Kajian Perancangan Gelagar Jembatan Sei Belumai Berdasarkan Pembebanan RSNI T – 02 – 2005

(1)

KAJIAN PERANCANGAN GELAGAR JEMBATAN SEI

BELUMAI BERDASARKAN PEMBEBANAN RSNI T - 02 - 2005

Tugas Akhir

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh:

NURIAMAN 060404108

Dosen Pembimbing:

SUBJURUSAN STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Prof.Dr.Ing. JOHANNES TARIGAN

195612241 198103 1 002


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada saya, sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil bidang struktur Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, dengan judul Kajian Perancangan Gelagar Jembatan Sei Belumai Berdasarkan Pembebanan RSNI T – 02 – 2005.

Saya menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya terutama kepada kedua orang tua yang sangat saya cintai, mereka adalah motivator terbesar bagi saya. Tiada balasan yang dapat diberikan selain membahagiakannya dengan menyelesaikan perkuliahan ini dengan hasil yang memuaskan.

Selain itu, saya juga mengucapkan terimakasih banyak kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu :

1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai pembimbing, yang telah banyak memberikan dukungan, masukan, bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu saya menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Bapak Ir. Teruna Jaya, M.Sc selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.


(3)

3. Bapak/Ibu dosen penguji, Ir. Besman Surbakti, MT, Nursyamsi, ST, MT, dan Rahmi Karolina, ST, MT.

4. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada saya.

6. Kakak saya Yustiana berserta keluarga, dan abang saya Nurhadi berserta keluarga.

7. Cindy Anzolla Daulay, Amd, Beserta Keluarga.

8. Para alumni Teknik Sipil USU, terutama bg Husein, ST (Alumni T.Sipil 2000) yang telah banyak membantu saya mendapatkan data-data dalam penyelesaian tugas akhir saya ini.

9. Buat sahabat-sahabat para Asisten Laboratorium Studio Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Rivana Hazli, Jennete, Riki Armadi, Diana Sari, Alfi, Sadikin, dll.

10. Buat sahabat-sahabat seperjuangan para MUSTEKER, Zaenal Azhari, Muntasir Aidil, Hady Hidayat, Fadli Munawar, Fadli Sasburki, Dicky Erista, M.Sa’i Arafah, Ulil Rahman, Haikal Ahmadi, Ikrham, M.Royhan, Herri, Nasrul Amin, Muhadri Syaputra, serta teman-teman HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) dan IMS (Ikatan Mahasiswa Sipil).

11. Teman-teman mahasiswa/i angkatan 2006, M.Yusuf Saleh Nst, Atta, Rahmat, Radi, Hanif, Angga, Agung, Herry, Ajir, Budi, Khoir, Farqi, Hardiansyah,


(4)

TM.Haikal, Eko Purwanto, Sinar, Gabe, Josep, Hot Master, Dina, Biondi, Helen, Alex, Subroto, Shendy, dll.

12. Abang dan kakak senior Teknik Sipil USU, terutama bg Mizan, bg Joko, bg medi, kak rini, dll.

13. Adik-adik angkatan 2009 & 2007, para praktikan Laboratorium Studio semester A 2010/2011.

14. Seluruh rekan-rekan yang tidak mungkin saya tuliskan satu-persatu atas dukungannya yang sangat baik.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, Penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari para pembaca demi perbaikan di masa akan datang.

Akhir kata saya mengucapkan terima kasih dan semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Desember 2010

Nuriaman Penulis


(5)

ABSTRAK

Jembatan Sei Belumai merupakan jembatan yang menggunakan gelagar I segmental beton prategang (post-tensioning) dengan panjang jembatan 35,6 m dan lebar 11,25 m. Jembatan Sei Belumai terletak di desa Tumpatan Nibung, kecamatan Batang kuis, kabupaten Deli Serdang. Jembatan yang melintasi Sei Belumai ini, merupakan paket proyek jalan akses non-tol bandara Kuala Namu.

Gelagar jembatan Sei Belumai yang dalam perancangannya menggunakan peraturan pembebanan berdasarkan PPPJJR SKBI. 1.3.28.1987 Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya, dikaji ulang dengan menggunakan pembebanan yang berdasarkan RSNI T – 02 – 2005 Standar Pembebanan Untuk Jembatan. Kedua peraturan pembebanan ini memiliki beberapa perbedaan dalam parameternya seperti besar beban desain serta faktor beban yang digunakan dalam perancangan. Perbedaan ini dianalisa terhadap penggunaan tendon pada gelagar jembatan, besar eksentrisitas tendon yang didapat, tegangan yang terjadi pada saat transfer dan pada saat kondisi kerja (layan), serta besar kehilangan tegangan yang terjadi.

Dari hasil analisa perhitungan, tendon yang digunakan dari hasil kajian perancangan gelagar jembatan Sei Belumai berdasarkan pembebanan RSNI T – 02 – 2005 adalah Ø 15,24 mm (fpu = 2650 Mpa) dengan eksentrisitas pada tengah bentang ec = 561,382 mm dan eksentrisitas pada tumpuan ee = 32,3 mm. Tegangan yang terjadi pada saat transfer pada daerah kritis (tengah bentang) gelagar jembatan diperoleh tegangan di serat atas ft = – 3,300 N/mm2 < fti = 23,238 N/mm2 dan tegangan di serat bawah fb = – 32,622 N/mm2 < fci = – 36 N/mm2, tegangan pada saat kondisi beban kerja (beban layan) diperoleh tegangan di serat atas f tc = – 26,184 N/mm2 < fc = – 27 N/mm2 dan tegangan di serat bawah fbc = – 0,768 N/mm2 < ft = 46,476 N/mm2. Kehilangan tegangan yang terjadi (losses) sebesar 12,37% < 20% (asumsi kehilangan tegangan awal)


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR NOTASI ... xv

DAFTAR TABEL ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1 Umum ... 1

I.2 Permasalahan ... 4

I.3 Pembatasan Masalah ... 5

I.4 Maksud dan Tujuan ... 6

I.5 Metode Penulisan ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

II.1 Jembatan ... 9

II.1.1 Perkembangan Jembatan ... 9

II.1.2 Pengertian Jembatan ... 10

II.1.3 Klasifikasi Jembatan ... 12

II.1.4 Dasar Pemilihan Tipe Jembatan ... 16

II.1.4.a Keadaan Struktur Tanah Pondasi ... 16

II.1.4.b Faktor Peralatan dan Tenaga Teknis ... 16

II.1.4.c Faktor Bahan dan Lokasi ... 16


(7)

II.1.5 Bagian Struktur Jembatan ... 18

II.1.5.a Bagian Struktur Bagian Atas Jembatan ... 19

II.1.5.b Bagian Struktur Bagian Bawah Jembatan ... 19

II.2 Gelagar Beton Prategang ... 20

II.2.1 Pengertian Beton Prategang ... 20

II.2.2 Penggunaan Baja Prategang ... 23

II.2.3 Prinsip Dasar Prategang ... 27

II.2.4 Konsep-konsep Dasar Beton Prategang ... 28

II.2.5 Sistem Prategang dan Pengangkeran ... 33

II.2.5.a Sistem Pratarik (Pre-tensioning) ... 36

II.2.5.b Sistem Pascatarik (Post-tensioning) ... 37

II.2.5.c Prategang Termo-Listrik ... 38

II.2.5.c Prategang Secara Kimia ... 39

II.2.6 Analisa Prategang ... 40

II.2.6.a Tendon Konsentris ... 41

II.2.6.b Tendon Eksentris ... 42

II.2.6.c Tegangan Resultan pada Suatu Penampang ... 44

II.2.7 Kehilangan Prategang ... 45

II.2.8 Pembebanan Jembatan ... 47

II.2.8.a Beban dan Aksi yang Bekerja ... 47

II.2.8.b Pembebanan Jembatan di Lapangan Berdasarkan PPPJJR SKBI. 1.3.28.1987 ... 47

II.2.8.b.1 Beban Primer ... 47

II.2.8.b.2 Beban Sekunder ... 54


(8)

II.2.8.c Pembebanan Jembatan Berdasarkan

RSNI T-02-2005 ... 59

II.2.8.c.1 Beban Primer ... 59

II.2.8.c.2 Beban Sekunder ... 76

II.2.8.c.3 Beban Khusus ... 92

II.2.8.c.4 Kombinasi Beban ... 103

II.2.8.d Perbedaan Antara Pembebanan PPPJJR SKBI.1.3.28.1987 SKBI.1.3.28.1987 dengan Pembebanan RSNI T – 02 – 2005... 108

II.2.9 Beban yang Dipikul Gelagar Memanjang ... 109

II.2.10 Beban Kerja Rencana ... 110

II.2.11 Tengangan yang Diperkenankan pada Beton ... 111

II.2.12 Desain Penampang Beton Prategang Terhadap Lentur ... 113

II.2.12.a Modulus Penampang Minimum ... 113

II.2.12.b Balok dengan Eksentrisitas Tendon Bervariasi .. 116

II.2.12.c Selubung untuk Meletakan Tendon ... 117

II.2.12.d Selubung Eksentrisitas yang Membatasi ... 118

BAB III PENYAJIAN DATA ... 122

III.1 Data Dimensi Jembatan ... 122

III.2 Data Bahan di Lapangan ... 122

III.3 Data Pembebanan di Lapangan ... 123

BAB IV APLIKASI LAPANGAN ... 125

IV.1 Perhitungan Bangunan Atas Jembatan ... 125


(9)

IV.3 Perhitungan Eksentrisitas Tendon Beton Prategang (di Lapangan)

Berdasarkan Pembebanan PPPJJR SKBI. 1.3.28.1987 ... 134

IV.3.1 Perhitungan Beban Mati ... 134

IV.3.2 Perhitungan Beban Hidup ... 142

IV.3.3 Kombinasi Pembebanan ... 148

IV.3.4 Perhitungan Tegangan-tegangan Desain ... 149

IV.3.5 Kehilangan Prategang (Losses) ... 150

IV.3.5.a Kehilangan Prategang Langsung (Saat Transfer) ... 150

IV.3.5.a Kehilangan Prategang Pada Saat Service (Bergantung pada Waktu) ... 152

IV.3.6 Kontrol Tegangan yang Terjadi ... 154

IV.3.6.a Tengangan pada Saat Transfer ... 154

IV.3.6.b Tengangan Sesudah Panel Pracetak Diereksi Sebagai Penyangga ... 161

IV.3.6.c Tegangan Segera Sesudah Pengecoran Topping Slab Beton ... 162

IV.3.6.d Tegangan pada Kondisi Beban Kerja ... 163

IV.3.7 Selubungan Tendon yang Membatasi ... 166

IV.3.8 Balok Ujung (End Block) ... 168

IV.4 Perhitungan Eksentrisitas Tendon Beton Prategang Berdasarkan Pembebanan RSNI T-02-2005 ... 172

IV.4.1 Perhitungan Beban Mati ... 172

IV.4.2 Perhitungan Beban Hidup ... 188

IV.4.3 Kombinasi Pembebanan ... 197

IV.4.4 Perhitungan Tegangan-tegangan Desain ... 198


(10)

IV.4.5.a Kehilangan Prategang Langsung

(Saat Transfer) ... 199

IV.4.5.a Kehilangan Prategang Pada Saat Service (Bergantung pada Waktu) ... 200

IV.4.6 Kontrol Tegangan yang Terjadi ... 202

IV.4.6.a Tengangan pada Saat Transfer ... 202

IV.4.6.b Tengangan Sesudah Panel Pracetak Diereksi Sebagai Penyangga ... 211

IV.4.6.c Tegangan Segera Sesudah Pengecoran Topping Slab Beton ... 212

IV.4.6.d Tegangan pada Kondisi Beban Kerja ... 213

IV.4.7 Selubungan Tendon yang Membatasi ... 216

IV.4.8 Balok Ujung (End Block) ... 218

IV.5 Analisa Hasil ... 226

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 229

VII.1 Kesimpulan ... 229

VII.2 Saran ... 230

DAFTAR PUSTAKA ... xxii


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar I.1 Struktur Gelagar I Segmental Jembatan Sei Belumai ... 6

