PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus) SWISS WEBSTER.
Malya, Irine Y. 2014
PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus) SWISS WEBSTER
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI
MENCIT (Mus musculus) SWISS WEBSTER
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Biologi
Oleh
IRINE YUNHAFITA MALYA 1000361
PROGRAM STUDI BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
(2)
Malya, Irine Y. 2014
PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus) SWISS WEBSTER
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2014
Pengaruh Ekstrak Rimpang Temulawak
(
Curcuma xanthorrhiza
Roxb.) Terhadap
Perkembangan Embrio Praimplantasi
Mencit (
Mus musculus
) Swiss Webster
Oleh
Irine Yunhafita Malya
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Irine Yunhafita Malya 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Oktober 2012
(3)
Malya, Irine Y. 2014
PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus) SWISS WEBSTER
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difotokopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
LEMBAR PENGESAHAN
PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI
MENCIT (Mus musculus) SWISS WEBSTER
Oleh
Irine Yunhafita Malya 1000361
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH: Pembimbing I
Dr. Didik Priyandoko, S.Pd, M.Si. NIP.196912012001121001
Pembimbing II
Dr. Hernawati, S.Pt, M.Si. NIP. 197003311997022001
Mengetahui,
(4)
Malya, Irine Y. 2014
PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus) SWISS WEBSTER
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Dr. H. Riandi, M.Si. NIP.196305011988031002
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Pengaruh Ekstrak Rimpang
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Terhadap Perkembangan Embrio Praimplantasi Mencit (Mus musculus) Swiss Webster ini beserta seluruh isinya adalah
benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Bandung, Oktober 2014 Yang membuat pernyataan,
Irine Yunhafita Malya 1000361
(5)
Malya, Irine Y. 2014
PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus) SWISS WEBSTERUniversitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pengaruh Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap Perkembangan Embrio Praimplantasi
Mencit (Mus musculus) Swiss Webster
ABSTRAK
Berdasarkan hasil berbagai penelitian, temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dipercaya memiliki berbagai macam khasiat dan manfaat pada bidang kesehatan. Temulawak juga diketahui memiliki potensi sebagai anti proliferasi, anti implantasi dan anti fertilitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak rimpang temulawak terhadap perkembangan embrio praimplantasi, terbentuknya embrio abnormal dan ukuran diameter blastokista mencit (Mus musculus) Swiss Webster. Ekstrak rimpang temulawak didapatkan melalui proses ekstraksi air. Ekstrak rimpang temulawak diberikan secara gavage setiap hari dengan dosis 0 mg/kg BB, 140 mg/kg BB, 280 mg/kg BB atau 700 mg/kg BB pada enam mencit dara untuk setiap dosisnya atau 24 ekor untuk seluruhnya. Perlakuan tidak dilakukan secara serentak, namun hanya dilakukan pada mencit yang telah ditemukan vaginal plug sekitar 1-3 ekor per harinya. Perkembangan embrio praimplantasi diamati pada usia kebuntingan ke 3,5 hari setelah dikawinkan secara alami dengan metode flushing menggunakan larutan Phosphate
Buffered Saline (PBS) untuk proses koleksi embrionya. Hasil pengamatan terhadap
embrio praimplantasi yang didapatkan menunjukkan terjadinya hambatan perkembangan embrio tahap blastokista pada tahap morula dan terbentuknya embrio abnormal di setiap dosisnya. Pemberian ekstrak dengan dosis 280 mg/kg BB atau 700 mg/kg BB secara signifikan (p<0,05) menurunkan jumlah embrio yang akan mencapai tahap blastokista dibandingkan dengan kontrol. Sementara itu, pemberian ekstrak rimpang temulawak dosis 700 mg/kg BB juga secara signifikan (p<0,05) meningkatkan jumlah embrio abnormal dibandingkan dengan kontrol. Selain itu, pemberian ekstrak rimpang temulawak dosis 140 mg/kg BB memiliki ukuran diameter horizontal blastokista yang lebih kecil secara signifikan (p<0,05) dibandingkan kontrol. Pemberian ekstrak dosis 140 mg/kg atau BB 280 mg/kg BB memiliki ukuran diameter vertikal blastokista yang lebih kecil secara signifikan (p<0,05) dibandingkan kontrol. Berdasarkan hasil penelitian ini, ekstrak rimpang temulawak menyebabkan terjadinya hambatan perkembangan embrio praimplantasi, terbentuknya embrio abnormal dan menyebabkan ukuran diameter blastokista lebih kecil jika dibandingkan dengan kontrol. Kata Kunci : Temulawak, Embrio Praimplantasi, Embrio Abnormal, Diameter
(6)
Malya, Irine Y. 2014
PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus) SWISS WEBSTERUniversitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
The Effects of Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Rhizome Extract in Embryo Preimplantation Development of Mice (Mus musculus L.) Swiss Webster
ABSTRACT
Based of many researches, Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) has been believed of a great advantages for human health. Temulawak is also known exhibit an effect of anti proliferation, anti implantation and anti fertility. In the present study, an attempt has been made to analyze the effects of temulawak rhizome extract in embryo preimplantation development, the abnormality and blastocyst diameter measurement of virgin mice (Mus musculus L.) Swiss Webster. Temulawak rhizome extract was extracted by aquous extraction method. The extract was given in six virgin mice for each doses or in 24 mice for all doses, these are 0 mg/ kg b.wt. (as a control), 140 mg/ kg b.wt., 280 mg/ kg b.wt. and 700 mg/ kg b.wt. which given by gavage method everyday. The treatment were doing while vaginal plug was found after natural conception, it’s about 1-3 mice in a day. The embryo preimplantation development was analyzed at the 3,5 day of pregnancy. The embryo was collected by flushing method with PBS solution. The temulawak rhizome extract was arrested the development of embryo preimplantation in each doses at morula stage. The extract was significantly (p<0,05) decreased the total number of blastocyst at 280 mg/ kg b.wt. and 700 mg/ kg b.wt. dose toward the control. The extract was significantly (p<0,05) induced the development of abnormal embryo at 700 mg/ kg b.wt. dose toward the control. In addition, the blastocyst diameter measurement at 140 mg/ kg b.wt. for horizontal diameter was significantly (p<0,05) smaller than control and at 140 mg/ kg b.wt. and 280 mg/ kg b.wt for vertical diameter too. Thus, the results in present study indicate that the temulawak rhizome extract has the effects to induce arresting of embryo preimplantation development, increasing of the total of abnormal embryo and changing of blastocyst diameter.
.
Keywords : Temulawak, Embryo Preimplantation, Abnormal Embryo, Blastocyst Diameter, Mice.
(7)
Malya, Irine Y. 2014
PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus) SWISS WEBSTERUniversitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
(8)
Malya, Irine Y. 2014
PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus) SWISS WEBSTER Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... ... i
KATA PENGANTAR ... ... iii
DAFTAR ISI ... ... v
DAFTAR TABEL ... ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... ... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1
B. Rumusan Masalah... 3
C. Batasan Masalah... 4
D. Tujuan ... 5
E. Manfaat ... 5
F. Asumsi... 5
G. Hipotesis... 6
BAB II TEMULAWAK DAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus) SWISS WEBSTER A.Temulawak (Curcuma xanthorrhisa Roxb.)... 7
B. Komponen yang Terkandung dalam Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhisa Roxb.) dan Khasiatnya... 10
C.Komponen Ekstrak Air (Aqueous) Rimpang Temulawak dan Khasiatnya. 15 D. Perkembangan Embrio pada Tahap Praimplantasi... 17
E. Pengaruh Beberapa Zat Terhadap Perkembangan Embrio... 22
(9)
Malya, Irine Y. 2014
PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus) SWISS WEBSTER Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian... 32
B. Desain Penelitian... 32
C. Populasi dan Sampel... 34
D. Waktu dan Lokasi Penelitian... 34
E. Prosedur Penelitian... 34
1. Tahap Pra-Penelitian... 34
a. Penyiapan Alat dan Bahan... 34
b. Pembuatan Ekstrak Rimpang Temulawak... 35
c. Penentuan Dosis... 36
d. Persiapan Mencit dan Aklimatisasi... 37
2. Tahap Penelitian... 37
a. Mengawinkan Mencit... 37
b. Perlakuan Terhadap Mencit... 38
c. Koleksi Embrio... 39
d. Pengamatan dan Analisis Embrio Praimplantasi... 39
3. Analisis Data... 40
4. Alur Penelitian... 41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian... 42
1. Hasil Analisis Tahapan Perkembangan Embrio Praimplantasi ... 42
2. Rata-rata Hasil Pengukuruan Diameter Blastokista... 48
B. Pembahasan... 52
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 62
(10)
Malya, Irine Y. 2014
PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus) SWISS WEBSTER Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
B. Saran... 62
DAFTAR PUSTAKA... 64
LAMPIRAN... 71
(11)
Malya, Irine Y. 2014
PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus) SWISS WEBSTER Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Komposisi Pati Temulawak... 11
2.2 Khasiat Temulawak Berdasarkan Komponen... 14
2.3 Khasiat Temulawak Berdasarkan Pelarut Ekstraksi... 16
2.4 Waktu Pembelahan pada Mammalia (jam ke-)... 19
2.5 Pengaruh Beberapa Senyawa Kimia Terhadap Embrio... 22
2.6 Karakteristik Biologi Mencit (Mus musculus)... 27
