Pengaruh Penambahan Timbal Terhadap Pertumbuhan Dan Adaptabilitas Semai Samama Dan Akasia Pada Media Tailing

(1)

PENGARUH PENAMBAHAN TIMBAL TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN ADAPTABILITAS

SEMAI SAMAMA

DAN AKASIA

PADA MEDIA TAILING

BAYU WINATA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Penambahan Timbal terhadap Pertumbuhan dan Adaptabilitas Semai Samama dan Akasia pada Media Tailing adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dari penulis lain atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

Bayu Winata


(4)

RINGKASAN

BAYU WINATA. Pengaruh Penambahan Timbal terhadap Pertumbuhan dan Adaptabilitas Semai Samama dan Akasia pada Media Tailing. Dibimbing oleh BASUKI WASIS dan YADI SETIADI.

Timbal (Pb) adalah salah satu unsur logam berat paling beracun dan berbahaya yang berpotensi mencemari lingkungan hidup. Pertambangan sumberdaya mineral merupakan salah satu industri yang berpotensi menyebabkan pencemaran Pb melalui limbah tailing yang dihasilkan. Akumuluasi logam berat seperti Pb dapat menyebabkan dampak buruk bagi makhluk hidup dan lingkungan. Fitoremediasi merupakan salah satu metode yang dapat diaplikasikan dalam mengurangi atau menghilangkan unsur pencemar seperti Pb dari lingkungan. Syarat tanaman sebagai agen fitoremediasi adalah memiliki pertumbuhan yang cepat, biomassa yang tinggi, dan adaptabilitas yang baik terhadap logam berat.

Informasi jenis tanaman kehutanan berupa pohon yang adaptif dan mampu mengakumulasi logam Pb masih sedikit. Samama (Anthocephalus macrophyllus) dan akasia (Acacia mangium) merupakan jenis pohon pionir, fast growing, dan mampu tumbuh pada kondisi lingkungan yang kurang mendukung. Kedua jenis ini sering digunakan dalam kegiatan revegetasi pada lahan-lahan pasca tambang. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh Pb terhadap kedua jenis ini. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh penambahan Pb terhadap pertumbuhan semai samama dan semai akasia pada media tailing serta menganalisis adaptabilitas semai samama dan akasia dalam mengakumulasi Pb.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan Pb pada media tailing memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan adaptabilitas semai samama dan semai akasia. Semai samama dan akasia memiliki pertumbuhan dan adaptabilitas yang relatif baik terhadap Pb hingga konsentrasi 900 mg Pb/kg tailing, dimana biomassa yang dihasilkan berturut-turut adalah 20.65 g dan 9.93 g serta indeks toleransi (IT) kedua jenis tanaman memiliki nilai > 100%. Semai samama memiliki kemampuan mengakumulasi Pb hingga 359.88 mg/kg, sedangkan semai akasia mampu mengakumulasi Pb hingga 460.78 mg/kg. Semai samama memiliki kemampuan menstraslokasikan Pb dari jaringan akar ke pucuk lebih tinggi daripada semai akasia. Sementara itu, semai akasia memiliki kemampuan mengakumulasi Pb pada zona perakaran lebih tinggi daripada semai samama. Kedua jenis tanaman kehutanan ini memiliki potensi yang baik sebagai tanaman fitoremediasi Pb.

Kata kunci: Acacia mangium, Anthocephalus macrophyllus, fitoremediasi, Pb timbal


(5)

SUMMARY

BAYU WINATA. Effect of Lead Increment toward the Growth and Adaptability of Seedling of Samama and Acacia on the Tailing. Supervised by BASUKI WASIS and YADI SETIADI.

Lead (Pb) is a toxic and harmful element that potentially to be dangerous pollutant into the environment. Mining is an industry that produces tailing as a prime waste into the environment. Tailing from the mining activity contains heavy metals such as lead. Heavy metal accumulation can be causing negative effects to organisms (plant, animal, and human) also to environment. Phytoremediation is a method that applied to remove harmful pollutant such as lead by using plant from the contaminated soil or site. The plant used for phytoremediation should have several characteristics such as fast growing, high biomass, and adaptability to live on the heavy metals contaminated soil or site.

Information about trees species that have ability to live, grow, and accumulate the lead from the soil is still scarce. Anthocephalus macrophyllus and

Acacia mangium are pioneer and fast growing tree species, mostly used for revegetation on postmining land. Study about the influence of lead to A. macrophyllus and A. mangium is an important issue to support phytoremediation. This study aimed to analyze the effect of lead increment to the growth of A. macrophyllus and A. mangium seedlings, and also to analyze the adaptability of both of tree speciesto accumulate the lead.

The results of this research showed that Pb increment on tailing gave the effects on the growth and adaptability of the plants. A. macrophyllus and A. mangium showed a good growth and adaptability, even on 900 mg Pb/kg tailing, where the highest biomass productions were 20.65 g and 9.93 g serially with high tolerance index (TI > 100%). Total Pb accumulation of A. macrophyllus was 359.88 mg/kg , and A. mangium accumulated 460.78 mg/kg. A. macrophyllus had ability to translocate Pb from root tissue to the shoot tissue higher than A. mangium. However, A. mangium had ability to accumulate Pb in the root tissue higher than A. mancrophyllus. Both of tree species had a good potency as phitoremediant plants.

Key words: Acacia mangium, Anthocephalus macrophyllus, phytoremediation, lead, Pb


(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Silvikultur Tropika

PENGARUH PENAMBAHAN TIMBAL TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN ADAPTABILITAS

SEMAI SAMAMA DAN AKASIA

PADA MEDIA TAILING

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016


(8)

(9)

(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya,

sehingga penyusunan tesis yang berjudul “Pengaruh Penambahan Timbal terhadap Pertumbuhan dan Adaptabilitas Semai Samama dan Akasia pada Media Tailing” dapat diselesaikan. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kita semua selaku umatnya.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr Ir Basuki Wasis, MS dan Dr Ir Yadi Setiadi, MSc selaku pembimbing atas segala bimbingan, didikan, dan dukungannya dalam penyelesaian tesis ini.

2. Kedua orang tua kandung (Bapak Sugiyono, SH dan Ibu Suparmi), orang tua asuh (Ibu Iyam dan Alm. Bapak Opak), serta kakak dan kakak ipar penulis (Mbak Dian Parlina Ekawati, S.Pd dan Mas Himawan Suryo Atmojo), juga seluruh keluarga atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya.

3. Beasiswa Fresh Graduate DIKTI Pemerintah Republik Indonesia yang telah memberikan bantuan finansial kepada penulis.

4. Keluarga besar Laboratorium Ekologi Hutan dan Pengaruh Hutan Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB.

5. Zakaria Al-Anshori, SHut, Arie Aqmarina, SHut, dan Rizki Widyatmoko, SHut, serta rekan-rekan Silvikultur dan Fahutan 47. Penulis juga mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini, yang tidak dapat penulis cantumkan satu per satu. Semoga kebaikannya dibalas oleh Allah SWT.

Penulis menyadari akan kekurangan dalam penulisan tesis ini, sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan. Semoga hasil penelitian yang disajikan dalam tesis ini dapat memberikan sumbangsih ilmu pengetahuan yang baik serta bermanfaat bagi kelestarian lingkungan serta seluruh pihak.

Bogor, September 2016


(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 1

Tujuan 2

Manfaat 2

Hipotesis 2

METODE PENELITIAN 3

Waktu dan Tempat 3

Alat dan Bahan 3

Prosedur Penelitian 3

Rancangan Percobaan 5

Analisis Data 5

HASIL 6

Karakteristik Media Tailing Pasca Tambang Emas 6 Pengaruh Pb terhadap Pertumbuhan Semai Samama dan Akasia 6 Pengaruh Pb terhadap Panjang Akar dan Nisbah Pucuk Akar (NPA) Semai

Samama dan Akasia 9

Pengaruh Pb terhadap Bioakumulasi Semai Samama dan Akasia 10 Faktor Biokonsentrasi (FB) dan Faktor Translokasi (FT) 11

Indeks Toleransi Semai Samama dan Akasia 12

PEMBAHASAN 13

Karakterisasi Media Tailing Pasca Tambang Emas 13

Pertumbuhan Semai Samama dan Akasia 14

Bioakumulasi Pb pada Semai Samama dan Akasia 19

Faktor Biokonsentrasi (FB) dan Faktor Translokasi (FT) 19

Indeks Toleransi Semai Samama dan Akasia 20

SIMPULAN DAN SARAN 21

Simpulan 21

Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 22

LAMPIRAN 25


(12)

DAFTAR TABEL

1 Komposisi perlakuan 5

2 Hasil analisis kimia dan fisik tailing pasca penambangan emas 6 3 Pengaruh Pb terhadap pertumbuhan semai samama dan akasia 7 4 Pengaruh Pb terhadap panjang akar dan NPA semai samama dan akasia 10 5 Pengaruh Pb terhadap bioakumulasi semai samama dan akasia 11 6 Faktor biokonsentrasi dan faktor translokasi semai samama dan akasia 11

DAFTAR GAMBAR

1 Laju pertumbuhan tinggi dan diameter semai samama pada media tailing yang diberi Pb selama 12 minggu. P0=0 mg Pb/kg tailing, P1=150 mg Pb/kg tailing, P2=300 mg Pb/kg tailing, P3=450 mg Pb/kg tailing, dan

P4= 900 mg Pb/kg tailing 8

2 Laju pertumbuhan tinggi dan diameter semai akasia pada media tailing yang diberi Pb selama 12 minggu. P0=0 mg Pb/kg tailing, P1=150 mg Pb/kg tailing, P2=300 mg Pb/kg tailing, P3=450 mg Pb/kg tailing, dan

P4= 900 mg Pb/kg tailing 9

3 Pengaruh penambahan Pb terhadap indeks toleransi semai samama dan

akasia 12

4 Kondisi akar semai samama pada berbagai perlakuan penambahan Pb. P0=0 mg Pb/kg tailing, P1=150 mg Pb/kg tailing, P2=300 mg Pb/kg tailing, P3=450 mg Pb/kg tailing, dan P4= 900 mg Pb/kg tailing 16 5 Kondisi akar semai akasia pada berbagai perlakuan penambahan Pb.

P0=0 mg Pb/kg tailing, P1=150 mg Pb/kg tailing, P2=300 mg Pb/kg tailing, P3=450 mg Pb/kg tailing, dan P4= 900 mg Pb/kg tailing 17 6 Gejala keracunan Pb pada akar semai samama. Kondisi akar dengan

bercak keabu-abuan (A), kondisi akar yang menghitam (B), dan kondisi

akar yang hitam dan kering (mati) (C) 18

7 Gejala keracunan Pb pada akar semai akasia. Kondisi akar yang menghitam (A), kondisi bintil akar yang menghitam (dilingkari dengan warna merah), kering, dan mati (B), serta kondisi akar yang hitam dan

kering (mati) (C) 18

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil sidik ragam parameter pertumbuhan semai samama 26 2 Hasil sidik ragam parameter pertumbuhan semai akasia 26 3 Layout penelitian masing-masing pada semai samama dan akasia 27 4 Kriteria penilaian hasil analisis tanah ( Balai Penelitian Tanah 2009) 28


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Timbal (Pb) merupakan salah satu unsur logam berat yang berpotensi mencemari lingkungan. Pb tercatat sebagai unsur kedua paling berbahaya setelah arsen (ATSDR 2016), serta tergolong ke dalam bahan berbahaya dan beracun berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 85 tahun 1999 (Presiden RI 1999).

