Aktivitas Inhibitor Alpha Glukosidase Streptomyces sp. BWA 65 pada beberapa Media, pH, dan Suhu

AKTIVITAS INHIBITOR α-GLUKOSIDASE Streptomyces sp.
BWA 65 PADA BEBERAPA MEDIA, pH, DAN SUHU

INDAH SETIAWATI

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aktivitas Inhibitor αGlukosidase Streptomyces sp. BWA 65 pada Beberapa Media, pH, dan Suhu
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014
Indah Setiawati
NIM G34100051

ABSTRAK
INDAH SETIAWATI. Aktivitas Inhibitor α-Glukosidase Streptomyces sp. BWA
65 pada Beberapa Media, pH, dan Suhu. Dibimbing oleh YULIN LESTARI dan
RUDI HERYANTO.
Streptomyces sp. BWA 65 merupakan genus aktinomiset asal tanaman
brotowali (Tinospora crispa), yang menghasilkan senyawa inhibitor α-glukosidase
sebagai antidiabetes. Produksi senyawa tersebut selain dipengaruhi faktor internal
juga faktor eksternal seperti media, pH, dan suhu. Senyawa inhibitor αglukosidase dikaji aktivitasnya pada beberapa media, pH, dan suhu melalui
penelitian ini. Isolat Streptomyces sp. BWA 65 tumbuh dan bersporulasi dengan
baik pada media YSA, ditunjukkan terbentuknya koloni berwarna putih pada
inkubasi 7-10 hari. Media ISP-2 adalah media pertumbuhan terbaik yang
dibandingkan dengan media YS dan ISP-4. Pada media ISP-2 ini, Streptomyces sp.
BWA 65 menghasilkan inhibisi optimum yang terkandung dalam supernatan dan
ekstrak etil asetat setelah 10 hari. Kondisi pertumbuhan optimum ini, digunakan
untuk memproduksi senyawa inhibitor α-glukosidase menggunakan fermentor
dalam kondisi terkontol yaitu suhu 27-29 °C, pH 7, dan tekanan oksigen 3-5

mmHg. Hasil produksi senyawa inhibitor α-glukosidase diuji aktivitas inhibisinya
pada berbagai pH dan suhu. Persentase tertinggi dengan aktivitas inhibisi
supernatan dan ekstrak etil asetat diperoleh pada pH 7, suhu 27 °C dengan
inkubasi 24 jam. Kondisi tersebut menghasilkan persentase inhibisi tertinggi
supernatan 90.2 %, sedangkan ekstrak etil asetat 91.8 %. Sebagai pembanding,
acarbose dengan konsentrasi 1000 ppm yang menghasilkan aktivitas inhibisi
98.6 %.
Kata kunci: aktivitas inhibitor α-glukosidase, media, pH, Streptomyces sp. BWA
65, suhu

ABSTRACT
INDAH SETIAWATI. Activity of α-Glucosidase Inhibitor of Streptomyces sp.
BWA 65 at Various Media, pH, and Temperature. Supervised by YULIN
LESTARI dan RUDI HERYANTO.
Streptomyces sp. BWA 65 is a genus of actinomycetes from brotowali
(Tinospora crispa), which produces α-glucosidase inhibitor as antidiabetic.
Production of this compound is influenced by external factors such as media, pH,
and temperature. The α-glucosidase inhibitor activity was assessed at various
media, pH, and temperature. Streptomyces sp. BWA 65 grew and sporulated well
on YSA medium, indicated by the formation of white colonies after incubation

for 7-10 days. ISP-2 medium was the best growth medium compared with YS and
ISP-4 media. In this ISP-2 medium, Streptomyces sp. BWA 65 produced optimum
inhibition of it’s supernatant and it’s ethyl acetate extract after 10 days of
production time. This optimum growth condition was used for the production of
α-glucosidase inhibitor compound using a fermentor at control condition, e.g. 2729 °C, pH 7, and oxygen pressure at 3-5 mmHg. The α-glucosidase inhibitor
compound produced was assayed at various pH and temperature. The higest
percentage of inhibitor activity of supernatant and ethyl acetate extract was found

at pH 7, 27 °C for 24 h incubation. At this condition, the highest percentage of
inhibition of the supernatant was 90.2 %, while for ethyl acetate extract was
91.8 %. As a comparison, acarbose at 1000 ppm concentration gave 98,6 %
inhibition activity.
Keywords: α-glukosidase inhibitor activity, medium, pH, Streptomyces sp. BWA
65, temperature

AKTIVITAS INHIBITOR α-GLUKOSIDASE Streptomyces sp.
BWA 65 PADA BEBERAPA MEDIA, pH, DAN SUHU

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains
pada
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Aktivitas Inhibitor α-Glukosidase Streptomyces sp. BWA 65 pada
Beberapa Media, pH, dan Suhu
Nama
: Indah Setiawati
NIM
: G34100051

Disetujui oleh

Dr Ir Yulin Lestari

Pembimbing I

Rudi Heryanto, SSi, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Iman Rusmana, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Alhamdulillahirabbil’alamiin. Puji syukur kehadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan karya
ilmiah yang berjudul Aktivitas Inhibitor α-Glukosidase Streptomyces sp. BWA 65
pada Beberapa Media, pH, dan Suhu. Terhitung dari bulan Januari-Juni 2014 di
Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi IPB.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Yulin Lestari dan Bapak Rudi
Heryanto, SSi, MSi selaku pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan

dukungan materi selama penelitian dan penyusunan skripsi. Ucapan terima kasih
disampaikan pula kepada Bapak Dr Tri Atmowidi, MSi selaku penguji, atas saran dan
diskusi yang diberikan. Tak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada mbak
Sari, Aldi, Deli, Kuro, Rahma, Eka, Wulan, Ismi dan staf Laboratorium
Mikrobiologi IPB yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Ungkapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga tercinta, terutama kedua orang tua
(mamah dan bapak), kakung dan mbah uti yang senantiasa memberikan do’a,
dukungan, dan limpahan kasih sayang. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih
kepada teman-teman Biologi 47 atas kerjasama, dukungan, dan semangatnya.
Semoga karya ilmiah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi
kita semua.

