Analisis Posisi Karet Alam Indonesia di Pasar Karet Alam China

(1)

MUHAMAD RIDHO SYAFFENDI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang analisis posisi karet alam indonesia di pasar karet alam China adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis Saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Muhamad Ridho Syaffendi


(3)

MUHAMAD RIDHO SYAFFENDI. Analisis Posisi Karet Alam Indonesia di Pasar Karet Alam China. Dibimbing oleh AMZUL RIFIN dan SITI JAHROH.

Indonesia yang merupakan negara pengekspor karet alam ketiga terbesar ke pasar China masih memiliki peluang untuk meningkatkan volume ekspor karet alamnya. Semakin ketatnya persaingan dalam perdagangan karet alam di pasar internasional dapat mempengaruhi arus perdagangan antara Indonesia dengan negara China, selain itu permintaan pasar karet domestik Indonesia masih sangat rendah, serta pertumbuhan yang lambat dari perkembangan penggunaan bahan baku karet domestik menjadi hambatan didalam pertumbuhan produksi karet alam, padahal komoditi ini masih sangat menguntungkan.

Penelitian ini mempunyai tujuan umum untuk melihat dan

mengidentifikasi dampak dari penerapan perdagangan bebas terhadap negara-negara produsen karet umumnya dan negara-negara Indonesia khususnya. Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain untuk (1) menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor karet alam China dari ASEAN dan (2) menentukan posisi/daya saing karet alam Indonesia terhadap pasar impor karet alam China.

Berdasarkan dari hasil analisis, permintaan impor karet alam negara China dari kawasan ASEAN dipengaruhi oleh beberapa variabel yakni harga karet alam, harga karet sintetik, pendapatan per kapita, nilai tukar mata uang, dan variabel dummy. Didapat bahwa variabel yang berpengaruh nyata antara lain adalah variabel harga karet sintetik, pendapatan per kapita, nilai tukar mata uang dan variabel ACFTA (dummy) dengan taraf nyata sebesar 5 persen. Untuk variabel harga karet alam tidak berpengaruh nyata pada taraf 5 persen.

Karet alam Indonesia dengan negara Thailand memiliki hubungan substitusi, ini mengindikasikan Indonesia tidak dapat bersaing dari segi harga, sehingga untuk bisa bersaing dengan karet alam Thailand dalam memperebutkan pasar negara China, Indonesia harus menekankan kepada kualitas produk bahan bakunya. Sedangkan untuk negara Malaysia, hubungan karet alam Indonesia bersifat komplementer artinya saling melengkapi, hal ini diduga karena Malaysia juga melakukan impor karet alam dari Indonesia untuk memenuhi permintaan karet alam negara China.

Dalam upaya untuk mencapai cita-cita menjadi produsen karet utama di dunia, karet alam Indonesia harus dapat lebih bersaing dengan karet alam negara Thailand. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persaingan yang terjadi antara Indonesia dengan negara Thailand tidak dapat dilakukan dengan cara menaikkan atau menurunkan harga, melainkan dengan cara meningkatkan produktivitas dari produksi karet alamnya dan juga meningkatkan kualitas dari hasil produk karet alamnya.


(4)

Muhamad RIDHO SYAFFENDI. Position Analysis of Indonesian Natural Rubber in Natural Rubber Chinese Market. Supervised by AMZUL RIFIN and SITI JAHROH.

Indonesia is the third largest exporting country's of natural rubber to Chinese and still has a chance to increase the volume of exports of natural rubber. However, increasing competition in the trading of natural rubber in the international market can affect the flow of trade between Indonesia and China. Furthermore the demand for Indonesian domestic rubber market is still very low, and the slow growth of the development of domestic rubber raw material use to make a barrier in natural rubber production growth, this is still a very profitable commodity.

This study has a general objective to although the impact of the implementation of free trade on the rubber producing countries in general and Indonesia in particular. The specific objectives of this study are to (1) determine the factors that affect the demand for natural rubber exports from ASEAN and China (2) Determining the position / competitiveness of Indonesia's natural rubber to natural rubber import market of China.

The analysis showed that the demand for natural rubber imports from ASEAN are is influenced by several natural rubber price, synthetic rubber prices, per capita income, exchange rate, and a dummy variable. Synthetic rubber price, per capita income, currency exchange rates and ACFTA as dummy variable were significant at level of 5 percent. Level natural rubber price variable is not significant at the 5 percent level.

Indonesian natural rubber has a substitute relation with the Thailand, indicating Indonesia can not compete in terms of price, so as to be able to compete with natural rubber in Thailand for market countries China, Indonesia should emphasize the quality of raw material products. Indonesia's natural rubber relationship is complementary means are complementary, it is predicted that caused because Malaysia also imports natural rubber from Indonesia to meet the demand for natural rubber China.

In order to achieve the goal of becoming a major rubber producer in the world, Indonesia's natural rubber should be able to compete with natural rubber Thai state. The results showed that competition occurs between Indonesia and Thailand can not be done by raising or lowering the price, but rather by increasing the productivity of natural rubber production and also improving the quality of the results of natural rubber products.


(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(6)

MUHAMAD RIDHO SYAFFENDI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(7)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Suharno, M.A.Dev

Penguji Wakil Program Studi pada Ujian : Dr Ir Ratna Winandi, MS Tesis


(8)

Puji dan syukur penulis panjatkan lepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayahnya sehingga tesis yang berjudul Analisis Posisi Karet Alam Indonesia di Pasar Karet Alam China ini dapat diselesaikan. Penyelesaian tesis ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada:

1. Dr Ir Amzul Rifin, SP,MA dan Dr Siti Jahroh selaku dosen pembimbing, atas bimbingan, arahan, waktu dam kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan tesis ini.

2. Dr Ir Suharno, M.A.Dev dan Dr Ir Ratna Winandi, MS selaku dosen penguji luar komisi dan dosen penguji program studi, yang telah memberikan bimbingannya selama masa kolokim dan ujian tesis.

3. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku kepala program studi Magister Agribisnis.

4. H Legimin Syaffendi dan Damrawaty BB selaku kedua orang tua penulis yang memberikan dorongan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan kuliahnya.

5. Seluruh dosen Program Studi Magister Agribisnis IPB atas pengajaran dan pembimbingan yang diberikan selama perkuliahan

6. Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang mana juga telah membantu penulis dalam menulis tesis ini.

Akhir kata, semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014


(9)

NRP : H451100191

Disetujui oleh Komisi Pembimbing,

Dr Amzul Rifin, SP,MA Dr Siti Jahroh

Ketua Anggota

Diketahui Oleh

Ketua Program Studi Agribisnis Dekan Program Magister

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS Dr Ir Dahrul Syah, M.Sc


(10)

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR iii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 6

Tujuan Penelitian 9

Manfaat Penelitian 9

Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian 10

2 TINJAUAN PUSTAKA 10

Perkembangan Industri Karet Dunia 10

Perdagangan Karet Alam 11

Negara-Negara Pengimpor Karet Alam di Dunia 11

Negara-Negara Penghasil Karet Alam di Dunia 13

Persaingan Antara Karet Alam dengan Karet Sintetik Dunia 15

Industri Karet Indonesia 17

Industri Karet Malaysia dan Thailand 19

Perdagangan Internasional 21

Tinjauan Penelitian Terdahulu 23

Pasar dan Daya Saing Komoditi Karet Alam 23

Pasar dan Daya Saing Komoditi Lainnya 24

3 KERANGKA PEMIKIRAN 26

Kerangka Pemikiran Teoritis 27

Teori Perdagangan Internasional Karet 27

Penawaran Ekspor 27

Permintaan Impor 28

Pembentukan Harga Dunia 28

Faktor-Faktor Permintaan Karet Alam 29

Model Almost Ideal Demand System 29

Fungsi Permintaan 31

Kerangka Pemikiran Operasional 32

4 METODE PENELITIAN 34

Waktu Penelitian 35

Jenis dan Sumber Data 35

Metode Pengumpulan Data 35

Metode Analisis Data 35

Analisis Deskripsi 35

Permintaan Impor Negara China 35

Model Almost Ideal Demand System (AIDS) 35


(11)

6 HASIL DAN PEMBAHASAN 42 Hasil dari Pengolahan Dengan Menggunakan Regresi

Berganda 42

Hasil dari Pengolahan Dengan Menggunakan Model

Analisis Almost Ideal Demand System (AIDS). 45

Karet Alam Indonesia Terhadap Pasar Karet Alam China 47

Karet Alam Thailand Terhadap Pasar Karet Alam China 48

Karet Alam Malaysia Terhadap Pasar Karet Alam China 49

Daya Saing Karet Alam Indonesia 50

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan 51

Saran 52

DAFTAR PUSTAKA 52


(12)

1. Produksi dan Konsumsi Karet Alam dan Karet Sintetik Dunia 4 2. Laju Pertumbuhan Permintaan Karet Alam Negara-Negara Importir 12 3. Ekspor Karet Alam Negara-Negara Penghasil Karet Alam (2012) 13 4. Laju Pertumbuhan Produksi Negara-Negara Produsen Karet Alam

(ton) 14

5. Lahan Karet di Indonesia (2013) 18

6. Ukuran-ukuran Elastisitas Model AIDS 37

7. Hasil Pengolahan Regresi Linear Berganda 43


(13)

1. PDB negara Indonesia tahun 2004-2013 (miliar rupiah). 1 2. Sumbangan Sektor Pertanian terhadap PDB atas Dasar Harga 2 `

3. Konstan (Miliar Rupiah) 3

4. Lima negara dengan produksi karet alam terbesar di dunia 4

5. Trend permintaan karet dunia (quantity). 6

6. Trend permintaan karet dunia (value) 7

7. Ekspor Karet Alam dan Sintetik ASEAN ke China. 8

8. Total Impor Karet Alam dunia dan Empat Negara Importir Utama 8 9. Persentase Impor Negara Importir Utama Karet Alam Dunia (2012) 9 10. Permintaan Karet Alam di Dunia 2005-2012. (Intrance.2013) 12 11. Luas Areal Tanam Karet Alam di Indonesia, Thailand dan

Malaysia (Ha) 15

12. Produksi Karet Alam dari Tiga Negara Produsen Utama

Karet Alam (ton) 16

13. Ekspor dan Impor Karet Alam Di Dunia ($) 17

14. Ekspor dan Impor Karet Sintetik Di Dunia ($) 17

15. Impor Negara Malaysia (2013) 19

16. Faktor-Faktor Fundamental yang Mempengaruhi Harga Karet. 20

17. Model Sederhana Terjadinya Perdagangan Internasional 26

18. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian 18

19. Permintaan Karet Alam China dari Kawasan ASEAN 41


(14)

1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Karet

Alam China 57

2. Penghitungan Model Regresi Berganda Sebelum Regresi

Komponen Utama (RKU) 58

3. Penghitungan Model Regresi Berganda Setelah Regresi Komponen

Utama (RKU) 59

4. Data Variabel Model Regresi Komponen Utama 60


(15)

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang menganut sistem perekonomian terbuka yakni kebijakan dimana negara bebas melakukan perdagangan dengan semua negara. Dalam perkonomian terbuka, ekspor merupakan salah satu andalan dalam memperoleh pendapatan negara dan Indonesia memiliki dua jenis ekspor yang dapat diandalkan yakni ekspor minyak dan gas (Migas) serta non-minyak dan gas (Nonmigas).

