Telaah Sosial dan Ekonomi Petani Padi Organik

TELAAH SOSIAL DAN EKONOMI PETANI PADI ORGANIK

YENI AGUSTIEN HARAHAP

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Telaah Sosial dan
Ekonomi Petani Padi Organik adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014

Yeni Agustien Harahap
NIM I34090029

ABSTRAK
YENI AGUSTIEN HARAHAP. Telaah Sosial dan Ekonomi Petani Padi Organik.
Dibimbing oleh SATYAWAN SUNITO.
Pertanian organik adalah cara bertanam berbasis pertanian yang
menggunakan dan memanfaatkan bahan-bahan alami yang berasal dari alam.
Dalam pertanian kerap dikenal dengan penggunaan pupuk hijau, pupuk hayati,
peningkatan biomassa, penyiapan kompos yang diperkaya dan pelaksanaan
pengendalian hama dan penyakit secara hayati yang diharapkan mampu
memperbaiki kualitas tanah sehingga hasil tanaman dapat ditingkatkan, aman dan
menyehatkan manusia yang mengkonsumsi. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitatif yang didukung oleh pendekatan kualitatif yang
menggunakan kuesioner serta panduan wawancara mendalam. Tujuan dari
penelitian ini adalah (1) menganalisis karakteristik dari petani padi organik; (2)
mengidentifikasi peran organisasi yang terdapat dalam sistem pertanian organik;
(3) menganalisis tingkat pendapatan petani padi organik; (4) mengidentifikasi
faktor-faktor yang menghambat dan mendukung pertanian padi organik. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa petani padi organik akan mengalami peningkatan

pendapatan jika memiliki lahan yang luas dan tergabung dengan organisasi petani
organik.
Kata Kunci: pertanian organik, sosial ekonomi petani, peningkatan pendapatan.

ABSTRACT
YENI AGUSTIEN HARAHAP. Social and Economic Study of Rice Organic
Farmers. Supervised by SATYAWAN SUNITO.
Organic farming is a way of farming based on the utilization of natural
ingredients derived from nature. Agricultural inputs and processes related to
organic farming are green matures, bio-fertilizes, increased biomass, compostenriched land preparation and the implementation of integrated pest and disease
control. Organic farming is expected to improve, safe and healthy food for humas
who consume its products. This study uses both quantitative and qualitative
approaches, such as using questionnaires and guides for in-depth interview. The
purpose of this study are (1) to analyze the characteristics of organic rice farmers,
(2) identify the role of the organizations contained in the organic farming system,
(3) analyze the income levels of organic rice farmers, (4) identify the factors that
inhibit and support organic rice farming. This study showed that in organic rice
farming, farmers need larger land to increase their income. Another finding of this
study is the importance of farmer organization for the success of organic farming
and the increase of farmers’s income.

Keywords: organic farming, social economy of farmers, increase in income.

TELAAH SOSIAL DAN EKONOMI PETANI PADI ORGANIK

YENI AGUSTIEN HARAHAP

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Telaah Sosial dan Ekonomi Petani Padi Organik

Nama
: Yeni Agustien Harahap
NIM
: I34090029

Disetujui oleh

Dr. Satyawan Sunito
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Siti Amanah, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi : Telaah Sosial dan Ekonomi Petani Padi Organik
Nama
: Yeni Agustien Harahap

NIM
: 134090029

Disetujui oleh

Mセ
Dr. Satyawan Sunito
Pembirnbing

Tanggal Lulus:

27

c== セ@ _, J

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 hingga Mei 2013 ini
ialah pertanian organik terkait sosial dan ekonomi petani, dengan judul Telaah

Sosial dan Ekonomi Petani Padi Organik.
Penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada Bapak Dr. Satyawan Sunito
sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan motivasi, masukan dan
arahan yang luar biasa serta kesabaran dalam membimbing penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih kepada dosen penguji utama Dr. Ir.
Saharuddin, MS, dosen penguji akademik Dr. Ir. Sarwititi S. Agung, MS. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada orangtua tercinta, Ayahanda H.Sofyan
Harahap dan Ibunda Hj.Delina Pulungan, SH, Kak Desty, Bang Hendra, Bang
Boy, Bang Erwin dan Adikku Dikot yang sudah memberikan dukungan, semangat
dan selalu mendoakan dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih juga
diucapkan kepada kepala desa Mangunsari, kepala desa Madugondo, keluarga
Mbak Siwi, keluarga Pak Widagdo, Mas iwan dan responden penelitian yang
telah membantu pemberian data kepada penulis. Selain itu tak lupa penulis
ucapkan terima kasih kepada Azwar Hadi Nasution, Mas Ayip, Mas Yusuf, Mbak
Atik, dan rekan-rekan di KRKP (Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan) yang
telah banyak memberikan masukan dan menempatkan penulis di Kabupaten
Magelang. Terima kasih kepada Mbak Nunung dari Aliansi Organik Indonesia
(AOI) yang telah memberikan bantuan meminjamkan referensi terkait penelitian
penulis. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada teman SKPM
46 (Waisakzia, Cintya, Wawa, Indah, Lili, Kimel, Kibut), SKPM 45 (Kak Dian).

