Kedudukan Saksi A Charge Dalam Proses Peradilan Pidana

saksi berantai. Jadi tidak setiap kejadian tindak pidana atau keadaan dapat di saksikan oleh seorang saksi secara lengkap, akan tetapi keterangan seorang saksi A Charge yang berdiri sendiri-sendiri, dapat di gunakan sebagai alat bukti yang sah, jika keterangan Saksi A Charge tersebut ada hubungannya satu dengan yang lain atau saling berhubungan, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian tindak pidana. 23

2.2 Kedudukan Saksi A Charge Dalam Proses Peradilan Pidana

Saksi dalam peradilan pidana menempati posisi kunci, sebagaimana terlihat dalam penempatannya dalam pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Sebagai alat bukti utama, tentu dampaknya sangat terasa bila dalam suatu perkara tidak diperoleh saksi. Pentingnya kedudukan saksi dalam proses peradilan pidana, telah dimulai sejak awal proses peradilan pidana. Harus di akui bahwa terungkapnya kasus pelanggaran hukum sebagian besar berdasarkan informasi dari masyarakat. Begitu pula dalam proses selanjutnya, di tingkat kejaksaan sampai pada akhirnya di pengadilan, keterangan saksi sebagai alat bukti utama menjadi acuan hakim dalam memutus bersalah atau tidaknya terdakwa. Jadi jelas bahwa saksi mempunyai kontribusi yang sangat besar dalam upaya menegakkan hukum dan keadilan. 24 Dalam sudut pandang penyidikan kedudukan saksi A Charge dalam proses peradilan pidana dapat di lihat dari bukti permulaan, yang mana bukti permulaan tersebut ada di dalam SK Kapolri No.Pol.SKEP04I1982 tanggaal 18 Februari 23 Ibid, hlm. 22 24 Surastini Fitriasih, Perlindungan saksi dan Korban Sebagai Sarana Munuju Proses PeradilanPidana Yang Jujur dan adil, MaPPI, h. 2 Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 1982 yang menentukan bahwa bukti permulaan yang cukup merupakan keterangan dan data yang terkandung dalam dua diantara : 1. Laporan Polisi; 2. Berita acara pemeriksaan polisi; 3. Laporan hasil penyidikan; 4. Keterangan saksisaksi ahli; 5. Barang bukti. Tujuan dari bukti permulaan ini untuk menjamin hak asasi seorang yang akan di periksa karena diduga melakukan tindak pidana. Dari dugaan tersebut yang merupakan unsur dari bukti permulaan maka penyidik akan mencari keterangan dan barang bukti, menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri, berdasarkan ketentuan pasal 16 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, untuk kepentingan penyidikan maka penyidik dapat melakukan penangkapan atas kecurigaan terhadap seseorang untuk di periksa. Apabila di dapati tertangkap tangan tanpa harus menunggu perintah dari penyidik, penyelidik dapat segera melakukan tindakan yang diperlukan seperti penangkapan, larangan meninggalkan tempat, pengeledahan dan penyitaan. Selain itu penyelidik juga dapat melakukan pemeriksaan surat dan penyitaan surat serta mengambil sidik jari dan memotret atau mengambil gambar orang atau kelompok yang tertangkap tangan melakukan tindak pidana. Selain itu penyelidik dapat membawa dan menghadapkan orang atau kelompok tersebut kepada penyidik. Dalam hal ini pasal 105 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana menyatakan bahwa dalam melaksanakan penyidikan, penyelidik Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. dikoordinasi, diawasi dan diberi petunjuk oleh penyidik. Dalam hal penyidikan akan di temukan Bukti-bukti permulaan dan harus di dasarkan pada asas praduga tak bersalah. Dalam hal kegiatan penyelidikan untuk mengumpulkan bukti-bukti permulaan tersebut, seorang penyidik diberikan kewenangan-kewenangan untuk melakukan tindakan tertentu kepada saksi A Charge, sehingga memungkinkan untuk mnyelesaikan penyelidikan itu dan siap untuk diserahkan kepada penuntut umum. 25 Penyidik berwenang memanggil kepada saksi-saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dan pemanggilan itu harus dilakukan : 1. Dengan surat panggilan yang sah dan di tandatangani oleh penyidik yang berwenang dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas. 2. Memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari pemeriksaan Pasal 112 ayat 1. Pada dasarnya tidak ada perbedaan antara pemeriksaan saksi dengan tersangka. Baik mengenai tata cara pemanggilan maupun mengenai cara pemeriksaan, sama-sama dilandasi oleh peraturan dan prinsip yang serupa dan pengatiannya di dalam KUHAP hampir seluruhnya diatur dalam pasal-pasal yang bersamaan. 