Analisis Integrasi Pasar Karet Alam Antara Produsen Utama Dengan Pasar Berjangka Singapura Dan Jepang.

ANALISIS INTEGRASI PASAR KARET ALAM ANTARA
PRODUSEN UTAMA DENGAN PASAR BERJANGKA
SINGAPURA DAN JEPANG

INDAH NURHIDAYATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Integrasi Pasar
Karet Alam antara Produsen Utama dengan Pasar Berjangka Singapura dan
Jepang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2015

Indah Nurhidayati
NRP H453130171

RINGKASAN
INDAH NURHIDAYATI. Analisis Integrasi Pasar Karet Alam antara Produsen
Utama dengan Pasar Berjangka Singapura dan Jepang. Dibimbing oleh DEDI
BUDIMAN HAKIM dan ALLA ASMARA.
Empat produsen utama karet alam yaitu Thailand, Indonesia, Vietnam, dan
Malaysia berkontribusi sebesar 75.16 persen terhadap total produksi karet alam
dunia di tahun 2013. Pada tahun yang sama secara kumulatif keempat negara
menyumbang sebesar 87 persen terhadap total ekspor karet alam dunia (UN
Comtrade 2015). Karet alam merupakan komoditi berorientasi ekspor, sehingga
produsen utama memiliki kepentingan besar terhadap perkembangan harga karet
alam internasional. Harga karet alam internasional tercermin dari harga yang
terbentuk di pasar berjangka Singapura (Singapore Commodity Exchange/Sicom)
dan pasar berjangka Jepang (Tokyo Commodity Exchange/Tocom). Hal ini

diketahui berdasarkan hasil pengujian korelasi yang menunjukkan adanya
keeratan hubungan antara harga bursa Sicom dan bursa Tocom dengan harga karet
alam negara produsen. Menurut Harris (1979) adanya korelasi harga diantara
beberapa pasar mengindikasikan terjadinya integrasi pasar.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis integrasi pasar karet alam jenis
spesifikasi teknis (technical specified rubber/TSR) antara Indonesia, Vietnam,
Malaysia, dan Thailand dengan pasar berjangka Singapura. Penelitian ini juga
akan menganalisis integrasi pasar karet alam jenis sit asap (ribbed smoked
sheet/RSS) antara Indonesia dan Thailand dengan pasar berjangka Singapura dan
Jepang. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data harga harian karet
alam periode Januari 2013 sampai dengan Desember 2014. Variabel harga karet
alam dikumpulkan berdasarkan nilai mata uang masing-masing negara, yakni
Rupiah/kg (Indonesia), Dong/kg (Vietnam), Ringgit Sen/kg (Malaysia), Bath/kg
(Thailand), USC/kg (pasar berjangka Singapura), dan Yen/kg (pasar berjangka
Jepang). Seluruh variabel yang digunakan dalam penelitian ini merupakan
variabel harga, dimana secara teori harga suatu komoditi ditempat yang berbeda
saling mempengaruhi. Oleh karena itu alat analisis yang digunakan melalui
pendekatan vector error correction model (VECM) untuk jenis karet TSR dan
vector autoregression model (VAR) untuk jenis karet RSS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak seluruh pasar TSR produsen

utama terintegrasi dengan pasar berjangka Singapura. Hanya pasar Indonesia,
Vietnam, dan Malaysia yang terintegrasi dengan bursa Sicom. Lebih lanjut
berdasarkan hasil uji kausalitas diketahui bahwa bursa Sicom mempengaruhi
pergerakan harga di semua pasar negara produsen dengan kecenderungan
hubungan bersifat satu arah. Sementara itu, pada pasar RSS, hasil analisis
menunjukkan bahwa pasar produsen utama terintegrasi dengan pasar berjangka
Singapura dan Jepang. Hubungan harga pada pasar karet RSS memperlihatkan
bahwa pergerakan harga di bursa Sicom selain mempengaruhi pergerakan harga di
pasar Indonesia dan Thailand, juga mempengaruhi perkembangan harga di bursa
Tocom. Hal tersebut menunjukkan bahwa pasar berjangka Singapura merupakan
pasar referensi karet alam, baik jenis karet TSR maupun RSS.

Berdasarkan hasil penelitian, maka implikasi kebijakan dalam penelitian ini
adalah menyiapkan perangkat dan lembaga yang dapat mendukung perdagangan
karet alam Indonesia di pasar berjangka, baik melalui bursa berjangka Jakarta
(BBJ) maupun bursa berjangka dan derivatif Indonesia (BKDI), mengingat
perdagangan karet alam di Indonesia sampai saat ini masih dilakukan di pasar
fisik.
Saran penelitian lanjutan yaitu (1)untuk memperkuat gambaran integrasi
pasar karet alam antara pasar produsen utama dengan pasar berjangka Singapura

dan Jepang, sebaiknya dilakukan juga berdasarkan volume transaksi perdagangan;
dan (2)agar memberikan gambaran integrasi pasar karet alam yang lebih
representatif perlu juga dilakukan kajian integrasi pasar dengan melibatkan pasar
berjangka lain seperti Shanghai Future Exchange.
Kata kunci: integrasi pasar, karet alam, produsen utama, pasar berjangka

SUMMARY
INDAH NURHIDAYATI. Analysis of Natural Rubber Market Integration
between Main Producers and Futures Markets of Singapore and Japan. Supervised
by DEDI BUDIMAN HAKIM and ALLA ASMARA.
Four major producers of natural rubber, namely Thailand, Indonesia,
Vietnam, and Malaysia accounted for 75.16 percent of the total world production
of natural rubber in 2013. In the same year cumulative four countries accounted
for 87 percent of total world exports of natural rubber (UN Comtrade 2015).
Natural rubber is a export-oriented commodity, so the major producers have great
interest on the development of the international price of natural rubber.
International natural rubber price is reflected in the price established in the future
market of Singapore (Singapore Commodity Exchange/Sicom) and a future
market of Japan (Tokyo Commodity Exchange/Tocom). It is based on the
correlation shown between the stock prices of Sicom and Tocom exchange and

the price of natural rubber of the country producers. According to Harris (1979) a
correlation between the price of a few market indicates the occurrence of market
integration.
This study is aimed at analyzing the integration of the natural rubber market
of technical specified rubber/TSR among Indonesia, Vietnam, Malaysia, and
Thailand in Singapore future market. This study also analyzes the integration of
the natural rubber market of ribbed smoked sheet/RSS among Indonesia and
Thailand in Singapore and Japan futures market. The data used in this research is
daily prices of natural rubber in the period of January 2013 to December 2014.
The variable of natural rubber price is collected based on the value of the currency
of each country, namely Rupiah/kg (Indonesia) Dong/kg (Vietnam), Ringgit
Cent/kg (Malaysia), Bath/kg (Thailand), USC/Kg (futures market of Singapore)
and), and Yen/kg (the futures markets are Japan). All variables used in this study
are price variables, which theoretically suggest that the price of a commodity in
different places affect each other. Therefore, the analysis tools used are vector
error correction model (VECM) for the type of TSR rubber and vector
autoregression model (VAR) for the type of RSS rubber.
The result shows that not all major producers of TSR market are integrated
to futures market in Singapore. Only the markets of Indonesia, Vietnam, and
Malaysia are integrated with the Sicom exchange. The result of causality test also

shows that the Sicom exchange influence the price movements in all markets with
the tendency of one-way relationship of producing countries. Meanwhile, in
relation to the RSS market, the analysis shows that the market of major producers
is integrated with futures markets of Singapore and Japan. The relationship among
the market prices of rubber RSS shows that the price movements in the Sicom
exchange impacts the market price movements in Indonesia and Thailand. It also
affect price developments in the Tocom stock exchange. It could be concluded
that Singapore futures market is the price reference of natural rubber market, both
types of rubber TSR and RSS.