3.1 Hasil Randomisasi Mencit... 33
3.2 Penempatan Mencit Berdasarkan Hasil Randomisasi... 33
4.1 Hasil Pengamatan Tahapan, Jumlah dan Persentase Embrio Praimplantasi yang telah Diberi Ekstrak Rimpang Temulawak Secara Gavage Pada Usia Kebuntingan ke-3,5 Hari ... 43
4.2 Rata-rata Hasil Pengukuran Diameter Blastokista Setelah Diberi Ekstrak Rimpang Temulawak pada Hari Kebuntingan ke-3,5 Secara Horizontal dan Vertikal... 50
(12)
Malya, Irine Y. 2014
PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus) SWISS WEBSTER Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Rimpang Temulawak... 8
2.2 Struktur Komponen Kurkuminoid... 12
2.3 Diagram Presentase Kandungan Minyak Atsiri pada Beberapa Marga Curcuma... 13
2.4 Pembentukan Embrio Mus musculus, Tahap 2, 4, 8 dan 16 sel... 18
2.5 Masa Perkembangan Embrio Selama Pembelahan dari Tahap 1 sel Hingga Blastokista... 19
2.6 Perkembangan Embrio Menuju Tahap Implantasi... 20
2.7 Perkembangan Embrio Praimplantasi pada Saluran Reproduksi... 21
2.8 Embrio Abnormal... 25
2.9 Mencit Betina (Mus musculus) Swiss Webster... 26
2.10 Hapusan Vagina Siklus Estrus... 28
2.11 Vaginal plug atau Sumbat Vagina... 30
2.12 Alat Reproduksi Mencit Betina... 31
3.1 Gavage... 39
3.2 Metode Flushing... 39
3.3 Alur Penelitian... 41 4.1 Pola Perkembangan Embrio Praimplantasi yang telah Diberi
(13)
Malya, Irine Y. 2014
PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus) SWISS WEBSTER Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Ekstrak Rimpang Temulawak pada Kelompok Dosis 140 mg/kg BB, 280 mg/kg BB dan 700 mg/kg BB... 45 4.2 Tahap-tahap Perkembangan Embrio Praimplantasi yang Ditemukan
pada Hari Kebuntingan Ke-3,5 Setelah Diberi Ekstrak Rimpang Temulawak... 47 4.3 Embrio Abnormal yang Ditemukan pada Hari Kebuntingan Ke-3,5
Setelah Diberi Ekstrak Rimpang Temulawak... 48 4.4 Perhitungan Ukuran Diameter Blastokista Menggunakan Lensa
Objective Micrometer yang Telah Dikalibrasi Menggunakan Oculer Micrometer... 49
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Data Jumlah Embrio Praimplantsai Mencit pada Setiap Induk dan Tahapan Perkembangan Setelah Diberi Ekstrak Rimpang
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)... 71
2. Data Diameter Embrio Praimplantasi Tahap
Blastokista... 73 3. Uji Statistik Data Jumlah Embrio Praimplantasi Pada Setiap
Tahapannya Setelah Diberi Ekstrak Rimpang Temulawak
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Menggunakan SPSS 16... 75 4. Perkembangan Embrio Praimplantasi Mencit yang Ditemukan
Setelah 3 Hari Pemberian Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.) Secara Gavage... 81 5. Tabel Berat Badan Mencit Selama Aklimatisasi dan
Perlakuan... 84 6. Tabel dan Perhitungan Konversi Dosis... 86 7. Daftar Alat dan Bahan Penelitian... 87 8. Komposisi Bahan Pembuatan Larutan Phosphate Buffer Saline
(14)
Malya, Irine Y. 2014
PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus) SWISS WEBSTER Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
(PBS)... 89 9. Foto Kegiatan... 90
(15)
Malya, Irine Y. 2014
PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus) SWISS WEBSTER Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negeri yang memiliki kekayaan dan keanekaragaman hayati yang tinggi, baik di darat maupun di laut. Indonesia adalah negara yang diapit oleh dua benua, yaitu Asia dan Australia, terdiri dari beribu pulau dan terletak di bawah garis khatulistiwa. Posisi ini menjadikan Indonesia salah satu negara yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati terbesar di dunia. Sebagai negara megabiodiversity, keanekaragaman hayati Indonesia terdiri dari 515 spesies mamalia, 511 spesies reptilia, 1.531 spesies burung, 270 spesies amfibi, 2.827 spesies invertebrata dan sebanyak ± 38.000 spesies tumbuhan, diantaranya 1.260 jenis yang bernilai medis (Kementrian Negara Lingkungan Hidup, 2010).
Di antara sekian banyak sumber alam hayati yang berpotensial dalam bidang medis, temulawak memiliki prospek baik untuk dikembangkan sebagai obat atau bahan obat. Temulawak termasuk pada kelompok lima besar tanaman obat yang berpotensial. Temulawak dapat dikembangkan untuk menjadi bahan obat tradisional, fitoterapi, sumber pangan ataupun sebagai komoditi ekspor. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa rimpang temulawak mengandung komponen-komponen kimia yang telah banyak diuji manfaat dalam berbagai bidang melalui berbagai penelitian (Sidik et al., 1995; Purnomowati dan Yoganingrum,1997; Departemen Pertanian, 2007).
Banyak sekali manfaat temulawak yang telah dipercaya menjadi penawar gangguan dalam tubuh. Manfaat temulawak diantaranya adalah untuk mengatasi gangguan-gangguan saluran cerna, gangguan-gangguan aliran getah empedu, sembelit, radang rahim, kencing nanah, mencret, kurang nafsu makan, kelebihan berat badan, ASI tidak lancar, rematik, kerusakan hati, radang lambung, cacar air, eksema, jerawat dan sebagainya. Pada bidang industri, temulawak dimanfaatkan sebagai bahan makanan, minuman, tekstil dan kosmetik (Sidik et al., 1995; Purnomowati dan Yoganingrum, 1997; Sudarsono et al., 1985 dalam Mujahid et al., 2012). Berbagai hasil penelitian pun membuktikan bahwa temulawak memiliki banyak khasiat diantaranya adalah analgesik,
(16)
2
anti bakteri, anti jamur, anti tumor, anti inflamasi, anti oksidan dan lain-lain (Sidik et
al., 1995; Purnomowati dan Yoganingrum, 1997; Rukayadi et al., 2006; Sembiring et al., 2006).
Kandungan temulawak digolongkan dalam tiga jenis, yaitu fraksi pati, minyak atsiri dan kurkuminoid. Setiap turunannya memiliki khasiat tersendiri. Fraksi pati merupakan kandungan yang terbesar dan biasa digunakan sebagai bahan makanan (Sidik et al., 1995; Purnomowati dan Yoganingrum, 1997). Golongan minyak atsiri memiliki turunan yang berkhasiat sebagai anti tumor dan anti proliferasi, misalnya α -kurkumen, β-atlanton, xanthorrhizol dan artumeron (Sidik et al., 1995; Purnomowati dan Yoganingrum, 1997; Choi et al,. 2004; Cheah et al., 2006; Cheah et al., 2008; Katrin et al., 2011). Kurkuminoid memiliki turunan yang memiliki efek anti inflamasi, anti oksidan dan anti proliferasi pada sel kanker (Sidik et al., 1995; Purnomowati dan Yoganingrum, 1997; Chattophadhyay et al., 2004; Anand et al., 2008; Itokawa et al., 2008; Kunnumakkara et al., 2009; Cahyono et al., 2011; Hayakawa et al., 2011). Selain itu, rimpang temulawak mengandung komponen lain, seperti flavonoid, fenol dan terpenoid lainnya. Senyawa-senyawa ini berpotensi sebagai anti proliferasi dan bersifat sitotoksik (Quint et al., 1996; Fotsis et al., 1997; Yang dan Dou, 2010; Afzal et al., 2013).
Selain khasiat yang dipercaya memiliki dampak positif bagi kesehatan tubuh, ternyata temulawak dapat memberikan dampak lain yang dapat mengganggu proses kehamilan dan perlu diwaspadai. Kurkumin yang merupakan salah satu komponen dalam temulawak, dinyatakan dapat menghambat proliferasi sel dan menyebabkan apoptosis sel blastokista secara in vitro (Chen et al., 2010). Selain itu, dinyatakan pula bahwa ekstrak aqueous rimpang temulawak memiliki efek anti fertilitas (Chattopadhyay, 2004). Berdasarkan hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Yadav dan Jain (2010 dan 2011), ekstrak aqueous rimpang Curcuma longa yang diberikan pada tikus selama kehamilan hari ke-1 hingga 5 menunjukkan adanya dampak anti fertilitas atau anti implantasi. Karena Curcuma longa dan temulawak memiliki kandungan yang hampir sama, maka dapat ditarik persamaan, bahwa kedua ekstrak aqueous memiliki potensi sebagai anti fertilitas. Penelitian lain menyatakan bahwa temulawak mempunyai efek
(17)
3
anti implantasi pada kurun awal kehamilan, tetapi tidak mempengaruhi jumlah fetus tikus (Aritonang, 1986).
Pada masa awal kehamilan, atau masa setelah fertilisasi, terjadi proses pembelahan sel untuk persiapan implantasi. Pada proses pembelahan awal yang disebut cleavage, terjadi pembelahan sel fase S (sintesis DNA) dan fase M (mitosis) pada siklus sel, namun seringkali melewatkan fase G1 dan G2. Pada fase ini hanya sedikit sintesis protein atau bahkan tidak terjadi sama sekali (Campbell dan Reece, 2010). Sel telur yang dibuahi akan menjadi zigot dan akan membelah hingga terbentuk blastula atau blastokista yang selanjutnya akan berpindah dengan bantuan silia oviduk menuju uterus dan terjadi nidasi atau implantasi (Yatim, 1994) . Pada proses pembelah ini, sel membutuhkan nutrisi dan hasil metabolisme yang cukup untuk memenuhi energi selama pembelahan (Gerking, 1969). Pada masa perkembangan embrio praimplantasi ini merupakan fase yang krusial untuk kesuksesan perkembangan embrio tahap pasca implantasi (Warner et al., 1998).
Pengaruh berbagai zat terhadap perkembangan embrio praimplantasi telah banyak diteliti. Namun, efek temulawak terhadap perkembangan embrio praimplantasi belum diketahui pasti. Berdasarkan uraian di atas, rimpang temulawak memiliki efek anti proliferasi, baik pada blastokista maupun sel kanker secara in vitro, dapat diartikan bahwa temulawak dapat menghambat pembelahan sel aktif. Selain itu, ekstrak rimpang temulawak memiliki efek anti implantasi dan anti fertilitas. Maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui, menganalisis dan membuktikan bagaimana pengaruh ekstrak rimpang temulawak terhadap perkembangan embrio praimplantasi yang merupakan tahapan awal sebelum implantasi dan sedang mengalami tahapan sel-sel sedang membelah aktif.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penelitian ini memiliki rumusan masalah “Apakah ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) berpengaruh terhadap perkembangan embrio praimplantasi pada mencit (Mus musculus) Swiss Webster?”