Penambangan mineral merupakan salah satu industri yang berpotensi menyebabkan gangguan terhadap lingkungan. Limbah industri pertambangan yang utama adalah tailing. Jumlah tailing yang dihasilkan dari kegiatan penambangan suatu perusahaan berskala besar mampu mencapai 2 500 ton/hari (Wasis dan Sandrasari 2011). Permasalahan pada tailing adalah sifatnya yang tidak subur dan kandungan logam berat yang dapat mencemari lingkungan. Pb merupakan salah satu logam berat yang ditemukan dalam tailing (Ho et al. 2008; Setyaningsih 2012). Nagajyoti et al. (2010) menyatakan bahwa akumulasi logam berat dapat menurunkan kualitas tanah dan berdampak buruk bagi tanaman, hewan, manusia, serta ekosistem. Ambang batas Pb untuk pertanian di Indonesia yaitu 150 ppm (Puslitbang-tanak 2003). Fitoremediasi merupakan pembersihan polutan berbahaya (logam berat) yang mencemari lingkungan dengan menggunakan tanaman (Cunningham dan Ow 1996; Cluis 2004; Hidayati 2004).

Beberapa studi berhasil menemukan jenis yang mampu mengakumulasi Pb, seperti Centrosema pubescence, Calopogonium mucunoides, Mikania cordata

(Hidayati et al. 2006), Euphorbia milii (Aprilia dan Purwani 2013), dan Cordyline fruticosa (Haryanti 2013). Jenis-jenis tersebut merupakan jenis tumbuhan bawah. Pada dasarnya banyak jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai bioakumulator logam berat mulai dari rumput (tumbuhan bawah) hingga pohon (Hidayati 2005).

Informasi mengenai jenis pohon yang mampu mengakumulasi logam berat seperti Pb masih relatif sedikit. Suatu studi menemukan bahwa semai Acacia farnesiana memiliki toleransi dan kemampuan hidup yang baik terhadap Pb hingga konsentrasi 500 mg/l (Magaña et al. 2011). Pada studi lainnya, Setyaningsih (2012) menemukan bahwa jenis Anthocephalus cadamba dan

Paraserianthes falcataria mampu tumbuh pada media yang terkontaminasi Pb hingga konsentrasi 450 ppm. Informasi tersebut mengindikasikan jika setiap jenis tanaman memiliki adaptabilitas yang berbeda-beda terhadap Pb.

Samama (Anthocephalus macrophyllus) dan akasia (Acacia mangium) merupakan jenis pohon pionir, fast growing, dan mampu tumbuh pada kondisi lingkungan yang kurang mendukung. Kedua jenis ini sering digunakan dalam kegiatan revegetasi pada lahan-lahan pasca tambang. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh Pb terhadap kedua jenis ini.

Rumusan Masalah

Pb merupakan salah satu unsur logam berat beracun dan berbahaya bagi lingkungan hidup. Juhaeti et al. (2005) menyatakan bahwa Pb merupakan unsur yang tidak esensial bagi tanaman. Selain itu, Pb juga dapat mengganggu siklus hara serta berpotensi mencemari tanah dan lingkungan (Erfandi dan Juarsah 2015).


(14)

2

Fitoremediasi adalah salah satu metode yang dapat diaplikasikan untuk membersihkan polutan seperti Pb dari lingkungan. Tanaman yang cocok untuk fitoremediasi idealnya memiliki sifat pertumbuhan dan produksi biomassa yang tinggi dan cepat, serta adaptabilitas yang baik terhadap kontaminasi logam berat (Cunningham dan Ow 1996; Rezvani dan Zaefarian 2011). Dalam upaya mendukung fitoremediasi, maka diperlukan informasi mengenai jenis-jenis tanaman yang toleran dan mampu menyerap Pb. Jenis tanaman kehutanan merupakan jenis yang potensial untuk diteliti sebagai tanaman fitoremedian Pb.

Pada konsentrasi tertentu, Pb dapat bersifat toksik dan mengganggu pertumbuhan tanaman. Malar et al. (2014) menyatakan bahwa cekaman Pb dapat menyebabkan gangguan pada tanaman, seperti terhambatnya pertumbuhan dan stres tanaman pada level tertentu. Samama dan akasia adalah jenis pohon pionir yang cepat tumbuh, sehingga sering digunakan dalam kegiatan revegetasi pada lahan pasca tambang yang tidak jarang terkontaminasi oleh logam berat seperti Pb. Berdasarkan hal tersebut, maka pengujian pengaruh Pb terhadap pertumbuhan serta adaptabilitas semai samama dan akasia perlu dilakukan. Penelitian ini dilaksanakan untuk menjawab pertanyaan berikut:

1. Apakah Pb berpengaruh terhadap pertumbuhan dan adaptabilitas semai samama dan akasia?

2. Bagaimana pengaruh Pb terhadap pertumbuhan dan adaptabilitas semai samama dan akasia?

Tujuan

Tujuan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Menganalisis pengaruh penambahan Pb terhadap pertumbuhan semai samama dan semai akasia pada media tailing.

2. Menganalisis adaptabilitas semai samama dan akasia dalam mengakumulasi Pb.

Manfaat

Hasil penelitian diharapkan bisa menyediakan pengayaan informasi jenis pohon yang toleran dan mampu mengakumulasi Pb, sehingga diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam kegiatan fitoremediasi pada lahan-lahan yang tercemar (terkontaminasi) oleh logam berat Pb.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu perlakuan penambahan Pb berpengaruh terhadap pertumbuhan dan adaptabilitas semai samama dan akasia, dengan asumsi jika Pb yang diberikan tetap berada di dalam media selama penelitian.


(15)

3

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan Desember - Februari 2016 di Rumah Kaca Divisi Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Analisis tanah dan jaringan dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB. Adapun lokasi pengambilan tailing dilakukan di Pongkor, Bogor, Jawa Barat.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan, yaitu cangkul, sekop kecil, mangkuk, timbangan (neraca analitik dan timbangan digital), mistar, kaliper digital, gelas ukur, oven,

tallysheet, alat tulis, kamera dan software SAS 9.1.3. Bahan yang digunakan, yaitu semai samama dan akasia, tailing, Pb(NO3)2, polybag (20 x 20 cm), air minum mineral, dan pupuk cair Polifertilizer.

Prosedur Penelitian 1. Analisis Media Tailing dan Jaringan Tanaman

Analisis sifat kimia dilakukan sebelum dan setelah penelitian terhadap media tailing yang digunakan untuk mengetahui karakterisik kimianya. Analisis jaringan tanaman dilakukan setelah penelitian untuk mengetahui Pb yang terakumulasi di dalam jaringan tanaman, baik pucuk maupun akar. Analisis dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB.

2. Persiapan Media dan Semai

Media yang digunakan adalah tailing tambang emas. Media ditimbang seberat 1 kg, lalu dimasukan ke dalam polybag. Setelah itu, dilakukan penambahan larutan Pb(NO3)2 masing-masing sebanyak 50 ml sesuai dengan taraf yang ditentukan, yaitu 0, 150, 300, 450 mg Pb/kg tailing (Setyaningsih et al. 2012) dan 900 mg Pb/kg tailing. Setelah selesai, media dalam polybag diletakkan di atas mangkuk. Semai samama dan akasia berumur tiga bulan masing-masing dipersiapkan dengan tinggi dan diameter yang relatif sama, sehat, serta bebas dari hama dan penyakit.

3. Penyapihan dan Pemupukan

Penyapihan merupakan pemindahan semai dengan bola akar (root ball) ke dalam media yang telah dipersiapkan sebelumnya. Penyapihan dilakukan sore hari untuk meminimalisir terjadinya stress dan mengurangi penguapan. Setelah itu dilakukan pemupukan menggunakan pupuk cair Polifertilizer. Pupuk cair mengandung unsur hara makro dan unsur hara mikro. Polifertilizer (1 l) yang


(16)

4

digunakan diencerkan terlebih dahulu dengan air (60 l) kemudian diberikan pada setiap tanaman sesuai kapasitas lapangnya.

4. Pemeliharaan

Untuk menjaga ketersediaan air bagi tanaman dan kelembaban media, maka dilakukan penambahan air. Penambahan air dilakukan dengan menambahkan air di dalam mangkuk yang menyangga polybag. Penambahan air tidak dilakukan melalui penyiraman dari atas permukaan media untuk menghindari terjadinya pencucian Pb. Air yang digunakan merupakan air mineral untuk dikonsumsi oleh manusia dengan asumsi bahwa air tersebut tidak memiliki kandungan Pb.

5. Pengamatan dan Pengambilan Data

a. Tinggi semai. Tinggi semai diukur tepat setelah penyapihan, selanjutnya dilakukan satu minggu sekali selama tiga bulan. Pengukuran dilakukan menggunakan mistar dari pangkal batang sampai titik tertinggi semai.

b. Diameter Semai. Diameter semai diukur tepat setelah penyapihan, selanjutnya dilakukan satu minggu sekali selama tiga bulan. Pengukuran dilakukan menggunakan kaliper digital pada pangkal batang semai.

c. Berat Kering Total (BKT). Setelah 12 minggu, tanaman dipanen dan dipisahkan antara bagian daun dan batang yang kemudian disebut bagian pucuk serta bagian akar. Setelah itu, tanaman dioven pada suhu 80oC selama 24 jam. Kemudian ditimbang menggunakan timbangan digital.

d. Nisbah Pucuk Akar (NPA). NPA diperoleh dengan membandingkan nilai BKT pucuk dengan BKT akar.

e. Panjang Akar. Panjang akar diukur mulai dari pangkal akar hingga ujung akar terpanjang.

6. Bioakumulasi Timbal (Pb)

Logam Pb yang diikat atau diakumulasikan oleh tanaman diperoleh berdasarkan persamaan berikut (Hardiani 2009):

ioakumulasi berat kering tanaman akar atau daun berat b pada akar atau daun mg kg

erat b konsentrasi b pada akar atau daun berat kering akar atau daun

Selain bioakumulasi, dihitung faktor biokonsentrasi (FB) dan faktor translokasi (FT) (Magaña et al. 2011):

konsentrasi b pada jaringan akar atau daun konsentrasi b pada tanah media konsentrasi b pada jaringan pucuk


(17)

5

7. Indeks Toleransi Timbal (Pb)

Indeks toleransi (IT) semai samama dan akasia terhadap paparan Pb diperoleh berdasarkan persamaan berikut ini (Rabie 2005):

berat kering akar tanaman dengan perlakuan b berat kering akar tanpa perlakuan b

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL). Perlakuan yang diberikan adalah penambahan Pb(NO3)2 sebagai sumber Pb yangterdiri lima taraf, yaitu P0 = 0 mg Pb/kg tailing, P1 = 150 mg Pb/kg tailing, P2 = 300 mg Pb/kg tailing, P3 = 450 mg Pb/kg tailing (Setyaningsih et al. 2012), dan P4 = 900 mg Pb/kg tailing. Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali.

Adapun komposisi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1. Setiap perlakuan diterapkan pada masing-masing semai samamadan akasia.

Tabel 1 Komposisi perlakuan

Ulangan Perlakuan

P0 P1 P2 P3 P4

1 P0-1 P1-1 P2-1 P3-1 P4-1

2 P0-2 P1-2 P2-2 P3-2 P4-2

3 P0-3 P1-3 P2-3 P3-3 P4-3

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan model linier berikut ini (Mattjik dan Sumertajaya 2013):

Yij = µ + τi + εij

keterangan:

Yij : nilai respon dari pengaruh penambahan Pb taraf ke-i dan ulangan ke-j

µ : nilai rataan umum

τi : pengaruh perlakuan penambahan Pb ke-i

εij : pengaruh acak pada perlakuan penambahan Pb taraf ke-i dan

ulangan ke-j

Analisis Data

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan, dilakukan sidik ragam dengan Uji F. Data diolah menggunakan software SAS 9.1.3, jika:

a. Nilai p > α , 5 , maka penambahan Pb tidak memberikan pengaruh nyata.

b. Nilai p < α , 5 , maka penambahan Pb memberikan pengaruh nyata, kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test.


