Produksi dan Karakterisasi Senyawa Inhibitor alfa-Glukosidase Streptomyces sp. BWA

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI SENYAWA INHIBITOR
α-GLUKOSIDASE Streptomyces sp. BWA 65

DEWI LIIJULFITRI

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Produksi dan
Karakterisasi Senyawa Inhibitor α-Glukosidase Streptomyces sp. BWA 65 adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Dewi Liijulfitri
NIM G34100074

ABSTRAK
DEWI LIIJULFITRI. Produksi dan Karakterisasi Senyawa Inhibitor α-Glukosidase
Streptomyces sp. BWA 65. Dibimbing oleh YULIN LESTARI dan RUDI
HERYANTO.
Streptomyces sp. BWA 65 endofit asal brotowali (Tinospora crispa)
menghasilkan senyawa inhibitor α-glukosidase yang berperan sebagai antidiabetes.
Penelitian ini bertujuan memproduksi dan mengkarakterisasi senyawa inhibitor αglukosidase Streptomyces sp. BWA 65 serta menguji kemampuannya sebagai
antidiabetes berdasarkan aktivitas penghambatan α-glukosidase. Streptomyces sp.
BWA 65 diremajakan dalam media Yeast Soluble Starch Agar (YSA) selama 7
sampai 10 hari, dikulturkan dalam media cair selama 7 hari, dan diproduksi dalam
media International Streptomyces Project-2 (ISP-2) dengan waktu produksi, yaitu: 5,
10, 15, dan 20 hari. Supernatan diekstraksi dengan etil asetat serta diuji
penghambatan α-glukosidase pada ekstraknya. Ekstrak etil asetat Streptomyces sp.
BWA 65 kemudian diuji nilai Inhibitor Concentration (IC50). Profil karakteristik
senyawa yang terkandung dalam ekstrak dianalisis dengan Gas ChromatographyMass Spectroscopy (GC-MS). Hasil menunjukkan aktivitas inhibitor α-glukosidase

tertinggi pada media ISP-2 sebesar 98.50% dengan waktu produksi 10 hari. Nilai
IC50 ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 sebesar 0.047 µg ml-1. Hasil
analisis ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 dengan menggunakan GC-MS
setelah diinterpretasi dengan mengacu data OPCWTEST.M, diperoleh 7 puncak
dengan 7 komponen. Senyawa yang yang diduga terkandung dalam ekstrak etil asetat
Streptomyces sp. BWA 65, yaitu : 9-octadecenoic acid, (E)-, oleic acid, dan 6octadecenoic acid, (Z)-.
Kata kunci: inhibitor α-glukosidase, IC50, GC-MS, Streptomyces sp. BWA 65

ABSTRACT
DEWI LIIJULFITRI. Production and Characterization of -Glukosidase Inhibitor
Compounds of Streptomyces sp. BWA 65. Supervised by YULIN LESTARI and
RUDI HERYANTO.
Endophitic Streptomyces sp. BWA 65 from brotowali (Tinospora crispa)
produces α-glucosidase inhibitor compound that acts as antidiabetic. This study
aimed to produce and characterize α-glucosidase inhibitory compound of
Streptomyces sp. BWA 65 and assay its biological function as antidiabetic based on
α-glucosidase inhibitory activity. Streptomyces sp. BWA 65 which was rejuvenated
in Yeast Soluble Starch Agar (YSA) for 7 until 10 days, was then cultured in a liquid
medium for 7 days, and produced in International Streptomyces Project-2 (ISP-2)
for: 5, 10, 15, and 20 days. Then, supernatant was extracted with ethyl acetate and

was assayed for α-glucosidase inhibition activity. The ethyl acetate extract of
Streptomyces sp. BWA 65 was also assayed for its Inhibitor Concentration 50 (IC50)
value. The characteristics of α-glucosidase inhibitor profile compounds which
contained in the ethyl acetate extract was analyzed by Gas Chromatography–Mass
Spectroscopy (GC-MS). The results showed that the highest α-glucosidase inhibitor

activity was 98.50% when the Streptomyces sp. BWA 65 was grown on ISP-2 10
days production time. The IC50 of ethyl acetate extract of Streptomyces sp. BWA 65
was 0.047 µg ml-1. The results of GC-MS analysis were interpreted with
OPCWTEST.M database showed that the ethyl acetate extract of Streptomyces sp.
BWA 65 contained 7 peaks with 7 components obtained. The chemical components
of ethyl acetate extract of Streptomyces sp. BWA 65, were: 9-octadecenoic acid, (E)-,
oleic acid, dan 6-octadecenoic acid, (Z)-.
Keywords: α-glukosidase inhibitor, IC50, GC-MS, Streptomyces sp. BWA 65

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI SENYAWA INHIBITOR
α-GLUKOSIDASE Streptomyces sp. BWA 65

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains
pada
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Produksi dan Karakterisasi Senyawa Inhibitor α-Glukosidase
Streptomyces sp. BWA 65
Nama
: Dewi Liijulfitri
NIM
: G34100074

Disetujui oleh

Dr Ir Yulin Lestari

Pembimbing I

Rudi Heryanto, SSi, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Iman Rusmana, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Alhamdulillahirabbil’alamiin. Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya
ilmiah dengan judul “Produksi dan Karakterisasi Senyawa Inhibitor α-Glukosidase
Streptomyces sp. BWA 65”. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan kegiatan
penelitian yang dilaksanakan selama kurang lebih enam bulan yang dimulai pada
bulan Januari sampai dengan Juni 2014 di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen
Biologi, FMIPA, IPB.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Yulin Lestari dan Bapak Rudi
Heryanto, SSi, MSi selaku pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan
dukungan materi selama penelitian dan penyusunan skripsi. Ungkapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr Berry Juliandi, Msi selaku dosen penguji
atas saran dan diskusi yang diberikan. Terima kasih penulis sampaikan orang tua
tercinta, keluarga, dan sahabat atas doa, motivasi, dan kasih sayangnya. Tak lupa
juga penulis mengucapkan terima kasih kepada Mba Sari, Kak Aar, Kak Sipri, Indah,
Alfin, Keluarga Laboratorium Mikrobiologi, teman-teman Biologi 47 serta staf
Laboratorium Mikrobiologi IPB yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas
kerjasama, dukungan, dan semangatnya. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Yayasan Karya Salemba Empat (KSE) yang telah memberikan
dukungan materi selama penulis menyelesaikan studi.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis maupun semua pihak demi
kemajuan ilmu pengetahuan.

