Jurnalisme Sastra

JURNALISME SASTRA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Strata Satu Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh
Lukman Alhakim
NIM 105051102017

KONSENTRASI JURNALISTIK
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H./2009 M.

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 26 Juni 2009

Lukman Alhakim

JURNALISME SASTRA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Strata Satu Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh:
Lukman Alhakim

NIM 105051102017

Di Bawah Pembimbing

Tan Tan Hermansah, M.Si
NIP 150370228

KONSENTRASI JURNALISTIK
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H./2009 M.

PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul JURNALISME SASTRA telah diujikan dalam sidang
munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pada 26 Juni 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I.) pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran
Islam dan Konsentrasi Jurnalistik.

Jakarta, 26 Juni 2009
Sidang Munaqasyah
Ketua merangkap anggota,
Sekretaris merangkap anggota,

Drs. H. Mahmud Jalal, MA
NIP 150202342

Rubiyanah, MA
NIP 19730822 199803 2 001
Anggota,

Penguji 1

Penguji 2

Dra. Mahmudah Fitriah ZA, M. Pd
NIP 19640212 199703 2 001

Drs. Suhaimi, M. Si

NIP 19670906 199403 1 002

Pembimbing

Tan Tan Hermansah, M. Si
NIP 150370228

ABSTRAK

Lukman Alhakim
Jurnalisme Sastra
Jurnalisme Sastra merupakan salah satu dari tiga nama buat genre atau
gerakan tertentu dalam jurnalisme yang berkembang di Amerika Serikat di mana
reportase dikerjakan dengan mendalam, penulisan dilakukan dengan gaya
sastrawi, sehingga hasilnya enak dibaca. Tom Wolf, wartawan-cum-novelis, pada
1960-an memperkenalkan genre ini dengan nama “new journalism” (jurnalisme
baru).
Bentuk penelitian yang digunakan peneliti adalah pendekatan kualitatif
dengan metode deskriptif analitis yaitu bertujuan membuat deskripsi secara
sistematis, faktual dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau

objek tertentu.
Penilitian ini bertujuan mendeskripsikan penulisan Jurnalisme Sastra serta
dengan berita-berita yang ditulis dengan straight news maupun feature agar
terlihat letak perbedaan struktur penulisannya. Setelah data terkumpul, peneliti
mendeskripsikan data yang sudah terkumpul dan dijelaskan poin-poin penting
yang berkaitan dengan konstruksi berita tersebut.
Di Indonesia Jurnalisme Sastra memberi tempat bagi wartawan untuk
mengakutalisasikan keberadaan dirinya. Sebab, Jurnalisme Sastra menuntut
seorang wartawan untuk mampu membuat narasi, ataupun deksripsi yang rinci,
hidup, kontekstual, dan relevan. Jurnalisme Sastra merupakan sebuah metode
penulisan dalam jurnalistik di samping metode penulisan yang sudah ada. Berbeda
dengan jurnalisme biasa yang ditulis dengan gaya cepat. Jurnalisme Sastra justru
mengedepankan ketajaman, kedalaman, dan keluasan wawasan dan data dari
subjek yang ditulis. Upaya membangun Jurnalisme Sastra di kampus bisa menjadi
tradisi mitra yang sudah bisa dilakukan sebagai mitra akademik semakin kuat.
Pada teknik penulisan dalam jurnalistik lama dan dikenal beberapa jenis artikel
seperti berita lurus dan karangan khas. Berita lurus yang terdiri atas beberapa
elemen 5W+1H. Elemen yang dianggap terpenting menjadi teras berita yang
ditulis.


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam, atas limpahan karunia
dan ridho-Nya yang tidak pernah putus memberikan nikmat dan barakah-Nya
kepada seluruh makhluk-Nya. Sehingga peneliti dapat menempuh jenjang
pendidikan sampai saat ini dan dapat menyelesaikan karya ilmiah guna mencapai
gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I).
Sholawat serta salam senantiasa peneliti junjungkan dan curahkan kepada
baginda Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa ummatnya dari jalan
kesasatan menuju jalan kebenaran.
Dalam menyusun skripsi ini, peneliti menyadari betul bahwa tanpa adanya
bantuan dari berbagai pihak, peneliti tidak dapat menyelasaikan karya ini dengan
baik, semua berkat arahan, bantuan, petunjuk serta motivasi dari semua pihak
yang diberikan kepada peneliti untuk dapat menyelesaikan skripsi ini pada
Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Program Studi Konsentrasi Jurnalistik,
Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Selanjutnya, pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan banyak
terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Kepada kedua orang tua yang ku cintai dan ku sayangi, Ayahanda H.

Japarudin dan Ibunda Rumsinah yang selalu memberikan kasih sayang
yang berlimpah luah dan tidak akan pernah bisa terbalas, namun hanya
Doaku kepada Allah SWT semoga ridho-Nya selalu menyertai Ibunda
dan Ayahanda Tercinta.

2. Dr. Arief Subhan M.A. Selaku Dekan Fakultas Dakwah dan
Komunikasi
3. Drs.

Mahmud

Jalal,

M.A.

Selaku

Pembantu

Dekan bidang


Kepagawaian.
4. Drs. Studi Rizal LK. M.A. selaku Pembantu Dekan Bidang
Kemahasiswaan.
5. Drs. Suhaimi, M.Si. Selaku Ketua Konsentrasi Jurnalistik, dan
Rubiyanah, M.A. Selaku Sekretaris Konsentrasi Jurnalistik yang telah
memberikan banyak pengarahan, pendidikan, dan pengajaran kepada
peneliti tentang jurusan.
6. Drs. Tan Tan Hermansah, M.Si. Selaku Pembimbing yang telah
banyak mengarahkan bimbingan, petunjuk, dan pemikirannya kepada
peneliti di sela-sela kesibukan dan aktivitas beliau.
7. Para Dosen, Karyawan, dan Staf Tata Usaha Fakultas Dakwah dan
Komunikasi, dan juga seluruh staf pengurus UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
8. Kakakku, Ahmad Baehaqi, dan Adik-adikku, Fauziah Fatmawati, M.
Luthfi, Haerul Umam, dan M. Fakhri Ridha yang juga senantiasa
memberikan dukungan dan supportnya kepada peneliti.
9. Para staf Yayasan Pantau dan Andreas Harsono, Budi Setiyono, Mbak
Siti, Mas Udin terima kasih atas data dan informasinya.
10. Sahabat-sahabatku, Aris, Nanda, Akbar, Emi, Tedy, Wildan, Arifin,

Alfan, Yudin, dll, yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu. Dan
rekan-rekan kostan Asep Saeful. R, Endang S, Enan, Dody, Sudirman,