(18)

6

HASIL

Karakteristik Media Tailing Pasca Tambang Emas

Karakterisasi tailing sebagai media tanam dilakukan sebelum penanaman untuk mengetahui tingkat kesuburan dan kandungan unsur toksik. Informasi tersebut tentu sangat bermanfaat dalam menentukan jenis dan perlakuan yang harus dilakukan untuk tujuan tertentu, seperti penanaman. Hasil analisis kimia dan fisik tailing disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil analisis kimia dan fisik tailing pasca penambangan emas

Parameter Satuan Nilai Status

pH 7.4 Netral*

C % 0.07 Sangat rendah*

N % 0.03 Sangat rendah*

P tersedia ppm 3.22 Sangat rendah*

P total ppm 261.54 Sangat tinggi*

Ca me/100g 22.05 Sangat tinggi*

Mg me/100g 0.83 Rendah*

K me/100g 0.24 Rendah*

KTK me/100g 2.39 Sangat rendah*

KB % 100 Sangat tinggi*

Pb tersedia ppm tr Tidak terukur

Tekstur Pasir berlempung

Pasir % 78.16 -

Debu % 18.00 -

Liat % 3.84 -

* = Status menurut Balai Penelitian Tanah (2009).

Secara kimia, kandungan unsur hara dalam tailing relatif sangat rendah. Nilai KTK tailing bahkan hanya mencapai 2.39 me/100g dan termasuk sangat rendah. P total merupakan unsur hara dengan status sangat tinggi, yaitu 261.54 ppm. Namun, P tersedia merupakan unsur hara dengan status sangat rendah (3.22 ppm). Selain itu. Ca juga merupakan unsur hara dengan status sangat tinggi, yaitu 22.05 me/100g. Hasil analisis kimia juga menunjukkan bahwa pH tailing berada dalam kondisi netral (7.4). Adapun secara fisik, komponen tailing didominasi oleh fraksi pasir (78.16%), debu (18.00%), dan liat (3.84%), serta termasuk ke dalam tekstur pasir berlempung.

Pengaruh Pb terhadap Pertumbuhan Semai Samama dan Akasia

Penambahan Pb dengan beberapa konsentrasi pada media selama tiga bulan memberikan pengaruh yang beragam terhadap pertumbuhan samama dan akasia. Tabel 3 menyajikan pengaruh Pb terhadap pertumbuhan semai samama dan akasia.


(19)

7 Perlakuan penambahan Pb tersebut memberikan pengaruh yang signifikan (p < 0.05) terhadap pertumbuhan tinggi, diameter, dan berat kering total (BKT) pada semai samama serta tinggi dan BKT pada semai akasia.

Tabel 3 Pengaruh Pb terhadap pertumbuhan semai samama dan akasia Jenis Perlakuan ∆ Tinggi (cm) ∆ Diameter (mm) BKT (g)

Samama

P0 (0 mg Pb/kg tailing) 6.3 ab 2.46 a 15.15 cd P1 (150 mg Pb/kg tailing) 7.0 a 2.42 a 14.45 d P2 (300 mg Pb/kg tailing) 6.1 b 2.17 a 18.07 bc P3 (450 mg Pb/kg tailing) 6.2 b 1.74 b 23.03 a P4 (900 mg Pb/kg tailing) 5.0 c 1.77 b 20.65 ab

Nilai signifikan 0.0033 * 0.0017 * 0.0011 *

Akasia

P0 (0 mg Pb/kg tailing) 15.3 a 0.84 a 9.28 ab P1 (150 mg Pb/kg tailing) 14.2 ab 0.85 a 8.42 bc P2 (300 mg Pb/kg tailing) 14.0 ab 0.88 a 7.90 c P3 (450 mg Pb/kg tailing) 12.2 b 0.78 a 9.58 ab P4 (900 mg Pb/kg tailing) 12.2 b 0.72 a 9.93 a

Nilai signifikan 0.042 * 0.111 tn 0.028 * Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam satu kolom dan satu kelompok perlakuan menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%; * = perlakuan berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% dengan nilai signifikan (p < 0.05); tn = perlakuan tidak berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% dengan nilai signifikan (p > 0.05).

Pada semai samama, pertambahan pertumbuhan tinggi tanaman terbaik ditunjukkan oleh semai dengan perlakuan P1 yang tidak berbeda nyata dengan P0, yaitu masing-masing 7.0 cm dan 6.3 cm. Pertambahan pertumbuhan tinggi menunjukkan penurunan pada perlakuan P2 yang tidak berbeda nyata dengan P3. Pertambahan pertumbuhan tinggi terendah dihasilkan oleh perlakuan P4, yaitu 5.0 cm. Selain itu, pertambahan pertumbuhan diameter tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan P0 (2.46 mm) yang tidak berbeda nyata dengan P1 (2.42 mm) dan P2 (2.17 mm). Pertambahan pertumbuhan diameter teredah ditunjukkan oleh perlakuan P3 (1.74 mm) yang tidak berbeda nyata dengan P4 (1.77 mm). Adapun BKT tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan P3 (23.03 g) yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan P4 (20.65 g), sedangkan BKT terendah ditunjukkan oleh perlakuan P1 (14.45 g) yang tidak berbeda nyata dengan P0 (15.15 g).

Pada semai akasia, pertambahan pertumbuhan tinggi tanaman terbaik dihasilkan oleh perlakuan P0 (15.3 cm), sedangkan pertambahan petumbuhan tinggi terendah dihasilkan oleh perlakuan P3 dan P4 yang sama-sama menghasikan pertambahan tinggi sebesar 12.2 cm. Perlakuan P1 dan P2 masing-masing menghasilkan pertambahan pertumbuhan tinggi sebesar 14.2 cm dan 14.0 cm yang tidak berbeda nyata dengan dengan P0. Selain itu, BKT tertinggi dihasilkan oleh perlakuan P4 (9.93 g) yang tidak berbeda nyata dengan P3 (9.58 g) dan P0 (9.28 g), sedangkan BKT terendah dihasilkan oleh perlakuan P2 (7.90 g). Perlakuan penambahan Pb pada media tailing tidak memberikan respon pertambahan pertumbuhan diameter secara signifikan terhadap semai akasia. Adapun pertambahan diameter semai akasia berkisar antara 0.72 – 0.88 mm.


(20)

Rata-8

rata pertambahan pertumbuhan diameter semai akasia cenderung menurun pada penambahan Pb sebesar 450 mg Pb/kg tailing (P3) dan 900 mg Pb/kg tailing (P4).

Penambahan Pb pada berbagai konsentrasi (0 – 900 mg Pb/kg tailing) selama tiga bulan tidak memberikan respon negatif terhadap laju pertumbuhan tinggi dan diameter kedua jenis semai tanaman. Artinya, pertumbuhan semai samama dan akasia tidak ada yang stagnan atau mati akibat penambahan Pb. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2 yang menunjukkan grafik laju pertumbuhan tinggi dan diameter kedua jenis semai tanaman.

Berdasarkan Gambar 1 diketahui bahwa laju pertumbuhan tinggi dan diameter semai samama menunjukkan peningkatan yang positif (cenderung meningkat) setiap waktu selama 12 minggu. Laju pertumbuhan tinggi dan diameter yang cenderung meningkat ditunjukkan oleh semai samama pada seluruh perlakuan penambahan Pb, yaitu dari 0 – 900 mg Pb/kg tailing.

Gambar 1 Laju pertumbuhan tinggi dan diameter semai samama pada media tailing yang diberi Pb selama 12 minggu. P0=0 mg Pb/kg tailing, P1=150 mg Pb/kg tailing, P2=300 mg Pb/kg tailing, P3=450 mg Pb/kg tailing, dan P4= 900 mg Pb/kg tailing

Gambar 2 menunjukkan grafik laju pertumbuhan tinggi dan diameter semai akasia pada media tailing yang diberi Pb selama 12 minggu pengamatan. Pada semai akasia, laju pertumbuhan tinggi dan diameter juga menunjukkan respon

0 20 40 60

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

T

inggi

(cm

)

Waktu (minggu ke-)

P0 P1 P2 P3 P4 0,0 4,0 8,0 12,0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

D

iamet

er

(mm

)

Waktu (mingg ke-)

P0 P1 P2 P3 P4


(21)

9 yang positif (cenderung meningkat) pada seluruh perlakuan penambahan Pb (P0 – P4), yaitu dari 0 – 900 mg Pb/kg tailing.

Gambar 2 Laju pertumbuhan tinggi dan diameter semai akasia pada media tailing yang diberi Pb selama 12 minggu. P0=0 mg Pb/kg tailing, P1=150 mg Pb/kg tailing, P2=300 mg Pb/kg tailing, P3=450 mg Pb/kg tailing, dan P4= 900 mg Pb/kg tailing

Pengaruh Pb terhadap Panjang Akar dan Nisbah Pucuk Akar (NPA) Semai Samama dan Akasia

Tabel 4 menyajikan panjang akar dan NPA tanaman pada media tailing yang diberi Pb pada berbagai konsentrasi. Pada semai samama, penambahan Pb tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap panjang akar. Panjang akar semai samama antara 24.0 – 25.6 cm. Sementara itu, penambahan Pb berpengaruh nyata terhadap NPA semai samama. NPA tertinggi ditunjukan oleh perlakuan P1 (2.4) yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan P0 (2.2), sedangkan NPA terkecil ditunjukkan oleh perlakuan P3 (0.9) yang tidak berbeda nyata dengan P4 (1.3) dan P2 (1.5). Nilai NPA yang besar menunjukkan jika pertumbuhan pucuk lebih dominan daripada pertumbuhan akar, sebaliknya nilai NPA yang kecil menunjukkan jika pertumbuhan akar lebih dominan daripada pertumbuhan pucuk.

0 20 40 60 80

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

T

inggi

(cm

)

Waktu (minggu ke-)

P0 P1 P2 P3 P4 0,0 2,0 4,0 6,0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

D iam et er ( m m )

Waktu (minggu ke-)

P0 P1 P2 P3 P4


(22)

10

Tabel 4 Pengaruh Pb terhadap panjang akar dan NPA semai samama dan akasia

Jenis Perlakuan Panjang akar (cm) NPA

Samama

P0 (0 mg Pb/kg tailing) 24.0 a 2.2 a P1 (150 mg Pb/kg tailing) 24.0 a 2.4 a P2 (300 mg Pb/kg tailing) 24.0 a 1.5 b P3 (450 mg Pb/kg tailing) 24.0 a 0.9 b P4 (900 mg Pb/kg tailing) 25.6 a 1.3 b Nilai signifikan 0.436 tn 0.0019 *

Akasia

P0 (0 mg Pb/kg tailing) 21.1 a 3.2 a P1 (150 mg Pb/kg tailing) 21.9 a 3 a P2 (300 mg Pb/kg tailing) 23.3 a 3 a P3 (450 mg Pb/kg tailing) 22.6 a 3.3 a P4 (900 mg Pb/kg tailing) 23.3 a 4 a Nilai signifikan 0.077 tn 0.566 tn

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam satu kolom dan satu kelompok perlakuan menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%; * = perlakuan berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% dengan nilai signifikan (p < 0.05); tn = perlakuan tidak berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% dengan nilai signifikan (p > 0.05).