Terima kasih kepada teman-teman IMATAPSEL Bogor khususnya angkatan 46
(Sahri, Novi, Adil, Aldi, Azis, Arman, Habibi, Putra dan Dedi), teman-teman di
kosan 3RRR (Niwayan, Clara, Kiky, Nadia, Nadhiroh, Ami, dll), serta rekanrekan yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014
Yeni Agustien Harahap

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang

ix
i
i
1
1


Perumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

4

PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka

5
5

Kerangka Pemikiran


12

Hipotesis Penelitian

12

Definisi Operasional

13

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu

17
17

Penentuan Responden

17


Teknik Pengumpulan Data

18

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

18

GAMBARAN UMUM DESA
Desa Mangunsari

19
19

Kondisi Geografis

19

Kondisi Sosial dan Budaya


20

Sarana dan Prasarana Desa

21

Desa Madugondo

22

Kondisi Geografis

22

Kondisi Sosial dan Budaya

23

Kondisi Ekonomi

23

Sarana dan Prasarana Desa

24

SEJARAH PENERAPAN PERTANIAN PADI ORGANIK
Tokoh Masyarakat Yang Menjadi Pelopor Pertanian Organik

25
28

PENERAPAN PERTANIAN PADI ORGANIK
Lama Bertani Organik

31
31

Proses Pengolahan Lahan

32

Proses Pembenihan

33

Proses Penanaman

34

Proses Pemeliharaan

35

Pengendalian Hama/Penyakit

36

Panen dan Pasca panen

37

KARAKTERISTIK PETANI ORGANIK
Umur

41
41

Tingkat Pendidikan

41

Jumlah Anggota Keluarga

42

Status Penguasaan Lahan

43

Hubungan Umur Petani Padi Organik terhadap Pelatihan

44

Hubungan Umur Petani Padi Organik terhadap Penerapan Pertanian Padi
Organik

45

Hubungan Luas Lahan Garapan Petani terhadap Penerapan Pertanian Padi
Organik

46

PERAN KELOMPOK TANI DALAM SISTEM PERTANIAN PADI ORGANIK
47
Bantuan Modal Usahatani Organik
47
Kegiatan Pembinaan Petani Anggota

48

Pengorganisasian Kegiatan Distribusi

49

EKONOMI PERTANIAN PADI ORGANIK
Penggunaan Hasil Panen

53
53

Permintaan dan Akses Pasar

53

Pendapatan dan Keuntungan Bertani Padi Organik

54

Pola Nafkah Rumah Tangga Petani

56

Jenis Tanaman yang Dibudidayakan Selain Padi

57

FAKTOR-FAKTOR YANG MENGHAMBAT DAN MENDUKUNG
PERTANIAN ORGANIK
Faktor-Faktor Yang Mendukung
Faktor-Faktor Yang Menghambat
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

59
59
59
63
63
64
65
67
73

DAFTAR TABEL
1 Luas area pertanian organik Indonesia 2012.
2
2 Luas wilayah Desa Mangunsari menurut penggunaan
19
3 Jumlah penduduk menurut mata pencahariannya
21
4 Jumlah dan persentase responden menurut lama bertani organik
31
5 Karakteristik petani menurut umur
41
6 Karakteristik petani menurut tingkat pendidikan
42
7 Jumlah dan persentase petani menurut jumlah anggota keluarga
42
8 Jumlah dan persentase petani menurut status petani di Desa Mangunsari dan
Desa Madugondo, tahun 2013.
43
9 Jumlah dan persentase petani menurut luas lahan
44
10 Hubungan umur petani padi organik terhadap pelatihan padi organik
44
11 Hubungan umur petani terhadap penerapan pertanian padi organik
45
12 Hubungan luas lahan garapan petani terhadap penerapan pertanian padi
organik
46
13 Jumlah dan persentase petani menurut penggunaan hasil panen dalam satu
musim tanam
53
14 Perbandingan input dan output usahatani konvensional dan organik per 0.1 Ha
per musim menurut kelompok petani organik Desa Mangunsari dan Desa
Madugondo, Jawa Tengah, Tahun 2013.
55
15 Jumlah dan persentase petani menurut pekerjaan sampingan
57
16 Responden menurut jenis tanaman yang dibudidayakan selain padi
57

