52
4.2 PEMBAHASAN
4.2.1 Karaktersitik Responden Usaha Jamu Gendong di Jalan Sumatera
Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember Karakteristik responden adalah ciri-ciri utama yang dimiliki responden
sebagai bagian identitasnya. Responden dalam hal ini adalah pembuat jamu Jamu Gendong yang berada di Jalan Sumatera Kecamatan Sumbersari Kabupaten
Jember. Karakteristik responden pembuat Jamu Gendong meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan pendapatan.
a. Umur
Umur adalah usia responden Usaha Jamu Gendong saat dilakukan wawancara terhitung sejak lahir hingga ulang tahun terakhir. Sebagian besar
responden berada pada usia pertengahan 40-60 tahun, hal ini menunjukkan bahwa karakteristik responden berdasarkan umur adalah baik, karena semakin
cukup umur maka tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja Nursalam, 2001.
Hasil penelitian ini memiliki kesamaan dari hasil penelitian Sholichah 2012, yang mana usia responden penjual Jamu Gendong rata-rata berumur 50
tahun keatas. Berbeda lagi dengan penelitian lainnya, menurut zulaikhah 2005 dimana sebagian besar responden penjual Jamu Gendong memiliki usia
20 – 40 tahun keatas. Usia pertengahan lebih berpengalaman dibandingkan
dengan dewasa dini, karena dewasa dini merupakan suatu masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru dan memanfaatkan kebebasan yang diperolehnya
Hurlock, 1993. Usia lanjut merupakan usia yang banyak mengalami perubahan. Perubahan-perubahan tersebut pada umumnya mengarah pada
kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang akhirnya akan berpengaruh juga pada aktivitas kehidupan sehari-hari, terutama pada pekerjaanya.
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan secara genital. Perilaku seorang laki-laki ada kecenderungan menganggap remeh
suatu pekerjaan dibanding perempuan. Hasil survei terhadap keamanan makan melalui telepon dan observasi di Amreika Serikat yang melibatkan 7000 dan
53
2.130 penduduk dan survei ini mengungkap adanya perbedaan antara pria dan wanita dalam hal menjaga kesehatan diri melalui mencuci tangan sebelum
menjamah makanan. Hasil penelitian ini sedikit berbeda dari hasil penelitian Sholichah 2012,
yang mana semua responden penjual jamu berjenis kelamin perempuan. Beda dengan penelitian Zulaikhah 2005, yang mana masih ada responden yang
berjenis laki-laki yaitu berjumlah 6 responden dari 40 penjual jamu. Hasil survei yang dilakukan bahwa kaum wanita lebih sering mencuci tangannya
sebelum menjamah makanan dari pada pria yaitu masing-masing 74 dan 61 Susanna, 2003.
c. Pendidikan Terakhir
Pendidikan terakhir adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah ditempuh oleh responden Usaha Jamu Gendong. dari hasil penelitian
yang telah dilakukan, sebagian besar responden mengenyam pendidikan terakhir rendah yakni 93,3. Pendidikan dapat berpengaruh terhadap
kematangan intelektual sehingga dapat mempengaruhi pola fikir dan wawasan dalam pengambilan keputusan, terutama dalam perilaku hidup sehat.
Dari hasil penelitian, tidak ada responden yang berpendidikan tinggi, yaitu responden dengan pendidikan terakhir tamat perguruan tinggi D1, D2,
D3, S1, S2, S3. Pendidikan dalam arti formal sebenarnya adalah suatu proses penyampaian bahan atau materi pendidikan oleh pendidik kepada sasaran
pendidik anak didik guna mencapai perubahan tingkah laku. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang sangat diperlukan untuk
mengembangkan diri, semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mudah menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi, terutama
mengenai kebersihan yang terkait dengan keberadaan bakteri Escherichia coli dalam jamu.
Hasil penelitian ini memiliki kesamaan dari hasil penelitian Sholichah 2012, yang mana responden penjual jamu sebagian besar memiliki
pendidikan terakhir rendah yakni 75 responden tidak lulus SD. Penelitian lainnya yang dilakukan Zulaikhah 2005, juga memiliki kesamaan yang mana
54
sebagian besar responden memiliki pendidikan terakhir rendah yakni 62,5 responden tidak lulus SD.