Bogor, September 2014

Dewi Liijulfitri

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

2

METODE

2

Waktu dan Tempat

2

Bahan dan Alat

2

Peremajaan, Persiapan Kultur Starter, dan Optimasi Produksi Senyawa
Inhibitor α-Glukosidase

2


Produksi Senyawa Inhibitor α-Glukosidase dalam Fermentor

2

Uji Aktivitas Senyawa Inhibitor α-Glukosidase

3

Penentuan Nilai IC50 Senyawa Inhibitor α-Glukosidase

3

Karakterisasi Senyawa Inhibitor α-Glukosidase dengan GC-MS

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

4


Hasil

4

Pembahasan

6

SIMPULAN DAN SARAN

10

Simpulan

10

Saran

10


DAFTAR PUSTAKA

10

LAMPIRAN

13

RIWAYAT HIDUP

15

DAFTAR TABEL
1

Aktivitas inhibisi acarbose dan Streptomyces sp. BWA 65 pada berbagai
konsentrasi
5

DAFTAR GAMBAR
1 Isolat Streptomyces sp. BWA 65 pada media peremajaan YSA
2 Aktivitas inhibitor α-glukosidase ekstrak dan rata-rata bobot biomassa
pada media ISP-2 dengan waktu produksi 5-20 hari
3 Nilai IC50 ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65
4 Nilai IC50 acarbose
5 Kromatogram GC-MS ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65

4
4
5
5
6

DAFTAR LAMPIRAN
1 Aktivitas senyawa inhibitor α-glukosidase dan rata-rata bobot ekstrak
Streptomyces sp. BWA 65
2 Uji aktivitas senyawa inhibitor α-glukosidase pada ISP-2
3 Aktivitas senyawa inhibitor α-glukosidase dalam fermentor
4 Komposisi media
5 Senyawa aktif Streptomyces sp. BWA 65 dengan GC-MS

13
13
13
13
14

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang disebabkan
defisiensi insulin atau penurunan respon terhadap insulin dalam jaringan target
(Campbell et al. 2010). Penyakit ini menjadi permasalahan di Indonesia karena
jumlah penderitanya semakin meningkat. Menurut survey Badan Kesehatan Dunia
(WHO), Indonesia menduduki urutan keempat dengan prevalensi diabetes
tertinggi, setelah China, India, dan Amerika. Penderita diabetes di Indonesia pada
tahun 2000 mencapai 8.4 juta jiwa (WHO 2010). Jumlah tersebut diperkirakan
akan meningkat lebih dari dua kalinya pada tahun 2030 (Wild et al. 2004). Jumlah
penderita DM di Indonesia meningkat sebanyak 4.5 juta jiwa pada 1996 dan
diperkirakan akan terus meningkat hingga 21.3 juta jiwa pada tahun 2030
(Kemenkes 2010). Lebih dari 95% penderita diabetes merupakan penderita
diabetes tipe II atau disebut non-insulin dependent diabetes (Bailey dan Day
2003).
American Diabetes Association (ADA) menetapkan konsentrasi glukosa
darah normal saat puasa kurang dari 100 mg dL-1. Glukosa plasma terganggu jika
konsentrasi glukosa saat puasa antara 100-125 mg dL-1, sedangkan toleransi
glukosa terganggu jika konsentrasi glukosa darah setelah pembebanan glukosa
75g, antara 140-199 mg dL-1. Seseorang dikatakan menderita diabetes jika
konsentrasi glukosa darah saat puasa lebih dari 126 mg dL-1 atau bila konsentrasi
glukosa darah setelah pembebanan 75 g lebih dari 200 mg dL-1 (ADA 2004).
Salah satu metode pengobatan DM tipe II yang sedang berkembang adalah
menghambat aktivitas enzim α-glukosidase. Senyawa inhibitor α-glukosidase
adalah senyawa yang mampu menghambat digesti karbohidrat sehingga kadar
glukosa darah tetap normal. Saat ini, obat antidiabetes yang telah dikomersialkan
adalah acarbose senyawa inhibitor α-glukosidase yang diisolasi dari Actinoplanes
sp. asal Kenya (McGown 2006).
Indonesia memiliki keanekaragaman aktinomiset yang berpotensi sebagai
antidiabetes. Aktinomiset merupakan bakteri Gram positif bermiselium yang
berperan sebagai penghasil senyawa bioaktif (Lestari 2006). Senyawa bioaktif
tersebut memiliki beragam fungsi, seperti: antibiotik, antitumor, antifungi, yang
bermanfaat dalam bidang kesehatan (Dehnad et al. 2010). Streptomyces sp. BWA
65 asal brotowali (Tinospora crispa) diketahui mampu menghasilkan senyawa
inhibitor α-glukosidase dengan kemampuan penghambatan sebesar 77.8% pada
konsentrasi 1000 µg ml-1 (Pujiyanto 2012). Ekstrak etil asetat dari Streptomyces
sp. BWA 65 mengandung gen sedoheptulosa 7-fosfat siklase penghasil inhibitor
α-glukosidase (Velina 2012).
Karakterisasi ekstrak Streptomyces sp. BWA 65 sebagai antidiabetes
berdasarkan profil GC-MS diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah dasar
dalam pengembangan penyediaan bahan baku obat diabetes di Indonesia. Oleh
sebab itu, kajian tentang Streptomyces sp. BWA 65 yang ditumbuhkan di dalam
media dan waktu produksi optimum serta karakter senyawa aktif sebagai inhibitor
α-glukosidase perlu diketahui dengan baik.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan memproduksi dan mengkarakterisasi senyawa
inhibitor α-glukosidase Streptomyces sp. BWA 65 serta menguji kemampuannya
sebagai antidiabetes berdasarkan aktivitas penghambatan α-glukosidase.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 di
Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah isolat Streptomyces sp. BWA 65, media Yeast
Soluble Starch Agar (YSA), media cair, dan media International Streptomyces
Project-2 (ISP-2) (Lampiran 4). Alat yang digunakan, yaitu: fermentor Infors HT
Minifors, sentrifuse Beckman J2-21, GC-MS Agilent 7890 5975, serta peralatan
laboratorium, seperti: erlenmeyer 250 ml, shaker, inkubator, dan rotary
evaporator.
Peremajaan, persiapan kultur starter, dan optimasi produksi senyawa
inhibitor α-glukosidase
Streptomyces sp. BWA 65 diremajakan pada media YSA dan diinkubasi
selama 7 sampai 10 hari pada suhu ruang (24 sampai 26 oC). Hasil peremajaan
Streptomyces sp. BWA 65 diinokulasikan ke dalam media cair berisi 0.1% soluble
starch, 0.5% pepton, dan 0.1% ektrak khamir (Chen et al. 2004). Kultur
diinkubasi selama 7 hari dan digoyang dengan kecepatan 120 rpm pada suhu
ruang. Kultur ini digunakan sebagai starter. Produksi senyawa antidiabetes
menggunakan media ISP-2 dengan waktu produksi, yaitu: 5, 10, 15, dan 20 hari
pertumbuhan. Sebanyak 1% kultur starter diinokulasikan ke media ISP-2. Panen
filtrat dan uji aktivitas dilakukan pada hari ke 5, 10, 15, dan 20 hari (Ulya 2009).
Waktu panen terbaik dipilih berdasarkan besarnya nilai penghambatan αglukosidase yang terkandung dalam ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65.
Produksi senyawa inhibitor α-glukosidase dalam fermentor
Sebanyak 1% kultur starter diinokulasikan ke dalam media ISP-2 hasil
optimasi dan diproduksi menggunakan fermentor Infors HT Minifors bersuhu
270C, pH 7, dengan kecepatan 150 rpm, dan dalam kondisi aerob (3-5 mmHg)
selama waktu pertumbuhan optimum. Filtrat kemudian dipanen dan disentrifugasi
menggunakan sentrifuse Beckman J2-21 selama 25 menit dengan kecepatan 4000
rpm pada suhu 4 0C untuk memisahkan antara supernatan dan biomassa. Biomassa
dimasukkan dalam kertas saring yang telah ditimbang bobotnya kemudian