DAFTAR GAMBAR
1 Peta Lokasi Desa Mangunsari
20
2 Peta Lokasi Desa Madugondo
22
3 Petani sedang membajak sawah
32
4 Petani melakukan pengolahan lahan
33
5 Persemaian Benih
34
6 Padi berumur 15 hari
35
7 Sistem Jajar Legowo
35
8 Petani sedang ngokrok
36
9 Alat Kokrok
36
10 Pestisida alami dan pupuk organik
37
11 Sebaran responden menurut akses mereka terhadap bantuan modal
48
12 Sebaran responden menurut peningkatan pengetahuan hasil pembinaan
49
13 Rantai distribusi beras organik yang dilakukan di tempat penelitian
50
14 Sebaran responden menurut pemilihan saluran pemasaran hasil produksi
pertanian
51

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Data kebutuhan pengiriman beras
Daftar data responden penelitian
Tabulasi frekuensi
Photo penelitian 2013

67
69
70
71

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil padi terbesar di dunia,
dengan hasil produksi rata-rata tahun 2002-2006 mencapai 53 juta ton per tahun
dengan luas area yang ditanami lebih dari 11.6 juta hektar (BPS 2007). Beras
menjadi makanan pokok bagi hampir 95 persen penduduk Indonesia, dengan ratarata konsumsi sekitar 133 kg per orang per tahun. Setiap penduduk rata-rata
mengeluarkan 25 persen pendapatan mereka untuk beras, dan persentasenya
semakin tinggi untuk masyarakat miskin. Selain itu, pertanian beras masih
memegang peranan penting dalam menyediakan lapangan kerja di pedesaan dan
sebagai mata pencaharian utama petani.
Memasuki abad 21, masyarakat dunia mulai menyadari adanya bahaya dari
pemakaian bahan kimia sintetik dalam bidang pertanian. Penggunaan bahan kimia
sintetik tersebut menyebabkan berbagai kerusakan alam dan lingkungan
khususnya, dalam ekosistem pertanian seperti: berkurangnya berbagai jasad renik
dalam tanah, terbunuhnya berbagai musuh alami, meningkatnya populasi hama
maupun penyakit tanaman, polusi pada tanah, air, dan udara.
Penggunaan pupuk dan pestisida sintetik terhadap lingkungan
mengakibatkan ketidakamanan hasil produksi sehingga Departemen Pertanian
pada tahun 2001 meluncurkan program “Go Organik 2010” yang menjadi
alternatif solusi dari pertanian konvensional. Program ini memiliki aspek
peningkatan mutu, nilai tambah, efisiensi sistem produksi, serta kelestarian
sumberdaya alam dan lingkungan yang merupakan isu dan menjadi sasaran utama.
Selain dapat menjaga kelestarian lingkungan, pertanian organik juga dapat
meningkatkan perekonomian petani karena harga jual produk organik yang lebih
mahal di pasaran. Disamping itu, status sosial pelaku pertanian organik meningkat
yang ditandai dengan meningkatnya prestise yang mereka peroleh ketika
menerapkan pertanian padi organik.
Masyarakat saat ini semakin arif dalam memilih bahan pangan yang aman
bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya hidup sehat dengan slogan “Back to
Nature” telah menjadi trend baru meninggalkan pola hidup lama yang
menggunakan bahan kimia, seperti pupuk, pestisida sintetik dan hormon tumbuh
dalam produksi pertanian. Pangan yang aman dan bergizi tinggi dapat diproduksi
dengan metode baru yang dikenal dengan pertanian organik.
Menurut Sutanto (2002), pertanian organik sebagai suatu sistem produksi
pertanaman yang berasaskan daur ulang secara hayati. Daur ulang hara dapat
melalui sarana limbah tanaman dan ternak, serta limbah lainnya yang mampu
memperbaiki status kesuburan dan struktur tanah. Strategi pertanian organik
adalah memindahkan hara secepatnya dari sisa tanaman, kompos, dan pupuk
kandang menjadi biomassa tanah yang selanjutnya setelah mengalami proses
mineralisasi akan menjadi hara dalam larutan tanah. Dengan kata lain, unsur hara
didaur ulang melalui satu atau lebih tahapan bentuk senyawa organik sebelum
diserap tanaman. Hal ini berbeda dengan pertanian konvensional yang
memberikan unsur hara secara cepat dan langsung dalam bentuk larutan sehingga

