1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Salah satu masalah kebijaksanaan keuangan yang dihadapi perusahaan adalah masalah efektivitas modal kerja. Manajemen modal kerja yang baik sangat
penting dalam bidang keuangan karena kesalahan dan kekeliruan dalam mengelola modal kerja dapat mengakibatkan kegiatan usaha menjadi terhambat
atau terhenti sama sekali sehingga adanya analisis atas modal kerja perusahaan sangat penting dilakukan untuk mengetahui situasi modal kerja pada saat ini,
kemudian hal tersebut dihubungkan dengan situasi keuangan yang akan dihadapi pada masa mendatang.
Perputaran modal kerja atau working capital turnover WCT yaitu rasio yang memperlihatkan adanya keefektifan modal kerja dalam pencapaian
penjualan Riyanto, 2001:335. Semakin besar modal kerja yang dimiliki suatu perusahaan mengindikasikan semakin baiklah kondisi perusahaan tersebut karena
perusahaan memiliki sumber daya yaitu aktiva lancar yang besar untuk membiayai kegiatan operasio sehari-hari. Namun kondisi ini berbanding terbalik
dengan perputaran modal kerja, modal kerja yang berlebih menunjukkan perputaran modal kerja yang rendah yang disebabkan rendahnya perputaran
persediaan, piutang atau adanya saldo kas yang terlalu besar yang berarti adanya dana yang tidak produktif dan hal ini memberikan kerugian karena dana yang
tersedia tidak dipergunakan secara efektif dalam kegiatan perusahaan. Sebaliknya kekurangan modal kerja menunjukkan perputaran modal kerja yang tinggi yang
2
disebabkan tingginya perputaran persediaan, piutang atau adanya saldo kas yang terlalu kecil sehingga jumlah aktiva lancar tidak mampu menutupi hutang lancar,
hal inilah yang akan menimbulkan kerugian atau hilangnya kesempatan untuk memperoleh laba karena perusahaan kekurangan modal kerja untuk memperluas
penjualan dan meningkatkan produksinya. Inilah yang menjadi pokok permasalahan bagi pihak manajemen selama ini, seberapa besar sebaiknya modal
kerja yang harus ditetapkan oleh perusahaan dan bagaimana seharusnya perputaran modal kerja yang baik dalam suatu perusahaan.
Penetapan modal kerja yang dibutuhkan perusahaan berbeda-beda begitupun dengan perputaran modal kerja yang baik dalam suatu perusahaan,
salah satunya tergantung pada jenis perusahaan dan besar kecilnya perusahaan itu sendiri. Kebijakan perusahaan dalam menetapkan jumlah modal kerja secara tepat
akan menghasilkan keuntungan yang benar-benar diharapkan oleh perusahaan sedangkan akibat penetapan modal kerja yang kurang tepat akan mengakibatkan
kerugian. Kegiatan penetapan modal kerja tersebut bersifat dinamis sehingga harus disesuaikan dengan perkembangan perusahaan. Besarnya modal kerja
merupakan salah satu alat ukur yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan masalah likuiditas perusahaan.
Likuiditas adalah kemampuan suatu perusahaan dalam melunasi hutang lancarnya dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki perusahaan Hanafi,
2003:77. Secara umum hutang lancar dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu hutang jangka pendek, hutang dagang, dan hutang akrual accrued liabilities,
sedangkan aktiva lancar perusahaan dapat dibagi menjadi lima kategori yaitu kas
3
dan setara kas, sekuritas yang dapat diperdagangkan, piutang, persediaan dan biaya dibayar dimuka White, 2002:126. Rasio likuiditas dapat dibagi menjadi
dua bagian, yaitu rasio yang membandingkan sumber-sumber kas dengan total hutang lancar dan rasio yang membandingkan arus kas dengan hutang lancar
White, 2002:127. Semakin besar rasio likuiditas, maka hal itu menunjukkan kondisi yang baik dari suatu perusahaan.
