52
4.2 PEMBAHASAN
4.2.1 Karaktersitik  Responden  Usaha  Jamu  Gendong  di  Jalan  Sumatera
Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember Karakteristik  responden  adalah  ciri-ciri  utama  yang  dimiliki  responden
sebagai bagian identitasnya. Responden dalam hal ini adalah pembuat jamu  Jamu Gendong  yang  berada  di  Jalan  Sumatera  Kecamatan  Sumbersari  Kabupaten
Jember.  Karakteristik  responden  pembuat  Jamu  Gendong  meliputi  umur,  jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan pendapatan.
a. Umur
Umur  adalah  usia  responden  Usaha  Jamu  Gendong  saat  dilakukan wawancara  terhitung  sejak  lahir  hingga  ulang  tahun  terakhir.  Sebagian  besar
responden  berada pada usia pertengahan 40-60 tahun, hal  ini  menunjukkan bahwa karakteristik responden  berdasarkan umur adalah  baik, karena semakin
cukup  umur  maka  tingkat  kematangan  dan  kekuatan  seseorang  akan  lebih matang dalam berpikir dan bekerja Nursalam, 2001.
Hasil  penelitian  ini  memiliki  kesamaan  dari  hasil  penelitian  Sholichah 2012, yang mana usia responden penjual Jamu Gendong rata-rata berumur 50
tahun  keatas.  Berbeda  lagi  dengan  penelitian  lainnya,  menurut  zulaikhah 2005 dimana sebagian besar responden penjual Jamu Gendong memiliki usia
20 –  40  tahun  keatas.  Usia  pertengahan  lebih  berpengalaman  dibandingkan
dengan  dewasa  dini,  karena  dewasa  dini  merupakan  suatu  masa  penyesuaian diri  dengan  cara  hidup  baru  dan  memanfaatkan  kebebasan  yang  diperolehnya
Hurlock,  1993.  Usia  lanjut  merupakan  usia  yang  banyak  mengalami perubahan.  Perubahan-perubahan  tersebut  pada  umumnya  mengarah  pada
kemunduran  kesehatan  fisik  dan  psikis  yang  akhirnya  akan  berpengaruh  juga pada aktivitas  kehidupan sehari-hari, terutama pada pekerjaanya.
b. Jenis Kelamin
Jenis  kelamin  adalah  perbedaan  antara  laki-laki  dan  perempuan  secara genital.  Perilaku  seorang  laki-laki  ada  kecenderungan  menganggap  remeh
suatu pekerjaan dibanding perempuan. Hasil survei terhadap keamanan makan melalui  telepon  dan  observasi  di  Amreika  Serikat  yang  melibatkan  7000  dan
53
2.130 penduduk dan survei ini mengungkap adanya perbedaan antara pria dan wanita  dalam  hal  menjaga  kesehatan  diri  melalui  mencuci  tangan  sebelum
menjamah makanan. Hasil penelitian ini sedikit berbeda dari hasil penelitian Sholichah 2012,
yang  mana  semua responden penjual  jamu  berjenis kelamin perempuan. Beda dengan  penelitian  Zulaikhah  2005,  yang  mana  masih  ada  responden  yang
berjenis  laki-laki  yaitu  berjumlah  6  responden  dari  40  penjual  jamu.  Hasil survei  yang  dilakukan  bahwa  kaum  wanita  lebih  sering  mencuci  tangannya
sebelum menjamah makanan dari pada pria yaitu masing-masing 74 dan 61 Susanna, 2003.
c. Pendidikan Terakhir
Pendidikan  terakhir  adalah  jenjang  pendidikan  formal  terakhir  yang pernah  ditempuh  oleh  responden  Usaha  Jamu  Gendong.  dari  hasil  penelitian
yang  telah  dilakukan,  sebagian  besar  responden  mengenyam  pendidikan terakhir  rendah  yakni  93,3.  Pendidikan  dapat  berpengaruh  terhadap
kematangan intelektual sehingga dapat mempengaruhi pola fikir dan wawasan dalam pengambilan keputusan, terutama dalam perilaku hidup sehat.
Dari  hasil  penelitian,  tidak  ada  responden  yang  berpendidikan  tinggi, yaitu  responden  dengan  pendidikan  terakhir  tamat  perguruan  tinggi  D1,  D2,
D3, S1, S2, S3. Pendidikan dalam arti formal sebenarnya adalah suatu proses penyampaian  bahan  atau  materi  pendidikan  oleh  pendidik  kepada  sasaran
pendidik  anak  didik  guna  mencapai  perubahan  tingkah  laku.  Pendidikan merupakan  salah  satu kebutuhan dasar  manusia  yang sangat diperlukan untuk
mengembangkan  diri,  semakin  tinggi  tingkat  pendidikan  semakin  mudah menerima  serta  mengembangkan  pengetahuan  dan  teknologi,  terutama
mengenai kebersihan  yang terkait dengan keberadaan  bakteri  Escherichia coli dalam jamu.