(18)
4
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka dapat diuraikan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Apakah pemberian ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) berpengaruh terhadap tahapan perkembangan, jumlah dan persentase embrio praimplantasi mencit (Mus musculus) Swiss Webster?
2. Apakah pemberian ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) memicu terbentuknya embrio praimplantasi yang abnormal pada mencit (Mus
musculus) Swiss Webster?
3. Apakah pemberian ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) berpengaruh terhadap rata-rata diameter blastokista mencit (Mus musculus) Swiss Webster?
C. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah pada penelitian ini sebagai berikut:
1. Bahan utama ekstrak yang digunakan adalah rimpang temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.) berumur 11-12 bulan, yang didapatkan dari BALITRO
Lembang.
2. Ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) yang dipakai merupakan ekstrak rimpang menggunakan metode ekstrak air (aqueous
extract).
3. Mencit yang digunakan adalah mencit betina (Mus musculus) Swiss Webster berumur 8-12 minggu, memiliki berat yang konstan 25-30 gr.
4. Parameter yang diamati adalah tahapan jumlah dan presentase embrio pada setiap tahapan perkembangan embrio praimplantasi, jumlah embrio abnormal dan ukuran diameter embrio praimplantasi mencit (Mus musculus) Swiss Webster yang telah diberi ekstrak rimpang temulawak.
5. Dosis ekstrak rimpang temulawak yang diberikan masing-masing kelompok perlakuan adalah 0 mg/kg BB, 140 mg/kg BB, 280 mg/kg BB dan 700 mg/kg BB. Setiap dosis ekstrak rimpang temulawak diberikan dengan cara oral menggunakan jarum gavage pada setiap pagi hari selama usia kebuntingan ke-0 hingga ke-3 hari.
(19)
5
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap tahapan perkembangan embrio praimplantasi, terbentuknya embrio praimplantasi abnormal dan ukuran diameter blastokista pada mencit (Mus musculus) Swiss Webster.
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat hasil penelitian ini dapat memberikan informasi baru mengenai pengaruh ekstrak rimpang temulawak terhadap perkembangan embrio praimplantasi bagi para peneliti dan mahasiswa untuk memberikan ide dan melakukan penelitian lebih lanjut. Selain itu, hasil penelitian ini dapat menjadi referensi dan saran bagi para wanita yang akan memprogram kehamilan untuk tidak atau meminum jamu yang mengandung ekstrak rimpang temulawak. Informasi yang didapatkan diantaranya agar para wanita yang sedang hamil muda agar berhati-hati untuk meminum obat atau jamu yang mengandung ekstrak rimpang temulawak.
F. Asumsi
Adapun asumsi yang dijadikan landasan penelitian ini sebagai berikut:
1. Temulawak mengandung komponen kurkumin, xanthorrhizol, fenol, flavonoid dan minyak atsiri lainnya diketahui memiliki potensi anti proliferasi sel hingga terjadi hambatan pembelahan sel bahkan apoptosis atau nekrosis (Quint et al., 1996; Fotsis et al., 1997; Aggarwal et al., 2003; Cheah
et al.,. 2006; Cheah et al.,. 2008; Yang dan Dou, 2010; Afzal et al., 2013).
2. Kurkumin diketahui dapat menghambat proliferasi sel dan menyebabkan apoptosis sel blastokista secara in vitro (Chen et al., 2010).
3. Ekstrak kasar temulawak dapat menurunkan jumlah embrio yang implantasi pada kurun awal kehamilan tikus (Aritonang, 1986).
(20)
6
4. Jumlah embrio yang implantasi dapat menurun akibat pengaruh ekstrak air rimpang Curcuma longa, tumbuhan satu genus dengan temulawak, yang diberikan pada usia kehamilan tikus 1-5 hari (Yadav et al., 2010).
5. Embrio tahap blastokista normalnya terbentuk pada 66 - 82 jam (Rugh, 1967).
G. Hipotesis
Ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dapat menghambat perkembangan embrio praimplantasi, menyebabkan abnormalitas embrio praimplantasi dan menurunkan diameter blastokista mencit (Mus musculus) Swiss Webster.
(21)
Malya, Irine Y. 2014
PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus) SWISS WEBSTER Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini termasuk ke dalam jenis penelitian eksperimental. Pada kelompok eksperimen, dilakukan sebuah perlakuan terhadap subjek penelitian atau variabel yang hendak diteliti (variabel terikat) kehadirannya sengaja ditimbulkan dengan memanipulasi suatu perlakuan sesuai dengan kebutuhan. Data yang diperoleh berasal dari hasil perlakuan terhadap subjek penelitian dan dibandingkan terhadap kontrol yang tidak diberi perlakuan (Nazir, 1988; Jaenud, 2011). Subjek penelitian pada penelitian ini adalah kelompok perlakuan yang diberi ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dan kelompok kontrol yang tidak diberi ekstrak rimpang temulawak. Objek yang akan diteliti adalah perkembangan embrio praimplantasi mencit betina dara (Mus musculus) Swiss Webster.
B. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian Rancangan Acak Lengkap (RAL). Desain ini biasa digunakan pada percobaan yang bersifat homogen dan terdapat perlakuan yang dibandingkan dengan kontrol (Nazir, 1988). Desain penelitian ini digunakan untuk mengelompokan mencit yang akan digunakan ke dalam empat kelompok, yaitu satu kelompok kontrol dan tiga kelompok perlakuan. Ketiga kelompok perlakuan diberi tiga dosis yang berbeda selama tiga hari kebuntingan, yaitu 140 mg/kg BB, 280 mg/kg BB dan 700 mg/kg BB.
Berdasarkan rumus Federer (1963), mencit betina yang digunakan sebanyak 24 ekor, berikut adalah perhitungannya:
(n-1) (t-1)≥15 (n-1) (4-1) ≥15
3n-3≥15 n≥6
(22)
33
Keterangan: t=jumlah perlakuan n=jumlah pengulangan
Setelah itu, dilakukan randomisasi untuk pengelompokkan. Pengelompokkan dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan bias. Pengelompokkan dilakukan dengan memberi kode 1-24 pada mencit yang akan menempati kandang yang telah diberi kode A-D sebagai kode setiap dosis. Hasil pengelompokkan terdapat pada Tabel 3.1
Tabel 3.1 Hasil Randomisasi Mencit 1 3C 2 16B 3 24D 4 8B 5 5A 6 11B 7 10B 8 9C 9 4D 10 13A 11 12D 12 2A 13 23D 14 7A 15 19B 16 21A 17 17A 18 22C 19 20D 20 18B 21 1C 22 14C 23 15D 24 6C Keterangan:
A : dosis 0 mg/kg BB (kontrol) B : dosis 140 mg/kg BB C : dosis 280 mg/kg BB D : dosis 700 mg/kg BB 1,2,3 dst...: nomor mencit
Berdasarkan hasil randomisasi mencit, maka didapatkan penempatan mencit pada setiap kandangnya yang dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Penempatan Mencit Berdasarkan Hasil Randomisasi
Kandang Dosis Kode Mencit
A 0 mg/kg BB (kontrol) 5 13 2 7 21 17
B 140 mg/kg BB 16 8 11 10 19 18
(23)
34
D 700 mg/kg BB 24 4 12 23 15 20
C. Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah mencit betina dara (Mus musculus) Swiss Webster. Sedangkan sampel pada penelitian ini adalah mencit betina dara sebanyak 24 ekor. Mencit yang digunakan adalah mencit betina yang siap kawin, yaitu mencit betina yang berumur sekitar 8-12 minggu. Mencit betina yang dipakai adalah mencit betina yang memiliki bobot konstan 25-30 gr lalu diamati perkembangan embrio praimplantasi setelah diberi ekstrak rimpang temulawak secara oral dengan jarum gavage selama 3 hari usia kebuntingan. Embrio praimplantasi didapatkan dari mencit betina yang telah diberi perlakuan pemberian ekstrak rimpang temulawak dengan cara flushing. Embrio praimplantasi ini dianalisis jumlah dan persentase setiap tahapan perkembangan, embrio abnormal dan ukuran diameter embrio praimplantasi yang telah mencapai tahap blastokista.
D. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2014. Pelaksanaan penelitian bertempat di Laboratorium Struktur Hewan, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Rumah Hewan, Kebun Botani, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Pemeliharaan mencit dilakukan di Rumah Hewan, sedangkan pengamatan embrio praimplantasi dilakukan di Laboratorium Struktur Hewan.
E. Prosedur Penelitian 1. Tahap Pra-Penelitian
a. Penyiapan Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat dan bahan untuk proses pemeliharaan hewan percobaan, pembuatan ekstrak rimpang temulawak, pemberian ekstrak rimpang temulawak pada hewan percobaan sebagai perlakuan dan analisis perkembangan embrio praimplantasi mencit
(24)
35
betina dara yang telah diberi ekstrak temulawak. Pada proses pemeliharan dibutuhkan kandang mencit berukuran 30 x 20 x 12 cm beserta tutupnya. Kandang yang dibutuhkan sebanyak enam kandang berisi satu hingga empa mencit betina. Total mencit yang dibutuhkan adalah 24 ekor mencit betina. Selain itu, dibutuhkan juga sekitar enam ekor mencit jantan untuk dipakai dalam proses mengawinkan.
Pembuatan ekstrak dibutuhkan satu kilogram rimpang temulawak yang digiling oleh penggilingan atau blender. Pemberian ekstrak temulawak menggunakan jarum gavage dan syringe 1 ml. Ekstrak temulawak yang telah ditimbang menggunakan timbangan Dial-O-Gram dilarutkan dalam 0,3 ml aquades pada setiap dosisnya.
Analisis pengaruh ekstrak temulawak terhadap perkembangan embrio praimplantasi membutuhkan syringe 1 ml dengan jarum 26 G untuk melakukan
flushing uterus. Pelaksanaan flushing ini menggunakan larutan PBS (phosphate buffered saline) (komposisi pada Lampiran 8) yang ditampung di kaca arloji.