This study implies that the goverrment should provide with policy
instuments and intitution that support the natural rubber market both in Jakarta
future exchange and Indonesian commodity derivative exchange since the natural
rubber trading is still in the form of conventional market (physical).
Further suggestions are as follows: (1)to reinforce the market integration of
the natural rubber between the major producers and futures markets of Singapore
and Japan, it should be based on the volume of trade transactions; and (2)in order
to provide with wider perspective of market integration which is more
representative, the study on market integration which involve other futures
markets such as the Shanghai Futures Exchange are needed.

Keywords: market integration, natural rubber, main producers, future market

© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS INTEGRASI PASAR KARET ALAM ANTARA
PRODUSEN UTAMA DENGAN PASAR BERJANGKA
SINGAPURA DAN JEPANG

INDAH NURHIDAYATI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:
Prof Dr Ir Sri Hartoyo, MS
Penguji Wakil Komisi Program Studi pada Ujian Tesis:
Dr Meti Ekayani, SHut MSc

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini adalah
efisiensi pemasaran, dengan judul Analisis Integrasi Pasar Karet Alam antara
Produsen Utama dengan Pasar Berjangka Singapura dan Jepang.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Dedi Budiman Hakim
MAEc dan Bapak Dr Alla Asmara SPt MSi selaku dosen pembimbing yang dalam
kesibukannya telah meluangkan waktu memberikan arahan dan bimbingan selama
proses penulisan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada Bapak Prof Dr Ir Sri Hartoyo MS selaku ketua program studi Ilmu
Ekonomi Pertanian yang juga merupakan penguji luar komisi pada ujian tesis,
serta kepada Ibu Dr Meti Ekayani SHut MSc selaku penguji wakil komisi
program studi, yang telah memberikan kritik dan saran untuk perbaikan tesis ini.
Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dr Rusdan
Dalimunthe MSc, Bapak Ahmad Badaruddin, dan seluruh pengurus Gabungan
Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo). Serta kepada Bapak Andrial Saputra MT,
Bapak Eko Bayu Lesmana MSi, dan seluruh staff PT. Kharisma Pemasaran
Bersama Nusantara (KPBN) yang telah banyak membantu penulis selama
pengumpulan data.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada sahabat tersayang Kak Devi
Agustia dan Ihdiani Abubakar untuk kesabaran, keikhlasan, dan ketulusan dalam
persahabatan yang terjalin. Terima kasih kepada Januar Arifin Ruslan yang
banyak membantu dan bertukar pikir selama proses perkuliahan hingga tugas
akhir ini terselesaikan. Serta terima kasih kepada seluruh rekan-rekan Ilmu
Ekonomi Pertanian (EPN) 2013 untuk kebersamaan dalam belajar dan berdiskusi

selama menempuh pendidikan di EPN. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Bapak Johan, Ibu Ina, Ibu Kokom, Bapak Erwin, Bapak
Husein, dan Bapak Widi selaku staff administrasi pada program studi Ilmu
Ekonomi Pertanian yang dengan sabar banyak membantu penulis selama
menempuh pendidikan.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kakak dan adik tercinta,
Mas Ahmad Fakhruddin ST, Mba Dhiah Nurhayati SHut, dan Dik Muhammad
Syafi’i Ma’arif atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya. Secara khusus
dan penuh rasa cinta dan hormat penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak
H Achmad Dhofir dan Ibu Hj Rukmiwati SE yang senantiasa mendoakan
keberhasilan bagi penulis.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
penyempurnaan tersebut. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2015

Indah Nurhidayati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


xii

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xiii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

1
7
10
10
10

2 TINJAUAN PUSTAKA
Integrasi Pasar
Pasar Berjangka Komoditi
Pasar Fisik dan Pasar Berjangka
Mekanisme Perdagangan di Pasar Berjangka
Studi Terdahulu
Kerangka Pemikiran

12
18
21
23
24
26

3 METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Metode Analisis

29
29

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Ekonomi Karet Dunia
Produksi dan konsumsi karet dunia
Pasar karet alam dunia
Perdagangan karet alam produsen utama
Perkembangan Harga Karet Alam
Analisis Integrasi Pasar Karet Alam Spesifikasi Teknis
Uji Stasioneritas
Uji Kausalitas Granger
Penentuan Lag Optimum
Uji Stabilitas VAR
Uji Kointegrasi Johansen
Estimasi Vector Error Correction Model
Impulse Response Function
Variance Decomposition
Derajat Pass-Through
Analisis Integrasi Pasar Karet Alam Sit Asap
Uji Stasioneritas
Uji Kausalitas Granger
Penentuan Lag Optimum
Uji Stabilitas VAR
Uji Kointegrasi Johansen
Estimasi Vector Autoregression Model
Impulse Response Function

