. Profil Fraksi Total Protein Pada Sapi Friesian Holstein Bunting Trimester Akhir Yang Divaksin Dengan Vaksin Escherichia Coli Polivalen

PROFIL FRAKSI TOTAL PROTEIN PADA SAPI FRIESIAN
HOLSTEIN BUNTING TRIMESTER AKHIR YANG DIVAKSIN
DENGAN VAKSIN Escherichia coli POLIVALEN

MARGIE SAMBERA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Profil Fraksi total
protein pada sapi Friesian Holstein bunting trimester akhir yang divaksin dengan
vaksin Escherichia coli polivalen” adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Margie Sambera
NIM B04090206

ABSTRAK
MARGIE SAMBERA. Profil Fraksi Total Protein pada Sapi Friesian Holstein
Bunting Trimester Akhir yang Divaksin dengan vaksin Escherichia coli
Polivalen. Dibimbing oleh ANITA ESFANDIARI dan SUS DERTHI
WIDHYARI.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari profil konsentrasi total
protein, albumin, dan globulin pada induk sapi Friesian Holstein (FH) bunting
trimester akhir yang divaksin dengan vaksin Escherichia coli polivalen. Tujuh
ekor induk sapi bunting trimester akhir divaksin menggunakan vaksin
Escherichia coli polivalen sebanyak 2 kali sebelum induk sapi diperkirakan
akan melahirkan. Sampel darah diambil melalui vena coccygealis pada saat
sebelum vaksinasi pertama, pada 2 minggu sesudah vaksinasi pertama, pada 1,
2, dan 4 minggu sesudah vaksinasi kedua. Sampel darah dianalisis terhadap

kadar total protein dan albumin menggunakan spektrofotometer dan kit
komersial. Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa konsentrasi total protein
dan globulin cenderung meningkat pada satu minggu sesudah vaksinasi kedua,
sedangkan konsentrasi albumin cenderung konstan sepanjang pengamatan
berlangsung. Dapat disimpulkan, vaksinasi pada induk sapi FH bunting
trimester akhir menggunakan vaksin Escherichia. coli polivalen meningkatkan
konsentrasi total protein dan globulin pada satu minggu sesudah vaksinasi
kedua.
Kata kunci: Vaksin Escherichia coli polivalen, total protein, albumin, globulin

ABSTRACT
MARGIE SAMBERA. Total Protein Fraction Profiles on Dry Holstein Cows
Vaccinated by Polyvalent Escherichia coli Vaccine. Supervised by ANITA
ESFANDIARI and SUS DERTHI WIDHYARI
The objective of this experiment was to study the total protein, albumin,
and globulin concentration on dry Holstein cows (FH) vaccinated by polyvalent
Escherichia coli vaccine. Seven dry cows, were vaccinated by polyvalent
Escherichia coli vaccine two times before term. Blood samples were taken
through coccygealis veins : before the first vaccination, 2 weeks after the first
vaccination, at 1, 2, and 4 weeks after the second vaccination. Blood samples

were analyzed for total protein and albumin concentration using
spectrophotometer and commercial kit. Results of this experiment showed that
the total protein and globulin concentrations tended to increase during one
week after the second vaccination, whereas albumin concentration tended to be
constant along observation. In conclusion, the vaccination of polyvalent
Escherichia coli vaccine in dry Holstein cows increased the concentration of
total protein and globulin during a week following the second vaccination.
Keywords: Polyvalent Escherichia coli vaccine, total protein, albumin, globulin

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, ataun
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PROFIL FRAKSI TOTAL PROTEIN PADA SAPI FRIESIAN
HOLSTEIN BUNTING TRIMESTER AKHIR YANG DIVAKSIN

DENGAN VAKSIN Escherichia coli POLIVALEN

MARGIE SAMBERA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.
Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, penulis juga ingin
mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua tercinta Bapak Moses Acen
dan Ibu Marta yang telah memberikan doa, dukungan, dan motivasi kepada

penulis. Selain itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Drh. Anita Esfandiari, M.Si dan Dr. Drh. Sus Derthi Widhyari, M.Si
selaku dosen pembimbing skripsi atas segala arahan, bimbingan, waktu dan
kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama proses penyusunan
skripsi.
2. Drh. Wahono Esthi Prasetyaningtyas, M.Si selaku dosen pembimbing
akademik yang telah meluangkan waktu, memberikan arahan, dan dengan
kesabaran dalam membimbing penulis selama kuliah di IPB.
3. Dr. Drh. Sri Murtini, M.Si selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis
yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi
perbaikan skripsi.
4. Sahabat, keluarga, dan teman seperjuangan Ernawati, Dirwan Rahman,
David Alfian, Shandi Yudha Prawira, Ahmad Raja, Fardi Tarang, Novrianto
Albertino, dll yang tidak bisa penulis ucapkan satu per satu.
5. Teman-Teman satu bimbingan skripsi Rahmi Hidayat, Amanda Thalita, Dini
Nurwahyuni.
6. Teman-teman Geochelone 46, Acromion 47, Ganglion 48 dan Astrocyte 49.
Terakhir penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh Civitas Akademik
Fakultas Kedokteran IPB. Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini
masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat berterima kasih dan

terbuka untuk kritik dan saran yang membangun. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, September 2015
Margie Sambera

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

PENDAHULUAN

i

Latar Belakang


1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Klasifikasi Sapi Perah Friesian Holstein

2

Kolibasilosis


2

Total Protein

4

Albumin

5

Globulin

5

Vaksinasi

6

METODOLOGI PENELITIAN


6

Waktu dan tempat

6

Bahan dan Alat

6

Hewan Percobaan

7

Pengolahan dan Analisis Data

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

SIMPULAN DAN SARAN

7
12

Simpulan

12

Saran

12

DAFTAR PUSTAKA

12

RIWAYAT HIDUP

16

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

15

1

DAFTAR TABEL
1
2

Konsentrasi total protein, albumin, dan globulin pada sapi FH
menurut Žvorc et al. (2000)
Rataan konsentrasi total protein, albumin, dan globulin induk sapi
FH bunting trimester akhir yang divaksin dengan vaksin
Escherichia coli polivalen

4

8

DAFTAR GAMBAR
1

Rataan konsentrasi total protein pada induk sapi FH bunting
trimester akhir yang divaksin dengan vaksin Escherichia coli
polivalen
2 Rataan konsentrasi albumin pada induk sapi FH bunting trimester
akhir yang divaksin dengan vaksin Escherichia coli polivalen
3 Rataan konsentrasi globulin pada sapi FH bunting trimester akhir
yang divaksin dengan Escherichia coli polivalen