Pada tahun 2012 Indonesia mengalami peningkatan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) hampir di setiap lini sektor. Pada tahun 2012 PDB Indonesia mengalami peningkatan menjadi Rp 8.241 triliun dari Rp 2.295 triliun pada tahun 2004 (meningkat sebesar 27,9 persen). PDB yang diperoleh Indonesia terbagi ke dalam dua sektor klasifikasi yakni pendapatan dari minyak dan gas (migas) dan pendapatan dari non-minyak dan gas (nonmigas) (BPS. 2010).

Sumber : Bank Indonesia.2013

Gambar 1. PDB negara Indonesia tahun 2004-2013 (miliar rupiah).

PDB Indonesia sebagian besar disumbangkan dari sektor non-migas. Salah satu didalamnya adalah pertanian. Posisi Indonesia yang terletak dilewati khatulistiwa dan beriklim tropis memiliki keunggulan didalam mengembangkan sektor pertanian, ditambah sumber daya alam yang luas serta sumber daya manusia yang banyak, sangat mendukung Indonesia untuk menjadi negara agraris yang berorientasi terhadap pertanian.

Indonesia dibidang pertanian memiliki beberapa komoditi unggulan di pasar internasional yakni kelapa sawit, kakao, karet, kopi, teh dan lain sebagainya. Dimana sebagian besar komoditi unggulan tersebut merupakan tanaman tahunan yang biasanya dibudidayakan dalam skala luas, sering disebut perkebunan. Menurut BPS (2012) tanaman perkebunan menyumbangkan devisa sebesar 13,42 persen dari sumbangan sektor pertanian dengan laju pertumbuhan sebesar 9,94


(16)

persen atau penyumbang pendapatan peringkat ketiga terbesar pada sektor pertanian, dibawah tanaman bahan makanan dan perikanan (Gambar 2).

Sumber : Statistik Indonesia,2013.

Gambar 2. Sumbangan Sektor Pertanian terhadap PDB atas Dasar Harga Konstan (Miliar Rupiah)

Karet merupakan satu dari beberapa komoditi unggulan perkebunan Indonesia, dimana produk yang diekspor adalah karet mentah untuk kebutuhan industri dan hasil olahan produk karet. Produksi karet Indonesia mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir (Gambar 2), apabila peningkatan terus terjadi maka diperkirakan dalam beberapa tahun ke depan, Indonesia dapat menjadi negara produsen utama karet utama di dunia melewati Thailand yang saat ini merupakan negara produsen karet utama.

Indonesia merupakan negara dengan luasan areal perkebunan karet alam terbesar di dunia (FAO.2013). Namun hal tersebut tidak serta merta membuat Indonesia menjadi negara produsen utama karet alam, dengan menduduki posisi

kedua produksi dan ekspor karet alam dibawah negara Thailand

(UNCOMTRADE, 2013). Pentingnya komoditas karet alam ini menyebabkan perlu penanganan yang tepat dalam pengembangan ekspor karet alam Indonesia sehingga kedepannya komoditi ini dapat menjadi penopang perekonomian nasional.

Malaysia yang merupakan salah satu negara produsen karet alam, pada saat ini mengalami penurunan produksi, menurut Wulandari (2006) penurunan produksi di negara Malaysia disebabkan karena kebijakan pemerintahannya yang cenderung mengembangkan industri hilir sehingga menurunkan produksi karet yang dimiliki negara tersebut, lain halnya dengan Thailand, diperkirakan produksinya juga akan mengalami penurunan disebabkan karena adanya pemindahan daerah pengembangan ke wilayah bagian utara negara tersebut yang produktivitasnya lebih rendah, serta negara ini memiliki kendala dalam memenuhi tenaga kerja yang dibutuhkannya.


(17)

Sumber : Source: Agroinfo, FPTS, 2013

Gambar 3. Lima negara dengan produksi karet alam terbesar di dunia

Terdapat empat negara yang menjadi produsen utama karet alam dunia yakni Thailand, Indonesia, Malaysia dan Vietnam yang saat ini menguasai sebesar 87 persen dari total ekspor karet alam dunia. Dan menguasai juga 73 persen dari produksi karet alam dunia, dimana Thailand sebesar 3.55 ton, Indonesia sebesar 3.00 ton, malaysia sebesar 0.95 ton, India sebesar 0.904 ton dan Vietnam sebesar 0.86 ton (Gambar 4).

Gambar 4. Produksi Karet Alam Berdasarkan Negara Penghasilnya

Peranan karet terhadap ekspor nasional tidak dapat dianggap kecil, mengingat Indonesia merupakan produsen karet kedua terbesar di dunia dengan produksi sebesar 3,04 juta ton pada tahun 2012 (Gambar 4) setelah Thailand. Indonesia merupakan negara yang memiliki luas lahan karet terbesar di dunia (BPS,2013). Menurut Parnusip (2008) dengan posisi yang cukup strategis tersebut, karet diharapkan dapat menjadi salah satu penggerak kebangkitan ekonomi melalui peningkatan produksi yang akan meningkatkan ekspor karet.

Semakin tingginya kebutuhan masyarakat terhadap barang yang terbuat dari karet membuat permintaan terhadap konsumsi karet semakin meningkat. Di tahun 2008-2009 akibat dari krisis ekonomi yang terjadi menyebabkan penurunan produksi karet alam sebesar 2,7 persen yakni senilai 632 ribu ton. Namun di tahun

1. T he Jakartapost.2008. Indonesia, Malaysia, T hailand to cut rubber output: Gapkindo .

http://www.thejakartapost.com/news/2008/12/17/indonesia-malaysia-thailand-cut-rubber-output-apkindo.html. 7 /10/2011;19.30 WIB


(18)

berikutnya mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Selama kurun waktu 2005 - 2012 peningkatan yang terjadi rata-rata sebesar 21,4 persen dari 8,904 menjadi 11,329 ribu ton.

Permintaan karet alam dunia cenderung mengalami peningkatan di pasar internasional, permintaan tertinggi selama kurun waktu 2005 hingga 2013 terjadi pada tahun 2012 yakni sebesar 11,329 ribu ton meningkat sebesar 0,32 persen dari tahun 2011, dan permintaan karet sintetik tumbuh sebesar 0,42 persen pada tahun yang sama. Dapat dikatakan bahwa permintaan terhadap karet akan terus bertambah baik karet alam maupun karet sintetik. Hal ini membuat produsen karet terutama karet alam memiliki peluang untuk memperoleh keuntungan dengan meningkatkan produktivitas dari produksi karet alamnya. Begitu juga dengan Indonesia, menurut hasil pengumpulan data oleh BPS (2012) diketahui bahwa produksi karet Indonesia 93,97 persen dari total produksi dijual ke pasar internasional dan hanya sekitar 6,03 persen yang dikonsumsi dalam negeri.

Dalam rangka menjalin hubungan perdagangan dengan dunia internasional Indonesia ikut serta dalam penerapan kebijakan-kebijakan dagang. Indonesia yang termasuk kedalam anggota ASEAN telah membuat kesepakatan dengan kawasan disekitarnya seperti China dalam membentuk kawasan perdagangan bebas (Free Trade Agreement) yang diberi nama ASEAN and China Free Trade Agreement (ACFTA) yang ditandatangani pada tanggal 4 November 2002 di Phnom Penh, Kamboja. Menurut Fikih (2003) perdagangan antar negara yang tanpa hambatan akan memberikan peluang manfaat bisnis dan ekonomi bagi masing-masing negara yang melakukannya. Perdagangan bebas membuat negara-negara yang terlibat didalamnya melakukan spesialisasi produksi komoditas yang diunggulkannya. Akan tetapi, dalam kenyataannya suatu perekonomian tidak serta-merta menjadi makmur dengan dilakukannya perdagangan bebas bagi negara-negara yang terlibat.

Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Karet Alam dan Karet Sintetik Dunia

Tahun

Produksi (000 Ton)

Total

Konsumsi (000 Ton)

Total

Karet Alam Karet Sintetik Karet

Alam Karet Sintetik

2005 8,904 12,100 21,004 9,200 11,900 21,100

2006 9,791 12,653 22,444 9,677 12,691 22,368

2007 9,801 13,387 23,188 10,144 13,264 23,408

2008 10,036 12,743 22,779 10,173 12,603 22,776

2009 9,617 12,087 21,704 9,390 11,754 21,144

2010 10,393 14,124 24,517 10773 13,976 24,749

2011 11,055 15,098 26,153 11,007 14,831 25,838

2012 11,329 15,083 26,413 11,042 14,895 25,937

2013* 5,227 7,612 12,839 5,489 7,616 13,104

(*) Angka sementara Sumber : IRSG, 2013

Kondisi globalisasi yang terjadi tersebut menyebabkan perlunya perhatian lebih terhadap daya saing produk domestik mengingat bahwa globalisasi menuntut adanya persaingan. Konsep persaingan pada era globalisasi tidak saja dilihat dari keunggulan komperatifnya saja tetapi juga lebih didasarkan pada keunggulan kompetitif produk. Globalisasi membuat pangsa pasar antara negara


(19)

semakin luas dan tidak dihambat oleh batas wilayah. Negara dengan keunggulan kompetitif yang bagus dapat memiliki keunggulan sehingga dapat memperkaya negaranya dan negara yang tidak siap akan semakin terpuruk (Novianti, 2008).

Penting dan strategisnya komoditi karet alam ini tidak hanya dirasakan oleh negara-negara produsen karet alam, seperti Indonesia, Thailand dan Malaysia, tetapi juga dirasakan oleh negara-negara konsumen/pengimpor. Negara-negara konsumen mempunyai kepentingan yang kuat akan kesinambungan pasokan karet alam sebagai bahan baku industri strategis, seperti industri ban otomotif, industri peralatan militer, industri sarana medis (sarung tangan, kondom, catether) dan lain-lain. Dimana negara-negara produsen menginginkan harga yang tinggi, namun di lain pihak, negara-negara konsumen menginginkan harga yang rendah. Oleh karena itu, keseimbangan antara produksi karet alam (yang dipasok oleh negara-negara produsen) dengan konsumsi (untuk kebutuhan industri di negara-negara konsumen), sangat menentukan terciptanya harga yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak (negara produsen dan negara konsumen).