Hasil  penelitian  ini  memiliki  kesamaan  dari  hasil  penelitian  Sholichah 2012,  yang  mana  responden  penjual  jamu  sebagian  besar  memiliki
pendidikan  terakhir  rendah  yakni  75  responden  tidak  lulus  SD.  Penelitian lainnya yang dilakukan Zulaikhah 2005, juga memiliki kesamaan yang mana
54
sebagian  besar  responden  memiliki  pendidikan  terakhir  rendah  yakni  62,5 responden tidak lulus SD.
Pendidikan terkait dengan kemampuan tenaga pengolah  makanan dalam menerima informasi terutama cara mengolah makanan. Hasil survei di Instalasi
Gizi  RSUP  Fatmawati  diketahui  bahwa  sebanyak  22  orang  64,7  tenaga yang  terlibat  dalam  pengolahan  makanan  di  dapur  mempunyai  pengetahuan
dan  perilaku  kurang  tentang  sanitasi  makanan,  dan  pegawai  tersebut mempunyai pendidikan SD Marsaulina, 2004.
d. Pendapatan
Pendidikan  adalah  jumlah  uang  yang  dihasilkan  dari  pekerjaan  yang dilakukan oleh responden Usaha Jamu Gendong. dari hasil penelitian, sebagian
besar  responden  memiliki  pendapatan  rendah  Rp1.460.500bulan,  yaitu  9 responden  60.  Hal  tersebut  menunjukkan  bahwa  pendapatan  responden
masih  dibawah  UMR  Jember,  sehingga  dapat  dikatakan  berbanding  lurus dengan adanya bakteri Escherichia coli dalam jamu, karena dengan pendapatan
yang  tergolong  rendah,  responden  kurang  memperhatikan  kebersihan penanganan jamu mulai dari bahan baku sampai penyajian.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, dalam perhari penjual jamu tradisonal  dapat  menghasilkan  6  hingga  8  botol  perharianya,  dan  adapula
penjual  Jamu  Gendong  yang  menjual  jamu  dalam  jumlah  yang  banyak,  yaitu lebih  dari  20  botol.  Harga  Jamu  Gendong  masing-masing  responden  berbeda,
ada  yang  menjual  Jamu  Gendong  pergelas  seharga  2000,  1500  dan  adapula yang  menjualnya  dengan  harga  seribu  pergelasnya.  Namun  tidak  semua
pembeli  yang  membeli  dengan  memakai  gelas,  adapula  yang  membeli menggunakan  botol  aqua  500  ml  yang  dijual  dengan  harga  5000,  4000  dan
adapula yang menjualnya dengan harga 7000 rupiah.
55
4.2.2 Sumber Air Pembuatan Jamu Pada Usaha Jamu Gendong di Jalan Sumatera
Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember Sumber air pembuatan jamu adalah sumber air baku yang digunakan untuk
membuat  jamu.  Berdasarkan  hasil  observasi,  sumber  air  yang  digunakan  usaha jamu  gendong  untuk  membuat  jamunya  yaitu  menggunakan  air  sumur.  Jenis
sumur  yang  digunakan  adalah  sumur  dangkal,  yang  masing-masing  sumurnya memiliki  kedalaman  kurang  dari  10  meter.  Menurut  chandra  2007,  sumur
dangkal shalow well memiliki sumber air yang berasal dari resapan air hujan di atas permukaan  bumi terutama di daerah dataran  rendah. Jenis  sumur  ini  banyak
terdapat di Indonesia dan mudah sekali terkontaminasi air kotor yang berasal dari kegiatan  mandi-cuci-kakus  MCK  sehingga  persyaratan  sanitasi  yang  ada  perlu
sekali  diperhatikan.  Air  mengandung  bermacam-macam  bakteri  yang  dapat berasal  dari  berbagai  sumber  misalnya  udara,  sampah,  lumpur,  tanaman  atau
hewan  yang  mati,  kotoran  manusia  atau  hewan  dan  bahan  organik  Depkes  RI, 1998
Berdasarkan  hasil  observasi,  keseluruhan  air  sumur  yang  digunakan  usaha jamu gendong memiliki ciri fisik tidak berasa, tidak berbau, tidak keruh dan tidak
berwarna.  Menurut  chandra  2007,  batasan-batasan  sumber  air  yang  bersih  dan aman  tersebut  antara  lain:  a  bebas  dari  dari  kontaminasi  kuman  atau  bibit
penyakit;  b  bebas  dari  subtansi  kimia  yang  berbahaya  dan  beracun;  c  tidak berasa dan berbau; d dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan domestik
dan rumah tangga; dan e memenuhi standar minimal yang ditentukan oleh WHO atau  Departemen  Kesehatan  RI.  Akan  tetapi,  air  sumur  yang  digunakan  oleh
pembuat  jamu  secara  mikrobiologi  belum  diketahui  kualitasnya  karena  belum pernah  dilakukan  pengujian  kualitas  air.  Sumber  air  yang  digunakan  oleh  usaha
jamu gendong dapat dilihat pada gambar 4.1 dibawah ini:
56
a b
Gambar 4.1 Sumber air yang digunakan usaha jamu gendong a Jenis sumur yang digunakan usaha jamu gendong b Ciri fisik
air yang digunakan usaha jamu gendong
Berdasarkan  hasil  wawancara,  responden  menggunakan  air  sumur  untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mereka tidak menggunakan air yang bersumber
dari  PDAM  karena  air  sumur  yang  mereka  miliki  sudah  mencukupi  kebutuhan sehari-hari.  Menurut  responden,  apabila  menggunakan  air  PDAM  maka  akan
sangat boros karena PDAM juga dikenakan tarif di setiap bulannya.