9
10
11

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kerugian ekonomi dalam dunia peternakan sapi perah dapat disebabkan
oleh penyakit dan kematian pada anak sapi. Salah satu penyakit yang
menyebabkan kematian pada anak sapi baru lahir (neonatus) adalah kolibasilosis.
Kolibasilosis pada anak sapi baru lahir disebabkan oleh infeksi bakteri
Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC). Kematian ternak neonatus akibat
kolibasilosis menyebabkan peternak mengalami kerugian ekonomi yang cukup
signifikan, khususnya peternakan sapi perah. Kerugian ekonomi yang timbul
akibat kolibasilosis tidak hanya berupa kematian, namun juga biaya pengobatan,
penurunan berat badan, dan terganggunya pertumbuhan anak sapi. Secara umum
kematian neonatus pada tingkat peternak akibat kolibasilosis di Indonesia masih
tergolong cukup tinggi, yaitu antara 7-27%, sedangkan prevalensi diare pada anak
sapi perah 20-31%, dan kematian akibat diare berkisar antara 19-24% per tahun
(Utomo et al. 2006; Supar 2001).
Penggunaan antibiotika untuk penanganan kolibasilosis dirasakan kurang
efektif karena kematian anak sapi akibat diare di lapangan tetap tinggi. Penelitian
terdahulu melaporkan bahwa E. coli K-99 dari anak sapi yang diare telah
menunjukkan tingkat resistensi yang tinggi terhadap antibiotika yang digunakan
di lapangan. Laporan tersebut mengindikasikan bahwa antibiotika tidak efektif
untuk pengobatan dan pengendalian kolibasilosis di lapangan (Supar 1996;
Soeripto 2002). Oleh karena itu dilakukan pendekatan melalui pengebalan pasif
menggunakan kolostrum hiperimun sebagai alternatif dalam penanggulangan
kasus diare pada anak sapi akibat ETEC. Pemberian kolostrum hiperimun dari
induk sapi bunting trimester akhir yang divaksin dengan vaksin E. coli polivalen
mampu memberikan proteksi anak sapi neonatus terhadap infeksi ETEC K-99
(Esfandiari et al. 2009).
Kolostrum hiperimun dapat diperoleh dari induk sapi bunting yang divaksin
berulang-ulang pada saat kering kandang. Vaksinasi yang berulang akan
meningkatkan konsentrasi antibodi atau imunoglobulin dalam sirkulasi darahnya.
Selim et al. (1995) dikutip dalam Davis dan Drackley (1998) melaporkan bahwa
kontribusi konsentrasi globulin darah, dalam hal ini gamma globulin
(imunoglobulin), terhadap konsentrasi total protein cukup besar, sehingga
pengukuran konsentrasi total protein dapat digunakan sebagai indikator besar
kecilnya konsentrasi imunoglobulin di dalam serum. Menurut Kaneko (1997),
konsentrasi total protein juga dapat dijadikan sebagai acuan terhadap keberhasilan
pembentukan antibodi. Sampai saat ini belum banyak informasi tentang profil
fraksi total protein pada induk sapi bunting setelah pemberian vaksin Escherichia
coli.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari profil konsentrasi total
protein, albumin, dan globulin pada sapi FH bunting trimester akhir setelah
pemberian vaksin Escherichia coli polivalen.

2
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang gambaran
konsentrasi total protein, albumin, dan globulin pada sapi FH bunting yang
divaksin dengan vaksin Escherichia coli polivalen.

TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Sapi Perah Friesian Holstein
Berdasarkan tujuan pemeliharaannya, bangsa sapi dikelompokkan menjadi
dua tipe, yaitu tipe sapi potong dan tipe sapi perah. Jenis sapi potong yang telah
diternakkan dan berkembang di Indonesia adalah sapi Brahman, sapi Limousin,
sapi Simental, sapi Ongole, sapi Peranakan Ongole dan sapi Bali (Nugroho 2008).
Jenis sapi perah unggul dan paling banyak dipelihara di dunia adalah sapi
Shorthorn (Inggris), Friesian Holstein (Belanda), Yersey (Selat Channel antara
Inggris dan Perancis), Brown Swiss (Switzerland), Red Danish (Denmark) dan
Droughtmaster (Australia) (Firman 2010).
Sapi Friesian Holstein (FH), terkenal dengan produksi susunya yang tinggi
(± 6350 kg/th), dengan persentase lemak susu berkisar antara 3-7%. Sapi FH yang
berasal dari bibit unggul mampu berproduksi hingga mencapai 8.125 liter
susu/tahun. Menurut Firman (2010), sapi perah mampu memproduksi susu
berkisar antara 20 - 30 liter/hari. Produksi susu sapi di Indonesia masih kurang
dari 20 liter/hari. Produksi susu sapi di Lembang dapat mencapai 17.25 liter/hari
dengan total produksi pertahun sebesar 4.789 liter. Produksi maksimal dapat
dicapai apabila sapi berada pada lingkungan yang mendukung. Penerapan
manajemen yang baik dan pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan ternak
akan meningkatkan produksi susu (Atabany et al. 2008).
Sapi FH dapat dikenali dengan cepat dari warnanya yaitu belang putih dan
hitam atau merah. Dahi sapi terdapat warna putih berbentuk segitiga. Memiliki
tanduk berukuran kecil, menjurus ke depan dengan membentuk sudut 45º terhadap
garis wajah. Berat pedet yang baru lahir dapat mencapai 45 kg. Berat sapi dewasa
dapat mencapai 750 kg dengan tinggi 58 inchi.Distribusi sapi FH di Indonesia
sebagian besar berada di dataran tinggi (kurang lebih 700 m di atas permukaan
laut) dengan temperatur berkisar antara 16-23 °C dan kelembaban berkisar antara
65-75% (Nugroho 2008).
Kolibasilosis
Secara umum penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Escherichia
coli (E. coli) dinamakan kolibasilosis. Sejak lama telah diketahui bahwa
kolibasilosis banyak menyebabkan kematian pada anak sapi perah baru lahir
(neonatus) akibat infeksi Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC). Kolibasilosis
menghambat pertumbuhan populasi sapi perah dan secara langsung atau tidak
langsung menyebabkan kerugian ekonomi (Supar 1996a). Kematian anak sapi
neonatus akibat kolibasilosis menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup
signifikan bagi dunia peternakan. Dampak kerugian ekonomi yang ditimbulkan