Gambar I.2 Bagan Alir Penulisan ... 8

Gambar II.1 Berbagai Tipe Jembatan Pelengkung ... 12

Gambar II.2 Jembatan Gantung ... 13

Gambar II.3 Jenis Jembatan Kabel Tarik ... 13

Gambar II.4 Jembatan Gelagar I segmental panjang 20 m ... 14

Gambar II.5 Jembatan Box Girder Beton Menerus Kelas-A, Jawa Barat, 1979 .. 15

Gambar II.6 Tipikal Struktur Jembatan ... 18

Gambar II.7 Diagram Tegangan Regangan Pada Beton ... 22

Gambar II.8 Jenis-jenis Baja yang Dipakai Untuk Beton Prategang ... 24

Gambar II.9 Diagram Tegangan-Regangan Pada Kawat Tunggal ... 25

Gambar II.10 Diagram Tegangan-Tegangan Pada Untaian Kawat ... 25

Gambar II.11 Diagram Tegangan-Regangan Pada Baja Batangan ... 25

Gambar II.12 Strands Prategang 7 Kawat Standard dan Dipadatkan ... 26

Gambar II.13 Pinsip-prinsip Prategang Linier dan Melingkar ... 27

Gambar II.14 Distribusi Tegangan Sepanjang Penampang Beton Prategang Konsentris ... 29

Gambar II.15 Momen Penahan Internal Pada Beton Prategang dan Beton Bertulang ... 30


(12)

Gambar II.17 Balok Prategang Dengan Tendon Parabola ... 32

Gambar II.18 Sistem Pengangkeran Sistem Pratarik (Pre-tensioning) ... 33

Gambar II.19 Sistem Pengangkeran Sistem Pascatarik (Post-tensioning) dengan Mengunakan jack 1000 ton ... 34

Gambar II.20 Jenis Pengankeran ... 35

Gambar II.21 Penempatan Angker Pada Beton Prategang (Post-tensioning) ... 35

Gambar II.22 Proses Pengerjaan Beton Pratarik (Pre-tensioning) ... 37

Gambar II.23 Proses Pengerjaan Beton Pascatarik (Post-tensioning) ... 38

Gambar II.24 Proses Prategang Termo-Listrik ... 39

Gambar II.25 Prategang Konsentris ... 41

Gambar II.26 Distribusi Tegangan Tendon Konsentris ... 41

Gambar II.27 Distribusi Tegangan Tendon Eksentris ... 42

Gambar II.28 Gaya-gaya Penyeimbang Beban Pada Tendon Parabola ... 43

Gambar II.29 Distribusi Tegangan Balok Prategang dengan Tendon Eksentris Beban mati dan Beban Hidup ... 44

Gambar II.30 Pembebanan Truk ”T” PPPJJR ... 50

Gambar II.31 Beban Lajur “D” PPPJJR ... 51

Gambar II.32 Ketentuan Penggunaan Beban “D” PPPJJR ... 52

Gambar II.33 Beban Lajur “D” RSNI T-02-2005 ... 64

Gambar II.34 BTR Berbanding dengan Panjang yang Dibebani ... 65


(13)

Gambar II.36 Penyebaran Pembebanan Pada Arah Melintang ... 67

Gambar II.37 Pembebanan Truk “T” (500 kN) RSNI T-02-2005 ... 68

Gambar II.38 Tambahan Beban Hidup ... 72

Gambar II.39 Faktor Beban Dinamis BGT serta Pembebanan Lajur “D” ... 73

Gambar II.40 Pembebanan untuk Pejalan Kaki ... 75

Gambar II.41 Gaya Rem per Lajur 2,75 m (KBU) ... 77

Gambar II.42 Koefisien Geser Dasar (C) Plastis untuk Analisis Statis ... 84

Gambar II.43 Wilayah Gempa Indonesia untuk Periode Ulang 500 Tahun ... 85

Gambar II.44 Beban Gempa pada Pilar Tinggi ... 89

Gambar II.45 Luas Proyeksi Pilar untuk Gaya Aliran ... 96

Gambar II.46 Penentuan Selubung cgs ... 119

Gambar II.47 Selubung yang Memungkinkan Terjadinya Tarik di Serat Beton Ekstrim ... 121

Gambar III.1 Gelagar I Segmental Jembatan Sei Belumai ... 123

Gambar III.2 Sket Letak Tendon Pada Tumpuan ... 124

Gambar III.3 Sket Letak Tendon Pada Tengah Bentang ... 124

Gambar IV.1 Potongan Melintang Pada Tumpuan ... 126

Gambar IV.2 Letak Pusat Berat Penampang Tumpuan ... 127

Gambar IV.3 Potongan Melintang Pada Tengah bentang ... 129

Gambar IV.4 Letak Pusat Berat Penampang Tengah Bentang ... 131


(14)

Gambar IV.6 Gelagar Memanjang Tengah Bentang ... 135

Gambar IV.7 Pembebanan Akibat Beban Mati Gelagar ... 137

Gambar IV.8 Diafragma Tepi ... 138

Gambar IV.9 Diafragma Tengah ... 138

Gambar IV.10 Pembebanan Akibat Beban Mati Diafragma ... 139

Gambar IV.11 Potongan Melintang Gelagar Komposit Jembatan ... 140

Gambar IV.12 Pembebanan Akibat Beban Mati Tambahan ... 141

Gambar IV.13 Pembebanan Akibat Beban Terbagi Rata (q) ... 143

Gambar IV.14 Garis Pengaruh pada Tengah Bentang Akibat Beban Garis (p) PPPJJR SKBI. 1.3.28.1987 ... 144

Gambar IV.15 Garis Pengaruh pada Seperempat Bentang Akibat Beban Garis (p) PPPJJR SKBI. 1.3.28.1987 ... 145

Gambar IV.16 Arah Kerja Horizontal Gaya Rem (PPPJJR SKBI. 1.3.28.1987) ... 147

Gambar IV.17 Besaran Penampang Komposit Tumpuan (tebal pelat 16 mm) ... 157

Gambar IV.18 Besaran Penampang Komposit Tengah Bentang (tebal pelat 16 mm) ... 159

Gambar IV.19 Tegangan Serat Beton di Tengah bentang pada Saat Transfer (di Lapangan) ... 165

Gambar IV.20 Tegangan Serat Beton di Tengah bentang pada Saat Panel Pracetak Diereksi (di Lapangan) ... 165

Gambar IV.21 Tegangan Serat Beton di Tengah bentang pada Saat Pengecoran Slab (di Lapangan) ... 165


(15)

Gambar IV.22 Tegangan Serat Beton di Tengah bentang pada Saat Kondisi Beban

Kerja (di Lapangan) ... 165

Gambar IV.23 Selubung Tendon Prategang pada Gelagar (dengan Pembebanan PPPJJR SKBI 1.3.28. 1987) ... 166

Gambar IV.24 Letak Tendon pada Gelagar Memanjang (dengan Pembebanan PPPJJR SKBI 1.3.28. 1987) ... 167

Gambar IV.25 Letak Posisi Angkur di Tumpun ... 168

Gambar IV.26 Transmisi Gaya pada Blok Ujung / End Block ... 168

Gambar IV.27 Grafik Tegangan pada Daerah Block Ujung / End Block ... 168

Gambar IV.28 Potongan Melintang Jembatan ... 176

Gambar IV.29 Tranfer Beban Angin ke Lantai Jembatan ... 179

Gambar IV.30 Kombinasi I Beban mati ... 180

Gambar IV.31 Kombinasi II Beban mati + Beban Hidup Truk ... 181

Gambar IV.32 Beban Sumbu Terberat Pembebanan Truk ”T” ... 185

Gambar IV.33 Penyebaran Beban Truk ”T” ... 186

Gambar IV.34 Potongan Melintang Gelagar Komposit Jembatan (tebal pelat 20 mm) ... 187

Gambar IV.35 Garis Pengaruh pada Tengah Bentang Akibat Beban Garis (p) RSNI T–02–2005 ... 191

Gambar IV.36 Garis Pengaruh pada Seperempat Bentang Akibat Beban Garis (p) RSNI T–02–2005 ... 192


(16)

Gambar IV.38 Garis Pengaruh pada Seperempat Bentang Akibat

Beban Angin (PEW) ... 195

Gambar IV.39 Arah Kerja Horizontal Gaya Rem (RSNI T–02–2005) ... 196

Gambar IV.40 Letak Tendon pada Tengah Bentang ... 205

Gambar IV.41 Letak Tendon pada Tumpuan ... 207

Gambar IV.42 Besaran Penampang Komposit Tumpuan (tebal pelat 20 mm) ... 207

Gambar IV.43 Besaran Penampang Komposit Tengah Bentang (tebal pelat 20 mm) ... 209

Gambar IV.44 Tegangan Serat Beton di Tengah bentang pada Saat Transfer ... 215

Gambar IV.45 Tegangan Serat Beton di Tengah bentang pada Saat Panel Pracetak Diereksi ... 215

Gambar IV.46 Tegangan Serat Beton di Tengah bentang pada Saat Pengecoran Slab ... 215

Gambar IV.47 Tegangan Serat Beton di Tengah bentang pada Saat Kondisi Beban Kerja ... 215

Gambar IV.48 Selubung Tendon Prategang pada Gelagar (dengan Pembebanan RSNI T-02-2005) ... 216

Gambar IV.49 Letak Tendon pada Gelagar Memanjang (dengan Pembebanan RSNI T-02-2005) ... 217

Gambar IV.50 Gelagar Potongan Memanjang Jembatan Sei Belumai ... 221

Gambar IV.51 Gelagar Potongan Melintang Jembatan Sei Belumai ... 222

Gambar IV.52 Penulangan Pelat Jembatan ... 223


(17)

DAFTAR NOTASI

Aps Luas tulangan prategang di daerah tarik Av Luas bidang gesr

amin Lengan minimum dari kopel tendon amaks Lengan maksimum dari kopel tendon bw Lebar badan

c Jarak dari serat tekan terluar ke sumbu netral

cb Jarak dari pusat berat penampang (garis cgc) ke serat atas ct Jarak dari pusat berat penampang (garis cgc) ke serat atas db Diameter nominal batang, kawat atau kabel prategang e eksentrisitas tendon dari pusat berat penampang beton, cgc

ec eksentrisitas tendon prategang di penampang kritis/tengah bentang ee eksentrisitas tendon prategang di penampang tumpuan

Ec Modulus elastisitas beton

Eps Modulus elastisitas batang prategang f’c Kuat tekan beton yang ditetapkan

fc Tegangan tekan izin maksimum di beton sesudah kehilangan pada taraf beban kerja

fci Tegangan tekan izin maksimum di beton segera sesudah transfer dan sebelum terjadi kehilangan

ft Tegangan tarik izin maksimum di beton sesudah semua kehilangan pada taraf beban kerja


(18)

fti Tegangan tarik izin maksimum di beton segera sesudah transfer dan sebelum kehilangan

fcr Kuat tekan beton rata-rata syang diperlukan sebagai dasar untuk penentuan proporsi beton

fps Tegangan di batang prategang pada kondisi kuat nominal fpe Prategang efektif sesudah kehilangan

fpi Prategang awal sebelum kehilangan

fpu Kuat tarik tendon prategang yang ditetapkan fpy Kuat leleh tendon prategang yang ditetapkan fv Kuat geser pons yang disyaratkan

h Tebal total komponen struktur

I Momen inersia penampang yang menahan beban luar terfaktor

Icr Momen inersia penampang retak tetransformasi ke beton Ie Momen inersia efektif untuk perhitungan defleksi

Icr Momen inersia penampang yang menahan beban luar terfaktor kb Titik kern bawah

kb Titik kern atas

Ma Momen maksimum di komponen struktur pada saat defleksi Mcr Momen retak

Mu Momen terfaktor di penampang

n rasio modulus elastisitas Es/Ec atau Eps/Ec Nu Beban aksial terfaktor

Pn Kuat beban aksial nominal pada eksentrisitas yang di ketahui r Radius girasi penampang komponen struktur tekan


(19)

s Jarak tulangan geser atau torsi yang diukur dalam arah sejajar tulangan

longitudinal

St Modulus penampang atas penampang beton Sb Modulus penampang bawah penampang beton Vc Kuat geser nominal yang diberikan oleh beton

Vs Kuat geser nominal yang diberikan oleh tulangan geser Vu Gaya geser terfaktor di penampang


(20)