Analisis pengaruh ekstrak temulawak terhadap perkembangan embrio menggunakan Mikroskop Listrik Binokuler.
Alat dan bahan pada penelitian ini dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 7.
b. Pembuatan Ekstrak Rimpang Temulawak
Temulawak yang dipakai adalah galur Roxb. Dengan usia 11-12 bulan (Rahardjo, 2001; Setyawan, 2003). Rimpang temulawak diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO) Lembang. Pembuatan ekstrak temulawak menggunakan metode aqueous extract atau ekstraksi air berdasarkan penelitian yang dilakukan Halim (2012) yang dimodifikasi. Hal ini dilakukan sebagai adaptasi konsumsi temulawak dengan pelarut air yang biasa dilakukan masyarakat luas. Selain itu, temulawak yang diekstraksi air dinyatakan memiliki potensi anti fertilitas (Chattopadhyay, 2004). Alasan lain menggunakan metode ini adalah sebagai bentuk adaptasi dari penelitian yang
(25)
36
dilakukan Yadav dan Jain (2010 dan 2011) yang mengekstraksi Curcuma longa dengan metode ekstraksi air yang diindikasi memiliki efek anti implantasi.
Langkah pembuatan ekstrak diawali dengan proses pembuatan serbuk rimpang temulawak. Satu kilogram rimpang temulawak yang masih segar dicuci bersih. Setelah itu, rimpang temulawak dirajang hingga menjadi potongan kecil dengan ketebalan kurang lebih 1-2 mm. Selanjutnya, hasil rajangan dihilangkan kandungan airnya secara tradisional, yaitu dengan menjemur hasil rajangan di bawah sinar matahari hingga kering (Cahyono et al., 2011). Rajangan rimpang temulawak yang telah kering digiling menggunakan
blender hingga halus. Untuk mendapatkan serbuk yang halus, hasil gilingan
diayak menggunakan ayakan dapur. Setelah proses pengayakan, hasil serbuk rimpang temulawak diekstrak menggunakan air.
Ekstraksi air serbuk temulawak dilakukan menggunakan metode Halim (2012) dengan beberapa modifikasi. Proses awal ekstraksi adalah dengan mencampurkan air panas (60oC) dan serbuk temulawak dengan perbandingan air (ml) dan serbuk (gr) 16:1. Proses pencampuran dilakukan selama 30 menit dan dilakukan pengadukan agar tidak terjadi pengendapan. Setelah itu, dilakukan penyaringan menggunakan kain. Penggunaan kain sebagai penyaring dengan alasan kain memiliki ukuran pori-pori yang kecil, sehingga serbuk dapat tertahan dan menghasilkan filtrat yang halus. Ekstraksi dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan. Hasil ekstraksi disatukan dan diendapkan dengan cara didedahkan pada udara. Endapan kental yang terbentuk dikeringkan lalu dihancurkan menggunakan blender hingga mendapatkan serbuk halus. Serbuk dimasukkan ke dalam plastik dan disimpan di kulkas dan siap digunakan.
c. Penentuan Dosis
Terdapat tiga dosis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu 140 mg/kg BB, 280 mg/kg BB dan 700 mg/kg BB. Penentuan dosis ini didasarkan pada penelitian Yadav dan Jain (2010 dan 2011) yang bertujuan untuk melihat profil biokimia yang mempengaruhi proses implantasi pada uterus dan efek anti implantasi setelah diberi ekstrak air Curcuma longa pada tikus putih. Pada
(26)
37
penelitian ini, hewan percobaan yang digunakan adalah mencit betina dara (Mus
musculus) Swiss Webster, maka dilakukan perhitungan konversi dosis dengan
nilai konversi 0,14 untuk tikus putih 200 gr ke mencit 20 gr. Nilai konversi berdasarkan tabel konversi Laurence & Bacharach (1964) (dalam Daud, 2012) (Lampiran 6). Perhitungan konversi dapat dilihat di Lampiran 6.
d. Persiapan Mencit dan Aklimatisasi
Mencit yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan dari PAU ITB. Mencit dipelihara di Rumah Hewan Botani UPI. Rumah hewan memiliki suhu minimum 25oC dan suhu maksimum 29oC dengan suhu rata-rata 26,57oC. Kelembaban relatif ruangan mencapai titik minimum 76 % dan titik maksimum 92 % dengan kelembaban relatif rata-rata 82,86 %. Mencit betina yang dipakai berumur 8-12 minggu (Haryono, 1996; Sumarmin, 1999; Priyandoko, 2004), sedangkan mencit jantan yang digunakan berumur 8-14 minggu. Mencit betina yang dipakai memiliki bobot konstan 25-30 gr (Sumarmin, 1999).
Mencit betina yang memasuki umur reproduksi ditempatkan di kandang baru dengan sekam yang bersih. Penempatan mencit betina di dalam kandang menggunakan desain RAL. Kandang yang digunakan berukuran 30 x 20 x 12 cm, terbuat dari plastik dan bening. Kandang ditutup dengan kawat penutup. Dasar kandang diberikan sekam dan diganti seminggu seminggu sekali.
Mencit betina dan jantan yang digunakan diaklimatisasi selama 7 hari dalam kandang yang terpisah. Mencit diberi makan berupa pakan standar untuk anak babi CP 551, produksi PT Charoen Pokphand Indonesia secara ad libitum, begitu pula dengan pemberian minum (Rugh, 1967; Priyandoko, 2004). Setelah 7 hari aklimatisasi, mencit betina yang memiliki bobot yang konstan dipisahkan. Setiap mencit betina dikawinkan dengan mencit jantan. Jika keesokan harinya terjadi perkwinan maka dilanjutkan pada tahap perlakuan.
2. Tahap Penelitian
a. Mengawinkan Mencit
Setelah tujuh hari lamanya aklimatisasi, tahap selanjutnya adalah pengawinan hewan uji. Pengawinan dilakukan secara alami tanpa bantuan
(27)
38
hormon dengan komposisi perbandingan jantan dan betina 1:4 untuk setiap dosisnya (Samah dan Almahdy, 1992). Keesokan harinya setiap betina diperiksa sumbat vagina (vaginal plug) yang menandakan telah terjadinya proses perkawin oleh jantan dan ditetapkan sebagai usia kebuntingan ke-0 hari (Rugh, 1967; Taylor, 1987 dalam Haryono, 1996; Sumarmin et al., 1999; Priyandoko, 2004; Schwiebert, 2007). Mencit betina yang terdapat sumbat vagina dipisahkan ke dalam kandang baru, lalu perlakuan dimulai. Perlakuan tidak dilakukan secara serentak hanya mencit betina yang terdapat sumbat vagina saja yang dimulai perlakuannya. Perlakuan dilakukan pada kurang lebih 1-3 ekor yang ditemukan sumbat vagina pada setiap harinya. Jika belum terjadi perkawinan dan tidak ditemukan sumbat vagian maka dilakukan proses pengawinan kembali.
b. Perlakuan Terhadap Mencit
Setelah proses perkawinan berhasil, mencit betina mulai diberi ekstrak rimpang temulawak sesuai dosis pada setiap pagi mulai usia kebuntingan ke-0 hari sampai ke-3 (Haryono, 1996; Sumarmin, 1999). Masing-masing dosis yang diberikan adalah dosis 0 mg/bb, 140 mg/kg BB, 280 mg/kg BB dan 700 mg/kg BB. Setiap dosis ditimbang menggunakan timbangan Dial-O-Gram, lalu dilarutkan dalam aquades sebanyak 0,3 ml. Ekstrak diberikan pada mencit betina dengan metode oral dengan menggunakan syringe 1 ml dan jarum
gavage setiap pagi (Gambar 3.1) (Priyandoko, 2004). Untuk dosis 0 mg/bb dikelompokkan sebagai kontrol. Maka perlakuannya diberi aquades 0,3 ml tanpa ekstrak rimpang temulawak.
Pada usia kebuntingan ke-3,5 hari mencit betina dibunuh dengan cara dislokasi leher (dislocatio cervicalis) lalu dibedah (Haryono, 1996; Sumarmin; 1999; Priyandoko, 2004; Batan et al., 2007, Helmita et al., 2007). Setelah mencit dibedah, isolasi oviduk dan uterus dilakukan. Setelah itu, tahap penelitian dilanjutkan ke tahap koleksi embrio untuk analisis perkembangan embrio praimplantasi.
(28)
39
Gambar 3.1 Gavage (Sumber: Schwiebert, 2007)
c. Koleksi Embrio
Setelah pembedahan mencit, oviduk dan uterus diisolasi. Lalu dibersihkan dari darah dan lemak di dalam larutan NaCl 0,96% (larutan fisiologis) yang ditempatkan di cawan Petri. Embrio diambil dengan metode flushing menggunakan cairan Phosphate Buffered Saline (PBS ) pH 7,2. Flushing menggunakan syringe 1 ml dengan jarum ukuran 26 G. Flushing dilakukan di atas kaca arloji yang telah dibersihkan menggunakan alkohol (Hogan, 1987; Dye, 1993). Proses flushing embrio dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Metode Flushing; a) Cara Memasukkan Jarum ke Ujung Oviduk, b)
Flushing Embrio di Atas Kaca Arloji (Sumber: Dye, 1993; Priyandoko,
2004).
d. Pengamatan dan Analisis Embrio Praimplantasi
Setelah koleksi embrio didapatkan, lalu dilakukan analisis tahap-tahap embrio praimplantasi. Tahap-tahap praimplantasi dilakukan dengan melihat morfologi embrio. Embrio dikelompokkan berdasarkan tahapannya, yaitu embrio yang mengalami kelambatan perkembangan atau belum mencapai tahap blastokista, embrio yang tidak mengalami kelambatan perkembangan dan
a) b) pinset
Jarum 26 G yang dipasang pada syringe 1 ml berisi medium PBS
Cawan arloji berisi embrio dan medium PBS
(29)
40
embrio abnormal. Embrio yang mengalami kelambatan perkembangan adalah embrio tahap pembelahan (1-8 sel), morula tidak mampat dan morula mampat. Sedangkan, embrio yang tidak mengalami kelambatan perkembangan, yaitu blastokista saja (Sumarmin et al., 1999; Priyandoko, 2004). Selain itu, jumlah setiap tahapan embrio dihitung. Setelah dihitung jumlah tahapannya, blastokista yang didapatkan dipisahkan ke cawan Petri lain, lalu dihitung diameter horizontal dan vertikal menggunakan lensa objective micrometer yang telah dikalibrasi menggunakan oculer micrometer. Tujuan penghitungan diameter adalah untuk mengetahui rata-rata diameter blastokista setiap dosis. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan bantuan mikroskop listrik binokuler.