2
segera diserap dengan takaran dan waktu pemberiaan yang sesuai dengan
kebutuhan tanaman.
Departemen Pertanian memberikan introduksi dan bantuan untuk
mendukung program “Go Organik 2010”, hal ini tidak didukung dengan
banyaknya petani yang menerapkan pertanian organik. Merujuk pada penelitian
Widiarta (2011) hanya 14 orang dari 374 petani yang menerapkan pertanian
organik yaitu anggota paguyuban di Desa Ketapang, Kecamatan Susukan,
Kabupaten Semarang, sedangkan sebagian besar petani masih menerapkan
pertanian konvensional. Alasan yang menyebabkan masih sedikitnya petani yang
mengadopsi pertanian organik tersebut adalah sebagai berikut: 1) pola pikir petani
yang masih pragmatis terhadap praktik pertanian organik dan rendahnya
kesadaran para petani terhadap kelestarian lingkungan, 2) petani tidak puas jika
hanya menggunakan pupuk organik karena warna hijau daun tanaman padi kurang
terlihat, 3) praktik pertanian organik tidak menjamin bebas hama, 4) penggunaan
pupuk organik lebih sulit daripada pupuk kimia sintetik, 5) sebagian petani tidak
memiliki pasokan pupuk kandang, 6) banyak petani di Desa Ketapang yang
berstatus sebagai buruh tani, sehingga mereka harus mengejar target hasil panen
dari petani pemilik lahan, 7) sumber air irigasi jauh dari lahan pertanian dan
kemungkinan besar sudah tercemar oleh bahan kimia sintetik dari lahan pertanian
konvensional di sekitarnya, 8) tingkat produktivitas pertanian organik lebih
rendah daripada pertanian konvensional, sehingga jumlah hasil panen kurang
memuaskan khususnya pada masa-masa awal bertani organik.
Pertanian organik mendorong perbaikan lima sumber daya yaitu perbaikan
sumber daya manusia, perbaikan sumber daya alam, perbaikan sumber daya
sosial, perbaikan sumber daya ekonomi, dan perbaikan sumber daya infrastruktur
(Saragih 2008). Berdasarkan data Statistik Pertanian Organik Indonesia (SPOI)
yang diterbitkan oleh Aliansi Organik Indonesia (AOI) tahun 2012, diketahui
bahwa total luas area pertanian Indonesia tahun 2012 adalah 213023.55 Ha,
menurun 5 persen dari tahun sebelumnya. Angka ini termasuk luas area pertanian
organik yang disertifikasi (organik dan konversi), dalam proses sertifikasi,
dijamin PAMOR dan tanpa sertifikasi. Detail luas area setiap tipe lahan dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Luas area pertanian organik Indonesia 2012.
Tipe Area Pertanian Organik
Area tersertifikasi
Area dalam proses sertifikasi
Area dengan sertifikasi PAMOR
Area tanpa sertifikasi

Luas (Ha)
62127.82
1382.88
50.79
149462.06

Persentase (%)
29.16
0.65
0.02
70.17

Total

213023.55

100.00

Sumber: Statistik Pertanian Organik Indonesia (SPOI) 2012.

Di Indonesia sentra produksi untuk padi organik berada di Jawa Tengah,
Jawa Timur, Jawa Barat dan Jogyakarta. Desa Mangunsari, Kecamatan Sawangan,
Kabupaten Magelang, Jawa Tengah merupakan salah satu daerah yang
menerapkan pertanian padi organik . Penerapan pertanian organik pada komoditas
padi sawah dimulai kembali sejak tahun 2006 setelah sempat terputus dengan

3
adanya program intensifikasi pertanian. Adapun yang mendorong petani kembali
menerapkan sistem pertanian organik karena meningkatkan nilai ekonomi bagi
petani sehingga mereka beralih dari pertanian konvensional, selain itu petani
mulai menyadari akan pentingnya hidup selaras dengan alam dan adanya
keinginan untuk mewariskan pertanian organik kepada anak cucu kelaknya.
Tujuan dari penerapan pertanian organik ini adalah guna menjaga ketersediaan
pangan, kelestarian lingkungan, memproduksi hasil pertanian yang aman untuk
dikonsumsi dan meningkatkan ekonomi petani.
Merujuk pada uraian di atas pertanyaan utama penelitian yang muncul
adalah bagaimana telaah sosial dan ekonomi petani padi organik di Desa
Mangunsari, Kecamatan Sawangan, dan Desa Madugondo, Kecamatan Kajoran,
Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah? Alasan melihat Desa Mangunsari
dan Desa Madugondo adalah dengan pertimbangan bahwa desa tersebut secara
bertahap telah menerapkan sistem pertanian organik pada tahun 2006. Koperasi
Lumbung Pangan Merapi Magelang merupakan koperasi yang mendukung
perkembangan pertanian organik khususnya varietas padi menthik susu wangi
yang merupakan produk unggulan yang dihasilkan oleh petani di Desa
Mangunsari dan Desa Madugondo. Koperasi Lumbung Pangan Merapi Magelang
juga bekerjasama dengan Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan
(BP2KP) untuk melakukan pelatihan dan sekolah lapang serta memberi jaminan
pasar yang tetap untuk mendistribusikan panen petani. Hasil panen yang
dihasilkan tidak mengandung pestisida sintetik dan pengolahannya masih bersifat
tradisional yaitu dengan cara tuton. Sehingga menghasilkan kadar air yang lebih
sedikit jika dikonsumsi dan tidak mudah basi. Oleh karena itu, penulis tertarik
untuk melakukan penelitian di lokasi tersebut.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, secara spesifik
penelitian ini memusatkan perhatian pada permasalahan yang disebutkan di bawah
ini:
1. Bagaimana karakteristik dari petani padi organik di desa penelitian?
2. Bagaimana peran organisasi/lembaga yang terdapat dalam sistem pertanian
organik?
3. Bagaimana tingkat pendapatan petani padi organik?
4. Faktor-faktor apa sajakah yang menghambat dan mendukung pertanian padi
organik?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang dipaparkan diatas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Menganalisis karakteristik dari petani padi organik
2. Mengidentifikasi peran organisasi/lembaga yang terdapat dalam sistem
pertanian organik.
3. Menganalisis tingkat pendapatan petani padi organik
4. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat dan mendukung pertanian
padi organik.