Bogor, September 2014

Indah Setiawati

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

ix


DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

METODE

2


Waktu dan Tempat

2

Peremajaan dan Persiapan Kultur Starter

2

Produksi Senyawa Inhibitor α-Glukosidase pada Beberapa Jenis Media,
Waktu Produksi, pH, dan Suhu

2

Ekstraksi Senyawa Inhibitor α-Glukosidase

3

Uji Aktivitas Inhibitor α-Glukosidase


3

HASIL DAN PEMBAHASAN

4

Hasil

4

Pembahasan

8

SIMPULAN DAN SARAN

11

Simpulan


11

Saran

11

DAFTAR PUSTAKA

12

LAMPIRAN

14

DAFTAR GAMBAR
1
2

3


4

5
6

7

8

9

Streptomyces sp. BWA 65 hasil peremajaan pada media YSA selama
7 hari pada suhu 24-26 oC (ruang)
4
Produktivitas biomassa dan aktivitas inhibisi α-glukosidase yang
terkandung dalam supernatan dan ekstrak etil asetat asal Streptomyces sp.
BWA 65 pada media YS
5
Produktivitas biomassa dan aktivitas inhibisi α-glukosidase yang terkandung
dalam supernatan dan ekstrak etil asetat asal Streptomyces sp. BWA 65
pada media ISP-2
5
Produktivitas biomassa dan aktivitas inhibisi α-glukosidase yang
terkandung dalam supernatan dan ekstrak etil asetat asal Streptomyces sp.
BWA 65 pada media ISP-4
6
Pertumbuhan isolat Streptomyces sp. BWA 65 pada media produksi
ISP-2 dengan waktu produksi 10 hari
6
Perbandingan aktivitas inhibisi senyawa α-glukosidase yang terkandung
dalam supernatan dan ekstrak etil asetat asal Streptomyces sp. BWA 65
pada berbagai pH
7
Perbandingan aktivitas inhibisi senyawa α-glukosidase yang terkandung
dalam supernatan dan ekstrak etil asetat asal Streptomyces sp. BWA 65
pada berbagai suhu dengan inkubasi 30 menit
7
Perbandingan aktivitas inhibisi senyawa α-glukosidase yang terkandung
dalam supernatan dan ekstrak etil asetat asal Streptomyces sp. BWA 65
pada berbagai suhu dengan inkubasi 24 jam
8
Perbandingan aktivitas inhibisi senyawa α-glukosidase yang terkandung
dalam supernatan dan ekstrak etil asetat asal Streptomyces sp. BWA 65
pada perlakuan terpilih (pH 7, suhu 27 °C, dan 37 °C)
9

DAFTAR LAMPIRAN
1 Komposisi media
2 Produktivitas biomassa dan aktivitas inhibisi α-glukosidase yang terkandung
dalam supernatan dan ekstrak etil asetat asal Streptomyces sp. BWA 65 pada
media YS
3 Produktivitas biomassa dan aktivitas inhibisi α-glukosidase yang terkandung
dalam supernatan dan ekstrak etil asetat asal Streptomyces sp. BWA 65 pada
media ISP-2
4 Produktivitas biomassa dan aktivitas inhibisi α-glukosidase yang terkandung
dalam supernatan dan ekstrak etil asetat asal Streptomyces sp. BWA 65 pada
media ISP-4
5 Aktivitas inhibisi α-glukosidase dalam supernatan dan ekstrak etil asetat
asal Streptomyces sp. BWA 65 pada berbagai pH dan suhu
6 Aktivitas inhibisi α-glukosidase dalam supernatan dan ekstrak etil asetat
asal Streptomyces sp. BWA 65 pada pH dan suhu optimum

14

14

15

15
15
16

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) adalah jenis penyakit endokrin yang disebabkan
menurunnya hormon insulin yang diproduksi oleh kelenjar pankreas sehingga
glukosa dalam darah meningkat (Utami 2003). Diabetes termasuk penyakit kronis
yang menjadi masalah dunia dengan jumlah penderitanya terus meningkat.
Indonesia merupakan negara urutan ketujuh dengan prevalensi diabetes tertinggi,
di bawah China, India, Amerika, Brazil, Rusia, dan Mexico. Jumlah penderita DM
di Indonesia meningkat sebanyak 4.5 juta jiwa pada tahun 1995 dan diperkirakan
terus meningkat hingga 21.3 juta jiwa pada tahun 2030 (Kemenkes 2010).
Penyakit DM dibagi menjadi 2 tipe yaitu DM tipe I karena kekurangan insulin
yang terjadi karena kerusakan sel beta pankreas, sedangkan DM tipe II disebabkan
insulin yang tidak dapat bekerja dengan baik (Direktur Gizi Masyarakat 2003).
Beragam jenis tumbuhan obat yang terdapat di Indonesia memiliki potensi
aktivitas antidiabetes, salah satunya adalah brotowali (Tinospora crispa). T. crispa
merupakan tanaman herba (perdu) yang hampir semua bagian dari tubuhnya
dimanfaatkan sebagai obat serba guna yang dapat menyembuhkan berbagai
macam penyakit seperti: diabetes melitus, hipertensi, dan demam. Kajian ilmiah
terhadap tanaman brotowali sebagai obat diabetes telah dilakukan para peneliti.
Noor dan Ashcroft (1997) melaporkan bahwa ekstrak T. crispa mampu
menstimulasi peningkatan sekresi insulin, sehingga dapat berperan sebagai
antihiperglikemia. Selain itu, ekstrak T. crispa dapat meningkatkan laju transpor
glukosa ke dalam sel (Noipa dan Ninlaaesong 2011).
Mikrob endofit adalah mikrob yang tinggal sedikitnya satu siklus hidup di
dalam tanaman (Azavedo et al. 2000). Mikrob endofit sangat potensial digunakan
sebagai penghasil suatu senyawa baru, hal ini dikarenakan kemampuan mikrob
endofit dalam menghasilkan senyawa metabolit yang serupa dengan metabolit
inangnya (Tan dan Zou 2001). Potensinya meliputi antibiotik, antivirus,
antikanker, antioksidan, bioinsektisida, imunosupresif, serta antidiabetik (Strobel
dan Daisy 2003). Salah satu mikrob endofit sebagai sumber penyumbang senyawa
antibiotik dan bioaktif terbesar yaitu aktinomiset. Aktinomiset merupakan bakteri
Gram positif yang diketahui sebagai mikrob utama penghasil metabolit sekunder
dengan beragam fungsi seperti antibiotik, antitumor, antivirus, antifungi yang
bermanfaat di bidang kesehatan (Dehnad et al. 2010).
Penderita DM lebih banyak ditemukan pada DM tipe II yaitu lebih dari
95 %. Pengobatan DM tipe ini dapat dilakukan dengan adanya senyawa inhibitor
α-glukosidase yang menghambat pemecahan karbohidrat kompleks sehingga
absorpsi glukosa ke darah oleh usus dapat dicegah (Sundaram et al. 1998). Hal ini
dapat menyebabkan kadar glukosa dalam darah tetap normal. Pujiyanto (2012)
melaporkan bahwa aktinomiset endofit yang diisolasi dari akar, daun, dan batang
dari beberapa tanaman obat mampu menghasilkan senyawa inhibitor αglukosidase. Di antara aktinomiset endofit tersebut, Streptomyces sp. BWA 65
asal tanaman brotowali (T. crispa) yang diisolasi pada bagian akar memiliki
aktivitas inhibisi tertinggi terhadap α-glukosidase. Selain itu dalam uji in vivo,
ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 mempunyai potensi sekitar 75 % dari