3. Analisis Data
Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis data secara kualitatif dilakukan dengan cara melihat morfologi untuk menentukan tahapan embrio praimplantasi. Selain menentukan tahapan, analisis morfologi dilakukan untuk menentukan abnormalitas embrio. Analisis kuantitatif dilakukan dengan cara menghitung jumlah, rata-rata dan persentase embrio praimplantasi baik setiap tahapan maupun total keseluruhan.
Analisis data kuantitatif pun dilakukan dengan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dilakukan dengan softwarer SPSS 16. Pengujian hipotesis dilakukan menggunakan One way ANOVA jika data terdistribusi normal (parametrik). Pengujian hipotesis akan dilakukan menggunakan uji statistik Wilcoxon’s rank sum test, jika data tidak terdistribusi normal (non parametrik).
Pengujian secara statistik ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh ekstrak temulawak terhadap embrio praimplantasi mencit secara signifikan.
(30)
41
4. Alur Penelitian
TAHAP PRA PENELITIAN
Pembuatan ekstrak temulawak Aklimatsasi mencit selama tujuh hari
Proses pengawinan mencit yang siap kawin Pengamatan sumbat vagina
Jika ada:
Perlakuan dengan memberi ekstrak temulawak secara gavage selama 3,5 hari kebuntingan
Jika tidak ada: Pengawinan kembali
Analisis tahapan embrio dan perhitungan jumlah embrio praimplantasi
Pengukuran diameter blastokista
Analisis data Penysunan Skripsi Gambar 3.3 Alur Penelitian
Pembedahan dan isolasi oviduk dan uterus Pembuatan Proposal
Persiapan Alat dan Bahan
TAHAP PENELITIAN
TAHAP PASCA PENELITIAN Studi Literatur
(31)
Malya, Irine Y. 2014
PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus) SWISS WEBSTER Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pengaruh ekstrak rimpang temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.) terhadap perkembangan embrio praimplantasi mencit (Mus musculus) Swiss Webster dengan kelompok dosis 140 mg/kg BB, 280 mg/kg BB dan
700 mg/kg BB yang diamati pada umur kebuntingan ke-3,5 terjadi pengaruh hambatan perkembangan embrio praimplantasi yang mencapai tahap blastokista. Pengaruh ekstrak rimpang temulawak menurunkan rata-rata jumlah embrio praimplantasi yang mencapai tahap blastokista secara signifkan (p<0,05) pada kelompok dosis 280 mg/kg BB dan 700 mg/kg BB. Hambatan perkembangan terjadi pada embrio praimplantasi tahap morula dan terbentuknya embrio abnormal. Embrio abnormal yang ditemukan adalah zona pelusida tanpa embrio, embrio tanpa zona pelusida, embrio dengan blastomer terfragmentasi dan embrio dengan blastomer terdegenerasi. Jumlah embrio abnormal yang terbentuk meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang diberikan. Rata-rata jumlah embrio abnormal yang terbentuk berbeda secara signifikan (p<0,05) pada kelompok dosis 700 mg/kg BB dibandingkan dengan kontrol. Selain itu, ekstrak rimpang temulawak mempengaruhi rata-rata ukuran diameter blastokista. Ukuran diameter horizontal pada kelompok dosis 140 mg/kg BB dan ukuran diameter vertikal pada kelompok dosis 140 mg/kg BB dan 280 mg/kg BB lebih kecil secara signifikan (p<0,05) jika dibandingkan dengan kontrol.
B. Saran
Pada penelitian ini belum diketahui mengenai kualitas blastokista sebagai fase sebelum implantasi, maka penelitian lebih lanjut mengenai kualitas blastokista perlu dilakukan, yaitu penentuan kualitas berdasarkan jumlah sel dan indeks mitosis blastokista. Penilitian ini adalah penelitian yang mengamati perkembangan embrio praimplantasi setelah diberi ekstrak rimpang temulawak, maka penelitian lanjutan pasca
(32)
63
implantasi juga perlu dilakukan dengan mengetahui jumlah fetus dan tapak implantasi, sebagaimana penelitian yang telah dilakukan mengenai dampak ekstrak air kunyit terhadap tapak implantasi dan jumlah fetus. Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan adanya hambatan perkembangan embrio praimplantasi dan terbentuknya embrio abnormal yang disebabkan apoptosis, maka penelitian lebih lanjut dalam bidang molekuler perlu dilakukan untuk mengetahui jalur apoptosis setelah pemberian ekstrak rimpang temulawak. Pada penelitian ini belum diketahui komponen yang paling berpengaruh terhadap hambatan perkembangan embrio praimplantasi dan pembentukan embrio abnormal, maka perlu juga dilakukan analisis lebih lanjut mengenai komponen temulawak yang paling berpengaruh terhadap hambatan perkembangan embrio praimplantasi dan pembentukan embrio abnormal. Jumlah embrio yang didapatkan pada penelitian ini sedikit, sehingga sampel embrio yang didapatkan juga sedikit, maka perlu dilakukan penggunaan hormon agar terjadi superovulasi, sehingga jumlah embrio yang didapatkan sebagai sampel untuk dianalisis menjadi lebih banyak.
(33)
Malya, Irine Y. 2014
PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT (Mus musculus) SWISS WEBSTER Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR PUSTAKA
Afzal, A., Oriqat, G., Khan, M. A., Jose, J. dan Afzal, M. (2013). Chemistry and Biochemistry of Terpenoids from Curcuma and Related Species. Journal of
Biologically Active Products from Nature, 3 (1), hlm. 1-55.
Aggarwal, B. B., Kumar, A. dan Bharti, A. C. (2003). Anticancer Potential of Curcumin: Preclinical and Clinical Studies. Anticancer Research, 23, hlm. 363-398.
Aggarwal, B. B., Kumar, A., Aggarwal, M. S. dan Shishodia, S. (2004). Curcumin
Derived from Turmeric (Curcuma longa): a Spice for All Seasons. CRC Press
LLC.
Akram, M., Uddin, S., Ahmed, A., Usmanghani, K., Hannan, A., Mohiuddin, E. dan Asif, M. (2010). Curcuma longa and Curcumin: A Review Article. Rom. J.
Biol. – Plant Biol, 55 (2), hlm. 65-70.
Anand, P., Sundaram, C., Jhurani, S., Kunnumakkara, A.B. dan Aggarwal, B. B. (2008).
Curcumin and Cancer: An ‘‘Old-age” Disease with an ‘‘Age-old” Solution.
Cancer Letters, 267, hlm. 133-164.
Annisa, Sumarno dan Sarosa, H. (2011). Pengaruh Ekstrak Kunir Putih (Curcuma alba) terhadap derajat Diferensiasi Sel Adenokasinoma Mammae. Prosiding Semnas
Herbs for Cancer (hlm.213-219). Semarang: FK UNISSULA.
Aritonang, H. (1986). Uji Efek Anti Implantasi Post Koitus Ekstrak Kering Batang
Bratawali dan Ekstrak Kental Rimpang Temulawak terhadap Tikus Hamil.
(Skripsi). Jurusan Farmasi FMIPA ITB, Bandung.
Ashfahani, E. D., Wiratmini, N. I. dan Sukmaningsih, A. A. S. A. (2010). Motilitas Viabilitas Spermatozoa Mencit (Mus musculus L.) setelah Pemberian Ekstrak Temu Putih (Curcuma zedoaria (Berg.)). Jurnal Biologi, 17 (1), hlm. 20-23. Backer, C.A. dan Brink, B. V. D. 1968. Flora of Java (Spermatophytes Only), Vol. III.
Netherlands: N. V. P. Noordhoff: Groningen.
Badan POM RI. (2005). Informasi Temulawak Indonesia. Jakarta: Badan POM RI. Batan, I. W., Boediono, A., Djuwita, I., Lay, B. W. dan Supar. (2007). Perlakuan
Tripsin dan Pronase terhadap Perkembangan Embrio Mencit yang Dicemari dengan Escherichia coli K99. Media Kedokteran Hewan, hlm. 161-168.
(34)
65
Bhardwaj, P., Alok, U. dan Khanna, A. (2013). in vitro Cytotoxicity of Essential Oils: A Review. International Journal of Research in Pharmacy and Chemistry, 3 (3), hlm. 671-681.
Cahyono, B., Huda, M. D. K. dan Limantara, L. (2011). Pengaruh Proses Pengeringan Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza ROXB) terhadap Kandungan dan Komposisi Kurkuminoid. Reaktor, 13 (3), hlm 165-171.
Campbell, N.A. dan Reece, J. B. (2010). Biologi, Edisi Kedelapan, Jilid 3. Jakarta: Erlangga.
Cancer Chemoprevention Research Center. (2011). Mekanisme dan Regulasi Apoptosis. Yogyakarta, Universitas Gajah Mada
Chattopadhyay I., Biswas K., Bandyopadhyay U. and Banerjee R.K. (2004). Turmeric and curcumin: Biological Actions and Medicinal Applications. Current
Science. 87 (1), hlm. 44-53.
Cheah, Y. W., Azimahtol, H. L. P. dan Abdullah, N. R. (2006). Xanthorrhizol Exhibits Antiproliferative Activity on MCF-7 Breast Cancer Cells via Apoptosis Induction. Anticancer Research, 26, hlm. 4527-4534.
Cheah, Y. W., Nordin, F. J., Tee, T. T., Azimahtol, H. L. P., Abdullah, N. R. dan Ismail, Z. (2008). Antiproliferative Property and Apoptotic Effect of Xanthorrhizol on MDA-MB-231 Breast Cancer Cells. Anticancer Research, 28, hlm. 3677-3690. Chen, C., Hsieh, M., Hsuw, Y., Huang, F. dan Chan, W. (2010). Hazardous Effects of Curcumin on Mouse Embryonic Development through a Mitochondria-Dependent Apoptotic Signaling Pathway. International Journal of Molecular
Sciences, 11, hlm. 1-20.