Pendidikan terkait dengan kemampuan tenaga pengolah makanan dalam menerima informasi terutama cara mengolah makanan. Hasil survei di Instalasi
Gizi RSUP Fatmawati diketahui bahwa sebanyak 22 orang 64,7 tenaga yang terlibat dalam pengolahan makanan di dapur mempunyai pengetahuan
dan perilaku kurang tentang sanitasi makanan, dan pegawai tersebut mempunyai pendidikan SD Marsaulina, 2004.
d. Pendapatan
Pendidikan adalah jumlah uang yang dihasilkan dari pekerjaan yang dilakukan oleh responden Usaha Jamu Gendong. dari hasil penelitian, sebagian
besar responden memiliki pendapatan rendah Rp1.460.500bulan, yaitu 9 responden 60. Hal tersebut menunjukkan bahwa pendapatan responden
masih dibawah UMR Jember, sehingga dapat dikatakan berbanding lurus dengan adanya bakteri Escherichia coli dalam jamu, karena dengan pendapatan
yang tergolong rendah, responden kurang memperhatikan kebersihan penanganan jamu mulai dari bahan baku sampai penyajian.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, dalam perhari penjual jamu tradisonal dapat menghasilkan 6 hingga 8 botol perharianya, dan adapula
penjual Jamu Gendong yang menjual jamu dalam jumlah yang banyak, yaitu lebih dari 20 botol. Harga Jamu Gendong masing-masing responden berbeda,
ada yang menjual Jamu Gendong pergelas seharga 2000, 1500 dan adapula yang menjualnya dengan harga seribu pergelasnya. Namun tidak semua
pembeli yang membeli dengan memakai gelas, adapula yang membeli menggunakan botol aqua 500 ml yang dijual dengan harga 5000, 4000 dan
adapula yang menjualnya dengan harga 7000 rupiah.
55
4.2.2 Sumber Air Pembuatan Jamu Pada Usaha Jamu Gendong di Jalan Sumatera
Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember Sumber air pembuatan jamu adalah sumber air baku yang digunakan untuk
membuat jamu. Berdasarkan hasil observasi, sumber air yang digunakan usaha jamu gendong untuk membuat jamunya yaitu menggunakan air sumur. Jenis
sumur yang digunakan adalah sumur dangkal, yang masing-masing sumurnya memiliki kedalaman kurang dari 10 meter. Menurut chandra 2007, sumur
dangkal shalow well memiliki sumber air yang berasal dari resapan air hujan di atas permukaan bumi terutama di daerah dataran rendah. Jenis sumur ini banyak
terdapat di Indonesia dan mudah sekali terkontaminasi air kotor yang berasal dari kegiatan mandi-cuci-kakus MCK sehingga persyaratan sanitasi yang ada perlu
sekali diperhatikan. Air mengandung bermacam-macam bakteri yang dapat berasal dari berbagai sumber misalnya udara, sampah, lumpur, tanaman atau
hewan yang mati, kotoran manusia atau hewan dan bahan organik Depkes RI, 1998
Berdasarkan hasil observasi, keseluruhan air sumur yang digunakan usaha jamu gendong memiliki ciri fisik tidak berasa, tidak berbau, tidak keruh dan tidak
berwarna. Menurut chandra 2007, batasan-batasan sumber air yang bersih dan aman tersebut antara lain: a bebas dari dari kontaminasi kuman atau bibit
penyakit; b bebas dari subtansi kimia yang berbahaya dan beracun; c tidak berasa dan berbau; d dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan domestik
dan rumah tangga; dan e memenuhi standar minimal yang ditentukan oleh WHO atau Departemen Kesehatan RI. Akan tetapi, air sumur yang digunakan oleh
pembuat jamu secara mikrobiologi belum diketahui kualitasnya karena belum pernah dilakukan pengujian kualitas air. Sumber air yang digunakan oleh usaha
jamu gendong dapat dilihat pada gambar 4.1 dibawah ini:
56
a b
Gambar 4.1 Sumber air yang digunakan usaha jamu gendong a Jenis sumur yang digunakan usaha jamu gendong b Ciri fisik
air yang digunakan usaha jamu gendong
Berdasarkan hasil wawancara, responden menggunakan air sumur untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mereka tidak menggunakan air yang bersumber
dari PDAM karena air sumur yang mereka miliki sudah mencukupi kebutuhan sehari-hari. Menurut responden, apabila menggunakan air PDAM maka akan
sangat boros karena PDAM juga dikenakan tarif di setiap bulannya.
