dilakukan Yadav dan Jain 2010 dan 2011 yang mengekstraksi Curcuma longa dengan metode ekstraksi air yang diindikasi memiliki efek anti implantasi.
Langkah pembuatan ekstrak diawali dengan proses pembuatan serbuk rimpang temulawak. Satu kilogram rimpang temulawak yang masih segar
dicuci bersih. Setelah itu, rimpang temulawak dirajang hingga menjadi potongan kecil dengan ketebalan kurang lebih 1-2 mm. Selanjutnya, hasil
rajangan dihilangkan kandungan airnya secara tradisional, yaitu dengan menjemur hasil rajangan di bawah sinar matahari hingga kering Cahyono et al.,
2011. Rajangan rimpang temulawak yang telah kering digiling menggunakan blender hingga halus. Untuk mendapatkan serbuk yang halus, hasil gilingan
diayak menggunakan ayakan dapur. Setelah proses pengayakan, hasil serbuk rimpang temulawak diekstrak menggunakan air.
Ekstraksi air serbuk temulawak dilakukan menggunakan metode Halim 2012 dengan beberapa modifikasi. Proses awal ekstraksi adalah dengan
mencampurkan air panas 60
o
C dan serbuk temulawak dengan perbandingan air ml dan serbuk gr 16:1. Proses pencampuran dilakukan selama 30 menit
dan dilakukan pengadukan agar tidak terjadi pengendapan. Setelah itu, dilakukan penyaringan menggunakan kain. Penggunaan kain sebagai penyaring
dengan alasan kain memiliki ukuran pori-pori yang kecil, sehingga serbuk dapat tertahan dan menghasilkan filtrat yang halus. Ekstraksi dilakukan sebanyak tiga
kali pengulangan. Hasil ekstraksi disatukan dan diendapkan dengan cara didedahkan pada udara. Endapan kental yang terbentuk dikeringkan lalu
dihancurkan menggunakan blender hingga mendapatkan serbuk halus. Serbuk dimasukkan ke dalam plastik dan disimpan di kulkas dan siap digunakan.
c. Penentuan Dosis
Terdapat tiga dosis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu 140 mgkg BB, 280 mgkg BB dan 700 mgkg BB. Penentuan dosis ini didasarkan pada
penelitian Yadav dan Jain 2010 dan 2011 yang bertujuan untuk melihat profil biokimia yang mempengaruhi proses implantasi pada uterus dan efek anti
implantasi setelah diberi ekstrak air Curcuma longa pada tikus putih. Pada
penelitian ini, hewan percobaan yang digunakan adalah mencit betina dara Mus musculus Swiss Webster, maka dilakukan perhitungan konversi dosis dengan
nilai konversi 0,14 untuk tikus putih 200 gr ke mencit 20 gr. Nilai konversi berdasarkan tabel konversi Laurence Bacharach 1964 dalam Daud, 2012
Lampiran 6. Perhitungan konversi dapat dilihat di Lampiran 6.
d. Persiapan Mencit dan Aklimatisasi
Mencit yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan dari PAU ITB. Mencit dipelihara di Rumah Hewan Botani UPI. Rumah hewan memiliki suhu
minimum 25
o
C dan suhu maksimum 29
o
C dengan suhu rata-rata 26,57
o
C. Kelembaban relatif ruangan mencapai titik minimum 76 dan titik maksimum
92 dengan kelembaban relatif rata-rata 82,86 . Mencit betina yang dipakai berumur 8-12 minggu Haryono, 1996; Sumarmin, 1999; Priyandoko, 2004,
sedangkan mencit jantan yang digunakan berumur 8-14 minggu. Mencit betina yang dipakai memiliki bobot konstan 25-30 gr Sumarmin, 1999.
Mencit betina yang memasuki umur reproduksi ditempatkan di kandang baru dengan sekam yang bersih. Penempatan mencit betina di dalam kandang
menggunakan desain RAL. Kandang yang digunakan berukuran 30 x 20 x 12 cm, terbuat dari plastik dan bening. Kandang ditutup dengan kawat penutup.
Dasar kandang diberikan sekam dan diganti seminggu seminggu sekali. Mencit betina dan jantan yang digunakan diaklimatisasi selama 7 hari
dalam kandang yang terpisah. Mencit diberi makan berupa pakan standar untuk anak babi CP 551, produksi PT Charoen Pokphand Indonesia secara ad libitum,
begitu pula dengan pemberian minum Rugh, 1967; Priyandoko, 2004. Setelah 7 hari aklimatisasi, mencit betina yang memiliki bobot yang konstan dipisahkan.
Setiap mencit betina dikawinkan dengan mencit jantan. Jika keesokan harinya
terjadi perkwinan maka dilanjutkan pada tahap perlakuan. 2.
Tahap Penelitian a.
Mengawinkan Mencit
Setelah tujuh hari lamanya aklimatisasi, tahap selanjutnya adalah pengawinan hewan uji. Pengawinan dilakukan secara alami tanpa bantuan
hormon dengan komposisi perbandingan jantan dan betina 1:4 untuk setiap dosisnya Samah dan Almahdy, 1992. Keesokan harinya setiap betina
diperiksa sumbat vagina vaginal plug yang menandakan telah terjadinya proses perkawin oleh jantan dan ditetapkan sebagai usia kebuntingan ke-0 hari
Rugh, 1967; Taylor, 1987 dalam Haryono, 1996; Sumarmin et al., 1999; Priyandoko, 2004; Schwiebert, 2007. Mencit betina yang terdapat sumbat
vagina dipisahkan ke dalam kandang baru, lalu perlakuan dimulai. Perlakuan tidak dilakukan secara serentak hanya mencit betina yang terdapat sumbat
vagina saja yang dimulai perlakuannya. Perlakuan dilakukan pada kurang lebih 1-3 ekor yang ditemukan sumbat vagina pada setiap harinya. Jika belum terjadi
perkawinan dan tidak ditemukan sumbat vagian maka dilakukan proses pengawinan kembali.
b. Perlakuan Terhadap Mencit