Menurunnya harga karet alam yang terjadi pada krisis moneter bulan Juli 1997, dimana pada saat itu nilai mata uang negara-negara produsen karet alam (seperti Thailand, Malaysia dan Indonesia) telah terdepresiasi dengan nilai mata uang US dollar. Pada mulanya, masyarakat perkaretan Indonesia mendapat keuntungan akibat terpuruknya nilai rupiah terhadap US dollar sampai 10 kali lipat (300-400%) dibandingkan dengan depresiasi negara-negara produsen karet utama lainnya, yaitu Thailand dan Malaysia (30-40%). Saat itu, pembeli luar negeri memalingkan perhatiannya kepada Indonesia yang masih bisa menjual karet alam dengan harga rendah karena perbedaan tingkat keterpurukan nilai mata uang tersebut.

Namun, pada semester kedua tahun 1998, ketika harga beras melonjak tiga kali lipat yang disebabkan karena terjadinya kegagalan panen sebagai dampak dari kekeringan El Nino, petani karet meningkatkan produksi karet alamnya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, sehingga produksi dan ekspor karet alam dari Indonesia meningkat tajam. Peningkatan ekspor/supply tersebut, ternyata jauh melebihi kapasitas penyerapan konsumsi karet alam dunia. Akibatnya, harga karet alam semakin terpuruk. Pihak yang paling menderita akibat terus menurunnya harga karet di pasaran dunia adalah para petani, dan apabila permasalahan ini tidak diatasi, dikuatirkan para petani tidak tertarik lagi untuk berusaha di bidang karet. Oleh karena itu negara-negara produsen karet utama dan negara pengimpor karet utama merasa perlu untuk membentuk suatu organisasi yang dapat menjadi penyeimbang antara produksi karet alam dengan permintaan karet alam dunia.

Dengan pertimbangan tersebut maka pemegang kebijakan membutuhkan informasi dan data yang dapat dipakai sebagai pertimbangan dalam pengambilan dan penerapan keputusannya, dampak baik tidaknya melakukan perdagangan bebas terhadap perdagangan karet alam. Sehingga diharapkan dengan penelitian ini dapat diketahui gambaran perkembangan ekspor karet alam Indonesia pada masa perdagangan bebas, khususnya terhadap perdagangan antara Indonesia dengan negara China yang merupakan negara pengimpor karet alam terbesar dunia pada saat ini, serta daya saing Negara Indonesia dengan produsen karet lainya sehingga dapat dilihat negara yang diuntungkan dengan diterapkannya kebijakan tersebut.


(20)

Perumusan Masalah

Komoditi karet tetap akan menjadi salah satu komoditi unggulan negara-negara di kawasan ASEAN dari dahulu hingga sekarang. Setiap tahun karet di produksi hampir 90 persen untuk memenuhi kebutuhan pasar luar negeri dan sisanya dipasarkan untuk kebutuhan dalam negeri. Didunia permintaan karet cenderung menunjukan rataan yang meningkat baik itu karet alam maupun karet sintetik, walaupun sempat mengalami penurunan permintaan pada tahun 2009 yang disebabkan dampak dari krisis ekonomi negara-negara importir seperti Amerika dan Uni Eropa. Pada akhir tahun 2008 konsumsi karet alam dunia turun sebesar 3,37 persen dan diperkirakan pada tahun 2009 akan turun sebesar 6,43 persen. Ekspor ban pada tahun 2008 mencapai 33,6 juta ton dan diperkirakan pada tahun 2009 ekspor ban hanya mencapai 25,2 juta unit atau turun 15 persen dari tahun 2008 (Departemen Perindustrian, 2009) .

Dalam usaha mengatasi dampak dari penurunan permintaan karet alam tersebut yang telah menyebabkan kerugian kepada negara-negara produsen, maka tiga negara produsen utama (Thailand, Indonesia dan Malaysia) sepakat untuk membentuk perusahaan patungan yang diberi nama International Rubber Consortium Limited (IRCo). Kesepakatan pendirian perusahaan patungan IRCo ini telah tertuang dalam Memorandum of Undrstanding (MoU) yang ditanda-tangani oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI, Menteri Agriculture and Cooperatives Thailand dan Menteri Primary Industries Malaysia, perusahaan ini bertugas sebagai buffer untuk menjaga kestabilan harga karet dengan cara memberikan rekomendasi jumlah ekspor kepada ketiga negara.

Sumber : intrance.2013

Gambar 5. Trend permintaan karet dunia (quantity).

Dapat dilihat (Gambar 5) bahwa semenjak diberdirikannya perusahaan patungan ini pada tahun 2002, telah menunjukan sedikit harapan bagi tiga negara


(21)

produsen tersebut dalam usaha menstabilkan harga, harga yang tercipta cenderung menunjukan pertumbuhan yang stabil dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Terdapat beberapa asumsi yang dapat diambil, pertama meningkatnya konsumsi karet dunia disebabkan karena meningkatnya permintaan China terhadap karet alam yang lebih besar dari pada peningkatan produksi dunia. Di lain pihak ada kesepakatan tiga negara produsen karet alam untuk membentuk kebijakan pembatasan ekspor karet alam, dengan melalui rekomendasi perusahaan patungan yang dibentuk, sehingga mempunyai efek psikologis terhadap pasar yang akhirnya meningkatkan harga karet alam dunia.

Peningkatan harga tersebut juga terlihat mulai berkembang setelah diterapkannya perjanjian perdagangan bebas antara dua kawasan yakni China sebagai salah satu konsumen karet terbesar didunia terhadap kawasan ASEAN yang merupakan kawasan penghasil karet alam terbesar. ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN, dengan tujuan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya. ACFTA dibentuk pada waktu Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992, namun baru direalisasikan pada awal millenium (tahun 2000-an).

Sumber : intrance,2013

Gambar 6. Trend permintaan karet dunia (value)

Bagi negara-negara ASEAN perjanjian Asian China Free Trade Agreement (ACFTA) diharapkan dapat memberikan efek yang cukup baik terhadap peningkatan permintaan karet alam dari negara China. Pada tahun 2013 peningkatan konsumsi karet alam China yang berasal dari Negara ASEAN mencapai nilai sebesar 1,672 juta US$ (Gambar 6), jumlah ini diharapkan akan terus meningkat di tahun-tahun berikutnya. Konsumsi karet alam China mengalami peningkatan yang menjadikan negara ini merupakan peluang pasar baru bagi produsen karet alam dunia termasuk karet alam dari kawasan ASEAN,


(22)

terutama dengan adanya perjanjian ACFTA diharapkan dapat meningkatkan ekspor karet alam ASEAN ke negara China.

Sumber : intrance.2013

Gambar 7. Ekspor Karet Alam dan Sintetik ASEAN ke China.

Terdapat tiga negara produsen utama karet alam untuk Negara China, yakni Thailand, Malaysia dan Indonesia. Ketiga negara ini merupakan produsen utama karet alam dunia dengan nilai mencapai 91,4 persen dari jumlah impor negara China dari kawasan ASEAN. Hal ini sangat menguntungkan mengingat China adalah negara terbesar pengkonsumsi karet alam selain Amerika dan Eropa.

Sumber : intrance, 2013

Gambar 8. Total Impor Karet Alam dunia dan Empat Negara Importir Utama China merupakan negara pengimpor 24 persen karet alam dunia, hal ini membuat negara China menjadi negara pengkonsumsi karet alam terbesar didunia, diikut Amerika sebesar 13 persen, Jepang 9 persen dan Malaysia sebesar 9 persen (Gambar 9). Letak geografis yang berdekatan dengan kawasan ASEAN


(23)

merupakan peluang bagi negara-negara ASEAN untuk memenuhi konsumsi karet alam dari negara China.

Gambar 9. Persentase Impor Negara Importir Utama Karet Alam Dunia (2012) Indonesia yang merupakan negara pengekspor karet alam ketiga terbesar ke pasar China masih memiliki peluang untuk meningkatkan volume ekspor karet alamnya. Namun semakin ketatnya persaingan dalam perdagangan karet alam di pasar internasional dapat mempengaruhi arus perdagangan antara Indonesia dengan negara China, ditambah permintaan pasar karet domestik Indonesia masih sangat rendah, serta pertumbuhan yang lambat dari perkembangan penggunaan bahan baku karet domestik membuat menjadi hambatan didalam pertumbuhan produksi karet alam, padahal komoditi ini masih sangat menguntungkan. Berdasarkan dari uraian tersebut maka permasalahan-permasalahan yang coba dijawab dalam penelitian ini adalah :

1. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi permintaan karet alam China?

2. Bagaimana posisi/daya saing karet alam negara Indonesia terhadap pasar impor karet alam China?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan umum untuk melihat dan

mengidentifikasi dampak dari penerapan perdagangan bebas terhadap negara-negara produsen karet umumnya dan negara-negara Indonesia khususnya. Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain untuk :

1. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor karet alam China dari ASEAN.

2. Menentukan posisi/daya saing karet alam Indonesia terhadap pasar impor karet alam China.

Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemegang kebijakan yang terkait dengan pengembangan perkaretan dan


(24)

perdagangan Indonesia dalam menyusun kebijakan dan implikasinya yang berguna untuk pengembangan industri perkaretan di Indonesia ke depannya. Manfaat khususnya diharapkan penelitian ini dapat diterapkan pada strategi pengembangan permintaan dan penawaran karet alam Indonesia maupun strategi peningkatan daya saing ekspor karet alam Indonesia di pasar internasional.

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini mencoba untuk mengembangkan model ekonometrika dinamis yang dapat menangkap efek jangka pendek dan jangka panjang dari perubahan pendapatan dan harga pada perdagangan karet alam Indonesia ke China yang dapat dipergunakan untuk melakukan prediksi dan simulasi kebijakan dalam berbagai alternatif kondisi yang diasumsikan.

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah tidak dibedakannya bentuk dan kualitas dari jenis karet alam yang akan diekspor dan diperdagangkan. Permintaan karet alam dibatasi pada negara importer yaitu China. Sedangkan penawaran karet alam berasal dari tiga negara produsen karet utama yakni Thailand, Indonesia dan Malaysia.

2. TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Industri Karet Dunia

Industri karet didunia telah dimulai sejak abad ke XIX dimana pada saat ini ditemukannya alat penghalus, pencampur dan pembentuk karet yang diberi nama musticator. Menjelang pertengahan abad XX, terjadi perubahan penting dibidang industri perkaretan yakni karet yang biasanya diproduksi dengan pengambilan karet dari tumbuhan liar di hutan Afrika dan Brasil akhirnya digantikan oleh karet alam dari Asia Timur. Perubahan tersebut menjadi awal baru di berkembangnya perkebunan karet dan awal mula perbaikan dari peningkatan dari produktivitas karet alam.