Pada semai akasia, pemaparan Pb tidak berpengaruh nyata terhadap panjang akar maupun NPA. Adapun panjang akar semai akasia berkisar antara 21.1 – 23.3 cm, sedangkan NPA semai akasia berkisar antara 3.2 – 4. Nilai NPA semai akasia menunjukkan jika pertumbuhan bagian pucuk semai akasia lebih dominan daripada bagian akarnya. Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian, diketahui jika panjang akar pada semai samama dan akasia relatif semakin memanjang seiring dengan meningkatnya konsentrasi Pb pada media.

Pengaruh Pb terhadap Bioakumulasi Semai Samama dan Akasia

Bioakumulasi menggambarkan banyaknya Pb yang dapat diakumulasi oleh tanaman, baik semai samama maupun akasia. Tabel 5 menyajikan hasil penambahan Pb terhadap bioakumulasi semai samama dan akasia.

Pada semai samama, akumulasi Pb tertinggi dihasilkan oleh perlakuan P4 (total akumulasi = 359.88 mg/kg) dengan akumulasi Pb di jaringan akar (342.22 mg/kg) jauh lebih besar dibandingkan akumulasi Pb di jaringan pucuk (17.66 mg/kg). Pada semai akasia, akumulasi Pb tertinggi juga dihasilkan oleh semai yang tumbuh pada media tailing dengan perlakuan P4 yang mencapai total akumulasi sebesar 460.78 mg/kg dengan akumulasi Pb di jaringan akar (446.48 mg/kg) jauh lebih besar daripada Pb di jaringan pucuk (14.39 mg/kg). Pada semai akasia, Pb jauh lebih besar diakumulasi di bagian akar daripada di bagian pucuk. Secara umum, semakin besar konsentrasi Pb pada media tailing, maka bioakumualasinya juga semakin besar.

Data hasil penelitian menunjukkan bahwa semai akasia memiliki kemampuan biokumulasi yang relatif lebih besar daripada semai samama, khususnya akumulasi Pb pada bagian akar. Di sisi lain, semai samama memiliki bioakumulasi Pb di bagian pucuk yang relatif lebih tinggi daripada semai akasia.


(23)

11 Tabel 5 Pengaruh Pb terhadap bioakumulasi semai samama dan akasia

Jenis Perlakuan Akumulasi (mg/kg)

Pucuk Akar Total

Samama

P0 (0 mg Pb/kg tailing) 9.26 34.48 43.74 P1 (150 mg Pb/kg tailing) 11.78 42.88 54.66 P2 (300 mg Pb/kg tailing) 36.16 45.40 81.56 P3 (450 mg Pb/kg tailing) 49.62 71.48 121.10 P4 (900 mg Pb/kg tailing) 17.66 342.22 359.88

Akasia

P0 (0 mg Pb/kg tailing) 5.88 17.66 23.54 P1 (150 mg Pb/kg tailing) 8.42 120.24 128.66 P2 (300 mg Pb/kg tailing) 3.36 123.6 126.96 P3 (450 mg Pb/kg tailing) 21.02 200.96 221.98 P4 (900 mg Pb/kg tailing) 14.30 446.48 460.78

Faktor Biokonsentrasi (FB) dan Faktor Translokasi (FT)

FB menunjukkan nisbah Pb yang terdapat pada jaringan tanaman dengan Pb pada media, sedangkan FT menunjukkan nisbah Pb pada jaringan pucuk dengan Pb pada jaringan akar. Tabel 6 menyajikan faktor biokonsentrasi dan faktor translokasi tanaman pada berbagai perlakuan penambahan Pb.

Tabel 6 Faktor biokonsentrasi dan faktor translokasi semai samama dan akasia

Jenis Perlakuan FB FT

Pucuk Akar

Samama

P0 (0 mg Pb/kg tailing) 1.5 5.6 0.3 P1 (150 mg Pb/kg tailing 0.4 1.4 0.3 P2 (300 mg Pb/kg tailing) 0.7 0.9 0.8 P3 (450 mg Pb/kg tailing) 0.4 0.6 0.7 P4 (900 mg Pb/kg tailing) 0.1 1.8 0.1

Akasia

P0 (0 mg Pb/kg tailing) 0.9 2.8 0.33 P1 (150 mg Pb/kg tailing) 0.3 3.8 0.07 P2 (300 mg Pb/kg tailing) 0.1 2.1 0.03 P3 (450 mg Pb/kg tailing) 0.2 1.8 0.10 P4 (900 mg Pb/kg tailing) 0.1 1.6 0.03 Pada semai samama, nilai FB pada akar lebih besar dari FB pada pucuk. Nilai FB pada akar berkisar dari 0.6 – 5.6, sedangkan FB pada pucuk berkisar dari 0.1 – 1.5. Nilai FT semai samama berkisar dari 0.1 – 0.8.

Pada semai akasia, nilai FB di akar juga relatif lebih besar dibandingkan FB pada pucuk. Nilai FB berkisar dari 1.6 – 3.8 untuk akar dan 0.1 – 0.9 untuk pucuk. Sementara itu, nilai FT semai akasia berkisar dari 0.03 – 0.33.


(24)

12

Indeks Toleransi Semai Samama dan Akasia

Indeks toleransi (IT) menggambarkan kemampuan tanaman dalam beradaptasi, tumbuh, dan bertahan pada media tailing yang terkontaminasi Pb. Penambahan Pb pada berbagai konsentrasi terhadap media tailing selama tiga bulan memberikan pengaruh terhadap IT yang bervariasi. Gambar 1 menyajikan indeks toleransi semai samama dan akasia pada media tailing yang diberi Pb dengan berbagai konsentrasi.

Pada semai samama, IT berkisar antara 68 – 252%. IT tertinggi ditunjukkan oleh semai samama yang diberi 450 mg Pb/kg tailing, yaitu 252%. IT semai samama menurun pada paparan Pb dengan konsentrasi 900 mg Pb/kg tailing yang mencapai 170%. Pada pamberian Pb dengan konsentrasi tertinggi semai samama masih memiliki IT > 100%.

Gambar 3 Pengaruh penambahan Pb terhadap indeks toleransi semai samama dan akasia

Pada semai akasia, IT berkisar antara 100 – 172%. IT tertinggi yaitu 172% ditunjukkan oleh semai akasia yang diberi 450 mg Pb/kg tailing. Sama seperti semai samama, IT semai akasia menurun pada penambahan 900 mg Pb/kg tailing yang mencapai 108%. Semai akasia memiliki IT > 100% pada seluruh perlakuan penambahan Pb. 100 68 103 252 170 100

168 168 172

108 0 50 100 150 200 250 300 0 mg Pb/kg tailing 150 mg Pb/kg tailing 300 mg Pb/kg tailing 450 mg Pb/kg tailing 900 mg Pb/kg tailing 0 mg Pb/kg tailing 150 mg Pb/kg tailing 300 mg Pb/kg tailing 450 mg Pb/kg tailing 900 mg Pb/kg tailing Samama Akasia Indek s tol erans i (%)


(25)

13

PEMBAHASAN

Karakterisasi Media Tailing Pasca Tambang Emas

Tailing merupakan salah satu limbah yang dihasilkan dari aktivitas tambang, seperti tambang emas. Wasis et. al. (2011) menyebutkan bahwa tailing memiliki kandungan bahan organik, unsur hara mineral, kapasitas tukar kation (KTK) dan aktivitas mikroorganisme yang rendah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tailing memiliki tekstur pasir berlempung yang terdiri dari komposisi pasir (78.16%), debu (18.00%), dan liat (3.84%). Fakta tersebut menunjukkan jika tekstur tailing didominasi oleh fraksi kasar, yaitu pasir dan sedikit sekali kandungan fraksi halusnya. Fraksi halus terdiri dari debu dan liat yang berperan penting dalam menahan air serta unsur hara agar tersedia bagi tanaman (Indranada 1989). Tailing juga memiliki kandungan unsur hara yang rendah. Hal tersebut ditunjukkan oleh kandungan unsur C, N, dan P tersedia yang sangat rendah, serta unsur Mg dan K yang rendah. Unsur-unsur tersebut tergolong ke dalam unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman. Rendahnya kandungan hara dalam tailing berpengaruh pada kesuburan tailing. Hal ini diperkuat oleh nilai KTK yang sangat rendah, yaitu 2.39 me/100g. Karakteristik fisik tailing yang didominasi oleh fraksi kasar dan sedikit fraksi halus berkaitan dengan karakteristik kimia tailing yang marjinal atau tidak subur. Keberadaan unsur hara di dalam tailing menjadi tidak tersedia diduga akibat sedikitnya fraksi halus (debu dan liat), sehingga tailing relatif sulit menahan hara di dalamnya.

Di samping itu, pada tailing pasca tambang juga sering kali mengandung logam berat, seperti Pb. Suatu studi menunjukkan bahwa kandungan Pb pada tailing tambang emas mencapai 20 kali lebih besar dibandingkan tanah non-limbah (Hidayati et al. 2006). Setyaningsih (2012) dalam studinya menemukan bahwa kandungan Pb pada tailingtambang emas Pongkor mencapai 114 ppm.

Hasil penelitian menunjukkan fakta yang berbeda. Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan Pb pada tailing sudah tidak terukur. Hal ini menunjukkan bahwa Pb sudah tidak tersedia atau tersedia dalam konsentrasi yang sangat kecil. Kondisi tersebut diduga berkaitan dengan kandungan unsur Ca yang sangat tinggi, yaitu 22.05 me/100g. Kandungan Ca lebih dari 20 me/100g sudah tergolong sangat tinggi (Balai Penelitian Tanah 2003). Kandungan Ca yang tinggi dapat menyebabkan kenaikan pH tanah yang masam menjadi netral. Hal ini sesuai dengan pendapat Hardjowigeno (2003) yang menyatakan bahwa penambahan unsur Ca mampu meningkatkan pH tanah. Hasil analisis terhadap tailing menunjukkan bahwa nilai pH mencapai 7.4. Kondisi tersebut menyebabkan unsur logam berat menjadi tidak tersedia. Erfandi (2015) menyatakan bahwa Pb berada dalam bentuk tidak tersedia pada pH > 5.6. Hasil analisis kimia dan fisik tailing disajikan pada Tabel 2. Selain itu, tidak adanya unsur Pb dalam tailing diduga akibat proses pencucian yang terjadi pada tailing.


(26)

14

Pertumbuhan Semai Samama dan Akasia

Pertumbuhan merupakan hal yang paling penting diamati dalam memantau adaptabilitas jenis tanaman yang ditanam pada media terkontaminasi logam berat, seperti Pb. Cunningham dan Ow (1996) menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman merupakan hal yang mendasar dalam fitoremediasi, karena berkaitan dengan tingkat toleransi dan kemampuannya dalam menyerap logam berat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan Pb pada berbagai konsentrasi berpengaruh secara signifikan (p < 0.05) terhadap pertambahan pertumbuhan tinggi dan diameter, serta biomassa (BKT) semai samama (Tabel 3). Rata-rata pertambahan pertumbuhan tinggi dan diameter semai samama cenderung semakin rendah, seiring dengan peningkatan konsentrasi penambahan Pb. Penambahan 900 mg Pb/kg tailing secara signifikan menghasilkan pertambahan pertumbuhan tinggi dan diameter semai samama yang terendah, yaitu masing-masing 5.0 cm dan 1.77 mm. Namun, peningkatan konsentrasi penambahan Pb cenderung meningkatkan biomassa semai samama. Penambahan 450 – 900 mg Pb/kg tailing secara signifikan menghasilkan semai samama dengan biomassa tertinggi, yaitu mencapai nilai berat kering total (BKT) masing-masing 23.03 dan 20.65 g.