3
oleh penyakit kolobasilosis bukan hanya akibat kematian anak sapi tersebut, tetapi
juga penurunan bobot badan, biaya pakan, dan biaya perawatan. Angka morbiditas
pada anak sapi FH bisa mencapai 70%, sedangkan angka mortalitas akibat infeksi
E. coli K-99 cukup tinggi, bisa mencapai 50% (Blood dan Radotstits 1989).
Penyebab kolibasilosis pada anak sapi adalah bakteri E.coli yang mempunyai
antigen perlekatan atau fimbriae K99 atau F41. Bakteri tersebut sudah berhasil
diisolasi dari anak sapi perderita diare dari berbagai tempat di daerah
pengembangan sapi perah di pulau Jawa (Supar 1996b).
Escherichia coli merupakan salah satu dari beberapa agen penyebab diare
pada hewan dan manusia baru lahir. Escherichia coli yang memiliki antigen
perlekatan K-99 merupakan penyebab utama diare neonatal pada anak sapi
(Orskov et al. 1975). Escherichia coli menjadi patogen karena memiliki faktor
virulensi berupa antigen K (kapsul), F (pili), fimbriae, enterotoksin, hemolisin,
kolisin dan aerobaktin atau sideropor (Gross & Barnes 199; Carter & Wise 2004).
Fimbriae adalah struktur permukaan bakteri berupa protein polimer yang
berbentuk seperti serabut yang sangat halus. Adhesi fimbriae pada ETEC babi dan
sapi dinamakan K88 dan K99 (Orskov & Orskov 1983). Terdapat empat adhesion
fimbriae ETEC yang dikenal pada ternak neonatal yaitu K88 (F4), K99 (F5), P987
(F6), dan F41 (Cox dan Hauvenagel 1993).
Kelompok ETEC menjadi agen penting penyebab diare akut pada hewan
muda (neonatus) dan anak-anak. Perlekatan sel enterosit usus kecil oleh fimbriae
merupakan langkah pertama ETEC patogen untuk menimbulkan diare (Orskov &
Orskov 1983). Infeksi E. coli K99 sering menyebabkan diare akut dan kematian
anak sapi neonatal pada hari-hari di minggu pertama kelahirannya (Supar 1996a).
Bakteri ini dapat masuk melalui tali pusar atau mulut. Infeksi pada tali pusar
sering kali menyebabkan septikemia. Infeksi dalam keadaan parah dapat
menyebabkan radang pada persendian sehingga anak sapi sulit untuk berdiri.
Tanda khusus penyakit berupa defekasi berwarna putih kekuningan yang cair
seperti pasta dengan bau yang busuk sehingga penyakit ini dikenal dengan nama
white scours. Diagnosa penyakit dapat ditentukan secara klinis dan pemeriksaan
laboratorium (Seddon 1967; Syarief & Sumoprastowo 1985).
Galur E. coli K99 memproduksi enterotoksin tahan panas (heatstable
toxin/ST). Antigen pili K-99 sebagai alat untuk melekat pada permukaan usus
(Chan et al. 1983), sedangkan toksin ST mengaktivasi enzim guanilat siklase,
yang menyebabkan terjadinya penumpukan Cyclic guanosine monophosphate
(cGMP). Penumpukan cGMP menghambat absorpsi sodium, klor, dan air pada
bagian vili di permukaan usus, dan manifestasi sekresi cairan tubuh dan garam
elektrolit secara berlebihan pada bagian kripta (Guerrant et al. 1980). Oleh karena
sekresi terjadi lebih banyak dibandingkan dengan kehilangan garam elektrolit,
sehingga terjadi asidosis dan akhirnya mati (Tzipori 1985 dalam Supar 1996).
Diare yang muncul akibat aktivitas enterotoksin pada ETEC pada prinsipnya
bekerja sebagai antiabsorbtif karena bekerja menghalangi transport Na+ dan Cldari lumen ke dalam sel epitel usus yang kemudian terjadi peningkatan sekresi
cairan isotonis. Enterotoksin juga merusak motilitas usus yang merupakan faktor
untuk memfasilitasi keberadaan ETEC di dalam lumen usus. Faktor penting pada
inang dalam infeksi ETEC adalah umur, pH lambung, dan kehadiran antibodi
spesifik terhadap permukaan antigen ETEC (Todar 2008).

4
Diare akibat kolibasilosis yang terjadi pada ternak baru lahir biasanya
bersifat akut, dan merupakan penyakit yang paling sering ditemukan di lapangan.
Penyakit ini paling sering menyerang ternak dengan umur kurang dari 3 hari (1-3
hari) atau pada umur lebih awal lagi yaitu 12-18 jam sesudah lahir (Blood dan
Radotstits 1989). Diare yang disebabkan oleh E. coli secara klinis ditandai dengan
acute profuse watery diarrhea, dehidrasi yang progresif, asidosis, dan kematian
dalam waktu yang sangat cepat (Blood dan Radotstits 1989). Menurut supar et al.
(1988), penyakit infeksius yang disebabkan oleh ETEC pada anak sapi ditandai
dengan diare profus dan feses berwarna putih kekuning- kuningan, dan dehidrasi,
jika parah dapat diakhiri dengan kematian anak sapi yang rentan infeksi.
Infeksi oleh E. coli dapat dikurangi melalui penggunaan antibiotik.
Penggunaan antibiotik secara terus-menerus dan menunjukkan hasil yang tidak
memuaskan merupakan suatu indikasi bahwa penggunaan antibiotika di lapangan
telah menimbulkan resistensi terhadap E.coli (Soeripto 2002). Pemberian
kolostrum dari induk yang divaksin pada saat bunting kepada ternak baru lahir
sesegera mungkin setelah lahir, akan melindungi anak sapi yang baru lahir dari
infeksi oleh enteric colibacillosis. Angka kematian ternak baru lahir akibat enteric
colibacillosis lebih tinggi pada ternak dengan kadar imunoglobulin yang rendah di
dalam darahnya, dibandingkan dengan ternak dengan imunoglobulin tinggi di
dalam darahnya (Blood dan Radotstits 1989).
Total Protein
Total protein merupakan kumpulan unsur-unsur kimia darah yang
terkandung di dalam plasma maupun serum. Protein merupakan komponen
penting bagi tubuh karena protein memiliki banyak fungsi. Protein berguna untuk
menggantikan jaringan yang rusak, membuat antibodi, enzim dan hormon,
menjaga keseimbangan asam basa, air, elektrolit, serta menyumbang sejumlah
energi tubuh (Kresnawan 2012). Penting sekali untuk mengetahui status fraksi
protein dalam tubuh karena berhubungan dengan status kesehatan tubuh (Kaslow
2010). Konsentrasi total protein, albumin dan globulin pada induk sapi bunting
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Konsentrasi total protein, albumin, dan globulin pada sapi FH menurut
Žvorc et al. (2000)
Umur Kebuntingan
Total Protein
Albumin
Globulin
(Bulan)
(g/dL)
(g/dL)
(g/dL)
Tidak Bunting
6.56±0.132
2.90±0.040
3.66±0.140
4
7.20±0.160
3.24±0.350
3.96±0.368
5