DAFTAR TABEL

Tabel II.1 Tipe Jembatan dan Aplikasi Panjang Jembatan ... 18

Tabel II.2 Strand Standar Tujuh Kawat Untuk Beton Prategang ... 26

Tabel II.3 Koefisien Friksi Tendon Pasca-tarik ... 46

Tabel II.4 Berat Isi untuk Beban Mati (t/m³) (PPPJJR SKBI. 1.3.28.1987) ... 48

Tabel II.5 Jumlah Jalur Lalu lintas ... 49

Tabel II.6 Modulus Elastisitas Young (E) dan Koefisien Muai Panjang (Є) ... 57

Tabel II.7 Ringkasan Aksi-aksi Rencana ... 60

Tabel II.8 Faktor Beban untuk Berat Sendiri ... 61

Tabel II.9 Berat Isi untuk Beban Mati (kN/m³) ... 61

Tabel II.10 Faktor Beban untuk Beban Mati Tambahan ... 62

Tabel II.11 Jumlah Lajur Lalu Lintas Rencana ... 63

Tabel II.12 Faktor Beban Akibat Beban Lajur “D” ... 64

Tabel II.13 Faktor Beban Akibat Pembebanan Truk “T” ... 68

Tabel II.14 Faktor Distribusi Untuk Pembebanan Truk “T” ... 69

Tabel II.15 Faktor Beban Akibat Tekanan Tanah ... 70

Tabel II.16 Sifat Tanah untuk Tekanan Tanah ... 71

Tabel II.17 Faktor Beban Akibat Pembebanan untuk Pejalan Kaki ... 75

Tabel II.18 Faktor Beban Akibat Gaya Rem ... 77


(21)

Tabel II.20 Gradien Perbedaan Temperatur ... 79

Tabel II.21 Faktor Beban Akibat Pengaruh Temperatur atau Suhu ... 80

Tabel II.22 Temperatur Jembatan Rata-rata Nominal ... 80

Tabel II.23 Sifat Bahan Rata-rata Akibat Pengaruh Temperatur ... 80

Tabel II.24 Faktor Beban Akibat Beban Angin ... 81

Tabel II.25 Koefisien Seret Untuk Rambu Jalan ... 81

Tabel II.26 Faktor Beban Akibat Penyusutan dan Rangkak ... 82

Tabel II.27 Faktor Beban Akibat Pengaruh Gempa ... 82

Tabel II.28 Kondisi Tanah untuk Koefisien Geser Dasar ... 87

Tabel II.29 Titik Belok Untuk Garis Dalam Gambar II.42 ... 87

Tabel II.30 Faktor Kepentingan ... 88

Tabel II.31 Faktor Tipe Bangunan ... 88

Tabel II.32 Koefisien Geser Dasar untuk Tekanan Tanah Lateral ... 90

Tabel II.33 Gaya air lateral akibat gempa ... 91

Tabel II.34 Faktor Beban Akibat Gesekan pada Perletakan ... 92

Tabel II.35 Faktor Beban Akibat Gaya Sentrifugal ... 93

Tabel II.36 Faktor Beban Akibat Pengaruh Pelaksanaan ... 94

Tabel II.37 Faktor Beban Akibat Aliran Air, Benda Hanyutan dan Tumbukan dengan Batang Kayu ... 94

Tabel II.38 Periode Ulang Banjir Untuk Kecepatan Air ... 95


(22)

Tabel II.40 Koefisien Koreksi untuk Bentuk Penampang Pilar (Piers) ... 96 Tabel II.41 Koefisien Koreksi untuk Arah Datang Aliran Air ... 96 Tabel II.42 Lendutan Ekuivalen untuk Tumbukan Batang Kayu ... 98 Tabel II.43 Faktor Beban Akibat Beban Tumbukan Pada Penyangga Jembatan ... 99 Tabel II.44 Faktor Beban Akibat Tekanan Hidrostatis Dan Gaya Apung ... 101 Tabel II.45 Faktor Beban Akibat Pengaruh Prategang ... 102 Tabel II.46 Tipe Aksi Rencana ... 103 Tabel II.47 Pengaruh Umur Rencana pada Faktor Beban Ultimit ... 104 Tabel II.48 Kombinasi Beban Untuk Keadaan Batas Daya Layan ... 104 Tabel II.49 Ringkasasn Kombinasi Beban untuk Batas Daya Layan dan Ultimit ... 105 Tabel II.50 Kombinasi Beban untuk Perencanaan Tegangan Kerja ... 107 Tabel II.51 Pembebanan PPPJJR SKBI. 1.3.28.1987 dan RSNI T – 02 – 2005 ... 108 Tabel II.52 Faktor Keamanan Parsial Untuk Beban-beban γ ... 111 Tabel II.53 Tegangan Maksimum yang Diperkenankan di dalam Beton ... 112 Tabel III.1 Data Beton ... 122 Tabel III.2 Data Spesifikasi Tendon yang Dipakai di Lapangan ... 122 Tabel IV.1 Perhitungan Penampang Balok Pada Tumpuan ... 127 Tabel IV.2 Perhitungan Penampang Balok Pada Tengah Bentang ... 130 Tabel IV.3 Perhitungan Momen pada Gelagar ... 148 Tabel IV.4 Kombinasi I (PPPJJR SKBI. 1.3.28.1987) ... 148


(23)

Tabel IV.5 Kombinasi II (PPPJJR SKBI. 1.3.28.1987) ... 148 Tabel IV.6 Data Spesifikasi Tendon yang Dipakai di Lapangan ... 150 Tabel IV.7 Perhitungan Letak Pusat Berat Tendon pada Tengah Bentang (di Lapangan) ... 154 Tabel IV.8 Perhitungan Letak Pusat Berat Tendon pada Tumpuan (di Lapangan) .... 155 Tabel IV.9 Momen Maksimum Kombinasi I ... 181 Tabel IV.10 Momen Maksimum Kombinasi II ... 182 Tabel IV.11 Perhitungan Momen pada Gelagar ... 197 Tabel IV.12 Kombinasi I (RSNI T–02–2005) ... 197 Tabel IV.13 Kombinasi II (RSNI T–02–2005) ... 198 Tabel IV.14 Data Spesifikasi Tendon ... 198 Tabel IV.15 Perhitungan Letak Pusat Berat Tendon pada Tengah Bentang ... 204 Tabel IV.16 Perhitungan Letak Pusat Berat Tendon pada Tumpuan ... 205 Tabel IV.17 Tendon di Lapangan dan Tendon Perancangan ... 225 Tabel IV.18 Analisa Tengangan yang Terjadi pada Gelagar Berdasarkan

Pembebanan RSNI T-02-2005 dan Pembebanan PPPJJR SKBI 1.3.28. 1987 (di Lapangan) ... 226


(24)

ABSTRAK

Jembatan Sei Belumai merupakan jembatan yang menggunakan gelagar I segmental beton prategang (post-tensioning) dengan panjang jembatan 35,6 m dan lebar 11,25 m. Jembatan Sei Belumai terletak di desa Tumpatan Nibung, kecamatan Batang kuis, kabupaten Deli Serdang. Jembatan yang melintasi Sei Belumai ini, merupakan paket proyek jalan akses non-tol bandara Kuala Namu.

Gelagar jembatan Sei Belumai yang dalam perancangannya menggunakan peraturan pembebanan berdasarkan PPPJJR SKBI. 1.3.28.1987 Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya, dikaji ulang dengan menggunakan pembebanan yang berdasarkan RSNI T – 02 – 2005 Standar Pembebanan Untuk Jembatan. Kedua peraturan pembebanan ini memiliki beberapa perbedaan dalam parameternya seperti besar beban desain serta faktor beban yang digunakan dalam perancangan. Perbedaan ini dianalisa terhadap penggunaan tendon pada gelagar jembatan, besar eksentrisitas tendon yang didapat, tegangan yang terjadi pada saat transfer dan pada saat kondisi kerja (layan), serta besar kehilangan tegangan yang terjadi.

Dari hasil analisa perhitungan, tendon yang digunakan dari hasil kajian perancangan gelagar jembatan Sei Belumai berdasarkan pembebanan RSNI T – 02 – 2005 adalah Ø 15,24 mm (fpu = 2650 Mpa) dengan eksentrisitas pada tengah bentang ec = 561,382 mm dan eksentrisitas pada tumpuan ee = 32,3 mm. Tegangan yang terjadi pada saat transfer pada daerah kritis (tengah bentang) gelagar jembatan diperoleh tegangan di serat atas ft = – 3,300 N/mm2 < fti = 23,238 N/mm2 dan tegangan di serat bawah fb = – 32,622 N/mm2 < fci = – 36 N/mm2, tegangan pada saat kondisi beban kerja (beban layan) diperoleh tegangan di serat atas f tc = – 26,184 N/mm2 < fc = – 27 N/mm2 dan tegangan di serat bawah fbc = – 0,768 N/mm2 < ft = 46,476 N/mm2. Kehilangan tegangan yang terjadi (losses) sebesar 12,37% < 20% (asumsi kehilangan tegangan awal)


(25)

BAB I

PENDAHULUAN

I. 1 Umum

Jembatan adalah struktur yang dibangun dengan tujuan menghubungkan dua dataran yang terpisah oleh perairan (dataran yang lebih rendah). Pada awalnya jembatan dibuat sangat sederhana dengan menggunakan kayu. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, jembatan mulai dibuat dengan mengunakan beton atau beton yang dikompositkan dengan baja. Kemudian, dengan berkembangnya teknologi beton, mulailah orang-orang membuat jembatan dengan menggunakan beton prategang.

Jembatan Sei Belumai merupakan jembatan beton prategang, dimana gelagar dari jembatan tersebut merupakan gelagar I segmental beton prategang (post-tensioning) dengan panjang jembatan 35,6 m dan lebar 11,25 m. Jembatan Sei

Belumai terletak di desa Tumpatan Nibung, kecamatan Batang kuis, kabupaten Deli Serdang. Jembatan yang melintasi Sei Belumai ini, merupakan paket proyek jalan akses non-tol bandara Kuala Namu, yang di dalamnya juga terdapat jembatan yang melintasi dua sungai lainya yaitu, Sei Penara dan Sei Merah.

Jembatan yang merupakan bagian dari jalan sangat diperlukan dalam sistem jaringan transportasi darat yang akan menunjang pembangunan nasional di masa yang akan datang. Oleh sebab itu perencanaan, pembangunan dan rehabilitasi serta pabrikasi perlu diperhatikan dengan efektif dan efisien mungkin, sehingga pembangunan jembatan dapat mencapai sasaran umur jembatan yang direncanakan.


(26)

Sejak tahun 1965, kurang lebih 47% dari semua jembatan yang dibangun dari Jerman terbuat dari beton prategang. Pada akhir tahun 1960-an dan tahun 1970-an sebahagian besar jembatan diseluruh dunia dengan bentang menengah 30m – 90m dan jembatan besar dengan panjang 305 m dibangun dengan beton prategang.

Struktur beton prategang didefenisikan sebagai suatu sistem struktur beton khusus dengan cara memberikan tegangan awal tertentu pada komponen sebelum digunakan untuk mendukung beban luar sesuai dengan yang diingikan. Tujuan memberikan tegangan awal atau prategangan, adalah untuk menimbulkan tegangan awal tekan beton pada lokasi di mana nantinya akan timbul tegangan tarik pada waktu komponen mendukung beban sedemikian rupa sehingga diharapkan sewaktu beban seluruhnya bekerja tegangan tarik total berkurang atau hilang sama sekali.

Pemberian gaya prategang pada komponen struktur beton prategang yang menggunakan tendon baja, dalam pelaksanaan pemberian prategang terdiri dari dua macam, yaitu pra-penarikan (pre-tensioning) dan penarikan purna (post-tensioning) atau pasca-tarik.

Seperti diketahui bahan beton tidak kuat untuk menahan tegangan tarik, sehingga selalu diusahakan untuk menghindari timbulnya tegangan tarik di dalam beton. Berkurang atau lenyapnya tegangan tarik di dalam beton mengurangi masalah retak atau bahkan tercapainya keadaan bebas retak pada tingakat beban kerja. Usaha menghilangkan retak-retak pada beton lebih lanjut berarti mencegah berlangsungnya proses korosi (pengaratan) tulangan melalui proses oksidasi. Tercapainya hal tersebut merupakan salah satu kelebihan beton prategang dibandingkan dengan beton bertulang biasa, khususnya apabila struktur digunakan di tempat terbuka terhadap


(27)

cuaca atau lingkungan korosif. Penampang balok dalam keadaan tertekan mampu mencegah timbulnya tegangan tarik diagonal di badan balok sehingga mengurangi kecenderungan terjadinya retak-retak miring. Disamping bahwa komponen struktur yang bebas retak memiliki kekakuan lebih besar dibawah beban-beban kerja karena seluruh penampangnya bekerja efektif.