3
dikeringkan dalam oven bersuhu 60 0C selama 24 jam. Biomassa kering kemudian
ditimbang bobotnya. Proses ekstraksi dilakukan dengan cara supernatan
ditambahkan pelarut etil asetat dengan perbandingan 1:1 kemudian
dihomogenisasi selama 2 jam dan dibiarkan selama 2 jam sehingga terpisah antara
fase air dan fase etil asetat. Fase etil asetat kemudian dipekatkan dengan rotary
evaporator dan ditimbang bobotnya. Ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65
kemudian diencerkan dengan dimethyl sulfoxide (DMSO) dan diuji aktivitas
inhibitor α-glukosidase.
Uji aktivitas senyawa inhibitor α-glukosidase
Larutan stok enzim terdiri atas 1 mg α-glukosidase di dalam 100 ml buffer
fosfat pH 7 yang mengandung 200 mg bovin serum albumin. Sebanyak 1 ml
konsentrasi larutan tersebut diencerkan 25 kali dengan buffer fosfat pH 7. Larutan
substrat terdiri atas p-nitrofenil α-D-glukopiranosida 20 mM sebanyak 50 µl, 50
µl buffer fosfat pH 7, dan 10 µl larutan DMSO. Campuran diinkubasi selama 5
menit pada suhu 37 0C, 50 µl buffer fosfat, dan ditambahkan enzim, kemudian
diinkubasi 15 menit. Reaksi dihentikan dengan penambahan 800 µl natrium
karbonat. Absorban p-nitrofenol yang dilepaskan diukur menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 400 nm. Inhibitor α-glukosidase
acarbose 50 mg/tablet (Glucobay; Bayer) digunakan sebagai pembanding. Obat
ini dilarutkan dengan akuades sehingga konsentrasinya 1% (b/v). Larutan
pembanding diperlakukan sama dengan sampel. Daya hambat ekstrak kasar
Streptomyces sp. terhadap aktivitas α-glukosidase dihitung dalam persen inhibisi
dengan rumus: [(C-S)/C x 100%], dengan C adalah absorban kontrol dan S
merupakan absorban sampel (Moon et al. 2011).
Penentuan nilai IC50 senyawa inhibitor α-glukosidase
Penentuan nilai IC50 dilakukan dengan menguji aktivitas penghambatan
ekstrak dengan lima konsentrasi, yaitu: 1000 µg ml-1, 500 µg ml-1, 250 µg ml-1,
125 µg ml-1, dan 62.5 µg ml-1 (Pujiyanto 2012). Selanjutnya, dibuat persamaan
garis yang merupakan fungsi dari konsentrasi ekstrak (x) dan besar penghambatan
yang dihasilkan (y).
Karakterisasi senyawa inhibitor α-glukosidase dengan GC-MS
Ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 dianalisis senyawa yang
terkandung dalam ekstrak tersebut dengan menggunakan GC-MS. Penentuan
kandungan ekstrak etil asetat menggunakan alat GC-MS Agilent 7890 5975, yang
dilengkapi dengan detektor Mass Spectroscopy dengan jenis kolom HP5MS yang
terhubungkan dengan RTE Integrator-reteint.p (panjang kolom 25 m). GC-MS
menggunakan helium sebagai gas pembawa (laju alir 0.85 ml/menit). Temperatur
injektor pada GC-MS sebesar 250 0C dan temperatur kolom 450 0C.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Produksi senyawa inhibitor α-glukosidase Streptomyces sp. BWA 65
Streptomyces sp. BWA 65 yang ditumbuhkan selama 7 sampai 10 hari
pada suhu ruang (24-26 0C) dalam media peremajaan YSA, memiliki dua jenis
miselium, yaitu: miselium aerial yang berwarna putih dan miselium substrat yang
berwarna cokelat (Gambar 1). Miselium aerial yang berserbuk, kompak, dan
berpigmen mengkarakterisasi koloni yang matang.

