak etil asetat Streptomyces sp.
BWA 65 terhadap kadar glukosa darah mencit selama 180
menit perlakuan ....................................................................................... 29
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Perhitungan dosis ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65
yang dicekok berdasarkan uji aktivitas inhibitor αglukosidase………………………………………………………………... 45
2 Dosis acarbose yang dicekok ke hewan coba mencit berdasarkan
bobot badan………………………………………………………..……. ... 46
3 Analisis statistika aktivitas antihiperglikemik tes toleransi
glukosa oral (TTGO)……………………………………………………… 47
4 Hasil analisis statistika aktivitas antihiperglikemik ekstrak etil asetat
pada mencit penderita diabetes yang diinduksi dengan
streptozotosin……………… ....................................................................... 48
5 Hasil penjajaran melalui BLASTN sekuen 300 bp yang teramplifikasi
gen Sedoheptulosa 7-fosfat siklase pada Streptomyces sp. BWA 65 ........... 49
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit kronis seperti diabetes, menjadi masalah dunia yang jumlah
penderitanya terus meningkat, termasuk di Indonesia. Badan Kesehatan Dunia
(WHO) memprediksi bahwa jumlah penderita diabetes di dunia akan meningkat
dari 171 juta di tahun 2000 menjadi 366 juta di tahun 2030 (Wild et al. 2004).
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit yang terkait dengan gangguan
metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia akibat dari tidak adanya sekresi
insulin dari sel beta pankreas dan akibat dari resistensi reseptor terhadap insulin.
Penyakit DM terbagi atas DM tipe 1 yang disebabkan kerusakan sel beta pankreas
dan DM tipe 2 yang disebabkan oleh defisiensi insulin (CDA 2008).
Salah satu terapi dalam pengobatan diabetes yang dapat diterapkan adalah
dengan menurunkan kadar glukosa darah setelah makan. Hal ini dilakukan dengan
cara memperlambat penyerapan glukosa melalui penghambatan pemecahan
karbohidrat oleh α-glukosidase dan α-amilase dalam saluran pencernaan. Obatobat kimia yang digunakan untuk mengobati DM tipe 2 yaitu golongan
sulfonylurea, biguanida, inhibitor α-glukosidase, thiazolidinediones dapat
menurunkan kadar gula darah dengan mekanisme yang berbeda. Salah satu
mekanisme kerja obat tersebut diatas adalah sebagai inhibitor α-glukosidase
seperti acarbose, miglitol dan voglibose yang digunakan untuk menunda
penyerapan glukosa di usus halus sehingga terjadi penurunan kadar glukosa
setelah makan. Obat-obat ini sering digunakan untuk mengobati pasien penderita
DM tipe 2 (Laar et al. 2005, Hanefeld et al. 2008). Akan tetapi obat tersebut
dapat memiliki efek samping seperti hipoglikemia, menimbulkan keracunan asam
laktat dan gangguan pencernaan
(Li et al. 2004).
Acarbose adalah
pseudooligosakarida yang berperan sebagai kompetitor α-glukosidase karena
hampir tidak dicerna dan tidak bersifat racun (Wehmeier & Piepersberg 2004,
Laube 2002).
Indonesia dengan keanekaragaman hayatinya memiliki potensi besar untuk
mengembangkan obat herbal (Radji 2005). Penggunaan obat herbal secara umum
dinilai lebih aman dari pada penggunaan obat modern. Hal ini disebabkan karena
2
obat herbal diakui memiliki efek samping yang relatif lebih kecil dibandingkan
dengan obat modern (Sari 2006). Tanaman obat antidiabetes yang telah lama
digunakan masyarakat antara lain brotowali (Tinospora cordifolia W), pare
(Momordica charantia L) dan mimba (Azardirachta indica ) (Jung et al. 2006).
Lebih
lanjut
telah
diketahui
bahwa
ekstrak
brotowali
memiliki
efek
antihiperglikemik (Noor & Aschrof 1998).
Mikrob endofit adalah mikrob yang hidup di dalam jaringan tanaman pada
periode tertentu dan mampu hidup dengan membentuk koloni dalam jaringan
tanaman tanpa membahayakan inangnya. Mikrob endofit menghasilkan senyawa
bioaktif yang dapat berfungsi sebagai antioksidan, antibiotik, antivirus,
antikanker, bioinsektisida, imunosupresif, serta antidiabetik (Strobel & Daisy
2003). Beberapa mikrob endofit mampu menghasilkan senyawa fitokimia atau
metabolit sekunder sama dengan tanaman inangnya. Kemampuan mikrob dalam
memproduksi metabolit yang identik tersebut diduga akibat dari transfer genetik
(genetic recombination) dalam kurun waktu evolusi dari tanaman inang ke dalam
mikrob endofit (Tan & Zou 2001).
Berbagai jenis endofit telah berhasil diisolasi dari tanaman inangnya
seperti Colletotrichum sp. diisolasi dari tanaman Artemisia annua. Mikrob ini
menghasilkan metabolit artemisinin yang sangat potensial sebagai anti malaria
(Lu et al. 2000). Metabolit paclitaxel dan derivatnya merupakan senyawa
diterpenoid berkhasiat sebagai antikanker yang diekstrak dari tanaman Taxus.
Paclitaxel ternyata juga dapat dihasilkan oleh mikrob endofit dari tanaman
inangnya (Strobel et al. 2002). Jenis mikrob endofit lain yang diisolasi dari
tanaman Grevillea pteridifolia juga mampu menghasilkan metabolit kakadumycin
yang berkhasiat sebagai anti malaria (Castillo et al. 2003). Geotrichum sp. yang
diisolasi dari Crassocephalum crepidioides menghasilkan senyawa metabolit
sekunder dihydroisocoumarin yang memiliki potensi antimalaria, antituberkulosis
dan antifungal (Kongsaeree et al. 2003). Cytonaema sp. dapat menghasilkan
metabolit cytonic acid A dan B, yang struktur molekulnya merupakan isomer ptridepside, berhasiat sebagai anti virus. Cytonic acid A dan B ini merupakan
protease inhibitor dan dapat menghambat pertumbuhan cytomegalovirus manusia
(Guo et al. 2000). Streptomyces griseorubiginosus yang di isolasi dari tanaman
Musa acuminata menghasilkan metabolit sekunder yang mampu melawan
Fusarium oxysporum sp. Cubense (Cao et al. 2004).
Aktinomiset diketahui sebagai mikrob utama penghasil metabolit sekunder
dengan beragam fungsi seperti antibiotik, anti tumor, anti virus, anti fungi yang
bermanfaat dibidang kesehatan (Dehnad et al. 2010, Hyun et al. 2005). Anggota
aktinomiset yang dapat menghasilkan inhibitor α-glukosidase acarbose adalah
Actinoplanes sp. SE50/110 yang sudah dikomersialkan dalam bentuk produk
glucobay oleh perusahaan Bayer (Zhang et al. 2003b), Micromonospora sp.
VITSDK3 (EU55138) (Suthindiran et al. 2009), Actinoplanes sp. A56 (Wei et al.
2010), Actinoplanes sp. CKD485-16 (Choi & Shin
2003) dan Streptomyces
glaucescens (Rockser & Wehmeier 2008).
Brotowali merupakan tanaman obat yang secara turun temurun digunakan
sebagai obat antidiabetes. Tanaman obat ini ternyata mengandung aktinomiset
endofit.
Pujiyanto (2012) melakukan penapisan kemampuan inhibitor
-
glukosidase terhadap 32 isolat aktinomiset endofit brotowali dan mendapatkan
bahwa Streptomyces sp. BWA 65 memiiki kemampuan tertinggi. Namun
demikian, sejauh ini kajian tentang gen penghasil inhibitor
-glukosidase
Streptomyces sp. BWA 65 yaitu Sedoheptulosa 7-fosfat siklase belum diketahui.
Pengaruh ekstrak Streptomyces sp. BWA 65 yang mengandung senyawa inhibitor
-glukosidase dalam menurunkan kadar glukosa darah secara in vivo juga belum
diketahui.
Langkah
penting
tersebut
diperlukan
untuk
pengembangan
kemampuannya sebagai inhibitor -glukosidase.
Permasalahan
Berdasarkan fakta bahwa penderita diabetes di Indonesia terus meningkat,
sedangkan Indonesia memiliki kekayaaan dan keragaman aktinomiset yang tinggi.
Aktinomiset diketahui merupakan penghasil utama metabolit sekunder dengan
beragam fungsi penting di bidang kesehatan diantaranya sebagai obat antidiabetes.
Penelitian sebelumnya telah berhasil memperoleh Streptomyces sp. BWA 65
endofit brotowali yang memiliki aktivitas inhibitor α-glukosidase. Namun
demikian, gen yang memproduksi inhibitor -glukosidase oleh Streptomyces sp.
BWA 65 belum diketahui. Gen Sedoheptulosa 7-fosfat siklase diketahui
4
bertanggung jawab sebagai penghasil inhibitor
-glukosidase acarbose. Namun,
belum diketahui apakah gen tersebut juga dimiliki oleh Streptomyces sp. BWA
65.
Streptomyces sp. BWA 65 telah diketahui memiliki aktivitas inhibitor glukosidase berdasarkan uji in vitro. Akan tetapi aktivitas inhibitor -glukosidase
Streptomyces sp. BWA 65 dalam menurunkan kadar glukosa darah secara in vivo
belum diketahui.
Hipotesis
Streptomyces sp. BWA 65 memiliki gen Sedoheptulosa 7-fosfat siklase
acarbose dan pada konsentrasi tertentu, senyawa inhibitor
-glukosidase yang
dihasilkannya dapat menurunkan kadar glukosa darah mencit.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi gen Sedoheptulosa 7-fosfat
siklase dan mengkaji kemampuan senyawa bioaktif inhibitor α-glukosidase yang
dihasilkan oleh Streptomyces sp. BWA 65 dalam menurunkan kadar glukosa
darah mencit secara in vivo.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti ilmiah bahwa
Streptomyces sp. BWA 65 endofit brotowali memiliki gen penghasil inhibitor αglukosidase penurun kadar glukosa darah pada hewan coba mencit. Informasi
ilmiah yang diperoleh dari hasil penelitian ini bermanfaat sebagai dasar
pengembangan obat antidiabetes berbasis metabolit sekunder yang dihasilkan
Streptomyces sp. BWA 65 sebagai inhibitor α-glukosidase.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Obat
Tanaman obat merupakan penghasil metabolit sekunder yang dapat
berfungsi sebagai bahan baku obat untuk beragam penyakit termasuk diabetes
(Radji 2005). Metabolit sekunder asal tanaman obat yang berpotensi sebagai
antidiabetes dapat dikelompokkan berdasarkan struktur kimia yaitu alkaloid,
terpenoid, flavonoid, dan fenol (Jung et al. 2006). Menurut Li et al. (2004)
metabolit sekunder yang dikembangkan sebagai obat herbal baru untuk
pengobatan diabetes di Cina termasuk ke dalam golongan polisakarida, terpenoid,
flavonoid, sterol, dan alkaloid.