4.2.3 Proses Pembuatan Jamu Pada Usaha Jamu Gendong di Jalan Sumatera
Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember a.
Higiene personal pembuatan jamu Higiene personal pembuatan jamu adalah kebersihan diri dari orang yang
melakukan proses pembuatan jamu. Berdasarkan hasil penelitian semua responden yaitu 15 responden 100 telah menggunakan pakaian yang bersih,
menjaga kerapian rambut, tidak menggaruk anggota badan telinga hidung, mulut atau bagian lainnya, tidak batuk atau bersin dihadapan makanan, Tidak
menderita penyakit mudah menular misalnya influenza atau sedang menderita penyakit mudah menular misalnya batuk atau influensa akan tetapi
menggunakan penutup mulut atau masker dan Tidak menderita infeksi kulit misalnya bisul atau kudis. Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942 Tahun 2003, karena pakaian yang bersih tidak terkontaminasi bakteri Escherichia coli. Pembuat jamu dapat
57
menjadi sumber pencemaran terhadap jamu, terutama apabila pembuat jamu sedang menderita suatu penyakit atau karier Depkes RI, 2001.
Akan tetapi, semua responden Usaha Jamu Gendong yaitu 15 responden 100 tidak menggunakan sarung tangan. Hal ini tidak sesuai dengan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942 Tahun 2003, karena celemek, penutup mulut dan hidung, sarung tangan merupakan pakaian
kerja yang sebaiknya tidak dilepas selama melakukan kegiatan bekerja mengolah makanan. Sarung tangan dan kebiasaan mencuci sangat membantu
dalam mencegah penularan bakteri dari tangan ke makanan jamu. Selain itu, sentuhan tangan merupakan penyebab yang paling umum terjadinya
pencemaran makanan. Mikroorganisme yang melekat pada tangan akan berpindah ke dalam makanan dan akan berkembang biak dalam makanan,
terutama dalam makanan jadi seperti jamu. Menurut Purnawijayanti 2001, tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri atau virus
patogen dari tubuh, feses atau sumber lain ke minuman dalam hal ini jamu. Oleh karena itu pencucian tangan merupakan hal yang pokok harus dilakukan
oleh penjamah yang terlibat dalam pembuatan jamu. Berdasarkan hasil penelitian masih terdapat responden yang merokok.
Menurut Depkes RI 2001 kebiasaan merokok di lingkungan pengolahan makanan mengandung banyak resiko antara lain bakteri atau kuman dari mulut
dan bibir dapat dipindahkan ke tangan sehingga tangan menjadi kotor dan akan mengotori makanan, abu rokok dapat jatuh ke dalam makanan serta dapat
menimbulkan bau asap rokok yang dapat mengotori udara. Sebagian besar responden telah mempunyai kuku dalam keadaan bersih. Hal ini telah sesuai
dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942 Tahun 2003. Kuku yang bersih bertujuan untuk menghindari bersarangnya bakteri
yang dapat menularkan penyakit ke dalam makanan maupun minuman Mukono, 2004.