4.2.3 Proses  Pembuatan  Jamu  Pada  Usaha  Jamu  Gendong  di  Jalan  Sumatera
Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember a.
Higiene personal pembuatan jamu Higiene personal pembuatan jamu adalah kebersihan diri dari orang yang
melakukan  proses  pembuatan  jamu.  Berdasarkan  hasil  penelitian  semua responden yaitu 15 responden 100 telah menggunakan pakaian yang bersih,
menjaga  kerapian  rambut,  tidak  menggaruk  anggota  badan  telinga  hidung, mulut atau bagian  lainnya, tidak  batuk atau bersin dihadapan  makanan, Tidak
menderita penyakit  mudah  menular  misalnya  influenza atau sedang  menderita penyakit  mudah  menular  misalnya  batuk  atau  influensa  akan  tetapi
menggunakan  penutup  mulut  atau  masker  dan  Tidak  menderita  infeksi  kulit misalnya  bisul  atau  kudis.  Hal  ini  sesuai  dengan  Keputusan  Menteri
Kesehatan  Republik  Indonesia  Nomor  942  Tahun  2003,  karena  pakaian  yang bersih  tidak  terkontaminasi  bakteri  Escherichia  coli.        Pembuat  jamu  dapat
57
menjadi  sumber  pencemaran  terhadap  jamu,  terutama  apabila  pembuat  jamu sedang menderita suatu penyakit atau karier Depkes RI, 2001.
Akan tetapi, semua responden Usaha Jamu Gendong  yaitu 15 responden 100  tidak  menggunakan  sarung  tangan.  Hal  ini  tidak  sesuai  dengan
Keputusan  Menteri  Kesehatan  Republik  Indonesia  Nomor  942  Tahun  2003, karena celemek, penutup mulut dan hidung, sarung tangan merupakan pakaian
kerja  yang  sebaiknya  tidak  dilepas  selama  melakukan  kegiatan  bekerja mengolah  makanan.  Sarung  tangan  dan  kebiasaan  mencuci  sangat  membantu
dalam mencegah penularan bakteri dari tangan ke makanan jamu. Selain itu, sentuhan  tangan  merupakan  penyebab  yang  paling  umum  terjadinya
pencemaran  makanan.  Mikroorganisme  yang  melekat  pada  tangan  akan berpindah  ke  dalam  makanan  dan  akan  berkembang  biak  dalam  makanan,
terutama  dalam  makanan  jadi  seperti  jamu.  Menurut  Purnawijayanti  2001, tangan  yang  kotor  atau terkontaminasi  dapat  memindahkan  bakteri  atau  virus
patogen dari tubuh,  feses atau sumber  lain  ke  minuman dalam  hal  ini  jamu. Oleh karena itu pencucian tangan merupakan hal yang pokok harus dilakukan
oleh penjamah yang terlibat dalam pembuatan jamu. Berdasarkan  hasil  penelitian  masih  terdapat  responden  yang  merokok.
Menurut  Depkes  RI  2001  kebiasaan  merokok  di  lingkungan  pengolahan makanan mengandung banyak resiko antara lain bakteri atau kuman dari mulut
dan bibir dapat dipindahkan ke tangan sehingga tangan menjadi kotor dan akan mengotori  makanan,  abu  rokok  dapat  jatuh  ke  dalam  makanan  serta  dapat
menimbulkan  bau  asap  rokok  yang  dapat  mengotori  udara.  Sebagian  besar responden  telah  mempunyai  kuku  dalam  keadaan  bersih.  Hal  ini  telah  sesuai
dengan  Keputusan  Menteri  Kesehatan  Republik  Indonesia  Nomor  942  Tahun 2003.  Kuku  yang  bersih  bertujuan  untuk  menghindari  bersarangnya  bakteri
yang  dapat  menularkan  penyakit  ke  dalam  makanan  maupun  minuman Mukono, 2004.