2
acarbose dalam menurunkan kadar glukosa darah mencit setelah pemberian
larutan sukrosa 10 % (Velina 2012).
Produksi senyawa inhibitor α-glukosidase yang dihasilkan dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor pertumbuhan baik secara internal seperti
fisiologi dan genetika, serta faktor eksternal seperti media, waktu produksi, pH,
dan suhu. Streptomyces sp. dapat hidup pada kisaran pH 6.5 sampai 8 dan banyak
tumbuh pada media yang mengandung bahan organik, serta sumber karbon seperti
gula, alkohol, asam amino, dan beberapa senyawa aromatik (Crawford 1993).
Waktu produksi optimum setiap isolat berbeda tergantung pada kemampuan
memanfaatkan sumber karbon yang tersedia (Ulya 2009). Menurut Shuler dan
Kargi (2002) peningkatan 10 oC pada suhu optimum pertumbuhan dapat
meningkatkan proses produksi karena mempercepat laju reaksi, namun suhu yang
tinggi juga dapat membatasi produksi karena dapat memutuskan ikatan ion dan
hidrogen pada struktur stabil enzim yang berakibat terjadinya denaturasi. Faktorfaktor eksternal seperti jenis media, waktu produksi, pH, dan suhu inilah yang
belum dikaji pada penelitian-penelitian sebelumnya sehingga menjadi fokus
kajian penelitian ini terhadap pengaruh aktivitas senyawa inhibitor α-glukosidase.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengkaji aktivitas inhibitor α-glukosidase
Streptomyces sp. BWA 65 pada beberapa jenis media, pH, dan suhu.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari 2014 hingga Juni 2014,
bertempat di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi FMIPA IPB.
Peremajaan dan Persiapan Kultur Starter
Streptomyces sp. BWA 65 endofit asal brotowali (Tinospora crispa)
memiliki aktivitas α-glukosidase yang terpilih dari hasil penapisan penelitian
sebelumnya. Streptomyces sp. BWA 65 diremajakan pada media YSA (Yeast
Soluble Starch Agar) dan diinkubasi selama 10 hari pada suhu ruang (24-26 oC).
Isolat hasil peremajaan diinokulasikan ke dalam medium cair berisi 0.1 % soluble
starch, 0.5 % pepton, dan 0.1 % ekstrak khamir. Kultur diinkubasi pada suhu
ruang, digoyang dengan kecepatan 120 rpm selama 7 hari. Kultur ini digunakan
sebagai starter untuk optimasi pertumbuhan.
Produksi Senyawa Inhibitor α-Glukosidase pada Beberapa Jenis Media,
Waktu Produksi, pH dan Suhu
Langkah pertama mengkaji pertumbuhan dan produksi senyawa inhibitor αglukosidase dari isolat Streptomyces sp. BWA 65 terhadap tiga macam media
tumbuh: media Yeast Soluble Starch (YS), International Streptomyces Project no

3
2 (ISP-2) dan International Streptomyces Project no 4 (ISP-4) (Lampiran 1),
dengan waktu produksi yang digunakan adalah 5, 10, 15, dan 20 hari
pertumbuhan.
Sebanyak 1% kultur starter Streptomyces sp. BWA 65
diinokulasikan ke media YS, ISP-2 dan ISP-4. Pada hari ke 5, 10, 15, dan 20
dilakukan panen biomassa dan supernatan. Panen dilakukan dengan cara
disentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm dengan sentrifugasi menggunakan
sentrifuse Beckman J2-21 dalam rotor 50 mL, suhu 4 oC selama 20 menit untuk
memisahkan antara biomassa dan supernatan. Biomassa kemudian ditimbang
bobot keringnya yang diperoleh dari pengovenan dalam suhu 60 oC selama 24 jam,
sedangkan supernatan digunakan untuk uji aktivitas inhibitor α-glukosidase.
Selanjutnya supernatan diekstrak menggunakan etil asetat murni dengan
perbandingan 1:1.
Langkah kedua dilakukan dengan menguji aktivitas inhibisi supernatan dan
ekstrak etil asetat asal Streptomyces sp. BWA 65 yang tumbuh pada berbagai
media dan waktu panen. Hasil pengujian aktivitas inhibisi tertinggi pada media
produksi dan waktu penen ini akan digunakan sebagai acuan untuk produksi
senyawa inhibitor α-glukosidase menggunakan fermentor. Hasil produksi senyawa
inhibitor α-glukosidase di fermentor dalam kondisi suhu 27-29 °C, pH 7, dan
tekanan oksigen 3-5 mmHg diuji aktivitas inhibisinya pada berbagai pH (5,7, dan
9) dan suhu (10 °C, 24-26 °C, 37 °C dan 40 °C). Perlakuan suhu tersebut
dilakukan dalam inkubasi 30 menit dan 24 jam. Menurut Muawamanah (2006),
stabilitas enzim xilanase dari Thermomyces lanuginosus IFO 150 dapat diuji
dengan perlakuan suhu 30, 40, 60, 70 dan 80 °C selama 24 jam, sedangkan
aktivitas enzim pektinase Aspergillus ustus BL5 dilakukan dengan inkubasi
selama 30 menit (Dewi 2012). Langkah terakhir, hasil uji aktivitas tertinggi pada
supernatan dan ekstrak etil asetat dengan perlakuan berbagai pH dan suhu tersebut
akan diuji lanjutan. Supernatan dan ekstrak etil asetat diberi perlakuan pada pH
terpilih kemudian diletakkan dalam suhu terpilih dengan inkubasi 30 menit dan 24
jam, lalu diuji aktivitas inhibisinya. pH dan suhu terbaik tersebut diperoleh dari
langkah sebelumnya.
Ekstraksi Senyawa Inhibitor α-Glukosidase
Supernatan yang diperoleh dari kultur isolat Streptomyces sp. BWA 65
diekstraksi dengan menggunakan pelarut etil asetat murni dengan perbandingan
1:1, selanjutnya dihomogenkan dengan menggunakan magnetic stirer selama 2
jam dan dibiarkan selama 2 jam hingga membentuk fraksi air dan fraksi etil asetat.
Fraksi etil asetat kemudian dipisahkan dan dilakukan pemekatan dengan rotary
evaporator hingga diperoleh fraksi pekat. Fraksi pekat yang diperoleh kemudian
dikeringkan dan dihitung bobotnya. Bobot kering tersebut kemudian diencerkan
menggunakan dimethyl sulfoxide (DMSO) dan siap digunakan untuk aktivitas
inhibitor α-glukosidase
Uji Aktivitas Inhibitor α-Glukosidase
Larutan stok enzim terdiri atas 1 µL α-glukosidase di dalam 100 mL buffer
fosfat pH 7 yang mengandung 200 mg bovin serum albumin. Sebanyak 1 mL
konsentrasi larutan tersebut diencerkan 25 kali dengan buffer fosfat pH 7. Larutan