Berdasarkan hasil
penelitian, juga
sebagian responden
telah menggunakan pakaian berwarna terang. Hal ini telah sesuai, karena menurut
Purnawijayanti 2001, pakaian berwarna terang digunakan agar kotoran dalam
58
pakaian mudah terlihat. Berdasarkan hasil observasi, sebagian besar responden menggunakan gelang dan cincin. Perhiasan dan asesoris misalnya gelang,
cincin, kalung dan anting sebaiknya dilepas, sebelum pekerja memasuki daerah pengolahan makanan. Perhiasan dan asesoris dimungkinkan menjadi tempat
menempelnya kotoran atau kuman dari luar lingkungan pengolahan makanan dan ditakutkan dapat mengkontaminasi makanan Purnawijayanti, 2001
b. Cara pembuatan jamu
Mendidih adalah munculnya gelembung-gelembung air di seluruh bagian air ketika air tersebut dipanaskan. Gelembung-gelembung air pada keseluruhan
zat cair tersebut menandakan bahwa keseluruhan zat cair mengalami penguapan. Dengan demikian, mendidih terjadi pada saat keseluruhan zat cair
menguap bukan hanya di permukaan zat cair saja dan pada suhu tertentu saja. Suhu zat cair mendidih pada tekanan 1 atmosfer disebut titik didih. Titik didih
air pada tekanan 1 atmosfer 76 cmHg adalah 100°C. Pada saat mendidih, suhu zat cair tetap meskipun terus-menerus diberikan kalor. Karena kalor yang
diberikan pada saat mendidih digunakan untuk mengubah wujud zat dari cair menjadi gas menguap. Oleh karena itu, jika air terus-menerus dipanaskan,
maka akan menguap dan air akan habis Prasodjo, 2008. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, responden menggunakan air
sumur untuk bahan utama pembuatan jamu gendong, sebagian responden tidak memasak air bersih sampai mendidih dan juga tidak merebus jamu sampai
mendidih karena kondisi hangat sudah dirasa cukup untuk produk Jamu Gendongnya, dan supaya dapat menghemat penggunaan gas karena proses
perebusan yang dilakukan lumayan lama. Adapula mereka sudah merebus air sampai mendidih dalam jumlah sedikit kemudian dicampur dengan air yang
sudah dingin. Pada suhu 100°C, suhu mendidih air dapat membunuh sel vegetatif setelah pemanasan cukup lama, tetapi tidak membunuh spora. Dengan
demikian, dapat dipastikan bahwa bahwa bakteri coliform akan mati karena salah satu karakteristik dari bakteri Escherichia coli adalah tidak membentuk
spora Purbowarsito, 2011. Dengan demikian, peluang kontaminasi bakteri terutama Escherichia coli pada jamu akan lebih besar karena bakteri coliform
59
mati pada suhu 100°C dan tumbuh optimal pada suhu 37°C, kisaran pH yang luas antara 4,4-9,0 Jay, 2000.
Berdasarkan hasil penelitian, semua responden telah menghaluskan bahan baku jamu, mendinginkan jamu yang sudah dimasak dan kemudian
memasukkannya kedalam botol. Pada observasi di tempat produksi, beberapa responden memiliki kebiasaan dalam menangani produk yang telah direbus
yaitu mendinginkan produk jamu secara terbuka sehingga kemungkinan terkontaminasi oleh bahan mentah, debu, binatang liar atau kontaminasi silang
dari peralatan yang digunakan cukup besar. Adapun proses pembuatan jamu pada usaha jamu gendong:
1 Beras Kencur
Bahan pokok pembuatan jamu beras kencur yaitu tepung beras dan rimpang kencur. Akan tetapi responden kerap menambahkan bahan yang
lain untuk cita rasa jamu yang dibuatnya. Bahan tambahan yang digunakan responden misalnya seperti jahe, kunyit, serai, asam jawa,
gula merah, gula pasir, dan garam. Kunyit Asam Bahan pokok pembuatan jamu kunyit yaitu kunyit dan asam. Akan tetapi
responden kerap menambahkan bahan yang lain untuk cita rasa jamu yang dibuatnya. Bahan tambahan yang digunakan responden misalnya
seperti jahe, kencur, serai, sinom, daun luntas, sedikit daun sirih, gula merah, gula pasir, dan garam.
2 Kunci sirih
Bahan pokok pembuatan jamu kunci yaitu kunci dan sirih. Akan tetapi responden kerap menambahkan bahan yang lain untuk cita rasa jamu
yang dibuatnya. Bahan tambahan yang digunakan responden misalnya seperti jahe, kencur, kunyit, cengkeh, asam jawa, jeruk nipis, serai, gula
merah, gula pasir, dan garam. Untuk proses pembuatannya, awal mula responden mencuci bahan baku,
kemudian melakukan pengirisan rimpang, bahan yang sudah diiris kemudian dihaluskan menggunakan blender, lumpang, dan gilingan. Setelah penghalusan
bahan baku, selanjutnya responden melakukan perebusan dengan cara yaitu,
60
mencampurkan bahan yang sudah halus dengan air kemudian direbus, kemudian merebus air terlebih dahulu kemudian didinginkan sampai lalu
dicampurkan dengan bahan yang sudah halus. Setelah proses perebusan jamu kemudian disaring dan dimasukkan ke dalam botol.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, responden membuat jamu didasarkan pada pengalaman turun-temurun. Proses pembuatan Jamu Gendong
tidak memiliki perbedaan antara usaha jamu gendong yang satu dan usaha jamu lainnya. Perbedaan hanya terdapat pada cara penakaran karena pada
pembuatan jamu tidak ada standart yang mengharuskan dosis tertentu. Adapun cara pengolahan jamu yang dilakukan oleh responden Usaha Jamu Gendong,
yaitu dengan merebus seluruh bahan dan kedua dengan cara mengambil atau memeras sari yang terkandung dalam jamu, kemudian dituangkan dalam air
matang. Cara-cara tersebut dilakukan mengikuti cara yang dilakukan pendahulunya yang dilakukan secara sederhana dan tradisional.