Penambahan Pb juga menunjukkan pengaruh yang signifikan (p < 0.05) terhadap pertambahan pertumbuhan tinggi dan perkembangan biomassa (BKT) semai akasia (Tabel 3). Pertumbuhan tinggi semai akasia menunjukkan pertambahan yang terendah pada penambahan Pb dengan konsentrasi 450 – 900 mg Pb/kg tailing. Namun, pada kedua perlakuan tersebut (450 – 900 mg Pb/kg tailing ) justru menghasilkan biomassa (BKT) tertinggi pada semai akasia, yaitu berturut-turut 9.58 dan 9.93 g. Penambahan Pb tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertambahan petumbuhan diameter semai akasia (p > 0.05). Adapun rata-rata pertambahan diameter semai akasia berkisar antara 0.72 – 0.88 mm. Rata-rata pertambahan pertumbuhan diameter semai akasia cenderung menurun pada penambahan Pb dengan konsentrasi 450 – 900 mg Pb/kg tailing.

Secara umum, peningkatan konsentrasi Pb yang diberikan pada semai samama dan akasia berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, yaitu pertambahan pertumbuhan tinggi dan diameter yang cenderung semakin kecil. Namun, peningkatan konsentrasi Pb yang diberikan cenderung meningkatkan biomassa tanaman. Biomassa yang besar seiring dengan peningkatan konsetrasi Pb pada media, diduga berkaitan dengan akumulasi Pb yang diserap dan disimpan di dalam jaringan tanaman.

Walaupun pertambahan pertumbuhan tinggi dan diameter cenderung semakin kecil seiring dengan peningkatan konsentrasi Pb pada kedua jenis ini, namun keduanya masih mampu menunjukkan performa pertumbuhan tinggi dan diameter yang baik. Laju pertumbuhan semai samama dan akasia menunjukkan pertumbuhan yang cenderung meningkat setiap waktu (selama 12 minggu) pada media tailing yang diberi Pb dengan berbagai konsentrasi (Gambar 1 dan 2). Kondisi tersebut mengindikasikan jika semai samama dan akasia masih adaptif serta mampu tumbuh pada media yang terkontaminasi Pb pada berbagai konsentrasi yang diberikan, bahkan pada penambahan Pb hingga konsentrasi 900 mg Pb/kg tailing.


(27)

15 Studi yang dilakukan oleh Setyaningsih (2012) menemukan bahwa semai A. cadamba dan P. falcataria masih mampu tumbuh pada media yang terkontaminasi timbal hingga konsentrasi 450 mg Pb/kg tailing dan diketahui mengalami kematian pada kontaminasi timbal pada konsentrasi 1 500 mg Pb/kg tailing. Dalam studi lain, Magaña et al. (2011) menemukan bahwa A. farnesiana

masih menunjukkan pertumbuhan yang baik pada media yang terkontaminasi timbal pada konsentrasi 250 dan 500 mg Pb/L, serta menunjukkan penurunan pertumbuhan drastis pada konsentrasi 1 000 mg Pb/L. Pada studi lainnya disebutkan bahwa pertumbuhan tanaman akan mengalami penurunan seiring dengan peningkatan kosentrasi Pb (Niu et al. 2007; Ho et al. 2008).

NPA merupakan perbandingan biomassa kering bagian pucuk dan akar tanaman. Wasis et al. (2015) menyatakan bahwa NPA dapat menggambarkan kemampuan akar menjalankan fungsinya secara optimal dalam media tumbuh. Perlakuan penambahan Pb berpengaruh secara signifikan (p < 0.05) terhadap NPA semai samama (Tabel 4). NPA semai samama mulai menunjukkan penurunan yang signifikan pada penambahan Pb dengan konsentrasi 300, 450, dan 900 mg Pb/kg tailing. Hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan Pb pada konsentrasi 300 – 900 mg Pb/kg tailing, semai samama cenderung meningkatkan pertumbuhan bagian perakarannya daripada bagian pucuknya. Sementara itu, perlakuan penambahan Pb tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap NPA semai akasia. Rata-rata NPA semai akasia, yaitu 3 – 4. NPA akasia yang relatif besar menunjukkan jika pertumbuhan bagian pucuknya lebih besar dibandingkan bagian perakarannya. Hal tersebut mengindikasikan jika perakaran semai akasia relatif kurang berkembang dalam tailing yang terkontaminasi Pb.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata NPA semai samama relatif lebih rendah daripada rata-rata NPA semai akasia. Hal tersebut mengindikasikan bahwa semai samama memiliki adaptabilitas perakaran terhadap kontaminasi Pb yang lebih baik daripada semai akasia. Rendahnya NPA semai samama menunjukkan jika perakaran semai samama cenderung lebih berkembang pada media tailing yang terkontaminasi Pb. Sebaliknya, NPA semai akasia yang tinggi menunjukkan bahwa perkembangan perakarannya lebih rendah daripada bagian pucuknya. Kondisi tersebut mengindikasikan jika perkembangan perakaran semai akasia relatif kurang berkembang dalam tailing yang terkontaminasi Pb. Namun demikian, secara keseluruhan kedua jenis ini memiliki rata-rata nilai NPA ≥ 1. Herliyana et al. (2012) menyatakan bahwa pertumbuhan dan adaptabilitas tanaman yang baik dapat ditunjukkan oleh nilai NPA yang berkisar antara 1 – 3. NPA dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: sifat genetik tanaman, ketersediaan unsur hara, dan persaingan cahaya (Mokany et al. 2006; Wulandari dan Susanti 2012). Pertumbuhan serta adaptabilitas semai samama dan semai akasia yang baik berdasarkan NPA keduanya, diduga dipengaruhi oleh keberadaan nitrat yang berasal dari Pb(NO3)2 (Ho et al. 2008). Indranada (1989) menyatakan bahwa unsur nitrogen diserap oleh tanaman dalam bentuk nitrat (NO -3). Nitrogen merupakan unsur hara yang penting bagi pertumbuhan vegetatif dan pembentukan protein pada tanaman (Hardjowigeno 2003). Selain itu, perbedaan NPA juga diduga diakibatkan oleh kandungan logam berat, seperti Pb di dalam tanah.

Akar merupakan organ tanaman yang pertama kali berinteraksi dengan Pb dalam tanah. Ketika akar menyerap air dan hara, ion-ion dan molekul termasuk Pb


(28)

16

di sekitar perakaran bergerak ke dalam akar melalui aliran massa dan proses difusi (Fahr et al. 2013). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan Pb tidak memberikan pengaruh yang signifikan (p > 0.05) terhadap panjang akar semai samama dan semai akasia (Tabel 4). Rata-rata panjang akar semai samama adalah 24.0 – 25.6 cm, sedangkan panjang akar semai akasia adalah 21.1 – 23.3 cm. Akar kedua jenis tanaman ini cenderung menunjukkan pertumbuhan terpanjang pada penambahan 900 mg Pb/kg tailing. Hal tersebut mengindikasikan jika pada konsentrasi tersebut, keberadaan Pb mulai memberikan stimulasi pertumbuhan akar. Stimulasi pertumbuhan akar tersebut, diduga akibat pengaruh dari konsentrasi Pb yang tinggi (900 mg Pb/kg tailing). Kedua jenis semai tanaman memanjangkan akarnya diduga untuk menghindari Pb yang semakin tinggi konsentrasinya. Konsentrasi Pb yang semakin tinggi berpotensi bersifat toksik bagi tanaman, karena Pb merupakan unsur logam berat dan tidak esensial bagi tanaman. Selain itu, pertumbuhan akar yang cenderung memanjang pada penambahan 900 mg Pb/kg tailing juga diduga sebagai bentuk adaptasi akar tanaman dalam memperluas jerapan air dan hara yang akan digunakan untuk mendukung berbagai metabolisme di dalam tanaman, termasuk metabolisme yang berkaitan dengan adaptasi terhadap keberadaan Pb. Liu et al. (2000) menyatakan bahwa meskipun secara umum Pb tidak dipertimbangkan sebagai elemen esensial bagi pertumbuhan tanaman, tapi dalam jumlah tertentu Pb mungkin berperan dalam menstimulasi pertumbuhan beberapa jenis tanaman.

Penambahan Pb juga diduga mampu memberikan pengaruh terhadap bentuk akar tanaman. Kopittke et al. (2007) menyatakan bahwa Pb dapat mempengaruhi bentuk akar menjadi besar (gemuk) dan meningkatkan jumlah akar sekunder pada jenis Vignia unguiculata. Selain itu, Magaña et al. (2011) menemukan bahwa pada konsentrasi 250 dan 500 mg Pb/L, semai A. farnesiana menunjukkan pertumbuhan akar yang paling panjang dengan bentuk akar yang tebal (thicker) dan jumlah akar sekunder yang meningkat.

Gambar 4 Kondisi akar semai samama pada berbagai perlakuan penambahan Pb. P0=0 mg Pb/kg tailing, P1=150 mg Pb/kg tailing, P2=300 mg Pb/kg tailing, P3=450 mg Pb/kg tailing, dan P4= 900 mg Pb/kg tailing Gambar 4 menunjukkan kondisi perakaran semai samama pada berbagai perlakuan penambahan Pb. Perlakuan P3 (450 mg Pb/kg tailing) dan P4 (900 mg Pb/kg tailing) menunjukkan volume perakaran yang tampak lebih besar dan memendek (gemuk). Akar sekunder semai samama relatif banyak dengan ukuran


(29)

17 lebih pendek dan besar (gemuk). Saat berinteraksi dengan Pb perakaran semai samama cenderung mengembangkan pertumbuhan akar sekundernya. Hal tersebut bertujuan untuk memperluas area penjerapan unsur hara dan air. Pada hakikatnya, unsur hara dan air merupakan bahan-bahan pembentukan energi yang sangat penting dalam mendukung berjalannya metabolisme, seperti pertumbuhan dan adaptabilitas terhadap keberadaan Pb.

Gambar 5 Kondisi akar semai akasia pada berbagai perlakuan penambahan Pb. P0=0 mg Pb/kg tailing, P1=150 mg Pb/kg tailing, P2=300 mg Pb/kg tailing, P3=450 mg Pb/kg tailing, dan P4= 900 mg Pb/kg tailing Gambar 5 menunjukkan kondisi perakaran semai akasia pada penambahan Pb dengan berbagai konsentrasi. Akar sekunder semai akasia juga menunjukkan kondisi yang sama dengan akar samama, namun pada konsentrasi penambahan Pb yang lebih rendah, yaitu perlakuan P2 (300 mg Pb/kg tailing) dan P3 (450 mg Pb/kg tailing). Pada perlakuan P4 (900 mg Pb/kg tailing) terlihat bahwa akar sekunder semai akasia relatif lebih sedikit dibandingkan dengan semai samama. Perakaran sekunder semai akasia tidak menunjukkan perkembangan yang lebih baik daripada semai samama, sementara Pb tetap masuk ke dalam jaringan akar tanaman. Kondisi demikian diduga menyebabkan ketidakseimbangan antara perluasan penyerapan hara dan air untuk pembentukan energi yang bermanfaat dalam metabolisme tanaman, sehingga perkembangan perakaran semai akasia relatif lebih kecil daripada semai samama. Hal ini diperkuat oleh NPA semai akasia yang lebih besar daripada NPA semai samama. Hal tersebut mengindikasikan jika perakaran semai samama memiliki perkembangan yang lebih baik daripada semai akasia, bahkan pada perlakuan penambahan Pb dengan konsentrasi lebih tinggi.

Selain itu, perlakuan penambahan Pb juga menunjukkan timbulnya gejala keracunan pada semai samama dan akasia. Setyaningsih (2012) melaporkan bahwa telah terjadi gejala keracunan Pb pada semai A. cadamba dan P. falcataria

yang ditanam pada tailing yang terkontaminasi Pb dengan konsentrasi 150 – 450 ppm berupa perubahan warna akar menjadi abu-abu kegelapan.