4
substrat terdiri atas p-nitrofenil α-D-glukopiranosida 20 mM sebanyak 50 µL, 50
µL buffer fosfat pH 7, dan 10 µL larutan dimethyl sulfoxide (DMSO). Campuran
diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37 oC, 50 µL buffer fosfat dan enzim
ditambahkan dan diinkubasi 15 menit. Reaksi dihentikan dengan penambahan 800
µL natrium karbonat. Absorban p-nitrofenol yang dilepaskan diukur
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 400 nm. Inhibitor αglukosidase Acarbose 1000 ppm (Glucobay; Bayer) digunakan sebagai
pembanding. Obat ini dilarutkan dengan akuades sehingga konsentrasinya 1%
(b/v). Larutan pembanding diperlakukan sama dengan sampel. Daya hambat
ekstrak kasar aktinomiset terhadap aktivitas α-glukosidase dihitung dalam persen
inhibisi dengan rumus sebagai berikut: [(C-S)/C x 100%], dengan C ialah
absorban kontrol dan S merupakan absorban sampel (Moon et al. 2011).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pertumbuhan Streptomyces sp. BWA pada Media YSA
Hasil peremajaan isolat Streptomyces sp. BWA 65 menunjukkan bahwa
Streptomyces sp. BWA 65 dapat tumbuh dan bersporulasi dengan baik pada media
YSA yang merupakan media selektif bagi pertumbuhan aktinomiset, sehingga
terbentuk koloni berwarna putih yang tumbuh pada media tersebut (Gambar 1).
Pertumbuhan isolat Streptomyces sp. BWA 65 ditandai dengan miselium aerial
berwarna putih dan miselium substrat berwarna cokelat. Koloni dewasa
Streptomyces sp. BWA 65 ditandai dengan adanya spora berwarna putih, dan
sporulasi memerlukan waktu 7-10 hari.

Gambar 1 Streptomyces sp. BWA 65 hasil peremajaan pada media YSA selama
7 hari pada suhu ruang (24-26 oC)
Optimasi Produksi Senyawa Inhibitor α-Glukosidase dalam Berbagai Media
dan Waktu Produksi
Pertumbuhan dan produktivitas senyawa inhibitor α-glukosidase pada
media YS menunjukkan bobot biomassa, inhibisi supernatan dan inhibisi ekstrak
etil asetat mengalami peningkatan dari hari ke-5 sampai 10 (Gambar 2), lalu
mengalami penurunan pada bobot biomassa, inhibisi supernatan dan inhibisi
ekstrak etil asetat setelah hari ke-10 sampai 20 (Lampiran 2). Persentase inhibisi

5
supernatan dan ekstrak etil asetat tertinggi dalam media YS terdapat pada hari ke10 dengan nilai masing-masing sebesar 88.9 % ± 0.006 dan 93.1 % ± 0.005.
Biomassa 1x10-3
(g)

Inhibisi
(%)
120

16
14

100

12
80

10

60

8
6

40

4
20

2
0

0
5

Inhibisi ekstrak etil asetat

10

15

Hari keInhibisi Supernatan

20

Bobot Biomassa

Gambar 2 Produktivitas biomassa dan aktivitas inhibisi α-glukosidase yang
terkandung dalam supernatan dan ekstrak etil asetat asal Streptomyces
sp. BWA 65 pada media YS
Pertumbuhan dan produktivitas senyawa inhibitor α-glukosidase pada
media ISP-2 menunjukkan bobot biomassa, inhibisi supernatan dan inhibisi
ekstrak etil asetat mengalami peningkatan dari hari ke-5 sampai 10 (Gambar 3),
lalu mengalami penurunan pada bobot biomassa, inhibisi supernatan dan inhibisi
ekstrak etil asetat pada hari ke-10 sampai 20 (Lampiran 3). Presentase supernatan
dan inhibisi ekstrak asetat tertinggi dalam media ISP-2 terdapat pada hari ke-10
dengan nilai masing-masing yaitu 96.9 % ± 0.007 dan 98.6 % ± 0.005.

6
Biomassa 1x10-3
(g)

Inhibisi
(%)
120

18
16

100

14

80

12
10

60

8
6

40

4

20

2
0

0
5

10

Inhibisi ekstrak etil asetat

15
Hari keInhibisi Supernatan

20
Bobot Biomassa

Gambar 3 Produktivitas biomassa dan aktivitas inhibisi α-glukosidase yang
terkandung dalam supernatan dan ekstrak etil asetat asal Streptomyces
sp. BWA 65 pada media ISP-2
Pertumbuhan dan produktivitas senyawa inhibitor α-glukosidase pada
media ISP-4 menunjukkan bobot biomassa, inhibisi supernatan dan inhibisi
ekstrak etil asetat mengalami peningkatan dari hari ke-5 sampai 10 (Gambar 4),
lalu mengalami penurunan pada bobot biomassa, inhibisi supernatan, dan inhibisi
ekstrak etil asetat pada hari ke-10 sampai 20 (Lampiran 4). Presentase supernatan
dan inhibisi ekstrak asetat tertinggi dalam media ISP-4 terdapat pada hari ke-10
dengan nilai masing-masing yaitu 91.4 % ± 0.006 dan 94.3 % ± 0.005.
Inhibisi
(%)
120

Biomassa 1x10-3
(g)
16
14
12
10
8
6
4
2
0

100
80
60
40
20
0
5
Inhibisi ekstrak etil asetat

10

Hari ke-

15

Inhibisi Supernatan

20
Bobot Biomassa

Gambar 4 Produktivitas biomassa dan aktivitas inhibisi α-glukosidase yang
terkandung dalam supernatan dan ekstrak etil asetat asal Streptomyces
sp. BWA 65 pada media ISP-4
Dari tiga jenis media produksi senyawa inhibitor senyawa α-glukosidase
yaitu YS, ISP-2, dan ISP-4, diperoleh bahwa media ISP-2 dengan waktu produksi
10 hari menghasilkan persentase inhibisi supernatan dan ekstrak etil asetat

7
tertinggi. Gambar 5 menunjukkan pertumbuhan isolat Streptomyces sp. BWA 65
yang tumbuh baik dan menghasilkan spora yang cukup banyak.