Grover et al. (2002) mengidentifikasi setidaknya ada 45 jenis tanaman
obat tradisional Asia India berupa produk murni dan ekstrak kasar yang efektif
dalam mengobati diabetes dan komplikasinya. Tanaman tersebut diantaranya
adalah Ayurveda, Allium cepa, Allium sativum, Cajanus cajan, Coccinia indica,
Caesalpinia bonducella, Eugen jambolana, Ficus bengalenesis, Gymnema
sylvestre, Momordica charantia, Murraya koeingii, Ocimum sanctum syn.Tenuit,
Pterocarpus marsupium, Swertia chirayita, Syzigium cumini, Tinospora
cordifolia, Trigonella dan Azardirachta indica .
Tanaman obat yang berpotensi sebagai antidiabetes mempunyai beragam
mekanisme kerja. Beberapa mekanisme tanaman obat dalam menurunkan kadar
glukosa darah yang telah teridentifikasi diantaranya adalah merangsang sel pulau
langerhans pankreas untuk melepaskan insulin, menghambat kerja enzim yang
dapat meningkatkan kadar glukosa darah, meningkatkan jumlah dan kepekaan
situs reseptor insulin terhadap insulin, mengurangi pengeluaran glikogen,
meningkatkan penggunaan glukosa pada jaringan dan organ, membersihkan
radikal bebas, menghambat peroksidasi lipid dan memperbaiki gangguan
metabolisme lipid dan protein (Li et al. 2004). Terpenoid dan polifenol dari
tanaman berpotensi sebagai antidiabetes dalam menurunkan kadar glukosa darah
menurut Jung et al. (2006) terjadi melalui mekanisme penghambatan terhadap
kerja alfa glukosidase dan aldose reduktase.
6
Brotowali (Tinospora crispa)
Tanaman brotowali merupakan tanaman yang mudah tumbuh dan banyak
ditemukan di Indonesia. Brotowali merupakan tanaman indigenus yang tumbuh di
Malaysia dan dikenal dengan nama daerah sebagai akar parawali, atau akar
seruntum. Sebagai obat herbal brotowali sering dipakai sebagai salah satu bahan
ramuan jamu. Dalam pengobatan tradisional Malayasia dan Thailand, brotowali
banyak digunakan untuk mengobati penyakit seperti demam, sakit kuning,
hiperglikemia, luka, cacingan dan infeksi kulit. Selain itu, brotowali juga
digunakan untuk mengobati sakit gigi dan sakit perut, batuk, asma dan radang
selaput dada (Noor & Ashcroft 1989). Rebusan sebuah batang brotowali dalam
pengobatan tradisional Thailand digunakan sebagai antipiretik untuk mengobati
radang internal, mengurangi rasa haus, meningkatkan nafsu makan, pendinginan
suhu tubuh dan untuk menjaga kesehatan. Di Indonesia, brotowali digunakan
untuk mengobati diabetes, hipertensi, dan lumbago (Dweck & Cavin 2006).
Brotowali dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan cara
menghambat penyerapan glukosa diusus halus dan meningkatkan kadar insulin
plasma melalui perbaikan kerja pankreas yaitu dengan menstimulasi pelepasan
insulin melalui modulasi konsentrasi Ca2+ pada sel beta pankreas, sehingga
ekstrak brotowali dapat digunakan dalam terapi DM tipe 2 (Noor & Ashcrof 1998,
Sriyapai et al. 2009). Tanaman brotowali dapat mengurangi kadar glukosa plasma
sebanyak 7.45% selama 40 hari pada tikus yang diinduksi dengan streptozotosin
(Grover et al. 2003).
Ciri-ciri dari tanaman brotowali yaitu liana, membelit dengan batang dan
ranting, batang sukulen dan berbenjol-benjol, daun tunggal, tanpa stipula, tulang
daun menjari, fitotaksis tersebar, bunga uniseksual, trimeros, aksiler atau
cauliflorous, buah batu, tipe daun dorsiventral, stomata anomositik, berkas
pembuluh kolateral terbuka, pada bagian korteks batang terdapat lengkungan
sklerenkim. Kandungan kimia brotowali terdiri atas amilum, pikroretin,
pikroretosida, alkaloida, saponin, tanin (Santa et al. 1998).
Menurut Santa et al. (1998) klasifikasi tanaman brotowali (Tinospora
crispa (L) Miers):
Kingdom
: Plantae
Subkingdom : Spermatohpyta
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliophyta
Sub kelas
: Magnoliidae
Ordo
: Rununculales
Famili
: Menispermaceae
Genus
: Tinospora
Spesies
: Tinospora crispa (L) Miers Ex. Hoox-f & Thomas
Mikrob Endofit
Mikrob endofit adalah mikrob yang hidup di dalam jaringan tanaman pada
periode tertentu. Mikrob ini mampu hidup dengan membentuk koloni dalam
jaringan tanaman tanpa membahayakan inangnya. Mikrob endofit menghasilkan
senyawa bioaktif yang berfungsi sebagai antioksidan, antibiotik, antivirus,
antikanker, bioinsektisida, imunosupresif, serta antidiabetik (Strobel & Daisy
2003). Beberapa mikrob endofit diketahui mampu menghasilkan metabolit
sekunder atau senyawa fitokimia sama dengan tanaman inangnya. Hal ini diduga
terbentuk akibat adanya transfer genetik (genetic recombination) dalam kurun
waktu evolusi tertentu dari tanaman inangnya ke dalam mikrob endofit (Tan &
Zou 2001). Beragam mikrob endofit yang telah berhasil diisolasi dari tanaman
inangnya (Strobel & Daisy 2003, Hasegawa et al. 2006) dideskripsikan sebagai
berikut:
1.
Mikrob endofit penghasil antibiotik
Fusarium sp. endofit tanaman Sellaginella pallescens memiliki potensi
sebagai antifungi terhadap Candida albicans (Brady & Jon 2000). Colletotrichum
gleosporioides endofit tanaman Artemisia mongolica menghasilkan senyawa
metabolit sekunder asam Colletrotic yang dapat menghambat pertumbuhan
Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, dan Sarcina lutea (Zou et al. 2000).
Colletotrichum sp. endofit tanaman Artemisia annua memproduksi senyawa
8
antimikrob (Lu et al. 2000). Streptomyces NRRL 30566 endofit Grevilea
pteridifolia menghasilkan antibiotik kakadumycins dan munumbicin D yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif serta berkhasiat sebagai obat anti
malaria (Castillo et al. 2003). Streptomyces sp. UK 06 yang diisolasi dari tanaman
Thottea grandifora mampu menghambat bakteri Gram positif dan cendawan
Fusarium solani (Ghadin et al. 2008).
2.
Mikrob endofit penghasil antivirus
Cendawan endofit Cytonaema sp. dapat menghasilkan metabolit cytonic acid
A dan B, yang struktur molekulnya merupakan isomer p-tridepside, berhasiat
sebagai anti virus. Cytonic acid A dan B ini merupakan protease inhibitor dan
dapat menghambat pertumbuhan cytomegalovirus manusia (Guo et al. 2003).
3.
Mikrob endofit penghasil senyawa antikanker
Mikrob endofit dalam tanaman Taxus menghasilkan senyawa diterpenoid
Paclitaxel dan derivatnya yang berkhasiat sebagai antikanker (Strobel et al. 2002).
4.
Mikrob endofit penghasil zat anti malaria
Streptomyces NRRL 30566 endofit Grevilea pteridifolia menghasilkan
senyawa metabolit kakadumycins berkhasiat sebagai obat anti malaria (Castillo et
al. 2003). Geotrichum sp. yang diisolasi dari Crassocephalum crepidioides
menghasilkan senyawa metabolit sekunder dihydroisocoumarin yang memiliki
potensi antimalaria, antituberkulosis dan antifungal (Kongsaeree et al. 2003).
5.
Mikrob endofit penghasil zat antioksidan
Endofit Paecilomyces sp. WSF-12 yang diisolasi dari tanaman Withania
somnifera menghasilkan metabolit sekunder yang berfungsi sebagai antioksidan
(Madki et al. 2010).
Pestalotiopsis microspora yang diisolasi dari tanaman
Terminalia morobensis yang tumbuh di Papua New Guinea, menghasilkan
komponen pestacin dan isopestasin. Pestacin memiliki potensi sebagai antioksidan
yang melebihi vitamin E (Harper et al. 2003). Tubuh buah dari Xylaria sp. YX28 yang diisolasi dari tanaman Gingko biloba memiliki potensi sebagai
antioksidan alami (Liu et al. 2007).
6. Mikrob Endofit penghasil senyawa antidiabetes
Endofit Pseudomassaria sp menghasilkan metabolit sekunder yang bekerja
seperti insulin. Metabolit sekunder ini dapat mengaktifkan reseptor insulin-like
growth factor I (IGFI) dan reseptor tirosin kinase sehingga dapat menurunkan
kadar glukosa darah pada tikus diabetes (Zhang et al. 1999). Streptomyces
glaucescens menghasilkan senyawa metabolit sekunder mirip dengan acarbose
berfungsi sebagai inhibitor α-glukosidase yang dapat menurunkan kadar gukosa
darah (Rockser & Wehemeier 2008).
Aktinomiset
Aktinomiset termasuk kelompok bakteri Gram positif yang mempunyai
kandungan Guanine-Cytosine (GC) tinggi (high GC Gram positive bacteria)
antara 63–78% (Madigan et al. 2006). Aktinomiset dikenal memiliki kemampuan
menghasilkan metabolit sekunder seperti antibiotik, anti tumor, antidiabetik, anti
virus, anti jamur dan lain-lain (Strobel & Daisy 2003, Dehnad et al. 2010).
Aktinomiset dengan hifa tumbuh cepat, membentuk miselium aerial, memiliki
spora yang tersusun berantai seperti spiral atau heliks tergolong streptomiset.
Aktinomiset yang tidak membentuk miselium aerial tergolong non streptomiset
(rare actinomycetes). Streptomyces merupakan genus paling banyak (77%) dari
kelompok streptomiset. Genus yang tergolong non streptomiset antara lain
Actinomadura, Actinoplanes, Mycobacterium, Nocardia, Saccharopolyspora,
Microbispora, dan Micromonospora. Morfologi rantai spora, permukaan spora,
warna miselium serta pigmentasi dapat dijadikan dasar klasifikasi hingga level
spesies (Miyadoh & Otoguro 2004).
Klasifikasi aktinomiset genus Streptomyces dalam Miyadoh (1997) yaitu :
Kingdom
: Bacteria
Filum
: Actinobacteria
Kelas
: Actinobacteria
Sub kelas
: Actinobacteridae
Ordo
: Actinomycetales
Sub ordo
: Streptomycineae
Famili
: Streptomycetaceae
Genus
: Streptomyces
Species
: Streptomyces sp.
Perbedaan dalam bentuk dan pembentukan filamen aerial serta
munculnya struktur spora dari beberapa spesies merupakan bagian utama yang
10
digunakan untuk mengklasifikasi spesies Streptomyces spp. Konidia dan spora
yang sering berpigmen memberikan peran dalam mengkarakterisasi koloni yang
matang. Perbedaan karakteristik tersebut menyebabkan genus Streptomyces spp.
mempunyai berbagai macam spesies dan telah ditemukan lebih dari 500 spesies,
umumnya merupakan organisme dalam tanah. Streptomyces spp. juga ditemukan
dalam air, akan tetapi dalam jumlah yang relatif sedikit dibanding dengan spesies
yang terdapat dalam tanah. Karakteristik yang umum adalah dengan adanya
aroma tanah yang dihasilkan oleh metabolit Streptomyces sp. yang disebut
geosmin (Madigan & Martinko 2006).
Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik ditandai dengan
tingginya glukosa dalam darah. Bila tidak segera ditangani, penyakit ini akan
mengarah pada komplikasi utama, seperti diabetes neuropati, retinopati dan
penyakit kardiovaskuler (Sheetz & George 2002, He & King 2004).
Penyakit DM terbagi atas DM tipe 1 dan DM tipe 2. DM tipe 1 dikenal
sebagai diabetes tergantung Insulin (IDDM). Selain terjadi pada orang dewasa,
DM tipe 1 juga dapat terjadi pada anak-anak dan remaja. Penyakit DM tipe 1
terjadi karena ada kerusakan sel beta pankreas pulau langerhans yang berakibat
pada berkurangnya produksi insulin sehingga dampak dari DM tipe 1 hanya dapat
dikendalikan dengan pemberian Insulin. Diabetes Mellitus tipe 2 disebut juga
diabetes tidak tergantung insulin (NIDDM), terjadi karena adanya gangguan
sekresi insulin pankreas atau menurunnya sensitifitas reseptor terhadap insulin ke
dalam jaringan terutama otot dan hati. Umumnya DM tipe 2 disertai dengan
kegemukan (obesitas), dislipidemia, hipertensi, hiperinsulinemia, fibrinolisis,
disfungsi endotel, peradangan, dan aterosklerosis prematur (Inzucchi 2002, Sheetz
& George 2002, CAD 2008). Pengobatan DM tipe 2 ini dapat diobati dengan
obat-obatan kimia yaitu golongan sulfonylurea, biguanida, inhibitor αglukosidase, thiazolidinediones (Li et al. 2004 ) dan dapat juga dengan tanaman
obat herbal (Jung et al. 2006).
Pencernaan dan Absorbsi Karbohidrat
Karbohidrat
merupakan
sumber
kalori
yang
memiliki
polimer
polisakarida. Sebelum dicerna didalam tubuh karbohidrat terlebih dahulu dipecah
menjadi monomer yaitu unit paling sederhana yang disebut monosakarida. Untuk
memecah polisakarida diperlukan dua enzim utama yaitu α-amilase dan αglukosidase. Pencernaan karbohidrat dimulai dari mulut, dengan adanya enzim αamilase yang dikeluarkan oleh kelenjar saliva. Enzim ini memecah karbohidrat
sekitar 5 % dan kemudian di degradasi di dalam lambung. Pencernaan karbohidrat
selanjutnya dilakukan di usus halus oleh adanya enzim α-amilase yang dihasilkan
oleh pankreas. Enzim α-amilase dapat menghidrolisis sempurna amilosa menjadi
maltose (disakarida) dan glukosa. Selanjutnya enzim α-glukosidase yang
dihasilkan di usus halus dapat menghidrolisis secara sempurna laktosa, maltosa
dan sukrosa menjadi unit monosakarida. Hanya unit monosakarida yang mampu
diserap didalam darah. Glukosa dan monosakarida lainnya seperti fruktosa dan
galaktosa yang merupakan hasil dari hidrolisis sukrosa dan laktosa diabsorpsi dari
usus halus melalui vena portal hepatika menuju hati. Dari hati monosakarida yang
tidak digunakan secara langsung akan disimpan sebagai glikogen. Glukosa
kembali akan memasuki aliran darah sebagai glukosa bebas (kadar glukosa dalam
darah) untuk dibawa ke jaringan dan dioksidasi melalui jalur glikolisis untuk
menghasilkan energi yang diperlukan oleh tubuh (FAO 1998).
Pengobatan Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan
secara total tetapi dapat dikendalikan. Pengobatannya dapat dilakukan dengan
obat hipoglikemik oral atau antidiabetes oral. Antidiabetes oral dapat dibagi
kedalam 4 golongan:
1.
Golongan Sulfonilurea
Sulfonilurea
meningkatkan
sekresi
insulin
oleh
sel
beta
dengan
meningkatkan respon akut untuk meningkatkan kadar glukosa darah. Sulfonilurea
dapat memperbaiki kadar glukosa darah puasa. Obat golongan ini dipakai dalam
terapi DM tipe 2. Golongan yang termasuk sulfonilurea generasi pertama adalah
klorpropamida, tolbutamida, asetoheksamida, dan tolazamida. Generasi kedua
adalah glibenklamida, glizida, glibonurida (Inzucchi 2002).
12
2.
Golongan Thiazolidinediones
Thianizolidinediones bekerja pada jaringan lemak, otot dan jaringan hati
seperti metformin. Obat ini dapat menurunkan lipolisis pada jaringan lemak,
menurunkan produksi asam lemak bebas, mengurangi resistensi insulin pada
jaringan otot dan hati. Obat ini dapat mengurangi glukoneogenesis dalam hati,
meningkatkan ambilan glukosa oleh hati dan sel otot, meningkatkan produksi
insulin dengan memperbaiki sel beta pankreas (Nancy & Bohannon 2002).
3.
Golongan Biaguanide
Turunan biaguanide adalah metformin yang memperbaiki sensitivitas insulin,
menurunkan glukoneogenesis hati dan meningkatkan pengambilan glukosa oleh
sel hati dan sel otot. Obat ini juga menghambat lipolisis dalam jaringan lemak,
dan mengurangi pelepasan asam lemak bebas (Sheetz & George 2002).
4.
Golongan Inhibitor α-Glukosidase
E zi
α-glukosidase berperan dalam proses metabolisme karbohidrat dan
glikoprotein. Enzim ini berfungsi mengkatalisis pelepasan glukosa dari
oligosakarida dan polimer penyimpanan seperti pati dan glikogen (Cheng &
Fantus 2005).
Inhibitor α-glukosidase (misalnya acarbose, miglitol dan
voglibose) menyebabkan pembentukan glukosa terhambat di usus halus sehingga
penyerapan glukosa tertunda.
Hal ini mengakibatkan kadar glukosa setelah
makan menjadi rendah. Obat yang termasuk kedalam golongan ini adalah
acarbose. Dalam pengobatan diabetes, acarbose sering digunakan untuk
pengobatan pasien DM tipe 2 (Laar et al. 2005, Hanefeld et al. 2008).
Acarbose adalah pseudooligosakarida
yang
memiliki
kemampuan
menghambat kerja enzim α-glukosidase di dalam saluran pencernaan sehingga
dapat
menurunkan
penyerapan
glukosa
dan
menurunkan
hiperglikemia
postprandial. Acarbose memiliki nama kimia O-4,6-dideoxy- 4-[[(1S, 4R, 5S,
6S)-4,5,6-trihydroxy-3-(hydroxymethyl)-2-cyclohexen-1-yl]amino]-(alpha)-Dglucopyranosyl-1(1→4)O-(alpha)-D-glucopyranosyl-(1→4)-D-glucose. Acarbose
memiliki rumus empirik C25H43NO18 bersifat larut dalam air (Wehmeier &
Piepersberg 2004, Shibao et al. 2007). Struktur kimia acarbose adalah sebagai
berikut :
Gambar 1 Struktur acarbose terbagi atas bagian cylitol tidak jenuh (A),
aminodeoxyhexose atau acarviosine (B) dan maltose (cincin C dan D)
(Brunkhorst & Erwin 2005).
Voglibose adalah inhibitor alfa glukosidase yang digunakan untuk
menurunkan kadar glukosa darah setelah makan pada penderita diabetes mellitus.
Voglibose memiliki kemampuan untuk meningkatkan sekresi glucagon-like
peptide-1 (GLP-1) pada manusia. GLP-1 diketahui terlibat dalam regulasi sekresi
insulin, sekresi glukagon, peremajaan sel beta dan regulasi fungsi jaringan
pankreas. Bentuk aktif GLP 1 dapat dinonaktifkan oleh dipeptidyl peptidase-4
(DPP-4) membentuk GLP-1 amida.
Inhibitor alfa glukosidase menunda
penyerapan karbohidrat akibatnya terjadi penurunan penyerapan gula dalam usus
halus, yang meyebabkan terjadinya peningkatan terhadap sekresi GLP-1 (Moritoh
et al. 2009).
Miglitol adalah pseudomonosakarida, merupakan inhibitor α-glukosidase
pertama,
dapat
meningkatkan
menurunkan
kontrol
kadar
glikemik,
glukosa
mengurangi
darah
postprandial
tingkat
glikosilasi
dengan
pada
hemoglobin(HbA). Miglitol sebagai antihiperglikemik oral digunakan untuk
pengobatan pasien dengan diabetes mellitus tipe 2. Obat ini tidak memiliki efek
hipoglikemik, tidak berpengaruh pada berat badan karena secara sistemik cepat
diserap namun tidak dimetabolisme dan cepat diekskresikan melalui ginjal.
Namun demikian miglitol memiliki efek pada sistem pencernaan berupa perut
kembung, sakit perut dan diare (Scott & Spencer 2000).
Mikrob Penghasil Inhibitor α-Glukosidase
Berbagai mikrob telah diidentifikasi menghasilkan senyawa yang dapat
menghambat enzim α-glukosidase. Senyawa inhibitor α-glukosidase tersebut
14
adalah acarbose. Acarbose adalah pseudooligosakarida yang bertindak sebagai
kompetitor α-glukosidase bersifat hampir tidak dicerna dan tidak bersifat racun
(Laube 2002, Wehmeier & Piepersberg 2004). Acarbose merupakan produk alami
anggota C7N-aminocyclitol dihasilkan oleh aktinomiset genus Actinoplanes sp.
dan Streptomyces sp. digunakan dalam terapi pengobatan DM tipe 2 (Wehmeier &
Piepersberg 2004).
Beberapa
hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
beragam
galur
Actinoplanes dapat menghasilkan inhibitor α-glukosidase yaitu jenis Actinoplanes
sp. SE50/110 (Zhang et al. 2003a), Actinoplanes sp. CKD485-16 (Choi & Shin
2003), Actinoplanes sp. A56 (Wei et al. 2010). Aktinomiset yang berasal dari
genus Micromonospora sp. VITSDK3 (EU55138) (Suthindiran et al. 2009) dan
Streptomyces glaucescens juga menghasilkan inhibitor α-glukosidase (Rockser &
Wehmeier 2008).
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan dari Oktober 2011 hingga Juni 2012, bertempat di
Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi FMIPA IPB, Laboratorium Uji
Pusat Studi Biofarmaka LPPM-IPB, serta Laboratory for Biomolecules and
Proteomes, Department of Biotechnology and Life Science Tokyo University of
Agriculture and Technology (TUAT), Japan.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan galur
deutsch democratic Yokohama (ddY) yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka
LPPM-IPB, Streptomyces sp. BWA 65 koleksi Dr. Ir. Yulin Lestari, yang telah
diketahui memiliki aktivitas inhibisi tertinggi terhadap enzim α- glukosidase.