Gambar 1 Isolat Streptomyces sp. BWA 65 pada media peremajaan YSA
Streptomyces sp. BWA 65 pada media ISP-2 menunjukkan persentase
inhibisi α-glukosidase sebesar 98.50% pada waktu produksi 10 hari (Lampiran 2)
dengan bobot biomassa 0.0156 ± 0.003 (Lampiran 1). Aktivitas inhibitor αglukosidase ekstrak dan rata-rata bobot biomassa mengalami peningkatan pada
waktu produksi 5 sampai dengan 10 hari dan mengalami penurunan pada hari ke10 sampai hari ke-20 (Gambar 2).
Inhibisi (%) 18
16

99

14

97

12

96

10

95

8

94

6

93

4

92

2

91

Biomassa (1x10-3 g)

98
Rata-rata
bobot
biomassa
(1x10-3 g)
Inhibisi
ekstrak (%)

90

0
5

10

15

20

Hari ke-

Gambar 2 Aktivitas inhibitor α-glukosidase ekstrak dan rata-rata bobot biomassa
pada media ISP-2 dengan waktu produksi 5 sampai 20 hari.

5
Karakter senyawa inhibitor α-glukosidase Streptomyces sp. BWA 65
Nilai IC50 senyawa inhibitor α-glukosidase
Nilai IC50 ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 pada konsentrasi
1000 µg ml-1 sebesar 96.08% sedangkan acarbose pada konsentrasi yang sama
sebesar 97.46% (Tabel 1). Semakin tinggi konsentasi acarbose dan Streptomyces
sp. BWA 65, maka nilai persentase inhibisi α-glukosidase semakin meningkat.
Tabel 1 Aktivitas inhibisi acarbose dan Streptomyces sp. BWA 65 dalam lima
konsentrasi
Inhibisi (%)
Konsentrasi
(µg/ml)
Streptomyces sp. BWA 65
Acarbose
62.5
125
250
500
1000

88.13
88.89
91.53
96.33
97.46

83.33
86.60
90.85
93.46
96.08

Inhibisi (%)

Hasil persamaan logaritmik ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65
menunjukkan y = 4.6686In(x) + 64.287 dengan R2 sebesar 0.9908 (Gambar 3).
Nilai x pada persamaan tersebut sebesar 0.047 µg ml-1. Hasil tersebut kemudian
dibandingkan dengan persamaan logaritmik acarbose sebagai kontrol positif yang
menunjukkan nilai y = 3.7654In(x) + 71.677 dengan R2 sebesar 0.9417. Nilai x
pada persamaan tersebut sebesar 0.003 µg ml-1. Nilai IC50 acarbose tersebut lebih
rendah dari nilai IC50 ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 yaitu sebesar
0.047 µg ml-1 (Gambar 4).
98
96
94
92
90
88
86
84
82

y = 4,6686ln(x) + 64,287
R² = 0,9908
Inhibisi (%)
Log. (Inhibisi (%))

0

200

400
600
800
Konsentrasi (µg ml-1)

1.000

1.200

Inhibisi (%)

Gambar 3 Nilai IC50 ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65
100
98
96
94
92
90
88
86

y = 3,7654ln(x) + 71,677
R² = 0,9417
Inhibisi (%)
Log. (Inhibisi (%))
0

200

400

600

800

1000

1200

konsentrasi (µg ml-1)

Gambar 4 Nilai IC50 acarbose

6
Karakter senyawa inhibitor α-glukosidase Streptomyces sp. BWA 65
berdasarkan analisis GC-MS
Hasil karakterisasi ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 dengan GCMS, setelah diinterpretasi dengan mengacu data OPCWTEST.M yang ada di
dalam database, maka diperoleh 7 puncak yang mengindikasikan 7 komponen
(Gambar 5). Senyawa yang diduga terkandung dalam ekstrak etil asetat
Streptomyces sp. BWA 65, yaitu: 9-octadecenoic acid, (E)-, oleic acid, dan 6octadecenoic acid, (Z)- (Lampiran 5).

Gambar 5 Kromatogram GC-MS ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65
Pembahasan
Produksi senyawa inhibitor α-glukosidase Streptomyces sp. BWA 65
Streptomyces sp. BWA 65 merupakan aktinomiset endofit yang diisolasi
dari tanaman brotowali (Tinospora crispa). Aktinomiset endofit merupakan
aktinomiset yang hidup di dalam jaringan tanaman pada periode tertentu dan
mampu membentuk koloni tanpa membahayakan inang. Pujiyanto (2012)
melakukan penapisan kemampuan inhibitor α-glukosidase terhadap 32 isolat
aktinomiset endofit brotowali dan mendapatkan bahwa Streptomyces sp. BWA 65
memiliki kemampuan tertinggi sebagai inhibitor α-glukosidase.
Streptomyces sp. BWA 65 memiliki dua jenis miselium, yaitu miselium
aerial yang berwarna putih dan miselium substrat yang berwarna cokelat.
Miselium aerial sporofor yang tegak pada permukaan akan membentuk spora
yang dinamakan konidia. Konidia yang berserbuk, kompak, dan berpigmen
memberikan peran dalam mengkarakterisasi koloni yang matang. Karakteristik
umum dari Streptomyces sp. adalah adanya aroma tanah yang dihasilkan oleh
metabolit Streptomyces sp. yang disebut geosmin (Madigan dan Martinko 2006).
Geosmin merupakan suatu sesquiterpenoid, berupa cincin karbon tidak jenuh