Komponen struktur prategang mempunyai tinggi penampang yang lebih kecil dibandingkan dengan tinggi penampang beton bertulang untuk kondisi bentang dan beban yang sama. Pada umumnya, tinggi komponen struktur beton prategang berkisar 65 % - 80% persen dari tinggi komponen beton bertulang. Dengan demikian, komponen struktur prategang membutuhkan lebih sedikit beton, serta membutuhkan tulangan yang lebih sedikit pula, yaitu sekitar 20% - 35% persen banyaknya tulangan. Selain itu, dengan memasang tendon melengkung mengikuti koordinat yang diinginkan akan menimbulkan komponen gaya vertikal yang sangat membantu untuk memikul geser. Ketahanan terhadap geser yang lebih baik dan efektivitas penampang tersebut memberikan dimensi penampang komponen struktur prategang menjadi lebih ramping, yang selanjutnya juga akan memberikan keuntuangan berkurangnya beban mati.

Apabila bentang balok dari beton bertulang memiliki bentang yang panjang melebihi 20 sampai 30 m, maka beban mati balok tersebut menjadi sangat berlebihan, yang menghasilkan komponen struktur yang lebih berat, akibatnya, retak dan defleksi jangka panjang yang lebih besar. Jadi, untuk bentang yang panjang, beton prategang merupakan suatu keharusan karena dengan pembuatan pelengkung mahal serta tidak dapat berperilaku dengan baik akibat adanya rangka dan susut


(28)

jangka panjang yang dialaminya. Bentang yang panjang, seperti gelagar pada jembatan dalam kontruksinya biasanya menggunakan beton prategang.

Gelagar merupakan salah satu bagian jembatan yang sangat penting dalam kontruksi jembatan. Fungsinya haruslah mampu memikul gaya-gaya yang dibebankan kepadanya, dan kemudian meyalurkannya ke abutment. Gelagar jembatan yang menggunakan beton prategang dalam kontruksinya memiliki keuntungan dalam menahan berbagai gaya yang timbul akibat beban kendaraan serta beban kontruksi diatasnya. Gelagar beton prategang yang digunakan juga mampu meminimalkan beban mati dari kontruksi, sehingga beban yang disalurkan dari abutmen ke pondasi menjadi lebih kecil yang selanjutnya pondasi yang lebih ringan dapat digunakan akibat berat kumulatif struktur atas yang lebih kecil.

I. 2 Permasalahan

Penggunaan struktur beton prategang dalam jembatan menimbulkan permasalahan, dimulai dari perencanaan awal hingga pelaksanaan beton prategang itu dilapangan. Perancangan Gelagar jembatan Sei Belumai yang berdasarkan pembebanan SKBI. 1.3.28.1987 Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya telah selesai dilaksanakan di lapangan . Namun, hasil perancangan perlu

dikaji kembali dengan pembebanan yang terbaru (RSNI T – 02 – 2005 Standar Pembebanan Untuk Jembatan) sebagai bahan pembelajaran yang akan datang.


(29)

1. Perhitungan besar eksentrisitas tendon beton prategang

2. Perhitungan tegangan yang terjadi pada gelagar jembatan beton prategang pada saat transfer maupun pada saat kondisi beban kerja (layan)

3. Menghitung besar kehilangan gaya prategang yang terjadi

4. Menentukan penulangan pada balok ujung (End block)

I. 3 Pembatasan Masalah

Permasalahan dalam perancangan beton prategang begitu rumit dan kompleks. Oleh karena itu, dalam hal ini penulis membatasi permasalahan pada perencanaan bangunan atas jembatan khususnya pada perangangan gelagar jembatan Sei Belumai berdasarkan pembebanan RSNI T – 02 – 2005 2005 Standar Pembebanan Untuk Jembatan. Adapun batasan-batasan yang digunakan penulis

sesuai data-data yang didapat di lapangan, yaitu : 1. Panjang jembatan 35,6 meter

2. Lebar jembatan 11,25 meter

3. Model gelagar I segmental terdiri dari 5 segmen dengan mutu beton K-600

4. Sistem penarikan (jacking) tendon dilakukan dengan sistem pascatarik (post-tension)

5. Mutu beton pelat lantai dan diafragma K-350


(30)

PANJANG GIRDER 3560 700

160

700

160

760 700 700

555 150 550 380 380 560 140 555

7. Dimensi gelagar berdasakan data yang didapat di lapangan , yaitu WIKA BETON – 09–IK–008 Pembuatan Balok Jembatan – I Segmental

Gambar I.1 Struktur Gelagar I Segmental Jembatan Sei Belumai

8. Pembuktian perbandingan hasil perhitungan dengan hasil di lapangan terbatas hanya pada perhitungan besar eksentrisitas, tegangan yang terjadi pada pada saat transfer maupun pada saat kondisi beban kerja dan besar kehilangan yang terjadi pada gelagar.

I. 4 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah :

1. Mengetahui besar eksentrisitas tendon beton prategang pada gelagar jembatan

2. Mengetahui tegangan yang terjadi pada saat transfer maupun pada saat beban kerja (layan) pada gelagar jembatan Sei Belumai dengan pembebanan yang berdasarkan RSNI T – 02 – 2005 Standar Pembebanan Untuk Jembatan

3. Mengetahui besar kehilangan gaya prategang yang terjadi


(31)

I. 5 Metode Penulisan

Untuk mencapai tujuan penulisan tugas akhir yang baik, metode penulisan yang dilakukan dengan membagi kedalam garis-garis besar penulisan sebagai berikut

1. Melakukan Pengumpulan data-data dari lapangan, yang berupa gambar rencana jembatan Sei Belumai, serta pembebanan yang digunakan (SKBI. 1.3.28.1987 Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya) 2. Melakukan tinjauan studi kepustakaan, dengan cacaran refrensi

buku-dalam penyusunan teori serta rumusan yang berhubungan erat dengan tugas akhir ini, guna melengkapi dan mendukungan penulisan

3. Melakukan analisa data-data yang telah diperoleh dari lapangan yang menggunakan pembebanan SKBI. 1.3.28.1987 Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya, kemudian melakukan perhitungan

tegangan yang terjadi dengan besar eksentrisitas yang didapat serta besar kehilangan yang terjadi pada gelagar pada gelagar jembatan Sei Belumai dengan pembebanan yang berdasarkan RSNI T – 02 – 2005 Standar Pembebanan Untuk Jembatan dan studi kepustakaan yang kemudian

disusun secara sitematis sehingga pada akhirnya diperoleh suatu kesimpulan dan hasil yang tersebut.

4. Memberikan suatu kesimpulan dari pokok permasalahan dan perhitungan yang disajikan sehingga tujuan penulisan dapat dicapai


(32)

Adapun metode penelitian pada tugas akhir ini dapat digambarkan dalam bentuk Flow chart berikut ini :

Gambar I.2 Bagan Alir Penulisan Maksud Dan Tujuan

Penulisan

Studi Literatur

Gambaran Umum Perencaaan Gelagar

Prategang Penyusunan Teori dan

Rumusan yang sesuai

Kesimpulan dan Saran. Perhitungan tegangan yang terjadi dengan besar eksentrisitas yang didapat

serta besar kehilangan yang terjadi Start/Permulaan

Data Perancangan di Lapangan (Pembebanan

SKBI. 1.3.28.1987)

Analisa Hasil

Selesai

Berdasarkan Pembebanan RSNI T – 02 – 2005 Berdasarkan Pembebanan


(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Jembatan

II.1.1 Perkembangan Jembatan

Jembatan dikatakan sebagai peralatan yang tertua di dalam peradaban manusia. Pada zaman dahulu, jembatan dibuat untuk menyeberangi sungai kecil dengan menggunakan balok kayu atau batang pohon yang besar dan kuat. Menurut Degrand, jembatan pertama sekali tercatat pernah dibangun di sungai Nil oleh raja Manes dari Mesir pada tahun 2650 SM. Suatu deskripsi jembatan kayu yang dibangun Ratu Semiwaris dari Babilonis yang melintasi sungai Efhrat pada tahun 783 SM juga pernah disusun oleh Diodrons Siculus.

Jembatan ini berlantai kayu, dan bertumpu pada pier dari batu. Lantai kayu ini dapat dipindahkan atau digeser pada malam hari untuk mencegah pencuri memasuki kota. Jembatan terapung, yang terbuat dari rangkaian perahu untuk menyeberangkan tentara pada masa-masa perang pernah dibangun oleh raja Alexander dari Cyprus pad tahun 556 SM. Jembatan kayu digunakan telah lama, disebabkan materialnya banyak, dan pelaksanaannya mudah.

Perkembangan Jembatan semakin maju, antara lain dikarenakan penemuan-penemuan material yang baru antara lain kayu atau batu digabungkan dengan besi. Jembatan pelengkung beton yang pertama dibangun pada tahun 1776 melintas sungai Severn di Inggris. Belakangan pada tahun 1824 jembatan gelagar baja dibangun pada jalan kereta api Dublin Drogheda.


(34)

Jembatan beton hanya digunakan untuk bentuk pelengkung, karena tidak kuat menahan tegangan tarik. Dengan penemuan baja pada tahun 1825, masa pembangunan jembatan modern dimulai. Pada tahun 1964, dibangunlah suatu jembatan yang terpanjang di dunia pada saat itu, yaitu Jembatan Verazano di New York - USA dengan bentang total adalah 2038 meter, dengan bentang utama adalah 1298 meter. Di banyak negara, jembatan umumnya dibuat dari beton bertulang, walaupun mulai digantikan oleh beton pratekan.

II.1.2 Pengertiaan Jembatan

Berdasarkan UU 38 Tahun 2004 bahwa jalan dan juga termasuk jembatan sebagai bagian dari sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung bidang ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan yang dikembangkan melalui pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah.

Konstruksi jembatan adalah suatu konstruksi bangunan pelengkap sarana trasportasi jalan yang menghubungkan suatu tempat ke tempat yang lainnya, yang dapat dilintasi oleh sesuatu benda bergerak misalnya suatu lintas yang terputus akibat suatu rintangan atau sebab lainnya, dengan cara melompati rintangan tersebut tanpa menimbun / menutup rintangan itu dan apabila jembatan terputus maka lalu lintas akan terhenti. Lintas tersebut bisa merupakan jalan kendaraan, jalan kereta api atau jalan pejalan kaki, sedangkan rintangan tersebut dapat berupa jalan kenderaan, jalan kereta api, sungai, lintasan air, lembah atau jurang.

Jembatan juga merupakan suatu bangunan pelengkap prasarana lalu lintas darat dengan konstruksi terdiri dari pondasi, struktur bangunan bawah dan struktur


(35)

bangunan atas, yang menghubungkan dua ujung jalan yang terputus akibat bentuk rintangan melalui konstruksi struktur bangunan atas.

Jembatan adalah jenis bangunan yang apabila akan dilakukan perubahan konstruksi, tidak dapat dimodifikasi secara mudah, biaya yang diperlukan relatif mahal dan berpengaruh pada kelancaran lalu lintas pada saat pelaksanaan pekerjaan. Jembatan dibangun dengan umur rencana 100 tahun untuk jembatan besar, minimum jembatan dapat digunakan 50 tahun. Ini berarti, disamping kekuatan dan kemampuan untuk melayani beban lalu lintas, perlu diperhatikan juga bagaimana pemeliharaan jembatan yang baik.

Karena perkembangan lalu lintas yang ada relatip besar, jembatan yang dibangun, biasanya dalam beberapa tahun tidak mampu lagi menampung volume lalu lintas, sehingga biasanya perlu diadakan pelebaran. Untuk memudahkan pelebaran perlu disiapkan desain dari seluruh jembatan sehingga dimungkinkan dilakukan pelebaran dikemudian hari, sehingga pelebaran dapat dilaksanakan dengan biaya yang murah dan konstruksi menjadi mudah.

Pada saat pelaksanaan konstruksi jembatan harus dilakukan pengawasan dan pengujian yang tepat untuk memastikan bahwa seluruh pekerjaan dapat diselesaikan, sesuai dengan tahapan pekerjaan yang benar dan memenuhi persyaratan teknis yang berlaku, sehingga dicapai pelaksanaan yang efektif dan efisien, biaya dan mutu serta waktu yang telah ditentukan.