7.02±0.296

3.20±0.200

3.82±0.352

6

7.11±0.312

3.33±0.170

3.78±0.368

7

7.48±0.348

3.02±0.156

4.26±0.560

8

7.55±0.450

3.15±0.170

4.40±0.520

9

6.90±0.380

3.00±0.220

3.66±0.370

5
Konsentrasi total protein dapat meningkat di dalam sirkulasi darah pada
dehidrasi, infeksi kronis, hipofungsi kelenjar adrenal, kegagalan fungsi hati,
hemolisis, leukemia. Penurunan konsentrasi total protein disebabkan karena
malnutrisi dan malabsorbsi, penyakit hati, diare kronis maupun non kronis,
terbakar, ketidakseimbangan hormon, penyakit ginjal (proteinuria), rendahnya
albumin, rendahnya globulin, bunting (Kaslow 2010).
Albumin
Albumin merupakan fraksi protein yang memiliki kemampuan larut di
dalam air. Albumin memiliki kadar garam dalam jumlah sedang dan mudah
terkoagulasi jika terpapar oleh panas. Albumin di dalam darah merupakan protein
plasma yang diproduksi di dalam hati. Albumin dalam darah dapat mencapai 60%
dari total protein plasma (Nelson and Cox 2004). Konsentrasi albumin pada sapi
perah adalah 3.54 ± 0.45 g/dL (Earley et al. 2006).
Albumin menjalankan banyak fungsi penting bagi tubuh antara lain
membantu penggunaan asam lemak bebas, menjaga osmolalitas plasma darah dan
cairan interstisial, dan membantu ekskresi bilirubin (Nelson & Cox 2004). Selain
itu, albumin memiliki sejumlah fungsi lain, yaitu untuk mengangkut molekulmolekul kecil melewati plasma dan cairan sel. Fungsi ini erat kaitannya dengan
bahan metabolisme asam lemak bebas dan bilirubin dan berbagai macam obat
yang kurang larut dalam air tetapi harus dibawa melalui darah dari satu organ ke
organ lainnya agar dapat dimetabolisme atau diekskresikan. Albumin juga sangat
penting untuk mengatur volume darah dan menjaga tekanan osmotik koloid
benda-benda darah serta sebagai carrier faktor pembekuan darah (Kaneko 2008).
Konsentrasi albumin dapat meningkat di dalam sirkulasi darah pada
dehidrasi, gagal jantung (Chronic Hearth Failure), gagal dalam penggunaan
perombakan protein. Penurunan konsentrasi albumin disebabkan karena
malnutrisi (defisiensi protein), gejala kerusakan ginjal, protein loosing
enterophaty, terbakar, kegagalan fungsi hati (Kaslow 2010).
Globulin
Globulin serum atau globulin adalah protein, termasuk di dalamnya gamma
globulin (antibodi), beberapa enzim dan juga protein transpor atau karier yang
tidak larut, baik di dalam air maupun di dalam larutan garam konsentrasi tinggi,
tetapi larut dalam larutan garam konsentrasi sedang. Globulin mempunyai rasio
35% dari total protein plasma. Globulin berfungsi untuk sirkulasi ion, hormon,
asam lemak, dan dalam sistem kekebalan. Beberapa jenis globulin mengikat
hemoglobin, beberapa yang lain mengusung zat besi, berfungsi untuk melawan
infeksi, dan bertindak sebagai faktor koagulasi (Kaslow 2010).
Kekurangan
globulin
akan
menyebabkan
defisiensi
antibodi
(imunodefisiensi). Antibodi diproduksi oleh limfosit B yang sudah mengalami
pematangan atau maturasi, dan berubah nama menjadi plasma sel. Globulin terdiri
dari 4 grup, diantaranya adalah alpha-1 globulin, alpha-2 globulin, beta globulin
dan gamma globulin (IgM, IgA, IgG, IgD, IgE). Hati merupakan satu-satunya
organ yang membentuk beta globulin. Gamma globulin selain dibentuk di dalam
hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang (Luiz et al. 2003).

6
Peningkatan konsentrasi globulin di dalam sirkulasi darah dapat ditemukan
pada infeksi kronis (parasit, bakteri, atau virus), penyakit hati (sirosis,
penyumbatan saluran empedu), sindrom karsinoid, radang sendi atau reumatik,
ulkus pada kolon, mieloma dan leukemia, penyakit autoimun, gagal ginjal.
Konsentrasi globulin dalam sirkulasi darah dapat menurun pada nephrosis,
defisiensi alpha-1 globulin, anemia hemolitika akut, kegagalan fungsi hati, hipogammaglobulinemia (Kaslow 2010).
Vaksinasi
Vaksinasi adalah pemberian vaksin ke dalam tubuh individu untuk
memberikan kekebalan terhadap suatu penyakit (Kreier dan Mortensen 1990).
Vaksin bakteri terdiri dari dua bentuk yaitu vaksin aktif dan vaksin inaktif. Vaksin
aktif ada dua macam, yaitu bakteri yang patogenitasnya telah dilemahkan melalui
pasase di laboratorium dan yang dilemahkan dengan cara memutasikan sifat
virulensinya. Vaksin inaktif juga terdiri dari dua macam yaitu vaksin yang terdiri
atas seluruh sel dan yang terdiri atas fragmen sel saja yang sering disebut dengan
vaksin sub unit. Hasil vaksinasi sangat bervariasi tergantung dari jenis vaksinnya.
Vaksin aktif akan memberikan perlindungan yang lebih lama dibandingkan
dengan vaksin inaktif. Namun demikian penggunaan vaksin inaktif dalam waktu
panjang akan lebih aman dibandingkan dengan vaksin aktif (Soeripto 2002).
Secara teknis vaksin harus memenuhi kriteria dalam memberikan
perlindungan pada ternak yang divaksin dan terhadap fetus melalui maternal
immunity, tidak menimbulkan sakit jika diaplikasikan dan cara pemberiannya
tidak berulang-ulang agar dapat menghemat waktu, tenaga dan biaya, serta tidak
menimbulkan stres berulang pada ternak (Soeripto 2002). Pencegahan dan
pengendalian penyakit melalui vaksinasi dapat memberikan dampak yang lebih
baik, karena vaksinasi tidak meninggalkan residu antibakteri pada produk ternak
dan tidak menyebabkan resistensi terhadap bakteri (Soeripto 2002). Saat ini
vaksin E. coli dengan isolat bakteri lokal merupakan salah satu vaksin inaktif yang
sudah beredar dan tersedia di Indonesia untuk pencegahan kolibasilosis pada
ternak sapi, babi, dan unggas (Dirkeswan 2000).

METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan tempat
Penelitian dilakukan pada bulan Juli hingga Oktober 2013. Pengambilan
sampel darah induk sapi bunting dilakukan di peternakan rakyat di Kawasan
Usaha Peternakan Sapi Perah. Cibungbulang Bogor. Pemeriksaan sampel darah
dilakukan di Laboratorium komersial di Bogor.
Bahan dan Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi spektrofotometer,
sentrifus, disposable syringe, tabung reaksi, gelas piala, pipet, dan tabung

7
ependorf. Bahan bahan yang digunakan antara lain seperangkat kit total protein
dan albumin, sampel darah sapi, aquades.
Hewan Percobaan
Sebanyak tujuh ekor induk sapi jenis Friesian Holstein (FH) bunting
trimester akhir, sehat secara klinis, dan berada pada laktasi kedua sampai ketiga
digunakan sebagai hewan coba pada penelitian ini. Induk sapi dipelihara di
peternakan rakyat di Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah, Cibungbulang
Bogor. Induk sapi diberi pakan berupa rumput, konsentrat dan ampas tahu. Air
minum diberikan secara ad libitum.
Metode
Hiperimunisasi Induk Sapi Bunting
Vaksin diberikan secara sub-kutan dengan dosis tunggal, menggunakan
vaksin E. coli polivalen yang berisi antigen O157 dan O9, 101, enterotoksigenik
E. coli K99 & F41 dengan K99 & F41 inaktif yang diemulsikan dalam alhidrogel.
Vaksinasi terhadap induk sapi dilakukan sebanyak 2 (dua) kali, yaitu pada 8 dan 6
minggu sebelum induk sapi diperkirakan akan melahirkan.
Koleksi, Preparasi, dan Analisis Sampel Darah Induk Sapi
Sampel darah induk sapi diambil melalui vena coccygealis dengan
menggunakan disposable syringe tanpa antikoagulan untuk memperoleh serum.
Pengambilan sampel darah dilakukan pada saat sebelum dilakukan vaksinasi
pertama, pada 2 minggu sesudah vaksinasi pertama, dan pada 1,2, dan 4 minggu
sesudah vaksinasi kedua. Sampel darah kemudian dianalisis terhadap konsentrasi
total protein, albumin dan globulin. Analisis konsentrasi total protein dan albumin
darah dilakukan menggunakan alat spektrofotometer dengan menggunakan kit
komersial. Konsentrasi globulin ditentukan melalui pengurangan antara
konsentrasi total protein dengan konsentrasi albumin.
Pengolahan dan Analisis Data
Data hasil penelitian yang diperoleh dihimpun dan ditabulasi. Data
kemudian dianalisis secara deskriptif menggunakan Tabel dan Grafik yang
menyajikan nilai rataan dan simpangan baku (standar deviasi) dari setiap sampel
serum yang diperiksa.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Menurut Girindra (1989) dan Kaneko (1997), terdapat tiga fraksi utama
protein dalam darah, yaitu albumin, globulin, dan fibrinogen. Albumin,
fibrinogen, dan globulin (50-80% globulin) disintesis di organ hati, sedangkan
sisa globulin lainnya dibentuk di jaringan limfoid. Menurut Kaneko (1997),

8
peningkatan dan penurunan konsentrasi total protein dalam plasma darah dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Perubahan konsentrasi protein total dalam
plasma darah dapat terjadi jika salah satu fraksi protein utamanya mengalami
perubahan (misalnya albumin atau globulin).
Tabel 2 Rataan konsentrasi total protein, albumin, dan globulin induk sapi FH
bunting trimester akhir yang divaksin dengan vaksin Escherichia coli
polivalen
2 minggu 1 minggu 2 minggu 4 minggu
Pre
post
post
post
post
Parameter
Vak I*
Vak I**
Vak II
vak II
vak II
Total Protein (g/dL) 7.66±0.46 7.31±0.56
Albumin (g/dL)
3.39±0.17 3.40±0.29
Globulin (g/dL)
4.26±0.55 3.91±0.69

7.48±0.58 7.20±0.43 7.23±0.37
3.38±0.23 3.38±0.26 3.38±0.21
4.11±0.70 3.82±0.47 3.85±0.39

Keterangan: Vak = vaksinasi
* = Vaksinasi I dilakukan setelah pengambilan darah pre-vaksinasi I
** = Vaksinasi II dilakukan setelah pemgambilan darah 2 minggu post-vaksinasi I