(30)

18

Gambar 6 Gejala keracunan Pb pada akar semai samama. Kondisi akar dengan bercak keabu-abuan (A), kondisi akar yang menghitam (B), dan kondisi akar yang hitam dan kering (mati) (C)

Gambar 6 menunjukkan gejala keracunan Pb pada akar semai samama. Gejala keracunan Pb pada semai samama ditunjukkan oleh perubahan akar tanaman menjadi berwarna abu-abu, kehitaman, hingga kondisi kering (mati). Gejala keracunan Pb ini tidak menyebabkan semai samama menjadi mati, tapi masih tetap mampu tumbuh dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa semai samama masih mampu hidup dengan baik pada media tailing yang terkontaminasi Pb, bahkan hingga konsentrasi 900 mg Pb/kg tailing.

Gambar 7 Gejala keracunan Pb pada akar semai akasia. Kondisi akar yang menghitam (A), kondisi bintil akar yang menghitam (dilingkari dengan warna merah), kering, dan mati (B), serta kondisi akar yang hitam dan kering (mati) (C)

Gambar 7 menunjukkan gejala keracuanan Pb pada semai akasia. Performa akar semai akasia secara visual juga terlihat menunjukkan gejala keracunan Pb, seperti perubahan warna menjadi kehitaman. Selain itu, pada Gambar 7 yang ditandai dengan lingkaran berwarna merah menunjukkan bintil akar akasia yang berubah menjadi kering dan berwarna hitam. Sama halnya dengan semai samama, walaupun semai akasia menunjukkan gejala keracunan Pb, tetapi semai akasia masih mampu tumbuh dan hidup pada media tailing yang terkontaminasi Pb hingga 900 mg Pb/kg tailing.

A B C


(31)

19

Bioakumulasi Pb pada Semai Samama dan Akasia

Bioakumulasi merupakan kemampuan tanaman dalam mengakumulasi Pb. Bioakumulasi semai samama dan akasia pada media yang dipapari Pb disajikan pada Tabel 5. Bioakumulasi total tertinggi semai samama mencapai 359.88 mg/kg dengan akumulasi Pb di akar (342.22 mg/kg) jauh lebih tinggi dibandingkan dengan akumulasi Pb di pucuk (17.66 mg/kg). Bioakumulasi total semai akasia tertinggi mencapai 460.78 mg/kg dengan akumulasi Pb di akar (446.48 mg/kg) jauh lebih tinggi dibandingkan dengan akumulasi Pb di pucuk (14.30 mg/kg). Pada umumnya, bioakumulasi Pb pada jaringan akar lebih besar dibandingkan pada jaringan pucuk. Sharma dan Dubey (2005) menyatakan bahwa kandungan Pb bervariasi di dalam organ tanaman dan cenderung menurun dari akar menuju pucuk.

Rata-rata bioakumulasi Pb di akar akasia lebih besar daripada rata-rata bioakumulasi Pb di akar samama. Namun, rata-rata bioakumulasi Pb di pucuk samama relatif lebih besar dibandingkan dengan rata-rata bioakumulasi Pb di pucuk akasia. Secara umum, semakin besar konsentrasi Pb pada media, maka bioakumulasi Pb oleh tanaman juga semakin besar. Hal tersebut sesuai dengan prinsip penyerapan logam Pb oleh tanaman, yaitu semakin besar kandungan Pb dalam media, maka semakin besar juga serapan Pb oleh tanaman (Magaña et al. 2011; Haryanti 2013; Malar et al. 2014).

Faktor Biokonsentrasi (FB) dan Faktor Translokasi (FT)

Nilai FB semai samama di akar lebih besar daripada di pucuk. Nilai FB di akar semai berkisar antara 0.6 – 5.6, sedangkan nilai FB di pucuk berkisar antara 0.1 – 1.5. Pada semai akasia, Nilai FB di akar juga lebih besar dibandingkan dengan nilai FB di pucuk. Nilai FB di akar semai akasia yaitu antara 1.6 – 3.8, sedangkan nilai FB di pucuk, yaitu antara 0.1 – 0.9. Nilai FB menunjukkan perbandingan konsentrasi Pb pada jaringan tanaman dengan Pb pada media. Nilai FB berbanding lurus dengan nilai biokamulasi Pb yang dilakukan oleh tanaman. Hal tersebut mengindikasikan bahwa Pb yang diakumlasi oleh jaringan tanaman lebih banyak disimpan pada jaringan akar pada konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan yang disimpan di jaringan pucuk. Berdasarkan bagiannya, konsentrasi Pb pada bagian pucuk lebih rendah daripada bagian akar, serta akan meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi Pb pada media (Liu et al.

2008).

Namun demikian, semai samama dan akasia juga memiliki kemampuan untuk mentranslokasikan Pb dari akar ke pucuk. Hal tersebut digambarkan oleh nilai FT. FT menunjukkan nisbah Pb yang yang ditranslokasikan ke jaringan pucuk dengan Pb yang berada di jaringan akar. Nilai FT semai samama berkisar antara 0.1 – 0.8, sedangkan nilai FT semai akasia berkisar antara 0.03 – 0.33. Nilai FT < 1.0 menunjukkan jika konsentrasi logam berat di pucuk lebih rendah daripada di akar (Zou et al. 2012). Berdasarkan hal tersebut, maka semai samama memiliki kemampuan mentrasnlokasi Pb dari jaringan akar ke pucuk yang lebih tinggi daripada semai akasia.


(32)

20

Di sisi lain, semai akasia memiliki kemampuan yang lebih baik dari pada semai samama dalam menyerap Pb pada jaringan perakarannya dengan konsentrasi yang lebih besar. Mekanisme penyerapan dan akumulasi logam berat oleh tanaman meliputi: 1) penyerapan logam oleh akar, khususnya di area

rhizosfer, 2) translokasi logam dari akar ke bagian tanaman lainnya mengikuti aliran transpirasi melalui jaringan pengangkut (xilem dan floem), dan 3) lokalisasi logam pada sel dan jaringan (Hardiani 2009). Pada tanaman yang memiliki kemampuan mentransolaksi Pb ke bagian pucuk, Pb akan dilokalisasi pada bagian tertentu, biasanya bagian vakuola daun. Tujuannya agar tidak terjadi gangguan metabolisme tanaman (Arisusanti dan Purwani 2013).

Pada semai samama dan akasia, mekanisme akumulasi Pb dalam jaringan tanaman, diduga diawali dengan kontak antara perakaran dengan Pb di dalam media tailing, khususnya di zona rhizozfer. Pb kemudian masuk ke dalam jaringan akar tanaman melalui proses aliran massa dan difusi seiring dengan aktifitas akar menyerap air dan hara. Setelah itu, pada semai samama Pb kemudian diduga dikonsentrasikan pada jaringan perakaran. Hal ini diindikasikan oleh fakta penelitian yang menunjukkan jika akumulasi Pb di akar samama relatif lebih besar. Kemudian, Pb diangkut ke bagian pucuk melalui jaringan pengangkut seperti xilem, walaupun dalam jumlah relatif kecil. Hal tersebut diindikasikan oleh nilai FT semai samama. Di sisi lain, pada semai akasia, Pb cenderung diakumulasi dan dikonsentrasikan di bagian perakaran. Hal ini diindikasikan dengan nilai akumulasi Pb dan FB semai akasia yang relatif sangat besar pada bagian akarnya. Kemudian, Pb diduga diangkut ke bagian pucuk akasia melalui jaringan pengangkut (xilem), namun dengan konsentrasi yang relatif sangat kecil jika dibandingkan pada semai samama.

Indeks Toleransi Semai Samama dan Akasia

Kemampuan tanaman untuk beradaptasi dan tumbuh pada kondisi tertentu, seperti media yang terkontaminasi logam berat digambarkan oleh indeks tolerasi (IT). Perlakuan penambahan Pb pada media memberikan pengaruh yang bervariasi terhadap nilai IT (Gambar 3). Nilai IT semai samama bekisar antara 68

– 252%, sementara IT semai akasia diketahui berkisar antara 100 – 172%. Penambahan Pb dengan konsentrasi 450 mg Pb/kg tailing terhadap kedua jenis ini menghasilkan IT tertinggi. IT keduanya menurun pada penambahan Pb hingga konsentrasi 900 mg Pb/kg tailing, dimana IT semai samama mencapai 170%, sedangkan semai akasia mencapai 108%.

Secara umum, IT semai samama dan akasia cenderung meningkat hingga penambahan Pb pada konsentrasi 450 mg Pb/kg tailing dan menurun pada konsentrasi 900 mg Pb/kg tailing. Peningkatan IT hingga level tertinggi pada kedua jenis semai tanaman menunjukkan jika keduanya memiliki pertumbuhan dan adaptabilitas terhadap Pb yang relatif baik hingga konsentrasi Pb 450 mg Pb/kg tailing. Selain itu, kecenderungan penurunan IT semai samama dan akasia pada penambahan Pb hingga konsentrasi 900 mg Pb/kg tailing mengindikasikan jika pertumbuhan dan adaptabilitasnya mulai menurun. Hal ini diduga akibat semakin tingginya kandungan Pb di dalam media tailing.


(33)

21 Walupun demikian, IT kedua jenis tanaman masih berada pada level di atas 100%. Hal tersebut mengindikasikan jika semai samama dan semai akasia memiliki toleransi terbaik pada media tailing yang terkontaminasi Pb dengan konsentrasi 450 mg Pb/kg tailing. Selain itu, kedua jenis ini juga masih memiliki toleransi yang baik pada media tailing yang terkontaminasi Pb hingga 900 mg Pb/kg tailing. Dalam sebuah studi lain, Magaña et al. (2011) menemukan bahwa A. farnesiana memiliki IT yang sangat tinggi, yaitu > 100% pada pemaparan Pb sebesar 250 – 500 mg/l, lalu mengalami penurunan menjadi < 75% ketika paparan Pb berada pada konsentrasi 750 mg/l. Arisusanti dan Purwani (2013) menyatakan bahwa pada saat menyerap logam berat, tanaman yang adaptif akan membentuk suatu enzim reduktase pada akar. Enzim reduktase tersebut berfungsi untuk mereduksi logam yang kemudian logam diangkut di dalam membran akar.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Perlakuan penambahan Pb pada media tailing memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan adaptabilitas semai samama dan semai akasia. Semai samama dan akasia memiliki pertumbuhan dan adaptabilitas yang baik terhadap media yang terkontaminasi Pb hingga penambahan 900 mg Pb/kg tailing, dimana indeks toleransi kedua jenis tanaman ini memiliki nilai > 100%. Semai samama memiliki kemampuan mengakumulasi Pb hingga 359.88 mg/kg, sedangkan semai akasia mampu mengakumulasi Pb hingga 460.78 mg/kg. Semai samama memiliki kemampuan menstraslokasikan Pb dari jaringan akar ke pucuk lebih tinggi daripada semai akasia. Sementara itu, semai akasia memiliki kemampuan mengakumulasi Pb pada zona perakaran lebih tinggi daripada semai samama.

Saran

Semai samama dan akasia memiliki potensi yang baik sebagai tanaman fitoremediasi Pb, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai konsentrasi Pb yang lebih tinggi agar diketahui konsentrasi toksik bagi kedua jenis tanaman kehutanan ini. Penelitian dengan penambahan Pb pada konsentrasi lebih tinggi disarankan dilakukakn pada media kultur cair untuk mengurangi bias yang ditimbulkan dari faktor lingkungan. Penelitian lanjutan dengan penambahan perlakuan tertentu, seperti mengkombinasikan jenis tanaman dengan mikroorganisme dan/atau pemupukan perlu diuji dalam rangka mengetahui seberapa efektif dan efisien dalam meningkatkan pertumbuhan dan adaptabilitas tanaman mengakumulasi logam Pb.