Gambar 5 Pertumbuhan isolat Streptomyces sp. BWA 65 pada media
produksi ISP-2 dengan waktu produksi 10 hari
Aktivitas Senyawa Inhibitor α-Glukosidase terhadap Perlakuan Berbagai pH
dan Suhu
Supernatan dan ekstrak etil asetat yang dihasilkan dari Streptomyces sp.
BWA 65 pada media ISP-2 menunjukkan persentase inhibisi tertinggi pada pH 7
dengan nilai masing-masing sebesar 79.4 % ± 0.008 dan 81.7 % ± 0.010 (Gambar
6), sedangkan dengan perlakuan suhu supernatan dan ekstrak etil asetat
menunjukkan persentase inhibisi tertinggi pada suhu 37 °C dalam inkubasi 30
menit dengan nilai masing-masing sebesar 85.3 % ± 0.007 dan 86.6 % ± 0.005
(Gambar 7).
100
% Inhibisi

79.4 81.7

Ga
mb
50.3 52.0
60
ar 6
40
Per
ban
20
din
0
gan
pH 5
pH 7
pH 9
akti
vita
% inhibisi
% inhibisi
s
inhibisi senyawa α-glukosidase yang terkandung dalam supernatan dan
ekstrak etil asetat asal Streptomyces sp. BWA 65 pada berbagai pH
80

62.4 63.4

8
100

84.6 86.3

85.3 86.6

Gam
bar 7
54.0 54.3
60
Perba
46.7 48.7
nding
40
an
20
aktivi
0
tas
10 °C
27 °C
37 °C
40 °C
inhibi
si
% inhibisi
% inhibisi
senya
wa αglukosidase yang terkandung dalam supernatan dan ekstrak etil asetat
asal Streptomyces sp. BWA 65 pada berbagai suhu dengan inkubasi 30
menit

% Inhibisi

80

Supernatan dan ekstrak etil asetat dengan perlakuan suhu selama 24 jam
diperoleh persentase inhibisi tertinggi pada suhu 27 °C dengan nilai masingmasing sebesar 82.7 % ± 0.007 dan 85.3 % ± 0.008 (Gambar 8). Uji selanjutnya
dilakukan terhadap supernatan dan ekstrak etil asetat yang diperoleh pada pH
optimum (pH 7) dan suhu (27 °C dan 37 °C ) dengan inkubasi 30 menit dan 24
jam. Hasil uji tersebut diperoleh aktivitas inhibisi optimum yaitu pH 7, suhu 27 °C
dengan inkubasi 24 jam. Sebagai pembanding digunakan acarbose pada
konsentrasi 1000 ppm yang memiliki kemampuan inhibisi 98.6 % ± 0.005
(Gambar 9).
100

82.7 85.3

80.1 81.7

% Inhibisi

80
60

52.3 52.9

45.1 48.4

40
20
0
10 °C

27 °C

% inhibisi

37 °C

40 °C

% inhibisi

Gambar 8 Perbandingan aktivitas inhibisi senyawa α-glukosidase yang terkandung
dalam supernatan dan ekstrak etil asetat asal Streptomyces sp. BWA 65
pada berbagai suhu dengan inkubasi 24 jam

9
120

% Inhibisi

100

98.6
81.0

87.9

81.8

89.2

90.2 91.8
74.2

80

79.4

60
40
20
0

Acarbose
1000 ppm

27 °C

37 °C

Inkubasi 30 menit
% inhibisi

27 °C

37 °C

inkubasi 24 jam
% inhibisi

Gambar 9 Perbandingan aktivitas inhibisi senyawa α-glukosidase yang terkandung
dalam supernatan dan ekstrak etil asetat asal Streptomyces sp. BWA 65
pada perlakuan terpilih (pH 7, suhu 27 °C, dan 37 °C)
Pembahasan
Isolat Streptomyces sp. BWA 65 yang diremajakan dalam media YSA
dapat tumbuh dengan baik. Media YSA merupakan media kaya nutrisi hanya saja
media tersebut masih memiliki komposisi gula dalam bentuk polisakarida (Araujo
et al. 1999). Streptomyces sp. BWA 65 merupakan isolat aktinomiset endofit yang
diisolasi dari tanaman T. crispa yang mampu menghasilkan senyawa inhibitor αglukosidase (Pujiyanto 2012). Streptomyces sp. BWA 65 yang tumbuh dengan
baik di media peremajaan YSA, kemudian ditumbuhkan dalam media cair. Media
cair berguna untuk memperbanyak sel yang akan digunakan sebagai starter pada
proses fermentasi dan proses adaptasi sel dalam media cair. Menurut Chen et al.
(2004) untuk memproduksi senyawa inhibitor α-glukosidase, isolat ditumbuhkan
pada media cair dengan komposisi 0.1 % soluble starch, 0.5 % pepton, dan 0.1 %
ekstrak khamir. Sebanyak 1 % kultur starter diinokulasi ke media produksi
dengan berbagai waktu produksi untuk proses optimasi. Produksi senyawa
inhibitor α-glukosidase dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal, seperti: media,
waktu produksi, pH, dan suhu. Hal ini mendorong upaya optimasi produksi
antidiabetes dengan memodifikasi kondisi pertumbuhan berdasarkan faktor-faktor
eksternal yang mempengaruhi senyawa antidiabetes asal Streptomyces sp. BWA
65.
Optimasi pertumbuhan dan produksi senyawa inhibitor α-glukosidase
menghasilkan persentase inhibisi senyawa α-glukosidase tertinggi pada media
ISP-2 dengan waktu produksi 10 hari. Hal ini diduga karena perbedaan komposisi
media dan kemampuan tumbuh isolat Streptomyces sp. BWA 65 di masingmasing media juga berbeda, sehingga aktivitas yang dihasilkannya juga berbeda.
Media ISP-2 mengandung gula sederhana yang dapat langsung digunakan sebagai
sumber karbon bagi Streptomyces sp. BWA 65 yang digunakan untuk
metabolisme dan pertumbuhannya, sedangkan media ISP-4 dan YS merupakan
media yang relatif miskin nutrisi dan banyak mineral dengan soluble starch