7
berasosiasi dengan oksigen dan hidrogen (Sunatmo 2009). Pujiyanto et al. (2012)
menyatakan isolat BWA 65 memiliki miselium udara yang tidak bercabang serta
rantai spora spiral dengan spora berbentuk silinder yang permukaanya halus pada
pengamatan dengan mikroskop elektron SEM (Scanning Electron Microscope).
Streptomyces sp. BWA 65 ditumbuhkan dalam media cair untuk
memperbanyak sel yang digunakan sebagai starter (inokulum) pada proses
produksi dan mengadaptasi sel terhadap media cair (Sunaryanto 2011). Produksi
senyawa inhibitor α-glukosidase dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti: media,
waktu produksi, suhu, dan pH. Optimasi diperlukan untuk memperoleh metabolit
sekunder yang mampu menghasilkan inhibitor α-glukosidase secara optimal.
Media merupakan sumber nutrisi yang mempengaruhi kemampuan tumbuh dan
aktivitas metabolit sekunder yang dihasilkan.
Hasil menunjukkan isolat Streptomyces sp. BWA 65 yang ditumbuhkan
dalam media ISP-2 dalam waktu pertumbuhan 10 hari mempunyai persentase
inhibisi α-glukosidase sebesar 98.50% (Lampiran 2). Media ISP-2 mengandung
yeast extract (ekstrak khamir) sebagai sumber nitrogen dan kaya akan sumber
karbon yang berasal dari dekstrosa dan malt extract (ekstrak malt). Aktivitas
inhibitor α-glukosidase dan rata-rata bobot biomassa pada media ISP-2 dengan
waktu produksi 5 sampai 10 hari mengalami peningkatan (Gambar 2).
Peningkatan aktivitas inhibitor α-glukosidase rata-rata biomassa tersebut diduga
disebabkan pertumbuhan sel telah memasuki tahap akhir fase log atau mulai
memasuki fase stasioner (Ulya 2013). Sel pada fase stasioner melakukan adaptasi
terhadap kondisi yang tidak menguntungkan dengan menghasilkan metabolit
sekunder yang dapat berfungsi sebagai antimikroba dan anti oksidan (Maier et al.
2000). Metabolit yang dihasilkan pada fase stasioner diduga merupakan metabolit
yang berperan dalam pertahanan diri atau adaptasi terhadap kondisi lingkungan
tertentu (Fadhilah 2012). Peningkatan persentase inhibisi berkorelasi positif
dengan rata-rata bobot biomassa. Semakin tinggi bobot biomassa maka persentase
inhibisi α-glukosidase ekstrak semakin meningkat (Gambar 2). Penurunan
aktivitas inhibitor α-glukosidase dan rata-rata bobot biomassa pada waktu
produksi 10 sampai 20 hari diduga disebabkan terbatasnya nutrisi pada akhir fase
stasioner sehingga biomassa berupa asam organik hasil hidrolisis gula digunakan
dalam proses sporulasi. Produksi antibiotik pada Streptomyces dipicu keterbatasan
nutrisi dari lingkungan yang berkaitan dengan sporulasi. Proses sporulasi bakteri
akan membentuk struktur dorman yang dapat mempertahankan hidup lebih lama
(Sunatmo 2009). Menurut Ulya (2013), kondisi nutrisi yang terbatas pada akhir
fase stasioner dapat menurunkan aktivitas metabolisme yang digunakan dalam
pertumbuhan.
Fermentasi merupakan suatu proses terjadinya perubahan komponen
kimiawi dari substrat organik akibat aktivitas metabolisme mikrob secara aerob
maupun anaerob. Nutrisi harus diformulasikan untuk menunjang sintesis produk
yang diinginkan, baik berupa biomassa sel maupun metabolit tertentu. Target
produk berupa biomassa atau metabolit primer menggunakan media yang dapat
merangsang pertumbuhan awal, sedangkan untuk target produk berupa metabolit
sekunder, diperlukan media yang dapat merangsang pertumbuhan awal diikuti
dengan kondisi yang dapat mengoptimalkan produksi metabolit sekunder. Namun
pada dasarnya mikrob membutuhkan air, sumber energi, karbon, nitrogen, mineral,
dan vitamin untuk nutrisi serta oksigen untuk proses aerobik (Waites et al. 2001).

8
Enzim α-glukosidase merupakan enzim yang menghidrolisis substrat pnitrofenil-α-D-glukopiranosa menjadi produk p-nitrofenol yang berwarna kuning
dan glukosa (Moon et al. 2011). Substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosa
merupakan representasi karbohidrat yang dipecah oleh enzim α-glukosidase.
Inhibitor α-glukosidase menghambat aktivitas enzim α-glukosidase dalam
menghidrolisis substrat. Mekanisme enzim inhibitor α-glukosidase yaitu enzim
memiliki sisi aktif yang dapat mengenali secara spesifik substrat yang sesuai
sehingga memungkinkan untuk merancang inhibitor enzim yang dapat
menghalangi pengikatan substrat pada enzim sehingga produk tidak terbentuk.
Ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 berperan sebagai inhibitor αglukosidase. Senyawa pada sampel diharapkan dapat berkompetisi dengan
substrat untuk menempel pada sisi katalitik enzim sehingga produk tidak
terbentuk. Berkurangnya produk ditandai dengan intensitas warna yang tidak
pekat. Semakin kurang intensitas warna yang dihasilkan maka semakin sedikit
pula produk yang terbentuk (Irawan 2011).
Aktivitas enzim diukur berdasarkan absorbansi p-nitrofenol yang berwarna
kuning. Semakin tinggi selisih absorbansi sampel dengan penambahan enzim dan
absorbansi sampel tanpa penambahan enzim, maka persentase inhibisi αglukosidase semakin rendah.
Karakter senyawa inhibitor α-glukosidase Streptomyces sp. BWA 65
Nilai IC50 merupakan nilai yang menunjukkan konsentrasi ekstrak sebesar
50% terhadap aktivitas inhibisi α-glukosidase. Penentuan nilai IC50 dilakukan
dengan menguji aktivitas penghambatan ekstrak dengan beragam konsentrasi
yang kemudian dibuat persamaan linear. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak
etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 pada konsentrasi 1000 µg ml-1 memiliki
persen inhibisi 96.08%, sedangkan Pujiyanto (2012) menyebutkan bahwa ekstrak
etil asetat isolat BWA 65 menghasilkan senyawa inhibitor α-glukosidase sebesar
77.8% pada konsentrasi 1000 µg ml-1. Perbedaan tingkat aktivitas inhibitor αglukosidase diduga disebabkan oleh media, waktu produksi, dan proses fermentasi
yang berbeda. Produksi senyawa inhibitor α-glukosidase dilakukan dalam
fermentor sehingga kondisi fermentasi seperti suhu, pH, konidisi oksigen, dan
kecepatan agritasinya dapat diatur sesuai kondisi optimum pertumbuhan
Streptomyces sp. BWA 65. Produksi dalam fermentor menghasilkan persen
inhibisi sebesar 98.61% dengan waktu produksi 10 hari (Lampiran 3). Hasil yang
diperoleh pada tabel 1 menunjukkan semakin tinggi konsentrasi ekstrak, maka
aktivitas penghambatan α-glukosidase akan semakin meningkat.
Nilai IC50 ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 lebih tinggi dari
acarbose. Persamaan logaritmik menunjukkan bahwa penghambatan sebesar 50%
aktivitas enzim α-glukosidase terjadi pada konsentrasi 0.047 µg ml-1 pada ekstrak
etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 (Gambar 3) sedangkan pada acarbose
sebesar 0.003 µg ml-1 (Gambar 4). Hasil pengujian nilai IC50 ekstrak Streptomyces
sp. BWA 65 pada beberapa pelarut menunjukkan bahwa nilai IC50 terkecil
diperoleh dari ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 sebesar 28.6 µg ml-1
(Pujiyanto 2012). Semakin rendah nilai IC50 maka semakin tinggi aktivitas
senyawa aktif dalam menghambat aktivitas α-glukosidase. Nilai aktivitas
penghambatan yang lebih rendah dari acarbose dan nilai IC50 yang lebih tinggi