Anwar, Imam, dan Rosyid. Semoga persahabatan kita tetap utuh dan
tidak sampai disini hingga akhir hayat hidup kita.
11. Teman-teman Konsentrasi Jurnalistik angkatan 2005 dan adik-adik
kelasku Jurnalistik 2006, 2007, 2008, dan 2009 yang banyak
memberikan kenangan, suka maupun duka kita bersama-sama selama
kuliah di Fakultas Dakwah dan Komunikasi.
12. Kepala Laboratorium FDK Drs. H Tarmi, MM, beserta staff, dan
rekan-rekan RDK 91,8 FM, Rere, Pita, Septiasari, Aditya, Icha, Rida,
Dito, Andri, Rani, Wiwit, Melisa, Bella, Bilqis, Lala, Rizka, Vivit,
Halimah, Sandika, Dimas, Ihsan dan Iqbal yang senantiasa bersamasama membangun Radio Dakwah dan Komunikasi menjadi eksis
sampai saat ini.
Akhirnya peneliti hanya mampu mengucapkan terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu dan
memberi pelajaran hidup kepada peneliti. Semoga Allah SWT semakin
menambah karunia-Nya kepada kita semua. Terimakasih atas segalanya
dan mohon maaf atas segala kekhilafan. Dan akhirnya semoga skripsi ini
dapat bermanfaat untuk para pembaca, dan khsusnya bagi peneliti. Aamiin

Yaa Robbal Aalamiin.
Wassalam
Jakarta, 26 Juni 2009

Peneliti

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI .................................................................................................. i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. v

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Perumusan dan Batasan Masalah ............................................. 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 5
D. Metodologi Penelitian .............................................................. 6
E. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 7

F. Sistematika Penulisan .............................................................. 8

BAB II

TINJAUAN TEORETIS
A. Pengertian Jurnalisme dan Sastra............................................... 9
1. Etimologi ........................................................................... 9
2. Terminologi ....................................................................... 11
B. Sejarah Kelahiran Jurnalisme ................................................... 17
1. Kelahitan Jurnalisme di Dunia ............................................ 17
2. Kelahiran Jurnalisme di Indonesia ...................................... 20
C. Pengertian Jurnalisme Sastra ...................................................... 26

BAB III

GAMBARAN
UMUM
JURNALISME
SASTRA
DI
INDONESIA
A. Konteks Kelahiran .................................................................... 31
B. Struktur Organisasi Yayasan Pantau ......................................... 35

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Proses Kelahiran Jurnalisme Sastra dan Perkembangannya di
Indonesia .................................................................................. 36
B. Isi Jurnalisme Sastra serta unsur-unsur penulisan Feature dan
Straight News ........................................................................... 39
1. Penulisan Jurnalisme Sastra................................................. 39
2. Aturan-aturan Jurnalisme Sastra.......................................... 40

3. Kategori Feature News ....................................................... 43
4. Struktur Penulisan Feature ................................................. 47
5. Unsur 5W+1H dalam Lead (Straight News)........................ 50
C. Konstruksi Berita yang Ditulis Menggunakan Pendekatan
Straight News dan Berita yang Ditulis Menggunakan
Pendekatan Jurnalisme Sastra.................................................... 55
1. Contoh dan Analisis Berita yang Ditulis dengan
pendekatan Straight News ................................................. 55
2. Contoh dan Analisis Berita yang Ditulis dengan
pendekatan Jurnalisme Sastra .............................................. 59
BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. 74
B. Saran-saran .............................................................................. 75

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 76
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................ 78

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Media massa, atau dalam hal ini disebut media jurnalistik, merupakan alat
bantu utama dalam proses komunikasi massa. Sebab komunikasi massa sendiri,
secara sederhana, berarti kegiatan komunikasi yang menggunakan media
(communication with media). Di dalam medium jurnalistik secara umum baik
media cetak maupun media elektronik keduanya memiliki fungsi yang sama,
yaitu: Pertama menyiarkan informasi, ini merupakan fungsi utama media massa,
sebab masyarakat membeli media tersebut karena memerlukan informasi tentang
berbagai hal yang terjadi didunia ini. Kedua mendidik, karena fungsi yang kedua
ini, media massa menyajikan pesan-pesan atau tulisan-tulisan mengandung
pengetahuan, serta sekaligus dapat dijadikan media pendidikan massa. Ketiga
menghibur, dalam fungsinya untuk menghibur, media massa biasanya menyajikan
rubrik-rubrik atau program-program yang bersifat hiburan. Bertujuan untuk
mengimbangi berita-berita berat (hard news) dan artikel-artikel yang dapat
menguras perhatian dan fikiran pembaca. Keempat mempengaruhi, dalam hal ini
pers memegang peranan penting dalam tatanan kehidupan masyarakat. Pers dapat
melakukan kontrol sosial (sosial control) secara bebas dan bertanggung jawab. Ia
dapat mempengaruhi proses pembentukan etika sosial, mekanisme interaksi dan

bahkan proses pengambilan keputusan pada lembaga-lembaga pemegang
kebijakan formal. 1
Untuk memainkan fungsi-fungsinya seperti disebutkan di atas, setiap
media massa memiliki strategi komunikasi masing-masing. Dalam hal ini media
massa cetak memiliki pendekatan yang berbeda dengan media massa elektronik.
Perbedaan itu terutama dapat dilihat pada strategi penyusunan pesan-pesan yang
akan disampaikannya kepada khalayak.
Pada media massa elektonik seperti salah satunya bisa dilihat dalam
televisi dan radio maupun online, pesan-pesan diterima khalayak hanya sekilas. Di
Indonesia, televisi merupakan medium terfavorit bagi para pemasang iklan, dan
karena itu mampu menarik investor untuk membangun industri televisi. Apalagi
televisi saat ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan banyak orang.
Banyak orang menghabiskan waktunya lebih lama di depan pesawat televisi
dibandingkan dengan waktu yang digunakan untuk membaca, berdiskusi dengan
keluarga atau pasangan mereka.2
Sedangkan pada media cetak, pesan-pesan yang diterima khalyak dapat
dikaji ulang dan dipelajari serta disimpan untuk dibaca kembali pada setiap
kesempatan dimana diperlukan.3
Di dalam media cetak terdapat beberapa gaya penelitian seperti gaya
penelitian straight news, feature, dan narasi. Gaya bahasa yang dilakukan dalam
straight news itu menggunakan bahasa yang informatif dengan data-data yang
faktual, lugas dan akurat yang berpedoman pada rumus 5W1H (what, when,

Asep Saeful Muhtadi, Jurnalistik Pendekatan Teori Dan Praktik, (Ciputat, PT Logos
Wacana Ilmu Bukit Pamulang Indah, 1999), h. 73, dan 84-85.
2
Morisan, Jurnalistik Televisi Mutakhir, (Ramdina Prakasa, 2005), h. 1 dan 3.
3
Asep Saeful Muhtadi, hal. 85.

where, who, why, dan how) dengan kaidah piramida terbalik.
Sedangkan feature itu sendiri adalah berita atau karangan khas yang
berpijak pada fakta dan data yang diperoleh melalui proses jurnalistik, dan tidak
tunduk kepada kaidah pola piramida terbalik dengan rumus 5W1H. Karena
feature itu sendiri menggunakan bahasa yang menarik perhatian banyak pembaca
dengan di bubuhi unsur human touch, yaitu sentuhan penasaran manusia.
Sedangkan Jurnalisme Sastra menurut Andreas Harsono adalah :
“Berita atau karangan khas yang menarik dan relevan yang berpijak pada
fakta dan data yang diperoleh melalui proses jurnalistik dan diambil dari dua
sudut pandang yang berbeda (multiple angles) namun tetap fokus pada struktur
penelitian berita atau karangan yang di buat.”4