Rasio likuiditas idealnya bagi perusahaan idealnya adalah 200, dan apabila likuiditas kurang dari 200 maka dianggap kurang baik karena apabila
aktiva lancar turun maka jumlah aktiva lancar tidak cukup untuk menutupi kewajiban jangka pendeknya. Apabila jumlah aktiva lancar terlalu kecil, maka
akan menimbulkan likuid, sedangkan apabila jumlah aktiva lancar terlalu besar akan berakibat timbulnya aktiva lancar atau dana yang menganggur, semua ini
akan berpengaruh kepada jalannya operasi perusahaan. Pengelolaan aktiva lancar secara efektif dan efisien sangatlah penting bagi
perusahaan, agar dapat mempertahankan likuiditasnya yang sangat berperan dalam menentukan seberapa besar perubahan modal kerja yang akan digunakan
perusahaan untuk mencapai keuntungan yang diharapkan oleh perusahasan. Perusahaan yang mampu memenuhi kewajiban keuangannya tepat pada waktunya
berarti perusahaan tersebut dalam keadaan “likuid” artinya perusahaan tersebut mempunyai alat pembayaran ataupun aktiva lancar yang lebih besar daripada
hutang lancar. Sebaliknya jika perusahaan tidak dapat memenuhi pembayaran pada saat ditagih atau kewajibannya pada saat jatuh tempo, berarti perusahaan
tersebut dalam keadaan ”likuid”.
4
Penjualan dan modal kerja diantaranya terdapat hubungan yang erat. Bila volume penjualan naik, investasi dalam persediaan dan piutang juga
meningkatkan modal kerja. Untuk menguji efisiensi penggunaan modal kerja, penganalisa menggunakan perputaran modal kerja working capital turnover,
yaitu rasio antara penjualan dengan modal kerja. Perputaran modal kerja ini menunjukkan jumlah rupiah penjualan neto yang diperoleh dari setiap rupiah
modal kerja Djarwanto, 2001:140. Perputaran modal kerja yang semakin cepat berarti semakin efisien
penggunaan total aktiva tersebut. Volume penjualan yang dicapai akan mempengaruhi perputaran modal kerja perusahaan. Seyogianya, semakin banyak
penjualan yang dilakukan, berarti semakin tinggi pula jumlah kas atau piutang yang diperoleh. Itu berarti akan semakin tinggi jumlah total aktiva lancar. Jika
total aktiva lancar bertambah tinggi, maka kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban lancarnya dengan aktiva lancar yang dimilikipun akan
semakin tinggi, atau dengan kata lain semakin tinggi pula tingkat likuiditas perusahaan tersebut.
Berdasarkan teori yang ada dapat ditarik kesimpulan bahwa perputaran modal kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap likuiditas. Fenomena
sehubungan dengan hal ini terjadi pada industri perbankan nasional saat krisis moneter yang terjadi mulai tahun 1997 dimana banyak bank yang tingkat
likuiditasnya turun karena perputaran modal kerjanya tidak efektif. Untuk mengatasi hal tersebut maka pemerintah mengambil langkah penyehatan
perbankan dengan melakukan merger beberapa bank yang tergolong tidak sehat
5
sehingga modal kerjanya bertambah dan efisiensi perputaran modal kerja bisa dilakukan dengan baik. Namun penelitian yang ada menunjukkan hasil berbeda.
Penelitian Farhan menunjukkan bahwa perputaran modal kerja tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap likuiditas perusahaan. Penelitian Syahputra juga
menunjukkan bahwa perputaran modal kerja tidak dapat memprediksi likuiditas perusahaan.
Perusahaan yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia BEI. Kelompok
perusahaan yang tergabung ke dalam industri makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dipilih sebagai perusahaanyang diteliti dengan
mempertimbangkan persaingan yang tinggi, sehingga menuntut kinerja perusahaan yang selalu prima agar unggul dalam persaingan, baik bersaing
dengan perusahaan yang telah go public maupun yang belum go public. Disamping itu, industri ini menyediakan kebutuhan primer manusia sehingga tetap
dapat menjadi prioritas utama konsumen meskipun kondisi perekonomian kurang mendukung. Bagaimanapun buruknya kondisi kehidupan ekonomi konsumen,
mereka masih tetap membutuhkan makanan dan minuman untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam penyusunan skripsi dengan judul “Pengaruh
Perputaran Modal Kerja Terhadap Tingkat Likuiditas Pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia”.
6
1.2. Perumusan Masalah