Rataan konsentrasi total protein pada induk sapi FH bunting trimester
akhir yang divaksin dengan vaksin E. coli polivalen disajikan pada Tabel 2 dan
Gambar 1. Konsentrasi total protein selama pengamatan berlangsung berkisar antara
7.20-7.66 g/dL. Konsentrasi total protein pada induk sapi bunting trimester akhir
yang divaksin dengan vaksin E. coli polivalen cenderung menurun pada dua
minggu sesudah vaksinasi pertama. Satu minggu sesudah vaksinasi kedua
(booster), konsentrasi total protein mengalami peningkatan. Konsentrasi total
protein kemudian menurun lagi pada dua minggu sesudah vaksinasi kedua hingga
selesainya pengamatan pada empat minggu sesudah vaksinasi kedua.
Penurunan konsentrasi total protein yang terjadi pada dua minggu sesudah
vaksinasi pertama diduga karena : 1) pemberian vaksinasi pertama belum mampu
meningkatkan konsentrasi antibodi, sehingga kadar antibodi menurun; 2) tubuh
memerlukan waktu lebih lama untuk membentuk antibodi setelah pemberian
vaksin pertama kali. Menurut Tizard (1988), waktu yang diperlukan untuk
membentuk antibodi berkisar antara 2-3 minggu (Tizard 1988). Pendapat ini
didukung oleh Hill (2011) bahwa produksi antibodi spesifik (setelah pemberian
vaksin) biasanya terjadi sekitar 14-21 hari sesudah induk terpapar agen patogen
atau vaksin pertama kali.
Satu minggu sesudah vaksinasi kedua (booster), konsentrasi total protein
cenderung meningkat. Hal tersebut diduga terkait dengan meningkatnya
konsentrasi globulin dalam darah setelah pemberian vaksinasi kedua (booster).
Pemberian vaksinasi booster akan meningkatkan konsentrasi antibodi di dalam
sirkulasi darah, dimana antibodi merupakan salah satu komponen globulin.
Menurut Smith (1995), injeksi booster diperlukan untuk mendapatkan titer
antibodi paling tinggi. Pada keterpaparan terhadap antigen yang kedua kalinya
(vaksinasi booster), sistem kekebalan tubuh sudah siap untuk memproduksi
antibodi dan hanya memerlukan reaktivasi. Oleh karena itu waktu untuk merespon
terjadi lebih cepat. Produksi antibodi sudah siap pada sekitar 5-7 hari setelah
pemberian vaksinasi booster. Konsentrasi antibodi pada respons ini (vaksinasi

9
booster) lebih tinggi dibandingkan dengan sebelumnya. Hal ini disebabkan karena
adanya kemampuan sistem pembentukan antibodi dalam tubuh untuk “mengingat”
paparan antigen sebelumnya (Tizard 2000). Menurut Kaneko (1997) dan Bush
(1991), meningkatnya konsentrasi total protein disebabkan karena adanya
peningkatan konsentrasi globulin dan menurunnya konsentrasi albumin di dalam
sirkulasi darah. Menurut Kaneko (1997), selama masa kebuntingan, konsentrasi
total protein pada umumnya mengalami peningkatan sejalan dengan
meningkatnya konsentrasi globulin darah. Konsentrasi total protein dan gamma
globulin serum pada hewan sapi bunting mulai meningkat pada dua bulan
sebelum partus, mencapai level maksimal pada satu bulan sebelum partus,
kemudian segera akan mengalami penurunan pada saat mendekati waktu partus.

Waktu Pengamatan
Gambar 1 Rataan konsentrasi total protein pada induk sapi FH bunting
trimester akhir yang divaksin dengan vaksin Escherichia coli
polivalen
Penurunan konsentrasi total protein dalam sirkulasi darah pada dua minggu
sesudah vaksinasi kedua hingga selesainya pengamatan pada empat minggu
sesudah vaksinasi kedua diduga karena adanya mobilisasi imunoglobulin dari
sirkulasi darah induk menuju kelenjar ambing. Mobilisasi imunoglobulin dari
sirkulasi darah induk ke dalam kelenjar ambing disebut sebagai proses
kolostrogenesis (Parreño et al. 2004). Pada ruminansia, proses kolostrogenesis
atau transfer imunoglobulin dari sirkulasi darah induk menuju kelenjar ambing
dimulai pada beberapa minggu terakhir menjelang induk melahirkan dan berhenti
segera menjelang induk melahirkan (Larson et al. 1980; Barrington et al. 2001).
Transfer IgG dari darah induk menuju kelenjar ambing akan menyebabkan
terjadinya penurunan konsentrasi IgG di dalam sirkulasi darah induk selama
periode akhir kebuntingan (Larson et al. 1980). Menurut Selim et al. (1995)
dikutip dalam Davis dan Drackley (1998), kontribusi konsentrasi globulin darah,
dalam hal ini gamma globulin (imunoglobulin), terhadap konsentrasi total protein
cukup besar, sehingga pengukuran konsentrasi total protein dapat digunakan

10
sebagai indikator besar kecilnya konsentrasi imunoglobulin atau antibodi di dalam
serum.
Banyak faktor yang memengaruhi respons terbentuknya antibodi atau
imunoglobulin di dalam darah setelah pemberian vaksin. Menurut Liddell dan
Weeks (1995) dikutip dalam Esfandiari et al. (2011), beberapa faktor turut
berpengaruh terhadap terbentuknya respons antibodi, diantaranya umur hewan,
ukuran molekul antigen, kerumitan struktur kimiawi antigen, genetik, rute
imunisasi, dosis antigen, waktu, dan jumlah pengulangan imunisasi/vaksinasi.
Smith (1995) melaporkan pula bahwa faktor-faktor yang berpengaruh dalam
pembentukan antibodi meliputi imunogenisitas, pemberian adjuvan, spesies
hewan, rute aplikasi, dan dosis.

Waktu Pengamatan
Gambar 2 Rataan konsentrasi albumin pada induk sapi FH bunting
trimester akhir yang divaksin dengan vaksin Escherichia
coli polivalen
Rataan konsentrasi albumin pada induk sapi FH bunting trimester akhir
yang divaksin dengan vaksin E. coli polivalen disajikan pada Tabel 2 dan Gambar
2. Tabel 2 dan Gambar 2 memperlihatkan konsentrasi albumin pada induk sapi
FH bunting trimester akhir yang cenderung konstan sepanjang pengamatan
berlangsung. Konsentrasi albumin induk sapi bunting pada penelitian ini berkisar
antara 3.38-3.40 g/dL. Menurut Kaneko (1997), konsentrasi albumin menurun dan
mencapai titik terendah di pertengahan kebuntingan, kemudian secara bertahap
meningkat dalam batas-batas nilai normal sampai saat induk sapi melahirkan.
Konsentrasi albumin pada sapi perah berkisar antara 3.03-3.55 g/dL. Konsentrasi
albumin pada semua induk sapi pada penelitian ini masih berada dalam kisaran
fisiologis menurut Kaneko (1997), yang mengindikasikan status kesehatan dari
induk sapi yang divaksin.