Media Mikrobiologi yang digunakan adalah Natrium Agar (NA), International
Streptomyces Project (ISP) No.2 dan No.4, Enzim α- glukosidase (Sigma; USA),
Na2CO3, dimetilsulfoksida, dan p-nitrofenil α-Dglukopiranosida, bufer fosfat (pH
7,0), streptozotosin, glukosa 10 %, akuades, lisozim; sodium dodecyl sulfate
(SDS); cetyl trimetyl ammonium bromide (CTAB); kit PCR Ex Takara (Japan),
GeneClean II
®
KIT (Qbiogene, Japan), T-vektor pMD20, 2 x ligation Mix,
Buffer sekuensing Big Dye, Enzim restriksi Xba I, Bam HI-HF, Big Dye
terminator Cycle sequencing Kits (v3.1).
Alat
Alat yang digunakan adalah mesin PCR 2400 (Japan), mesin sekuenser
Applied Biosystem 3130 xl Genetic Analyzer (Japan), spektrofotometer,
sentrifuse, freeze dryer (Takara; Japan), water bath, laminar air flow, jarum suntik
dan alat-alat standar laboratorium Mikrobiologi.
Peremajaan Streptomyces sp. BWA 65
Streptomyces sp. BWA 65 endofit asal brotowali yang memiliki aktivitas
α-glukosidase diremajakan pada media agar International Streptomyces Project
(ISP) no.2 pada suhu ruang selama tujuh hari. Inokulum sebanyak 5 disk cakram
16
(51 mg biomassa/mL) dimasukkan dalam 100 mL media cair ISP no.4. Inkubasi
dilakukan pada suhu ruang menggunakan inkubator bergoyang dengan kecepatan
120 rpm selama tujuh hari untuk kemudian digunakan sebagai starter inokulum.
Ekstrak kasar BWA 65 diperoleh dengan cara menginokulasi starter inokulum
sebanyak 100 mL (100 mg biomassa/mL) ke dalam 5 liter media ISP no.4 selama
14 hari di dalam fermentor. Selanjutnya ekstrak kasar diekstrak dengan etil asetat
dengan perbandingan volume 1:1. Ekstrak kemudian dikeringkan d
POTENSINYA SEBAGAI ANTI HIPERGLIKEMIK PADA
MENCIT (Mus musculus)
YESSY VELINA
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Deteksi dan
Kloning Gen Inhibitor α-Glukosidase Streptomyces sp. BWA 65 serta Potensinya
sebagai Anti Hiperglikemik pada Mencit (Mus musculus)” merupakan gagasan
dan karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis
ini.
Bogor,
Agustus 2012
Yessy Velina
G351100051
ABSTRACT
YESSY VELINA. Detection and Cloning of α-Glucosidase Inhibitor Gene of
Streptomyces sp. BWA 65 and Its Potential as an Anti Hyperglycemic in Mice
(Mus musculus). Supervised by YULIN LESTARI and MIN RAHMINIWATI.
Diabetes mellitus is a metabolic disorder characterized by the presence of
hyperglycemia due to defective insulin secretion, defective insulin action or both.
One therapeutic approach for treating diabetes is to decrease the post-prandial
hyperglycemia. This is done by preventing the absorption of glucose through the
inhibition of the carbohydrate-hydrolysing enzymes α-glucosidase and α-amylase
in the digestive tract. Actinomycetes have been known as source of
commercialized acarbose, an α-glucosidase inhibitor. Acarbose is keto analog
moieties of the C7N aminocyclitols. Sedoheptulose 7-phosphate is converted into
2-epi-5-epi-valiolone via the activity of sedoheptulose 7-phosphate cyclase, at the
first step of the biosynthesis of C7N aminocyclitol. This research aimed to detect
and clone sedoheptulose 7-phosphate cyclase gene and to investigate the
capability of crude α-glucosidase extract from Streptomyces sp. BWA 65 in
lowering blood glucose levels in mice. Detection of sedoheptulose 7-phosphate
cyclase gene was done by using Polymerase Chain Reaction (PCR) with designed
primers C7N aminocyclitol. The primer used was designed on the basis of the
known sequence of sedoheptulose 7-phosphate cyclase (acbC) from that of
Actinoplanes sp. SE50/100 which was then cloned by T-Vector pMD20. The in
vivo experiment was conducted by using thirty mice, by the oral glucose tolerance
test (OGTT) and induction of streptozotocin diabetes methods. The result showed
that there was similarity of nucleotide series sedoheptulose 7-phosphate cyclase of
Streptomyces sp. BWA 65 wich have 100 % sequence similiarity with DNA
fragment of sedoheptulose 7-phosphate cyclase Actinoplanes sp. complete
acarbose (acb) gene cluster, strain SE50/110, accses number Y18523.4 reported in
the GenBank analysis through Blast Program. The result indicated that the
designed primer was able to amplify the sedoheptulose 7-phosphate cyclase
acarbose although the accomplishment in amplifying the gene was still up to 300
bp. The result for in vivo experiment by oral glucose tolerance test (OGTT)
showed that α-glucosidase extract from Streptomyces sp. BWA 65 had potency
about 75 percent in decreasing blood glucose levels postprandial compare to
acarbose and for induction of streptozotocin diabetes showed that α-glucosidase
extract from Streptomyces sp. BWA 65 had an effect in decreasing blood glucose
levels diabetic mice hyperglycemia better than the acarbose concentration
examined. The in vivo experiment indicated that α-glucosidase inhibitor from
Streptomyces sp. BWA 65 had potential as antidiabetic in mice.
Keywords: Diabetes mellitus, Streptomyces sp. BWA 65, inhibitor α-glucosidase
sedoheptulose 7-phosphate cyclase, kadar glukosa darah, mencit.
RINGKASAN
YESSY VELINA. Deteksi dan Kloning Gen Inhibitor α-Glukosidase
Streptomyces sp. BWA 65 serta Potensinya sebagai Anti Hiperglikemik pada
Mencit (Mus musculus). Dibimbing oleh YULIN LESTARI dan MIN
RAHMINIWATI.
Diabetes melitus (DM) menjadi masalah penting dunia dengan jumlah
penderita yang terus meningkat, termasuk di Indonesia. Badan Kesehatan Dunia
(WHO) memprediksi bahwa jumlah penderita diabetes di dunia akan meningkat
dari 171 juta di tahun 2000 menjadi 366 juta di tahun 2030. DM adalah penyakit
yang terkait dengan gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia
akibat tidak ada sekresi insulin dari sel beta pankreas dan akibat dari resistensi
reseptor terhadap insulin. Salah satu cara pengobatan DM adalah dengan
menurunkan kadar glukosa darah setelah makan. Hal ini dapat dilakukan dengan
menghindari penyerapan glukosa dengan cara menghambat enzim penghidrolisis
karbohidrat yaitu enzim α-glukosidase. Aktinomiset diketahui dapat menghambat
aktivitas enzim α-glukosidase dengan menghasilkan inhibitor α-glukosidase
berupa acarbose. Inhibitor α-glukosidase acarbose berasal dari produk alami
mikrob yang dihasilkan oleh Actinoplanes sp. SE50/100 dari produk C7N
aminocyclitol. Sedoheptulosa 7-fosfat akan diubah menjadi 2-epi-5-epi valiolone
oleh enzim sedoheptulosa 7-fosfat siklase pada langkah awal biosintesis C7N
aminocyclitol.
Penelitian ini bertujuan mendeteksi gen sedoheptulosa 7-fosfat siklase dan
mengkaji kemampuan senyawa bioaktif inhibitor α-glukosidase yang dihasilkan
oleh Streptomyces sp. BWA 65 dalam menurunkan kadar glukosa darah mencit
secara in vivo. Deteksi gen dilakukan dengan menggunakan Polymerase Chain
Reaction (PCR) dengan primer didesain berdasarkan susunan sekuen
sedoheptulose 7-fosfat siklase (acbC) yang telah diketahui pada Actinoplanes sp.
SE50/100. Hasil produk PCR kemudian diklon ke dalam vektor plasmid pMD20.
Pengujian aktivitas antihiperglikemik in vivo dilakukan menggunakan 30 mencit
yang dibagi ke dalam 5 kelompok perlakuan, yaitu kelompok 1 sebagai kontrol
positif diberikan acarbose, kelompok 2 sebagai kontrol negatif yang diberi
akuades, dan kelompok 3 sampai dengan 5 diberi diberikan 3 dosis perlakuan
ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 masing-masing 0.036 mg/30 g BB
(P1), 0.36 mg/30 g BB (P2), 3.6 mg/30 g BB (P3).
Hasil amplifikasi dengan PCR yang telah didesain untuk mendeteksi gen
sedoheptulosa 7-fosfat siklase pada Streptomyces sp. BWA 65 menghasilkan pita
spesifik dan ukuran fragmen DNA sekitar 300 bp. Sekuen nukleotida gen
sedoheptulosa 7-fosfat siklase Streptomyces sp. BWA 65 menunjukkan kemiripan
identitas 100 % dengan gen acbC di Actinoplanes sp. SE50/110 complete
acarbose (acb) gene cluster, strain SE50/110 dengan nomor akses Y18523.4 yang
terdapat di pusat data GenBank.
Hasil uji in vivo menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat Streptomyces sp.
BWA 65 dapat menurunkan kadar glukosa darah mencit postprandial
hiperglikemik. Tes toleransi glukosa oral (TTGO) menunjukkan bahwa perlakuan
berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95% dengan penurunan Area Under Curve
(AUC) tertinggi terjadi pada P3 sebesar 24.71%. Hal ini menunjukkan bahwa
ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 memiliki kemampuan sebagai
inhibitor α-glukosidase dan mampu menekan kenaikan kadar glukosa darah
sesaat. Aktivitas antihiperglikemik dengan induksi streptozotosin, menunjukkan
bahwa perlakuan berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%. Ekstrak etil asetat
Streptomyces sp. BWA 65 memiliki kemampuan menurunkan kadar glukosa
hiperglikemik dengan penurunan kadar glukosa darah tertinggi terjadi pada P1
sebesar 26%. Hasil uji in vivo menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat
Streptomyces sp. BWA 65 berpotensi sebagai antidiabetes pada mencit.
Kata kunci:
Diabetes mellitus, Streptomyces sp. BWA 65, inhibitor αglukosidase, sedoheptulose 7-fosfat siklase, kadar glukosa darah,
mencit.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2012
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tesis tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar atau Institut
Pertanian Bogor
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
tulisan dalam bentuk apapun tanpa ijin Institut Pertanian Bogor.
DETEKSI DAN KLONING GEN INHIBITOR αGLUKOSIDASE Streptomyces sp. BWA 65 SERTA
POTENSINYA SEBAGAI ANTI HIPERGLIKEMIK PADA
MENCIT (Mus musculus)
YESSY VELINA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Mayor Mikrobiologi
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Judul
Nama
NRP
: Deteksi dan Kloning Gen Inhibitor α-Glukosidase Streptomyces sp.
BWA 65 serta Potensinya sebagai Anti Hiperglikemik pada Mencit
(Mus musculus)
: Yessy Velina
: G351100051
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Yulin Lestari
Ketua
drh. Min Rahminiwati, Ph.D.