Chen, C. C. dan Chan, W. H. (2012). Injurious Effects of Curcumin on Maturation of Mouse Oocytes, Fertilization and Fetal Development via Apoptosis.
International Journal of Molecular Sciences, 13, hlm. 4655-4627.
Choi, M. A., Kim, S. H., Chung, W. Y., Hwang, J. K. dan Park, K. K. (2004). Xanthorrhizol, A Natural Sesquiterpenoid from Curcuma xanthorrhiza, Has An Anti-metastatic Potential in Experimental Mouse Lung Metastasis Model.
Biochemical and Biophysical Research Communications, 326, hlm 210-217.
Daud, N. (2012). Appendix. (Tesis). Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.
Departemen Pertanian. (2007). Prospek Dan Arah Pengembangan Agribisnis Tanaman
Obat. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Devaraj, S., Esfahani, A. S., Ismail, S., Ramanathan, S., dan Fei, M. Y. (2010a). Evaluation of The Antinociceptive Activity and Acute Oral Toxicity of
(35)
66
Standardized Ethanolic Extract of The Rhizome of Curcuma xanthorrhiza Roxb. Molecules, 15, hlm. 2925-2934.
Devaraj, S., Ismail, S., Ramanathan, S., Marimuthu, S. dan Fei, M. Y. (2010b). Evaluation of The Hepatoprotective Activity of standardized ethanolic extract of Curcuma xanthorrhiza Roxb. Journal of Medicinal Plants Research, 4 (23), hlm. 2512-2517.
Dye, F. (1993). Obtaining Early Mammalian Embryos. Proceeding. (hlm. 97-112) Connecticut: Department of Biological and Environmental Sciences Western Connecticut State University.
Federer, W. T. (1963). Experimental Design,Ttheory and Application. New Delhi: Oxford and IBH Publ. Co.
Fotsis, T., Pepper, M. S., Aktas, E., Breit, S., Rasku, S., Adlercreuts, H., Wahala, K., Montesano, R. dan Schweigerer, L. (1997). Flavonoids, Dietary-derived Inhibitors of Cell Proliferation and in Vitro Angiogenesis. Cancer Research, 57, hlm. 2916-2921.
Gerking, S. D. (1969). Biological Systems. Japan: Toppan Company.
Giri, A. K. (1991). Food Dyes of India: Mutagenic and Clastogenic Potential. Proc.
Indian natn. Sci. Acad, (3 dan 4), hlm. 183-189.
Goel, A., Kunnumakkara, A. B. dan Aggarwal, B. B. (2008). Curcumin as
‘‘Curecumin’’: From kitchen to clinic. Biochemical Pharmacology, 75, hlm.
787-809.
Halim, M. R. A., Tan, M. S. M. Z., Ismail, S. dan Mahmud, R. (2012). Standarization and Phytochemical Studies of Curcuma xanthorrhiza ROXB. International
Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 4 (3), hlm. 606-610.
Handayani, T., Sakinah, S., Nallappan, M. dan Pihie, A. H. L. (2007). Regulation of p53-, Bcl-2- and Caspase-dependent Signaling Pathway in Xanthorrhizol-induced Apoptosis of HepG2 Hepatoma Cells. Anticancer Research, 27, hlm. 965-972.
Hartshorne, G. (2000). The Embryo. Human Reproduction, 15 (4), hlm. 31-41.
Haryono, A. (1996). Pengaruh T-2 Toksin yang Diberikan pada Tahap Praimpalntasi
Terhadap Perkembangan Embrio Praimplantasi dan Fetus Hidup Mencit Swiss Webster. (Tesis). Pascasarjana, Biologi ITB, Bandung.
Haryono, A., Surjono, T. W. dan Sudarwati, S. (2007). Efek Toksin T-2 terhadap Perkembangan Embrio Praimplantasi dan Fetus Mencit Swiss Webster. Hayati
(36)
67
Hayakawa, H., Minaniya, Y., Ito, K., Yamamoto, Y. dan Fukuda, T. (2011). Difference of Curcumin Content in Curcuma longa L. (Zingiberaceae) Caused by Hybridization with Other Curcuma Species. American Journal of Plant
Sciences, 2, 111-119.
Hayani, E. (2006). Analisis Kandungan Kimia Rimpang Temulawak. Temu Teknis
Nasional Tenaga Fungsional Pertanian. (hlm. 309-312). Bogor: Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
Helmita, R., Djuwita, I., Purnawantara, B. dan Winarto. (2007). Aktivitas NADH- Tetrazolium Reductase Sel Sel Trofoblas pada Blastosis yang Mengalami Hatching dan Gagal Hatching. Jurnal Anatomi Indonesia, 2 (1) , hlm. 1-7. Hogan, B., Constantini, F., dan Lacy, E. (1986). Manipulating The Mouse Embryo a
Laboratory Manual. New York, USA: Cdd-Spring Laboratory.
Huang, F. J., Lan, K. C., Kang, H. Y., Liu, Y. C., Hsuw, Y. D., Chan, W. H. dan Huang, K. E. (2013). Effect of Curcumin on in vitro Early Post-implantation Stages of Mouse Embryo Development. European Journal of Obstetrics & Gynecology
and Reproductive Biology, 166, hlm. 47-51.
Itokawa, H., Shi, Q., Akiyama, T., Natschke, M. dan Lee, K. H. (2008). Recent Advances in The Investigation of Curcuminoids. Chinese Medicine,3 (11), hlm. 1-13.
Jaenud, A. (2011). Metodologi Penelitian Eksperimental. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarata.
Jantan, I., Saputri, F. C., Qaisar, M. N. dan Buang, F. (2012). Correlation between Chemical Composition of Curcuma domestica and Curcuma xanthorrhiza and Their Antioxidant Effect on Human Low-Density Lipoprotein Oxidation.
Hindawi Publishing Corporation,hlm. 1-11.
Katrin, E., Susanto dan Winarno, H. (2011). Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Temulawak (Curcuma xanthorrizha Roxb.) Iradiasi yang Mempunyai Aktivitas Antikanker.
Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi, 7 (1), hlm. 41-52.
Kementrian Negara Lingkungan Hidup. (2010). Pembangun Taman Keanekaragaman
Hayati. Bandung: BPLHD Jabar.
Kim, M. B., Kim, C., Song, Y. dan Hwang, J. K. (2004). Antihyperglycemic and Anti-Inflammatory Effects of Standardized Curcuma xanthorrhiza Roxb. Extract and Its Active Compound Xanthorrhizol in High-Fat Diet-Induced Obese Mice.
Hindawi Publishing Corporation, hlm. 1-10.
Kim, K. C. dan Lee, C. H. (2010). Curcumin Induces Downregulation of E2F4 Expression and Apoptotic Cell Death in HCT116 Human Colon Cancer Cells;
(37)
68
Involvement of Reactive Oxygen Species. Korean J Physiol Pharmacol, 14, hlm. 391-397.
Kunnumakkara, A. B., Guha, S., dan Aggarwal, B.B. (2009). Curcumin and Colerectal Cancer: Add Spice to Your Life. Laporan Colerecteral Cancer. (hlm. 5-14). Houston: University of Texas M.D. Anderson Cancer Center Houston USA. Kurniawati. (2006). Perbandingan Tingkat Keberhasilan Perkembangan Eembrio Hasil
Fertilisas In Vitro pada Oosit Mencit (Mus musculus l.) Strain Swiss Webster dengan Menggunakan Spermatozoa Epididimis dan Spermatozoa Hasil Kriopreservasi. (Skripsi). Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Lumongga, F. (2008). Apoptosis. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Magli, M. C., Gianaroli, L., Ferraretti, A. P., Lappi, M., Ruberti, A. dan Farfalli, V. (2006). Embryo Morphology and Development are Dependent on The Chromosomal Complement. Fertility and Sterility, 87 (3), hlm. 534-541. Makarevich, A. V., Chrenek, P. dan Fl’ak, P. (2006). The Influence of Microinjection of
Foreign Gene into the Pronucleus of Fertilized Egg on the Preimplantation Development, Cell Number and Diameter of Rabbit Embryos. Asian-Australia
Journal Animal Science, 19 (2), hlm. 171-175.
Mujahid, R. Awal, P. K. D. Dan Nita, S. (2012). Maserasi Sebagai Alternatif Ekstraksi
pada Penetapan Kadar Kurkuminoid Simplisia Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb). Tawangmangu: Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan
Obat Tradisional Tawangmangu.
Nazir. (1988). Metode Penelitian. Ghalia Indonesia: Jakarta.
Nugroho, B., Malau, D. P., Rokhmanto, F. dan Laili, N. (2008). Pengaruh Suhu
Ekstraksi terhadap Kandungan Kurkuminoid dan Air Serbuk Temulawak (Curcuma xanthorrhiza). Bogor: LIPI.
Nurcholis, W., Purwakusumah, E. D., Rahardjo, M. dan Darusman, L. K. (2012). Variasi Bahan Bioaktif dan Bioaktivitas Tiga Nomor Harapan Temulawak pada Lokasi Budidaya Berbeda. J. Agron. Indonesia, 40 (2) , hlm. 153 – 159. Panigoro, R., Surialaga, S. dan Dhianawaty, D. (2013). Comparison of curcumin level
in fresh and decoction of dried Curcuma xanthorrhiza Roxb. Rhizome.
International Journal Research Pharmaceutical Sciences, 4 (2), hlm. 256-259.
Priamboro. (2001). Temulawak. [Online]. Tersedia:
http://www.warintek.ristek.go.id/pertanian/temulawak.pdf [26 November 2013] Pribadi, G. A. (2008). Penggunaan Mencit dan Tikus Sebagai Hewan Model Penelitian
(38)
69
Priyandoko, D. (2004). Efek Asam Metoksiasetat Terhadap Perkembangan Embrio
Praimplantasi dan Kualitas Blastokista Mencit (Mus musculus) Swiss Webster.