Pertumbuhan produksi karet dunia dari abad ke XX hingga sekarang tidak lepas dari sumbangan produksi karet rakyat hingga saat ini memiliki luasan yang tidak sedikit didunia, namun dikarenakan permintaan karet semakin meningkat dengan cepat (laju permintaan 3 persen per tahun) menyebabkan para ahli atau peneliti menciptakan karet buatan yang berbahan dasar dari bahan bakar minyak (BBM) fosil yang diberi nama dengan karet sintetik. Semenjak penemuan karet sintetik tersebut, pada tahun 1945 negara Amerika Serikat yang mengalami pertumbuhan industri yang tinggi semenjak perang dunia I (PD I), melalui industri kimianya berhasil memproduksi satu juta ton karet sintetik pertahun untuk memenuhi kebutuhan industri perkaretannya. Tidak ketinggalan negara Kanada, Jerman dan Uni Soviet juga berhasil memproduksi karet sintetik dalam jumlah yang cukup besar.

Struktur pasar karet dunia mengalami berubah semenjak perang dunia ke-II (PD II) meletus dari tahun 1940-an hingga tahun 1970-an. Pada masa ini tekhnologi berkembang pesat yang menyebabkan kebutuhan akan karet sintetis meningkat yang mengakibatkan monopoli dari karet alam sebelumnya mengalami penurunan yang cukup signifikan. Sekarang ini hampir selama kurang lebih


(25)

66 tahun terakhir, kedua jenis karet inilah yang dipasarkan pada pasar internasional dengan berbagai macam variasi produk dari kedua jenis karet yang ada.

Karet merupakan tumbuhan yang dapat tumbuh dengan baik pada kondisi iklim tropis, sehingga negara yang menghasilkan atau memproduksi karet alam merupakan negara yang terletak di sepanjang garis khatulistiwa. Pada saat ini terdapat beberapa negara yang memproduksi karet alam utama di dunia yakni Thailand, Indonesia, Malaysia, India dan China. Indonesia menempati posisi kedua dengan jumlah produksi rata-rata selama lima tahun terakhir adalah 2,5 juta ton per tahun, sedangkan Thailand menempati posisi pertama sebagai negara produsen dengan jumlah produksi rata-rata sebesar 3 juta ton per tahun.

Perdagangan Karet Alam

Karet alam merupakan salah satu dari beberapa komoditi perkebunan yang di perdagangkan di dunia. Komoditi ini merupakan komoditi yang memiliki nilai guna yang cukup penting bagi kalangan industri di negara-negara maju seperti Amerika, Jepang, China dan lain sebagainya. Negara-negara berkembang yang wilayahnya berada disekitar khatulistiwa pada umumnya merupakan negara yang dapat menghasilkan komoditi karet ini, termasuk diantaranya negara-negara yang berada di kawasan Asia Tenggara (ASEAN). Permintaan karet alam juga mengalami peningkatan seiring meningkatnya sektor industri yang memerlukan bahan baku karet seperti bola, sarung tangan, alat kontrasepsi dan lain sebagainya.

Perdagangan karet alam telah dikenal semenjak revolusi industri merebak di dunia. Sifat karet yang elastis dan mudah untuk dibentuk membuat komoditi ini menjadi bahan baku yang cukup diminati oleh kalangan industri. Awalnya karet merupakan tumbuhan yang berasal dari negara Brazil, kemudian dikembangkan oleh Sir Joseph Hooker dikawasan Asia. Setelah berbagai macam percobaan dan menunjukan kesesuaian dan kecocokan, perkebunan karet mulai dibuka di kawasan Asia terutama Asia Tenggara yang memiliki kondisi alam yang sesuai sehingga menjadikan kawasan ini merupakan kawasan ekspor karet nomor satu di dunia.

Negara-Negara Pengimpor Karet Alam di Dunia

Permintaan terhadap karet alam dari negara-negara maju terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan karet alam sebagai bahan baku industri. Permintaan lebih cenderung dilakukan oleh negara-negara maju yang telah memiliki teknologi di bidang industri yang telah maju. Pada saat ini terdapat empat negara yang merupakan negara pengimpor karet terbesar pada tahun 2012 menurut Internasional Trade Center (ITC) permintaan terhadap karet alam di dunia pada tahun 2012 sebesar 8,238,487 ton yang didominasi oleh China (RRC) sebesar 2,176,969 ton, Amerika Serikat (USA) sebesar 968,890 ton, Malaysia sebesar 871,788 dan Jepang sebesar 709,994 ton.


(26)

Gambar 10. Permintaan Karet Alam di Dunia 2005-2012. (Intrance.2013)

China merupakan konsumen terbesar untuk komoditi karet alam di dunia, setelah China berhasil menetapkan kebijakan untuk melakukan perdagangan bebas dengan negara-negara di sekitranya. Hal tersebut didukung dengan memburuknya perekonomian Amerika Serikat beberapa tahun belakangan ini menyebabkan China menjadi negara yang menarik bagi negara-negara produsen karet alam disekitarnya sebagai tujuan perdagangan pemasaran karetnya.

Gambar menunjukan walaupun permintaan terhadap karet alam oleh pasar dunia relatif fluktuatif namun dapat dilihat permintaan tersebut cenderung tumbuh dan meningkat. Semakin meningkatnya permintaan secara tidak langsung akan mempengaruhi harga dari karet alam tersebut.

Tabel 2 . Laju Pertumbuhan Permintaan Karet Alam Negara-Negara Importir.

Tahun World China United

Stated Japan Malaysia

Republic of Korea 2007 7,937,014 1,648,109 1,028,658 855,794 634,944 393,752 2008 7,534,272 1,681,485 1,052,315 857,688 522,474 373,579 2009 6,500,864 1,710,678 704,831 605,429 739,412 346,337 2010 7,832,892 1,861,367 944,969 758,097 678,882 402,140 2011 8,438,885 2,100,916 1,048,854 795,430 667,812 415,234 2012 8,202,480 2,176,969 968,890 709,994 871,788 410,333

laju pertumbuhan

karet alam

0.66 5.72 (1.19) (3.67) 6.55 0.83

Sumber: intrance. 2013 (diolah)

Sampai tahun 2012 dapat dilihat negara China merupakan pengkosumsi karet alam yang terbesar di dunia (26.5 persen) dengan laju pertumbuhan konsumsi karet sebesar 5.72 persen. Berbanding terbalik dengan negara Amerika dan jepang yang mengalami penurunan laju konsumsi sebesar – 1.19 persen dan 3.67 persen. Penurunan laju konsumsi kedua negara maju tersebut disebabkan karena semenjak tahun 2008 negara-negara didunia mengalami krisis ekonomi, negara Amerika, Jepang dan negara-negara yang berada di dataran Eropa merasakan efek dari krisis ini secara langsung sehingga mengakibatkan


(27)

perekonomian mereka mengalami penurunan. Hal tersebut menimbulkan dampak terhadap impor karet alam negara-negara tersebut dari negara-negara pengimpor.

Berbeda dengan China, tingginya permintaan karet alam China disebabkan karena pertumbuhan sektor industri negara tersebut yang cukup tinggi (10 Persen per tahun) yang dipicu karena adanya proses industrilisasi di negara tersebut. pertumbuhan industri China yang sangat mengesankan terutama dunia otomotif dan perkapalannya membuat negara ini membutuhkan karet alam dalam jumlah yang besar, sehingga dapat dilihat hasilnya pada saat ini China merupakan negara konsumen karet alam terbesar didunia. Secara tidak langsung kondisi yang terjadi pada saat ini menandai adanya pergeseran peta konsumsi dari kawasan Amerika-Eropa ke kawasan Asia.

Walaupun konsumsi karet alam mengalami penurunan paska tahun 2008, namun berlahan-lahan dapat dilihat terjadi pertumbuhan yang positif di tahun-tahun berikutnya. Hal ini menunjukan komoditas karet alam masih merupakan komoditas yang menguntungkan untuk dikembangkan.

Negara-Negara Penghasil Karet Alam di Dunia

Pada saat ini terdapat beberapa negara yang dapat menghasilkan karet di wilayahnya (ITC,2013), namun tidak semua negara dapat menjadi produsen karet alam yang bertujuan untuk memperdagangkannya, hal tersebut tergantung dari kebutuhan karet alam di masing-masing negara tersebut. Apabila kebutuhan karet alam besar di negara tersebut maka produksi akan diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya terlebih dahulu.

Semakin bertambahnya konsumsi karet alam dari tahun ke tahun menunjukan bahwa komoditi karet alam masih menjadi primadona ekspor bagi negara-negara produsen karet alam. Didukung dengan pertumbuhan industri di setiap negara terutama negara pengimpor menyebabkan kebutuhan akan karet alam ini terus mengalami peningkatan.

Tabel 3. Ekspor Karet Alam Negara-Negara Penghasil Karet Alam (2012)

Eksporter

2012 Kuantitas

(ton) Ranking Value ($) Ranking

Thailand 2,998,897 1 8,745,795 1

Indonesia 2,445,667 2 7,864,528 2

Malaysia 771,214 3 2,545,628 3

Viet Nam 644,307 4 1,953,165 4

Côte d'Ivoire 275,252 5 927,145 5

Germany 118,597 6 398,861 6

Singapore 90,639 8 315,207 7

Guatemala 103,136 7 294,191 8

Liberia 80,373 9 263,843 9

Belgium 69,514 10 227,563 10


(28)

India 16,415 13 84,182 12

Philippines 53,174 12 61,626 13

Sumber : ITC. 2012

Berdasarkan data Tabel 3 dapat diketahui bahwa terdapat tiga negara penghasil karet karet alam yang juga merupakan negara eksportir karet alam didunia yakni Thailand, Indonesia dan Malaysia. Ketiga negara ini dapat menjadi negara produsen karet disebabkan karena beberapa kondisi yakni memiliki luas areal yang cukup luas, memiliki kondisi alam yang sesuai dengan pertumbuhan untuk budidaya komoditi karet, dan kebijakan pemerintah yang mendukung. Lain halnya dengan negara Malaysia dimana ekspor dan produksi karetnya akan cenderung mengalami penurunan disebabkan karena kebijakan pemerintahannya yang mengarah kepada sektor industri sehingga karet yang dihasilkan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dari negara tersebut.

Tabel 3 menunjukan laju pertumbuhan dari masing-masing negara produsen karet alam di dunia berdasarkan organisasi ITC (2013). Dapat dilihat laju pertumbuhan produksi karet alam dunia hanya sebesar 0,07 persen sedangkan permintaan karet alam dari negara-negara produsen memiliki angka sebesar 0,66 persen (tabel 3), hal ini menunjukan bahwasannya permintaan terhadap karet alam memiliki laju lebih besar dibandingkan produksi yang dihasilkan negara-negara maju. Sedangkan dari segi pertumbuhan produksinya negara Indonesia merupakan negara produsen karet alam yang memiliki pertumbuhan sebesar 0.31 persen tertinggi di dunia, yang diikuti negara Thailand. Pesatnya laju pertumbuhan karet alam dari negara Indonesia disebabkan karena luasan areal perkebunan karet alam negara Indonesia relatif lebih besar dibandingkan negara-negara produsen lain, didukung oleh iklim yang sesuai menyebabkan Indonesia masih memiliki potensi untuk meningkatkan karet alamnya.