(34)

22

DAFTAR PUSTAKA

Aprilia DD, Purwani KI. 2013. Pengaruh penambahan mikoriza Glomus fasciculatum terhadap akumulasi logam timbal (Pb) pada tanaman Euphorbia milii. Jurnal Sains dan Seni Pomits. 2(1): 2337-3520.

Arisusanti RJ, Purwani KI. 2013. Pengaruh mikoriza Glomus fasciculatum

terhadap akumulasi logam timbal (Pb) pada tanaman Dahlia pinnata. Jurnal Sains dan Seni Pomits. 2(2): 2337-3520.

[ATSDR] Agency for Toxic Substances and Disease Registry. 2016. Priority list of hazardous substances [Internet]. [diunduh 2016 Juni 6]. Tersedia pada: https://www.atsdr.cdc.gov/spl/.

Balai Penelitian Tanah. 2009. Petunjuk Teknis: Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Ait, dan Pupuk. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanah.

Cunningham SD, Ow DW. 1996. Promises and prospect of phytoremediation.

Plant Physiol. 110: 715-719.

Cluis C. 2004. Junk-greedy greens: phytoremediation as a new option for soil decontamination. BioTeach Journal. 2:61-67.

Erfandi D, Juarsah I. 2015. Konservasi Tanah Menghadapi Perubahan Iklim:

Teknologi Pengendalian Pencemaran Logam Berat pada Lahan Pertanian. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Fahr M, Laplaze L, Bendaou N, Hocher V, El Mzibri M, Bogusz D, Smouni A. 2013. Effect of lead on root growth. Frontiers in Plant Sience. 4(175): 1- 7. doi: 10.3389/fpls.2013.00175.

Hardiani H. 2009. Potensi tanaman dalam mengakumulasi logam Cu pada media tanah terkontaminasi limbah padat industri kertas. BS. 44(1): 27-40.

Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Pressindo.

Haryanti D, Budianta D, Salni. 2013. Potensi beberapa jenis tanaman hias sebagai fitoremediasi logam timbal (Pb) dalam tanah. Jurnal Penelitian Sains. 16(2D): 52-58.

Herliyana EN, Achmad, Putra A. 2012. Pengaruh pupuk organik cair terhadap pertumbuhan bibit jabon (Anthocephalus cadamba miq.) dan ketahanannya terhadap penyakit. Jurnal Silvikultur Tropika. 03(03): 168-173.

Hidayati N. 2004. Phytoremediation and potency of hyperaccumulator plants.

Hayati. 12(1): 35-40.

Hidayati N. 2005. Fitoremediasi dan potensi tumbuhan hiperakumulator. Hayati. 12(1): 35-40.

Hidayati N, Syarif F, Juhaeti T. 2006. Potensi Centrocema pubescence,

Calopogonium mucunoides, dan Micania cordata dalam membersihkan logam kontaminan pada limbah penambangan emas. Biodiversitas. 7(1): 4-6. doi: 10.13057/biodiv/d07012.

Ho WM, Ang LH, Lee DK. 2008. Assessment of Pb uptake, translocation and immobilization in kenaf (Hibiscus cannabinus L.) for phytoremediation of sand tailings. Journal of Environmental Sciences. 20(11): 1341-1347.

Indranada HK. 1989. Pengelolaan Kesuburan Tanah. Semarang (ID): Bina Aksara.


(35)

23 Juhaeti T, Syarif F, Hidayati N. 2005. Inventarisasi tumbuhan potensial untuk fitoremediasi lahan dan air terdegredasi penambangan emas. Biodiversitas. 6(1): 31-33.

Liu D, Jiang W, Liu C, Xin C, Hou W. 2000. Uptake and accumulation of lead by roots, hypocotyls and shoots of Indian mustard (Brassica juncea (L.).

Bioresource Technology. 71(2000): 273-277.

Liu J-n. Zhou Q, Sun T, Ma LQ, Wang S. 2008. Growth responses of three ornamental plants to Cd and Cd-Pb stress and their metal acumulation characteristics. Journal of Hazardous Materials. 151(2008): 261-267.

Magaña AM, Torres EF, Cabrera FR, Sepulveda TLV. 2011. Lead bioaccumulation in Acacia farnesiana and its effect on lipid peroxidation and glutathione production. Plant Soil 2011(339): 377-389. doi: 10.1007/s11104-010-0589-6.

Malar S, Vikram SS, Favas PJC, Perumal V. 2014. Lead heavy metal toxicity induced changes on growth and antioxidative enxymes level in water hyacinths (Eichhornia crassipes (Mart.). Botanical Studies. 55(54): 2-11. Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2013. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi

SAS dan Minitab Jilid 1. Bogor (ID): IPB Press.

Mokany K, Raison RJ, Prokushkin NS. 2006. Critical analysis of root:shoot rations in terrestrial biomes. Global Change Biology. 12: 84-96.

Kopittke PM, Asher CJ, Kopittke RA, Menzies NW. 2007. Toxic effect of Pb2+ on growth of cowpea (Vigna unguiculata). Environmental Pollution. 150(2007) 280-287.

Nagajyoti PC, Lee KD, Sreekanth TVM. 2010. Heavymetals, occurrence, and toxicity for plants: a review. Environ Chem Lett. 8(3): 199-216.

Niu ZX, Sun LN, Sun TH, Li YS, Wang H. 2007. Evaluation of phytoextracting cadmium and lead by sunflower, ricinus, alfalfa and mustard in hydroponic culture. J Environ Sci. 19(8): 961-967.

[Presiden RI] Presiden Republik Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Perraturan Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Jakarta (ID): Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia.

[Puslitbang-tanak] Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. 2003. Pencemaran bahan agrokimia perlu diwaspadai [Internet]. [diunduh

2015 Mei 21]. tersedia pada:

http://pustaka.litbang.pertanian.go.id/publikasi/wr256038.pdf.

Rabie GH. 2005. Contribution of arbuscular mycorrhizal fungus to red kidney and wheat plants tolerance grown in heavy metal-polluted soil. African Journal of Biotechnology. 4(4): 332-345.

Rezvani M, Zaefarian F. 2011. Bioaccumulation and translocation factors of cadmium and lead in Aelurops littoralis. Australian Journal of Agricultural Engineering. 2(4): 114-119.

Setyaningsih L. 2007. Pemanfaatan cendawan mikoriza arbuskula dan kompos aktif untuk meningkatkan pertumbuhan semai mindi (Melia azedarach LINN) pada media tailing tambang emas Pongkor [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.


(36)

24

Setyaningsih L. 2012. Adaptabilitas semai tanaman hutan terhadap timbal pada media tailing dengan aplikasi kompos aktif dan fungi mikoriza arbuskula [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Setyaningsih L, Setiadi Y, Sopandie D, Budi SW. 2012. Organic acid characteristic and Tolerance of sengon (Paraserianthes falcataria L Nielsen) to lead. JMHT. 18(3): 177-183. doi: 10.7226/jtfm.18.2.177.

Sharma P, Dubey RS. 2005. Lead toxicity in plants. Braz. J. Plant Physiol. 17(1): 35-52.

Wasis B, Sandrasari A. 2011. Pengaruh penambahan pupuk kompos terhadap pertumbuhan semai mahoni (Swietenia macrophylla King.) pada media tanah bekas tambang emas (tailing). Jurnal Silvikultur Tropika. 3(1): 109-112. Wasis B, Mulyana D, Winata B. 2015. Pertumbuhan semai jabon (Anthocephalus

cadamba) pada media bekas tambang pasir dengan penambahan sub soil dan arang tempurung kelapa. Jurnal Silvikultur Tropika. 6(2): 93-100.

Wulandari AS, Susanti S. Aplikasi pupuk daun organik untuk meningkatkan pertumbuhan bibit jabon (Anthocephalus cadamba Miq.). Jurnal Silvikultur Torpika 03(02): 137-142.

Zou T, Li T, Zhang X, Yu H, Huang H. 2012. Lead accumulation and phytostabilization potential of dominant plant species growing in a lead-zinc mine tailing. Environ Earth Sci. 65(2012): 621-630. doi: 10.1007/s12665-011-1109-6.


(37)

25


(38)

26

Lampiran 1 Hasil sidik ragam parameter pertumbuhan semai samama Hasil sidik ragam penambahan timbal (Pb) terhadap tinggi semai samama

Sumber keragaman DB JK KT F hitung P-value

Pb (Timbal) 4 6.234 1.558 8.23 0.0033

Galat 10 1.893 0.189

Total 14 8.124

Hasil sidik ragam penambahan timbal (Pb) terhadap diameter semai samama

Sumber keragaman DB JK KT F hitung P-value

Pb (Timbal) 4 1.416 0.354 9.88 0.0017

Galat 10 0.358 0.036

Total 14 1.775

Hasil sidik ragam penambahan timbal (Pb) terhadap BKT semai samama

Sumber keragaman DB JK KT F hitung P-value

Pb (Timbal) 4 158.166 39.541 11.03 0.0011

Galat 10 35.863 3.586

Total 14 194.029

Hasil sidik ragam penambahan timbal (Pb) terhadap panjang akar semai samama

Sumber keragaman DB JK KT F hitung P-value

Pb (Timbal) 4 6.443 1.611 1.03 0.436

Galat 10 15.567 1.557

Total 14 22.009

Hasil sidik ragam penambahan timbal (Pb) terhadap NPA semai samama

Sumber keragaman DB JK KT F hitung P-value

Pb (Timbal) 4 4.703 1.176 9.54 0.0019

Galat 10 1.232 0.123

Total 14 5.934

Lampiran 2 Hasil sidik ragam parameter pertumbuhan semai akasia Hasil sidik ragam penambahan timbal (Pb) terhadap tinggi semai akasia

Sumber keragaman DB JK KT F hitung P-value

Pb (Timbal) 4 22.18 5.545 3.71 0.0423

Galat 10 14.96 1.496


(39)

27 Hasil sidik ragam penambahan timbal (Pb) terhadap diameter semai akasia

Sumber keragaman DB JK KT F hitung P-value

Pb (Timbal) 4 0.045 0.011 2.49 0.111

Galat 10 0.046 0.005

Total 14 0.091

Hasil sidik ragam penambahan timbal (Pb) terhadap BKT semai akasia

Sumber keragaman DB JK KT F hitung P-value

Pb (Timbal) 4 8.518 2.129 4.32 0.028

Galat 10 4.927 0.493

Total 14 13.444

Hasil sidik ragam penambahan timbal (Pb) terhadap panjang akar semai akasia

Sumber keragaman DB JK KT F hitung P-value

Pb (Timbal) 4 10.971 2.743 2.92 0.077

Galat 10 9.387 0.939

Total 14 20.357

Hasil sidik ragam penambahan timbal (Pb) terhadap NPA semai akasia

Sumber keragaman DB JK KT F hitung P-value

Pb (Timbal) 4 2.363 0.591 0.77 0.566

Galat 10 7.652 0.765

Total 14 10.015

Lampiran 3 Layout penelitian masing-masing pada semai samama dan akasia

P0-1 P1-2 P2-1 P3-2 P4-1

P2-2 P3-3 P4-3 P0-2 P1-3


(40)

28

Lampiran 4 Kriteria penilaian hasil analisis tanah ( Balai Penelitian Tanah 2009) Parameter

Nilai Sangat

rendah Rendah Sedang Tinggi

Sangat Tinggi

C (%) < 1 1-2 2-3 3-5 >5

N (%) <0.1 0.1-0.2 0.21-0.5 0.51-0.75 >0.75

P tersedia (ppm) <4 5-7 8-10 11-15 >15

P total (ppm) <15 15-20 21-40 41-60 >60

Ca (me/100g) <2 2-5 6-10 11-20 >20

Mg (me/100g) <0.3 0.4-1 1.1-2.0 2.1-8.0 >8 K (me/100g) <0.1 0.1-0.3 0.4-0.5 0.6-1.0 >1

KTK (me/100g) <5 5-16 17-24 25-40 >40

KB (%) <20 20-40 41-60 61-80 >80

pH Sangat

masam Masam

Agak

masam Netral

Agak

alkalis Alkalis Nilai <4.5 4.5-5.5 5.5-6.5 6.6-7.5 7.6-8.5 >8.5


(41)

29

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sukoharjo, Jawa Tengah pada tanggal 10 Oktober 1991 sebagai anak kedua dari pasangan Bapak Sugiyono, SH dan Ibu Suparmi. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 3 Sukabumi dan lulus pada tahun 2010. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan memperoleh beasiswa Bidik Misi dari Pemerintah Republik Indonesia dan lulus sebagai lulusan terbaik Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, IPB pada tahun 2014. Pada tahun yang sama yaitu tahun 2014, penulis memperoleh kesempatan melanjutkan pendidikan magister (S-2) pada Program Studi Silvikultur Tropika, Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis memperoleh beasiswa pendidikan pascasarjana Fresh Graduate dari Pemerintah Republik Indonesia.