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Mikrobiologi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Gayuh Rahayu
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
Tanggal Ujian : 31 Agustus 2012
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penelitian dan penulisan tesis ini berhasil diselesaikan.
Penelitian ini berjudul “Deteksi dan Kloning Gen Inhibitor α-Glukosidase
Streptomyces sp. BWA 65 serta Potensinya sebagai Anti Hiperglikemik pada
Mencit (Mus musculus) ” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Magister Sains pada program studi Mikrobiologi, Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Selama menjalani perkuliahan hingga terselesaikannya tesis ini, penulis
banyak mendapat bantuan moral maupun material dari berbagai pihak. Oleh
karena itu dengan segala ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih
kepada Dr. Ir. Yulin Lestari dan drh. Min Rahminiwati, Ph.D. selaku pembimbing
atas kesabarannya dalam memberikan saran, bimbingan, dukungan, serta
kesempatan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. drh. Fachriyan Hasmi
Pasaribu atas kesediaannya sebagai penguji luar komisi yang telah memberikan
saran dan bimbingan dalam penyempurnaan penulisan tesis ini. Terima kasih juga
penulis sampaikan kepada Dr. Ence Darmo Supena atas kesediaannya sebagai
penguji mutu lulusan program studi Mikrobiologi Pascasarjana IPB.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Profesor Masafumi Yohda
dan Profesor Masafumi Odaka yang telah memberikan fasilitas dan bimbingan
sebagian dari penelitian ini di Laboratory for Biomolecules and Proteomes, Tokyo
University of Agriculture and Technology (TUAT) Japan, serta terima kasih
penulis sampaikan kepada Profesor Wuled
Lenggoro sebagai penyelenggara
program Short Stay / Short Visit for Indonesia Student (SSSV) yang berperan
sebagai penjamin selama penulis berada di Jepang. Dukungan dana untuk
keberangkatan penulis ke Jepang juga di berikan oleh program Indonesia
Managing Higher Education Relevance and Efficiency (IMHERE) B2c IPB.
Terima kasih penulis ucapkan kepada program Hibah Pasca Sarjana, DP2M
DIKTI atas nama Dr. Ir. Yulin Lestari yang telah membiayai penelitian ini.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda dan Ibunda
tercinta, Ayuk Yona dan kak Ligo, kak Elvan dan Ayuk Iin, kak Elwan dan Ayuk
Linda dan Yolinda serta segenap keluarga atas dukungan, kepercayaan, kesabaran
dan doa demi keberhasilan penulis.
Terima kasih kepada teman-teman program studi Mikrobiologi khususnya
angkatan 2010 yaitu mbak Ike, kak Erwin, Vivi, teh Ukit, kak Sipri, bang Saiful,
mbak Yunita, atas kerjasama dan persahabatan yang telah terjalin selama ini.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada laskar Yulin Lestari yaitu Annisa,
mbak Dyah, mbak Eka, Sari, Putri, Pak Puji, dan juga untuk seorang teman Tomi
Ramadona terima kasih atas masukan dan doa selama penulis berada di kota
Bogor. Teman-teman seperjuangan di Laboratorium Mikrobiologi berikut seluruh
teknisi atas bantuan dan perhatian serta kerjasama yang baik.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Neng Risma Liana,
dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) yang telah memberikan masukan dalam
penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf
pengajar di Program Studi Mayor Mikrobiologi, Sekolah Pascasarjana IPB atas
segala ilmu yang telah diberikan. Seluruh Staf administrasi atas bantuannya
selama penulis menjalankan tugas belajar di IPB. Serta semua pihak yang tidak
dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan kepada
penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, semoga amal baik yang telah
diberikan mendapatkan pahala dari Allah SWT.
Semoga hasil penelitian ini bermanfaat serta dapat memberikan informasi
untuk kepentingan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan kesejahteraan
manusia.
Bogor,
Agustus 2012
Yessy Velina
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Palembang, Propinsi Sumatera Selatan pada
tanggal 1 Februari 1987 sebagai anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan
Bapak Muhammad Jasin Liamid dan Ibu Lenawati. Tahun 2004 penulis lulus dari
SMA Negeri 1 Palembang dan pada tahun yang sama melanjutkan studi di
Jurusan pendidikan Biologi Universitas Sriwijaya (UNSRI) dan lulus pada tahun
2009. Pada tahun 2010, penulis melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor (IPB). Sebagian dari penelitian ini dilakukan di Laboratory for
Biomolecules and Proteomes, Department of Biotechnology and Life Science
Tokyo University of Agriculture and Technology (TUAT), Japan, dibawah
bimbingan Profesor Masafumi Yohda dan Profesor Masafumi Odaka selama
Desember 2011 hingga Maret 2012.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xvi
PENDAHULUAN
Latar Belakang .......................................................................................
Permasalahan .........................................................................................
Hipotesis............ ....................................................................................
TujuanPenelitian ....................................................................................
Manfaat Penelitian .................................................................................
1
3
4
4
4
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Obat ....................................................................................... 5
Brotowali........ ....................................................................................... 6
Mikrob Endofit...................................................................................... 7
Aktinomiset ......................................................................................... 9
Diabetes Mellitus .................................................................................. 10
Pencernaan dan Absorbsi Karbohidrat .................................................. 11
Pengobatan Diabetes Mellitus............................................................... 11
Mikrob Penghasil Inhibitor α-Glukosidase ............................................ .13
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat................................................................................. 15
Bahan..................................................................................................... 15
Alat......................................................................................................... 15
Peremajaan Streptomyces sp. BWA 65.................................................. 15
Penentuan Aktivitas Inhibitor α-Glukosidase........................................ 16
Ketahanan Aktivitas Inhibitor α-Glukosidase terhadap Asam………... 17
Deteksi Gen Sedoheptulosa 7-fosfat Siklase
Streptomyces sp. BWA 65………..…………………………………... 17
Purifikasi DNA……………………………………………….………. 18
Kloning DNA dengan T-Vektor pMD20…………………………….. 18
Transformasi ......................................................................................... 18
Polymerase Chain Reaction (PCR) Koloni .......................................... 19
Pemotongan dengan Enzim Restriksi .................................................. 20
Sekuensing DNA .................................................................................. 20
Uji Kemampuan Ekstrak Etil Asetat Streptomyces sp. BWA 65
Dalam Menurunkan Kadar Glukosa Darah Mencit (In vivo)................ 21
Penentuan Dosis Ekstrak Isolat Terpilih................................................ 22
Aktivitas Antihiperglikemik Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)…... 22
Aktivitas Antihiperglikemik dengan Induksi Streptozotosin................ 22
Analisis Data.......................................................................................... 23
HASIL
Aktivitas Inhibitor α-Glukosidase Streptomyces sp. BWA 65..….…... 25
Aktivitas Inhibitor α-Glukosidase pada Kondisi Asam………………. 25
Amplifikasi gen Sedoheptulosa 7-fosfat Siklase………….………….. 26
Kloning Fragmen Gen Sedoheptulosa 7-fosfat Siklase………………. 26
Analisis Fragmen Gen Sedoheptulosa 7-fosfat Siklase
Acarbose dengan Database di GenBank………..…………………….. 28
Aktivitas Antihiperglikemik Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) ..... 28
Aktivitas Antihiperglikemik dengan Induksi Streptozotosin................ 29
PEMBAHASAN.. ........................................................................................ 31
SIMPULAN DAN SARAN......................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 37
LAMPIRAN................................................................................................. 45
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Struktur acarbose..................................................................................... 13
2 Aktivitas inhibisi α-glukosidase ekstrak etil asetat
Streptomyces sp.BWA 65…...………………………………………..... 25
3 Perbandingan aktivitas inhibisi α-glukosidase ekstrak etil asetat
Streptomyces sp. BWA 65 pada pH 8 dan pH 4…………….….….….. 25
4 Amplifikasi gen sedoheptulosa 7-fosfat siklase 300 bp
pada lajur 1………………………………………………………..…… 26
5 Seleksi transforman koloni putih E. coli DH5α...................................... 26
6 Koloni PCR............................................................................................. 27
7 Verifikasi DNA Sisipan........................................................................... 27
8 Kadar glukosa darah normal dan hiperglikemik serta
acarbose yang mendapat ekstrak etil asetat Streptomyces sp.BWA 65
( 1, 10 dan 100 kali berturut-turut)………………………………….…. 28
9 Perubahan kadar glukosa darah mencit diabetes
Selama 15 hari percobaan……………………………………………… 30
10 Perubahan kadar glukosa darah mencit setelah di induksi
dengan streptozotosin pada hari ke 0 dan hari ke 15 percobaan………. 30
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Sistem reaksi enzim untuk satu sampel dengan volume total 1 m ........... 17
2 Pereaksi untuk ligasi menggunakan T-Vektor PMD20 ........................... 18
3 Komposisi enzim restriksi ........................................................................ 20
4 Reaksi PCR untuk siklus sekuensing menggunakan ABI BigDye
Terminator................................................................................................ 20
5 Hasil kemiripan sekuen nukleotida gen Sedoheptulosa
7-fosfat siklase acarbose pada program BLAST ..................................... 28
6 Pengaruh pemberian ekstrak etil asetat Streptomyces sp.
BWA 65 terhadap kadar glukosa darah mencit selama 180
menit perlakuan ....................................................................................... 29
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Perhitungan dosis ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65
yang dicekok berdasarkan uji aktivitas inhibitor αglukosidase………………………………………………………………... 45
2 Dosis acarbose yang dicekok ke hewan coba mencit berdasarkan
bobot badan………………………………………………………..……. ... 46
3 Analisis statistika aktivitas antihiperglikemik tes toleransi
glukosa oral (TTGO)……………………………………………………… 47
4 Hasil analisis statistika aktivitas antihiperglikemik ekstrak etil asetat
pada mencit penderita diabetes yang diinduksi dengan
streptozotosin……………… ....................................................................... 48
5 Hasil penjajaran melalui BLASTN sekuen 300 bp yang teramplifikasi
gen Sedoheptulosa 7-fosfat siklase pada Streptomyces sp. BWA 65 ........... 49
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit kronis seperti diabetes, menjadi masalah dunia yang jumlah
penderitanya terus meningkat, termasuk di Indonesia. Badan Kesehatan Dunia
(WHO) memprediksi bahwa jumlah penderita diabetes di dunia akan meningkat
dari 171 juta di tahun 2000 menjadi 366 juta di tahun 2030 (Wild et al. 2004).
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit yang terkait dengan gangguan
metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia akibat dari tidak adanya sekresi
insulin dari sel beta pankreas dan akibat dari resistensi reseptor terhadap insulin.
Penyakit DM terbagi atas DM tipe 1 yang disebabkan kerusakan sel beta pankreas
dan DM tipe 2 yang disebabkan oleh defisiensi insulin (CDA 2008).