Tabel 4. Laju Pertumbuhan Produksi Karet AlamNegara Produsen (ton).

Negara World Thailand Indonesia Malaysia Vietnam Singapore

2007 8210325 2966128 2407848 1018107 673743 158149

2008 8040802 2832071 2296476 915563 641673 137740

2009 7454726 2740089 1992001 703080 630263 106592

2010 8009325 2733607 2352776 900922 672181 122989

2011 8683353 2997018 2557093 946085 713520 104048

2012 8238487 2998897 2445667 771214 644307 90639

Laju

pertumbuhan rata-rata (per Tahun)

0.07 0.22 0.31 -5.40 -0.89 -10.54

Sumber : International Trade Center.2013

Pertumbuhan areal tanam di Indonesia dan Thailand cenderung mengalami peningkatan. Sebaliknya dengan negara Malaysia dapat dilihat bahwa pertumbuhannya mengalami penurunan semenjak tahun 1980an. Apabila dilihat dari produktivitas karet alamnya dapat dilihat bahwa produktivitas karet Indonesia berada dibawah Thailand, hal ini disebabkan karena sebagian besar tanaman karet yang berada di Indonesia merupakan tanaman yang telah berumur puluhan tahun,


(29)

dan tidak dilakukan peremajaan terhadap tanaman-tanaman ini dikarenakan keterbatasan modal yang dimiliki petani, hal itu dikarenakan sebagian besar perkebunan karet yang ada di Indonesia merupakan perkebunan karet alam milik rakyat (84,85 persen), milik negara (7,15 persen) dan milik swasta (7,70 persen) (Gapkindo,2013). Data tersebut juga menunjukan bahwa produksi yang paling cepat laju pertumbuhannya adalah Indonesia dengan dengan laju pertumbuhan sebesar 0,31 persen, yang kemudian diikuti oleh Thailand dengan pertumbuhan 0,22 persen.

Sumber : FAO. 2013

Gambar 11. Luas Areal Tanam Karet Alam di Indonesia, Thailand dan Malaysia (Ha)

Sumber : FAO. 2013

Gambar 12. Produksi Karet Alam dari Tiga Negara Produsen Utama Karet Alam (ton)


(30)

Perdagangan terjadi karena adanya perbedaan-perbedaan suatu negara dalam memproduksi suatu bahan baku mengakibatkan timbulnya permintaan terhadap suatu produk, akibat dari timbulnya permintaan tersebut maka timbullah penawaran. Penawaran untuk karet alam di pasar internasional cenderung mengikuti seberapa besar permintaan terhadap produk ini juga kemampuan negara produsen untuk menghasilkan karet alam. Namun dilihat dari prospek kedepannya pertumbuhan terhadap industri-industri yang membutuhkan bahan baku karet alam semakin bertambah, hal ini menunjukan bahwa karet mempunyai prospek yang masih baik untuk dikembangkan bagi negara-negara produsen.

Negara-negara yang tidak dapat memproduksi karet alam pada dasarnya merupakan negara-negara yang terletak di iklim subtropis dimana tumbuhan karet tidak dapat tumbuh, namun untuk memenuhi kebutuhan bahan baku karetnya negara-negara tersebut akan melakukan impor dari negara produsen atau memproduksi karet alam sintetik. Karet sintetis merupakan karet yang diproduksi dari minyak bumi dan batu bara, namun pada saat ini produksi karet sintetik diramalkan akan berkurang sejalan dengan semakin terbatasnya sumberdaya tersebut serta adanya isu lingkungan (Nuhfil Hanani dan Fahriya,2012). Oleh karena itu persaingan antara karet alam dengan karet sintetik diperkirakan akan semakin melemah. Selain itu, karet alam memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh karet sintetis yakni memiliki daya elastis yang sempurna, memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah, mempunyai daya aus yang tinggi, tidak mudah panas dan memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan.

Karet alam juga memiliki beberapa kelemahan dipandang dari sudut kimianya maupun bisnis dibanding karet sintetis, namun karet alam akan tetap memiliki pangsa pasar yang baik. Beberapa industri tertentu akan lebih memilih untuk menggunakan bahan baku karet alam dibandingkan karet sintetis antara lain industri ban yang merupakan pemakai karet alam terbesar di dunia. Beberapa jenis ban seperti ban radial misalnya walaupun dalam pembuatan menggunakan campuran antara karet sintetis dengan karet alam namun perbandingan karet alam dua kali lebih besar dibandingkan dengan karet sintetis apabila dibandingkan dengan pembuatan ban non-radial. Jenis-jenis ban yang memiliki ukuran besar kurang baik apabila dibuat dari karet sintetis yang lebih banyak proporsinya dibandingkan karet alam. Porsi karet alam justru jauh lebih besar pada ban yang memiliki ukuran lebih besar. Ban pesawat terbang misalnya hampir seluruhnya dibuat dari bahan karet alam.

Walaupun keberadaan karet sintetis berpengaruh terhadap perdagangan karet alam, kedua karet ini memiliki pasarnya masing-masing. Karet alam maupun karet sintetis tidak akan saling mematikan atau bersaing secara penuh. Keduanya mempunyai sifat saling melengkapi atau komplementer (Zuhra, 2006). Pertumbuhan permintaan karet alam dan karet sintetik menunjukan pertumbuhan yang positif, ini membuktikan bahwa kedua pasar karet tersebut tidak saling menjatuhkan atau mematikan. Namun permintaan karet sintetik masih jauh lebih besar dibandingkan karet alam. Hal tersebut disebabkan karena karet sintetik yang bahan bakunya berupa bahan minyak bumi, tidak dapat meningkatkan produksinya secara signifikan disebabkan semakin langkanya sumber daya tersebut dan banyaknya isu-isu lingkungan. Sehingga dapat dilihat pada masa yang akan datang karet alam masih memiliki prospek yang bagus.


(31)

Gambar 13. Ekspor dan Impor Karet Alam Di Dunia ($).

Gambar 14. Ekspor dan Impor Karet Sintetik Di Dunia ($)

Industri Karet Indonesia

Indonesia yang termasuk ke dalam lima negara utama produsen karet dunia, merupakan negara dengan pemilikan lahan karet terbesar didunia yakni mencapai 3,4 juta Ha lahan karet dengan produksi sebesar 2,6 juta ton (2011) serta ekspor sebesar 2,55 juta ton (intrance, 2012). Jumlah ini relatif lebih kecil apabila dibandingkan dengan hasil yang diproduksi oleh negara Thailand sebagai negara dengan produksi karet alamnya terbesar di dunia.

Melihat kondisi Indonesia baik dari segi keadaan alam dan lokasi, sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk pertanaman karet, sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Luas area perkebunan karet tahun 2011 tercatat mencapai lebih dari 3.42 juta ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Diantaranya 85 persen merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7 persen perkebunan besar negara serta


(32)

8 persen perkebunan besar milik swasta. Produksi karet secara nasional pada tahun 2011 mencapai 2.6 juta ton. Jumlah ini masih akan bisa ditingkatkan lagi dengan melakukan peremajaan dan memberdayakan lahan-lahan pertanian milik petani serta lahan kosong/tidak produktif yang sesuai untuk perkebunan karet.

Indonesia yang memiliki 33 propinsi hanya 24 propinsi yang memiliki keadaan lahan yang sesuai untuk penanaman karet, yakni 10 propinsi di Sumatera dan empat propinsi di Kalimantan. Bahkan disumatera terdapat tiga propinsi yang menyumbang 70 persen produksi karet nasional yakni Jambi, Bengkulu dan Sumatera Selatan. Selain itu Sumatera Utara dan Riau juga memberikan kontribusi kepada produksi nasional disebabkan kedua daerah ini memiliki lahan perkebunan karet yang luas. Perkebunan karet di Sumatera Utara sebesar 470.202 ha, sedangkan Riau memiliki 393.643 ha.

Kalimantan merupakan wilayah penghasil karet kedua setelah Sumatera. Di wilayah ini terdapat perkebunan karet seluas 829.241 ha yang tersebar di empat provinsi. Selanjutnya, meskipun wilayah Pulau Jawa memiliki lahan perkebunan karet yang tidak terlalu luas (hanya 113.257 ha), namun wilayah ini memiliki keunggulan sebagai kawasan industri karet karena di Pulau Jawa paling banyak berdiri pabrik-pabrik pengolahan karet alam, untuk menjadi produk-produk barang dari karet. Berikut ini tabel yang menunjukan ketersediaan lahan karet di Indonesia pada tahun 2013.

Tabel 5. Lahan Karet di Indonesia (2013)

No Nama Daerah Lahan yang sudah Digunakan (Ha):

1 Aceh 121.183

2 Bali 95

3 Bangka-Belitung 29.337

4 Banten 23.767

5 Bengkulu 74.498

6 Jambi 446.525

7 Jawa Barat 55.750

8 Jawa Tengah 31.594

9 Jawa Timur 25.913

10 Kalimantan Barat 390.615

11 Kalimantan Selatan 135.862

12 Kalimantan Tengah 267.357

13 Kalimantan Timur 65.407

14 Kepulauan Riau 32.426

15 Lampung 84.887

16 Papua 5.011

17 Papua Barat 34

18 Riau 393.643

19 Sulawesi Barat 1.195

20 Sulawesi Selatan 18.730


(33)

22 Sumatera Barat 136.337

23 Sumatera Selatan 670.489

24 Sumatera Utara 470.202

Sumber : Bumn.go.id.2013

Industri Karet Malaysia dan Thailand

Malaysia dan Thailand adalah dua negara yang bersama-sama dengan Indonesia memproduksi karet alam. Industri karet di kedua negara ini mengalami kemajuan yang cukup besar. Menurut International Trade Center (ITC) di bawah organisasi World Trade Center (WTC) Malaysia mengekspor karetnya sebesar 900 ribu ton pada tahun 2010 kemudian mengalami penurunan menjadi 771 ribu ton karet alam pada tahun 2012 ke pasar internasional sedangkan impor negara Malaysia mengalami peningkataan yang signifikan yakni dari 706 ribu ton pada tahun 2010 meningkat menjadi sebesar 871 ribu ton pada tahun 2012. Ini menunjukan bahwa negara Malaysia mengalami perkembangan di sektor hilir industri karet yang membutuhkan bahan baku karet alam yang besar, sehingga mengubah negara Malaysia menjadi salah satu negara pengimpor karet alam terbesar di dunia (Malaysia Rubber Board. 2013).