9
diduga berkaitan dengan tingkat kemurnian ekstrak yang digunakan. Acarbose
merupakan produk komersial berupa sediaan murni inhibitor kuat terhadap
aktivitas metabolisme sukrosa (Ghadyale et al. 2012). Namun, Indonesia
mengimpor acarbose dengan biaya yang tinggi. Oleh sebab itu, ekstrak etil asetat
Streptomyces sp. BWA 65 dapat dikembangkan potensinya sebagai alternatif
pengobatan diabetes dengan bahan baku yang diperoleh asli dari Indonesia.
Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS) merupakan alat yang
digunakan untuk identifikasi dan kuantifikasi dari senyawa organik volatil atau
semi volatil dalam campuran kompleks. Kromatografi gas (GC) memberikan
kemampuan untuk separasi senyawa dengan resolusi yang tinggi (Fowlin 1995).
Spektroskopi massa (MS) berfungsi mengidentifikasi dan memberikan informasi
mengenai struktur senyawa (Kitson et al. 1996). Instrumen ini akan menghasilkan
berkas ion dari suatu zat uji. Berkas tersebut kemudian dipilah dan
dikelompokkan menjadi spektrum-spektrum yang akan sesuai dengan
perbandingan massa terhadap muatan serta merekam kelimpahan relatif tiap jenis
ion yang ada (Kitson et al. 1996).
Ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 dilakukan karakterisasi
komponen yang terkandung didalamnya menggunakan analisis GC-MS. Hasil
analisis yang teridentifikasi oleh GC-MS menunjukkan puncak yang bervariasi.
Menurut Utami (2011) perbedaan tersebut bergantung pada kepolaran zat yang
dianalisis, yang menentukan banyak sedikitnya waktu untuk berinteraksi dengan
fase diam (beberapa lama suatu senyawa tertahan dalam kolom). Senyawa tertentu
kemudian memerlukan waktu untuk bergerak melalui kolom menuju ke detektor
disebut sebagai waktu retensi. Waktu ini diukur berdasarkan waktu dari saat
sampel diinjeksikan pada titik dimana tampilan menunjukkan tinggi puncak
maksimum untuk senyawa tersebut. Setiap senyawa memiliki waktu retensi yang
berbeda. Jumlah senyawa yang terdapat dalam ekstrak ditunjukkan oleh jumlah
puncak (peak) pada kromatogram, sedangkan nama senyawa yang ada
diinterpretasikan berdasarkan data spektra dari setiap puncak dengan
menggunakan metode pendekatan pustaka.
Hasil karakterisasi ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 dengan GCMS, setelah diinterpretasi dengan mengacu data OPCWTEST.M yang ada di
dalam database dari GC-MS, diperoleh 7 puncak dengan 7 komponen (Gambar 5).
Senyawa yang diduga terkandung dalam ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA
65, yaitu: 9-octadecenoic acid, (E)-, oleic acid, dan 6-octadecenoic acid, (Z)
(Lampiran 5). Senyawa asam lemak tidak jenuh yang terkandung dalam ekstrak
etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 dibutuhkan oleh tubuh sebagai prekursor
hormon yang meregulasi banyak fungsi dari tubuh. Asam oleat (9-octadecenoic
acid dan 6-octadecenoic acid) adalah asam lemak tidak jenuh yang mekanisme
kerjanya menghambat produsi glukosa karena diduga adanya korelasi antara
membran adiposit dan insulin yang memediasi transpor glukosa (Sediarso et al.
2008). Kalaisezhiyen dan Vadivukkarasi (2012) menyatakan bahwa senyawa 9octadecenoic acid merupakan asam oleat yang berfungsi sebagai anti inflamasi,
anti kanker, dan antifungi. Senyawa 9-octadecenoic acid memiliki aktivitas anti
oksidan dan antikarsinogenik karena mampu mengaktifkan peroxisome
poliferator-activated receiptor (PPAR) yang diaktivasi oleh ligan reseptor
(Akpuaka et al. 2013). Menurut Bajaj (2007) PPAR merupakan faktor transkripsi
yang meregulasi ekspresi gen yang berkaitan dengan pengaturan glukosa.