11

Gambar 3

Waktu Pengamatan
Rataan konsentrasi globulin pada sapi FH bunting trimester akhir
yang divaksin dengan Escherichia coli polivalen

Rataan konsentrasi globulin pada induk sapi FH bunting trimester akhir
yang divaksin dengan vaksin E. coli polivalen disajikan pada Tabel 2 dan Gambar
3. Konsentrasi globulin selama pengamatan berlangsung berkisar antara 3.82-4.26
g/dL. Dinamika konsentrasi globulin dalam darah induk sapi sebelum dan sesudah
vaksinasi memperlihatkan pola yang menyerupai konsentrasi total protein, dimana
konsentrasi globulin dalam darah memperlihatkan pola yang cenderung menurun
sesudah vaksinasi pertama. Konsentrasi globulin kemudian meningkat pada satu
minggu sesudah vaksinasi kedua (booster). Konsentrasi globulin pada dua minggu
sesudah vaksinasi kedua kemudian menurun lagi hingga selesainya pengamatan
pada empat minggu sesudah vaksinasi kedua.
Menurut Kaneko (1997), globulin merupakan fraksi protein yang
diklasifikasikan berdasarkan migrasi atau separasinya melalui elektroforesis, yang
meliputi α1-globulin, αβ-globulin, 1-globulin, β-globulin, dan -globulin. Alfa
dan beta globulin disintesis di organ hati, sedangkan gamma-globulin disintesis
oleh sel plasma dan limfosit pada saat sel-sel ini dirangsang oleh antigen. Murray
et al. (2003) menyatakan bahwa gamma-globulin berperan sebagai antibodi atau
dikenal juga sebagai imunoglobulin. Menurut Kaneko (1989), konsentrasi
globulin dalam darah induk sapi bunting dengan umur kebuntingan delapan dan
sembilan bulan, masing-masing berturut-turut 4.26±0.56 g/dL dan 4.40±0.52
g/dL.
Menurut Kaneko (1997), selama masa kebuntingan, konsentrasi globulin
pada umumnya mengalami peningkatan. Konsentrasi gamma globulin serum pada
hewan sapi bunting mulai meningkat pada dua bulan sebelum induk sapi
melahirkan, mencapai konsentrasi maksimal pada satu bulan sebelum induk sapi
melahirkan, kemudian segera akan mengalami penurunan pada saat induk sapi
mendekati waktu melahirkan. Hal ini mengindikasikan bahwa satu bulan
menjelang induk sapi melahirkan, imunoglobulin akan segera meninggalkan
plasma menuju kelenjar ambing, karena pada saat itu merupakan waktu
pembentukan kolostrum di dalam kelenjar ambing atau disebut juga

12
kolostrogenesis. Menurut Mcguire dan Adams (1982), konsentrasi globulin pada
induk sapi bunting meningkat sampai bulan ke delapan kebuntingan. Konsentrasi
globulin kemudian mulai menurun karena pembentukan imunoglobulin dalam
kelenjar susu (kolostrogenesis), dan mengalami penurunan segera sebelum induk
sapi melahirkan (Dixon et al. 1961).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa vaksinasi pada
induk sapi FH bunting trimester akhir menggunakan vaksin Escherichia coli
polivalen meningkatkan konsentrasi total protein dan globulin. pada satu minggu
sesudah vaksinasi kedua.
Saran
Perlu diperhatikan ketepatan waktu pemberian vaksin kepada induk sapi
bunting agar proses kolostrogenesis berjalan optimal.

DAFTAR PUSTAKA
Atabany A, Fitriyani Y, Anggraeni A, Komala I. 2008. Milk Production and
Reproduction Performance of Holstein-Friesian Dairy Cattle at Cikole
Dairy Breeding Station Lembang. www.http://peternakan.Litbang/
deptan.go.id/eng.
Blood DC, Radostits OM, Henderson JA, Arundel JH, Gay CC. 1983. Veterinary
Medicine: A textbook of the Diseases of Cattle. Sheep, Pigs, Goats and
Horse.
Bush BM. 1991. Interpretation of laboratory results for small animal clinicians.
Blackwell Scientific Publications Ltd.
Carter GR, Wise DJ. 2004. Essential of Veterinary Bacteriology and Mycology.
Ed ke-6. Iowa: Blackwell Publishing.
Chan R, Lian CJ, Costerton JW, Acres. 1983. The Use of Specific Antibodies to
Demonstrate the Glycocalyx and Spatial Relationships of a K99-, F41Enterotoxigenic Strain of Escherichia coli Colonizing the Ileum of
Colostrum-deprived Calves. Canadian J Comp Med, 47(2), 150–156.
Cox E, Houvenaghel A. 1993. Comparison of the in vitro adhesion of K88, K99,
F41 and P987 positive Escherichia coli to intestinal vili of 4 to 5 week old
pigs [abstrak]. J Vet Microbiol 34: 7-18.
Davis CL, Drackley JK. 1998. Colostrum. The Development, Nutrition, and
Management of the Young Calf. 1st ed. Iowa State University Pr, Ames,
179-206.
[Dirkeswan] Direktorat Kesehatan Hewan. 2000. Indeks Obat Hewan Indonesia.
Jakarta: Dirkeswan, Dirjen Peternakan, ASOHI.

13
Dixon FJ, Weigle WO, Vasquez JJ. 1961. Metabolism and mammary secretion of
serum proteins in the cow. Lab. Invest. 10:216-236.
Earley B, Fisher AD, Riordan EGO. 2006. Effects of pretransport fasting on the
physiological responses of young cattle to 8-hour road transport. J Agri
Food Res Irish. 45: 51–60.
Esfandiari A, Widhyari SD, Murtini S, Febram B, Wulansari R, Maylina L. 2014.
Respons antibodi anti ETEC k99 pada induk sapi bunting setelah
pemberian vaksin Escherichia coli polivalen. J Ilmu Pertanian Indonesia.
19(2): 85-90.
Firman A. 2010. Agribisnis Sapi perah. Bandung. Penerbit: Widya Padjadjaran.
Girindra A. 1989. Biokimia patologi. Bogar: Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati
IPB.
Gross WB, HJ Barnes. 1997. Colibacilosis in Diseases of Poultry. Ed ke-10.
Calnek et al., editor. USA:Iowa Univ Pr.
Guerrant RL, Hughes JM, Chang B, Robertson DC, Murad F. 1980. Activation of
intestinal guanylate cyclase by heat-stable enterotoxin of Escherichia coli:
studies of tissue specificity, potential receptors, and intermediates. J
Infectious Diseases, 142(2), 220-228.
Kaneko JJ. 1989. Serum proteins and the dysproteinemias. In: Clinical
Biochemistry of Domestic Animals 4th ed. Academic Pr. San Diego. 142165.
Kaneko JJ. 1997. Serum proteins and the dysproteinemias. Clinical biochem
domestic animals. 5: 117-138.
Kaneko JJ, Harvey J W, & Bruss M L. 2008. Clinical Biochemistry of Domestic
Animals 6th ed. Academic pr.
Kaslow JE. 2010. Analysis of Serum Protein. Santa Ana (US): 720 North Tustin
Avenue Suite 104.
Kreier JP, Mortensen RF. 1990. Infection, Resistance, and Immunity. New York
(US): Harper and Row.
Kresnawan T. 2012. Diet rendah protein dan penggunaan protein nabati pada
penyakit ginjal kronik. Artikel kesehatan [komunikasi singkat].
smallCrab.com: Jakarta (ID). RSCM.
Luiz C, Jose C, Junqueira. 2003. Basic Histology. USA: McGraw-Hill.
Mcguire TC, Adams DS. 1982. Failure of colostral immunoglobulin transfer to
calves: prevalence and diagnosis. Comp. Cont. Educ. Pract. Vet. 4:35-40.
Murray L, Cooper, PJ, Wilson A. 2003. Controlled trial of the short- and longterm effect of psychological treatment of post-partum depression. 2.
Impact on the mother-child relationship and child outcome. British J
Psych, 182:420-427.
Nelson DL, Cox MM. 2004. Lehninger Principles of Biochemistry. 4th Ed. New
York (US): W. H. Freeman.
Nugroho CP. 2008. Agribisnis Ternak Ruminansia. Jakarta (ID): Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
Orskov F, Sorensen KB. 1975. Escherichia Coli serogroups in breast‐fed and
bottle‐fed infants. Acta Pathologica Microbiologica Scandinavica Section
B Microbiol, 83(1):25-30.
Orskov I, Orskov F. 1983. Serology of Escherichia Coli fimbrae [abstrak]. Prog
Allergy 33: 80-105.