4
Manfaat Penelitian
Penelitian ini semoga memiliki manfaat kepada berbagai pihak, yaitu
sebagai berikut:
1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan kajian
untuk penelitian selanjutnya mengenai pertanian padi organik.
2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan menjadi penambahan ilmu dalam
melakukan pertanian padi organik dan senantiasa tetap berkeinginan tinggi
dalam mengembalikan tradisi dalam bertani khususnya untuk menjaga
kesuburan tanah dan keadaan lingkungan.
3. Bagi LSM dan pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran
dan pola perubahan untuk sistem budidaya pertanian di Negeri ini serta
membuka niat ikhlas dan kerja sama dari pemerintah dan LSM dalam
pengembangan masyarakat serta menjadikan petani lebih berdaya.

5

PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Perkembangan Sistem Pertanian Padi Sawah di Pedesaan Jawa
Sebelum tahun 1960-an para petani di pedesaan Jawa menerapkan sistem
pertanian tradisional dalam mengelola lahan pertanian mereka. Beberapa ciri yang
tampak sebagaimana yang dikemukakan oleh Suhirmanto (2003) yakni (1)
usahatani tidak menggunakan fasilitas modal dari luar keluarga, (2) pekerjaan di
sektor pertanian menjadi satu-satunya mata pencaharian, (3) cara produksi
tradisional dengan digunakannya input yang berasal dari lokal (lingkungan
sekitar), dan (4) penggunaan tenaga kerja tradisi dan menggunakan tenaga kerja
keluarga dan sebagainya.
Sejak tahun 1960-an, para petani di pedesaan Jawa menerapkan pertanian
modern sebagai implementasi dari kebijakan revolusi hijau. Salah satunya
mengenai kebijakan pemerintah dalam meningkatkan produksi pangan utama
yang telah menghantarkan teknologi di daerah pedesaan, paket BIMAS, INMAS,
INSUS, Supra INSUS dan sebagainya. Sampai tahun 1987 sudah jelas bahwa
kebijakan tersebut dapat meningkatkan produksi padi. Bahkan mencapai
swasembada beras setelah tahun 1984.
Pembangunan pertanian yang didasarkan pada kebijakan revolusi hijau
cenderung tidak menunjukkan adanya suatu keberlanjutan baik secara sosial,
ekonomi maupun ekologi. Sehubungan dengan itu, pada pertengahan tahun 1980an, konsep keberlanjutan telah mendapat perhatian yang lebih besar sebagai kritik
atas pendekatan industrial pada proses pembangunan pertanian. Dalam
perkembangannya, sistem pertanian organik juga muncul sebagai salah satu istilah
dari pembangunan berkelanjutan tersebut (Salikin 2003). Sistem pertanian organik
muncul sebagai kritik atas sistem pertanian modern atau revolusi hijau. Memiliki
sisi historis pertanian di seluruh pelosok dunia, sebelum sistem pertanian modern
tersebut berkembang. Banyak sistem pertanian tradisional yang berlangsung dan
bertahan selama berabad-abad dalam hal kemampuannya untuk mempertahankan
tingkat produksi yang stabil dan berkelanjutan. Namun demikian, sistem tersebut
terpaksa mengalami perubahan yang begitu cepat dengan berkembangnya
berbagai mekanisme penerapan kebijakan revolusi hijau.
Adapun pertanian organik yang dilakukan oleh petani-petani di Indonesia
mulai berkembang di tahun 1999 dengan inisisasi oleh berbagai bentuk
pendampingan oleh lembaga-lembaga swadaya (LSM) masyarakat. Masyarakat
petani di beberapa pedesaan di Indonesia khususnya di Jawa sudah merubah
sistem pertanian mereka dari sistem pertanian modern menjadi sistem pertanian
organik (Wangsit dan Daniel 2003). Pada tahun 2001, pemerintah Indonesia
melalui Departemen Pertanian juga telah melakukan serangkaian tahapan
sosialisasi mengenai pertanian organik kepada masyarakat1. Untuk memajukan
pertanian organik, Departemen Pertanian menempatkan perencanaan dan
1