(36)

II.1.3 Klasifikasi Jembatan

Ditinjau dari berbagai aspek, maka jembatan diklasifikasikan atas : 1. Ditinjau dari material yang digunakan, jembatan bisa dibedakan, yakni :

a. Jembatan Kayu

b. Jembatan Gelagar Baja c. Jembatan Beton Bertulang d. Jembatan Komposit e. Jembatan Beton Prategang

Jembatan Khusus, misalnya jembatan dimana mutu bahannya berbeda untuk konstruksi utama dan sekunder / jembatan gelagar baja pratekan.

2. Ditinjau dari bentuk struktur konstruksi, jembatan bisa dibedakan ,yakni : a. Jembatan batang kayu (Log bridge)

b. Jembatan gelagar biasa (Beam bridge) c. Jembatan portal (Rigid frame bridge) d. Jembatan penyangga (Cantilever bridge)

e. Jembatan lengkung atau portal (Compression arch bridge)

Gambar II.1 Berbagai Tipe Jembatan Pelengkung


(37)

f. Jembatan gantung (Suspension bridge)

Gambar II.2 Jembatan Gantung

(Sumber: Chen & Duan, 2000)

g. Jembatan kerangka (Truss bridge)

h. Jembatan kabel penahan (Cable-stayed bridge)

Gambar II.3 Jenis Jembatan Kabel Tarik (a) jembatan bentang dua dengan angker tanah dan

(b) jembatan bentang tiga dengan pendukung antara di sisi bentang

(Sumber: Chen & Duan, 2000)

i. Jembatan gelagar I segmental beton atau beton pra tekan

Jembatan gelagar sederhana merupakan suatu jembatan, yang konstruksi utama (bagian atas) terdiri dari beberapa buah gelagar, yang dikonstruksikan dan diletakkan di atas dua buah tumpuan atau perletakkan dengan anggapan satu sendi dan satu rol. Pada bagian bawah gelagar dibuat beberapa buah profil melintang dan menyilang yang berfungsi sebagai penyatu gelagar. Pada bagian atas diletakkan papan lantai jembatan dan kemudian dilapisi dengan aspal.


(38)

Gambar II.4 Jembatan Gelagar I segmental panjang 20 m

j. Jembatan baja berdinding penuh (Plat girder bridge)

3. Ditinjau dari statika konstruksi, jembatan bisa dibedakan antara lain :

Berdasarkan analisa struktur (statika konstruksi) maka jembatan dapat di bagi atas dua bagian yaitu :

a. Jembatan statis tertentu b. Jembatan statis tak tertentu

4. Ditinjau dari fungsi atau kegunaannya, jembatan bisa dibedakan antara lain :

a. Jembatan untuk lalu lintas kereta api (railway bridge)

b. Jembatan untuk lalu lintas biasa atau umum (highway bridge) c. Jembatan untuk pejalan kaki (foot path)

d. Jembatan berfungsi ganda, misalnya untuk lalu lintas kereta api dan mobil, untuk lalu lintas umum dan air minum, dan sebagainya.

e. Jembatan khusus, misalnya untuk pipa-pipa air minum, pengairan, pipa gas, jembatan militer dan lain-lain.


(39)

5. Ditinjau menurut sifat-sifatnya, jembatan bisa dibedakan antara lain :

a. Jembatan sementara atau darurat

b. Jembatan tetap atau permanen

c. Jembatan bergerak, yaitu jembatan yang dapat digerakkan misalnya agar

penyeberangan kapal-kapal di sungai tidak terganggu.

6. Ditinjau menurut letak atau posisinya, jembatan bisa dibedakan antara lain :

a. Jembatan di atas saluran sungai, saluran irigasi atau drainase b. Jembatan di atas perairan (Aquaduct)

c. Jembatan di atas lembah

d. Jembatan di atas jalan yang sudah ada (Viaduct)

7. Ditinjau menurut letak lantainya, jembatan bisa dibedakan antara lain :

a. Jembatan dengan lantai kenderaan di bawah b. Jembatan dengan lantai kenderaan di atas c. Jembatan dengan lantai kenderaan di tengah

d. Jembatan lantai kenderaan di atas dan bawah (Double deck bridge)

Gambar II.5 Jembatan Box Girder Beton Menerus Kelas-A, Jawa Barat, 1979. Bentang utama 132 meter dua sisi simetris 45 meter (total 222 meter)


(40)

II.1.4 Dasar Pemilihan Tipe Jembatan

Banyak beberapa faktor yang menentukan tipe dari jembatan yang akan dibangun agar bangunan yang akan dibangun efisien dan ekononis. Adapun faktor tersebut antara lain :

II.1.4.a Keadaan Struktur Tanah Pondasi

Untuk tanah pondasi lunak adalah kurang cocok bila dibuat suatu jembatan pelengkung, mengingat gaya horizontal yang besar dan memerlukan pondasi tiang pancang miring, yang sulit dilaksanakan. Untuk tanah keras atau batu cadas yang menghubungkan jurang yang dalam, sangat cocok bila dibangun jembatan pelengkung. Selain itu juga sangat cocok di bangun di pegunungan yang memiliki tanah pendasar atau pondasi yang curam. Dengan adanya gaya horizontal pada pondasi, maka gaya geser vertikal pada tanah pondasi bisa diimbangi oleh gaya horizontal, sehingga bahaya longsoran dapat dikurangi.

II.1.4.b Faktor Peralatan dan Tenaga Teknis

Perencanaan jembatan gelagar sederhana, tidak memerlukan keahlian khusus dalam bidang tertentu. Peralatan berat harus dipikirkan dalam perencanaan sebuah jembatan beton yang dicor di tempat lain. Jembatan beton pratekan (pre-cast) dengan bentang 20 meter, yang akan dibangun di daerah pedalaman atau pegunungan tentunya kurang relevan karena akan sulit dalam pengangkutan dan pelaksanaannya yang akan melalui jalan berliku.

II.1.4.c Faktor Bahan dan Lokasi

Ada kalanya di sungai tertentu, bila akan dibangun jembatan, dijumpai banyak sekali batu kerikil yang baik untuk beton dan juga pasir dan batu koral yang


(41)

bermutu tinggi. Di sana mungkin akan sangat ekonomis bila jembatan di buat dari beton bertulang, pondasi dari pasangan batu koral dan sebagainya.

Di daerah pantai laut, dimana udara sekeliling mengandung garam, maka perlu dipertimbangkan pemakaian konstruksi baja apakah masih sesuai mengingat faktor perkaratan.

II.1.4.d Faktor Lingkungan

Sebaiknya bentuk jembatan harmonis dengan sekitarnya, agar indah dipandang. Ketentraman bathin menentukan dalam ruang gerak kehidupan manusia. Bentuk dan warna alam sekitar mempengaruhi ketentraman jiwa.

Selain faktor di atas, maka perlu dipertimbangkan prinsip pemilihan konstruksi jembatan, sebagai berikut :

1. Konstruksi Sederhana (bisa dikerjakan masyarakat) 2. Harga Murah (manfaatkan material lokal)

3. Kuat & Tahan Lama (mampu menerima beban lalin) 4. Perawatan Mudah & Murah (bisa dilakukan masyarakat) 5. Stabil & Mampu Menahan Gerusan Air

6. Bentang yang direncanakan adalah yang terpendek 7. Perencanaan abutment yang dihindari terlalu tinggi.

Tipe jembatan umumnya ditentukan oleh faktor seperti beban yang direncanakan, kondisi geografi sekitar, jalur lintasan dan lebarnya, panjang dan bentang jembatan, estetika, persyaratan ruang di bawah jembatan, transportasi material konstruksi, prosedur pendirian, biaya dan masa pembangunan. Tabel II.1 berikut menunjukkan aplikasi panjang bentang beberapa tipe jembatan.


(42)

Tabel II.1 Tipe Jembatan dan Aplikasi Panjang Jembatan

No Tipe Jembatan Panjang Bentang

( m ) Contoh Jembatan dan Panjangnya

1 Gelagar Beton Prestress 10 - 300 Stolmasundet, Norwegia, 301 m

2 Gelagar Baja I / Kotak 15 - 376 Jembatan Stalassa, Itali, 376 m

3 Rangka Baja 40 - 550 Quebec, Canada, 549 m

4 Baja Lengkung 50 - 550 Shanghai Lupu, China, 550 m

5 Beton Lengkung 40 - 425 Wan Xian, China, 425 m (pipa baja berisi beton)

6 Kabel Tarik 110 - 1100 Sutong, China, 1088 m

7 Gantung 150 - 2000 Akaski-Kaikyo, Jepang, 1991 m

II.1.5 Bagian Struktur Jembatan

Elemen struktur jembatan sebenarnya dapat dibedakan menjadi bagian atas (super-structure) dan bagian bawah (sub-structure). Bangunan bawah jembatan menyalurkan beban dari bangunan atas jembatan ke tapak atau pondasi.

Gambar II.6 Tipikal Struktur Jembatan

(Sumber: Chen & Duan, 2000)

Struktur jembatan bagian atas dipakai untuk melintasi aliran air, jalur rel, ataupun jalur jalan yang lain. Struktur jembatan tidak harus memotong aliran air atau alur lainnya secara tegak lurus, tetapi juga boleh secara serong (skew), baik ke kanan, maupun ke kiri. Alinemen jalan yang lebih baik akan menghasilkan biaya operasi kendaraan dan waktu perjalanan yang lebih kecil, yang dapat mengimbangi tambahan biaya struktur jembatan serong (skew).


(43)

II.1.5.a Struktur Bangunan Atas Jembatan (Upper/Super-Structure)

Adalah bagian dari struktur jembatan yang secara langsung menahan beban yang ditimbulkan oleh lalu lintas orang, kenderaan dan lain-lain, untuk selanjutnya disalurkan kepada bangunan bawah jembatan; bagian-bagian pada struktur bangunan atas jembatan terdiri atas struktur utama, sistem lantai, sistem perletakan, sambungan siar muai dan perlengkapan lainnya seperti bangunan pengaman jembatan dan oprit jembatan; struktur utama bangunan atas jembatan dapat berbentuk pelat, gelagar, sistem rangka, gantung, jembatan kabel (cable stayed) atau pelengkung.

Oprit-jembatan merupakan timbunan tanah di belakang abutment, timbunan

tanah ini dibuat sepadat mungkin, untuk menghindari terjadinya penurunan (settlement) yang tidak disukai bagi pengendara. Apabila terjadi penurunan atau kerusakkan pada hubungan ekspansi yang merupakan bidang pertemuan antara bangunan atas dengan abutment, maka pemadatan harus dibuat maksimum dan di atasnya dipasang plat injak di belakang abutment.

II.1.5.b Struktur Bangunan Bawah Jembatan (Sub-Structure)

Adalah bagian dari struktur jembatan yang umumnya terletak di sebelah bawah bangunan atas dengan fungsi untuk menerima dan memikul beban dari bangunan atas agar dapat disalurkan kepada pondasi. Bangunan bawah dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu kepala jembatan (abutment) atau pilar (pier) dan pondasi untuk kepala jembatan atau pilar. Struktur bangunan bawah perlu didesain khusus sesuai dengan jenis kekuatan tanah dasar dan elevasi jembatan.


(44)

II.2 Gelagar Beton Prategang

II.2.1 Pengertian Beton Prategang

Beton adalah meterial yang kuat terhadap kondisi tekan, akan tetapi material yang lemah terhadap kondisi tarik. Kuat tarik beton bervariasi mulai dari 8 sampai 14 persen dari kuat tekannya. Rendahnya kapasitas tarik beton menimbulkan terjadinya retak lentur pada taraf pembebanan yang masih rendah. Untuk mengurangi atau mencegah berkembangnya retak tersebut, gaya konsentris atau eksentris diberikan dalam arah longitudinal elemen struktural. Gaya ini mencegah berkembangnya retak dengan cara mengeliminasi atau sangat mengurangi tegangan tarik di bagian tumpuan dan daerah kritis pada kondisi beban kerja sehingga dapat meningkatkan kapasitas lentur, geser, dan torsional penampang tersebut. Penampang dapat berperilaku elastis, dan hampir semua kapasitas beton dalam memikul tekan dapat secara efektif dimanfaatkan di seluruh tinggi penampang beton pada saat semua beban bekerja di struktur tersebut

Gaya longitudinal yang diterapkan tersebut di atas disebut gaya prategang, yaitu gaya tekan yang memberikan prategang pada penampang di sepanjang bentang suatu elemen struktural sebelum bekerjanya beban mati dan beban hidup transversal atau beban hidup horizontal transien. Gaya prategang ini berupa tendon yang diberikan tegangan awal sebelum memikul beban kerjanya, yang berfungsi mengurangi atau menghilangkan tegangan tarik pada saat beton mengalami beban kerja, mengantikan tulangan tarik pada struktur beton bertulang biasa.