Salah satu metode penelitian narasi ini pernah diliris Yayasan Pantau dan
sempat menerbitkan beberapa majalahnya dengan nama majalah Pantau yang
ditulis dengan menggunakan gaya penelitian narasi atau disebut dengan narative
reporting atau Jurnalisme Sastra dan menjadi proyek uji coba Majalah Pantau
semenjak akhir Desember 2000.
Yayasan Pantau adalah sebuah lembaga yang bertujuan meningkatkan
mutu jurnalisme di Indonesia. Sejak 2003, Pantau menjalankan program pelatihan
wartawan, konsultasi media, riset, penerbitan, serta diskusi terbatas demi
mendorong perbaikan mutu jurnalisme berbahasa Melayu.
Sejak 2001, Pantau menjalankan kursus menulis tiap semester: Kursus
Jurnalisme Sastra dengan pengampu Janet Steele dari Universitas George
Washington dan Andreas Harsono dari Pantau. Sejak 2006, Pantau juga membuka
Kursus Narasi yang cocok untuk orang yang berminat menulis esai atau buku.
4

Hasil wawancara langsung dengan Andreas Harsono, pada tanggal 14 April 2009, pukul
11:00 wib, di apartemen Permata Senayan Jakarta Selatan

Kursus ini diampu Andreas Harsono dan Budi Setiyono. Ini majalah pemantau
media massa yang melulu bicara tentang media dan jurnalisme. Ia mendapatkan
sokongan dari Ford Foundation 200.000 dollar Amerika.5
Di sini peneliti menggarisbawahi perkembangan mata kuliah jurnalistik di
berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Terutama dalam hal gaya penelitian
narasi atau Jurnalisme Sastra yang masih minim didapatkan di berbagai
perguruan tinggi terutama di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Dengan latar belakang inilah yang mengilhami peneliti untuk mengangkat
penelitian dengan judul “JURNALISME SASTRA”.
B. Perumusan dan Batasan Masalah
Dari judul yang peneliti angkat, peneliti membatasi riset ini terhadap
proses kelahiran dan isi Jurnalisme Sastra dalam media cetak dengan
menggunakan contoh kasus pada majalah Pantau edisi Februari 2004 serta contoh
dari buku Jurnalisme Sastra Antologi Liputan Mendalam dan Memikat.
Berdasarkan pembatasan masalah yang dikemukakan di atas, maka pokok
masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana proses kelahiran Jurnalisme Sastra dan perkembangannya
di Indonesia?
2. Bagaimana isi Jurnalisme Sastra?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini peneliti mempunyai tujuan yang ingin dicapai, yaitu :

Annex 1, Tentang Yayasan Pantau, di ambil pada tanggal 22 April 2009, pukul 14:30
wib.

1. Mengetahui proses kelahiran Jurnalisme Sastra dan perkembangannya
di Indonesia.
2. Mengetahui bagaimana isi Jurnalisme Sastra.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Akademis
Hasil penelitian ini berguna mengembangkan pengetahuan ilmiah
bagi mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta di bidang komunikasi massa khususnya yang
berhubungan dengan Jurnalisme Sastra.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan bisa menambah pengetahuan bagi
mahasiswa jurnalistik dan kepada pembaca umumnya dan juga dapat
bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat.

D. Metodologi Penelitian
1. Bentuk penelitian
Bentuk penelitian yang digunakan peneliti adalah pendekatan
kualitatif dengan metode deskriptif analitis yaitu bertujuan membuat
deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat tentang fakta-fakta dan sifatsifat populasi atau objek tertentu.6
2. Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif.
6

Rachmat Kriyantono, Metodologi Riset Komunikasi: Disertasi contoh Praktis Riset
Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran, (Jakarta:
Kencana Prenada Merdia Group, 2006), h. 69.

3. Tempat dan Waktu

Tempat pelaksanaan penelitian adalah kantor majalah Pantau Jalan
Raya Kebayoran Lama 18 CD Jakarta Indonesia 12220. Untuk mencari
data yang diperlukan peneliti mencari data-data di majalah yang terkalit.
Waktu dalam melaksanakan penelitian ini adalah selama tiga bulan yaitu
dari bulan April sampai Juni 2009.

4. Subjek
Bahan penelitian adalah subjek penelitian. Menurut Suharsini
Arikunto menyebutkan bahwa subjek penelitian adalah subjek yang dituju
untuk diteliti oleh peneliti. 7 Dalam penlitian ini bahan yang dijadikan
penelitian adalah majalah Pantau edisi Februari 2004.
5. Objek
Objek penelitian dalam penelitian ini adalah majalah Pantau edisi
Februari 2004
6. Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul, peneliti akan mendeskripsikan data yang
sudah terkumpul dan dijelaskan poin-poin penting yang berkaitan dengan
konstruksi berita yang ditulis menggunakan Jurnalisme Sastra.
E. Tinjauan Pustaka
Pada penelitian ini, peneliti memperoleh data-data dari beberapa sumber
tertulis yaitu berupa buku yang peneliti gunakan. Kepustakaan ini dilakukan

7

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis,
Rineka Cipta, 1992), h. 122.

(Jakarta: PT

dengan mengkaji, mempelajari dan mencoba mengimplementasikan sumber yang
terkait dengan Jurnalisme Sastra yang sedang berkembang.
Dalam buku yang berjudul “Jurnalisme Sastrawi Antologi Liputan
Mendalam dan Memikat (Jakarta Yayasan Pantau Kebayoran Lama 2005)”. Oleh
Andreas Harsono dan Budi Setiyono menggambarakan mengenai sejarah
terbentuknya jurnalime sastra serta beberapa contoh penulisan Jurnalisme Sastra.
Sedangkan judul skripsi peneliti “Jurnalisme Sastra”. Mengangkat tentang
gambaran mengenai sejarah lahirnya Jurnalisme Sastra di Dunia dan di Indonesia
dan bagaimana Isi dan struktur penulisan Jurnalisme Sastra.
F. Sistematika penulisan
Dalam skripsi ini peneliti membahas lima bab dan masing-masing bab
terdiri dari sub bab, yakni :
Bab I

Merupakan pendahuluan, dijelaskan mengenai latar belakang
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, metodologi penelitian, kajian pustaka, dan sistematika
penelitian

Bab II

Tinjauan teoretis, dijelaskan mengenai pengertian jurnalisme,
sejarah kelahiran jurnalisme di dunia dan di Indonesia, serta
pengertian Jurnalisme Sastra.

Bab III

Merupakan gambaran umum, di jelaskan mengenai Jurnalisme
Sastra di Indonesia, konteks kelahiran, dan struktur organisasinya.

Bab IV

Hasil dan Analisa data, hasil proses analisa data yang berupa
penjelasan teoretis proses kelahiran Jurnalisme Sastra dan
perkembangannya di Indonesia serta isi Jurnalisme Sastra dengan

contoh-contoh dan analisis berita yang ditulis menggunakan
pendekatan straight news dan Jurnalisme Sastra.
Bab V

Penutup, membahas kesimpulan dan saran-saran.

