BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masalah prostitusi merupakan masalah nasional, sosial dan agama.
Sebagian masyarakat
sering membicarakan,
mengingat besarnya dampak yang ditimbulkan masalah yang berskala nasional
ini memiliki dimensi yang sangat kompleks sebab berkaitan erat dengan masalah penyimpangan tatanan nilai dan norma agama,
budaya masyarakat serta terkait erat dengan masalah ekonomi, ketertiban, keamanan, dan kesehatan.
Data menunjukan jumlah pelacur di Indonesia terus meningkat setiap tahunya. Menurut Koentjoro 1999: 36 pada tahun 19901991,
pelacur yang terdaftar mencapai 49.619 orang. Di tahun 19941995 meningkat menjadi 71.281 orang dan di tahun 1997 meningkat lagi
menjadi 75.106 orang. Namun yang paling memprihatinkan dari semua
itu adalah
semakin banyaknya
pelacur anak-anak
yang ditemukan, yakni sekitar 30 dari total pekerja seks di Indonesia.
Prostitusi merupakan
pertukaran hubungan
seksual dengan
uang atau hadiah-hadiah sebagai transaksi perdagangan Ensiklopedi Indonesia vol 5, 1991: 2781.
Pelaku prostitusi atau pelacur identik dengan jenis kelamin perempuan, padahal ada pula pelacur laki-laki misalnya disebut
1
dengan sebutan call boy. Senada juga diungkapkan Koentjoro dan Sugihastuti, 2000: 47 yang menyatakan bahwa pelacur mencakup
laki-laki dan perempuan adapun pelacur laki-laki dapat disebut dengan istilah gigolo.
Istilah yang sama dengan pelacur banyak dijumpai dalam masyarakat, seperti: perempuan
“sundal”, “perek”, penjaja cinta, perempuan “jalang”, “lonte”, wanita tuna susila WTS dan pekerja
seks komersial PSK. Dalam penelitian ini istilah yang digunakan adalah Pekerja Seks Komersial PSK.
Istilah Pekerja Seks Komersial dapat dikatakan sudah meluas, tetapi pengertian yang terkandung di dalamnya hanyalah suatu
penghalusan terhadap kegiatan dalam memperoleh penghasilan yang selama ini tidak saja ditolak, tetapi juga dianggap ilegal dan
melanggar moralitas. Ada beberapa alasan memilih menggunakan istilah Pekerja Seks Komersial daripada yang lainya, yaitu: 1. Istilah
PSK bebas bias gender, dapat digunakan untuk perempuan maupun laki-laki; 2. Arti PSK secara denotatif maupun konotatif, lebih
lengkap dan spesifik. Kegiatan prostitusi atau pelacuran merupakan penyakit sosial
yang harus direntas. Sehingga salah satu usaha pemerintah dalam menaggulangi permasalahan tersebut adalah dengan memberlakukan
KUHP Indonesia secara ketat, dimana pelaku prostitusi diancam
dengan hukuman penjara selama-lamanya 1satu tahun 4 empat bulan pasal 296 KUHP Ensiklopedi Indonesia vol.5, 1991: 2781.
Beberapa daerah
di Indonesia
yang serius
memerangi prostitusi telah menerapkan Perda. Misalnya, Perda No. 14 Tahun
2005 tentang pencegahan dan pelarangan trafficking untuk eksploitasi seksual komersil. Kota Bandung yang menjadi salah satu tujuan PSK,
juga mempersempit gerakan prostitusi dengan memberlakukan Perda No.3 Tahun 2005 tentang penyelenggaraan ketertiban, kebersihan dan
keindahan K3, dengan memberikan hukuman yang tinggi bagi berbagai pihak yang melakukan pelanggaran susila.
Secara formal pemerintah mempunyai program andalan dalam menangani
kasus pelacuran
di Indonesia,
yakni dengan
sistem resosialisasi
dan sistem
panti. Sistem
resosialisasi berdasarkan
keputusan pemerintah Menteri Sosial No. 07HUKKEPII1984 yang diperbaharui dengan keputusan Menteri Sosial No. 23HUK1996 bab
Pola Operasional Rehabilitasi Tuna Susila Koentjoro, 1999: 33. Tujuan
dari penyelenggaraan
resosialisasi adalah
untuk mencegah bahaya yang jauh lebih besar yang mengancam keutuhan
keluarga dan generasi muda yang dapat ditimbulkan dari praktek liar pelacuran.
Sistem Panti dikelola oleh Dinas Sosial dengan anak didik binaan adalah sebagian besar hasil garukan dan sebagian lagi adalah
hasil motivasi
atau kiriman
petugas. Panti
memiliki program
pendidikan yang lebih jelas untuk satu periode. Pemerintah
Provinsi Jawa
Tengah dalam
menyikapi permasalahan
PSK memberikan
bantuan dengan
cara membuka
sebuah panti sosial yang tujuanya merehabilitasi para PSK yang terjaring razia dan yang ingin secara pribadi kembali ke jalan yang
sesuai dengan norma agama dan aturan di masyarakat. Selain itu pemerintah juga memberi bantuan dalam bidang kesehatan dan
kebugaran, melalui
berbagai aktivitas
seperti suntikan
rutin, penjelasan tentang
penyakit menular
seksual PMS,
HIVAIDS, kesehatan reproduksi dan olah raga.