Dede Sulaeman. Perkembangan Pertanian Organik di Indonesia. Diunduh pada tanggal 2013
Oktober 23, pukul 20.25. Tersedia pada:
http://agribisnis.go.id/index.php?files=Berita_Detail&id=344

6
implementasi pertanian organik sebagai salah satu kebijakan pemerintah dalam
program pembangunan pertanian di Indonesia. Kebijakan pemerintah tersebut
ditujukan untuk menumbuhkan, memfasilitasi, mengarahkan dan mengatur
perkembangan pertanian organik melalui adanya sinergi aktivitas dan pelaku
usaha yang dapat mempercepat pencapaian tujuan dari slogan “Go Organic 2010”
yaitu menjadikan “Indonesia sebagai salah satu produsen pangan organik utama
dunia”. Pertanian organik dirancang pengembangannya dalam enam tahapan
mulai dari tahun 2001 hingga tahun 2010.
Konsep dan Definisi Pertanian Organik
Keberhasilan pembangunan pertanian selama ini telah memberikan
dukungan yang sangat tinggi terhadap pemenuhan kebutuhan pangan rakyat
Indonesia, namun demikian disadari bahwa dibalik keberhasilan tersebut terdapat
kelemahan-kelemahan yang perlu diperbaiki. Produksi tinggi yang telah dicapai
banyak dan didukung oleh teknologi memerlukan input (masukan) bahan-bahan
anorganik yang tinggi terutama bahan kimia pertanian seperti pupuk urea,
TSP/SP-36, KCl, pestisida, herbisida, dan produk-produk kimia lainnya yang
berbahaya bagi kesehatan dengan dosis yang tinggi secara terus-menerus, terbukti
menimbulkan banyak pencemaran yang dapat menyumbang degradasi fungsi
lingkungan dan perusakan sumberdaya alam, serta penurunan daya dukung
lingkungan. Adanya kesadaran akan akibat yang ditimbulkan dampak tersebut,
perhatian masyarakat dunia perlahan mulai bergeser ke pertanian yang
berwawasan lingkungan. Dewasa ini masyarakat sangat peduli terhadap alam dan
kesehatan, maka muncullah tekhnologi alternatif lain, yang dikenal dengan
“pertanian organik”, “usaha tani organik”, “pertanian alami”, atau “pertanian
berkelanjutan masukan rendah”. Pengertian tersebut pada dasarnya mempunyai
prinsip dan tujuan yang sama, yaitu untuk mendeskripsikan sistem pertanian yang
bergantung pada produk-produk organik dan alami serta total tidak termasuk
penggunaan bahan-bahan sintetik.
Sutanto (2002) menyatakan bahwa pertanian organik dipahami sebagai
suatu sistem produksi pertanaman yang berazaskan daur ulang secara hayati.
Istilah pertanian organik menghimpun seluruh imajinasi petani dan konsumen
yang secara serius dan bertanggung jawab menghindarkan bahan kimia dan pupuk
yang bersifat meracuni lingkungan dengan tujuan untuk memperoleh kondisi
lingkungan yang sehat. Petani juga berusaha untuk menghasilkan produksi
tanaman yang berkelanjutan dengan cara memperbaiki kesuburan tanah
menggunakan sumber daya alami seperti mendaur-ulang limbah pertanian.
Dengan demikian pertanian organik merupakan suatu gerakan “kembali ke alam”.
Dalam melaksanakan pertanian organik perlu menyertakan tanaman legum dalam
pergiliran tanaman, meningkatkan kemampuan tanaman legum dalam menambat
nitrogen, dan penggunaan pupuk hijau: rumput, gulma untuk bahan kompos
sejauh limbah pertanaman dan limbah ternak selalu dimonitor. Karena berusaha
selaras dengan alam, maka pertanian organik tidak bisa dilakukan secara
multiculture dalam jumlah besar.
Kegunaan budidaya organik pada dasarnya ialah membatasi kemungkinan
dampak negatif yang ditimbulkan oleh budidaya kimiawi atau yang seringkali
disebut sebagai pertanian konvensional. Meskipun sistem pertanian organik
dengan segala aspeknya jelas memberikan keuntungan banyak kepada