BAB II
TINJAUAN TEORETIS

A. Pengertian Jurnalisme dan Sastra
1. Etimologi:
Secara etimologi, jurnalistik berasal dari kata journ. Dalam bahasa
Perancis, journ berarti catatan atau laporan harian. Secara sederhana jurnalistik
diartikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan atau pelaporan
setiap hari. Dengan demikian, jurnalistik bukanlah pers, bukanlah media massa.
Jurnalistik adalah kegiatan yang memungkinkan pers atau media massa bekerja
dan diakui eksistensinya dengan baik.8
Sastra menurut kamus lengkap bahasa Indonesia Moderen adalah: bahasa,
kata-kata, gaya bahasa yang dipakai dalam kitab-kitab, bukan bahasa sehari-hari
kesusastraan, karya kesenian yang diwujudkan dengan bahasa seperti gubahangubahan prosa dan puisi yang indah-indah.9
Istilah jurnalistik berasal dari kata journalistik dalam bahasa Belanda atau
journalism dalam bahasa Inggris. Keduanya bersumber dari bahasa latin diurnal
yang berarti harian atau setiap hari. Sedangkan jurnalistik sendiri berarti kegiatan
mengumpulkan bahasa berita, mengelolanya sampai menyebarluaskannya kepada
khalayak. Bahan berita itu bisa berupa kejadian atau peristiwa dan pernyataan

8

AS Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature, (Bandung,
Simbiosa Rekatama Media, 2006), h. 2.
9
Muhammad Ali, Kamus Bahasa Indonesia Moderen, (Jakarta, Pustaka Amanai), h. 389.

yang diucapkan oleh seseorang yang memiliki daya tarik bagi khalayak dapat
dijadikan berita untuk disebarluaskan ke tengah masyarakat.10
Jurnalistik atau “jurnalisme (journalism)” berasal dari istilah “jurnal” yang
berarti buku catatan tentang kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh seseorang.
Misalnya dalam usaha dagang (jual beli barang dan jasa). Atau tentang acara
rapat, pertemuan-pertemuan suatu organisasi atau kelompok orang yang
mempunyai profesi tertentu. Asal mula jurnalistik ialah berasal dari bahasa Latin,
Acta Diurna. Ketika Julio Caesar menjadi Konsul (penasehat Kerajaan) dalam
tahun 60 sebelum Masehi ia membuat peraturan yang mengharuskan
pengumuman tentang kegiatan Senat di dalam papan pengumuman setiap hari.
Itulah yang di sebut Acta Diurna atau Catatan Harian. Kata diurnal itu sendiri
berarti hari atau sehari-hari.11
Dengan demikian istilah jurnalistik pada mulanya adalah segala sesuatu
yang ditulis untuk diumumkan. Tidak disebut jurnalistik jika tidak tertulis atau
tercetak. Karena itu istilah “jurnalistik udara” (air journalism) atau jurnalistik
media elektronik sejauh ada hubungannya dengan penyiaran berita secara lisan,
misalnya wawancara yang disiarkan secara langsung (live), sudah menyimpang
dari usul pengertian jurnalistik.12

2. Terminologi:

10

Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru, (Ciputat, Kalam Indonesia Kampung Utan, 2005),

h. 9.
11

H. A. Muis, Jurnalistik Hukum dan Komunikasi Massa Menjangkau Era
Cybercommunication Millenium Ketiga, (PT Dharu Anuttama, 1999), h. 23.
12
Ibid. h. 24.

Secara terminologi jurnalistik didefinisikan sebagai keterampilan atau
kegiatan mengelola bahan berita mulai dari liputan sampai kepada penyusunan
yang layak disebar luskan kepada masyarakat. Apa saja yang terjadi di dunia,
apakah itu fakta peristiwa atau pendapat yang diucapkan seseorang, jika
dieprkirakan akan menarik perhatian khalayak, akan merupakan bahan dasar bagi
jurnalistik, akan merupakan bahan berita untuk dapat sebarluaskan pada
masyarakat.13
Jurnalistik adalah tindakan diseminasi informasi, opini dan hiburan untuk
orang ramai (publik) yang sistematik dan dapat dipercaya kebenarnnya melalui
media komunikasi massa modern.
Roland E. Wolesely dan Laurence R. Cambell, 1949, buku mereka
berjudul EXPLORING JORNALISM : laporan tentang kejadian-kejadian yang
muncul pada saat laporan ditulis, bukan suatu kejadian yang bersifat tetap
menganai suatu situasi (Edwin Emery et al, 1965: 10, buku mereka berjudul
INTRODUCTION TO MASS COMMUNICATION). Menurut Edwin Emery:
“Dalam jurnalistik selalu harus ada unsur kesegaran waktu (timeliness atau
aktualitas). Seorang jurnalis memiliki dua fungsi utama. Pertama, melaporkan
berita. Kedua, membuat interpretasi dan memberikan pendapat yang didasarkan
pada beritanya.” 14

F. Faros Bond dalam An Introduction to journalism (1961:1) menulis:
Jurnalistik adalah segala bentuk yang membuat berita dan ulasan mengenai berita
sampai pada kelompok pemerhati. Roland E. Wolsely dalam understending
13

AS Haris Sumadiria, h. 2.

14

H. A. Muis, h. 24-25.

megazine menyebutkan jurnalistik adalah pengumpulan, penulisan, penafsiran,
pemrosesan, dan penyebaran informasi umum, secara sistematik dan dapat
dipercaya untuk diterbitakan kepada suratkabar majalah dan disiarkan distasiun
siaran. Adi Negoro menjelaskan jurnalistik adalah semacam kepandaian
mengarang yang pokoknya memberi kekabaran pada masyarakat dengan selekaslekasnya agar tersiar

seluas-luasnya (Amar, 1984:30). Astrid S. Susanto

menyebutkan, jurnalistik adalah kegiatan pencatatan dan pelaporan serta
penyebaran tentang kejadian sehari-hari (Susanto, 1986:73). Onong Uchana
Efendy, mengemukakan, secara sederhanan jurnalistik dapat didefinisikan sebagai
tekhnik mengelola berita mulai dari mendapatkan bahan sampai kepada
menyebarluaskannya kepada masyarakat (Effendy, 2003:95).15
Menurut MacDogall menyebutkan bahwa:
“Journalisme adalah kegiatan menghimpun berita, mencari fakta, dan
melaporkan peristiwa. Jurnalisme sangat penting di mana pun dan kapan pun.
Jurnalisme sangat di perlukan dalam suatu negara demokratis. Tak peduli apapun
perubahan-perubahan yang terjadi di masa depan baik sosial, ekonomi, politik
maupun lain-lainnya.”16

Menurut Jack Fuller, penulis, novelis, pengacara, dan presiden Tribune
Publishing Company yang menerbitkan Chicago Tribunes mengatakan:
“Tujuan utama Jurnalisme adalah menyampaikan kebenaran sehingga
orang-orang akan mempunyai informasi yang mereka butuhkan untuk
berdaulat.”17

15

AS Haris Sumadiria, Bahasa Jurnalistik Panduan Praktis Penulis dan Jurnalis, (
Bandung Simbiosa Rekatama Media), h. 4.
16
Muhammad Budyatna, M.A, Jurnalistik Teori dan Praktik, (Bandung, PT Remaja
Rosdakarya Offset , 2006), h. 15.
17
Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, Sembilan Elemen Jurnalisme Apa Yang Seharusnya
Di Ketahui Wartawan Dan Diharapkan Publik, (Jakarta, Yayasan Pantau, 2006), h. 14-15.