37
37
42
46
51
53
53
54
56
57
57
58
64
75
82
83
84
85
86
86
87
87
91

Variance Decomposition
Derajat Pass-Through
Implikasi Kebijakan

99
104
105

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

108
108

DAFTAR PUSTAKA

110

LAMPIRAN

115

RIWAYAT HIDUP

139

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Perkembangan ekspor, impor dan neraca perdagangan karet Indonesia
Tahun 2008 sampai 2012
Hasil pengujian korelasi harga karet alam jenis TSR dan RSS
Data dan sumber data penelitian
Perkembangan produksi karet alam berdasarkan produsen utama dunia
tahun 2001 sampai 2014
Perkembangan konsumsi karet alam berdasarkan konsumen utama
dunia tahun 2001 sampai 2014
Negara tujuan utama ekspor TSR dan RSS Indonesia
Perkembangan konsumsi domestik karet alam Indonesia dalam ton
Negara tujuan utama ekspor TSR dan RSS Vietnam
Negara tujuan utama ekspor TSR dan RSS Malaysia
Negara tujuan utama ekspor TSR dan RSS Thailand
Hasil pengujian akar unit dengan intersep tanpa tren karet alam TSR
Hasil pengujian akar unit dengan intersep dan tren karet alam TSR
Hasil pengujian kausalitas Granger karet alam TSR
Hasil pengujian stabilitas VAR karet alam TSR
Hasil pengujian kointegrasi Johansen pada karet alam TSR
Kointegrasi jangka panjang karet alam TSR
Hasil estimasi vector error correction model karet alam TSR
Dekomposisi varian harga karet alam TSR pasar Indonesia
Dekomposisi varian harga karet alam TSR pasar Vietnam
Dekomposisi varian harga karet alam TSR pasar Malaysia
Dekomposisi varian harga karet alam TSR pasar Thailand
Dekomposisi varian harga karet alam TSR bursa Sicom
Derajat pass-through harga TSR pasar berjangka Singapura
Hasil pengujian akar unit dengan intersep tanpa tren karet alam RSS
Hasil pengujian akar unit dengan intersep dan tren karet alam RSS
Hasil pengujian kausalitas Granger karet alam RSS
Hasil pengujian kointegrasi Johansen karet alam RSS
Dekomposisi varian harga karet alam RSS pasar Indonesia
Dekomposisi varian harga karet alam RSS pasar Thailand
Dekomposisi varian harga karet alam RSS bursa Sicom
Dekomposisi varian harga karet alam RSS bursa Tocom
Derajat pass-through harga RSS pasar berjangka Singapura
Derajat pass-through harga RSS pasar berjangka Jepang

2
8
29
38
39
47
48
49
50
51
53
54
55
57
58
59
61
76
77
79
80
81
83
84
84
85
87
99
101
102
103
105
105

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Produsen karet alam dunia tahun 2005 sampai 2014
Eksportir karet alam dunia tahun 2000 sampai 2013
Ekspor karet alam Thailand, Indonesia, Malaysia, dan Vietnam tahun
2013

2
3
5

4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Perkembangan harga karet alam dunia tahun 1997 sampai 2013
Perkembangan harga karet alam spesifikasi teknis tahun 2013
Perkembangan harga karet alam sit asap tahun 2013
Kerangka pemikiran penelitian
Produksi dan konsumsi karet alam dan karet sintetis dunia
Jalur tataniaga ekspor karet alam PT. KPBN
Perkembangan harga karet alam spesifikasi teknis pada beberapa pasar
periode Januari 2013 sampai Desember 2014
Perkembangan harga karet alam sit asap pada beberapa pasar periode
Januari 2013 sampai Desember 2014
Respon harga karet alam TSR di setiap pasar terhadap guncangan harga
karet alam TSR pasar Indonesia
Respon harga karet alam TSR di setiap pasar terhadap guncangan harga
karet alam TSR pasar Vietnam
Respon harga karet alam TSR di setiap pasar terhadap guncangan harga
karet alam TSR pasar Malaysia
Respon harga karet alam TSR di setiap pasar terhadap guncangan harga
karet alam TSR pasar Thailand
Respon harga karet alam TSR di di setiap pasar terhadap guncangan
harga karet alam TSR bursa Sicom
Respon harga karet alam RSS di di setiap pasar terhadap guncangan
harga karet alam RSS pasar Indonesia
Respon harga karet alam RSS di di setiap pasar terhadap guncangan
harga karet alam RSS pasar Thailand
Respon harga karet alam RSS di di setiap pasar terhadap guncangan
harga karet alam RSS bursa Sicom
Respon harga karet alam RSS di di setiap pasar terhadap guncangan
harga karet alam RSS bursa Tocom

6
9
9
28
41
45
51
52
66
68
70
72
74
92
94
96
98

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Kriteria lag optimum karet alam TSR
Hasil uji kointegrasi karet alam TSR
Respon harga karet alam TSR terhadap guncangan harga Indonesia
Respon harga karet alam TSR terhadap guncangan harga Vietnam
Respon harga karet alam TSR terhadap guncangan harga Malaysia
Respon harga karet alam TSR terhadap guncangan harga Thailand
Respon harga karet alam TSR terhadap guncangan harga Sicom
Kriteria lag optimum karet alam RSS
Hasil uji kointegrasi karet alam RSS
Hasil estimasi Vector Autoregression Model karet alam RSS
Respon harga karet alam RSS terhadap guncangan pasar Indonesia
Respon harga karet alam RSS terhadap guncangan pasar Thailand
Respon harga karet alam RSS terhadap guncangan bursa Sicom
Respon harga karet alam RSS terhadap guncangan bursa Tocom

117
118
119
120
121
122
123
124
126
127
134
135
136
137

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Karet merupakan komoditas perkebunan yang berperan penting dalam
perekonomian Indonesia, antara lain sebagai sumber perolehan devisa negara,
penyedia lapangan kerja, sebagai sumber pendapatan bagi petani karet maupun
pelaku ekonomi lainnya, serta pendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah
sekitar perkebunan karet. Pada dasarnya industri karet terbagi atas dua jenis yaitu
karet alam dan karet sintetis. Karet sintetis merupakan karet buatan pabrik,
sedangkan karet alam terbentuk dari emulsi kesusuan atau lateks yang diperoleh
dari getah tumbuhan pohon karet dengan cara melukai pohon karet sehingga
pohon akan memberikan respon menghasilkan lateks (Departemen Perindustrian
2007). Komoditi karet memiliki berbagai macam kegunaan terutama sebagai
bahan baku berbagai produk industri. Industri otomotif khususnya sektor industri
pembuatan ban merupakan produk yang berbahan baku karet alam paling tinggi
yaitu berkisar 75 persen dan sisanya karet digunakan sebagai bahan baku produk
lain, diantaranya bantalan rel kareta api, alas jembatan, sarung tangan, berbagai
jenis sepatu, perlengkapan kesehatan, dan keperluan sehari-hari (Siregar dan
Suhendry 2013).
Dilihat dari perkembangan ekonomi karet dunia, produksi dan konsumsi
karet alam lebih rendah dibandingkan karet sintetis. Jumlah produksi karet alam
jauh dibawah produksi karet sintetis dimana pada tahun 2014 mencapai 16.72 juta
ton sedangkan karet alam hanya mencapai 11.81 juta ton. Hal yang sama terjadi
pada sisi konsumsi dimana konsumsi karet sintesis sebesar 16.77 juta ton
sedangkan konsumsi karet alam hanya sebesar 11.86 juta ton (IRSG 2015).
Meskipun demikian, pada dasarnya dunia industri masih tetap memerlukan kedua
jenis karet, baik karet alam maupun karet sintetis. Kedua jenis karet tersebut
sebenarnya memiliki pasar tersendiri. Karet alam dan karet sintetis sesungguhnya
tidak saling bersaing penuh. Keduanya mempunyai sifat saling melengkapi atau
komplementer.
Pasokan karet alam seperti komoditas pertanian lainnya selalu mengalami
perubahan sehingga berdampak pada harga karet alam yang cenderung
berfluktuatif, dan hal ini merupakan permasalahan yang harus dihadapi industri
karet alam. Meskipun memiliki kelemahan dipandang dari sudut bisnisnya, akan
tetapi karet alam tetap mempunyai pangsa pasar yang baik. Beberapa industri
tertentu tetap memiliki ketergantungan yang besar terhadap pasokan karet alam,
misalnya industri ban yang merupakan pemakai terbesar karet alam. Hal ini terkait
dengan keunggulan yang dimiliki karet alam yang sulit ditandingi oleh karet
sintetis. Beberapa kelebihan yang dimiliki karet alam yaitu: (1)memiliki daya
elastis atau daya lenting sempurna; (2)memiliki plastisitas yang baik sehingga
pengolahannya mudah; (3)mempunyai daya aus yang tinggi; (4)tidak mudah
panas; dan (5)memiliki daya tahan yang tinggi terhadap karetakan (Zuhra 2006).
Sebagai komoditi ekspor karet alam berkontribusi cukup besar terhadap
pendapatan devisa negara Indonesia. Pada tahun 2013 nilai perdagangan karet
alam sebesar 6.85 milyar USD atau sekitar 30.15 persen dari total nilai
perdagangan komoditi perkebunan (BPS 2014). Secara umum tren nilai