(45)

Pada beton bertulang biasa, gaya tarik yang berasal dari momen lentur ditahan oleh lekatan yang terjadi antara tulangan dan beton. Akan tetapi, tulangan di dalam komponen struktur beton bertulang tidak memberikan gaya dari dirinya pada komponen struktur tersebut, suatu hal yang berlawanan dengan aksi baja (tendon) prategang yang menghasilkan gaya dari dirinya sehingga memungkinkan pemulihan retak dan defleksi akibat momen lentur tersebut. Pemberian gaya prategang berupa tendon, guna mengurangi atau menghilangkan tegangan tarik, ini yang dikenal sebagi beton prategang.

Beton prategang adalah material yang sangat banyak digunakan dalam kontruksi. Beton prategang pada dasarnya adalah beton di mana tegangan-tegangan internal dengan besar serta distribusi yang sesuai diberikan sedemikian rupa sehingga tegangan-tegangan yang diakibatkan oleh beban-beban luar dilawan sampai suatu tingkat yang diinginkan. Prategang meliputi tambahan gaya tekan pada struktur untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan gaya tarik internal dan dalam hal ini retak pada beton dapat dihilangkan. Pada beton bertulang, prategang pada umumnya diberikan dengan menarik baja tulangan. Gaya tekan disebabkan oleh reaksi baja tulangan yang ditarik, mengakibatkan berkurangnya retak, elemen beton prategang akan jauh lebih kokoh dari elemen beton bertulang biasa. Prategangan juga menyebabkan gaya dalam yang berlawanan dengan gaya luar dan mengurangi atau bahkan menghilangkan lendutan secara signifikan pada struktur.

Beton yang digunkan dalam beton prategang adalah mempunyai kuat tekan yang cukup tinggi dengan nilai f’c min K-300, modulus elastis yang tinggi dan mengalami rangkak ultimit yang lebih kecil, yang menghasilkan kehilangan prategang yang lebih kecil pada baja. Kuat tekan yang tinggi ini diperlukan untuk


(46)

menahan tegangan tekan pada serat tertekan, pengangkuran tendon, mencegah terjadinya keretakan. Tipikal diagram tegangan-regangan beton dapat dilihat pada gambar II.7. Pemakaian beton berkekuatan tinggi dapat memperkecil dimensi penampang melintang unsur-unsur struktural beton prategang. Dengan berkurangnya berat mati material, maka secara teknis maupun ekonomis bentang yang lebih panjang dapat dilakukan.

Tegangan (Mpa)

Regangan

Gambar II.7 Diagram Tegangan Regangan Pada Beton

Perubahan bentuk pada beton adalah langsung dan tergantung pada waktu. Pada beban tetap, perubahan bentuk bertambah dengan waktu dan jauh lebih besar dibandingkan harga langsungnya. Susut tidak disebabkan oleh tegangan, tetapi merupakan akibat dari hilangnya air dalam proses pengeringan beton, sementara rangkak oleh bekerjanya tegangan. Susut dan rangkak menyebabkan perubahan bentuk aksial, kelengkungan pada penampang, kehilangan tegangan lokal antara beton dan baja, redistribusi aksi internal pada struktur statis tertentu.


(47)

II.2.2 Penggunaan Baja Prategang

Untuk penggunaan pada beban layan yang tinggi, penggunaan baja tulangan (tendon) dan beton mutu tinggi akan lebih efisien. Hanya baja dengan tegangan elastis tinggi yang cocok digunakan pada beton prategang. Penggunaan baja tulangan mutu tinggi bukan saja merupakan suatu keuntungan, tetapi merupakan suatu keharusan. Prategangan akan menghasilkan elemen yang lebih ringan, bentang yang lebih besar dan lebih ekonomis jika ditinjau dari segi pemasangan dibandingkan dengan beton bertulang biasa.

Prategang pada dasarnya merupakan suatu beban yang menimbulkan tegangan dalam awal sebelum pembebanan luar dengan besar dan distribusi tertentu bekerja sehingga tegangan yang dihasilkan dari beban luar dilawan sampai tingkat yang diinginkan. Gaya pratekan dihasilkan dengan menarik kabel tendon yang ditempatkan pada beton dengan alat penarik. Setelah penarikan tendon mencapai gaya/tekanan yang direncanakan, tendon ditahan dengan angkur, agar gaya tarik yang tadi dikerjakan tidak hilang. Penarikan kabel tendon dapat dilakukan baik sebelum beton dicor (pre-tension) atau setelah beton mengeras (post-tension).

Baja (tendon) yang dipakai untuk beton prategang dalam prakteknya ada tiga macam, yaitu :

1. Kawat tunggal (wires), biasanya digunkan untuk baja prategang pada beton prategang dengan system pratarik (pre-tension).

2. Kawat untaian (strand), biasanya digunkan untuk baja prategang pada beton pratengang dengan system pascatarik (post-tension).

3. Kawat batangan (bar), biasanya digunakan untuk baja prategang pada beton prategang dengan system pratarik (pre-tension)


(48)

 Kawat tunggal (wires) (b) Untaian Kawat (strand)

(c) Kawat batangan (bars)

Gambar II.8 Jenis-jenis Baja yang Dipakai Untuk Beton Prategang : (a) Kawat tunggal (wires). (b) Untaian Kawat (strand). (c) Kawat batangan (bars)

(Sumber: Prestressed Concrete Design, M.K. Hurst)

Kawat tunggal yang dipakai untuk beton prategang adalah yang sesuai dengan dpesifikasi sepeti ASTM A 421; stress-relieved strands mengikuti standar ASTM A 416. Strands terbuat dari tujuh kawat dengan memuntir enam diantaranya pada pich sebesar 12 sampai 16 kali diameter di sekeliling kawat lurus yang sedikit kebih besar. Ukuran dari kawat tunggal bervariasi dengan diameter antara 3 – 8 m, dengan tengangan tarik (fp) antara 1500 – 1700 Mpa dengan modulus elastisitas Ep = 200 x 103 Mpa. Tipikal diagram tegangan-regangan dari ketiga jenis tendon tersebut dapat dilihat pada gambar II.9, gambar II.10, dan gambar II.11.


(49)

Gambar II.9 Diagram Tegangan-Regangan Pada Kawat Tunggal

(Sumber: Desain Praktis Beton Prategang, Andri Budiadi)

Gambar II.10 Diagram Tegangan-Tegangan Pada Untaian Kawat

(Sumber: Desain Praktis Beton Prategang, Andri Budiadi)

Gambar II.11 Diagram Tegangan-Regangan Pada Baja Batangan


(50)

Untuk memaksimumkan luas baja strands 7 kawat untuk suatu diameter nominal, kawat standar dapat dibentuk menjadi strands yang dipadatkan seperti pada gambar II.12. Standar ASTM yang disyaratkan masing-masing tercantum pada table II.2.

Gambar II.12 Strands Prategang 7 Kawat Standard dan Dipadatkan. (a) Penampang strand standar. (b) Penampang strand yang dipadatkan

(Sumber: Beton Prategang, Edward G. Nawi)

Table II.2 Strand Standar Tujuh Kawat Untuk Beton Prategang Diameter

nominal strand (in)

Kuat patah strand (min. lb)

Luas baja nominal strand

(in.2)

Berat nominal strand (lb/100

ft)*

Beban minimum pada ekstensi 1%

(lb) MUTU 250

1/4 (0,250) 9.000 0,036 122 7.650

5/16 (0,313) 14.500 0,058 197 12.300

3/8 (0,375) 20.000 0,080 272 17.000

7/16 (0,438) 27.000 0,108 367 23.000

1/2 (0,500) 36.000 0,144 490 30.600

3/5 (0,600) 54.000 0,216 737 45.900

MUTU 270

3/8 (0,375) 23.000 0,085 290 19.550

7/16 (0,438) 31.000 0,115 390 26.350

1/2 (0,500) 41.300 0,153 520 35.100

3/5 (0,600) 58.600 0,217 740 49.800

* 100.000 psi = 689,5 Mpa 0,1 in = 2,54 mm, 1 in2 = 645

berat: kalikan dengan 1,49 untuk mendapatkan berat dalam kg per 1000 m. 1000 lb = 4448 N


(51)

II.2.3 Prinsip Dasar Prategang

Pemberian gaya prategang, bersama besarnya, ditentukan terutama berdasarkan jenis sistem yang dilaksanakan dan panjang bentang serta kelangsingan yang dikehendaki. Gaya pratengang yang diberikan secara longitudinal di sepanjang atau sejajar dengan sumbu komponen struktur, maka prinsip-prinsip prategang dikenal sebagai pemberian prategang linier.

Gambar II.13 Pinsip-prinsip Prategang Linier dan Melingkar. (a) Pemberian prategang linier pada sederetan blok untuk membentuk balok. (b) Tegangan tekan di

penmpang tengah bentang C dan penampang Atau B. (c) Pemberian prategang melingkar pada gentong kayu dengan pemberian tarik pada pita logam. (d) Prategang

melingkar pada satu papan kayu. (e) Gaya tarik F pada detengah pita logam akibat tekanan internal, yang harus diimbangi oleh prategang melingkar


(52)

Gambar II.13 menjelaskan bahwa aksi pemberian prategang pada kedua sestem structural dan respon tegangan yang dihasilkan. Pada bagian (a), blok-blok beton bekerja bersama sebagai sebuah balok pembarian gaya prategang tekan P. Pada blok-blok tersebut kemungkinan tergelincir pda arah vertical yang mensimulasikan kegagalan gelincir geser, pada kenyataan tidak demikian karena adanya gaya longitudinal P. Dengan cara yang sama, papan-papan kayu di dalam bagian (c) kelihatan dapat terpisah satu sama lain sebagai akibat adanya tekanan yang radial internal yang bekerja padanya. Akan tetapi, karena adanya prategang tekan yang diberikan oleh pita logam sebagai prategang melingkar, papan-papan tersebut tetap menyatu.

II.2.4 Konsep-Konsep Dasar Beton Prategang

Ada tiga konsep yang dapat dipakai untuk menjelaskan dan menganalisis sifat-sifat dasar dari beton prategang. Hal ini dapat diterangkan sebagai berikut :

Konsep pertama, Sistem Prategang Untuk Mengubah Beton Menjadi Bahan

Yang Elastis. Konsep ini memperlakukan beton sebagai bahan yang elastis. Ini

merupakan sebuah pemikiran dari Eugene Freyssnet yang memvisualisasikan beton prategang yang pada dasarnya adalah beton dari bahan yang getas menjadi bhan yang elastis dengan memberikan tekanan (desakan) terlebih dahulu (pratekan) pada bahan tersebut. Beban yang tidak mampu menahan tarikan dana kuat memikul tekanan (umumnya dengan baja mutu tinggi yang ditarik) sedemikiaan sehingga beton yang getas dapat memikul tegangan tarik. Dari konsep inilah lahir kriteria “tidak ada tegangan tarik” pada beton. Unumnya telah diketahui bahwa jika tidak ada tegangan


(53)

F/A

My/I Mc/I

(F/A + Mc/I) (F/A My/I)

(F/A - Mc/I)

Akibat Gaya Prategang Akibat Momen Eksternal M Akibat F dan M

c.g.c Tendon Konsentris

(Gaya F)

Gaya diberi Prategang dan Dibebani

tarik pada beton, berarti tidak akan terjadi retak, dan beton tidak merupakan bahan yang getas lagi melainkan bahan yang elastis.

Dalam bentuk yang sederhana, ditinjau sebuah balok persegi panjang yang diberi gaya prategang oleh sebuah tendon melalui sumbu yang melalui titik berat dan dibebani oleh gaya eksternal, lihat gambar II.14.