Gambar 15. Impor Negara Malaysia (2013)

Dilihat dari Gambar 15 diketahui bahwa terdapat tiga negara produsen karet alam yang memenuhi bahan baku karet alam negara Malaysia yakni Thailand sebesar 67,2 persen, Vietnam 19,3 persen dan Kamboja 5,9 persen Dilihat dari pertumbuhan luas areal perkebunan karet di kedua negara ini juga menunjukan trend peningkatan dari tahun ke tahun, pada tahun 2009 luas area perkebunan karet negara Malaysia dan Thailand adalah sebesar 1.237.000 Ha dan 1.856.070 Ha, pada tahun 2010 meningkat menjadi sebesar 1.289.700 Ha untuk negara Malaysia dan 1.929.260 Ha untuk negara Thailand. Hal ini menunjukan terjadinya trend masyarakat di kedua negara tersebut untuk membudidayakan karet, hal ini pengaruhi oleh permintaan karet alam dunia yang cenderung terus mengalami peningkatan menyebabkan masyarakat tertarik untuk menghasilkan karet alam.

Karet merupakan salah satu kebutuhan yang vital bagi industri dan penunjang kehidupan sehari-hari, hal ini terkait dengan dengan mobilitas manusia dan barang yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti conveyor


(34)

belt, sabuk transmisi, dock fender, sepatu dan sandal karet. Kebutuhan karet alam maupun karet sintetik terus mengalami peningkatan bersamaan dengan pertambahan penduduk dunia.

Kebutuhan karet sintetik relatif mudah dipenuhi karena sumber bahan bakunya yang merupakan bahan bakar minyak, namun harganya kian meningkat seiring waktu. Berbeda halnya dengan karet yang diproduksi dari alam, biasanya dihasilkan oleh tanaman, sehingga harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan karet sintetik.

Secara teoritis harga karet alam dipengaruhi oleh permintaan, penawaran serta stock cadangan karet alam itu sendiri (Anwar, 2006). Dimana faktor-faktor tersebut dipengaruhi juga oleh beberapa faktor :

a) Pertumbuhan Permintaan (konsumsi) Karet Alam Dunia.

Pertumbuhan konsumsi karet alam di dunia akhir-akhir ini mengalami peningkatan. Chairul Anwar (2006) menyatakan bahwa dalam dua dekade terakhir konsumsi terhadap karet mengalami peningkatan yang cukup drastis, walaupun terjadi resesi ekonomi sebanyak dua kali yakni pada awal tahun 1980-an dan krisis ekonomi Asia pada tahun 1997/1998. Selama tahun 1980-2005 konsumsi karet alam mengalami pertumbuhan yang cenderung menurun dan stagnan di kawasan Eropa, dan di Jepang pada tahun 1990 juga mengalami pertumbuhan stagnan, akan tetapi terjadi pertumbuhan yang sebaliknya di China dan kawasan Asia lainnya yakni konsumsi terhadap karet alam mengalami peningkatan (IRSG,2004). Pertumbuhan ekonomi dunia pada sepuluh tahun belakangan ini terfokus pada beberapa kawasan yakni China, beberapa negara kawasan Asia-Pasifik dan Amerika latin, India, Korea Selatan dan Brazil, memberikan dampak pertumbuhan terhadap permintaan karet alam yang cukup tinggi, walaupun permintaan di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa dan Jepang relatif stagnan.

Sumber : Anwar, 2005

Gambar 16. Faktor-Faktor Fundamental yang Mempengaruhi Harga Karet. b) Pertumbuhan Penawaran Karet Alam Dunia

Areal

Kom posisi Tanam an Cuaca

Produksi Natural Rubber

Stok

Harga Internasional

Konsum si Natural Rubber Harga Relatif Sintetik Rubber/Natural Rubber

Harga Dom estik Natural Rubber

Nilai Tukar Bunga

Harga Miny ak

Pertum buhan Ekonom i Ban


(35)

Penawaran terhadap karet alam terus mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya permintaan terhadap karet alam tersebut. Pada tahun

2010 FAO mengatakan produksi karet alam dunia berjumlah 10.537.158 ton, produksi tersebut sebagian besar berasal dari negara

produsen Thailand, Indonesia, Malaysia, India, China dan lainnya. Namun untuk negara China dan India masih merupakan negara net importir karet alam, disebabkan karena produksi dalam negeri yang dihasilkan belum dapat memenuhi kebutuhan domestiknya akibat peningkatan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dari ke dua negara ini. Hal tersebut menyebabkan kedua negara ini merupakan pasar yang menjanjikan bagi negara-negara produsen karet alam.

c) Keseimbangan Penawaran dan Permintaan Karet Alam Dunia

Berdasarkan data yang dibuat oleh IRSG (2012) diperoleh informasi bahwa pada tahun 2011 hingga Quarter ke III menunjukan terjadinya permintaan yang terus meningkat begitu juga dengan penawarannya, pada tahun ini terjadi surplus penawaran karet alam di dunia. Anwar (2006) menyatakan ketidakseimbangan penawaran dan permintaan sudah terjadi semenjak tahun 1900-an (surplus/defisit dari penawaran permintaan karet alam dan berpengaruh terhadap cadangan stock karet alam dunia. Secara teoritis harga diharapkan akan bereaksi dengan ketakseimbangan penawaran dan permintaan. Dimana kenaikan harga terjadi karena defisit penawaran dan turunnya harga karena surplus penawaran, akan tetapi hipotesis tersebut tidak didukung kenyataan di lapangan. Menurut Ng (1986), tidak berpengaruhnya surplus/defisit pasokan dan cadangan terhadap harga karet dunia, disebabkan oleh adanya imperfect knowledge terhadap penawaran dan permintaan global karet alam pada waktu tertentu (adanya senjang waktu karena masalah akses informasi) serta adanya kegiatan spekulasi dan hedging pada kegiatan pemasaran karet alam dunia seperti forward purchase, future contract, longterm arrangement dan sebagainya.

Perdagangan Internasional

Suatu negara ingin terlibat dalam perdagangan internasional, menurut Krugman dan Obstfeld (2000) berdasarkan alasan ingin memberikan kontribusi dan mendatangkan manfaat terutama di bidang perekonomian bagi negara tersebut. Pertama, suatu negara terlibat perdagangan karena setiap negara berbeda satu dengan yang lainnya. Negara seperti individu dapat memperoleh manfaat dari perbedaan dengan melakukan kesepakatan untuk menghasilkan sesuatu yang dapat dilakukannya dengan baik atau melakukan spesialisasi. Kedua, suatu negara melakukan perdagangan untuk mencapai skala ekonomi dalam produksi. Jika setiap negara hanya menghasilkan beberapa jenis produk tertentu, maka lebih efisien dari pada jika mencoba menghasilkan semua produk yang dibutuhkan.

Perdagangan internasional secara teori membahas hubungan ekonomi antara negara di dunia yang merupakan refleksi dari munculnya saling ketergantungan (interdependence) antara satu negara dengan negara lainnya karena adanya perbedaan dalam memiliki dan mengakses faktor-faktor produksi (resources) yang dibutuhkan. Suatu negara mungkin memiliki sumber daya alam


(36)

yang melimpah tetapi tidak memiliki teknologi dan modal untuk memprosesnya, sebaliknya negara lainnya miskin sumber daya alam tersebut namun memiliki teknologi untuk mengolah dan menghasilkan produk yang memiliki nilai guna yang lebih tinggi (Salvator dalam Heriawam, 2002). Teori-teori perdagangan secara umum banyak memusatkan perhatian pada persoalan pola perdagangan internasional yang dapat berbeda dan bergeser karena perbedaan dalam memiliki dan mengakses faktor-faktor produksi.

Perkembangan ekonomi dunia yang cukup pesat telah meningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan dan mempertajam persaingan yang membuat semakin rumitnya strategi pembangunan dengan mengandalkan ekspor di satu pihak, hal ini merupakan tantangan dan kendala yang membatasi. Di pihak lain itu merupakan keuntungan dan peluang baru yang dapat diandalkan atau dimanfaatkan untuk keberhasilan pelaksanaan pembangunan nasional. Untuk menjawab hal tersebut maka banyak negara yang mulai menerapkan sistem pasar bebas atau perdagangan bebas, sistem tersebut merupakan salah satu gejala globalisasi yang sedang berlangsung di tengah-tengah masyarakat, gejala globalisasi juga terjadi di dalam kegiatan finansial, produksi dan investasi yang kemudian akan mempengaruhi kadar hubungan ekonomi antara bangsa. Sehingga akan menghapus batas-batas antaranegara dalam berbagai praktik/bisnis seakan-akan dianggap tidak berlaku lagi (Halwani,2002).

Thomas I Friedman (New York Times, 2000. Dalam Halwani, 2002) mengatakan bahwa “globalisasi” mempunyai tiga dimensi ; pertama, dimensi idea atau ideologi “kapitalisme”. Dalam pengertian ini termasuk seperangkat nilai yang menyertainya, yaitu falsafah individualisme, demokrasi dan HAM. Kedua, dimensi ekonomi, yaitu pasar bebas dengan seperangkat tata nilai lain yang harus membuka kesepakatan terbukanya arus barang dan jasa dari suatu negara ke negara lainnya. Ketiga, dimensi teknologi khususnya teknologi informasi. Dengan teknologi infomasi akan terbuka batas-batas negara hingga negara makin tanpa batas (borderless country). Dengan pandangan tersebut, globalisasi tidak hanya membuka batas-batas negara, tetapi juga batas nilai ideologi, moral warna, kulit agama bahkan nilai kemanusiaan lainnya. Arus barang dan jasa akan berjalan lebih cepat. Inilah yang menjanjikan lahirnya kemakmuran bagi semua negara yang terlibat, walaupun ketimpangan akibat hal ini tetap ada.

Indonesia menurut proyeksi Seketariat General Agreement Tariffs and Trade (GATT), perdagangan bebas apabila diterapkan antar kawasan akan membuat ekspor yang dimiliki Indonesia meningkat, namun tidak semua pihak setuju dengan pandangan optimis tersebut terutama dalam hal dampak penerapan GATT/WTO dan APEC (Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik). Pendapat pesimis tersebut disebabkan karena melihat lemahnya kemampuan Indonesia yang memiliki kelemahan dibanyak bidang. Mereka mengutip studi OECD (Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan) dan Bank Dunia yang menyimpulkan pelaksanaan perdagangan bebas akan menimbulkan situsasi yang lebih parah di negara-negara berkembang lemah, seperti Indonesia yang akan mengalami kerugian sebesar 1,9-2,5 miliar dollar AS per tahun (Halwani, 2002). Namun studi lain yang dilakukan oleh sejumlah universitas di Australia menunjukan pandangan lain, dimana China dan ASEAN akan termasuk didalamnya Indonesia akan mendapatkan manfaat yang besar jika perdagangan bebas diterapkan di dunia. Menurut perkiraan mereka ekspor Indonesia akan meningkat sebesar 3,7 miliar


(37)

dollar AS lebih pada tahun 2005, dibandingkan jika perdagangan bebas tidak diterapkan. Sementara pertumbuhan ekonomi akan meningkat sebesar 0,8 persen.