Salah satu terapi dalam pengobatan diabetes yang dapat diterapkan adalah
dengan menurunkan kadar glukosa darah setelah makan. Hal ini dilakukan dengan
cara memperlambat penyerapan glukosa melalui penghambatan pemecahan
karbohidrat oleh α-glukosidase dan α-amilase dalam saluran pencernaan. Obatobat kimia yang digunakan untuk mengobati DM tipe 2 yaitu golongan
sulfonylurea, biguanida, inhibitor α-glukosidase, thiazolidinediones dapat
menurunkan kadar gula darah dengan mekanisme yang berbeda. Salah satu
mekanisme kerja obat tersebut diatas adalah sebagai inhibitor α-glukosidase
seperti acarbose, miglitol dan voglibose yang digunakan untuk menunda
penyerapan glukosa di usus halus sehingga terjadi penurunan kadar glukosa
setelah makan. Obat-obat ini sering digunakan untuk mengobati pasien penderita
DM tipe 2 (Laar et al. 2005, Hanefeld et al. 2008). Akan tetapi obat tersebut
dapat memiliki efek samping seperti hipoglikemia, menimbulkan keracunan asam
laktat dan gangguan pencernaan
(Li et al. 2004).
Acarbose adalah
pseudooligosakarida yang berperan sebagai kompetitor α-glukosidase karena
hampir tidak dicerna dan tidak bersifat racun (Wehmeier & Piepersberg 2004,
Laube 2002).
Indonesia dengan keanekaragaman hayatinya memiliki potensi besar untuk
mengembangkan obat herbal (Radji 2005). Penggunaan obat herbal secara umum
dinilai lebih aman dari pada penggunaan obat modern. Hal ini disebabkan karena
2
obat herbal diakui memiliki efek samping yang relatif lebih kecil dibandingkan
dengan obat modern (Sari 2006). Tanaman obat antidiabetes yang telah lama
digunakan masyarakat antara lain brotowali (Tinospora cordifolia W), pare
(Momordica charantia L) dan mimba (Azardirachta indica ) (Jung et al. 2006).
Lebih
lanjut
telah
diketahui
bahwa
ekstrak
brotowali
memiliki
efek
antihiperglikemik (Noor & Aschrof 1998).
Mikrob endofit adalah mikrob yang hidup di dalam jaringan tanaman pada
periode tertentu dan mampu hidup dengan membentuk koloni dalam jaringan
tanaman tanpa membahayakan inangnya. Mikrob endofit menghasilkan senyawa
bioaktif yang dapat berfungsi sebagai antioksidan, antibiotik, antivirus,
antikanker, bioinsektisida, imunosupresif, serta antidiabetik (Strobel & Daisy
2003). Beberapa mikrob endofit mampu menghasilkan senyawa fitokimia atau
metabolit sekunder sama dengan tanaman inangnya. Kemampuan mikrob dalam
memproduksi metabolit yang identik tersebut diduga akibat dari transfer genetik
(genetic recombination) dalam kurun waktu evolusi dari tanaman inang ke dalam
mikrob endofit (Tan & Zou 2001).
Berbagai jenis endofit telah berhasil diisolasi dari tanaman inangnya
seperti Colletotrichum sp. diisolasi dari tanaman Artemisia annua. Mikrob ini
menghasilkan metabolit artemisinin yang sangat potensial sebagai anti malaria
(Lu et al. 2000). Metabolit paclitaxel dan derivatnya merupakan senyawa
diterpenoid berkhasiat sebagai antikanker yang diekstrak dari tanaman Taxus.
Paclitaxel ternyata juga dapat dihasilkan oleh mikrob endofit dari tanaman
inangnya (Strobel et al. 2002). Jenis mikrob endofit lain yang diisolasi dari
tanaman Grevillea pteridifolia juga mampu menghasilkan metabolit kakadumycin
yang berkhasiat sebagai anti malaria (Castillo et al. 2003). Geotrichum sp. yang
diisolasi dari Crassocephalum crepidioides menghasilkan senyawa metabolit
sekunder dihydroisocoumarin yang memiliki potensi antimalaria, antituberkulosis
dan antifungal (Kongsaeree et al. 2003). Cytonaema sp. dapat menghasilkan
metabolit cytonic acid A dan B, yang struktur molekulnya merupakan isomer ptridepside, berhasiat sebagai anti virus. Cytonic acid A dan B ini merupakan
protease inhibitor dan dapat menghambat pertumbuhan cytomegalovirus manusia
(Guo et al. 2000). Streptomyces griseorubiginosus yang di isolasi dari tanaman
Musa acuminata menghasilkan metabolit sekunder yang mampu melawan
Fusarium oxysporum sp. Cubense (Cao et al. 2004).
Aktinomiset diketahui sebagai mikrob utama penghasil metabolit sekunder
dengan beragam fungsi seperti antibiotik, anti tumor, anti virus, anti fungi yang
bermanfaat dibidang kesehatan (Dehnad et al. 2010, Hyun et al. 2005). Anggota
aktinomiset yang dapat menghasilkan inhibitor α-glukosidase acarbose adalah
Actinoplanes sp. SE50/110 yang sudah dikomersialkan dalam bentuk produk
glucobay oleh perusahaan Bayer (Zhang et al. 2003b), Micromonospora sp.
VITSDK3 (EU55138) (Suthindiran et al. 2009), Actinoplanes sp. A56 (Wei et al.
2010), Actinoplanes sp. CKD485-16 (Choi & Shin
2003) dan Streptomyces
glaucescens (Rockser & Wehmeier 2008).
Brotowali merupakan tanaman obat yang secara turun temurun digunakan
sebagai obat antidiabetes. Tanaman obat ini ternyata mengandung aktinomiset
endofit.
Pujiyanto (2012) melakukan penapisan kemampuan inhibitor
-
glukosidase terhadap 32 isolat aktinomiset endofit brotowali dan mendapatkan
bahwa Streptomyces sp. BWA 65 memiiki kemampuan tertinggi. Namun
demikian, sejauh ini kajian tentang gen penghasil inhibitor
-glukosidase
Streptomyces sp. BWA 65 yaitu Sedoheptulosa 7-fosfat siklase belum diketahui.
Pengaruh ekstrak Streptomyces sp. BWA 65 yang mengandung senyawa inhibitor
-glukosidase dalam menurunkan kadar glukosa darah secara in vivo juga belum
diketahui.
Langkah
penting
tersebut
diperlukan
untuk
pengembangan
kemampuannya sebagai inhibitor -glukosidase.
Permasalahan
Berdasarkan fakta bahwa penderita diabetes di Indonesia terus meningkat,
sedangkan Indonesia memiliki kekayaaan dan keragaman aktinomiset yang tinggi.
Aktinomiset diketahui merupakan penghasil utama metabolit sekunder dengan
beragam fungsi penting di bidang kesehatan diantaranya sebagai obat antidiabetes.
Penelitian sebelumnya telah berhasil memperoleh Streptomyces sp. BWA 65
endofit brotowali yang memiliki aktivitas inhibitor α-glukosidase. Namun
demikian, gen yang memproduksi inhibitor -glukosidase oleh Streptomyces sp.
BWA 65 belum diketahui. Gen Sedoheptulosa 7-fosfat siklase diketahui
4
bertanggung jawab sebagai penghasil inhibitor
-glukosidase acarbose. Namun,
belum diketahui apakah gen tersebut juga dimiliki oleh Streptomyces sp. BWA
65.
Streptomyces sp. BWA 65 telah diketahui memiliki aktivitas inhibitor glukosidase berdasarkan uji in vitro. Akan tetapi aktivitas inhibitor -glukosidase
Streptomyces sp. BWA 65 dalam menurunkan kadar glukosa darah secara in vivo
belum diketahui.
Hipotesis
Streptomyces sp. BWA 65 memiliki gen Sedoheptulosa 7-fosfat siklase
acarbose dan pada konsentrasi tertentu, senyawa inhibitor
-glukosidase yang
dihasilkannya dapat menurunkan kadar glukosa darah mencit.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi gen Sedoheptulosa 7-fosfat
siklase dan mengkaji kemampuan senyawa bioaktif inhibitor α-glukosidase yang
dihasilkan oleh Streptomyces sp. BWA 65 dalam menurunkan kadar glukosa
darah mencit secara in vivo.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti ilmiah bahwa
Streptomyces sp. BWA 65 endofit brotowali memiliki gen penghasil inhibitor αglukosidase penurun kadar glukosa darah pada hewan coba mencit. Informasi
ilmiah yang diperoleh dari hasil penelitian ini bermanfaat sebagai dasar
pengembangan obat antidiabetes berbasis metabolit sekunder yang dihasilkan
Streptomyces sp. BWA 65 sebagai inhibitor α-glukosidase.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Obat
Tanaman obat merupakan penghasil metabolit sekunder yang dapat
berfungsi sebagai bahan baku obat untuk beragam penyakit termasuk diabetes
(Radji 2005). Metabolit sekunder asal tanaman obat yang berpotensi sebagai
antidiabetes dapat dikelompokkan berdasarkan struktur kimia yaitu alkaloid,
terpenoid, flavonoid, dan fenol (Jung et al. 2006). Menurut Li et al. (2004)
metabolit sekunder yang dikembangkan sebagai obat herbal baru untuk
pengobatan diabetes di Cina termasuk ke dalam golongan polisakarida, terpenoid,
flavonoid, sterol, dan alkaloid.
Grover et al. (2002) mengidentifikasi setidaknya ada 45 jenis tanaman
obat tradisional Asia India berupa produk murni dan ekstrak kasar yang efektif
dalam mengobati diabetes dan komplikasinya. Tanaman tersebut diantaranya
adalah Ayurveda, Allium cepa, Allium sativum, Cajanus cajan, Coccinia indica,
Caesalpinia bonducella, Eugen jambolana, Ficus bengalenesis, Gymnema
sylvestre, Momordica charantia, Murraya koeingii, Ocimum sanctum syn.Tenuit,
Pterocarpus marsupium, Swertia chirayita, Syzigium cumini, Tinospora
cordifolia, Trigonella dan Azardirachta indica .
Tanaman obat yang berpotensi sebagai antidiabetes mempunyai beragam
mekanisme kerja. Beberapa mekanisme tanaman obat dalam menurunkan kadar
glukosa darah yang telah teridentifikasi diantaranya adalah merangsang sel pulau
langerhans pankreas untuk melepaskan insulin, menghambat kerja enzim yang
dapat meningkatkan kadar glukosa darah, meningkatkan jumlah dan kepekaan
situs reseptor insulin terhadap insulin, mengurangi pengeluaran glikogen,
meningkatkan penggunaan glukosa pada jaringan dan organ, membersihkan
radikal bebas, menghambat peroksidasi lipid dan memperbaiki gangguan
metabolisme lipid dan protein (Li et al. 2004). Terpenoid dan polifenol dari
tanaman berpotensi sebagai antidiabetes dalam menurunkan kadar glukosa darah
menurut Jung et al. (2006) terjadi melalui mekanisme penghambatan terhadap
kerja alfa glukosidase dan aldose reduktase.