4.2.4 Alat Penghalus Bahan Baku Pada Usaha Jamu Gendong di Jalan Sumatera
Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember Alat penghalus bahan baku merupakan alat yang digunakan untuk
menghancurkan bahan-bahan sampai menjadi halus. berdasarkan hasil observasi, peralatan yang digunakan responden untuk menghaluskan bahan baku yaitu
menggunakan blender, penggilingan, dan lumpang. Pengamatan penanganan alat penghalus bahan baku, sebagian besar responden masih kurang memperhatikan
kebersihan alat penghalus yang mereka gunakan. Idealnya alat ini selalu dicuci setelah digunakan dan dikeringkan sebelum digunakan, tetapi banyak diantara
responden menggunakan untuk produksi berikutnya tanpa pencucian terlebih dahulu.
Berdasarkan pemeriksaan laboratorium terhadap swab alat yang digunakan selama proses pengolahan sebagian besar sampel masih mengandung bakteri
Escherichia coli. Peralatan yang digunakan selama proses pengolahan makananminuman harus selalu dibersihkan. Dalam pengolahan jamu gendong
61
masih menggunakan peralatan yang sederhana dan cara yang sederhana, cara pembuatan yang sederhana dengan menggiling, menumbuk merupakan tradisi
yang diperoleh secara turun-temurun dari keluarga. Peratan yang digunakan dapat menyebabkan kontaminasi oleh mikroba jika alat-alat tersebut tidak dicuci secara
baik Zulaikhah, 2005. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi pada indsutri Jamu Gendong
semua responden memiliki alat penghalus bahan baku dalam keadaan tidak rusak dan tidak retak atau pecah mudah dibersihkan yaitu berjumlah 15 responden
Usaha Jamu Gendong 100. Sesuai menurut Depkes RI, 1994, Peralatan yang sudah retak atau pecah selain dapat menimbulkan kecelakaan melukai tangan
juga menjadi sumber pengumpulan kotoran karena tidak akan dapat mencuci dengan sempurna.
4.2.5 Kualitas Bahan Rimpang Pada Usaha Jamu Gendong di Jalan Sumatera
Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember Hasil pengamatan dilapangan menunjukkan bahwa kualitas bahan baku
masuk dalam kategori baik, yaitu bahan baku jamu tidak dalam keadaan busuk, tidak rusak atau kering, tidak berjamur dan telah dilakukan pencucian. Hal ini
sesuai menurut Sulistiyani 2002, bahan-bahan yang sudah rusak oleh mikroba dapat menjadi sumber kontaminan bagi bahan lain yang masih sehat atau segar,
karena bahan yang sudah membusuk mengandung mikroba-mikroba yang dapat menular dengan cepat ke bahan lain yang ada disekitarnya. Bahan baku rimpang
yang digunakan oleh usaha jamu gendong dapat dilihat pada gambar 4.2 dibawah ini:
62
a b
Gambar 4.2 Bahan baku rimpang yang digunakan usaha jamu gendong a bahan baku untuk pembuatan jamu kunci sirih b bahan baku yang digunakan
untuk membuat jamu kencur dan kunyit
Akan tetapi bahan baku yang digunakan untuk membuat jamu masih dalam keadaan tidak bersih. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan,
responden telah melakukan pencucian bahan baku rimpang, namun masih terdapat tanah di celah-celah kulit yang menempel pada bahan rimpang yang akan dibuat
menjadi jamu. Menurut suharmiati 2003, pencucian yang tidak benar menyebabkan kotoran masih tertinggal dan bisa menjadi sumber pencemar. Tidak
dilakukannya pengupasan pada rimpang juga bisa menjadi sumber kontaminasi bakterimikroba dalam tanah. Kondisi ini akan semakin berbahaya jika rimpang
dipupuk dengan pupuk kandang, pencucian dan pengupasan yang tidak benar akan menyebabkan bakteri tetap menempel pada rimpang tersebut.