Gambar II.14 Distribusi Tegangan Sepanjang Penampang Beton Prategang Konsentris

(Sumber: Desain Struktur Beton Prategang, T.Y. Lin & Ned H. Burns)

Gaya partegang F pda tendon menghasilkan gaya tekan F yang sama pada beton yang juga bekerja pada titik berat tendon. Akibatnya gaya prategang tekan secara merata sebesar ) 1 . 2 ...( ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... A F f =

akan timbul pada penampang seluas A. jika M adalah momen eksternal pada penampang akibat beban dan berat sendiri balok, maka tegangan pada setiap titik sepanjang penampang akibat M adalah


(54)

Bagian Balok Prategang P C T P C T

Bagian Balok Bertulang

) 2 . 2 ...( ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... I My f =

dimana y adalah jarak dari sumbu yang melalui titik berat dan I adalah momen inersia penampang. Jadi distribusi tegangan yang dihasilkan adalah

) 3 . 2 ...( ... ... ... ... ... ... ... ... ... I My A F

f = ±

Kosep kedua, Sistem Prategang Untuk Kombinasi Baja Mutu Tinggi Dengan

Beton. Konsep ini mempertimbangkan beton prategang sebagai kombinasi

(gabungan) dari baja dan beton, seperti pada beton bertulang, dimana baja menahan tarikan dan beton menahan teknan. Dengan demikian kedua bahan membentuk kopel penahan untuk melawan momen eksternal, gambar II.15. Hal ini merupakan konsep yang mudah. Dengan beton bertulang, dimana baja menahan gaya tarik dan beton menahan gaya tekan, dan kedua gaya membentuk momen kopel dengan memen diantaranya.

Gambar II.15 Momen Penahan Internal Pada Beton Prategang dan Beton Bertulang


(55)

Pada beton bertulang mengalami retak dan lendutan yang besar

Pada beton prategang mengalami retak dan lendutan yang kecil

Pada beton prategang, baja mutu tinggi dipakai dengan cara menariknya sebelum kekuatannya dimanfaatkan sepenuhnya. Jika beton mutu tinggi ditanamkan pada beton, seperti pada beton betulang biasa, beton sekitarnya akan mengalami retak sebelum seluruh kekuatan baja digunkan, Gambar II.16.

Gambar II.16 Balok Beton Menggunakan Baja Mutu Tinggi

(Sumber: Desain Struktur Beton Prategang, T.Y. Lin & Ned H. Burns)

Konsep ketiga, Sistem Prategang untuk Mencapai Keseimbangan Beban.

Konsep ini terutama menggunakan prategang sebagai suatu usaha untuk membuat seimbang gaya-gaya pada sebuah batang.

Pada keseluruhan desain struktur beton prategang, pengaruh dari prategang dipandang sebagai keseimbangan berat sendiri sehingga batang yang mengalami lenturan seperti pelat (slab), balok, dan gelagar (girder) tidak akan mengalami tegangan lentur pada kondisi pembebanan yang terjadi. Ini memungkinkan transformasi dari batan lentur menjadi batang yang mengalami tegangan langsung dan sangat menyederhanakan persoalan baik didalam desain maupun analisis dan struktur yang rumit.

Penerapan dari konsep ini menganggap beton diambil sebagai benda bebas dan menggantikan tendon dengan gaya-gaya yang bekerja pada beton sepanjang


(56)

Tendon Parabola

Beban Merata

Wb h

L

bentang. Sebagai contoh, sebuah balok prategang diatas dua tumpuan (simple beam) dengan tendon berbentuk parabola seperti Gambar II.17.

Gambar II.17 Balok Prategang Dengan Tendon Parabola

(Sumber: Desain Struktur Beton Prategang, T.Y. Lin & Ned H. Burns)

Jika, F = Gaya Pratengang L = Panjang Bentang H = Tinggi Parabola

Beban yang terdistribusi secara merata kea rah atas dinyatakan dalam

) 4 . 2 .( ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 8 2 L Fh

Wb =

Jadi, untuk W yang terdistribusi secara merata ke arah bawah yang diberikan, beban tegak lurus pada balok diimbangi, dan balok hanya dibebani oleh gaya aksial F, yang menghasilkan tegangan merata pada beton (persamaan 2.1).


(57)

II.2.5 Sistem Pratengang dan Pengangkeran

Sehubungan dengan perbedaan system untuk penarikan dan pengangkeran tendon, maka situasinya sedikit membingungkan dalam perancangan dan penerapan beton prategang. Seorang sarjana teknik wsipil harus mempunyai pengetahuan umum mengenai metode-metode yang ada dan mengingatnya pada saat menentukan dimensi komponen struktur, sehingga tendon-tendon dari beberapa sistem dapat ditempatkan dengan baik.

Gambar II.18 Pengangkeran Sistem Pratarik (Pre-tensioning)

(Sumber: Prestressed Concrete Design, M.K. Hurst)

Berbagai metode dengan nama pratekanan (pre-compression) diberikan pada beton dapat dilakukan sebagai berikut :

1. Pembangkit gaya tekan antara elemen structural dan tumpuan-tumpuannya dengan pemakaian dongkrak (flat jack).

2. Pengembangan Tekanan Keliling (hoop compression) dalam struktur berbentuk silinder dengan mengulung kawat secara melingkar.


(58)

3. Pemakaian baja yang ditarik secara longitudinal yang ditanam dalam beton atau ditempatkan dalam selongsong.

4. Pemakaian prinsip distorsi suatu struktur statis tak tentu baik dengan perpindahan maupun dengan rotasi satu bagian relatif terhadap bagian lainnya.

5. Pemakaian pemotong baja structural yang dilendutkan dan ditanam dalam beton sampai beton tersebut mengeras.

6. Pengembangan tarikan terbatas pada baja dan tekanan pada beton dengan memakai semen yang mengembang

Gambar II.19 Pengangkeran Sistem Pascatarik (Post-tensioning) dengan Mengunakan jack 1000 ton

(Sumber: Prestressed Concrete Design, M.K. Hurst)

Metode yang biasa dipakai untuk memberikan parategang pada semen beton strukural adalah dengan menarik baja ke arah longitudinal dengan alat penarik yang berbeda-beda. Prategang dengan menggunakan gaya-gaya langsung diantara


(59)

tumpuan-tumpuan umumnya dipakai pelengkung dan perkerasan, dan dongkrak datar selalu dipakai untuk memberikan gaya-gaya yang diinginkan.

Pengankeran ada 2 macam yaitu : angker mati dan angker hidup. Angker mati adalah angker yang tidak bias dilakukan lagi penarikan setelah penegangan tendon dilakukan. Angker mati sering digunakan dalam prategang dengan sistem pratarik. Sedangkan angker hidup dapat dilakukan penarikan kembali jika hal itu diperlukan. Pegangkeran ini sering dijumpai dalam prategang dengan sistem pasca tarik.

(a)Angker hidup (b) Angker mati. Gambar II.20 Jenis Pengankeran (a) Angker hidup. (b) Angker mati.

(Sumber: Prestressed Concrete Design, M.K. Hurst)


(60)

II.2.5.a Sistem Pratarik (Pre-tensioning)

Didalam sistem pratarik (Pre-tensioning), tendon lebih dahulu ditarik antara blok-blok angker yang kaku (rigid) yang dicetak diatas tanah atau didalam suatu kolom atau perangkat cetakan pratarik seperti terlihat pada gambar II.22, dan selanjutnya dicor dan dipadatkan sesuai dengan bentuk serta ukuran yang diinginkan. Metode ini digunakan untuk beton-beton pracetak dan biasanya digunakan untuk konstruksi-konstruksi kecil. Beton-beton pracetak biasanya digunakan pada konstruksi-konstruksi bangunan, kolom-kolom gedung, tiang pondasi atau balok dengan bentang yang panjang.

Adapun tahap urutan pengerjaan beton pre-tension adalah sebagai berikut : Kabel tendon dipersiapkan terlebih dahulu pada sebuah angkur yang mati (fixed anchorage) dan sebuah angkur yang hidup (live anchorage). Kemudian live anchorage ditarik dengan dongkrak (jack) sehingga kabel tendon bertambah panjang. Jack biasanya dilengkapi dengan manometer untuk mengetahui besarnya gaya yang ditimbulkan oleh jack. Setelah mencapai gaya yang diinginkan, beton dicor. Setelah beton mencapai umur yang cukup, kabel perlahan-lahan dilepaskan dari kedua angkur dan dipotong. Kabel tendon akan berusaha kembali ke bentuknya semula setelah pertambahan panjang yang diakibatkan oleh penarikan pada awal pelaksanaan. Hal inilah yang menyebabkan adanya gaya tekan internal pada beton. Oleh karena sistem pratarik besandar pada rekatan yang timbul antara baja dan tendon sekelilingnya, hal itu penting bahwa setiap tendon harus merekat sepanjang deluruh panjang badan. Setelah beton mengeras, tendon dilepaskan dari alas prapenarikan dan gaya prategang ditranfer ke beton.


(61)

Gambar II.22 Proses Pengerjaan Beton Pratarik (Pre-tensioning)

(Sumber: Desain Praktis Beton Prategang, Andri Budiadi)

II.2.5.b Sistem Pascatarik (Post-tensioning)

Kebanyakan pelaksanaan pretensioning dilapangan dilaksanakan dengan metode post-tensioning. Pascatarik dipakai untuk memperkuat bendungan beton, prategang melingkar dari tangki-tangki beton yang besar, serta perisai-perisai biologis dari reactor nuklir. Pascatarik (Post-tensioning) juga banyak digunakan konstruksi beton prategang segmental pada jembatan dengan bentang yang panjang.

Adapun metode dalam pelaksanaan pengerjaan beton pasca tarik (Post-tensioning) adalah sebagai berikut :

Selongsong kabel tendon dimasukkan dengan posisi yang benar pada cetakan beton beserta atau tanpa tendon dengan salah satu ujungnya diberi angkur hidup dan ujung lainnya angkur mati atau kedua ujungnya dipasang angkur hidup. Beton dicor dan dibiarkan mengeras hingga mencapai umur yang mencukupi. Selanjutnya, dongkrak


(62)

(a) Beton dicor

(b) Tendon ditarik dan gaya tekan ditransfer

(c) Tendon diangkur dan digrouting

hidrolik dipasang pada angkur hidup dan kabel tendon ditarik hingga mencapai tegangan atau gaya yang direncanakan seperti terlihat pada gambar II.23. Untuk mencegah kabel tendon kehilangan tegangan akibat slip pada ujung angkur terdapat baji. Gaya tarik akan berpindah pada beton sebagai gaya tekan internal akibat reaksi angkur.

Gambar II.23 Proses Pengerjaan Beton Pascatarik (Post-tensioning)

(Sumber: Desain Praktis Beton Prategang, Andri Budiadi)

II.2.5.c Prategang Termo-Listrik

Metode prategang dengan tendon yang dipanaskan, yang dicapai dengan melewatkan aliran listrik pada kawat yang bermutu tinggi, umumnya disebut sebagai “Prategang Termo-Listrik”. Prosesnya terdiri atas pemanasan batang dengan arus listrik sampai temperature 300 – 400 ºC selama 3 – 5 menit. Batang tersebut mengalami perpanjangan kira-kira 0,3 – 0,5 persen. Setelah pendinginan batang tersebut berusaha memperpendek diri ada ini dicegah oleh jepitan angkur pada kedua ujungnya seperti yang ditunjukan dengan gambar II.24. Waktu pendinginan diperhitungkan 12 – 15 menit.


(63)

Blok Ujung

Batang Didinginkan

Batang Dipanaskan

Cetakan

Batang setelah Pengangkuran

L L = (Ly

-Lt > Ly

Ly L)

Gambar II.24 Proses Prategang Termo-Listrik

(Sumber: Beton Pratekan, N. Krishna Raju)

II.2.5.d Prategang Secara Kimia

Reaksi kimia dalam semen ekspansif dapat menegangkan baja yang ditanam yang kemudian menekan beton. Hal ini sering disebut dengan penegangan sendiri (self-sressing) atau disebut juga prategang kimiawi.