6
Brotowali (Tinospora crispa)
Tanaman brotowali merupakan tanaman yang mudah tumbuh dan banyak
ditemukan di Indonesia. Brotowali merupakan tanaman indigenus yang tumbuh di
Malaysia dan dikenal dengan nama daerah sebagai akar parawali, atau akar
seruntum. Sebagai obat herbal brotowali sering dipakai sebagai salah satu bahan
ramuan jamu. Dalam pengobatan tradisional Malayasia dan Thailand, brotowali
banyak digunakan untuk mengobati penyakit seperti demam, sakit kuning,
hiperglikemia, luka, cacingan dan infeksi kulit. Selain itu, brotowali juga
digunakan untuk mengobati sakit gigi dan sakit perut, batuk, asma dan radang
selaput dada (Noor & Ashcroft 1989). Rebusan sebuah batang brotowali dalam
pengobatan tradisional Thailand digunakan sebagai antipiretik untuk mengobati
radang internal, mengurangi rasa haus, meningkatkan nafsu makan, pendinginan
suhu tubuh dan untuk menjaga kesehatan. Di Indonesia, brotowali digunakan
untuk mengobati diabetes, hipertensi, dan lumbago (Dweck & Cavin 2006).
Brotowali dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan cara
menghambat penyerapan glukosa diusus halus dan meningkatkan kadar insulin
plasma melalui perbaikan kerja pankreas yaitu dengan menstimulasi pelepasan
insulin melalui modulasi konsentrasi Ca2+ pada sel beta pankreas, sehingga
ekstrak brotowali dapat digunakan dalam terapi DM tipe 2 (Noor & Ashcrof 1998,
Sriyapai et al. 2009). Tanaman brotowali dapat mengurangi kadar glukosa plasma
sebanyak 7.45% selama 40 hari pada tikus yang diinduksi dengan streptozotosin
(Grover et al. 2003).
Ciri-ciri dari tanaman brotowali yaitu liana, membelit dengan batang dan
ranting, batang sukulen dan berbenjol-benjol, daun tunggal, tanpa stipula, tulang
daun menjari, fitotaksis tersebar, bunga uniseksual, trimeros, aksiler atau
cauliflorous, buah batu, tipe daun dorsiventral, stomata anomositik, berkas
pembuluh kolateral terbuka, pada bagian korteks batang terdapat lengkungan
sklerenkim. Kandungan kimia brotowali terdiri atas amilum, pikroretin,
pikroretosida, alkaloida, saponin, tanin (Santa et al. 1998).
Menurut Santa et al. (1998) klasifikasi tanaman brotowali (Tinospora
crispa (L) Miers):
Kingdom
: Plantae
Subkingdom : Spermatohpyta
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliophyta
Sub kelas
: Magnoliidae
Ordo
: Rununculales
Famili
: Menispermaceae
Genus
: Tinospora
Spesies
: Tinospora crispa (L) Miers Ex. Hoox-f & Thomas
Mikrob Endofit
Mikrob endofit adalah mikrob yang hidup di dalam jaringan tanaman pada
periode tertentu. Mikrob ini mampu hidup dengan membentuk koloni dalam
jaringan tanaman tanpa membahayakan inangnya. Mikrob endofit menghasilkan
senyawa bioaktif yang berfungsi sebagai antioksidan, antibiotik, antivirus,
antikanker, bioinsektisida, imunosupresif, serta antidiabetik (Strobel & Daisy
2003). Beberapa mikrob endofit diketahui mampu menghasilkan metabolit
sekunder atau senyawa fitokimia sama dengan tanaman inangnya. Hal ini diduga
terbentuk akibat adanya transfer genetik (genetic recombination) dalam kurun
waktu evolusi tertentu dari tanaman inangnya ke dalam mikrob endofit (Tan &
Zou 2001). Beragam mikrob endofit yang telah berhasil diisolasi dari tanaman
inangnya (Strobel & Daisy 2003, Hasegawa et al. 2006) dideskripsikan sebagai
berikut:
1.
Mikrob endofit penghasil antibiotik
Fusarium sp. endofit tanaman Sellaginella pallescens memiliki potensi
sebagai antifungi terhadap Candida albicans (Brady & Jon 2000). Colletotrichum
gleosporioides endofit tanaman Artemisia mongolica menghasilkan senyawa
metabolit sekunder asam Colletrotic yang dapat menghambat pertumbuhan
Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, dan Sarcina lutea (Zou et al. 2000).
Colletotrichum sp. endofit tanaman Artemisia annua memproduksi senyawa
8
antimikrob (Lu et al. 2000). Streptomyces NRRL 30566 endofit Grevilea
pteridifolia menghasilkan antibiotik kakadumycins dan munumbicin D yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif serta berkhasiat sebagai obat anti
malaria (Castillo et al. 2003). Streptomyces sp. UK 06 yang diisolasi dari tanaman
Thottea grandifora mampu menghambat bakteri Gram positif dan cendawan
Fusarium solani (Ghadin et al. 2008).
2.
Mikrob endofit penghasil antivirus
Cendawan endofit Cytonaema sp. dapat menghasilkan metabolit cytonic acid
A dan B, yang struktur molekulnya merupakan isomer p-tridepside, berhasiat
sebagai anti virus. Cytonic acid A dan B ini merupakan protease inhibitor dan
dapat menghambat pertumbuhan cytomegalovirus manusia (Guo et al. 2003).
3.
Mikrob endofit penghasil senyawa antikanker
Mikrob endofit dalam tanaman Taxus menghasilkan senyawa diterpenoid
Paclitaxel dan derivatnya yang berkhasiat sebagai antikanker (Strobel et al. 2002).
4.
Mikrob endofit penghasil zat anti malaria
Streptomyces NRRL 30566 endofit Grevilea pteridifolia menghasilkan
senyawa metabolit kakadumycins berkhasiat sebagai obat anti malaria (Castillo et
al. 2003). Geotrichum sp. yang diisolasi dari Crassocephalum crepidioides
menghasilkan senyawa metabolit sekunder dihydroisocoumarin yang memiliki
potensi antimalaria, antituberkulosis dan antifungal (Kongsaeree et al. 2003).
5.
Mikrob endofit penghasil zat antioksidan
Endofit Paecilomyces sp. WSF-12 yang diisolasi dari tanaman Withania
somnifera menghasilkan metabolit sekunder yang berfungsi sebagai antioksidan
(Madki et al. 2010).
Pestalotiopsis microspora yang diisolasi dari tanaman
Terminalia morobensis yang tumbuh di Papua New Guinea, menghasilkan
komponen pestacin dan isopestasin. Pestacin memiliki potensi sebagai antioksidan
yang melebihi vitamin E (Harper et al. 2003). Tubuh buah dari Xylaria sp. YX28 yang diisolasi dari tanaman Gingko biloba memiliki potensi sebagai
antioksidan alami (Liu et al. 2007).
6. Mikrob Endofit penghasil senyawa antidiabetes
Endofit Pseudomassaria sp menghasilkan metabolit sekunder yang bekerja
seperti insulin. Metabolit sekunder ini dapat mengaktifkan reseptor insulin-like
growth factor I (IGFI) dan reseptor tirosin kinase sehingga dapat menurunkan
kadar glukosa darah pada tikus diabetes (Zhang et al. 1999). Streptomyces
glaucescens menghasilkan senyawa metabolit sekunder mirip dengan acarbose
berfungsi sebagai inhibitor α-glukosidase yang dapat menurunkan kadar gukosa
darah (Rockser & Wehemeier 2008).
Aktinomiset
Aktinomiset termasuk kelompok bakteri Gram positif yang mempunyai
kandungan Guanine-Cytosine (GC) tinggi (high GC Gram positive bacteria)
antara 63–78% (Madigan et al. 2006). Aktinomiset dikenal memiliki kemampuan
menghasilkan metabolit sekunder seperti antibiotik, anti tumor, antidiabetik, anti
virus, anti jamur dan lain-lain (Strobel & Daisy 2003, Dehnad et al. 2010).
Aktinomiset dengan hifa tumbuh cepat, membentuk miselium aerial, memiliki
spora yang tersusun berantai seperti spiral atau heliks tergolong streptomiset.
Aktinomiset yang tidak membentuk miselium aerial tergolong non streptomiset
(rare actinomycetes). Streptomyces merupakan genus paling banyak (77%) dari
kelompok streptomiset. Genus yang tergolong non streptomiset antara lain
Actinomadura, Actinoplanes, Mycobacterium, Nocardia, Saccharopolyspora,
Microbispora, dan Micromonospora. Morfologi rantai spora, permukaan spora,
warna miselium serta pigmentasi dapat dijadikan dasar klasifikasi hingga level
spesies (Miyadoh & Otoguro 2004).
Klasifikasi aktinomiset genus Streptomyces dalam Miyadoh (1997) yaitu :
Kingdom
: Bacteria
Filum
: Actinobacteria
Kelas
: Actinobacteria
Sub kelas
: Actinobacteridae
Ordo
: Actinomycetales
Sub ordo
: Streptomycineae
Famili
: Streptomycetaceae
Genus
: Streptomyces
Species
: Streptomyces sp.
Perbedaan dalam bentuk dan pembentukan filamen aerial serta
munculnya struktur spora dari beberapa spesies merupakan bagian utama yang
10
digunakan untuk mengklasifikasi spesies Streptomyces spp. Konidia dan spora
yang sering berpigmen memberikan peran dalam mengkarakterisasi koloni yang
matang. Perbedaan karakteristik tersebut menyebabkan genus Streptomyces spp.
mempunyai berbagai macam spesies dan telah ditemukan lebih dari 500 spesies,
umumnya merupakan organisme dalam tanah. Streptomyces spp. juga ditemukan
dalam air, akan tetapi dalam jumlah yang relatif sedikit dibanding dengan spesies
yang terdapat dalam tanah. Karakteristik yang umum adalah dengan adanya
aroma tanah yang dihasilkan oleh metabolit Streptomyces sp. yang disebut
geosmin (Madigan & Martinko 2006).
Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik ditandai dengan
tingginya glukosa dalam darah. Bila tidak segera ditangani, penyakit ini akan
mengarah pada komplikasi utama, seperti diabetes neuropati, retinopati dan
penyakit kardiovaskuler (Sheetz & George 2002, He & King 2004).
Penyakit DM terbagi atas DM tipe 1 dan DM tipe 2. DM tipe 1 dikenal
sebagai diabetes tergantung Insulin (IDDM). Selain terjadi pada orang dewasa,
DM tipe 1 juga dapat terjadi pada anak-anak dan remaja. Penyakit DM tipe 1
terjadi karena ada kerusakan sel beta pankreas pulau langerhans yang berakibat
pada berkurangnya produksi insulin sehingga dampak dari DM tipe 1 hanya dapat
dikendalikan dengan pemberian Insulin. Diabetes Mellitus tipe 2 disebut juga
diabetes tidak tergantung insulin (NIDDM), terjadi karena adanya gangguan
sekresi insulin pankreas atau menurunnya sensitifitas reseptor terhadap insulin ke
dalam jaringan terutama otot dan hati. Umumnya DM tipe 2 disertai dengan
kegemukan (obesitas), dislipidemia, hipertensi, hiperinsulinemia, fibrinolisis,
disfungsi endotel, peradangan, dan aterosklerosis prematur (Inzucchi 2002, Sheetz
& George 2002, CAD 2008). Pengobatan DM tipe 2 ini dapat diobati dengan
obat-obatan kimia yaitu golongan sulfonylurea, biguanida, inhibitor αglukosidase, thiazolidinediones (Li et al. 2004 ) dan dapat juga dengan tanaman
obat herbal (Jung et al. 2006).