10
sebagai sumber karbonnya. Soluble starch merupakan polimer kompleks yang
terdiri atas 20 % amilosa dan 80 % amilopektin. Amilosa terpecah menjadi Dglukosa dan maltosa, sedangkan amilopektin dihidrolisis menjadi dekstrin,
maltosa dan isomaltosa lalu terbentuk D-glukosa (Ikhsan 1996). Mekanisme
dalam perombakan soluble starch diduga menyebabkan pertumbuhan dan
produksi senyawa antidiabetes yang dihasilkan ISP-4 dan YS lebih rendah
dibandingkan dengan media ISP-2, karena perubahan yang panjang dalam
perombakan menjadi sumber karbon sederhana memerlukan energi yang tinggi
sehingga senyawa antidiabetes yang dihasilkan lebih rendah. Media ISP-4
menempati urutan kedua, sedangkan media YS memiliki persentase inhibisi
terendah. Hal ini diduga karena keberadaan mineral yang terkandung dalam media
ISP-4 lebih lengkap daripada media YS.
Media optimum dengan persentase inhibisi supernatan dan ekstrak etil asetat
asal Streptomyces sp. BWA 65 pada media ISP-2 mengalami peningkatan produksi
senyawa inhibitor α-glukosidase dari hari ke-5 sampai 10. Hal ini diduga karena
pertumbuhan di hari ke-10 telah memasuki akhir fase log atau mulai fase stasioner,
ditunjang oleh penelitian Ulya (2012) bahwa Streptomyces LBR02 menghasilkan
penghambatan terbesar terhadap patogen tular tanah pada hari ke-10 di media
ISP-4. Sel pada fase tersebut melakukan adaptasi terhadap kondisi yang tidak
menguntungkan dengan menghasilkan metabolit sekunder. Data ini menjadi acuan
untuk produksi senyawa inhibitor α-glukosidase menggunakan fermentor.
Produktivitas biomassa dari ketiga media produksi menunjukkan terjadinya
penurunan dari hari ke-10 sampai 20. Pada penelitian Nurhasannudin (2012)
melaporkan bahwa optimasi terhadap aktinomiset isolat AJB 4(4) yang dilakukan
dengan mengukur biomassa sel pada beragam waktu inkubasi yaitu 5, 10, 15, dan
20 hari mengalami penurunan bobot biomassa kering pada hari ke-20. Hal ini
diduga karena adanya persaingan antar sel dan berkurangnya nutrisi pada media.
Pada penelitian ini persentase inhibisi diduga berkorelasi dengan bobot biomassa.
Semakin tinggi bobot biomassa maka persentase inhibisi α-glukosidase baik
supernatan maupun ekstrak etil asetat akan meningkat. Persentase supernatan dari
ketiga media memiliki persentase yang relatif lebih rendah daripada ekstrak etil
asetat. Hal ini diduga supernatan masih banyak mengandung pengotor yang dapat
mengganggu aktivitas senyawa inhibitor α-glukosidase yang terkandung di
dalamnya. Ekstrak etil asetat lebih murni karena dalam proses ekstraksi senyawa
inhibitor α-glukosidase ditarik oleh pelarut etil asetat. Hal tersebut dapat
mengurangi kadar pengotor sehingga berpengaruh terhadap tingginya persentase
inhibisi yang diperoleh dari ekstrak etil asetat tersebut.
Enzim α-glukosidase adalah suatu enzim yang dapat menghidrolisis substrat
p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida menjadi produk p-nitrofenol yang berwarna
kuning dan glukosa (Moon et al. 2011). Substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida
merupakan model yang digunakan untuk merepresentasikan karbohidrat yang
akan dipecah oleh enzim α-glukosidase. Inhibisi enzim α-glukosidase terjadi
karena enzim α-glukosidase akan menghidrolisis p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida
menjadi p-nitrofenol (berwarna kuning) dan glukosa. Aktivitas enzim diukur
berdasarkan hasil absorbansi p-nitrofenol. Apabila memiliki kemampuan inhibisi
aktivitas enzim α-glukosidase, maka p-nitrofenol yang dihasilkan akan berkurang
(Basuki et al. 2002). Semakin tinggi selisih absorbansi sampel dengan

11
penambahan enzim dan absorbansi sampel tanpa penambahan enzim, maka
persentase inhibisi α-glukosidase semakin rendah.
Kemampuan inhibisi supernatan dan ekstrak etil asetat asal Streptomyces sp.
BWA 65 dipengaruhi oleh pH. Pengukuran aktivitas pada pH asam, netral, dan
basa diperoleh persentase inhibisi tertinggi pada pH netral (Lampiran 5), ditunjang
dengan penelitian Ulya (2009) bahwa Streptomyces LSW05 dan PS4-16 dapat
menghasilkan antimikroba pada kondisi pertumbuhan netral. Aktivitas inhibisi
pada pH asam dan basa menghasilkan persentase inhibisi yang terkandung dalam
supernatan dan ekstrak etil asetat yang rendah. Hal ini dapat terjadi karena
perubahan pH yang drastis dapat menyebabkan perubahan pada ikatan ion yang
mengakibatkan perubahan struktur enzim dan situs aktif enzim (Cunha et al.
2010). Hasil penelitian Velina (2012) melaporkan bahwa pada kondisi asam yaitu pH
4 dan kondisi basa yaitu pH 8 menghasilkan persentase inhibisi senyawa αglukosidase yang terkandung dalam ekstrak etil asetat sebesar 40.6 % dan 63.3 %,
sedangkan penelitian ini diperoleh persentase inhibisi senyawa α-glukosidase pada
kondisi asam (pH 5) sebesar 50.1 % dan kondisi basa (pH 9) sebesar 63.4 % yang
menunjukkan persentase tersebut cenderung mendekati persentase inhibisi pada
penelitian sebelumnya.
Kemampuan inhibisi supernatan dan ekstrak etil asetat asal Streptomyces sp.
BWA 65 selain dipengaruhi pH, juga dipengaruhi oleh suhu. Enzim memiliki
suhu optimum, jika suhu meningkat maka laju reaksi juga akan meningkat.
Penelitian ini diperoleh persentase inhibisi α-glukosidase tertinggi yang
terkandung dalam supernatan dan ekstrak etil asetat yaitu suhu 27 °C dengan nilai
masing-masing sebesar 90.21 % dan 91.83 % pada inkubasi 24 jam (Lampiran 6).
Hal ini menunjukkan enzim α-glukosidase optimum dalam suhu tersebut. Akan
tetapi karena enzim adalah protein, maka semakin diatas suhu optimum akan
mengakibatkan proses inaktivasi enzim (Yu et al. 1987). Hal ini menyebabkan
perubahan suhu yang drastis dapat menghasilkan persentase inhibisi yang
terkandung dalam supernatan dan ekstrak etil asetat rendah.
Data penelitian ini menggunakan pembanding Acarbose dengan konsentrasi
1000 ppm. Acarbose merupakan suatu pseudooligosakarida dengan struktur mirip
glukosa yang diperoleh dari proses fermentasi mikroorganisme Actinoplanes sp.
dan Streptomyces sp. (Wehmeier dan Piepersberg 2004). Acarbose merupakan obat
komersial dan dipasarkan di Indonesia dengan nama Glucobay. Obat ini
digunakan untuk menghambat kerja enzim yang memecah karbohidrat menjadi
glukosa. Presentase inhibisi yang didapatkan pada penelitian ini adalah sebesar
98.6 %, artinya acarbose mampu menghambat enzim α-glukosidase dengan
menutup 98.6 % sisi aktif enzim yang akan berikatan dengan substrat p-nitrofenil
α-D-glukopiranosida.
Kamampuan inhibisi yang terkandung dalam supernatan dan ekstrak etil
asetat asal Streptomyces sp. BWA 65 yang diujikan dalam penelitian ini, diperoleh
persentase inhibisi terhadap senyawa α-glukosidase yang tinggi sebesar 90.21 %
dan 91.83 % meskipun masih lebih rendah daripada acarbose sebesar 98.6 %. Hal
ini kemungkinan perbedaan kemurnian pada ketiganya. Supernatan merupakan
ekstrak kasar dengan kemurnian yang lebih rendah, sedangkan ekstrak etil asetat
telah mengalami proses ekstraksi dengan pelarut etil asetat murni sehingga
menghasilkan kemurnian yang lebih baik daripada supernatan, namun masih lebih
rendah daripada acarbose. Oleh karena itu, proses ekstraksi saja tidak mencukupi