10
Berdasarkan data tersebut berhasil diketahui bahwa ekstrak etil asetat
Streptomyces sp. BWA 65 mengandung senyawa inhibitor α-glukosidase yang
dapat dikaji lebih lanjut sebagai antidiabetes.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Streptomyces sp. BWA 65 asal brotowali (Tinospora crispa) memiliki
aktivitas inhibitor α-glukosidase yang berperan sebagai antidiabetes. Aktivitas
inhibitor α-glukosidase tertinggi diperoleh pada media ISP-2 sebesar 98.50%
dengan waktu produksi 10 hari. Nilai IC50 ekstrak etil asetat Streptomyces sp.
BWA 65 sebesar 0.047 µg ml-1. Hasil analisis dengan GC-MS diperoleh 7 puncak
dengan 7 komponen. Senyawa yang diduga terkandung dalam ekstrak etil asetat
Streptomyces sp. BWA 65, yaitu: 9-octadecenoic acid, (E)-, oleic acid, dan 6octadecenoic acid, (Z)-.
Saran

Saran untuk penelitian selanjutnya adalah penelitian dapat dilakukan
dengan rancangan percobaan yang menggabungkan empat variabel optimasi
secara langsung, yaitu: media, waktu produksi, suhu, dan pH serta diujikan
ekstraknya secara in-vitro. Selain itu, perlu dilakukan pemurnian senyawa aktif
yang berpotensi sebagai antidiabetes.

DAFTAR PUSTAKA
[ADA] American Diabetes Association. 2004. Diagnosis and Classification of
Diabetes Mellitus. Diabetes Care. 27: s5-s10.
Akpuaka A, Ekwenchi MM, Dashak DA, Dildar A. 2013. Biological activity of
characterized isolates of n-hexane extract of Azadirachta indica A. Juss
(Neem) leaves. N Y Sci J. 6(6):119-124.
Bailey CJ, Day C. 2003. Antidiabetic drugs. Br J Cardiol 10: 128-136.
Bajaj M, et al. 2007. Effects of peroxisome poliferator-activated
receiptor(PPAR)-α dan PPAR- agonist on glucose and lipid metabolism
in patients with type 2diabetes mellitus. Deiabetologia 50: 1723-1731.
Campbell NA, Jane BR. 2010. Biologi Edisi Kedelapan Jilid Ketiga. Jakarta (ID) :
Erlangga.
Chen HX, Yan W, Lin L, Zheng W, Zhang. 2004. A new method for screening
alpha glucosidase inhibitors and application to marine microorganisms.
Pharmaceutical Biol. 42: 416-421.
Dehnad AR, Laleh PY, Rouhollah B, Ahad M, Samad AS, Ali RM, Sevda G,
Rahib A. 2010. Investigation antibacterial activity of Streptomyces isolates
from soil samples, West of Iran. Afr J Microbiol. 4:1685-1693.

11
Fadhilah AM. 2012. Aktivitas dan karakter senyawa inhibitor ACE Streptomyces
sp. AEP-1 endofit tanaman pegagan (Centella asiatica) [tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Fowling IA. 1995. Gas Chromatography Edisi ke-2. Chichester (UK): John Wiley
& Sons.
Ghadyale V, Shrihari T, Vivek H, Akalpita A. 2012. Effective control of
postprandial glucose level through inhibition of intestinal alpha
glucosidase by Cymbopogon martinii (Roxb.). Evi Based Complement
Alternative Med. 10:1-6.
Irawan F. 2011. Aktivitas antidiabetes dan analisis fitokimia ekstrak air dan etanol
daun waru (Graptophyllum pictum (L.) Griff) [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
[Kemenkes] Kementerian Kesehatan. 2010. Diabetes Melitus Penyebab Kematian
Nomor 6 di Dunia: Kemenkes Tawarkan Solusi Cerdik Melalui Posbindu.
[Internet]. [diunduh 2013 November 27]. Tersedia pada: http:
//www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=2383.
Kalaisezhiyen P, Vadivukkarasi S. 2012. GC-MS evaluation of chemical
constituents from methanolic leaef extract of Kedrostis foetidissima (Jasq.)
Cogn. Asian J of Pharm Clin Res.5: 77-81.
Kitson FG, Larsen BS, McEwan CN. 1996. Gas Chromatography and Mass
Spectroscopy. London (UK) : Academic Pr.
Lestari Y. 2006. Identification of indigenous Streptomyces spp. producing
antibacterial compounds. J Mikrobiol Indones. 11:99-101.
Madigan MT, Martinko JM, Parker J. 2006. Brock: Biology of Microorganisms.
New Jersey American (US): Prentice Hall.
Maier RM, Pepper IL, Gerba CP. 2000. Environmental Microbiology. Canada
(CA): Academic Pr.
McGown J. 2006. Diabetes Drug Produced by a Microbe in Out of Africa:
Mysteries of Access and Benefit Sharing. Beth Burrows (ed). Washington
(US): The Edmonds Institute.
Moon HE, Islam MN, Ahn Br, Chowdry SS, Shin HS, Jung HA, Choi JS. 2011.
Protein tyrosine 1 B and α-glucosidases inhibitory phylotonins from edible
brown algae, Eicklonia stolonifera and Eisena bicyclis. Biosci Biotechnol
Biochem. 75:1472-1480.
[NIST] National Institute of Standards and Technology. 2014. Material
measurement laboratory. [diunduh 20 Juli 2014]. Tersedia pada:
http://webbook.nist.gov/cgi/cbook.cgi?ID=621-61-4&Units=SI.
Pujiyanto S. 2012. Aktivitas inhibitor α-glukosidase dan karakterisasi aktinomiset
endofit yang diisolasi dari beberapa tanaman obat diabetes [disertasi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Pujiyanto S, Yulin L, Antonius S, Sri B, Latifah KD. 2012. Alpha-glucosidase
inhibitor activity and characterization of endophytic actinomycetes isolated
from some Indonesian diabetic medical plants. Int J Pharm Sci. 4:328-333.
Sediarso, Sunaryo H, dan Amalia N. 2008. Efek antidiabetes dan identifikasi
senyawa dominan dalam fraksi kloroform herba ciplukan. Jurnal
Farmakol Indones. 4 (2) : 63 – 69.