Jurnalistik selalu berhubungan dengan “berita” (news) yang tertulis. Atau
proses penyampaian pesan tertulis kepada khalayak (banyak komunikan atau
penerima pesan). Tetapi dengan munculnya media massa elektronik baik yang
bersifat audial (dengar) maupun yang bersifat audio-visual (pandang-dengar)
maka berita dapat pula berbentuk lisan. 18
Didalam buku Luwi Ishawara (2005). Dijelasakan ada beberapa ciri-ciri
Jurnalisme, diantaranya:
a. Skeptis
Menurut Tom Frideman dari New York Times mengatakan:
“Skeptis adalah sikap untuk selalu mempertanyakan segala sesuatu,
meragukan apa yang diterima, dan mewaspadai segala kepastian agar tidak
mudah ditipu.” Seorang yang skeptis akan berkata: “Saya kira itu tidak benar.
Saya akan menceknya.” Lain halnya dengan sikap sinis. Orang sinis selalu
merasa bahwa dia sudah mempunyai jawaban mengenai seseorang atau
peristiwa yang dihadapinya. Ia akan berkata: “Saya yakin itu tidak benar. Itu
tidak mungkin. Saya akan menolaknya.” Jadi inti dari sikap skeptis adalah
keraguan, sedangkan inti dari sikap sinis adalah ketidak percayaan.”
Sikap skeptis hendaknya juga menjadi sikap media. Hanya dengan
bersikap skeptis, sebuah media dapat ‘hidup’. Namun pada kenyataannya
banyak media tidak mampu untuk selalu berusaha bersikap skeptis. Banyak
media tidak mampu untuk selalu berusaha bersikap skeptis. Banyak dari
mereka lebih menyukai memilih dan menghidupi apa yang dinamakan
cheerleader complex19, yaitu sifat untuk berhura-hura mengikuti arus yang
sudah ada, puas dengan apa yang ada, puas dengan permukaan sebuah
perstiwa, serta enggan mengingatkan kekurangan-kekurangan yang ada dalam
masyarakat.
H. A. Muis, Jurnalistik Hukum dan Komunikasi Massa Menjangkau Era
Cybercommunication Millenium Ketiga, (PT Dharu Anuttama 1999), h. 24.
19
Jhon Hohenberg, The Professional Journalist, (New York: Holt, Rinehart and
Winston, Inc., 1983), h. 5.

Joseph Pulitzer mengatakan:
“Surat kabar tidak pernah akan bisa menjadi besar dengan hanya sekedar
mencetak selebaran-selebaran yang disiarkan oleh pengusaha maupun tokohtokoh politik dan meringkas tentang apa yang terjadi setiap hari. Wartawan
harus terjun kelapangan, berjuang, dan menggali hal-hal yang eksklusif.
Ketidaktahuan membuka kesempatan korup, sedangkan pengungkapan
mendorong perubahan. Masyarakat yang mendapat informasi yang lengkap,
akan menuntut perbaikan dan reformasi.20
b. Bertindak
Bertindak atau action adalah corak kerja seorang wartawan. Karena
seorang wartawan tidak menunggu sampai peristiwa itu muncul, tetapi ia akan
mencari dan mengamati dengan ketajaman naluri seorang wartawan. Peristiwa
tidak terjadi di ruang redaksi. Ia terjadi luar. Karena itu, yang terbaik bagi
wartawan sebuah terjun langsung ke tempat kejadian sebagai pengamat
pertama.
Filosof Inggris Bertrand Russell menasihati mahasiswanya:
”Lakukanlah pengamatan sendiri. Aristoteles akan bisa menghindari
kekeliruan tentang perkiraannya bahwa wanita mempunyai gigi lebih sedikit
dari pria asalkan saja ia mau meminta istrinya untuk membuka mulutnya dan
menghitungnya sendiri. Menganggap bahwa kita tahu, padahal tidak, adalah
kesalahan fatal yang cenderung kita lakukan.21
c. Berubah
Jurnalisme

mendorong

terjadinya

perubahan.

Perubahan

memang

merupakan hukum utama jurnalisme. Debra Gresh Hernadez, dalam
makalahnya berjudul “Advice For The Future,” yang disampaikan pada
seminar API (American Press Institute), mengatakan:

20

Mitchell V.Charnley, Reporting, (New York: Holt, Rinehart an Winston Inc., 1965), h.

275-276.
21

Bertrand Russell, The Impact of Science on Society, (New York: Simon & Schuster,
1953), h. 7.

“Satu-satunya yang pasti dan tidak berubah yang dihadapi industri surat
kabar masa depan adalah justru ketidak pastian dan perubahan-the only things
certain and unchanging facing the newspaper industry in the future are
uncertainty and change.”22 Dalam perjalanan sejarahnya, surat kabar itu akan
selalu mendapat dampak dari perubahan yang terjadi di masyarakat dan dalam
teknologi.
d. Seni dan Profesi
Jurnalisme adalah seni dan profesi dengan tanggung jawab profesional
yang mensyaratkan wartawannya melihat dengan mata yang segar pada setiap
peristiwa untuk menangkap aspek-aspek yang unik. Tetapi mata itu harus
mempunyai fokus, suatu arah untuk mengawali pandangan. Hal ini penting
bagi penulis berita untuk menunjukkan arah yang wajar. Dave Barry, seorang
kolumnis berkata bahwa dirinya adalah seorang penulis yang baik dan
mengira itu sudah cukup untuk menjadi wartawan. Ia sadar bahwa ternyata itu
keliru. Jurnalisme bukanlah tentang menulis saja. Anda belajar tentang apa
sesungguhnya mencari itu dan apa sebenarnya bertanya mengenai hal-hal
pelik dengan kegigihan.
e. Peran Pers
Pers memainkan berbagai peranan dalam masyarakat. Bernard C. Cohen
dalam advanced newagathering karangan Bryce T. Mcintyre menyebutkan
bahwa beberapa peran yang umum dijalankan pers diantaranya sebagai
pelapor. Di sini pers bertindak sebagai mata dan telinga publik, melaporkan

22

9.

D.G.Hernandez, “Advice for The Future”, dalam Editor & Publisher, Dec. 28, 1996, h.

peristiwa-peristiwa yang di luar pengetahuan masyarakat dengan netral dan
tanpa prasangka.23
Tugas sebagai pelapor ini juga diwujudkan ketika pers kadangkala
berperan sebagai alat pemerintah, misalnya ketika ada siaran langsung pidato
atau komentar seorang presiden di televisi. Tentu saja dalam peran tersebut
pers harus tetap netral. Memang, dalam perkembangan sejarah media kerap
dijadikan saluran untuk penyebaran pernyataan-pernyataan pemerintah yang
sering dieksploitasi oleh tokoh-tokoh politik yang berkuasa.
Selain sebagai pelapor, pers juga memiliki peran sebagai interpreter yang
memberikan penafsiran atau arti pada suatu peristiwa. Di sini selain
melaporkan peristiwa, pers menambah bahan dalam usaha menjelaskan
aetinya, misalnya analisis berita atau komentar berita.
Cohen melaporkan juga bahwa ada yang melihat pers sebagai wakil dari
publik. Hal ini benar bagi politikus, yang menganggap laporan atau berita
mengenai reaksi masyarakat adalah barometer terbaik bagi berhasilnya suatu
kebijaksanaan.24
Pers juga berperan sebagai pengkritik terhadap pemerintah. Konsep yang
sudah disebutkan di atas adalah peran jaga (watchdog).
Terakhir, Cohen menyebutkan bahwa pers sering berperan sebagai pemuat
kebijaksanaan dan advokasi. Peran ini terutama tampak pada penulisan
editorial dan artikel, selain juga tercermin dari jenis berita yang dipilih untuk
ditulis oleh para wartawannya dan cara menyajikannya.