14
Parreño V, Bejar C, Vagnozzi A, Barrandeguy M, Costantini V, Craig MI, Yuan
L, Hodgins D, Saif L, Fernandez F. 2004. Modulation by colostrumacquired maternal antibodies of systemic and mucosal antibody responses
to rotavirus in calves experimentally challenged with bovine rotavirus.
Veterinary immunology and immunopathology. PubMed 100(1-2):7-24
Seddon HR. 1967. Diseases of domestic animals in Australia Part 5. Bacterial
Diseases. Sydney: Service Publications (Vet. Hygiene). Hlm. 48-54.
Selim S, Hartnagel RE, Osimitz TG, Gabriel KL, Schoenig GP. 1995.
“Absorption, Metabolism, and Excretion of N,N-Diethyl- m-toluamide
Following Dermal Application to Human Volunteers.” Fundamental and
Applied Toxicol 25(1): 95‒100
Smith JR. 1995. Produksi Serum Hiperimun. Di dalam: Artama WT, penerjemah;
Burgess GW, editor. Teknologi ELISA dalam Diagnosis dan
Penelitian.Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Univ Pr. Hlm 15-32.
Soeripto. 2002. Pendekatan Konsep Kesehatan Hewan Melalui Vaksinasi, J
Penelitian dan Pengembangan Pertanian 21: 48-55.
Supar, Hirst RG, Patten BE. 1990. Antimicrobial drug resistence in
Enterotoxigenic Escherichia coli K99, F41 and 987P Isolated From Piglets
in Indonesia. J Penyakit Hewan 22:13-19.
Supar, Hirst, Patten BE. 1988. K-Adhesins and O-serogroups of Escherchia coli in
calves and piglets with diarrhoea. Proceedings 6th Federation of Asian
Veterinary Association Congress. Denpasar, Bali, Indonesia: 479-485.
Supar, Kusmiyati, Poerwadikarta MB. 1997. Aplikasi vaksin Enterotoxigenic
Escherichia coli (ETEC) K99, F41 polivalen pada induk sapi perah
bunting dalam upaya pengendalian kolibasilosis dan kematian pedet
neonatal. JITV 3:27-33.
Supar. 1993. Prospek pengendalian kolibasilosis neonatal dengan vaksin
Escherichia coli multivalen pada peternakan babi intensif di Tangerang,
Jawa Barat. J Penyakit Hewan, 25(46):114-119.
Supar. 1996a. Kolibasilosis pada anak sapi perah di Indonesia. Wartazoa 5: 26-32.
Supar. 1996b. Studi kolibasilosis pada anak sapi perah dan deteksi Escherichia
coli K99, F41 dan K99F41. Di dalam: Prosiding Temu Ilmiah Nasional
Bidang Veteriner. 148-155.
Supar. 2001. Pemberdayaan plasma nutfah mikroba veteriner dalam
pengembangan
peternakan:harapan
vaklsin
Escerrechia
coli
Enterotoksigenik, Enteropatogenik dan verotokvigenik isolate local untuk
pengendalian kolibasilosis neonatal pada anak sapi dan babi. Wartazoa
11:36-43.
Syarief MZ, Sumoprastowo RM. 1984. Ternak Perah. Jakarta (ID): CV Yasaguna.
Tizard I. 1988. An Introdaction to Veterinery Immonology. Penerjemah, Marduki
P dan Hadjosworo S. Pengantar immonologi veteriner. Erlangga. Surabaya
(ID). Hlm 197.
Todar K. 2008. The normal bacterial flora of humans. Todar’s online textbook of
bacteriology.
Tzipori S. 1985. The relative importance of enteric pathogens affecting neonates
of domestic animals. Advances in veterinary science and comparative
medicine, 29, 103-206.

15
Utomo B, Prawirodigdo S, Sarjana, Sudjatmogo. 2006. Performa pedet sapi perah
dengan perlakuan induk saat masa akhir. Di dalam Prosiding seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006. Bogor (ID): Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan. 76-81.
Žvorc Z, Matijatko V, Beer B, Foršek J, Bedrica L, & Kucer N. 2000. Blood
serum proteinograms in pregnant and non-pregnant cows. Veterinarski
arhiv, 70(1): 21-30.

16

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bengkayang, Kalimantan barat pada tanggal 21
September 1990 dari ayah Moses Acen dan ibu Marta. Penulis merupakan putra
kedua dari lima bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 03 Bengkayang
pada Tahun 2002 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun
2005 di SMP Negeri 1 Bengkayang. Kemudian penulis menyelesaikan pendidikan
menengah atas pada tahun 2008 di SMA Negeri 1 Bengkayang.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan
Daerah (BUD) IPB. Penulis memilih mayor Kedokteran Hewan, Fakultas
Kedokteran Hewan.
Selama mengikuti pendidikan, penulis juga aktif dalam organisasi Minat
Profesi Ornitologi dan Unggas, Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA)
Kalimantan barat, dan Unit Kegiatan Mahasiswa Sepak Bola ( UKM SB) IPB.