12
Sunaryanto R. 2011. Isolasi, purifikasi, identifikasi, dan optimasi fermentasi
antibiotik yang dihasilkan oleh aktinomiset laut [disertasi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Sunatmo TI. 2009. Mikrobiologi Esensial. Jakarta (ID) : Ardy Agency.
Ulya J. 2009. Kemampuan penghambatan Streptomyces spp. terhadap mikroba
patogen tular tanah pada beberapa kondisi pertumbuhan: jenis media,
waktu produksi, pH, dan suhu [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Utami OY. 2011. Komponen minyak atsiri daun sirih (Piper betle L.) dan
potensinya dalam mencegah ketengikan minyak kelapa [skripsi]. Bogor
(ID) : Institut Pertanian Bogor.
Velina Y. 2012. Deteksi dan kloning gen inhibitor α-glukosidase Streptomyces sp.
BWA 65 serta potensinya sebagai anti hiperglikemik pada mencit (Mus
musculus) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Waites et al. 2001. Industrial Microbiology: An Introduction. London (UK) :
Blackwell Science.
Wild S, Roglic G, Green A, Sincre R King H. 2004. Global prevalence of
diabetes: estimates for the year 2000 and projections for 2030. Diabetes
Care 27:1047-1053.
[WHO] World Health Organization. 2010. Definition, diagnosis, and
classification of diabetes mellitus and its complications. Geneva (CH):
WHO Publishing.

13

LAMPIRAN
Lampiran 1 Aktivitas senyawa inhibitor α-glukosidase dan rata-rata bobot ekstrak
Streptomyces sp. BWA 65
Inhibisi ekstrak
Hari keetil asetat
Bobot biomassa
(%±SE)a
(g±SE)a
5
97.7 ± 0.008
0.0028 ± 0.001
10
98.5 ± 0.005
0.0156 ± 0.003
15
97.4 ± 0.006
0.0013 ± 0.003
20
93.4 ± 0.006
0.0072 ± 0.001
a
SE=Standar error, n=3
Lampiran 2 Uji aktivitas senyawa inhibitor α-glukosidase pada ISP-2
Rata-rata absorban

Hari ke5
10
15
20
*C=0.117
Contoh perhitungan
[
Inhibisi (%) =

S0
0.018
0.086
0.023
0.044
]

× 100% =

S1
0.021
0.088
0.026
0.052
[

Rata-rata terkoreksi
S0
0.009
0.078
0.015
0.044

S1
0.012
0.080
0.018
0.052

Inhibisi
ekstrak
(%)
97.71
98.50
97.42
93.43

]

Lampiran 3 Aktivitas senyawa inhibitor α-glukosidase dalam fermentor
Hari ke- Inhibisi ekstrak (%)
Rata-rata bobot biomassa (1x10-3 g)
5
96.02
10
98.61
5.52
Lampiran 4 Komposisi media
Media
Yeast Soluble starch Agar (YSA)

Media cair

International Streptomyces Project-2 (ISP-2)

Komposisi
Yeast extract
Soluble starch
Agar
Soluble starch
Pepton
Yeast extract
Malt extract
Dextrose
Yeast extract
Akuades

Jumlah (g) per
liter media
2 gram
10 gram
15 gram
0.1%
0.5%
0.15%
10 gram
4 gram
4 gram
1000 mL

14
Lampiran 5 Senyawa aktif Streptomyces sp. BWA 65 dengan GC-MS
Waktu
Area
Puncak Nama senyawa
Struktur senyawaa
retensi
(%)
1
Oleic acid
24.330
0.02
2

9-octadecenoic
acid, (E)-

25.865

0.10

3

Pyridine-3
carboxamide,
oxime, N

26.600

0.15

27.013

0.10

4

a

6-octadecenoic
acid, (Z)-

5

2,3
dihydroxypropyl
elaidate

28.328

0.14

6

Octadec-9-enoic
acid

28.962

0.23

7

Elaidic acid,
isopropyl ester

29.752

0.06

Sumber : NIST 2014

15

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, pada tanggal 11 April 1992 dari Ayah Juju dan
Ibu Ai Suarsih. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara. Tahun 2010
penulis lulus dari SMA Kornita dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi
masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) dan diterima di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Biologi
Dasar pada tahun ajaran 2011-2014 dan Mikrobiologi Dasar pada tahun 20132014. Tanggal 3-5 Juli 2012 penulis melaksanakan Studi Lapangan di Taman
Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGGP) dengan judul Keanekaragaman
Liken di Kebun Raya Cibodas. Penulis pernah melaksanakan Praktik Lapangan
(PL) di Laboratorium Mikrobiologi, Balai Pengkajian Bioteknologi-Badan
Penelitian dan Pengkajian Teknologi (Biotek-BPPT) Tanggerang Selatan dengan
judul Penapisan Actinomycetes Laut Penghasil Senyawa Antimikroba di Balai
Pengkajian Bioteknologi BPPT, Serpong, Tangerang Selatan.
Penulis juga aktif dalam berbagai organisasi kampus. Tahun 2011-2012
penulis aktif sebagai sekretaris umum Bina Desa BEM KM IPB dan sebagai staf
Divisi Informasi dan Komunikasi Biologi (INFOKOM HIMABIO). Tahun 20122013 penulis aktif sebagai Staf Kementrian Sosial dan Masyarakat BEM KM IPB.
Kepanitiaan yang diikuti penulis selama perkuliahan yaitu Pesta Sains Nasional
(PSN) dan Gebyar Nusantara (GENUS) sebagai Divisi Kesekertariatan, serta IPB
Sosial Health and Care (I-SHARE) 2013 sebagai Bendahara.
Penulis juga aktif mengikuti berbagai perlombaan penulisan karya ilmiah.
Beberapa prestasi yang diraih oleh penulis antara lain : Program Hibah Bersaing
Desa (PHBD) 2011, program Technology for Indonesia (TFI), Program
Kreativitas Mahasiswa Bidang Pemberdayaan Masyarakat (PKM-M) 2014 dan
2nd winner Young Entrepreneurship Spirit (YES) Competition 2014.