12
untuk memperoleh kemurnian yang setara dengan acarbose. Perlu proses ke tahap
selanjutnya seperti fraksinasi untuk memperoleh kemurnian yang lebih baik.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Media optimum produksi senyawa inhibitor α-glukosidase asal
Streptomyces sp. BWA 65 diperoleh pada media ISP-2 dengan waktu produksi 10
hari. Hasil produksi senyawa inhibitor α-glukosidase Streptomyces sp. BWA 65
dengan media ISP-2 selama 10 hari pada kisaran suhu 27 °C sampai 29 °C dan pH
netral digunakan untuk uji aktivitas inhibitor α-glukosidase pada beragam pH dan
suhu. Aktivitas inhibisi supernatan dan ekstrak etil asetat pada kondisi optimum
pH 7, suhu 27 °C dengan inkubasi 24 jam diperoleh persentase inhibisi 90.2 %
dan 91.8 %, sedangkan kontrol pembanding Acarbose memiliki kemampuan
inhibisi sebesar 98.6 % pada konsentrasi 1000 ppm.
Saran
Karakterisasi senyawa bioaktif inhibitor α-glukosidase Streptomyces sp.
BWA 65 dengan melakukan fraksinasi, uji toksisitas, dan analisis identifikasi senyawa
bioaktif menggunakan GC_MC atau LC_MS.

DAFTAR PUSTAKA
Araujo JM, da Silva AC, Azevedo JL. 1999. Isolation of endophytic
actinomycetes from roots and leavesof maize (Zea mays L.). Braz Arch Biol
Technol. 43(4).
Azavedo JL, Maccheroni W, Pereira JO, Araujo WL. 2000. Endophytic
microorganisms : a review on insect control and recent advances on tropical
plants. Electronic J Biotechnol. 3(1): 40-65.
Basuki T, Indah DD, Nina S, Kardono LBS. 2002. Evaluasi aktivitas daya hambat
enzim α-Glukosidase dari ekstrak kulit batang, daun, bunga, dan buah
kemuning [Murayya paniculata (L.) Jack.]: Prosiding Seminar Nasional
Tumbuhan Obat Indonesia XXI 27-28 Maret 2002. Surabaya (ID): Fakultas
Farmasi Universitas Surabaya. 314-318.
Chen HX, Yan W, Lin L, Zheng W, Zhang. 2004. A new method for screening
alpha glucosidase inhibitorsand application to marine microorganisms.
Pharmaceutical Biol. 42: 416-412.
Crawford DL, Lynch J, Whipps J, Ousley M. 1993. Isolation and Characterization
of Actinomycete Antagonist of Fugal Root Pathogen. Appl Environ
Microbiol. 59(11): 3805-3899.

13
Cunha A, Almeida A, Coelho FJRC, Gomes NCM, Oliveira V, Santos AL. 2010.
Bacterial extracellular enzymatic activity in globally changing aquatic
ecosystems. Appl Microbiol Biotechnol.1:124-132.
Dehnad AR, Laleh PY, Rouhollah B, Ahad M, Samad AS, Ali RM, Sevda G,
Rahib A. 2010. Investigation antibacterial activity of Streptomyces isolates
from soil samples, West of Iran. Afr J Microbiol Res. 4:1685-1693.
Dewi F. 2012. Pemurnian dan Karakterisasi Pektinase dari Aspergillus ustus BL5
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Direktur Gizi Masyarakat. 2003. Peran diit dalam penanggulangan diabetes.
[makalah]. Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat, Departemen
Kesehatan RI.
Ikhsan M. 1996. Pemakaian Amilum Termodifikasi sebagai Sediaan Bahan
Pembantu Pembuatan Tablet Asam Askorbat secara Cetak Langsung.
[skripsi]. Padang (ID): Universitas Andalas.
[Kemenkes] Kementrian Kesehatan. 2010. Diabetes Melitus Penyebab Kematian
Nomor 6 di Dunia: Kemenkes Tawarkan Solusi Cerdik Melalui Posbindu.
[Internet].
[diunduh
2013
Desember
11].
Tersedia
pada:
http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=2383.
Moon HE, Islam MN, Ahn Br, Chowdry SS, Shin HS, Jung HA, Choi JS. 2011.
Protein Tyrosine 1 B and a-Glucosidases Inhibitory Phylotonins fromEdible
Brown Algae, Eicklonia stolonifera and Eisena bicyclis. Biosci Biotechnol
Biochem. 75:1472-1480.
Muawamanah A. 2006. Produksi Enzim Xilanase Termostabil dari Thermomyces
lanuginosus IFO 150 pada Substrat Bagasse Tebu [tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Noipha K, Ninlaaesong P. 2011. The activation of GLUT1, AMPKα and PPARγ
by Tinospora crispa in L6 myotubes. Spatula. 1:245-249
Noor H, Ashcroft. 1997. Pharmacological characterization of the antihyperglycaemic properties of Tinospora crispa extract. J Ethnopharmacol.
62:7-13.
Nurhasannudin E. 2012. Optimasi Produksi Lipase Aktinomiset Endofit Asal
Tanaman Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Pujiyanto S. 2012. Aktivitas inhibitor α-glukosidase dan karakteristik aktinomiset
endofit yang diisolasi dari beberapa tanaman obat diabetes [disertasi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor (IPB).
Shuler ML dan Kargi F. 2002. Bioprocess enginering basic concepts. Ed ke-2.
Prentice Hall Pearson Ed.Int.
Strobel G, Daisy B. 2003. Bioprospecting for microbial endophytes and their
natural products. Microbiol and Mol Biol Rev. 67:491-502.
Sundaram A, CR.Anand Moses, S. Ilango, V. Seshiah. 1998. Newer antidiabetic
drugs. Int J Diab Dev Countries. 18:24-29.
Tan RX, Zou WX. 2001. Endophytes: a rich source of functional metabolites. Nat
Prod Rep. 18:448-459.
Ulya J.2009. Kemampuan pengahambatan ster terhadap mikroba patogen tular
tanah pada beberapa kondisi pertumbuhan: jenis media, waktu produksi, pH,
dan suhu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

14
Utami P. 2003. Tanaman Obat untuk Mengatasi Diabetes Melitus. Jakarta (ID):
PT AgroMedia Pustaka.
Velina Y. 2012. Deteksi dan kloning gen inhibitor α-glukosidase Streptomyces sp.
BWA 65 serta potensinya sebagai anti hiperglikemik pada mencit (Mus
musculus) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Wehmeier UF, Piepersberg W. 2004. Biotechnology and molecular biology of the αglucosidase inhibitor acarbose. Appl Microbiol Biotechnol. 63:613-625.
Yu EK, Tan LUL, Gahan MHK. 1987. Production of thermostable xylanase by
thermophilic fungus Thermoascus aurantiacus. Enzyme Microbiol Tech.
9:16-24.