2

perdagangan karet alam cenderung mengalami peningkatan, dari hanya sebesar
5.41 milyar USD pada tahun 2009 menjadi 7.78 milyar USD di tahun 2012,
seperti tampak pada Tabel 1. Perkembangan pasar karet di Asia yang cukup baik
merupakan salah satu penyebab meningkatnya ekspor karet alam Indonesia.
Berkembangnya Tiongkok sebagai negara industri merupakan sebab lain yang
memberikan peluang bagi Indonesia memperluas pangsa pasar ekspor karet.
Bahan baku karet memegang peranan penting dan bahan baku ini banyak
digunakan di Tiongkok untuk mendukung sektor industri otomotifnya. Oleh
karena itu Tiongkok merupakan salah satu negara tujuan utama ekspor karet alam
Indonesia. (Kementan 2013).
Tabel 1 Perkembangan ekspor, impor, dan neraca perdagangan karet Indonesia
tahun 2008 sampai 2012
No.

Uraian

Ekspor
Volume (Ton)
Nilai (000 USD)
2
Impor
Volume (Ton)
Nilai (000 USD)
3
Neraca Perdagangan
Volume (Ton)
Nilai (000 USD)
Sumber: Kementan (2013)

2008

2009

Tahun
2010

2011

2012

2 345 457
6 152 246

2 067 312
3 450 497

2 420 716
7 470 112

2 638 382
11 969 058

2 444 438
7 861 378

283 057
743 037

269 717
542 876

344 005
864 726

356 910
1 289 804

30 028
78 674

2 062 401
5 409 209

1 797 595
2 907 621

2 076 711
6 605 386

2 281 472
10 679 254

2 414 411
7 782 703

1

Prospek perkaretan dunia diperkirakan akan terus meningkat sejalan
dengan pentingnya peranan karet dalam kebutuhan hidup manusia sehari-hari,
sehingga memicu perkembangan ekonomi karet alam dunia. Dilihat dari sisi
produksi, sebagian besar produsen karet alam dunia berada di wilayah Asia
Tenggara, seperti tampak pada Gambar 1. Kawasan Asia sendiri selain memiliki
daerah perkebunan karet terluas juga merupakan produsen karet terbesar di dunia
yang menguasi 95 persen produksi karet alam dunia pada tahun 2014.
4500.0

Thailand

4000.0

Indonesia

000 ton

3500.0
3000.0

Vietnam

2500.0

Tiongkok

2000.0

India

1500.0

Malaysia

1000.0

Pantai Gading

500.0

Brazil

0.0
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Tahun

Myanmar
Lainnya

Gambar 1 Produsen karet alam dunia tahun 2005 sampai 2014
Sumber: IRSG (2015)

3

000 ton

Berdasarkan Gambar 1 dapat diketahui bahwa selama tahun 2005 sampai dengan
2012 Thailand, Indonesia, dan Malaysia masih dikenal sebagai tiga produsen
utama karet alam di dunia. Namun memasuki tahun 2013 Vietnam hadir sebagai
produsen karet alam terbesar ketiga menggeser posisi Malaysia. Hadirnya
Vietnam diperkirakan akan mengubah jumlah ekspor karet alam dunia, yang
selanjutnya berdampak pada perkembangan harga karet alam dunia. Pembukaan
lahan tanam karet baru sepanjang tahun 2012 di Vietnam sebesar 79 ribu hektar,
diikuti Indonesia 56 ribu hektar, Thailand 50 ribu hektar, Kamboja 38 ribu hektar,
Myanmar 32 ribu hektar, India 25 ribu hektar, dan Malaysia 17 ribu hektar
diperkirakan akan mendongkrak produksi karet alam dunia pada tahun 2017,
dimana produksi yang berlebihan ini dikhawatirkan akan membuat kecenderungan
penurunan harga karet alam internasional (VPBS 2014).
Karet alam merupakan komoditi yang berorientasi ekspor tidak hanya bagi
Indonesia, tetapi juga negara produsen lain. Akan tetapi, hal ini berbeda bagi
negara Tiongkok dan India. Dilihat dari perdagangan karet alam dunia, India
sebagai salah satu produsen karet alam hanya berkontribusi sebesar 0.33 persen
atau 2.99 ribu ton dari total ekspor karet alam dunia, sedangkan Tiongkok dikenal
sebagai konsumen terbesar karet alam di dunia (ITC 2015). Hal tersebut disinyalir
terjadi akibat berkembangnya industri otomotif di Tiongkok dan India, sehingga
karet alam produksinya lebih banyak diserap oleh pasar domestik.
Berbeda dengan Tiongkok dan India, bagi negara Thailand, Indonesia,
Vietnam, dan Malaysia, selain sebagai negara produsen, keempat negara juga
merupakan eksportir utama karet alam dunia seperti yang terlihat pada Gambar 2.
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0

Thailand
Indonesia
Malaysia

Vietnam

Tahun

Gambar 2 Eksportir utama karet alam dunia tahun 2000 sampai 2013
Sumber: UN Comtrade (2015)

Thailand merupakan eksportir karet alam terbesar di dunia, dimana sepanjang
tahun 2000 sampai 2013 ekspor karet alam Thailand tumbuh sebesar 35.31
persen. Sedangkan sebagai eksportir karet alam terbesar kedua di dunia, ekspor
Indonesia tumbuh lebih dari dua kali pertumbuhan ekspor Thailand, yaitu
mencapai 95.89 persen. Meskipun Indonesia mengalami pertumbuhan yang relatif
tinggi, namun pertumbuhan ekspor Vietnam jauh melebihi pertumbuhan ekspor
negara lainnya, yakni mencapai 262.12 persen dari 27.34 ribu ton pada tahun
2000 menjadi 99.02 ribu ton di tahun 2013. Tingginya pertumbuhan ekspor
Vietnam terjadi karena peroduksi karet alam Vietnam naik 14 persen menjadi 980
ribu ton pada 2013 dari tahun sebelumnya (Gapkindo 2014). Keadaan berbeda
terjadi pada pertumbuhan ekspor Malaysia. Malaysia mengalami penurunan