Pencernaan dan Absorbsi Karbohidrat
Karbohidrat
merupakan
sumber
kalori
yang
memiliki
polimer
polisakarida. Sebelum dicerna didalam tubuh karbohidrat terlebih dahulu dipecah
menjadi monomer yaitu unit paling sederhana yang disebut monosakarida. Untuk
memecah polisakarida diperlukan dua enzim utama yaitu α-amilase dan αglukosidase. Pencernaan karbohidrat dimulai dari mulut, dengan adanya enzim αamilase yang dikeluarkan oleh kelenjar saliva. Enzim ini memecah karbohidrat
sekitar 5 % dan kemudian di degradasi di dalam lambung. Pencernaan karbohidrat
selanjutnya dilakukan di usus halus oleh adanya enzim α-amilase yang dihasilkan
oleh pankreas. Enzim α-amilase dapat menghidrolisis sempurna amilosa menjadi
maltose (disakarida) dan glukosa. Selanjutnya enzim α-glukosidase yang
dihasilkan di usus halus dapat menghidrolisis secara sempurna laktosa, maltosa
dan sukrosa menjadi unit monosakarida. Hanya unit monosakarida yang mampu
diserap didalam darah. Glukosa dan monosakarida lainnya seperti fruktosa dan
galaktosa yang merupakan hasil dari hidrolisis sukrosa dan laktosa diabsorpsi dari
usus halus melalui vena portal hepatika menuju hati. Dari hati monosakarida yang
tidak digunakan secara langsung akan disimpan sebagai glikogen. Glukosa
kembali akan memasuki aliran darah sebagai glukosa bebas (kadar glukosa dalam
darah) untuk dibawa ke jaringan dan dioksidasi melalui jalur glikolisis untuk
menghasilkan energi yang diperlukan oleh tubuh (FAO 1998).
Pengobatan Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan
secara total tetapi dapat dikendalikan. Pengobatannya dapat dilakukan dengan
obat hipoglikemik oral atau antidiabetes oral. Antidiabetes oral dapat dibagi
kedalam 4 golongan:
1.
Golongan Sulfonilurea
Sulfonilurea
meningkatkan
sekresi
insulin
oleh
sel
beta
dengan
meningkatkan respon akut untuk meningkatkan kadar glukosa darah. Sulfonilurea
dapat memperbaiki kadar glukosa darah puasa. Obat golongan ini dipakai dalam
terapi DM tipe 2. Golongan yang termasuk sulfonilurea generasi pertama adalah
klorpropamida, tolbutamida, asetoheksamida, dan tolazamida. Generasi kedua
adalah glibenklamida, glizida, glibonurida (Inzucchi 2002).
12
2.
Golongan Thiazolidinediones
Thianizolidinediones bekerja pada jaringan lemak, otot dan jaringan hati
seperti metformin. Obat ini dapat menurunkan lipolisis pada jaringan lemak,
menurunkan produksi asam lemak bebas, mengurangi resistensi insulin pada
jaringan otot dan hati. Obat ini dapat mengurangi glukoneogenesis dalam hati,
meningkatkan ambilan glukosa oleh hati dan sel otot, meningkatkan produksi
insulin dengan memperbaiki sel beta pankreas (Nancy & Bohannon 2002).
3.
Golongan Biaguanide
Turunan biaguanide adalah metformin yang memperbaiki sensitivitas insulin,
menurunkan glukoneogenesis hati dan meningkatkan pengambilan glukosa oleh
sel hati dan sel otot. Obat ini juga menghambat lipolisis dalam jaringan lemak,
dan mengurangi pelepasan asam lemak bebas (Sheetz & George 2002).
4.
Golongan Inhibitor α-Glukosidase
E zi
α-glukosidase berperan dalam proses metabolisme karbohidrat dan
glikoprotein. Enzim ini berfungsi mengkatalisis pelepasan glukosa dari
oligosakarida dan polimer penyimpanan seperti pati dan glikogen (Cheng &
Fantus 2005).
Inhibitor α-glukosidase (misalnya acarbose, miglitol dan
voglibose) menyebabkan pembentukan glukosa terhambat di usus halus sehingga
penyerapan glukosa tertunda.
Hal ini mengakibatkan kadar glukosa setelah
makan menjadi rendah. Obat yang termasuk kedalam golongan ini adalah
acarbose. Dalam pengobatan diabetes, acarbose sering digunakan untuk
pengobatan pasien DM tipe 2 (Laar et al. 2005, Hanefeld et al. 2008).
Acarbose adalah pseudooligosakarida
yang
memiliki
kemampuan
menghambat kerja enzim α-glukosidase di dalam saluran pencernaan sehingga
dapat
menurunkan
penyerapan
glukosa
dan
menurunkan
hiperglikemia
postprandial. Acarbose memiliki nama kimia O-4,6-dideoxy- 4-[[(1S, 4R, 5S,
6S)-4,5,6-trihydroxy-3-(hydroxymethyl)-2-cyclohexen-1-yl]amino]-(alpha)-Dglucopyranosyl-1(1→4)O-(alpha)-D-glucopyranosyl-(1→4)-D-glucose. Acarbose
memiliki rumus empirik C25H43NO18 bersifat larut dalam air (Wehmeier &
Piepersberg 2004, Shibao et al. 2007). Struktur kimia acarbose adalah sebagai
berikut :
Gambar 1 Struktur acarbose terbagi atas bagian cylitol tidak jenuh (A),
aminodeoxyhexose atau acarviosine (B) dan maltose (cincin C dan D)
(Brunkhorst & Erwin 2005).
Voglibose adalah inhibitor alfa glukosidase yang digunakan untuk
menurunkan kadar glukosa darah setelah makan pada penderita diabetes mellitus.
Voglibose memiliki kemampuan untuk meningkatkan sekresi glucagon-like
peptide-1 (GLP-1) pada manusia. GLP-1 diketahui terlibat dalam regulasi sekresi
insulin, sekresi glukagon, peremajaan sel beta dan regulasi fungsi jaringan
pankreas. Bentuk aktif GLP 1 dapat dinonaktifkan oleh dipeptidyl peptidase-4
(DPP-4) membentuk GLP-1 amida.
Inhibitor alfa glukosidase menunda
penyerapan karbohidrat akibatnya terjadi penurunan penyerapan gula dalam usus
halus, yang meyebabkan terjadinya peningkatan terhadap sekresi GLP-1 (Moritoh
et al. 2009).
Miglitol adalah pseudomonosakarida, merupakan inhibitor α-glukosidase
pertama,
dapat
meningkatkan
menurunkan
kontrol
kadar
glikemik,
glukosa
mengurangi
darah
postprandial
tingkat
glikosilasi
dengan
pada
hemoglobin(HbA). Miglitol sebagai antihiperglikemik oral digunakan untuk
pengobatan pasien dengan diabetes mellitus tipe 2. Obat ini tidak memiliki efek
hipoglikemik, tidak berpengaruh pada berat badan karena secara sistemik cepat
diserap namun tidak dimetabolisme dan cepat diekskresikan melalui ginjal.
Namun demikian miglitol memiliki efek pada sistem pencernaan berupa perut
kembung, sakit perut dan diare (Scott & Spencer 2000).
Mikrob Penghasil Inhibitor α-Glukosidase
Berbagai mikrob telah diidentifikasi menghasilkan senyawa yang dapat
menghambat enzim α-glukosidase. Senyawa inhibitor α-glukosidase tersebut
14
adalah acarbose. Acarbose adalah pseudooligosakarida yang bertindak sebagai
kompetitor α-glukosidase bersifat hampir tidak dicerna dan tidak bersifat racun
(Laube 2002, Wehmeier & Piepersberg 2004). Acarbose merupakan produk alami
anggota C7N-aminocyclitol dihasilkan oleh aktinomiset genus Actinoplanes sp.
dan Streptomyces sp. digunakan dalam terapi pengobatan DM tipe 2 (Wehmeier &
Piepersberg 2004).
Beberapa
hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
beragam
galur
Actinoplanes dapat menghasilkan inhibitor α-glukosidase yaitu jenis Actinoplanes
sp. SE50/110 (Zhang et al. 2003a), Actinoplanes sp. CKD485-16 (Choi & Shin
2003), Actinoplanes sp. A56 (Wei et al. 2010). Aktinomiset yang berasal dari
genus Micromonospora sp. VITSDK3 (EU55138) (Suthindiran et al. 2009) dan
Streptomyces glaucescens juga menghasilkan inhibitor α-glukosidase (Rockser &
Wehmeier 2008).
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan dari Oktober 2011 hingga Juni 2012, bertempat di
Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi FMIPA IPB, Laboratorium Uji
Pusat Studi Biofarmaka LPPM-IPB, serta Laboratory for Biomolecules and
Proteomes, Department of Biotechnology and Life Science Tokyo University of
Agriculture and Technology (TUAT), Japan.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan galur
deutsch democratic Yokohama (ddY) yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka
LPPM-IPB, Streptomyces sp. BWA 65 koleksi Dr. Ir. Yulin Lestari, yang telah
diketahui memiliki aktivitas inhibisi tertinggi terhadap enzim α- glukosidase.
Media Mikrobiologi yang digunakan adalah Natrium Agar (NA), International
Streptomyces Project (ISP) No.2 dan No.4, Enzim α- glukosidase (Sigma; USA),
Na2CO3, dimetilsulfoksida, dan p-nitrofenil α-Dglukopiranosida, bufer fosfat (pH
7,0), streptozotosin, glukosa 10 %, akuades, lisozim; sodium dodecyl sulfate
(SDS); cetyl trimetyl ammonium bromide (CTAB); kit PCR Ex Takara (Japan),
GeneClean II
®
KIT (Qbiogene, Japan), T-vektor pMD20, 2 x ligation Mix,
Buffer sekuensing Big Dye, Enzim restriksi Xba I, Bam HI-HF, Big Dye
terminator Cycle sequencing Kits (v3.1).
Alat
Alat yang digunakan adalah mesin PCR 2400 (Japan), mesin sekuenser
Applied Biosystem 3130 xl Genetic Analyzer (Japan), spektrofotometer,
sentrifuse, freeze dryer (Takara; Japan), water bath, laminar air flow, jarum suntik
dan alat-alat standar laboratorium Mikrobiologi.
Peremajaan Streptomyces sp. BWA 65
Streptomyces sp. BWA 65 endofit asal brotowali yang memiliki aktivitas
α-glukosidase diremajakan pada media agar International Streptomyces Project
(ISP) no.2 pada suhu ruang selama tujuh hari. Inokulum sebanyak 5 disk cakram
16
(51 mg biomassa/mL) dimasukkan dalam 100 mL media cair ISP no.4. Inkubasi
dilakukan pada suhu ruang menggunakan inkubator bergoyang dengan kecepatan
120 rpm selama tujuh hari untuk kemudian digunakan sebagai starter inokulum.
Ekstrak kasar BWA 65 diperoleh dengan cara menginokulasi starter inokulum
sebanyak 100 mL (100 mg biomassa/mL) ke dalam 5 liter media ISP no.4 selama
14 hari di dalam fermentor. Selanjutnya ekstrak kasar diekstrak dengan etil asetat
dengan perbandingan volume 1:1. Ekstrak kemudian dikeringkan d