7
pembangunan pertanian rakyat dan penjagaan lingkungan hidup termasuk
konservasi sumber daya lahan, namun penerapannya tidak mudah dan akan
menghadapi banyak kendala. Faktor-faktor kebijakan umum dan sosio-politik
sangat menentukan arah pengembangan sistem pertanian sebagai unsur
pengembangan ekonomi (Notohadiprawiro 1992 dalam Sutanto 2002). Sistem
pertanian organik mengajak manusia kembali ke alam sambil tetap meningkatkan
produktivitas hasil tani melalui perbaikan kualitas tanah dengan tidak memakai
atau mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia. Pertanian organik menghargai
kedaulatan dan otonomi petani berdasarkan nilai-nilai lokal.
Prinsip-prinsip Pertanian Organik
Prinsip dasar pertanian organik berfungsi sebagai panduan posisi, program
dan standar. Menurut IFOAM2 (2006) ada empat prinsip yang bersifat normatif
atau disusun sebagai etika dalam pengembangan pertanian organik. Keempat
prinsip pertanian organik tersebut adalah prinsip kesehatan, ekologi, keadilan dan
kepedulian yang menjadi satu kesatuan dan digunakan secara ketergantungan.
Prinsip-prinsip tersebut disusun untuk mengilhami tindakan dalam mewujudkan
visi pertanian organik menjadi nyata. Berikut ini penjelasan untuk masing-masing
prinsip pertanian organik:
1) Prinsip Kesehatan
Pertanian organik harus berkelanjutan dan mendorong kesehatan tanah,
tanaman, hewan, manusia, dan planet sebagai satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Jadi, pertanian organik berperan dalam menjaga dan meningkatkan
kesehatan ekosistem serta organisme yang terlibat di dalamnya pada semua proses
sistem usahataninya.
2) Prinsip Ekologi
Pertanian organik harus diterapkan berdasarkan pada siklus dan sistem
ekologi kehidupan. Bekerja, meniru dan berusaha memelihara sistem dan siklus
ekologi kehidupan sehingga dapat menjamin keberlanjutan ekologi.
3) Prinsip Keadilan
Pertanian organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin
keadilan terkait dengan lingkungan dan kesempatan hidup bersama.
4) Prinsip Perlindungan
Pertanian organik harus dikelola secara hati-hati dan bertanggung jawab
untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang
serta lingkungn hidup.
Sistem Pertanian Organik
Merujuk pada Salikin (2003) bahwa sistem pertanian organik merupakan
salah satu model dari sistem pertanian berkelanjutan. Sistem pertanian organik
pun paling tidak memiliki tujuh keunggulan dan keuntungan sebagai berikut:
1. Orisinil. Sistem pertanian organik lebih mengandalkan keaslian atau
orisinalitas sistem budi daya tanaman ataupun hewan dengan menghindari
rekayasa genetika ataupun introduksi teknologi yang tidak selaras alam.
Intervensi budi daya manusia terhadap tanaman atau hewan tetap mengikuti
kaidah-kaidah alamiah yang selaras, serasi, dan seimbang. Namun demikian,
2

International Federation for Organic Agriculture Movement

8

2.

3.

4.

5.

6.

7.

pertanian organik tidak berarti anti teknologi baru, sejauh hal itu memenuhi
azas selaras, serasi, dan seimbang dengan alam.
Rasional. Sistem pertanian organik berbasis pada rasionalitas bahwa hukum
keseimbangan alamiah adalah ciptaaan Tuhan yang paling sempurna. Manusia
sebagai bagian dari sistem jagad raya bukan ditakdirkan menjadi penguasa
alam raya, tetapi bertanggung jawab untuk menjaga dan melestarikannya.
Nilai-nilai rasionalitas harus digunakan secara seimbang dengan sistem nilai
agama, etika, dan estetika yang menempatkan manusia sebagai makhluk paling
mulia.
Global. Saat ini, sistem pertanian organik menjadi isu global dan mendapat
respon serius di kalangan masyarakat pertanian, terutama di negara-negara
maju di mana masyarakat sudah sangat sadar bahwa pertanian ramah
lingkungan menjadi faktor penentu kesehatan manusia dan kesinambungan
lingkungan. Pada berbagai pertemuan ilmuwan lingkungan tingkat dunia, tema
sistem pertanian organik selalu menjadi agenda utama dan menarik karena
menyambut kepentingan global atau kepentingan bersama umat manusia di
planet bumi ini.
Aman. Sistem pertanian organik menempatkan keamanan produk pertanian,
baik bagi kesehatan manusia ataupun bagi lingkungan, sabagai pertimbangan
utama. Pertimbangan berikutnya adalah kualitas dan kuantitas komoditas
pertanian, termasuk kecukupan kadar gizi dan volume yang mampu memenuhi
kebutuhan hidup manusia.
Netral. Sistem pertanian organik tidak menciptakan ketergantungan atau
bersifat netral sehingga tidak memihak pada salah satu bagian ataupun pelaku
dalam sistem agroekosistem. Hubungan saling ketergantungan atau simbiosis
yang terbina antarpelaku sistem lebih bersifat mutualisme atau saling
menguntungkan. Sistem pertanian industrial telah menciptakan ketergantungan
petani pada penggunaan bibit unggul, pestisida, dan pupuk kimia buatan
pabrik. Eksistensi kemandirian petani tereduksi oleh hubungan ekonomi yang
menempatkan nilai uang di atas segala-galanya.
Internal. Sistem pertanian organik selalu berupaya mendayagunakan potensi
sumber daya alam internal secara intensif. Artinya, introduksi input-input
pertanian dari luar ekosistem (external inputs) pertanian sedapat mungkin
dihindari untuk mengurangi terjadinya disharmoni siklus agroekosistem yang
sudah berlangsung lama dan terkendali oleh kaidah hukum alam.
Kontuinitas. Sistem pertanian organik tidak berorientasi jangka pendek, tetapi
lebih pada pertimbangan jangka panjang untuk menjamin keberlanjutan
kehidupan, baik untuk generasi sekarang maupun generasi yang akan datang.
Bumi seisinya ini bukanlah milik kita tetapi merupakan titipan anak cucu kita.