4

pertumbuhan sebesar -13.35 persen dari tahun 2000 sampai tahun 2013. Di
Malaysia karena upah tenaga penyadap yang relatif tinggi (opportunity cost
dengan upah di sektor industri dan akibat berkembangnya industri kelapa sawit),
maka dilakukan pendalaman terhadap industri karet alam dalam negerinya melalui
peningkatan nilai tambah dengan mengolahnya menjadi produk barang jadi karet
(Anwar 2005).
Pada 2013 secara kumulatif empat eksportir karet terbesar dunia
berkontribusi sebesar 87 persen, dengan proporsi masing-masing negara yakni
Thailand (38 persen), Indonesia (29 persen), Vietnam (11 persen), dan Malaysia
(9 persen). Berdasarkan Gambar 2 dapat diketahui bahwa telah terjadi pergeseran
eksportir karet alam di dunia. Dimulai pada akhir tahun 2011, Vietnam hadir
sebagai eksportir karet alam terbesar ketiga didunia menggeser posisi Malaysia.
Hal ini sejalan dengan peningkatan produksi karet alam yang terjadi di Vietnam.
Hadirnya Vietnam dalam perdagangan karet alam dunia, membuat pentingnya
diketahui keterpaduan pasar diantara negara-negara produsen utama, yang dilihat
melalui keterpaduan harga diantara pasar produsen utama.
Dalam perdagangan karet alam terdapat dua jenis karet alam yang dominan
diperdagangkan, yaitu karet alam jenis spesifikasi teknis (Technical Specified
Rubber/TSR) dan karet alam jenis sit asap (Ribbed Smoked Sheet/RSS). Menurut
Siregar dan Suhendry (2013) TSR merupakan lateks karet yang digumpalkan
kemudian dihaluskan dan dipanaskan. Lebih lanjut TSR merupakan lateks yang
dibiarkan menggumpal secara alami untuk kemudian dibentuk menjadi balokbalok. Karet alam spesifikasi teknis dinamakan sesuai dengan nama negara
pengekspornya. Jenis TSR yang diekspor dari Indonesia dikenal dengan nama
Standard Indonesian Rubber/SIR. TSR yang diekspor dari Thailand dikenal
dengan Standard Thailand Rubber/STR, dari Vietnam dinamakan Standard
Vietnam Rubber/SVR, dan dari Malaysia dikenal dengan Standard Malaysian
Rubber/SMR. Menurut pengertiannya SIR adalah karet alam Indonesia yang
diekspor dengan mutu ditentukan berdasarkan pengujian sifat-sifat teknis yaitu
mencakup kadar kotoran, kadar abu, kadar tembaga, kadar mangan, kadar zat
yang mudah menguap, kadar nitrogen, plasticity retention index (PRI) dan
karakteristik vulkanisasi. Spesifikasi teknis SIR ditentukan oleh Direktorat
Standarisasi dan Pengendalian Mutu, Kementerian Perdagangan. Terdapat enam
jenis SIR, yaitu SIR-3CV, SIR-3L, SIR-3WF, SIR5, SIR10, dan SIR20. Perbedaan
keenam jenis SIR tersebut adalah sumber bahan olah dan mutu yang dihasilkan
melalui pengolahan. SIR-3CV, SIR-3L, SIR-3WF dibuat dari bahan olah lateks
kebun. Jenis SIR5 dibuat dari lateks yang dibekukan/koagulum yang bersih dan
ditipiskan. Sementara SIR10 dan SIR20 dibuat dari koagulum. Jika dalam proses
pengolahan SIR tidak benar, maka seluruhnya masuk ke dalam mutu SIR20.
Jenis karet alam lain yang juga diperdagangkan adalah karet alam sit asap
(RSS). RSS termasuk ke dalam kelompok karet alam konvensional. Karet
konvensional adalah karet yang tingkatan mutunya ditetapkan berdasarkan sifatsifat visual, seperti warna, kotoran, gelembung udara, jamur dan noda-noda lain.
RSS adalah jenis karet berupa lembaran dimana dalam proses pengolahannya
menggunakan lateks kebun sebagai bahan baku. Dinamakan sit asap karena dalam
proses pengeringan dilakukan dengan cara pengasapan.

5

TSR banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan ban pada industri
otomotif. TSR memiliki tren perdagangan yang cenderung meningkat, dimana
pada tahun 2000 total ekspor TSR sebesar 2.81 juta ton meningkat menjadi 6.44
juta ton di tahun 2013 atau meningkat sebesar 70.29 persen dari total ekspor karet
alam dunia (UN Comtrade 2015). Pada 2013 TSR bahkan berkontribusi sebesar
97.17 persen terhadap total ekspor karet alam Indonesia (Gambar 3). Berbeda
dengan Indonesia, bagi negara Thailand TSR hanya menyumbang 42.79 persen.
Namun sejalan dengan Indonesia, jenis karet alam yang diekspor Vietnam dan
Malaysia juga didominasi oleh TSR, dengan kontribusi masing-masing sebesar
88.28 persen dan 93.56 persen dari total ekspor karet alam di masing-masing
negara tersebut.
Berbeda dengan jenis TSR, karet alam jenis RSS cenderung memliki tren
perdagangan yang menurun. Tingginya permintaan TSR dibandingkan RSS
dipasar internasional, membuat semakin rendahnya produksi RSS di masingmasing negara produsen. Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa diantara
keempat negara produsen, Thailand merupakan negara eksportir RSS terbesar.
Namun demikian jumlah ini relatif kecil dibandingkan dengan total ekspor karet
alam Thailand, yakni 3.4 juta ton, dimana proporsi RSS hanya sebesar 23
persennya.
3500
3000
000 ton

2500
2000

NR

1500

TSR

1000

RSS

500
0
Thailand

Indonesia
Malaysia
Negara

Vietnam

Gambar 3 Ekspor karet alam Thailand, Indonesia, Malaysia, dan Vietnam tahun
2013
Sumber: UN Comtrade (2015)

Di era perdagangan dunia yang semakin terbuka, fluktuasi harga karet alam
di pasar internasional dapat mempengaruhi harga di pasar domestik. Demikian
pula sebaliknya, Indonesia, Thailand, Vietnam , dan Malaysia sebagai produsen
utama karet alam dapat mempengaruhi perubahan stok karet alam di pasar dunia
yang selanjutnya berpengaruh terhadap harga karet alam internasional. Contohnya
peningkatan produksi karet di negara produsen pada tahun 1998 mengakibatkan
turunnya harga karet alam dunia pada periode tersebut. Krisis moneter yang
dialami sebagian negara di kawasan Asia Tenggara pada 1998 mengakibatkan
nilai mata uang negara produsen karet alam, seperti Indonesia, Thailand, dan
Malaysia terdepresiasi terhadap nilai mata uang US Dollar. Hal tersebut
berdampak pada peningkatan permintaan karet alam dari negara konsumen,
karena harga karet dinilai lebih murah oleh negara konsumen, sedangkan dari sisi
produsen secara tidak langsung kondisi ini membuat harga nominal karet alam

6

5000.00

400.00
350.00
300.00
250.00
200.00
150.00
100.00
50.00
0.00

USD/Ton

4000.00
3000.00

2000.00
1000.00
2013

2012

2011

2010

2009

2008

2007

2006

2005

2004

2003

2002

2001

2000

1999

1998

1997

0.00

000 Yen/Ton

yang diterima juga mengalami peningkatan. Faktor inilah yang memicu naiknya
produksi karet negara produsen dan berdampak pada menurunnya harga karet
alam dunia.