Rehabilitasi pelacuran
adalah usaha
penanggulangan pelacuran dengan mengembalikan keadaan dan kehidupan orang-
orang yang terlibat dalam pelacuran agar mereka itu menjadi manusia yang berkepribadian baik, berfungsi dengan situasi dan keadaan sehat,
mental kuat, bertingkah laku sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, serta mencintai jalan hidup yang benar.
Balai Rehabilitasi
Sosial “Wanita
Utama” Surakarta-I
merupakan panti sosial yang bertugas memberikan pelayanan dan rehabilitasi para Pekerja Seks Komersial, dan merupakan satu-satunya
panti sosial yang menangani hal tersebut untuk wilayah Jawa Tengah. Dalam
usaha rehabilitasi,
Balai memberikan
kontribusi berupa
pembinaan agama
Islam dan
ketrampilan-ketrampilan yang
dimaksudkan untuk bekal dalam menjalani kehidupan usai terlepas dari panti. Pembinaan agama Islam yang dilakukan seperti kegiatan
sholat berjamaah, membaca asmaul husna setelah sholat dzuhur, adanya tausiyah untuk pendalaman aqidah dan pengembangan
akhlak terpuji, renungan malam, serta kegiatan keagamaan lainya yang bermanfaat untuk menumbuhkembangkan rasa cinta terhadap
Islam. Adapun kegiatan-kegiatan ketrampilan yang dilakukan seperti pembinaan keterampilan kerja menjahittata busana, tata rias salon,
memasaktata boga, membatik, home industry membuat telur asin dan keterampilan praktis lainya. Kegiatan pembinaan dilakukan oleh
karyawan tetap balai, bekerjasama dengan pihak luar untuk kegiatan ketrampilan, seperti tenaga ahli salon kecantikan dan tata busana.
Selain itu juga melibatkan pihak kepolisian dan tokoh agama untuk kegiatan pembinaan.
Agama dalam arti godsdienst atau religie bahasa Belanda, atau religion bahasa Inggris berarti pada umumnya hubungan
antara manusia dan sesuatu kekuasaan luar yang lain dan lebih daripada apa yang dialami manusia Ensiklopedi Indonesia vol 1:
104. Agama
mempunyai peran
yang sangat
penting dalam
pembangunan mental,
karena agama
memberikan pedoman
dan petunjuk yang dibutuhkan oleh manusia untuk menyesuaikan diri
terhadap dirinya, orang lain dan lingkungan masyarakat. Agama Islam
sangat memperhatikan
tentang akhlak
mulia baik
dengan cara
penegasan, perintah ataupun memberikan motivasi untuk melakukan akhlak mulia tersebut, sehingga moralitas suatu bangsa dapat dilihat
dari akhlak penduduknya. Karena akhlak merupakan pilar utama setelah
aqidah dalam
membangun sebuah
tatanan kehidupan
manusia. Seseorang tidak akan selamat, masyarakat tidak akan bisa tegak dan kokoh, dan suatu negara tidak akan jaya tanpa ditopang
oleh nilai-nilai akhlak yang mulia. Di dalam sebuah syair karangan Syauqi dikatakan
“Sesungguhnya, bangsa ini tetap jaya selama mereka masih mempunyai akhlak mulia. Apabila akhlak yang baiknya telah
hilang maka hancurlah bangsa itu ” Rachmat Djatmika, 1996:15.
Makin maju
modern suatu
masyarakat, maka
semakin banyak tuntutan hidup yang harus dipenuhi, dan semakin komplek
hidup kejiwaan anggota masyarakat itu. Hal ini berarti semakin banyak yang memerlukan bimbingan dan penyuluhan agama yang
semakin luas dan dalam Arifin, 1976: 15. Bimbingan tersebut di atas yang dimaksud peneliti adalah
pembinaan agama Islam. Pembinaan agama Islam dilakukan sebagai upaya pengembalian keadaan dan kehidupan para eks pekerja seks
komersial menuju ke kehidupan yang baik dan selaras dengan norma- norma agama dan aturan di masyarakat. Pembinaan ini terutama
diberikan kepada PSK wanita. Hal ini disebabkan oleh karena wanita adalah tempat pendidikan pertama dimana setiap tutur kata dan
tingkah lakunya menjadi contoh bagi anak-anaknya. Maju mundurnya suatu negara tergantung dari kualitas sumber
daya manusia SDM itu sendiri. Dan kualitas SDM tergantung dari pendidikan
yang diperoleh,
sedangkan pendidikan
anak sebagai
generasi bangsa sangat ditentukan oleh bagaimana seorang ibu mendidik anaknya pada masa awal pertumbuhanya hingga anak
tersebut masuk ke dalam usia dewasa. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin meneliti lebih
lanjut tentang Pembinaan Agama Islam pada Eks Pekerja Seks Komersial di Balai Rehabilitasi Sosial
“Wanita Utama” Surakarta-I.
B. Penegasan Istilah