Berdasarkan hasil
penelitian, juga
sebagian responden
telah menggunakan  pakaian  berwarna  terang.  Hal  ini  telah  sesuai,  karena  menurut
Purnawijayanti 2001, pakaian berwarna terang digunakan agar kotoran dalam
58
pakaian mudah terlihat. Berdasarkan hasil observasi, sebagian besar responden menggunakan  gelang  dan  cincin.  Perhiasan  dan  asesoris  misalnya  gelang,
cincin, kalung dan anting sebaiknya dilepas, sebelum pekerja memasuki daerah pengolahan  makanan.  Perhiasan  dan  asesoris  dimungkinkan  menjadi  tempat
menempelnya  kotoran  atau  kuman  dari  luar  lingkungan  pengolahan  makanan dan ditakutkan dapat mengkontaminasi makanan Purnawijayanti, 2001
b. Cara pembuatan jamu
Mendidih adalah munculnya gelembung-gelembung air di seluruh bagian air ketika air tersebut dipanaskan. Gelembung-gelembung air pada keseluruhan
zat  cair  tersebut  menandakan  bahwa  keseluruhan  zat  cair  mengalami penguapan. Dengan demikian, mendidih terjadi pada saat keseluruhan zat cair
menguap bukan hanya di permukaan zat cair saja dan pada suhu tertentu saja. Suhu zat cair mendidih pada tekanan 1 atmosfer disebut titik didih. Titik didih
air  pada  tekanan  1  atmosfer  76  cmHg  adalah  100°C.  Pada  saat  mendidih, suhu zat cair tetap meskipun terus-menerus diberikan kalor. Karena kalor yang
diberikan  pada  saat  mendidih  digunakan  untuk  mengubah  wujud  zat  dari  cair menjadi  gas  menguap.  Oleh  karena  itu,  jika  air  terus-menerus  dipanaskan,
maka akan menguap dan air akan habis Prasodjo, 2008. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, responden menggunakan air
sumur untuk bahan utama pembuatan jamu gendong, sebagian responden tidak memasak  air  bersih  sampai  mendidih  dan  juga  tidak  merebus  jamu  sampai
mendidih  karena  kondisi  hangat  sudah  dirasa  cukup  untuk  produk  Jamu Gendongnya,  dan  supaya  dapat  menghemat  penggunaan  gas  karena  proses
perebusan  yang  dilakukan  lumayan  lama.  Adapula  mereka  sudah  merebus  air sampai  mendidih  dalam  jumlah  sedikit  kemudian  dicampur  dengan  air  yang
sudah  dingin.  Pada  suhu  100°C,  suhu  mendidih  air  dapat  membunuh  sel vegetatif setelah pemanasan cukup lama, tetapi tidak membunuh spora. Dengan
demikian,  dapat  dipastikan  bahwa  bahwa  bakteri  coliform  akan  mati  karena salah satu karakteristik dari bakteri  Escherichia coli  adalah tidak membentuk
spora  Purbowarsito,  2011.  Dengan  demikian,  peluang  kontaminasi  bakteri terutama Escherichia coli  pada jamu akan lebih besar karena bakteri coliform
59
mati pada  suhu 100°C dan tumbuh optimal pada  suhu 37°C, kisaran pH  yang luas antara 4,4-9,0 Jay, 2000.
Berdasarkan  hasil  penelitian,  semua  responden  telah  menghaluskan bahan  baku  jamu,  mendinginkan  jamu  yang  sudah  dimasak  dan  kemudian
memasukkannya  kedalam  botol.  Pada  observasi  di  tempat  produksi,  beberapa responden  memiliki  kebiasaan  dalam  menangani  produk  yang  telah  direbus
yaitu  mendinginkan  produk  jamu  secara  terbuka  sehingga  kemungkinan terkontaminasi oleh bahan mentah, debu, binatang liar atau kontaminasi silang
dari  peralatan  yang  digunakan  cukup  besar.  Adapun  proses  pembuatan  jamu pada usaha jamu gendong:
1 Beras Kencur
Bahan  pokok  pembuatan  jamu  beras  kencur  yaitu  tepung  beras  dan rimpang kencur. Akan tetapi responden kerap menambahkan bahan yang
lain  untuk  cita  rasa  jamu  yang  dibuatnya.  Bahan  tambahan  yang digunakan  responden  misalnya  seperti  jahe,  kunyit,  serai,  asam  jawa,
gula merah, gula pasir, dan garam. Kunyit Asam Bahan pokok pembuatan jamu kunyit yaitu kunyit dan asam. Akan tetapi
responden  kerap  menambahkan  bahan  yang  lain  untuk  cita  rasa  jamu yang  dibuatnya.  Bahan  tambahan  yang  digunakan  responden  misalnya
seperti  jahe,  kencur,  serai,  sinom,  daun  luntas,  sedikit  daun  sirih,  gula merah, gula pasir, dan garam.
2 Kunci sirih
Bahan  pokok  pembuatan  jamu  kunci  yaitu  kunci  dan  sirih.  Akan  tetapi responden  kerap  menambahkan  bahan  yang  lain  untuk  cita  rasa  jamu
yang  dibuatnya.  Bahan  tambahan  yang  digunakan  responden  misalnya seperti jahe, kencur, kunyit, cengkeh, asam jawa, jeruk nipis, serai, gula
merah, gula pasir, dan garam. Untuk proses pembuatannya, awal mula responden mencuci bahan baku,
kemudian  melakukan  pengirisan  rimpang,  bahan  yang  sudah  diiris  kemudian dihaluskan menggunakan blender, lumpang, dan gilingan. Setelah penghalusan
bahan  baku,  selanjutnya  responden  melakukan  perebusan  dengan  cara  yaitu,
60
mencampurkan  bahan  yang  sudah  halus  dengan  air  kemudian  direbus, kemudian  merebus  air  terlebih  dahulu  kemudian  didinginkan  sampai  lalu
dicampurkan  dengan  bahan  yang  sudah  halus.  Setelah  proses  perebusan  jamu kemudian disaring dan dimasukkan ke dalam botol.