Bila semen ini digunakan untuk membuat beton dengan baja yang tertanam, maka baja akan mengalami pertambahan panjang sejalan dengan pemgembangan beton tersebut. Oleh karena pengembangan beton dikekang oleh kawat baja bermutu tinggi, maka timbul tegangan tekan pada beton dan kawat baja mengalami tegangan tarik. Karena pemuaian terjadi pada tiga arah, sehingga akan lebih sulit untuk menggunkan system prategang secara kimia pada struktur-struktur yang dicor setempat seperti gedung. Aka tetapi, untuk pipa-pipa tekanan dan perkerasan jalan (pavement), dimana prategang sekurang-kurangnya pada dua arah, sistem prategang kimiawi lebih ekonomis. Hal ini juga berlaku untuk pelat, dinding, dan cangkang.


(64)

II.2.6 Analisa Prategang

Tegangan yang disebabkan oleh prategang umumnya merupakan tegangan kombinasi yang disebabkan oleh beban langsung dan lenturan yang dihasilkan oleh beban yang ditempatkan secara eksentris.

Analisa tegangan-tegangan yang timbul pada suatu elemen struktur beton prategang didasarkan atas asumsi-asumsi berikut :

1. Beton prategang adalah suatu mineral yang elastic serta homogen

2. Didalam batas-batas tegangan kerja, baik beton maupun baja berperilaku elastis, tidak dapat menahan rangkak yang kecil yang terjadi pada kedua material tersebut pada pembebanan terus-menerus.

3. Suatu potongan datar sebelum melentur dianggap tetap datar meskipun sudah mengalami lenturan, yang menyatakan suatu distribusi regangan linier pada keseluruhan tinggi batang.

Selama tegangan tarik tidak melampaui batas modulus keruntuhan beton (yang sesuai dengan tahap retakan yang terlihat pada beton), setiap perubahan dalam pembebanan batang menghasilkan perubahan tegangan pada beton saja, satu-satunya fungsi dari tendon prategang adalah untuk memberikan dan memelihara prategang pada beton.

Tegangan yang disebabkan oleh prategang umumnya merupakan tegangan kombinasi yang disebabkan oleh aksi beban langsung dan lenturan yang dihasilkan oleh beban yang ditempatkan secara eksentris maupun kosentris.


(65)

c.g.c

Tendon Konsentris (Gaya F)

F F

Tegangan = F/A

II.2.6.a Tedon Konsentris

Balok beton prategang dengan satu tedon konsentris yang ditunjukan dalam gambar II.25.

Gambar II.25 Prategang Konsentris

(Sumber: Beton Pratekan, N. Krishna Raju)

Gambar di atas menunjukkan sebuah beton prategangan tanpa eksentrisitas, tendon berada pada garis berat beton (cental grafity of concrete,c.g.c). Prategang seragam pada beton = F/A yang berupa tekan pada seluruh tinggi balok. Pada umumnya beban-beban yang dipakai dan beban mati balok menimbulkan tegangan tarik terhadap bidang bagian bawah dan ini diimbangi lebih efektif dengan memakai tendon.


(66)

II.2.6.b Tendon Eksentris

Sebuah balok yang mengalami suatu gaya prategang eksentris sebesar P yang ditempatkan dengan eksentrisitas e. Tendon ditempatkan secara eksentris terhadap titik berat penampang beton. Eksentrisitas tendon akan menambah kemampuan untuk memikul beban eksternal.

F/A = M/W + F.e/W

F/A = M/W – F.e/W

Resultan Tegangan

Gambar II.27 Distribusi Tegangan Tendon Eksentris

Eksentisitas akan menambah kemampuan untuk menerima/memikul tegangan tarik yang lebih besar lagi (serat bawah).

Prategangan juga menyebabkan perimbangan gaya-gaya dalam komponen beton prategang. Konsep ini terutama terjadi pada beton prategang post-tension.


(1)

IV.5 Analisa Hasil

Berdasarkan hasil analisa perhitungan yang dilakukan pada gelagar jembatan Sei Belumai dengan pembebanan yang berdasarkan PPPJJR SKBI. 1.3.28.1987 Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya dan RSNI T – 02 – 2005 Standar Pembebanan Untuk Jembatan, dapat dilihat beberapa perbedaan yang mendasar antara lain :

1. Jembatan mengalami perubahan pada tebal pelat jembatan dari 160 mm (di lapangan) dengan beban ”T” 10 ton berdasarkan pembebebanan PPPJJR SKBI. 1.3.28.1987, menjadi 200 mm dengan beban ”T” 11,25 ton berdasarkan pembebanan RSNI T – 02 – 2005

2. Tendon yang digunakan dalam perancangan mengalami perubahan, yaitu :

Tabel IV.17 Tendon di Lapangan dan Tendon Perancangan Tendon di Lapangan dengan

Pembebanan PPPJJR SKBI – 1.3.28.1987

Tendon Perancangan dengan Pembebanan RSNI T-02-2005 Tendon 1 Standard 19 Ø 12,7 mm Tendon 1 Standard 16 Ø 15,24 mm Tendon 2 Standard 12 Ø 12,7 mm Tendon 2 Standard 10 Ø 15,24 mm Tendon 3 Standard 12 Ø 12,7 mm Tendon 3 Standard 10 Ø 15,24 mm

Luas total tendon = 4243,7 mm2 Luas total tendon = 5040 mm2 fpu = 1862 Mpa fpu = 2650 Mpa

Hasil analisa perhitungan tegangan yang dilakukan berdasarkan pembebanan PPPJJR SKBI. 1.3.28.1987 (di lapangan) pembebanan RSNI T – 02 – 2005, maka didapat tegangan pada serat atas dan serat bawah gelagar sebagai berikut :


(2)

Tabel IV.18 Analisa Tengangan yang Terjadi pada Gelagar Berdasarkan Pembebanan RSNI T-02-2005 dan Pembebanan PPPJJR SKBI 1.3.28. 1987 (di Lapangan)

Tegangan yang Terjadi

PPPJJR SKBI – 1.3.28. 1987 (di Lapangan)

RSNI T-02-2005 (Kajian Perancangan) Tengah Bentang

ec = 586,385 mm

Tumpuan ee = 33,42 mm

Tengah Bentang ec = 561,382 mm

Tumpuan ee = 32,3 mm

Saat Transfer f

t

= – 6,631 N/mm2 fb = – 17,157 N/mm2

f t = – 5,773 N/mm2 fb = – 7,377 N/mm2

f t = – 3,300 N/mm2 fb = – 32,622 N/mm2

f t = – 9,104 N/mm2 fb = – 11,538 N/mm2

Saat Panel Pracetak Diereksi

f t = – 11,750 N/mm2 fb = – 13,476 N/mm2

f t = – 4,595 N/mm2 fb = – 5,872 N/mm2

f t = – 9,052 N/mm2 fb = – 20,965 N/mm2

f t = – 7,283 N/mm2 fb = – 9,230 N/mm2

Saat Pengecoran Slab

f t = – 18,525 N/mm2 fb = – 8,052 N/mm2

f t = – 4,595 N/mm2 fb = – 5,872 N/mm2

f t = – 21,641 N/mm2 fb = – 7,684 N/mm2

f t = – 7,283 N/mm2 fb = – 9,230 N/mm2

Saat Kondisi Beban Kerja

f tc = – 23,762 N/mm2

fbc = – 0,339 N/mm2

f tc = – 4,595 N/mm2

fbc = – 5,872 N/mm2

f tc = – 26,184 N/mm2

fbc = – 0,768 N/mm2

f tc = – 7,283 N/mm2


(3)

Hasil analisa terhadap kehilangan tegangan yang terjadi dan analisa penulangan blok ujung (End Block) pada gelagar jembatan Sei Belumai dengan pembebanan yang berdasarkan PPPJJR SKBI. 1.3.28.1987 Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya dan RSNI T – 02 – 2005 Standar Pembebanan Untuk Jembatan adalah sebagai berikut :

1. Kehilangan tegangan yang terjadi pada gelagar jembatan Sei Belumai dengan pembebanan jembatan berdasarkan PPPJJR SKBI. 1.3.28.1987 sebesar 14,07% lebih kecil dari asumsi awal kehilangan tegangan sebesar 20%, sedangkan dengan pembebanan jembatan berdasarkan RSNI T – 02 –2005 sebesar 12,377% lebih kecil dari asumsi awal kehilangan tegangan sebesar 20%.

2. Analisa penulangan pada balok ujung (End Block) dengan pembebanan jembatan berdasarkan PPPJJR SKBI. 1.3.28.1987 didapat penulangan end-section sepanjang 2,9 m (h) perlu dipasang sengkang Ø13 – 50 (di Lapangan), sedangkan dengan pembebanan jembatan berdasarkan RSNI T – 02 –2005 didapat penulangan end-section sepanjang 2,9 m (h) perlu dipasang sengkang Ø13 – 100.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V. 1 Kesimpulan

Dari hasil analisa perhitungan yang dilakukan pada gelagar jembatan Sei Belumai berdasarkan pembebanan RSNI T – 02 – 2005 Standar Pembebanan Untuk Jembatan, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Tendon yang digunakan dari hasil kajian perancangan gelagar jembatan berdasarkan pembebanan RSNI T – 02 – 2005 adalah Ø 15,24 mm (fpu = 2650

Mpa) dengan eksentrisitas pada tengah bentang ec = 561,382 mm dan

eksentrisitas pada tumpuan ee = 32,3 mm

2. Tegangan yang terjadi pada saat transfer pada daerah kritis (tengah bentang) diperoleh tegangan di serat atas f t = – 3,300 N/mm2 < fti = 23,238 N/mm2

dan tegangan di serat bawah fb = – 32,622 N/mm2 < fci = – 36 N/mm2,

tegangan pada saat kondisi beban kerja (beban layan) diperoleh tegangan di serat atas f tc = – 26,184 N/mm2 < fc = – 27 N/mm2 dan tegangan di serat

bawah fbc = – 0,768 N/mm2 < ft = 46,476 N/mm2, tegangan yang diperoleh

lebih kecil dari tegangan tekan izin maka kondisi gelagar pada saat transfer maupun pada kondisi beban kerja (layan) masih memenuhi syarat dan aman

3. Kehilangan tegangan yang terjadi (losses) sebesar 12,37% < 20% (asumsi kehilangan tegangan awal)

4. Penulangan balok ujung (end block) pada end-section sepanjang 2,9 m (h) perlu dipasang sengkang Ø14 – 50.


(5)

V. 2 Saran

Adapun saran yang diberikan penulis sebagai berikut :

1. Gelagar jembatan Sei Belumai yang pada awal perancangan berdasarkan pembebanan SKBI – 1.3.28. 1987 Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya, dapat dirancang ulang (redisain) berdasarkan pembebanan RSNI T – 02 – 2005 Standar Pembebanan Untuk Jembatan, dengan mengkaji kembali dimensi gelagar, tendon dan mutu beton prategang yang digunakan dalam perancangan.

2. Dalam pemakaian peraturan pembebanan RSNI T – 02 – 2005 Standar Pembebanan Untuk Jembatan yang masih berupa rancangan peraturan, dianjurkan agar dalam pemakaian peraturan tersebut lebih memperhatikan beberapa parameter-parameter yang berbeda (mengalami perubahan) dibandingkan peraturan pembebanan jembatan yang terdahulu.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Raju, N. Krishna., Beton Prategang, Jakarta: Erlangga, 1988.

Nawy, Edward G., Beton Prategang Suatu Pendekatan Mendasar, Terjemahan Bambang Suryoatmono, Jakarta: Elangga, 2001.

Budiandi, Andri., Desain Praktis Beton Prategang, Jogjakarta: ANDI, 2008.

Burns, H., & T. Y. Lin Ned., Desain Struktur Beton Prategang, Terjemahan Ir. Daniel Indrawan M.C.E, Jakarta: Erlangga,1993.

Mickleborough, N. C., & Gilbert, R. I., Design of Prestressed Concrete, London And New York: Spon Press.

SKBI-3.28.1987, Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya, Jakarta: Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, 1987.

SKBI-1.3.53.1987, Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Rumah Dan Gedung UDC : 699.841, Dep. Pekerjaan Umum RI, 1987.

Hurst, M. K., Prestressed Concrete Design, London: Chapman and Hall, Ltd., 1988. RSNI T-02-2005, Standar Nasional Indonesia, Standar Pembebanan Untuk Jembatan, Departemen Pekerjaan Umum.

SNI – 3 – 2847 – 2002, Standar Nasional Indonesia, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, Bandung, 2002.

Dipohusodo, Istimawan., Struktur Beton Bertulang Berdasarkan SK SNI 03, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996.