4.2.6 Wadah Penyimpanan Jamu Pada Usaha Jamu Gendong di Jalan Sumatera
Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember Tempat penyimpanan jamu adalah tempat yang digunakan untuk
menyimpan jamu sebelum disajikan pada pembeli. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, sebagian besar responden lebih memilih menggunakan botol
plastik dari pada botol kaca, adapun alasan responden dikarenakan penggunaan botol plastik lebih ringan saat di bawa berjualan dari pada botol kaca. Selain itu
pembelian botol plastik yang tergolong murah dan mudah didapat dari pengepul botol yang mengepul botolnya dari restoran-restoran dan hotel-hotel. Berdasarkan
penelitian Hastuti 2004, botol plastik tidak direkomendasikan untuk pemakaian
63
Jamu Gendong, dikarenakan bahan plastik tidak mungkin diperlakukan dengan perebusan untuk menjadikannya bebas cemaran. Hasil analisanya mengatakan
bahwa perlakukan sanitasi kemasan mempunyai resiko untuk mencemari produk sebesar 2,3 kali.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, tidak semua responden menggunakan botol plastik, masih terdapat responden yang menggunakan botol
kaca sebagai tempat penyimpanan Jamu Gendong. Akan tetapi sebagian besar responden kurang memperhatikan dengan benar kebersihan botol jamu sebelum
digunakan. Banyaknya responden yang kurang benar saat melakukan pencucian botol, adanya responden yang tidak pernah mencuci botol jamu, pencucian botol
tidak menggunakan sabun, tidak melakukan perebusan botol bagi responden yang menggunakan botol kaca dan pengamatan pada penangan botol, setelah dicuci
diletakkan pada lantai di tempat produksi tanpa diberi alas. Hal tersebut kurang sesuai, menurut Handayani 2002, botol yang digunakan untuk tempat jamu yang
siap dipasarkan, sebelum diisi Jamu Gendong harus disterilkan terlebih dahulu. Caranya, mula-mula botol direndam dan dicuci dengan sabun, baik bagian dalam
maupun luarnya. Setelah dibilas sampai bersih dan tidak berbau, botol ditiriskan sampai kering, selanjutnya botol direbus dengan air mendidih selama kurang lebih
20 menit. Botol jamu yang digunakan untuk wadah jamu gendong dapat dilihat pada gambar 4.3 dibawah ini:
a b
Gambar 4.3 Wadah Jamu yang digunakan usaha jamu gendong a Botol plastik b Botol kaca
Botol plastik terutama bekas air mineral, sebetulnya hanya didesain untuk sekali pakai. Penggunaan lebih dari sekali berisiko mencemari produk dan
64
konsumennya dengan zat penyusun, misalnya bisphenol A BPA. Tukang jamu berkualitas menggunakan botol berbahan kaca, yang memang lebih berat
dibanding botol plastik. Namun hal ini dilakukan demi menjaga kualitas jamu Andhika,2013. Tempat penyimpanan jamu dalam keadaan tertutup bertujuan
untuk mengurangi resiko kontaminasi bakteri Escherichia coli. Tempat penyimpanan jamu diharuskan tidak rusak, retak, dan tidak menimbulkan
pencemaran terhadap makanan. Tempat penyimpanan jamu harus utuh, aman dan kuat, tempat penyimpanan jamu yang sudah retak atau pecah selain dapat
menimbulkan kecelakaan melukai tangan juga menjadi sumber pengumpulan kotoran karena tidak akan dapat mencuci secara sempurna sehingga memperbesar
resiko kontaminasi bakteri Depkes RI, 1994.