Berdasarkan  hasil  wawancara  dan  observasi,  responden  membuat  jamu didasarkan pada pengalaman turun-temurun. Proses pembuatan Jamu Gendong
tidak  memiliki  perbedaan  antara  usaha  jamu  gendong  yang  satu  dan  usaha jamu  lainnya.  Perbedaan  hanya  terdapat  pada  cara  penakaran  karena    pada
pembuatan jamu tidak ada standart yang mengharuskan dosis tertentu. Adapun cara  pengolahan  jamu  yang  dilakukan  oleh  responden  Usaha  Jamu  Gendong,
yaitu  dengan  merebus  seluruh  bahan  dan  kedua  dengan  cara  mengambil  atau memeras  sari  yang  terkandung  dalam  jamu,  kemudian  dituangkan  dalam  air
matang.  Cara-cara  tersebut  dilakukan  mengikuti  cara  yang  dilakukan pendahulunya yang dilakukan secara sederhana dan tradisional.
4.2.4 Alat Penghalus Bahan Baku Pada Usaha Jamu Gendong di Jalan Sumatera
Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember Alat  penghalus  bahan  baku  merupakan  alat  yang  digunakan  untuk
menghancurkan  bahan-bahan  sampai  menjadi  halus. berdasarkan  hasil observasi, peralatan  yang  digunakan  responden  untuk  menghaluskan  bahan  baku  yaitu
menggunakan  blender, penggilingan, dan  lumpang. Pengamatan penanganan alat penghalus  bahan  baku,  sebagian  besar  responden  masih  kurang  memperhatikan
kebersihan  alat  penghalus  yang  mereka  gunakan.  Idealnya  alat  ini  selalu  dicuci setelah  digunakan  dan  dikeringkan  sebelum  digunakan,  tetapi  banyak  diantara
responden  menggunakan  untuk  produksi  berikutnya  tanpa  pencucian  terlebih dahulu.
Berdasarkan pemeriksaan  laboratorium terhadap swab alat  yang digunakan selama  proses  pengolahan  sebagian  besar  sampel  masih  mengandung  bakteri
Escherichia  coli.  Peralatan  yang  digunakan  selama  proses  pengolahan makananminuman  harus  selalu  dibersihkan.  Dalam  pengolahan  jamu  gendong
61
masih  menggunakan  peralatan  yang  sederhana  dan  cara  yang  sederhana,  cara pembuatan  yang  sederhana  dengan  menggiling,  menumbuk  merupakan  tradisi
yang diperoleh secara turun-temurun dari keluarga. Peratan yang digunakan dapat menyebabkan kontaminasi oleh mikroba jika alat-alat tersebut tidak dicuci secara
baik Zulaikhah, 2005. Berdasarkan  hasil  wawancara  dan  observasi  pada  indsutri  Jamu  Gendong
semua responden memiliki alat penghalus bahan baku dalam keadaan tidak rusak dan  tidak  retak  atau  pecah  mudah  dibersihkan  yaitu  berjumlah  15  responden
Usaha Jamu Gendong 100. Sesuai menurut Depkes RI, 1994, Peralatan yang sudah  retak  atau  pecah  selain  dapat  menimbulkan  kecelakaan  melukai  tangan
juga  menjadi  sumber  pengumpulan  kotoran  karena  tidak  akan  dapat  mencuci dengan sempurna.
4.2.5 Kualitas Bahan Rimpang Pada Usaha Jamu Gendong di Jalan Sumatera
Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember Hasil  pengamatan  dilapangan  menunjukkan  bahwa  kualitas  bahan  baku
masuk  dalam  kategori  baik,  yaitu  bahan  baku  jamu  tidak  dalam  keadaan  busuk, tidak  rusak  atau  kering,  tidak  berjamur  dan  telah  dilakukan  pencucian.  Hal  ini
sesuai  menurut  Sulistiyani  2002,  bahan-bahan  yang  sudah  rusak  oleh  mikroba dapat  menjadi  sumber  kontaminan  bagi  bahan  lain  yang  masih  sehat  atau  segar,
karena  bahan  yang  sudah  membusuk  mengandung  mikroba-mikroba  yang  dapat menular dengan cepat ke bahan  lain  yang ada disekitarnya.  Bahan  baku rimpang
yang digunakan oleh usaha jamu gendong dapat dilihat pada gambar 4.2 dibawah ini:
62
a b
Gambar 4.2 Bahan baku rimpang yang digunakan usaha jamu gendong a bahan baku untuk pembuatan jamu kunci sirih b bahan baku yang digunakan
untuk membuat jamu kencur dan kunyit
Akan tetapi bahan baku yang digunakan untuk membuat jamu masih dalam keadaan  tidak  bersih.  Berdasarkan  hasil  penelitian  yang  telah  dilakukan,
responden telah melakukan pencucian bahan baku rimpang, namun masih terdapat tanah di celah-celah kulit  yang  menempel pada  bahan rimpang  yang akan dibuat
menjadi  jamu.  Menurut  suharmiati  2003,  pencucian  yang  tidak  benar menyebabkan kotoran masih tertinggal dan bisa menjadi sumber pencemar. Tidak
dilakukannya  pengupasan  pada  rimpang  juga  bisa  menjadi  sumber  kontaminasi bakterimikroba  dalam  tanah.  Kondisi  ini  akan  semakin  berbahaya  jika  rimpang
dipupuk  dengan  pupuk  kandang,  pencucian    dan  pengupasan  yang  tidak  benar akan menyebabkan bakteri tetap menempel pada rimpang tersebut.