(Tesis). Biologi ITB, Bandung.
Purnomowati, S. dan Yoganingrum, A. (1997). Tinjauan Literatur:Temulawak
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Jakarta: LIPI.
Quint, U., Vanhofer, U., Herastrick, A. dan Muller, R. T. (1996). Cytotoxicity of Phenol
to Musculoskeletal Tumors. Germany: British Editorial Society of Bone and
Joint Surgery.
Rahardjo, M. (2010). Penerapan SOP Budidaya Untuk Mendukung Temulawak Sebagai Bahan Baku Obat Potensial. Perspektif, 9 (2), hlm. 78 – 93.
Rahminiwati, M., Djuwita, I., Darusman, L. K. dan Sa’diah, S. (2012). Neuroprotective Effect of Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) on Braine Nerve Cell Damage Induced by Lipopolysaccharide (LPS). Proceedings of The Second
International Symposium on Temulawak, hlm. 134-137.
Rasad, S. D. (2012). Modul Praktikum Reproduksi Ternak.
Redha, A. (2010). Flavonoid: Struktur, Sifat Antioksidatif dan Peranannya dalam Sistem Biologis. Jurnal Belian, 9 (2), hlm. 196-202.
Rini, C., Widjajanto, E. dan Loekito, Rm. 2011. Peranan Curcumin terhadap Proliferasi, Apoptosis dan Diferensiasi Hepatosit Mice Balb/C yang Dipapar dengan Benzapyrene. J.Exp. Life Sci., 1(2), hlm. 56-110.
Riyanto. (2007). Efek Bererapa Senyawa Kimia Terhadap Indeks Mitosis dan Aberasi Kromosom mamalia. Forum Mipa, 10 (2), hlm. 1-8.
Rugh, R. (1967). The Mouse; Its Reproduction and Development. Columbia: Burgess Publishing Company.
Rukayadi, Y., Yong, D. dan Hwang, J. K. (2006). In vitro anticandidal activity of xanthorrhizol isolated from Curcuma xanthorrhiza Roxb.. Journal of
Antimicrobial Chemotherapy, 57, hlm. 1231-1234.
Rustam, E., Atmasari, I. Dan Yawirasti. 2007. Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Kunyit (Curcuma domestica Va.) pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar. Jurnal
Sains dan Teknologi Farmasi, 12 (2), hlm. 112-115.
Samah, A. dan Almahdy. (1992). Pengaruh Ekstrak Metanol Kulit Batang Tumbuhan
Tristania sumatrana Miq. terhadap Fertilitas Mencit Putih. Bul. Penelit. Kesehat., 20(4), hlm. 1-5.
(39)
70
Sari, D. L. N., Cahyono, B., dan Kumoro, A. C. (2013). Pengaruh Jenis Pelarut pada Ekstraksi Kurkuminoid dari Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb). Chem Info,1 (1), 101 – 107.
Schwiebert, R. (2007). The Laboratory Mouse. Singapur: National Universityof Singapore.
Sembiring, B.B, Ma’mun, dan Ginting, E.I. (2006). Pengaruh Kehalusan Bahan dan Lama Ekstraksi terhadap Mutu Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb). Bul. Littro, 17 (2), hlm. 53 – 58.
Setyawan, A. A. (2003). Keanekaragaman Kandungan Minyak Atsiri Rimpang Temu-temuan (Curcuma). Biofarmasi 1 (2), hlm.44-49.
Sidik, Moelyono, dan Mutadi, A. (1995). Temulawak; Curcuma xanthorrhiza Roxb. Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phyto Medica.
Siswanti, T., Astirin, P., O. dan Widiyani, T. (2003). Pengaruh Ekstrak Temu Putih (Curcuma zedoaria Rosc.) terhadap Spermatogenesis dan Kualitas Spermatozoa Mencit (Mus musculus L.). B i o S MART 5, hlm. 38-42.
Smith, E. T. (1959). The Science of Living Things; Exploring Biology. Fifth Edition. New York: Harcourt, Brace & World, Inc.
Sumarmin, R., Surjono, T.W, dan Sudarti, S. (1999). Efek Perlakuan Ru Bratoksin B Padat terhadap Perkembangan Embrio Praimplantasi dan Fetus mencit ( Mus musculus) Swiss Webster. Proc ITB, 31 ( 3), hlm. 105-111.
Warner, C. M., Cao, W., Exley, G. E., McElhinny, A. S., Alkani, M., Cohen, J., Scott, R. T. dan Brenner, C. A. (1998). Genetic Regulation of Egg and Embryo Survival. Boston: Institute for Reproductive Medicine and Science of Saint Barnabas Weisz, P. B. 1959. The Science of Biology. London: McGraw-Hill Book Company, Inc. Yadav, R., dan Jain, G.C. (2010). Post-Coital Contraceptive Effeciency of Aqueous
Extract of Curcuma longa Rhizome In Female Albino Rats.
Pharmacologyonline, 1, hlm. 507-517.
Yadav, R., dan Jain, G.C. (2011). Effect of Contragestative Dose of Aqueous Extract of Curcuma Longa Rhizome on Uterine Biochemical Milieu of Female Rats.
Indian Journal of Fundamental and Applied Life Sciences, 1 (3), hlm 183-187.
Yang, H. dan Dou, Q. P. (2010). Targeting Apoptosis Pathway with Natural Terpenoids: Implications for Treatment of Breast and Prostate Cancer. National Institute of
Health, 11 (6), hlm. 733-744.
Yatim, W. 1994. Reproduksi & Embryologi;Untuk Mahasiswa Biologi & Kedokteran. Tarsito: Bandung.
(40)
71
Zhang, Y., Dou, H., Li, H., He, Z. dan Wu, H. (2014). The Citrus Flavonoid Nobiletin Inhibits Proliferation and Induces Apoptosis in Human Pancreatic Cancer Cells
(1)
Standardized Ethanolic Extract of The Rhizome of Curcuma xanthorrhiza Roxb. Molecules, 15, hlm. 2925-2934.
Devaraj, S., Ismail, S., Ramanathan, S., Marimuthu, S. dan Fei, M. Y. (2010b). Evaluation of The Hepatoprotective Activity of standardized ethanolic extract of Curcuma xanthorrhiza Roxb. Journal of Medicinal Plants Research, 4 (23), hlm. 2512-2517.
Dye, F. (1993). Obtaining Early Mammalian Embryos. Proceeding. (hlm. 97-112) Connecticut: Department of Biological and Environmental Sciences Western Connecticut State University.
Federer, W. T. (1963). Experimental Design,Ttheory and Application. New Delhi: Oxford and IBH Publ. Co.
Fotsis, T., Pepper, M. S., Aktas, E., Breit, S., Rasku, S., Adlercreuts, H., Wahala, K., Montesano, R. dan Schweigerer, L. (1997). Flavonoids, Dietary-derived Inhibitors of Cell Proliferation and in Vitro Angiogenesis. Cancer Research, 57, hlm. 2916-2921.
Gerking, S. D. (1969). Biological Systems. Japan: Toppan Company.
Giri, A. K. (1991). Food Dyes of India: Mutagenic and Clastogenic Potential. Proc. Indian natn. Sci. Acad, (3 dan 4), hlm. 183-189.
Goel, A., Kunnumakkara, A. B. dan Aggarwal, B. B. (2008). Curcumin as
‘‘Curecumin’’: From kitchen to clinic. Biochemical Pharmacology, 75, hlm.
787-809.
Halim, M. R. A., Tan, M. S. M. Z., Ismail, S. dan Mahmud, R. (2012). Standarization and Phytochemical Studies of Curcuma xanthorrhiza ROXB. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 4 (3), hlm. 606-610. Handayani, T., Sakinah, S., Nallappan, M. dan Pihie, A. H. L. (2007). Regulation of
p53-, Bcl-2- and Caspase-dependent Signaling Pathway in Xanthorrhizol-induced Apoptosis of HepG2 Hepatoma Cells. Anticancer Research, 27, hlm. 965-972.
Hartshorne, G. (2000). The Embryo. Human Reproduction, 15 (4), hlm. 31-41.
Haryono, A. (1996). Pengaruh T-2 Toksin yang Diberikan pada Tahap Praimpalntasi Terhadap Perkembangan Embrio Praimplantasi dan Fetus Hidup Mencit Swiss Webster. (Tesis). Pascasarjana, Biologi ITB, Bandung.
Haryono, A., Surjono, T. W. dan Sudarwati, S. (2007). Efek Toksin T-2 terhadap Perkembangan Embrio Praimplantasi dan Fetus Mencit Swiss Webster. Hayati Journal of Biosciences, 14 (1),14, hlm. 23-27.
(2)
Hayakawa, H., Minaniya, Y., Ito, K., Yamamoto, Y. dan Fukuda, T. (2011). Difference of Curcumin Content in Curcuma longa L. (Zingiberaceae) Caused by Hybridization with Other Curcuma Species. American Journal of Plant Sciences, 2, 111-119.
Hayani, E. (2006). Analisis Kandungan Kimia Rimpang Temulawak. Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian. (hlm. 309-312). Bogor: Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
Helmita, R., Djuwita, I., Purnawantara, B. dan Winarto. (2007). Aktivitas NADH- Tetrazolium Reductase Sel Sel Trofoblas pada Blastosis yang Mengalami Hatching dan Gagal Hatching. Jurnal Anatomi Indonesia, 2 (1) , hlm. 1-7. Hogan, B., Constantini, F., dan Lacy, E. (1986). Manipulating The Mouse Embryo a
Laboratory Manual. New York, USA: Cdd-Spring Laboratory.
Huang, F. J., Lan, K. C., Kang, H. Y., Liu, Y. C., Hsuw, Y. D., Chan, W. H. dan Huang, K. E. (2013). Effect of Curcumin on in vitro Early Post-implantation Stages of Mouse Embryo Development. European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology, 166, hlm. 47-51.
Itokawa, H., Shi, Q., Akiyama, T., Natschke, M. dan Lee, K. H. (2008). Recent Advances in The Investigation of Curcuminoids. Chinese Medicine,3 (11), hlm. 1-13.
Jaenud, A. (2011). Metodologi Penelitian Eksperimental. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarata.