Tahun
TSR

RSS

Gambar 4 Perkembangan harga karet alam dunia tahun 1997 sampai 2013
Sumber: IRSG (2015)

Penurunan harga juga terjadi di tahun 2009 akibat krisis ekonomi global
pada akhir tahun 2008 yang disebabkan masalah perbankan Amerika Serikat. Hal
tersebut mengakibatkan melemahnya industri otomotif yang merupakan basis
utama industri karet alam, sehingga menyebabkan penurunan harga karet alam
internasional seperti tampak pada Gambar 4. Hingga dampaknya secara nyata
mengakibatkan permintaan karet alam melemah dan menimbulkan tren harga
yang cenderung menurun di pasar internasional. Kemudian harga karet alam
mulai mengalami peningkatan di awal tahun 2010 dan mencapai puncaknya pada
2011 dimana harga karet alam menyentuh 4 519 USD/ton untuk jenis TSR dan
372 000 Yen/ton untuk karet RSS. Tigginya harga disebabkan karena permintaan
karet yang terus meningkat sedangkan penawaran cenderung stagnan.
Karet alam merupakan komoditi yang berorientasi ekspor. Sebagai
komoditi berioentasi ekspor, negara produsen, yaitu Indonesia, Vietnam,
Malaysia, dan Thailand memiliki kepentingan besar terhadap perubahan harga
karet alam internasional. Hal ini terjadi karena harga karet domestik sangat
tergantung oleh harga karet internasional. Untuk mengkaji keterpaduan harga
diantara pasar produsen dengan pasar internasional dilakukan analsis integrasi
pasar. Beberapa penelitian mengenai integrasi pasar karet alam dilakukan oleh
Anwar (2005) dan Zebua (2008) yang menunjukkan bahwa pasar karet alam
Indonesia terintegrasi dengan pasar di berbagai negara di dunia, dimana dalam
jangka panjang harga karet New York merupakan harga referensi baik TSR
maupun RSS. Kemudian penelitian yang melibatkan pasar berjangka dilakukan
oleh Hendratno (2009) yang menganalisis keterkaitan harga karet bursa Tocom
dengan harga karet domestik. Penelitian lain dilakukan Fitrianti (2009) yang
menyimpulkan terdapat hubungan integrasi dan kointegrasi antara pasar karet
alam di pasar Indonesia dengan pasar berjangka dunia. Secara umum pasar
berjangka yang berpengaruh kuat terhadap pembentukan harga di pasar Indonesia
adalah bursa Sicom dan bursa CJCE untuk jenis karet TSR20 serta bursa Tocom
dan bursa SHFE untuk jenis karet RSS3.

7

Dalam perdagangan karet alam, terdapat pasar yang melakukan
perdagangan di pasar fisik, diantaranya Malaysia, Thailand, New York, London,
Indonesia, dan Vietnam. Selain itu perdagangan juga dilakukan di pasar future
yaitu pasar berjangka Singapura (Singapore Commodity Exchange/Sicom) dan
pasar berjangka Jepang (Tokyo Commodity Exchange/Tocom). Pada pasar karet
global, Kuala Lumpur dikenal sebagai pasar kawasan produsen. Sementara itu,
London, New York, dan Jepang sebagai kawasan sentra konsumen. Sedangkan
Singapura dikenal sebagai pasar utama perdagangan berjangka karet dan pusat
perdagangan karet terbesar di dunia (Anwar 2005; Fitrianti 2009).
Singapura dan Jepang merupakan dua bursa yang disinyalir mempengaruhi
permbentukan harga di pasar produsen utama. Hal ini terjadi karena keberadaan
pasar berjangka komoditi yang berfungsi sebagai sarana pembentukan harga yang
transparan yang mencerminkan kondisi pasokan dan permintaan yang sebenarnya
dari komoditi yang diperdagangkan. Harga yang transparan inilah yang
menjadikan harga di pasar berjangka sebagai harga referensi dunia usaha
(Bappebti 2012). Oleh karena itu untuk mengetahui apakah perkembangan harga
di pasar produsen utama sejalan dengan perkembangan harga di pasar
internasional, maka selanjutnya penelitian ini akan menganalisis integrasi pasar
karet alam antara pasar produsen utama (Indonesia, Vietnam, Malaysia, dan
Thailand) dengan pasar berjangka Singapura dan Jepang.

Perumusan Masalah
Analisis integrasi pasar merupakan salah satu indikator untuk mengetahui
efisiensi pasar, khuusnya efisiensi harga (Heytens 1986). Pengetahuan tentang
integrasi pasar akan dapat bermanfaat untuk mengetahui kecepatan respon pelaku
pasar terhadap perubahan harga sehingga dapat dilakukan pengambilan keputusan
secara cepat dan tepat. Globalisasi ekonomi telah membuat pasar komoditas
semakin terpadu. Keterpaduan pasar pada umumnya direfleksikan oleh keterkaitan
harga antar pasar (Ravallion 1986). Pergerakan harga di masing-masing pasar
produsen akan menunjukkan sampai tidaknya informasi perubahan harga dari
pasar referensi, dalam hal ini adalah pasar berjangka Singapura/Sicom maupun
Jepang/Tocom. Sebagai komoditi ekspor, pergerakan harga karet alam di pasar
produsen sangat tergantung pada pergerakan harga karet alam internasional.
Untuk mengetahui keeratan hubungan harga antara pasar berjangka Singapura dan
Jepang dengan pasar produsen utama dilakukan pengujian korelasi Pearson. Data
yang digunakan dalam uji korelasi adalah rata-rata harga bulanan karet alam tahun
2013. Suliyanto (2011) menyatakan hasil pengujian korelasi akan menghasilkan
koefisien korelasi, dimana nilai koefisien korelasi berkisar antara -1 sampai
dengan 1. Bila koefisien korelasi semakin mendekati angka 1 atau -1 berarti
korelasi tersebut semakin kuat. Sebaliknya jika koefisien korelasi semakin
mendekati angka nol berarti korelasi antar variabel semakin lemah.
Berdasarkan Tabel 2 diketahui harga TSR bursa Sicom signifikan positif
berhubungan dengan harga TSR produsen utama. Artinya peningkatan harga TSR
bursa Sicom akan diikuti dengan meningkatnya harga TSR di pasar produsen
utama. Besarnya koefisien korelasi sendiri menunjukkan keeratan hubungan antar