Di bidang ekstrakurikuler, penulis sempat menjadi wakil ketua organisasi mahasiswa daerah, yaitu ikatan keluarga mahasiswa Sukabumi (IKAMASI IPB) periode 2011/2012. Selain itu, penulis juga sempat menjadi wakil ketua Himpunan Profesi Mahasiswa Silvikultur Tree Grower Community (TGC) periode 2011/2012, kemudian menjadi ketua Himpunan Profesi Mahasiswa Silvikultur

Tree Grower Community (TGC) periode 2012/2013.

Selama melaksanakan pendidikan magister (S-2), penulis sempat menjadi asisten praktikum program sarjana (S-1) Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB, diantaranya asisten praktikum mata kuliah Ekologi Hutan dan menjadi koordinator asisten praktikum mata kuliah Pengelolaan Nutrisi Hutan. Penulis menulis artikel ilmiah berjudul “Pertumbuhan Semai Jabon (Anthocephalus cadamba) pada Media Bekas Tambang Pasir dengan Penambahan

Sub Soil dan Arang Tempurung Kelapa” yang diterbitkan pada Jurnal Silvikultur Tropika tahun 2015. Artikel ilmiah lain berjudul “Studi Adaptasi Samama (Anthocephalus macrophyllus pada erbagai Konsentrasi imbal b ”

diterbitkan pada Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan tahun 2016.

Untuk memperoleh gelar Magister Sains dari Sekolah Pascasarjana IPB, penulis menyelesaikan tesis dengan judul “Pengaruh Penambahan Timbal terhadap Pertumbuhan dan Adaptabilitas Semai Samama dan Akasia pada Media Tailing” di bawah bimbingan Dr r asuki Wasis, MS dan Dr r Yadi Setiadi, MSc.


(42)

PENGARUH PENAMBAHAN TIMBAL TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN ADAPTABILITAS

SEMAI SAMAMA

DAN AKASIA

PADA MEDIA TAILING

BAYU WINATA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016


(43)

(44)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Penambahan Timbal terhadap Pertumbuhan dan Adaptabilitas Semai Samama dan Akasia pada Media Tailing adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dari penulis lain atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

Bayu Winata


(1)

24

Setyaningsih L. 2012. Adaptabilitas semai tanaman hutan terhadap timbal pada media tailing dengan aplikasi kompos aktif dan fungi mikoriza arbuskula [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Setyaningsih L, Setiadi Y, Sopandie D, Budi SW. 2012. Organic acid characteristic and Tolerance of sengon (Paraserianthes falcataria L Nielsen) to lead. JMHT. 18(3): 177-183. doi: 10.7226/jtfm.18.2.177.

Sharma P, Dubey RS. 2005. Lead toxicity in plants. Braz. J. Plant Physiol. 17(1): 35-52.

Wasis B, Sandrasari A. 2011. Pengaruh penambahan pupuk kompos terhadap pertumbuhan semai mahoni (Swietenia macrophylla King.) pada media tanah bekas tambang emas (tailing). Jurnal Silvikultur Tropika. 3(1): 109-112. Wasis B, Mulyana D, Winata B. 2015. Pertumbuhan semai jabon (Anthocephalus

cadamba) pada media bekas tambang pasir dengan penambahan sub soil dan arang tempurung kelapa. Jurnal Silvikultur Tropika. 6(2): 93-100.

Wulandari AS, Susanti S. Aplikasi pupuk daun organik untuk meningkatkan pertumbuhan bibit jabon (Anthocephalus cadamba Miq.). Jurnal Silvikultur Torpika 03(02): 137-142.

Zou T, Li T, Zhang X, Yu H, Huang H. 2012. Lead accumulation and phytostabilization potential of dominant plant species growing in a lead-zinc mine tailing. Environ Earth Sci. 65(2012): 621-630. doi: 10.1007/s12665-011-1109-6.


(2)

25


(3)

26

Lampiran 1 Hasil sidik ragam parameter pertumbuhan semai samama Hasil sidik ragam penambahan timbal (Pb) terhadap tinggi semai samama

Sumber keragaman DB JK KT F hitung P-value

Pb (Timbal) 4 6.234 1.558 8.23 0.0033

Galat 10 1.893 0.189

Total 14 8.124

Hasil sidik ragam penambahan timbal (Pb) terhadap diameter semai samama

Sumber keragaman DB JK KT F hitung P-value

Pb (Timbal) 4 1.416 0.354 9.88 0.0017

Galat 10 0.358 0.036

Total 14 1.775

Hasil sidik ragam penambahan timbal (Pb) terhadap BKT semai samama

Sumber keragaman DB JK KT F hitung P-value

Pb (Timbal) 4 158.166 39.541 11.03 0.0011

Galat 10 35.863 3.586

Total 14 194.029

Hasil sidik ragam penambahan timbal (Pb) terhadap panjang akar semai samama

Sumber keragaman DB JK KT F hitung P-value

Pb (Timbal) 4 6.443 1.611 1.03 0.436

Galat 10 15.567 1.557

Total 14 22.009

Hasil sidik ragam penambahan timbal (Pb) terhadap NPA semai samama

Sumber keragaman DB JK KT F hitung P-value

Pb (Timbal) 4 4.703 1.176 9.54 0.0019

Galat 10 1.232 0.123

Total 14 5.934

Lampiran 2 Hasil sidik ragam parameter pertumbuhan semai akasia Hasil sidik ragam penambahan timbal (Pb) terhadap tinggi semai akasia

Sumber keragaman DB JK KT F hitung P-value

Pb (Timbal) 4 22.18 5.545 3.71 0.0423

Galat 10 14.96 1.496


(4)

27 Hasil sidik ragam penambahan timbal (Pb) terhadap diameter semai akasia

Sumber keragaman DB JK KT F hitung P-value

Pb (Timbal) 4 0.045 0.011 2.49 0.111

Galat 10 0.046 0.005

Total 14 0.091

Hasil sidik ragam penambahan timbal (Pb) terhadap BKT semai akasia

Sumber keragaman DB JK KT F hitung P-value

Pb (Timbal) 4 8.518 2.129 4.32 0.028

Galat 10 4.927 0.493

Total 14 13.444

Hasil sidik ragam penambahan timbal (Pb) terhadap panjang akar semai akasia

Sumber keragaman DB JK KT F hitung P-value

Pb (Timbal) 4 10.971 2.743 2.92 0.077

Galat 10 9.387 0.939

Total 14 20.357

Hasil sidik ragam penambahan timbal (Pb) terhadap NPA semai akasia

Sumber keragaman DB JK KT F hitung P-value

Pb (Timbal) 4 2.363 0.591 0.77 0.566

Galat 10 7.652 0.765

Total 14 10.015

Lampiran 3 Layout penelitian masing-masing pada semai samama dan akasia

P0-1 P1-2 P2-1 P3-2 P4-1

P2-2 P3-3 P4-3 P0-2 P1-3


(5)

28

Lampiran 4 Kriteria penilaian hasil analisis tanah ( Balai Penelitian Tanah 2009) Parameter

Nilai Sangat

rendah Rendah Sedang Tinggi

Sangat Tinggi

C (%) < 1 1-2 2-3 3-5 >5

N (%) <0.1 0.1-0.2 0.21-0.5 0.51-0.75 >0.75 P tersedia (ppm) <4 5-7 8-10 11-15 >15 P total (ppm) <15 15-20 21-40 41-60 >60

Ca (me/100g) <2 2-5 6-10 11-20 >20

Mg (me/100g) <0.3 0.4-1 1.1-2.0 2.1-8.0 >8 K (me/100g) <0.1 0.1-0.3 0.4-0.5 0.6-1.0 >1

KTK (me/100g) <5 5-16 17-24 25-40 >40

KB (%) <20 20-40 41-60 61-80 >80

pH Sangat

masam Masam

Agak

masam Netral

Agak

alkalis Alkalis Nilai <4.5 4.5-5.5 5.5-6.5 6.6-7.5 7.6-8.5 >8.5


(6)

29

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sukoharjo, Jawa Tengah pada tanggal 10 Oktober 1991 sebagai anak kedua dari pasangan Bapak Sugiyono, SH dan Ibu Suparmi. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 3 Sukabumi dan lulus pada tahun 2010. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan memperoleh beasiswa Bidik Misi dari Pemerintah Republik Indonesia dan lulus sebagai lulusan terbaik Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, IPB pada tahun 2014. Pada tahun yang sama yaitu tahun 2014, penulis memperoleh kesempatan melanjutkan pendidikan magister (S-2) pada Program Studi Silvikultur Tropika, Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis memperoleh beasiswa pendidikan pascasarjana Fresh Graduate dari Pemerintah Republik Indonesia.

Di bidang ekstrakurikuler, penulis sempat menjadi wakil ketua organisasi mahasiswa daerah, yaitu ikatan keluarga mahasiswa Sukabumi (IKAMASI IPB) periode 2011/2012. Selain itu, penulis juga sempat menjadi wakil ketua Himpunan Profesi Mahasiswa Silvikultur Tree Grower Community (TGC) periode 2011/2012, kemudian menjadi ketua Himpunan Profesi Mahasiswa Silvikultur Tree Grower Community (TGC) periode 2012/2013.

Selama melaksanakan pendidikan magister (S-2), penulis sempat menjadi asisten praktikum program sarjana (S-1) Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB, diantaranya asisten praktikum mata kuliah Ekologi Hutan dan menjadi koordinator asisten praktikum mata kuliah Pengelolaan Nutrisi Hutan. Penulis menulis artikel ilmiah berjudul “Pertumbuhan Semai Jabon (Anthocephalus cadamba) pada Media Bekas Tambang Pasir dengan Penambahan Sub Soil dan Arang Tempurung Kelapa” yang diterbitkan pada Jurnal Silvikultur Tropika tahun 2015. Artikel ilmiah lain berjudul “Studi Adaptasi Samama (Anthocephalus macrophyllus pada erbagai Konsentrasi imbal b ” diterbitkan pada Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan tahun 2016.

Untuk memperoleh gelar Magister Sains dari Sekolah Pascasarjana IPB, penulis menyelesaikan tesis dengan judul “Pengaruh Penambahan Timbal terhadap Pertumbuhan dan Adaptabilitas Semai Samama dan Akasia pada Media Tailing” di bawah bimbingan Dr r asuki Wasis, MS dan Dr r Yadi Setiadi, MSc.