4.2.6 Wadah Penyimpanan Jamu Pada Usaha Jamu Gendong di Jalan Sumatera
Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember Tempat  penyimpanan  jamu  adalah  tempat  yang  digunakan  untuk
menyimpan  jamu sebelum disajikan pada pembeli. Berdasarkan  hasil wawancara dan  observasi,  sebagian  besar  responden  lebih  memilih  menggunakan  botol
plastik  dari  pada  botol  kaca,  adapun  alasan  responden  dikarenakan  penggunaan botol plastik  lebih ringan saat di  bawa  berjualan  dari pada  botol kaca. Selain  itu
pembelian  botol  plastik  yang  tergolong  murah  dan  mudah  didapat  dari  pengepul botol yang mengepul botolnya dari restoran-restoran dan hotel-hotel. Berdasarkan
penelitian Hastuti 2004, botol plastik tidak direkomendasikan untuk pemakaian
63
Jamu  Gendong,  dikarenakan  bahan  plastik  tidak  mungkin  diperlakukan  dengan perebusan  untuk  menjadikannya  bebas  cemaran.  Hasil  analisanya  mengatakan
bahwa  perlakukan  sanitasi  kemasan  mempunyai  resiko  untuk  mencemari  produk sebesar 2,3 kali.
Berdasarkan  hasil  observasi  dan  wawancara,  tidak  semua  responden menggunakan  botol  plastik,  masih  terdapat  responden  yang  menggunakan  botol
kaca  sebagai  tempat  penyimpanan  Jamu  Gendong.  Akan  tetapi  sebagian  besar responden  kurang  memperhatikan  dengan  benar  kebersihan  botol  jamu  sebelum
digunakan.  Banyaknya  responden  yang  kurang  benar  saat  melakukan  pencucian botol, adanya responden  yang tidak pernah mencuci botol jamu, pencucian botol
tidak menggunakan sabun, tidak melakukan perebusan botol bagi responden yang menggunakan  botol  kaca  dan  pengamatan  pada  penangan  botol,  setelah  dicuci
diletakkan  pada  lantai  di  tempat  produksi  tanpa  diberi  alas.  Hal  tersebut  kurang sesuai, menurut Handayani 2002, botol yang digunakan untuk tempat jamu yang
siap  dipasarkan,  sebelum  diisi  Jamu  Gendong  harus  disterilkan  terlebih  dahulu. Caranya, mula-mula botol direndam dan dicuci dengan sabun, baik bagian dalam
maupun  luarnya. Setelah dibilas  sampai  bersih dan tidak  berbau,  botol ditiriskan sampai kering, selanjutnya botol direbus dengan air mendidih selama kurang lebih
20  menit.  Botol  jamu  yang  digunakan  untuk  wadah  jamu  gendong  dapat  dilihat pada gambar 4.3 dibawah ini:
a b
Gambar 4.3 Wadah Jamu yang digunakan usaha jamu gendong a Botol plastik b Botol kaca
Botol  plastik  terutama  bekas  air  mineral,  sebetulnya  hanya  didesain  untuk sekali  pakai.  Penggunaan  lebih  dari  sekali  berisiko  mencemari  produk  dan
64
konsumennya  dengan  zat  penyusun,  misalnya  bisphenol  A  BPA.  Tukang  jamu berkualitas  menggunakan  botol  berbahan  kaca,  yang  memang  lebih  berat
dibanding  botol  plastik.  Namun  hal  ini  dilakukan  demi  menjaga  kualitas  jamu Andhika,2013.  Tempat  penyimpanan  jamu  dalam  keadaan  tertutup  bertujuan
untuk  mengurangi  resiko  kontaminasi  bakteri  Escherichia  coli.  Tempat penyimpanan  jamu  diharuskan  tidak  rusak,  retak,  dan  tidak  menimbulkan
pencemaran terhadap makanan. Tempat penyimpanan jamu harus utuh, aman dan kuat,  tempat  penyimpanan  jamu  yang  sudah  retak  atau  pecah  selain  dapat
menimbulkan  kecelakaan  melukai  tangan  juga  menjadi  sumber  pengumpulan kotoran karena tidak akan dapat mencuci secara sempurna sehingga memperbesar
resiko kontaminasi bakteri Depkes RI, 1994.