15
Lampiran 1 Komposisi Media
Media cair YS (1 L media)
Komposisi
Ekstrak khamir
Soluble starch
K2HPO4
FeSO4.7H2O

Jumlah
2g
10 g
0.5 g
0.5 g

Media cair ISP no.2 (1 L media)
Komposisi
Ekstrak khamir
Ekstrak malt
Dextrose

Jumlah
4g
10 g
4g

Media cair ISP no.4 (1 L media)
Komposisi
Soluble starch
CaCO3
(NH4)2SO4
K2HPO4
MgSO4.7H2O
NaCl
FeSO4.7H2O
MnCl2.4H2O
ZnSO4.7H2O

Jumlah
10 g
2g
2g
1g
1g
1g
0.001 g
0.0131 g
0.001 g

Lampiran 2 Produktivitas biomassa dan aktivitas inhibisi α-glukosidase yang
terkandung dalam supernatan dan ekstrak etil asetat asal Streptomyces sp. BWA
65 pada berbagai media YS
Hari ke5
10
15
20

Inhibisi Supernatan
(%)
80.6 ± 0.007
88.9 ± 0.006
80.2 ± 0.008
76.0 ± 0.007

Inhibisi ekstrak
etil asetat (%)
85.4 ± 0.005
93.1 ± 0.005
87.7 ± 0.008
81.7 ± 0.009

Bobot Biomassa
(g)
0.0014 ± 0.001
0.0143 ± 0.005
0.0112 ± 0.001
0.0041 ± 0.001

16
Lampiran 3 Produktivitas biomassa dan aktivitas inhibisi α-glukosidase yang
terkandung dalam supernatan dan ekstrak etil asetat asal Streptomyces sp. BWA
65 pada berbagai media ISP-2
Hari ke5
10
15
20

Inhibisi Supernatan
(%)
85.2 ± 0.007
96.9 ± 0.007
84.2 ± 0.009
84.3 ± 0.008

Inhibisi ekstrak
etil asetat (%)
97.7 ± 0.008
98.5 ± 0.005
97.4 ± 0.006
93.4 ± 0.006

Bobot Biomassa
(g)
0.0028 ± 0.001
0.0156 ± 0.003
0.0013 ± 0.003
0.0072 ± 0.001

Lampiran 4 Produktivitas biomassa dan aktivitas inhibisi α-glukosidase yang
terkandung dalam supernatan dan ekstrak etil asetat asal Streptomyces sp. BWA
65 pada berbagai media ISP-4
Hari ke5
10
15
20

Inhibisi Supernatan
(%)
90.3 ± 0.009
91.4 ± 0.006
87.7 ± 0.009
81.7 ± 0.010

Inhibisi ekstrak
etil asetat (g)
93.4 ± 0.007
94.3 ± 0.005
89.7 ± 0.009
84.9 ± 0.008

Bobot Biomassa
(g)
0.0045 ± 0.027
0.0137 ± 0.007
0.0120 ± 0.003
0.0102 ± 0.004

Lampiran 5 Aktivitas inhibisi senyawa α-glukosidase yang terkandung dalam
supernatan dan ekstrak etil asetat asal Streptomyces sp. BWA 65 pada berbagai
pH dan suhu
Perlakuan
pH 5
pH 7
pH 9

% Inhibisi
Supernatan (%)
Ekstrak etil asetat (%)
50.3 ± 0.009
52.0 ± 0.007
79.4 ± 0.008
81.7 ± 0.010
62.4 ± 0.006
63.4 ± 0.008

Perlakuan suhu inkubasi 30 menit
Suhu
10 °C
27 °C
37 °C
40 °C

% Inhibisi
Supernatan (%)
Ekstrak etil asetat (%)
46.7 ± 0.009
48.7 ± 0.010
84.6 ± 0.006
86.3 ± 0.008
85.3 ± 0.007
86,6 ± 0.005
54.0 ± 0.008
54.3 ± 0.008

Perlakuan suhu inkubasi 24 jam menit
Suhu
10 °C
27 °C
37 °C
40 °C

% Inhibisi
Supernatan (%)
Ekstrak etil asetat (%)
45.1 ± 0.008
48.4 ± 0.008
82.7 ± 0.007
85.3 ± 0.008
80.1 ± 0.009
81.7 ± 0.006
52.3 ± 0.006
52.9 ± 0.007

17
Lampiran 6 Aktivitas inhibisi α-glukosidase yang terkandung dalam supernatan
dan ekstrak etil asetat asal Streptomyces sp. BWA 65 pada pH dan suhu optimum
Perlakuan
Acarbose 1000 ppm
Inkubasi 30 menit
pH 7, 27 °C
pH 7, 37 °C
Inkubasi 24 jam
pH 7, 27 °C
pH 7, 37 °C

% Inhibisi
Supernatan (%)
Ekstrak etil asetat (%)
98.6 ± 0.005
81.0 ± 0.008
81.8 ± 0.007

87.9 ± 0.008
89.2 ± 0.009

90.2 ± 0.007
74.2 ± 0.006

91.8 ± 0.006
79.4 ± 0.009

18

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sragen pada tanggal 27 September 1992 dari ayah
Ngadimin dan ibu War Siti. Penulis merupakan anak tunggal. Tahun 2010 penulis
lulus dari SMA Negeri 74 Jakarta Selatan. Pada tahun yang sama, penulis lulus
seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di
Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penulis
mendapatkan beasiswa BIDIK MISI dari DIKTI pada tahun 2010-2014.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum
Fisiologi Prokariot, Mikrobiologi Dasar dan Biologi Cendawan. Tanggal 3-5 Juli
2012 penulis melaksanakan Studi Lapang di Taman Nasional Gunung GedePangrango (TNGGP) dengan judul Keanekaragaman Pteris vitata di TNGGP
Setelah itu, pada bulan Juni hingga Juli 2013, penulis melaksanakan Praktik
Lapangan dengan topik Analisis Kandungan Karotenoid Galur-Galur Padi Emas
pada Beberapa Metode Pengeringan dan Penyosohan di BPPT Padi-KP Muara,
Ciapus.