23

Bryce T. Mclntyre, Advanced Newsgathering, (New York: Praeger Publishers, 1991),

h. 8.
24

Luwi Ishwara, Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar, (Jakarta, PT Kompas Media
Nusantara Jl. Palmerah Selatan, 2005), h.1-8.

B. Sejarah Kelahiran Jurnalisme
1. Kelahiran Jurnalisme di Dunia
Pada mulanya jurnalistik hanya mengelola hal-hal yang sifatnya informatif
saja. Ini tebukti pada Acta Diurna sebagai produk jurnalistik pertama pada zaman
romawi kuno ketika kaisar Julius Ceisar berkuasa.
Dalam perkembangan selanjutnya, suratkabar yang bisa mencapai rakyat
secara masal itu dipergunakan oleh kaum idealis untuk melakukan sosial control
sehingga suratkabar tidak hanya bersifat informatif, tetapi juga persuasif. Bukan
saja menyiarkan informasi, tetapi juga membujuk dan mengajak khalayak untuk
mengambil sikap tertentu, agar berbuat sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.
Bentuk jurnalistik yang bersifat persuasif, antara lain ialah, (tajuk rencana atau
editorial) dan pelaporan selidik (investigative reporting).25
Sejarah jurnalistik dimulai ketika tiga ribu tahun yang lalu, Firaun di
Mesir, Amenhotep III, mengirimkan ratusan pesan kepada para perwiranya di
provinsi-provinsi untuk memberitahukan apa yang terjadi di ibukota. Di Roma
2.000 tahun yang lalu Acta Diurna (“tindakan-tindakan harian”) – tindakantindakan senat, peraturan-peraturan pemerintah, berita kelahiran dan kematian
ditempelkan di tempat-tempat umum. Selama Abad Pertengahan di Eropa, siaran
berita yang ditulis tangan merupakan media informasi yang penting bagi para
usahawan.
Keperluan untuk mengetahui apa yang terjadi merupakan kunci lahirnya
jurnalisme selama berabad-anad. Tetapi, jurnalisme itu sendiri baru benar-benar
dimuali ketika hurup-hurup lepas untuk percetaklan mulai digunakan di Eropa
25

Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung, PT Remaja Rosadakarya
Offest ), h. 66.

pada sekitar tahun 1440. dengan mesin cetak, lembaran-lembaran berita dan
pamflet-pamflet dapat di cetak dengan kecepatan yang lebih tinggi, dalam jumlah
yang lebih banyak, dan dengan ongkos yang lebih rendah.
Suratkabar pertama yang terbit di Eropa secara teratur di mulai di Jerman
pada tahun 1609: Aviso di Wolfenbuttel dan Relation di Strasbourg. Tak lama
kemudian, suratkabar-suratkabar lainnya Strasbourgh. Tak lama kemudian,
suratkabar-suratkabar lainnya muncul di Belanda (1618), Prancis (1620), inggris
(1620), dan Italia (1636). Suratkabar-suratkabar abad ke-17 ini bertiras sekitar 100
sampai 200 eksemplar sekali terbit.
Pada tahun 1650, suratkabar pertama terbit sebagai harian adalah
Einkommende Zeitung di Leipzig, Jerman. Pada tahun 1702 menyusul Daily
Courrant di London yang menjadi harian pertama Inggris yang berhasil
diterbitkan. Pada tahun 1833, di New York City, Benjamin H. Day, menerbitkan
untuk pertama kalinya apa yang disebut Penny newspaper (suratkabar murah yang
harganya satu penny). Jurnalisme kini telah tumbuh jauh melampaui suratkabar
pada awal kelahirannya. 26
Jurnalisme modern mulai muncul pada awal abad ke-17 dan betul-betul
lahir dari perbincangan, terutama di tempat publik seperti kafe Inggris, kemudian
di pub, atau “kedai minum,” di Amerika. Di sini, pemilik bar, menjadi tuan rumah
dari perbincangan yang seru dari para pengelana di kedainya. Para pengelana ini
juga sering mencatat apa yang mereka lihat dan dengar dalam sebuah buku yang
disimpan di ujung bar. Di Inggris, kafe mengkhususkan diri pada jenis informasi
spesifik. Suratkabar pertama muncul dari kafe-kafe ini sekitar 1609, ketika

26

Ibid. h. 16-17.

percetakan mulai mengumpulkan berita perkapalan, gosip, dan argumen politik
dari kafe dan mencetaknya di atas kertas.27
Dengan evolusi suratkabar-suratkabar pertama, para politikus Inggris
mulai membicarakan sebuah fenomena baru, yang mereka sebut opini publik.
Pada awal abad ke-18, wartawan atau penerbit mulai memformulasikan teori
kebebasan berbicara dan pers bebas. Pada 1720, dua orang dari sebuah suratkabar
London, yang menulis dengan nama samaran “Cato,” memperkenalkan ide bahwa
kebenaran harus bisa menjadi pertahanan melawan pencemaran nama baik. Pada
waktu itu, hukum adat Inggris berbunyi sebaliknya, bukan hanya tiap kritik pada
pemerintah adalah sebuah tindak kejahatan, tetapi juga makin besar kebenaran,
makin besar pula pencemaran nama baik yang ditimbulkannya, mengingat
kebenaran mempunyai daya rusak yang lebih hebat.28
Sehingga sampai pada pertengahan dekade tahun 1990-an, The Annenberg
Washington

Program in Communication Policy Studies of Northwestern

University memproyeksi “perubahan media berita.” Proyeksi ini mengembangkan
perkembangan jurnalisme yang telah menggunakan multimedia. Koran tidak lagi
menjadi pemeran utama. Media cetak bergabung dengan media televisi, radio dan
internet. Sebuah pola penerimaan informasipun dirancang sampai ketingkat
tekonologi begitu rupa.29
2. Kelahiran Jurnalisme Di Indonesia
Di Indonesia, sejarah jurnalistik atau persuratkabaran muncul sejak zaman
penjajahan sejak. Percobaan pertama penerbitan pers pada zaman Hindia-Belanda

27

Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, h. 17.
Jhon Trenchard dan William Gordon, Free Press, Hohenberg, h. 38.
29
Septian Santana K, Jurnalisme Kontemporer, (Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2005),
h. 2.