4.2.7 Alat Penuang Ke Dalam Wadah Jamu Pada Usaha Jamu Gendong di Jalan
Sumatera Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember Alat  penuang  jamu  adalah  peralatan  yang  digunakan  untuk  menuangkan
jamu  ke  dalam  botol  misalnya  saringan,  corong,  gayung.  Berdasarkan pengamatan,  responden  banyak  menggunakan  peralatan  untuk  menuang  jamu
dalam  kondisi  kurang  bersih.  Hal  ini  dikarenakan  peralatan  setelah  dicuci diletakkan pada  lantai di tempat produksi  jamu tanpa diberi alas, kemudian rata-
rata  responden  menggunakan  satu  alat  yang  dipakai  secara  bergantian  untuk beberapa  jenis  jamu,  memungkinkan  kontaminasi  silang  dari  produk  yang  lain.
Berdasarkan  penelitian  Hastuti  2004  perlakuan  sanitasi  alat  mempunyai  resiko untuk mencemari produk sebesar 2,3 kali.
Alat  penuang  jamu  ke  dalam  wadah  jamu  dapat  dilihat  pada  gambar  4.4  berikut ini:
65
a b
Gambar 4.4 alat penuang yang digunakan usaha jamu gendong a Saringan yang terlihat bersih b saringan, corong dan canting
Berdasarkan  hasil  wawancara  dan  observasi,  semua  responden  telah memakai  alat  penuang  jamu  dalam  kondisi  tidak  rusak.    Hal  ini  sudah  benar
karena alat penuang jamu yang tidak rusak dapat mengurangi kontaminasi bakteri. Alat  penyajian  jamu  yang  sudah  retak  atau  rusak  selain  dapat  menimbulkan
kecelakaan  melukai  tangan  juga  menjadi  sumber  pengumpulan  kotoran  karena tidak akan dapat mencuci dengan sempurna Depkes RI, 1994
4.2.8 Sanitasi Lingkungan Pada Usaha Jamu Gendong di Jalan Sumatera
Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember Sanitasi  lingkungan  status  kesehatan  lingkungan  yang  ada  di  sekitar
pembuatan  Jamu  Gendong.  berdasarkan  hasil  wawancara  dan  observasi,  semua responden telah memiliki tempat sampah, keseluruhan responden memiliki tempat
sampah  dengan  model  terbuka.  Tersedianya  sarana  pembuangan  atau penampungan  sampah  yang  memenuhi  syarat  kesehatan,  tidak  menjadi  sumber
pengotoran  atau  penularan  penyakit.  Sebagian  besar  tidak  terdapat  hewan pengganggu, tempat pengolahan tidak berhubungan langsung dengan jamban atau
kamar  mandi dan  hanya 4 tempat  usaja  jamu  saja  yang  mempunyai  lantai dalam kondisi  bersih  dan  tidak  licin.  Hal  tersebut  telah  sesuai  menurut  Departemen
Kesehatan  Republik Indonesia  Nomer 715 Tahun 1998, sanitasi  yang  baik  harus jauh  dari  sumber-sumber  pencemar,  kondisi  ruangan  harus  selalu  dijaga
kebersihannya,  lantai  harus  bersih,  tidak  licin  dan  tidak  terdapat  genangan  air,
66
tempat pengolahan tidak  boleh  berhubungan  langsung dengan  jamban, peturasan dan  kamar  mandi  serta  terdapat  tempat  sampah  yang  cukup  dan  dalam  kondisi
yang tertutup sehingga tidak mencemari makanan. 4.2.9
Keberadaan Bakteri Escherichia coli Pada Jamu Gendong di Jalan Sumatera Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember
Bakteri  Escherichia  coli  merupakan  salah  satu  bakteri  yang  tidak  boleh terdapat  dalam  cairan  obat  dalam  berdasarkan  Keputusan  Menteri  Kesehatan
Republik  Indonesia  Nomor  661  Tahun  1994.  Bakteri  Escherichia  coli  dipakai sebagai
indikator pencemaran,
keberadaannya dalam
produk olahan
mengindikasikan telah terjadi kontaminasi dari feses manusia atau hewan melalui air yang digunakan untuk pembuatan jamu Fardiaz, 2002. Bakteri yang mungkin
terdapat  di  dalam  air  misalnya  beberapa  spesies  dari  Pseudomonas, Chromobacterium,
Proteus, Achromobacter,
Micrococcus, Bacillus,
Streptococcus, Clostridium, Serratia, Enterobacter dan Escherichia coli  Depkes RI,  1998.  Air  sumur  tersebut  tidak  direbus  hingga  mendidih  dalam  proses
pembuatannya  menjadi  jamu,  sehingga  tidak  menutup  kemungkinan  bahwa bakteri Escherichia coli masih hidup.
Adanya  bakteri  Escherichia  coli  pada  produk  jamu  gendong  dapat disebabkan  karena  beberapa  hal  diantaranya  masih  terdapat  responden  Usaha
Jamu  Gendong  yang  higiene  personalnya  buruk,  yaitu  pada  proses  pembuatan jamu  gendong  semua  responden  tidak  menggunakan  sarung  tangan.  Selain  itu,
juga  masih  terdapat  responden  Usaha  Jamu  Gendong  yang  menggunakan perhiasan  seperti  cincin,  memiliki  kuku  dalam  keadaan  tidak  bersih,  tidak
memotong kukunya sampai  pendek dan tidak  mencuci tangan dengan sabun dan air bersih sebelum membuat jamu. Menurut Purnawijayanti 2001, Perhiasan dan
asesoris  dimungkinkan  menjadi  tempat  menempelnya  kotoran  atau  kuman  dari luar  lingkungan  pengolahan  makanan  dan  ditakutkan  dapat  mengkontaminasi
makanan. Tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri atau virus patogen dari tubuh, feses atau sumber lain ke minuman dalam hal ini jamu.