8

pasar. Misalnya koefisien korelasi antara harga TSR Indonesia dengan bursa
Sicom sebesar 0.552, artinya keeratan hubungan antara harga TSR bursa Sicom
dengan harga TSR Indonesia sebesar 55.2 persen.
Tabel 2 Hasil pengujian korelasi harga karet alam jenis TSR dan RSS
No
Variabel
Koefisien Korelasi
1
Harga TSR Indonesia dengan bursa Sicom
0.552
2
Harga TSR Vietnam dengan bursa Sicom
0.998
3
Harga TSR Malaysia dengan bursa Sicom
0.991
4
Harga TSR Thailand dengan bursa Sicom
0.995
5
Harga RSS Indonesia dengan bursa Sicom -0.237
6
Harga RSS Indonesia dengan bursa Tocom -0.177
7
Harga RSS Thailand dengan bursa Sicom
0.977
8
Harga RSS Thailand dengan bursa Tocom -0.962

Probabilitas
0.063
0.000
0.000
0.000
0.458
0.583
0.000
0.000

Hasil pengujian korelasi menunjukkan hubungan positif antara harga TSR
bursa Sicom dengan harga TSR di pasar Indonesia, Vietnam, Malaysia, dan
Thailand. Dengan kata lain terdapat hubungan antara harga TSR bursa Sicom
dengan harga TSR pasar Asia Tenggara. Adanya korelasi antara pasar berjangka
dan pasar produsen utama menunjukkan bahwa harga internasional karet alam
jenis spesifikasi teknis tercermin pada harga yang terbentuk di pasar berjangka
Singapura.
Tabel 2 juga memberikan informasi bahwa harga RSS bursa Sicom dan
bursa Tocom signifikan berhubungan hanya dengan harga RSS pasar Thailand.
Keeratan hubungan antara harga RSS bursa Sicom dan Thailand sebesar 0.977.
Sedangkan keeratan hubungan antara harga RSS bursa Tocom dengan pasar
Thailand sebesar -0.962. Artinya peningkatan harga RSS di bursa Sicom akan
diikuti dengan peningkatan harga RSS Thailand. Namun sebaliknya peningkatan
harga RSS bursa Tocom akan diikuti dengan penuruan harga RSS pasar Thailand.
Dari hasil pengujian diketahui bahwa harga RSS bursa Sicom dan bursa Tocom
keduanya tidak signifikan berkorelasi dengan harga RSS Indonesia. Hal ini berarti
peningkatan atau penurunan harga RSS di bursa Sicom maupun bursa Tocom
tidak diikuti dengan naik turunnya harga RSS pasar Indonesia. Hubungan harga
RSS menunjukkan bahwa harga RSS di pasar berjangka hanya memiliki keeratan
hubungan dengan pasar Thailand, dimana Thailand merupakan produsen karet
alam terbesar di dunia, sehingga berkorelasinya harga RSS Thailand dengan bursa
Sicom dan bursa Tocom mengindikasikan adanya dua bursa yang mencerminkan
harga RSS di pasar internasional.
Menurut Harris (1979) adanya korelasi harga diantara beberapa pasar
mengindikasikan terjadinya integrasi pasar. Pasar yang terintegrasi akan
menunjukkan keterkaitan harga antar pasar yang direfleksikan dengan pola
pergerakan harga yang searah diantara pasar acuan dan pasar pengikut (Ravallion
1986). Sejalan dengan pandangan tersebut Rifin dan Nurdiyani (2007)
menyatakan bahwa pola pergerakan harga domestik dan harga internasional dapat
mengindikasikan kondisi suatu pasar, apakah terintegrasi atau tidak. Sebagaimana
terlihat pada Gambar 5 dan Gambar 6, dimana pola perkembangan harga karet
alam di pasar berjangka Singapura dan Jepang tampaknya juga diikuti oleh pola
perkembangan harga karet di pasar produsen utama (Indonesia, Thailand,
Malaysia, dan Vietnam).

9

320.00

USC/kg

300.00
280.00

Indonesia

260.00

Thailand

240.00

Malaysia

220.00

Vietnam

200.00
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Bulan

Singapura

Gambar 5 Perkembangan harga karet alam spesifikasi teknis tahun 2013
Sumber: GRM (2015); KPBN (2015); MRB (2015)

USC/kg

Gambar 5 dan Gambar 6 menunjukkan bahwa selama tahun 2013 harga
karet alam jenis TSR dan RSS berfluktuasi dengan kecenderungan menurun.
Perkembangan harga TSR mencapai harga terendah pada bulan Juli dan tertinggi
pada bulan Januari di semua pasar, kecuali pasar Malaysia, dimana harga karet
alam tertinggi terjadi pada bulan Februari. Kecenderungan pola pergerakan harga
yang searah antara pasar Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Singapura
mengindikasikan terjadinya integrasi pasar. Hal yang sama juga terlihat pada pola
pergerakan harga karet alam jenis RSS yang cenderung searah antara pasar
Indonesia, Thailand, Singapura, dan Jepang. Menurut Hendratno (2009)
keberadaan pasar berjangka akan membantu mengintegrasikan pasar karet di
tingkat internasional ke pasar nasional dan lokal. Artinya harga di berbagai tingkat
dan lokasi pemasaran yang berbeda akan bergerak mendekati harga di pasar
internasional, sehingga pembentukan harga komoditas di berbagai tingkat akan
lebih realistis. Implikasi lebih lanjut dari proses integrasi harga adalah pergerakan
harga di satu pasar akan dikuti oleh pasar lainnya.
360.00
340.00
320.00
300.00
280.00
260.00
240.00
220.00
200.00

Indonesia
Thailand
Singapura
Jepang
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Bulan

Gambar 6 Perkembangan harga karet alam sit asap tahun 2013
Sumber: KPBN (2015)

Melihat peranan komoditi karet alam sebagai komiditi ekspor, maka
penelitian ini akan menganalisis integrasi pasar karet alam (jenis TSR dan RSS)
antara produsen utama dengan pasar berjangka Singapura dan Jepang, sehingga
dapat diketahui apakah perkembangan harga karet alam pasar produsen utama
mengikuti perkembangan harga karet alam internasional. Analisis integrasi pasar

10

dapat memberikan gambaran mengenai dampak perkembangan harga yang
diterima di masing-masing pasar. Dalam sebuah sistem pasar yang terintegrasi
secara efisien akan terjadi hubungan yang positif di antara lokasi pasar yang
berbeda sepanjang waktu. Hubungan antar pasar tersebut secara langsung
mengukur bagaimana harga dari suatu komoditas bergerak bersama-sama dalam
lokasi pasar yang berbeda (Rifin dan Nurdiyani 2007). Berdasarkan uraian
tersebut muncul pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan jawaban melalui
suatu penelitian ilmiah, yaitu:
1. Bagaimana hubungan integrasi pasar karet alam jenis spesifikasi teknis antara
pasar produsen utama (Indonesia, Vietnam, Malaysia, dan Thailand) dengan
pasar berjangka Singapura.
2. Bagaimana hubungan integrasi pasar karet alam jenis sit asap antara pasar
produsen utama (Indonesia dan Thailand) dengan pasar berjangka Singapura
dan Jepang.

Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka yang menjadi tujuan dari penelitian
ini adalah:
1. Menganalisis integrasi pasar karet alam jenis spesifikasi teknis antara
produsen utama (Indonesia, Vietnam, Malaysia, dan Thailand) dengan pasar
berjangka Singapura.
2. Menganalisis integrasi pasar karet alam jenis sit asap asap antara pasar
produsen utama (Indonesia dan Thailand) dengan pasar berjangka Singapura
dan Jepang.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi hubungan
harga karet alam baik jenis TSR maupun RSS, sehingga dapat diketahui integrasi
pasar karet alam diantara pasar Indonesia, Vietnam, Malaysia, dan Thailand
dengan pasar berjangka Singapura dan Jepang. Melaui penelitian ini diharapkan
akan diperoleh informasi mengenai pasar referensi karet alam TSR dan RSS.
Hasil akhir dari penelitian ini dapat digunakan untuk pengambilan kebijakan,
penggalangan kerjasama internasional, dan referensi bagi penelitian lebih lanjut.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini secara umum mengkaji integrasi pasar karet
alam antara pasar produsen utama dengan pasar berjangka dunia. Adapun secara
khusus ruang lingkup penelitian ini adalah:
1. Harga di pasar produsen utama adalah harga fisik yang merupakan harga free
on board/FOB pelabuhan masing-masing negara produsen, dengan ketentuan
(a)Indonesia menggunakan harga FOB Belawan; (b)Thailand menggunakan

11

harga FOB Bangkok; (c)Malaysia menggunakan harga FOB Kuala Lumpur;
dan (d)Vietnam menggunakan harga FOB Ho Chi Minh.
2. Pasar berjangka karet alam hanya merujuk pada pasar berjangka Singapura
(Singapore Commodity Exchange/Sicom) dan Jepang (Tokyo Commodity
Exchange/Tocom). Hal ini dikarenakan kedua bursa merupakan pusat
perdagangan berjangka karet alam dunia, serta diduga pembentukan harga
karet alam di pasar produsen utama mengacu pada pembentukan harga di
kedua bursa tersebut.
Adapun keterbatasan dalam studi ini adalah:
1. Penelitian ini hanya menganalisis integrasi pasar karet alam spesifikasi teknis
untuk jenis TSR20. Sedangkan jenis karet sit asap yang dianalisis
menggunakan dua jenis RSS yang berbeda, yaitu jenis RSS1 untuk negara
Indonesia dan Thailand, dan jenis RSS3 untuk Singapura dan Jepang. Hal ini
dikarenakan keterbatasan data harga RSS3 untuk negara Indonesia dan
Thailand. Namun demikian, dengan sifat dan spesifikasi yang hampir sama
antara RSS1 dan RSS3 menjadikan harga keduanya dianggap relevan
digunakan dalam penelitian ini.
2. Integrasi pasar karet alam hanya ditinjau melalui hubungan harga dengan
menganggap biaya transportasi konstan antar waktu.

12

2 TINJAUAN PUSTAKA
Integrasi Pasar
Integrasi atau keterpaduan pasar merupakan suatu ukuran yang
menunjukkan seberapa jauh perubahan harga yang terjadi di pasar acuan akan
menyebabkan terjadinya perubahan pada pasar pengikutnya (Ravallion 1986;
Heytens 1986). Dua tingkatan pasar dikatakan terintegrasi jika perubahan harga
pada salah satu tingkat pasar disalurkan atau ditransfer ke pasar lain. Dalam
struktur pasar persaingan sempurna, perubahan harga pada pasar acuan akan
ditransfer secara sempurna ke pasar pengikut. Integrasi pasar akan tercapai jika
terdapat informasi pasar yang memadai dan disalurkan dengan cepat ke pasar lain
sehingga partisipan yang terlibat di kedua tingkat pasar (pasar acuan dan pasar
pengikut) memiliki informasi yang sama (Asmarantaka 2009). Lebih lanjut pasar
dikatakan terintegrasi apabila perubahan harga yang terjadi di pasar dunia
langsung diteruskan dan direfleksikan ke pasar dalam negeri. Dengan kata lain
pola harga yang ditunjukkan harus sama. Sebuah sistem pasar yang terintegrasi
secara efisien akan memiliki hubungan yang positif diantara harga di wilayah
pasar yang berbeda.
Analisis integrasi pasar merupakan salah satu indikator untuk mengetahui
efisiensi pemasaran. Ukuran efisien adalah kepuasan dari konsumen, produsen,
maupun lembaga-lembaga yang terlibat di dalam mengalirkan barang atau jasa
mulai dari petani sampai dengan konsumen akhir. Pada dasarnya efisiensi
pemasaran dapat dianalisis melalui efisiensi operasional dan efisiensi harga.
Efisiensi operasional berhubungan dengan pelaksanaan aktivitas pemasaran yang
dapat meningkatkan rasio output-input. Sedangkan efisiensi harga merupakan
indikator dalam melihat market performance. Efisiensi harga menekankan pada
kemampuan sistem pemasaran dalam mengalokasikan sumberdaya yang efisien
sehingga apa yang diproduksi produsen harus sesuai dengan apa yang diinginkan
konsumen. Efisiensi harga akan tercapai apabila masing-masing pihak yang
terlibat puas atau responsif terhadap harga (price signals) yang berlaku dan terjadi
keterpaduan atau integrasi antara pasar acuan dengan pasar pengikut
(Asmarantaka 2012). Menurut Heytens (1986) pasar akan berjalan secara efisien
jika memanfaatkan semua informasi yang tersedia. Informasi harga dan
kemungkinan substitusi produk antar pasar selalu berpengaruh terhadap perilaku
penjual dan pembeli. Transmisi dan pemanfaatan informasi diantara berbagai
pasar mengakibatkan harga dari komoditas tertentu bergerak secara bersamaan di
berbagai pasar tersebut. Kondisi ini menunjukkan keberadaan integrasi pasar yang
merupakan indikator efisiensi sistem pemasaran.
Pasar yang tidak terintegrasi mengindikasikan terjadinya ketidakefisienan
pasar seperti kolusi dan adanya konsentrasi pasar sehingga mengakibatkan adanya
permainan harga dan distorsi harga di pasar (Barrett 1996). Pasar yang tidak
terintegrasi bisa membawa informasi harga yang tidak akurat yang dapat
mendistorsi keputusan pasar pengikut dan kontribusi pergerakan produk menjadi
tidak efisien. Lebih jauh pasar dikatakan tidak terintegrasi