yaitu pada pertengahan abad ke-17. berita-berita dari Eropa yang sampai ke
Batavia disusun oleh kantor Gubernur Jendral Jan Pieterzoon Coen untuk
selanjutnya dikirim dalam bentuk tulisan tangan antara lain ke Ambon. Berita ini
bertajuk miring Memorie de Nouvelles (sekitar 1615) dan merupakan prototipe
suratkabar Belanda di negeri jajahannya ini. Namun demikian, berita yang masih
ditulis tangan ini belum bisa disebut koran pertama yang terbit di Indonesia.30
Namun pada abad ke 18, tahun 1744 muncullah sebuah suratkabar
bernama Bataviasche Nouvelles terbit dengan pengusahaan orang-orang Belanda.
Kemudian di Jakarta terbit Vendi Niews tahun 1776 yang mengutamakan diri pada
berita pelelangan.31
Pada abad ke-19, baik pada massa penjajahan Inggris maupun Belanda,
Koran terus terbit silih berganti. Ketika Inggris berhasil mencaplok kawasan
Hindia Timur pada 1811, terbit koran berbahasa Inggris java Government
Gazertte pada awal 1812. kemudian, sekembalinya Belanda menguasai kawasan
tersebut pada tahun 1814, mereka menghentikan koran Inggris itu dan
menerbitkan lagi koran resminya sendiri, Bataviasche Coureant. Di samping
memuat berita-berita harian, koran ini juga memuat artikel-artikel ilmu
pengetahuan. Lalu, pada 1829 bataviasche Courant diganti lagi dengan Javasche
Courant yang terbit tiga kali seminggu, dan memuat pengumuman-pengumuman
resmi, peraturan-peraturan serta keputusan-keputusan pemerintah.32 Selain itu
juga terbit berbagai suratkabar lainnya yang semuanya diusahakan oleh orangorang Belanda untuk para pembaca Belanda dan segelintir penduduk pribumi

30

Asep Saeful Muhtadi, Jurnalistik Pendekatan Teori Dan Praktik, (Ciputat, PT Logos
Wacana Ilmu Bukit Pamulang Indah, 1999), h. 21.
Sudirman Tebba, h. 17.
32
Asep Saeful Muhtadi, h. 21.

yang bisa bahasa Belanda. Semua suratkabar ini hanya menyuarakan kepentingan
pemerintah kolonial Belanda. Pada tahun 1854 media massa mulai dikelola oleh
kaum pribumi dengan terbitnya Majalah Bianglala dan Bromartani, keduanya di
Weltevreden. Selain itu pada tahun 1865 terbit Soerat Kabar Bahasa Melajoe di
Surabaya.
Sejak itu bermuncullah berbagai suratkabar dengan pemberitaanya yang
bersifat informatif sesuai dengan pemberitaannya yang bersifat informatif sesuai
dengan situasi dan kondisi pada zaman penjajahan. Umumnya media peribumi
menggunakan nama-nama seperti “cahaya”, “sinar”, “terang”, “bintang”, dan
nama-nama lain yag diharapkan membawa harapan bagi kemajuan dan
pembebasan dari penjajahan. Muncul misalnya media yang bernama “Tjahaja
Siang”, “Tjahaja India”, “Tjahaja Moelia”, “Sinar Terang”, “Bintang Timoer”,
“Bintang Barat”, “Bintang Djohar”, “Bintang Betawi”, “Matahari”, dan lain
sebagainya. Umumnya media itu terbit di Jawa. Ini karena percetakan sebagai
sarana yang sangat vital untuk menerbitkan media, fasilitas-fasilitas lainnya serta
khalayak yang melek huruf kebanyakan berada di Jawa.33
Pada awal abad ke-20 kaum pribumi mulai banyak yang menerbitkan
media sendiri. Misalnya terbit Medan Prijaji yang terbit di Bandung. Media ini di
kelola oleh Tirto Hadisurjo alias Raden Mas Djokomono. Mulanya media ini
tahun 1907. Tirto Hardisurjo kemudian dikenal sebagai pelopor yang meletakkan
dasar jurnalistik modren di Indonesia, baik dalam cara pemberitaan, pembuatan
karangan, iklan dan lain sebagainya.

33

Sudirman Tebba, h. 17.

Pers yang dikelola oleh pribumi makin berkembang setelah lahir
organisasi-organisasi massa dan gerakan-gerakan kebangsaan dan keagamaan
yang turut menerbitkan media, karena media itu menjadi alat perjuangan mereka.
Akibatnya media massa ini menyatu dengan perjuangan organisasi dan gerakan
kebangsaan seperti Bung Karno, Bung Hatta, Moh. Yamin, Haji Agoes Salim,
Rangkajo Rasuna Said, Hadji Oemar Said Tjokroaminoto, Hadji Misbach,
Soetomo, Iwa Koesoema Soemantri, Ki Hadjar Dewantara, Duwes Dekker alias
Setyabudhi, Tjipto Mangoenkoesoemo, dan tokoh-tokoh lainnya yang tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu. Yang mengakibatkan jatuh bangunnya perjuangan
organisasi dan gerakan itu.34
Perkembangan

jurnalistik atau

persuratkabaran

ini terus tumbuh

berbarengan dengan arus kehidupan pergerakan nasional. Diantara beberapa koran
Indonesia yang bersifat nasional dan dinilai radikal yang terbit di Jawa saat itu,
antara lain, adalah Oetoesan Hindia, terbit di Surabaya di bawah Sarekat Islam
(1914), Neratja di Batavia (1917), Boedi Oetomo di Yogya (1920), Sri Djojobojo
di Kediri (1920), dan lain sebagainya. Di luar Jawa juga muncul semarak korankoran yang sebagiannya membawakan citra nasionalis Islam, seperti Tjaja
Soematra di Padang (1914), Benih Merdeka di Medan (1919), Hindia Sepakat di
Sibolga (1920), Oetoesan Islam di Gorontalo dan Oetoesan Boerneo di Pontianak
(1927).35
Setelah negara Indonesia merdeka, kehidupan pers ikut menikmati
kemerdekaan dengan bebas dari berbagai tekanan. Media massa pun bermunculan
seperti cendawan di musim hujan. Misalnya di Jakarta terbit Merdeka pada 1
34
35

Ibid. h. 18.
Asep Saeful Muhtadi, h. 21-22.

Oktober 1945. Di Yogyakarta terbit kedaulatan Rakyat (bekas Sinar Matahari)
tahun 1945, di Surabaya terbit Jawa Pos tahun 1949 dan Surabaya Post tahun
1953, di Semarang terbit Suara Merdeka tahun 1950, di Bandung terbit Pikiran
Rakyat tahun 1956, dan lain sebagainya.
Namun kehidupan pers bebas itu hanya berlangsung selama masa
demokrasi Liberal (1945-1959) atau disebut juga sebagai sistem pers liberal yang
berlanjut sampai pada tahun (1959-1965) yaitu pada masa Demokrasi Terpimpin.
Pada masa inilah banyak pembatasan terhadap kehidupan pers, karenanya,
kehidupan pers Indonesia pada masa itu disebut sebagai pers otoriter. Kehidupan
pers yang tidak bebas itu berubah menjadi sedikit lebih bebas pada masa lahirnya
Orde Baru pada tahun 1966 sampai pada tahun 1974 atau bertepatan pada
peristiwa Malari (malapetaka lima belas januari). Selain itu pers di masa Orde
Baru ini disebut sebagai pers Pancasila. Cirinya adalah bebas dan bertanggung
jawab.36
Selain itu di Indonesia juga terdapat beberapa penyajian sastra dalam
penulisan jurnalisme dipelopori oleh majalah Tempo. Pada tahun 1970-an,
majalah ini tampil menyegarkan dunia jurnalistik di Indonesia.
1. Fenomena Puisi
Di berbagai majalah dan Koran, eksperimen puitik sengaja dibuat untuk
kepentingan sajian rubik-rubik tertentu. Salah satunya catatan pinggir di majalah
Tempo.
2. Sastra

36

Ibid. h. 24.