Tinjauan Penelitian Terdahulu

Pasar dan Daya Saing Komoditi Karet Alam

Novianti (2007) melakukan penelitian dengan judul analisis penawaran ekspor karet alam Indonesia ke negara Cina. Tulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi perkembangan pasar karet alam Indonesia di Cina, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor karet alam Indonesia ke Cina serta strategi pengembangan ekspor karet alam Indonesia.Data dan informasi yang diperoleh akan dianalisis secara kuantitatif melalui metode deskriptif dan model kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi perkembangan pasar karet alam di Cina. Metode kuantitatif yang digunakan ialah model regresi berganda. Analisis regresi berganda digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor karet alam Indonesia ke negara tujuan ekspor Cina. Strategi pengembangan ekspor karet alam Indonesia dilakukan berdasarkan kondisi fakta dan kesesuaian dengan kebijakan yang berlaku di Indonesia serta analisis SWOT Strengths Weaknesses Threats Opportunities.

Spesifikasi model penawaran ekspor karet alam diduga dipengaruhi harga ekspor karet alam Indonesia ke Cina, harga ekspor karet alam Indonesia ke Cina tahun sebelumnya, harga karet sintesis dunia, GDP per kapita Cina, nilai tukar yuan terhadap dollar US, dan lag ekspor karet alam Indonesia ke Negara Cina tahun sebelumnya. Berdasarkan dari pengolahan data yang dilakukannya diperoleh hasil Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor karet alam Indonesia ke Negara Cina adalah harga ekspor karet sintesis secara positif, GPD Cina secara negatif, dan nilai tukar yuan per dolar AS secara positif. Strategi pengembangan ekspor karet alam Indonesia dapat dilakukan melalui upaya peningkatan produktivitas karet alam Indonesia dan strategi untuk meningkatkan produktivitas karet alam Indonesia dilakukan dengan cara perluasan perkebunan dan peremajaan kembali tanaman karet serta mengaplikasikan pola kemitraan antara petani perkebunan rakyat dan perkebunan besar negara/swasta.

Siburian (2012) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor karet alam Indonesia ke Singapure. Penelitian ini menggunakan model ekonometrika model koreksi kesalahan (error correction model). ECM adalah model ekonometrika yang digunakan untuk mencari persamaan regresi jangka pendek dan jangka panjang. Untuk menyatakan model koreksi kesalahan sesuai atau tidak, maka koefisien Error Correction Term (ECT) harus bertanda negatif dan signifikan. Model ECM yang digunakan dalam penelitian ini adalah Engle Granger-ECM. Variabel yang digunakan adalah variabel ekspor karet alam, harga karet alam, GDP dan produksi karet alam. Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan dalam jangka pendek GDP Singapura tidak berpengaruh signifikan terhadap ekspor karet alam Indonesia ke Singapura dan memiliki hubungan yang positif terhadap ekspor karet alam Indonesia ke Singapura. Sedangkan dalam jangka panjang GDP Singapura berpengaruh signifikan terhadap ekspor karet alam Indonesia ke Singapura dan memiliki hubungan yang negatif terhadap ekspor karet alam Indonesia ke Singapura. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesa yang diharapkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan


(38)

signifikan terhadap ekspor karet alam Indonesia ke Singapura. Dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang harga karet alam Indonesia di Singapura berpengaruh signifikan dan memiliki hubungan yang negatif terhadap ekspor karet alam Indonesia ke Singapura. Hal ini sesuai dengan hipotesa yang diharapkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan terhadap antara harga karet alam Indonesia di Singapura dan ekspor karet alam Indonesia ke Singapura. Dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang produksi karet alam Indonesia berpengaruh signifikan dan memiliki hubungan yang positif terhadap ekspor karet alam Indonesia ke Singapura. Hal ini sesuai dengan hipotesa yang diharapkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan terhadap antara produksi karet alam In-donesia dan ekspor karet alam InIn-donesia ke Singapura.

Pasar dan Daya Saing Komoditi Lainnya

Penelitian Suprihartini (2005) mengenai daya saing ekspor teh Indonesia di pasar teh dunia, menggunakan pendekatan Constant Market Share (CMS) seperti yang digunakan Tyers et al. Model CMS tersebut terdiri atas empat komponen, yaitu (1) pertumbuhan standar, (2) pengaruh komposisi komoditas, (3) pengaruh distribusi pasar, dan (4) pengaruh persaingan. Analisis dengan model CMS ini menghasilkan kesimpulan bahwa pertumbuhan ekspor the Indonesia jauh di bawah ekspor the dunia, bahkan mengalami pertumbuhan yang negatif. Negara-negara pengekspor teh selain Indonesia yang dianalisis pertumbuhan ekspornya antara lain Vietnam, Cina, Bangladesh, Jerman, India, Jepang, Kenya, Sri Lanka, Uni Emirat Arab, Inggris dan Amerika Serikat.

Pertumbuhan ekspor teh Indonesia yang jauh di bawah pertumbuhan ekspor teh dunia disebabkan karena : (1) Komposisi produk teh yang diekspor Indonesia kurang megikuti kebutuhan pasar (angka komoditas teh Indonesia di angka negatif : -0.032); (2) Negara-negara tujuan ekspor teh Indonesia kurang ditujukan ke negara-negara pengimpor teh yang memiliki pertumbuhan impor teh tinggi (angka distribusi bertanda negatif: -0.045); dan (3) daya saing teh Indonesia di pasar teh dunia masih lemah (angka faktor persaingan bertanda negatif: -0.211). untuk meningkatkan pertumbuhan ekspor teh Indonesia, diperlukan upaya peningkatan komposisi produk the melalui peningkatan ekspor teh Indonesia dalam bentuk produk hilir dan teh hijau curah. Selain itu, diperlukan pula upaya peningkatan pengaruh distribusi pasar. Pada aspek daya saing, posisi daya saing the Indonesia lebih lemah dibandingkan dengan negara-negara produsen teh lainnya.

Rifin (2010) menganalisis posisi minyak kelapa sawit Indonesia di pasar dunia dengan membangun persamaan permintaan dua tahap (two stage demand equation). Persamaan pertama menganalisis permintaan dunia tanpa mempertimbangkan sumber produknya. Sementara itu, persamaan kedua menganalisis permintaan dunia dengan mempertimbangkan sumber produknya menggunakan pendekatan AIDS (Almost Ideal Demand System). Negara sumber impor yang dianalisis adalah Indonesia, Malaysia dan ROW (Rest of The World). Variabel-variabel pada persamaan permintaan tahap pertama yaitu world import (variabel dependen), real world palm oil price ( variabel independen), dan real world palm oil price (variabel independen), real palm substitute price ( variabel independen) dan real world GDP per capita (variabel independen). Sedangkan


(39)

variabel-variabel pada persamaan permintaan tahap kedua (model AIDS) yaitu share of import source in the world market (variabel dependen), price of palm oil (variabel independen), expenditure (variabel independen) dan corrected stone price index (variabel independen). Hasil analisisnya menunjukan bahwa peningkatan permintaan minyak kelapa sawit dunia, pada umumnya, disebabkan oleh peningkatan pendapatan dunia. Selain itu, produk-produk minyak kelapa sawit dari Indonesia dan Malaysia lebih ke saling berkomplemen, dari pada bersaing. Oleh sebab itu, Indonesia dan Malaysia seharusnya bekerja sama dalam rangka untuk meningkatkan permintaan minyak kelapa sawit dunia di masa yang akan datang.

Ginting (2014) menganalisis posisi lada putih Indonesia di pasar lada putih dunia. Tujuan analisis tersebut antara lain untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi volume perdagangan lada putih di dunia, menentukan posisi/daya saing lada putih Indonesia di pasar impor lada putih dunia, dan menentukan alternatif strategi-kebijakan yang tepat untuk pemasaran lada putih Indonesia di pasar impor lada putih dunia. Hasil analisis menunjukan bahwa lada putih Indonesia memiliki peluang yang lebih baik dibandingkan lada putih vietnam, sehingga Indonesia pun memiliki peluang yang lebih baik untuk meningkatkan pangsa pasar lada putihnya. Lada putih Indonesia juga memiliki prospek yang baik, dilihat dari potensi pasar lada putih dunia itu sendiri. Pasar lada putih dunia masih memiliki potensi untuk dimasuki, walaupun terdapat desakan lada hitam yang dapat diolah lebih lanjut menjadi lada putih.

Strategi yang perlu dilakukan oleh Indonesia adalah meningkatkan penawaran ekspor lada putihnya, karena hasil analisisnya menunjukan bahwa elastisitas harga sendiri yang bersifat elastis. Peningkatan penawaran ekspor lada putih Indonesia juga akan membuat harga lada putih Indonesia lebih kompetitif, dimana harga lada putih yang lebih kompetiti tersebut akan mengatasi desakan lada hitam dan menekan balik pangsa pasar lada putih vietnam. Upaya yang dilakukan antara lain adalah meningkatkan produktivitas tanaman lada; mencegah alih fungsi dan menambah luasan lahan tanaman lada yang diiringi dengan peningkatan produktivitas lada serta mutu lada.

3. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

Perdagangan internasional terjadi karena adanya perbedaan penawaran dan permintaan antara suatu negara dengan negara lain. Setiap negara tidak dapat menghasilkan semua komoditi atau barang yang dibutuhkan oleh rakyat, adanya perbedaan biaya relatif dalam menghasilkan komoditi tertentu dan adanya keinginan suatu negara untuk memperluas pasaran komoditi tertentu dan adanya keinginan suatu negara untuk memperluas pasaran komoditi ekspor serta untuk meningkatkan devisa bagi kegiatan pembangunan (Gonarsyah, 1983).


(40)

Sumber : Salvator,1997

Gambar 17. Model Sederhana Terjadinya Perdagangan Internasional

P P

QW Q1

B

Q2 B

EB

SB

EW

DB

DW

QA QW QB

P

SA

EA

DA

Q1 A

Q2 A

Q3 A

PA PW PB

Negara A (Eksportir) Pasar Dunia Negara B (Importir)


(41)

Keterangan Gambar 1.