Jantan, I., Saputri, F. C., Qaisar, M. N. dan Buang, F. (2012). Correlation between Chemical Composition of Curcuma domestica and Curcuma xanthorrhiza and Their Antioxidant Effect on Human Low-Density Lipoprotein Oxidation. Hindawi Publishing Corporation,hlm. 1-11.
Katrin, E., Susanto dan Winarno, H. (2011). Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Temulawak (Curcuma xanthorrizha Roxb.) Iradiasi yang Mempunyai Aktivitas Antikanker. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi, 7 (1), hlm. 41-52.
Kementrian Negara Lingkungan Hidup. (2010). Pembangun Taman Keanekaragaman Hayati. Bandung: BPLHD Jabar.
Kim, M. B., Kim, C., Song, Y. dan Hwang, J. K. (2004). Antihyperglycemic and Anti-Inflammatory Effects of Standardized Curcuma xanthorrhiza Roxb. Extract and Its Active Compound Xanthorrhizol in High-Fat Diet-Induced Obese Mice. Hindawi Publishing Corporation, hlm. 1-10.
Kim, K. C. dan Lee, C. H. (2010). Curcumin Induces Downregulation of E2F4 Expression and Apoptotic Cell Death in HCT116 Human Colon Cancer Cells;
(3)
Involvement of Reactive Oxygen Species. Korean J Physiol Pharmacol, 14, hlm. 391-397.
Kunnumakkara, A. B., Guha, S., dan Aggarwal, B.B. (2009). Curcumin and Colerectal Cancer: Add Spice to Your Life. Laporan Colerecteral Cancer. (hlm. 5-14). Houston: University of Texas M.D. Anderson Cancer Center Houston USA. Kurniawati. (2006). Perbandingan Tingkat Keberhasilan Perkembangan Eembrio Hasil
Fertilisas In Vitro pada Oosit Mencit (Mus musculus l.) Strain Swiss Webster dengan Menggunakan Spermatozoa Epididimis dan Spermatozoa Hasil Kriopreservasi. (Skripsi). Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Lumongga, F. (2008). Apoptosis. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Magli, M. C., Gianaroli, L., Ferraretti, A. P., Lappi, M., Ruberti, A. dan Farfalli, V. (2006). Embryo Morphology and Development are Dependent on The Chromosomal Complement. Fertility and Sterility, 87 (3), hlm. 534-541. Makarevich, A. V., Chrenek, P. dan Fl’ak, P. (2006). The Influence of Microinjection of
Foreign Gene into the Pronucleus of Fertilized Egg on the Preimplantation Development, Cell Number and Diameter of Rabbit Embryos. Asian-Australia Journal Animal Science, 19 (2), hlm. 171-175.
Mujahid, R. Awal, P. K. D. Dan Nita, S. (2012). Maserasi Sebagai Alternatif Ekstraksi pada Penetapan Kadar Kurkuminoid Simplisia Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb). Tawangmangu: Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat Tradisional Tawangmangu.
Nazir. (1988). Metode Penelitian. Ghalia Indonesia: Jakarta.
Nugroho, B., Malau, D. P., Rokhmanto, F. dan Laili, N. (2008). Pengaruh Suhu Ekstraksi terhadap Kandungan Kurkuminoid dan Air Serbuk Temulawak (Curcuma xanthorrhiza). Bogor: LIPI.
Nurcholis, W., Purwakusumah, E. D., Rahardjo, M. dan Darusman, L. K. (2012). Variasi Bahan Bioaktif dan Bioaktivitas Tiga Nomor Harapan Temulawak pada Lokasi Budidaya Berbeda. J. Agron. Indonesia, 40 (2) , hlm. 153 – 159. Panigoro, R., Surialaga, S. dan Dhianawaty, D. (2013). Comparison of curcumin level
in fresh and decoction of dried Curcuma xanthorrhiza Roxb. Rhizome. International Journal Research Pharmaceutical Sciences, 4 (2), hlm. 256-259.
Priamboro. (2001). Temulawak. [Online]. Tersedia:
http://www.warintek.ristek.go.id/pertanian/temulawak.pdf [26 November 2013] Pribadi, G. A. (2008). Penggunaan Mencit dan Tikus Sebagai Hewan Model Penelitian
(4)
Priyandoko, D. (2004). Efek Asam Metoksiasetat Terhadap Perkembangan Embrio Praimplantasi dan Kualitas Blastokista Mencit (Mus musculus) Swiss Webster. (Tesis). Biologi ITB, Bandung.
Purnomowati, S. dan Yoganingrum, A. (1997). Tinjauan Literatur:Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Jakarta: LIPI.
Quint, U., Vanhofer, U., Herastrick, A. dan Muller, R. T. (1996). Cytotoxicity of Phenol to Musculoskeletal Tumors. Germany: British Editorial Society of Bone and Joint Surgery.
Rahardjo, M. (2010). Penerapan SOP Budidaya Untuk Mendukung Temulawak Sebagai Bahan Baku Obat Potensial. Perspektif, 9 (2), hlm. 78 – 93.
Rahminiwati, M., Djuwita, I., Darusman, L. K. dan Sa’diah, S. (2012). Neuroprotective
Effect of Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) on Braine Nerve Cell Damage Induced by Lipopolysaccharide (LPS). Proceedings of The Second International Symposium on Temulawak, hlm. 134-137.
Rasad, S. D. (2012). Modul Praktikum Reproduksi Ternak.
Redha, A. (2010). Flavonoid: Struktur, Sifat Antioksidatif dan Peranannya dalam Sistem Biologis. Jurnal Belian, 9 (2), hlm. 196-202.
Rini, C., Widjajanto, E. dan Loekito, Rm. 2011. Peranan Curcumin terhadap Proliferasi, Apoptosis dan Diferensiasi Hepatosit Mice Balb/C yang Dipapar dengan Benzapyrene. J.Exp. Life Sci., 1(2), hlm. 56-110.
Riyanto. (2007). Efek Bererapa Senyawa Kimia Terhadap Indeks Mitosis dan Aberasi Kromosom mamalia. Forum Mipa, 10 (2), hlm. 1-8.
Rugh, R. (1967). The Mouse; Its Reproduction and Development. Columbia: Burgess Publishing Company.
Rukayadi, Y., Yong, D. dan Hwang, J. K. (2006). In vitro anticandidal activity of xanthorrhizol isolated from Curcuma xanthorrhiza Roxb.. Journal of Antimicrobial Chemotherapy, 57, hlm. 1231-1234.
Rustam, E., Atmasari, I. Dan Yawirasti. 2007. Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Kunyit (Curcuma domestica Va.) pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, 12 (2), hlm. 112-115.
Samah, A. dan Almahdy. (1992). Pengaruh Ekstrak Metanol Kulit Batang Tumbuhan Tristania sumatrana Miq. terhadap Fertilitas Mencit Putih. Bul. Penelit. Kesehat., 20(4), hlm. 1-5.
(5)
Sari, D. L. N., Cahyono, B., dan Kumoro, A. C. (2013). Pengaruh Jenis Pelarut pada Ekstraksi Kurkuminoid dari Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb). Chem Info,1 (1), 101 – 107.
Schwiebert, R. (2007). The Laboratory Mouse. Singapur: National Universityof Singapore.
Sembiring, B.B, Ma’mun, dan Ginting, E.I. (2006). Pengaruh Kehalusan Bahan dan
Lama Ekstraksi terhadap Mutu Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb). Bul. Littro, 17 (2), hlm. 53 – 58.
Setyawan, A. A. (2003). Keanekaragaman Kandungan Minyak Atsiri Rimpang Temu-temuan (Curcuma). Biofarmasi 1 (2), hlm.44-49.
Sidik, Moelyono, dan Mutadi, A. (1995). Temulawak; Curcuma xanthorrhiza Roxb. Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phyto Medica.
Siswanti, T., Astirin, P., O. dan Widiyani, T. (2003). Pengaruh Ekstrak Temu Putih (Curcuma zedoaria Rosc.) terhadap Spermatogenesis dan Kualitas Spermatozoa Mencit (Mus musculus L.). B i o S MART 5, hlm. 38-42.
Smith, E. T. (1959). The Science of Living Things; Exploring Biology. Fifth Edition. New York: Harcourt, Brace & World, Inc.
Sumarmin, R., Surjono, T.W, dan Sudarti, S. (1999). Efek Perlakuan Ru Bratoksin B Padat terhadap Perkembangan Embrio Praimplantasi dan Fetus mencit ( Mus musculus) Swiss Webster. Proc ITB, 31 ( 3), hlm. 105-111.
Warner, C. M., Cao, W., Exley, G. E., McElhinny, A. S., Alkani, M., Cohen, J., Scott, R. T. dan Brenner, C. A. (1998). Genetic Regulation of Egg and Embryo Survival. Boston: Institute for Reproductive Medicine and Science of Saint Barnabas Weisz, P. B. 1959. The Science of Biology. London: McGraw-Hill Book Company, Inc. Yadav, R., dan Jain, G.C. (2010). Post-Coital Contraceptive Effeciency of Aqueous
Extract of Curcuma longa Rhizome In Female Albino Rats. Pharmacologyonline, 1, hlm. 507-517.
Yadav, R., dan Jain, G.C. (2011). Effect of Contragestative Dose of Aqueous Extract of Curcuma Longa Rhizome on Uterine Biochemical Milieu of Female Rats. Indian Journal of Fundamental and Applied Life Sciences, 1 (3), hlm 183-187. Yang, H. dan Dou, Q. P. (2010). Targeting Apoptosis Pathway with Natural Terpenoids:
Implications for Treatment of Breast and Prostate Cancer. National Institute of Health, 11 (6), hlm. 733-744.
Yatim, W. 1994. Reproduksi & Embryologi;Untuk Mahasiswa Biologi & Kedokteran. Tarsito: Bandung.
(6)
Zhang, Y., Dou, H., Li, H., He, Z. dan Wu, H. (2014). The Citrus Flavonoid Nobiletin Inhibits Proliferation and Induces Apoptosis in Human Pancreatic Cancer Cells In vitro. Food Science Biotechnology, 23 (1), hlm. 225-229.