4.2.7 Alat Penuang Ke Dalam Wadah Jamu Pada Usaha Jamu Gendong di Jalan
Sumatera Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember Alat penuang jamu adalah peralatan yang digunakan untuk menuangkan
jamu ke dalam botol misalnya saringan, corong, gayung. Berdasarkan pengamatan, responden banyak menggunakan peralatan untuk menuang jamu
dalam kondisi kurang bersih. Hal ini dikarenakan peralatan setelah dicuci diletakkan pada lantai di tempat produksi jamu tanpa diberi alas, kemudian rata-
rata responden menggunakan satu alat yang dipakai secara bergantian untuk beberapa jenis jamu, memungkinkan kontaminasi silang dari produk yang lain.
Berdasarkan penelitian Hastuti 2004 perlakuan sanitasi alat mempunyai resiko untuk mencemari produk sebesar 2,3 kali.
Alat penuang jamu ke dalam wadah jamu dapat dilihat pada gambar 4.4 berikut ini:
65
a b
Gambar 4.4 alat penuang yang digunakan usaha jamu gendong a Saringan yang terlihat bersih b saringan, corong dan canting
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, semua responden telah memakai alat penuang jamu dalam kondisi tidak rusak. Hal ini sudah benar
karena alat penuang jamu yang tidak rusak dapat mengurangi kontaminasi bakteri. Alat penyajian jamu yang sudah retak atau rusak selain dapat menimbulkan
kecelakaan melukai tangan juga menjadi sumber pengumpulan kotoran karena tidak akan dapat mencuci dengan sempurna Depkes RI, 1994
4.2.8 Sanitasi Lingkungan Pada Usaha Jamu Gendong di Jalan Sumatera
Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember Sanitasi lingkungan status kesehatan lingkungan yang ada di sekitar
pembuatan Jamu Gendong. berdasarkan hasil wawancara dan observasi, semua responden telah memiliki tempat sampah, keseluruhan responden memiliki tempat
sampah dengan model terbuka. Tersedianya sarana pembuangan atau penampungan sampah yang memenuhi syarat kesehatan, tidak menjadi sumber
pengotoran atau penularan penyakit. Sebagian besar tidak terdapat hewan pengganggu, tempat pengolahan tidak berhubungan langsung dengan jamban atau
kamar mandi dan hanya 4 tempat usaja jamu saja yang mempunyai lantai dalam kondisi bersih dan tidak licin. Hal tersebut telah sesuai menurut Departemen
Kesehatan Republik Indonesia Nomer 715 Tahun 1998, sanitasi yang baik harus jauh dari sumber-sumber pencemar, kondisi ruangan harus selalu dijaga
kebersihannya, lantai harus bersih, tidak licin dan tidak terdapat genangan air,
66
tempat pengolahan tidak boleh berhubungan langsung dengan jamban, peturasan dan kamar mandi serta terdapat tempat sampah yang cukup dan dalam kondisi
yang tertutup sehingga tidak mencemari makanan. 4.2.9
Keberadaan Bakteri Escherichia coli Pada Jamu Gendong di Jalan Sumatera Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember
Bakteri Escherichia coli merupakan salah satu bakteri yang tidak boleh terdapat dalam cairan obat dalam berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 661 Tahun 1994. Bakteri Escherichia coli dipakai sebagai
indikator pencemaran,
keberadaannya dalam
produk olahan
mengindikasikan telah terjadi kontaminasi dari feses manusia atau hewan melalui air yang digunakan untuk pembuatan jamu Fardiaz, 2002. Bakteri yang mungkin
terdapat di dalam air misalnya beberapa spesies dari Pseudomonas, Chromobacterium,
Proteus, Achromobacter,
Micrococcus, Bacillus,
Streptococcus, Clostridium, Serratia, Enterobacter dan Escherichia coli Depkes RI, 1998. Air sumur tersebut tidak direbus hingga mendidih dalam proses
pembuatannya menjadi jamu, sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa bakteri Escherichia coli masih hidup.