26 berikut ini uraian tata cara pemeriksaan saksi : 1. Dalam memberikan keterangan harus terlepas dari segala macam tekanan baik berbentuk apapun dan dari siapa pun. Hal ini serupa dengan 25 Resti Siti Aningsih, Fungsi Dan Kedudukan Saksi dalam Peradilan Pidana,Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2008,hlm. 9 26 M. Yahya harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan Hukum Pidana, edisi II, Sinar Grafika, Jakarta, 2001, hlm. 144-146 Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. pemeriksaan tersangka dengan ketentuan Pasal 117 ayat 1 KUHAP, yang bunyinya : Keterangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tantapa tekanan dari siapa pun dan atau dalam bentuk apapun. 2. Pemeriksaana saksi dapat dilakukan pada tempat kediaman saksi. Karena saksi yang tidak memenuhi pemanggilan penyidik di sebabkan alasan yang patut dan wajar. 3. Seorang saksi yang hendak di periksa, tetapi bertempat tinggal di luar jangkauan hukum peyidik, pemeriksaan saksi yang bersangkutan dapat di delegasikan pada pejabat penyidik di wilayah hukum tempat tinggal saksi. Hal ini terdapat pada Pasal 119 KUHAP, sebagai berikut : Dalam hal tersangka atau saksi yang harus di dengan keterangannya berdiam atau bertempat tinggal di luar daerah hukum penyidik yang menjalankan penyidikan, pemeriksaan terhadap tersangka dan atau saksi dapat dibebankan kepada penyidik di tempat kediaman atau tempat tinggal tersangka dan atau saksi tersebut. 4. Saksi diperiksa tanpa sumpah, pemeriksaan saksi ditingkat penyidikan, saksi diperiksa tanpa disumpah. Lain halnya pemeriksaan saksi di muka persidangan pengadilan. Sebelum di periksa atau di dengar keterangannya, saksi bersumpah atau berjanji lebih dahulu. 5. Saksi diperiksa sendiri-sendiri, Undang-undang tidak melarang untuk mempertemukan saksi. Namun, prinsip cara pemeriksaan mereka harus sendiri-sendiri dengan bergiliran satu-persatu, demi kemurnian keterangan saksi. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 6. Keterangan yang dikemukakan saksi pemeriksaan penyidik, dicatat dengan teliti oleh penyidik dalam Berita Acara Pemeriksaan. Prinsip ini di dasarkan pada Pasal 117 ayat 2, sebagai berikut : Dalam hal tersangka memberikan keterangan tentang apa yang sebenarnya ia telah lakukan sehubungan dengan tindak pidana yang dipersangkakan kepadanya, penyidik mencatat dalam berita acara seteliti-telitinya sesuai dengan kata yang dipergunakan oleh tersangka sendiri. Dalam pasal 117 ayat 2 tidak di sebutkan saksi tetapi di dalam pemeriksaan tersangka dan saksi tidak ada perbedaan dalam perncatatannya. 7. Berita acara yang berisi keterangan saksi ditandatangani oleh penyidik dan saksi. Dalam penandatanganan Berita Acara Pemeriksaan, harus di perhatikan dua hal : a. Saksi menandatangani Berita Acara Pemeriksaan setelah terlebih dahulu isi dari Berita Acara Pemeriksaan tersebut di setujuinya. Hal ini terdapat di dalam Pasal 118 ayat 1, sebagai berikut : Keterangan tersangka dan atau saksi dicatat dalam berita acara yang ditandatangani oleh penyidik dan oleh yang memberikan keterangan itu setelah mereka menyetujui isinya. b. Undang-undang memberikan kemungkinan kepada saksi tidak menandatangani Berita Acara Pemeriksaan. Hal ini terdapat pada pasal 118 ayat 2, sebagai berikut : Dalam hal tersangka dan atau saksi tidak mau membubuhkan tandatangannya. Penyidik mencatat hal itu dalam berita acara dengan menyebut alasannya. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Setelah penyidik mendapatkan dan menyakini bukti-bukti bahwa terjadi tindak pidana maka penyidik wajib segera menyerahan berkas perkara tersebut kepada penuntut umum. Dan dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut masih kurang lengkap, maka penuntut umum segera mengembalikan berkas perkara tersebut kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi. Apabila pada saat penyidik menyerahkan hasil penyidikan, dalam waktu 14 hari penuntut umum tidak mengembalikan berkas, maka penyidikan dianggap telah selesai. Dalam hal penyidikan dan penulisan Berkas Acara Perkara atau BAP kedudukan saksi A Charge yang merupakan sumber dari informasi terjadinya tindak pidana akan di lindungi menurut undang-undang. Jika dilihat dari penuntut umum kedudukan saksi A Charge dalam proses peradilan dapat dilihat dari pembuatan surat dakwaan. Surat dakwaan tersebut di dasarkan pada Berita Acara Penyidikan yang diberikan oleh penyidik. surat dakwaan tersebut berisikan identitas tersangka dan uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana tersebut dilakukan. Dalam hal proses pembuatan surat dakwaan penuntut umum telah menyakini bukti-bukti dan saksi telah ada dan merupakan suatu tindakan tindak pidana maka penuntut umum harus segera melimpahkan surat dakwaan kepada pengadilan untuk secepatnya memeriksa terdakwa, di adili dan di putus oleh majelis hakim yang berjumlah 3 orang. Setelah majelis hakim di tetapkan maka selanjutnya di tetapkan hari sidang. Pemberitahuan hari sidang disampaikan oleh penuntut umum kepada terdakwa di Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. alamatkan tempat tinggalnya atau disampaikan di tempat kediaman terahir apabila tempat tinggalnya tidak diketahui. Hakim di dalam memutuskan terdakwa bersalah atau tidak didasarkan pada keterangan saksi A Charge dan alat bukti yang sah sebagaimana di atur di dalam undang-undang dan di dasarkan pada keyakinan hakim itu sendiri, hal ini sesuai dengan system pembuktian yang ada di Indonesia yaitu Sistem Negatif Wetteljk. Dengan demikian keyakinan hakim dan alat bukti yang sah menurut undang- undang harus ada hubungan sebab akibat Causal. Pasal 183 Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana mensyaratkan adanya dua alat bukti yang sah dan yang ditetapkan Undang-Undang dan keyakinan hakim, bahwa tindak pidana itu benar-benar telah terjadi dan terdakwalah yang melakukannya. Hal ini juga di atur di dalam Undang-undang No.4 Tahun 2004 Tentang kekuasaan kehakiman pasal 6 ayat 2 yang mana bunnyinya : Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan, karena alat bukti yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbutan yang didakwakan atas dirinya. Oleh karena itu, sistem KUHAP menganut sistem Negative wettelijk, tidak mengizinkan hakim pidana untuk menggunakan atau menerapkan alat-alat bukti lain yang tidak ditetapkan oleh Undang-Undang, dalam hal ini yang ditetapkan oleh pasal 184 KUHAP. Apabila hakim sudah menjatuhkan putusan pemidanaan kepada terdakwa maka hakim telah menyakini berdasarkan keterangan saksi A Charge atau fakta- fakta di dalam persidangan dan alat bukti yang sah menurut undang-undang bahwa terdakwa melakukan perbutan yang telah didakwakan kepada dirinya dan Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. putusan majelis hakim diambil dalam suatu musyawarah majelis hakim yang merupakan permufakatan bulat yang berhasil dicapai. Apabila kebulatan tidak dapat diperoleh maka didasarkan dengan suara terbanyak, apabila mekanisme tersebut masih belum dapat mencapai suara bulat, maka putusan yang dipilih adalah pendapat hakim yang menguntungkan terdakwa. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM SAKSI A CHARGE DALAM PROSES