PA = harga domestik d negara pengekspor (a) tanpa perdagangan internasional

QoA = konsumsi domestik dinegara pengekspor tanpa perdagangan

internasional

Q1AQ2A = kelebihan penawaran (excess supply) di negara pengekspor setelah

adanya perdagangan internasional

PB = harga domestik di negara pengimpor sebelum adanya perdagangan internasional

QoB = konsumsi domestik dinegara pengimpor setelah adanya

perdagangan dunia

Q2B = konsumsi domestik negara pengimpor setelah adanya perdagangan

dunia,

PW = harga keseimbangan setelah terjadi perdagangan dunia

QW = jumlah yang diekspor (Q1AQ2A) sama dengan jumlah yang di impor

(Q1Bq2B)

Analisis penawaran ekpor dan permintaan ekspor pada pasar internasional dapat dilakukan secara sederhana dengan menggunakan konsep dasar fungsi permintaan dan penawaran domestik untuk kasus dua negara dengan suatu komoditi. Mekanisme penawaran dan permintaan (Gambar 7), dimana kurva penawaran dan pemintaan dinegara A yaitu SA dan DA sedangkan dinegara B yaitu SB dan DB serrta Sw dan Dw dipasar dunia. Gambar 17 menunjukan kasus dua negara dengan komoditi tertentu, dimana kurva Da dan Sa dalam pasar negara A dan Db dan Sb dalam negara B menunjukan kurva permintaan dan kurva penawaran untuk komoditi tertentu di negara 1 dan negara 2.

Penawaran Ekspor

Ekspor suatu negara merupakan selisih antara produksi dengan penawaran domestik. Secara matematis dapat dilihat sebagai berikut :

Xt = Qt-QDt ……… (1)

Dimana : Xt = Jumlah ekspor komoditi tertentu dalam tahun ke t

Qt = Jumlah produksi komoditi tertentu pada tahun ke t

Qd = Jumlah produksi domestik komoditi tertentu pada tahun ke t

Dimana Xt merupakan jumlah negara pengekspor yang bersangkutan pada tahun t, Qt merupakan produksi negara yang bersangkutan pada tahun t dan QDt merupakan penawaran domestik pada tahun t.

Apabila diartikan dalam arti yang lebih luas maka ekspor kesuatu negara merupakan kelebihan penawaran domestik atau produksi barang dan jasa yang tidak dikonsumsi oleh konsumen negara yang bersangkutan atau tidak disimpan dalam stok (Labys, 1973). Maka ekspor karet dapat dirumuskan sebagai berikut :

Xt = Qt– Ct + St-1 ……….………. (2)

Dimana :

Xt = jumlah ekspor karet pada tahun t

Qt = jumlah produksi karet pada tahun t

Ct = jumlah konsumsi karet pada tahun t


(1)

(2)

Tabel Lampiran 1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Karet Alam China

Tahun Impor dari

Asean

Harga Karet Alam

Harga Karet

Sintetis PDB China Kurs Dummy

1991 312.543,942 842,905 1.478,7637 329,7491 3,7314 0

1992 253.588,999 846,523 1.188,2040 362,8084 3,7314 0

1993 243.261,793 825,173 1.169,6342 373,8000 3,7673 0

1994 310.648,439 986,157 1.000,5923 469,2132 4,7730 0

1995 299.924,718 1.347,099 1.051,3941 604,2281 5,3337 0

1996 554.618,347 1.261,212 1.079,9018 703,1208 5,5206 0

1997 414.985,777 1.069,663 1.034,5388 774,4672 5,7795 0

1998 422.018,439 746,251 905,8030 820,8631 8,6397 0

1999 422.153,855 650,292 923,1683 864,7303 8,3700 0

2000 834.022,076 683,080 1.015,9176 949,1781 8,3389 0

2001 970.797,901 314,701 1.054,6515 1.041,6377 8,3193 1

2002 941.831,932 312,898 1.026,5304 1.135,4479 8,3008 1

2003 1.162.426,592 493,023 1.145,4725 1.273,6407 8,2783 1

2004 1.246.763,994 784,592 1.291,7908 1.490,3801 8,2784 1

2005 1.379.393,325 1.020,041 1.649,9378 1.731,1252 8,2770 1

2006 1.578.099,582 1.876,345 1.825,2344 2.069,3436 8,2771 1

2007 1.639.986,636 1.976,656 2.011,4196 2.651,2601 8,2772 1

2008 1.657.819,666 2.559,767 2.778,4443 3.413,5887 8,2768 1

2009 1.693.303,598 1.645,479 2.037,8934 3.749,2724 8,1936 1

2010 1.836.945,573 3.045,749 2.727,7087 4.433,3612 7,9723 1

2011 2.051.574,549 4.465,433 3.710,9363 5.447,3414 7,6058 1

2012 2.157.613,982 3.129,963 3.508,1798 6.091,0144 6,8307 1

rata-rata 1.403,773 .618,914 1.853,617 7,040 0,545


(3)

Lampiran 2. Penghitungan Model Regresi Berganda Sebelum Regresi

Komponen Utama (RKU)

Welcome to Minitab, press F1 for help.

Regression Analysis: Impor dari A versus Harga Karet ; Harga Karet ; ...

The regression equation is

Impor dari Asean = 7,67 - 0,028 Harga Karet Alam + 0,359 Harga Karet Sintetis

+ 0,273 PDB China + 0,655 Kurs + 0,532 Dummy

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 7,671 1,774 4,32 0,001 Harga Karet Alam -0,0277 0,1578 -0,18 0,863 8,4 Harga Karet Sintetis 0,3593 0,3751 0,96 0,352 18,8 PDB China 0,2729 0,2375 1,15 0,268 30,4 Kurs 0,6552 0,3914 1,67 0,114 9,1 Dummy 0,5322 0,1939 2,74 0,014 6,6

S = 0,176072 R-Sq = 95,9% R -Sq(adj) = 94,7%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 5 11,6976 2,3395 75,46 0,000 Residual Error 16 0,4960 0,0310

Total 21 12,1936

Source DF Seq SS Harga Karet Alam 1 2,6841 Harga Karet Sintetis 1 5,0541 PDB China 1 3,6240 Kurs 1 0,1019 Dummy 1 0,2335

Unusual Observations Harga Impor Karet dari

Obs Alam Asean Fit SE Fit Residual St Resid 6 7,14 13,2260 12,8901 0,0763 0,3359 2,12R 10 6,53 13,6340 13,2376 0,1054 0,3964 2,81R R denotes an observation with a large standardized residual.


(4)

Lampiran 3. Penghitungan Model Regresi Berganda Sete lah Regresi Komponen

Utama (RKU)

Regression Analysis: Impor dari Asean versus C12; C13; C14; C15

The regression equation is

Impor dari Asean = 13,6 - 0,391 C12 + 0,184 C13 - 0,0822 C14 + 0,047 C15

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 13,5875 0,0364 373,00 0,000 C12 -0,39119 0,02037 -19,20 0,000 1,0 C13 0,18403 0,03342 5,51 0,000 1,0 C14 -0,08223 0,06398 -1,29 0,216 1,0 C15 0,0469 0,1738 0,27 0,791 1,0

S = 0,170860 R-Sq = 95,9% R -Sq(adj) = 95,0%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 4 11,6973 2,9243 100,17 0,000 Residual Error 17 0,4963 0,0292

Total 21 12,1936

Source DF Seq SS C12 1 10,7618 C13 1 0,8852 C14 1 0,0482 C15 1 0,0021

Unusual Observations Impor dari

Obs C12 Asean Fit SE Fit Residual St Resid 6 1,34 13,2260 12,8872 0, 0675 0,3388 2,16R 10 1,09 13,6340 13,2390 0,1011 0,3950 2,87R R denotes an observation with a large standardized residual.


(5)

Tabel Lampiran 2. Data Variabel Model Regresi Komponen Utama

Impor dari Asean

Harga Karet Alam

Harga Karet Sintetis

PDB

China Kurs Dummy PC1 PC2 PC3 PC4 PC5 W1 W2 W3 W4 W5

12,653 6,737 7,299 5,798 1,317 0 -0,38548 -0,58943 0,399782 -0,58232 0,07109 2,11608 -1,52587 -0,80019 0,290804 0,303082

12,443 6,741 7,08 5,894 1,317 0 -0,48755 -0,36225 -0,24393 0,580999 0,483746 2,29622 -1,34332 -0,66143 0,033112 -0,01797

12,402 6,716 7,064 5,924 1,326 0 -0,53816 0,068372 0,151159 0,296656 -0,77127 2,29907 -1,28773 -0,64477 0,043138 -0,05154

12,646 6,894 6,908 6,151 1,563 0 -0,3381 0,638594 0,559177 0,010909 0,406312 1,96601 -0,78196 0,02668 -0,22348 -0,07539

12,611 7,206 6,958 6,404 1,674 0 -0,45801 0,329951 -0,66719 -0,48499 0,031529 1,46155 -0,82513 0,42801 -0,32732 -0,05646

13,226 7,14 6,985 6,556 1,708 0 1,3375 -0,7072 0,46561 -0,18572 -0,11867

12,936 6,975 6,942 6,652 1,754 0 1,36447 -0,42799 0,49867 -0,07214 -0,20219

12,953 6,615 6,809 6,71 2,156 0 1,21415 0,85047 1,13486 0,085134 0,116862

12,953 6,477 6,828 6,762 2,125 0 1,27261 0,88755 0,99666 0,240025 0,036222

13,634 6,527 6,924 6,856 2,121 0 1,08778 0,76613 0,9807 0,355411 0,05897

13,786 5,752 6,961 6,949 2,119 1 0,51801 2,03359 -0,77582 0,122605 -0,00016

13,756 5,746 6,934 7,035 2,116 1 0,50242 2,06075 -0,75547 0,120762 -0,10866

13,966 6,201 7,044 7,15 2,114 1 0,06603 1,59552 -0,54234 -0,07272 -0,0453

14,036 6,665 7,164 7,307 2,114 1 -0,41388 1,12214 -0,3187 -0,24649 -0,00375

14,137 6,928 7,408 7,457 2,113 1 -0,91467 0,7129 -0,28009 -0,09464 0,157235

14,272 7,537 7,509 7,635 2,113 1 -1,46562 0,1355 0,03969 -0,40593 0,17455

14,31 7,589 7,607 7,883 2,114 1 -1,7524 0,03334 0,05928 -0,23816 0,073293

14,321 7,848 7,93 8,136 2,113 1 -2,39985 -0,42907 0,06973 0,054565 0,230764

14,342 7,406 7,62 8,229 2,103 1 -1,86302 0,17848 -0,01359 0,044591 -0,24538

14,424 8,022 7,911 8,397 2,076 1 -2,58947 -0,61851 0,15329 -0,02838 -0,04883

14,534 8,404 8,219 8,603 2,029 1 -3,2069 -1,27401 0,14703 0,12589 0,082395


(6)

Fitted Value R e s id u a l 14,5 14,0 13,5 13,0 12,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0,0 -0,1 -0,2 -0,3

Residuals Versus the Fitted Values

(response is Impor dari Asean)

Residual Fr e q u e n c y 0,4 0,3 0,2 0,1 0,0 -0,1 -0,2 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0

Histogram of the Residuals

(response is Impor dari Asean)

Residual P e rc e n t 0,4 0,3 0,2 0,1 0,0 -0,1 -0,2 -0,3 -0,4 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1

Normal Probability Plot of the Residuals (response is Impor dari Asean)

Gambar Lampiran 1. Grafik Sebaran Residual, Histogram dan Normal Probability.

6