67
Oleh karena itu pencucian tangan merupakan hal yang pokok harus dilakukan oleh penjamah yang terlibat dalam pembuatan jamu.
Berdasarkan  hasil observasi,  cara pembuatan  jamu  gendong sebagian  besar responden masih belum memasak air atau merebus jamu sampai mendidih, karena
kondisi hangat sudah dirasa cukup untuk produk jamu gendong. Pada suhu 100°C, suhu mendidih air dapat membunuh sel vegetatif setelah pemanasan cukup lama,
tetapi  tidak  membunuh  spora.  Dengan  demikian,  dapat  dipastikan  bahwa  bahwa bakteri coliform akan mati karena salah satu karakteristik dari bakteri Escherichia
coli    adalah  tidak  membentuk  spora  Purbowarsito,  2011.  Dengan  demikian, peluang  kontaminasi  bakteri  terutama  Escherichia  coli    pada  jamu  akan  lebih
besar  karena  bakteri  coliform  mati  pada  suhu  100°C  dan  tumbuh  optimal  pada suhu 37°C, kisaran pH yang luas antara 4,4-9,0 Jay, 2000.
Disamping  itu,  juga  masih  terdapat  responden  usaha  jamu  gendong  yang menggunakan  peralatan  yang  kurang  bersih,  dan  wadah  penyimpanan  jamu  pun
masih  ada  yang  tidak  bersih.  Berdasarkan  pemeriksaan  laboratorium  terhadap swab alat yang digunakan selama proses pengolahan sebagian besar sampel masih
mengandung  bakteri  Escherichia  coli.  Peralatan  yang  digunakan  selama  proses pengolahan makananminuman harus selalu dibersihkan. Dalam pengolahan jamu
gendong masih menggunakan peralatan yang sederhana dan cara yang sederhana, cara  pembuatan  yang  sederhana  dengan  menggiling,  menumbuk  merupakan
tradisi  yang  diperoleh  secara  turun-temurun  dari  keluarga.  Peratan  yang digunakan  dapat  menyebabkan  kontaminasi  oleh  mikroba  jika  alat-alat  tersebut
tidak dicuci secara baik Zulaikhah, 2005. Berdasarkan  hasil  observasi,  bahan  baku  seperti  rimpang  yang  digunakan
untuk  membuat  jamu  masih  dalam  keadaan  tidak  bersih.  Menurut  suharmiati 2003,  pencucian  yang  tidak  benar  menyebabkan  kotoran  masih  tertinggal  dan
bisa  menjadi  sumber  pencemar.  Tidak  dilakukannya  pengupasan  pada  rimpang juga  bisa  menjadi  sumber  kontaminasi  bakterimikroba  dalam  tanah.  Kondisi  ini
akan semakin berbahaya jika rimpang dipupuk dengan pupuk kandang, pencucian dan pengupasan yang tidak benar akan menyebabkan bakteri tetap menempel pada
rimpang tersebut.
68
Suatu  produk  minuman  jamu  yang  baik  adalah  minuman  yang  dapat menyehatkan  tubuh  dan  tidak  bahaya  bila  dikonsumsi.  Suatu  pengolahan  jamu
yang  sederhana  dan  distribusi  yang  kurang  higienis  akan  menyebabkan kontaminasi  mikroba  Pratiwi,  2005.  Jamu  yang  terkontaminasi  oleh  mikroba
akan  menurunkan  kualitas  yang  dikandung  oleh  jamu,  misalnya  baunya  menjadi tidak  sedap,  terdapat  lendir,  serta  warna  yang  tidak  sesuai  dengan  warna  bahan
yang dikandungnya Fardiaz,2003. Keamanan pangan  adalah kondisi dan upaya yang  diperlukan  untuk  mencegah  pangan  dari  kemungkinan  cemaran  biologis,
kimia,  dan  benda  lain  yang  dapat  mengganggu,  merugikan,  dan  membahayakan kesehatan manusia. Dalam proses penyiapan jamu masih menggunakan peralatan
sederhana dan tingkat sanitasi serta higiene yang kurang memadai. Hal ini masih ditambah  lagi  dengan  rendahnya  tingkat  sanitasi  penggunaan  peralatan  maupun
kemasan  selama  proses  penyiapan  jamu  tersebut.  Proses  penyiapan  Jamu Gendong yang seadanya tersebut merupakan faktor penyebab turunnya mutu jamu
yang dihasilkan, dan tentunya  ini  dapat berdampak terhadap  mutu  mikrobiologis jamu yang dihasilkan Ardiansyah, 2006
69
BAB 5. PENUTUP