Adanya bakteri Escherichia coli pada produk jamu gendong dapat disebabkan karena beberapa hal diantaranya masih terdapat responden Usaha
Jamu Gendong yang higiene personalnya buruk, yaitu pada proses pembuatan jamu gendong semua responden tidak menggunakan sarung tangan. Selain itu,
juga masih terdapat responden Usaha Jamu Gendong yang menggunakan perhiasan seperti cincin, memiliki kuku dalam keadaan tidak bersih, tidak
memotong kukunya sampai pendek dan tidak mencuci tangan dengan sabun dan air bersih sebelum membuat jamu. Menurut Purnawijayanti 2001, Perhiasan dan
asesoris dimungkinkan menjadi tempat menempelnya kotoran atau kuman dari luar lingkungan pengolahan makanan dan ditakutkan dapat mengkontaminasi
makanan. Tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri atau virus patogen dari tubuh, feses atau sumber lain ke minuman dalam hal ini jamu.
67
Oleh karena itu pencucian tangan merupakan hal yang pokok harus dilakukan oleh penjamah yang terlibat dalam pembuatan jamu.
Berdasarkan hasil observasi, cara pembuatan jamu gendong sebagian besar responden masih belum memasak air atau merebus jamu sampai mendidih, karena
kondisi hangat sudah dirasa cukup untuk produk jamu gendong. Pada suhu 100°C, suhu mendidih air dapat membunuh sel vegetatif setelah pemanasan cukup lama,
tetapi tidak membunuh spora. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa bahwa bakteri coliform akan mati karena salah satu karakteristik dari bakteri Escherichia
coli adalah tidak membentuk spora Purbowarsito, 2011. Dengan demikian, peluang kontaminasi bakteri terutama Escherichia coli pada jamu akan lebih
besar karena bakteri coliform mati pada suhu 100°C dan tumbuh optimal pada suhu 37°C, kisaran pH yang luas antara 4,4-9,0 Jay, 2000.
Disamping itu, juga masih terdapat responden usaha jamu gendong yang menggunakan peralatan yang kurang bersih, dan wadah penyimpanan jamu pun
masih ada yang tidak bersih. Berdasarkan pemeriksaan laboratorium terhadap swab alat yang digunakan selama proses pengolahan sebagian besar sampel masih
mengandung bakteri Escherichia coli. Peralatan yang digunakan selama proses pengolahan makananminuman harus selalu dibersihkan. Dalam pengolahan jamu
gendong masih menggunakan peralatan yang sederhana dan cara yang sederhana, cara pembuatan yang sederhana dengan menggiling, menumbuk merupakan
tradisi yang diperoleh secara turun-temurun dari keluarga. Peratan yang digunakan dapat menyebabkan kontaminasi oleh mikroba jika alat-alat tersebut
tidak dicuci secara baik Zulaikhah, 2005. Berdasarkan hasil observasi, bahan baku seperti rimpang yang digunakan
untuk membuat jamu masih dalam keadaan tidak bersih. Menurut suharmiati 2003, pencucian yang tidak benar menyebabkan kotoran masih tertinggal dan
bisa menjadi sumber pencemar. Tidak dilakukannya pengupasan pada rimpang juga bisa menjadi sumber kontaminasi bakterimikroba dalam tanah. Kondisi ini
akan semakin berbahaya jika rimpang dipupuk dengan pupuk kandang, pencucian dan pengupasan yang tidak benar akan menyebabkan bakteri tetap menempel pada
rimpang tersebut.
68
Suatu produk minuman jamu yang baik adalah minuman yang dapat menyehatkan tubuh dan tidak bahaya bila dikonsumsi. Suatu pengolahan jamu
yang sederhana dan distribusi yang kurang higienis akan menyebabkan kontaminasi mikroba Pratiwi, 2005. Jamu yang terkontaminasi oleh mikroba
akan menurunkan kualitas yang dikandung oleh jamu, misalnya baunya menjadi tidak sedap, terdapat lendir, serta warna yang tidak sesuai dengan warna bahan
yang dikandungnya Fardiaz,2003. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis,
kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Dalam proses penyiapan jamu masih menggunakan peralatan
sederhana dan tingkat sanitasi serta higiene yang kurang memadai. Hal ini masih ditambah lagi dengan rendahnya tingkat sanitasi penggunaan peralatan maupun
kemasan selama proses penyiapan jamu tersebut. Proses penyiapan Jamu Gendong yang seadanya tersebut merupakan faktor penyebab turunnya mutu jamu
yang dihasilkan, dan tentunya ini dapat berdampak terhadap mutu mikrobiologis jamu yang dihasilkan Ardiansyah, 2006
69
BAB 5. PENUTUP