Menurut Seno Gumira Ajidarma ketika jurnalisme dibungkam, sastra
harus bicara. Karena bila jurnalisme berbicara dengan fakta, sastra berbicara
dengan kebenaran.

3. Bahasa Kekuasaan
Bahasa menjadi sarana untuk membuat sajian informasi beritanya menarik
dan sekaligus berhasil menembus birokrasi bahasa Negara yang menyembunyikan
kebenaran.
4. Puisi
Bahasa puisi merupakan bahasa yang bebas dari dari manipulasi dan
pemalsuan arti. Bahasanya jujur, tulus, dan tertuju pada kehendak untuk
memurnikan arti kata-kata, menjadi sebuah pilihan bagi jurnalis. Dengan bahasa
ini jurnalis dapat menghindari bahasa yang klise, ruwet, takut-takut, penuh
indoktrinasi, dan terbirokrasi.37
Sejalan dengan berkembangnya kehidupan pers di Indonesia khususnya
dan di dunia umumnya muncul pula teori-teori jurnalistik yang mendasari
perkembangan pers, di antaranya yang terpenting ialaha munculnya suatu teori
jurnalistik yang disebut jurnalistik baru yang secara garis besar didefinisikan
sebagai kegiatan jurnalistik yang menggali fakta-fakta yang tersembunyi tidak
terbatas peristiwa yang kelihatan di permukaan saja. Fakta yang tersembunyi
hanya bisa diketahui dengan menggali pada berbagai sumber, seperti wawancara
37

www.bachtiarhakim.wordpress.com.jurnalisme-sastra-septiawan-santana, di ambil pada
tanggal 25 Maret 2009, pukul 20:30 wib.

dengan orang atau nara sumber yang bersangkutan, berita surat kabar yang pernah
ada, ulasan di majalah dan buku, dan lain sebagainya.
Jika dilihat dari sisi lain jurnalistik juga sudah mulai memasuki dunia
perguruan tinggi setelah Indonesia merdeka. Jurnalistik dikaji dengan melibatkan
berbagai disiplin ilmu yang terkait. Sehingga secara formal, dari sisi kelembagaan,
ilmu itu di tempatkan pada fakultas yang berbeda-beda.38
C. Pengertian Jurnalisme Sastra
Gay Talase (1970) mengatakan: Meski seperti fiksi, jurnalisme ini
bukanlah fiksi. Pengaruh fiksi memang sangat kental dalam laporan jurnalis yang
dijalankan di sela-sela teks fakta.
Menurut Atmakusumah yang mengutip Tom wolf, mengatakan: sebuah
bacaan yang amat langsung, dengan realitas yang terasa kongkret, serta
melibatkan emosi dan mutu penulisnya.”

Menurut Mark Kramer:
“Istilah jurnalisme sastra yang kemudian menyebar dari new journalism
yang diperkenalkan oleh Tom Wolfe, berkembang pada pertengahan tahun 1960an yang penuh pemberontakan. Jurnalisme sastra lalu memasuki berbagai wilayah
penulisan, misalnya penulisan traveling, memoar, esai-esai historis dan etnografis,
dan sejumlah fiksi, bahkan semifiksi ambigu yang berasal dari peristiwa-peristiwa
nyata.” (Kurnia, 2002:9-18).
Tom Wolfe membuat empat karakteristik jurnalisme baru yang
membedakannya dengan jurnalisme konvensional, diantaranya: Pemakaian
konstruksi adegan per adegan, pencatatan dialog secara utuh, dan pemakaian
sudut pandang orang ketiga.

38

Asep Saeful Muhtadi, h. 24.

Catatan yang rinci tentang gerak tubuh, kebiasaan, dan pelbagai simbol
kehidupan orang-orang yang muncul dalam peristiwa.
Jurnalistik sastra itu sendiri mengikuti terminologi Kolumnis Mahbub
Djunaidi. Kisahnya di mulai Amerika Serikat, yaitu pada dekade 1960 lahir dan
kemudian tumbuh apa yang disebut jurnalisme baru (new journalisme). Pada
dasarnya, penganut aliran jurnalisme baru menolak berbagai paham dan kinerja
yang sudah lama dikembangkan jurnalisme lama yang konvensional. Fadler
seorang komunikolog membagi jurnalisme baru dalam empat pengertian, di
antaranya:
a. Advocacy Journalism
Advocacy Journalismi atau jurnalisme advokasi adalah kegiatan jurnalistik
yang berupaya menyuntikkan opini kedalam berita. Tiap reportase, tanpa
menginkari fakta, diarahkan untuk membentuk opini publik. Rangkian opini yang
terbentuk dan hendak diapungkan didapat dari kerja para jurnalis ketika memroses
liputan fakta demi fakta secara intens dan sungguh-sunggh. Jadi, kesimpulan opini
mereka memiliki korelasi erat dengan ralitas fakta peristiwa yang terjadi dalam
masyarakat.
b. Alternative Journalism
Alternative Journalism atau jurnalisme alternatif merupakan kegiatan
jurnalistik yang menyangkut publikasi internal da

Dokumen yang terkait

Peran Harian Kompas dalam memelihara pluralitas di Indonesia

0 5 123

JURNALISME PERANG DAN KONTRIBUSI JURNALISME ALTERNATIF UNTUK PERDAMAIAN

2 7 21

JURNALISME BERPERSPEKTIF GENDER DAN ETIKA JURNALISME DALAM JURNALISME ONLINE (Analisis Isi Penerapan Jurnalisme Berperspektif Gender dan Etika Jurnalisme pada Berita Kasus Pelecehan Seksual RI dalam Kompas.com dan Merdeka.com Selama Januari 2013).

0 2 11

Jurnalisme Sastra Dalam Buku Bre-X (Analisis Isi Kuantitatif Penerapan Jurnalisme Sastra Dalam Bre-X: Sebungkah Emas Di Kaki Pelangi Karya Bondan Winarno).

0 4 15

PENDAHULUAN JURNALISME BERPERSPEKTIF GENDER DAN ETIKA JURNALISME DALAM JURNALISME ONLINE (Analisis Isi Penerapan Jurnalisme Berperspektif Gender dan Etika Jurnalisme pada Berita Kasus Pelecehan Seksual RI dalam Kompas.com dan Merdeka.com Selama Januari 2

0 28 27

PENUTUP JURNALISME BERPERSPEKTIF GENDER DAN ETIKA JURNALISME DALAM JURNALISME ONLINE (Analisis Isi Penerapan Jurnalisme Berperspektif Gender dan Etika Jurnalisme pada Berita Kasus Pelecehan Seksual RI dalam Kompas.com dan Merdeka.com Selama Januari 2013)

1 5 4

JURNALISME SASTRA MAJALAH BERITA MINGGUANTEMPO PADA KASUS REKENING PERWIRA POLISI JURNALISME SASTRAMAJALAH BERITAMINGGUAN TEMPO PADA KASUS REKENING PERWIRA POLISI (Studi Analisis Framing Penerapan Jurnalisme SastraMBMTempo pada Pemberitaan Kasus Rekening

0 3 16

MEREVISI JURNALISME SEBAGAI PROFESI DI E

0 0 11

Jurnalisme Sastra dan Dakwah Islam: Analisis Rubrik ‘’Nganal-Kodew’’ Radar

0 0 17

Kemungkinan Bahasa Sastra Diadopsi Jurnalisme

0 0 15