Sistem Pertanian Masukan Luar Rendah
Reijntjes et al. (1999) dalam bukunya yang berjudul “Pertanian Masa
Depan” secara lugas dan komprehensif membahas pertanian berkelanjutan dengan
menggunakan input luar rendah atau populer dengan istilah LEISA (Low External
Input Sustainable Agriculture). Kata “keberlanjutan” sekarang ini digunakan
secara meluas dalam lingkup program pembangunan. Namun apa arti
sesungguhnya kata ini? Keberlanjutan dapat diartikan sebagai “menjaga agar
suatu upaya terus berlangsung”, “kemampuan untuk bertahan dan menjaga agar

9
tidak merosot”. Dalam konteks pertanian, keberlanjutan pada dasarnya berarti
kemampuan untuk tetap produktif sekaligus tetap mempertahankan basis sumber
daya. Metode LEISA mengacu pada bentuk-bentuk pertanian sebagai berikut.
1. Optimalisasi pemanfaatan sumber daya lokal yang ada dengan
mengombinasikan berbagai macam komponen sistem usaha tani, yaitu
tanaman, ternak, ikan, tanah, air, iklim, dan manusia sehingga saling
melengkapi dan memberikan efek sinergi yang paling besar.
2. Pemanfaatan input luar dilakukan hanya bila diperlukan untuk melengkapi
unsur-unsur yang kurang dalam agroekosistem dan meningkatkan sumber daya
biologi, fisik, dan manusia. Dalam memanfaatkan input luar, perhatian utama
diberikan pada maksimalisasi daur ulang dan minimalisasi kerusakan
lingkungan.
Metode LEISA tidak bertujuan memaksimalkan produksi dalam jangka
pendek, namun untuk mencapai tingkat produksi yang stabil dan memadai dalam
jangka panjang. LEISA berupaya mempertahankan dan sedapat mungkin
meningkatkan potensi sumber daya alam serta memanfaatkannya secara maksimal
proses-proses alami. Pada prinsipnya, hasil produksi yang keluar dari sistem atau
dipasarkan harus diimbangi dengan tambahan unsur hara yang dimasukkan ke
dalam sistem tersebut.
Sekalipun implementasi model LEISA secara empiris lebih luwes dari pada
sistem pertanian organik, namun pergeseran dari sistem pertanian industrial ke
sistem pertanian hemat energi membutuhkan proses penyadaran dan penyesuaian
yang tidak mudah dan dalam waktu yang lama. Dengan model LEISA,
kekhawatiran penurunan produktivitas secara drastis dapat dihindari, sebab
penggunaan input-input luar masih diperkenankan, sebatas hal tersebut sungguhsungguh penting atau mendesak dan tidak ada pilihan lain. Model LEISA masih
menjaga toleransi keseimbangan antara pemakaian input internal dan input
eksternal.
Hubungan LEISA dengan Organik bisa dikelompokkan sebagai berikut:
1. Menjamin kondisi tanah yang mendukung bagi pertumbuhan tanaman,
khususnya dengan mengelola bahan-bahan organik dan meningkatkan
kehidupan dalam tanah.
2. Mengoptimalkan ketersediaan unsur hara dan menyeimbangkan arus unsur
hara, khususnya melalui pengikatan nitrogen, pemompaan unsur hara, daur
ulang dan pemanfaatan pupuk luar sebagai pelengkap. Namun untuk pertanian
organik tidak menggunakan pupuk luar berupa bahan kimia sintetis tetapi
dengan memanfaatkan sumber daya alam.
3. Meminimalkan kerugian sebagai akibat radiasi matahari, udara, dan air dengan
cara pengelolaan iklim mikro, pengelolaan air, dan pengendalian erosi.
4. Meminimalkan serangan hama dan penyakit terhadap tanaman dan hewan
melalui pencegahan dan perlakuan yang aman.
5. Saling melengkapi dan sinergi dalam penggunaan sumber daya genetik yang
mencakup penggabungan dalam sistem pertanian terpadu dengan tingkat
keanekaragaman fungsional yang tinggi.

10
Kelembagaan Pertanian Padi Sawah
Uphoff dalam Indriana
(2010), mendefenisikan kelembagaan yaitu
seperangkat norma dan perilaku yang bertahap dari waktu ke waktu dengan
melayani tujuan yang bernilai secara kolektif. Kelembagaan tersebut didasarkan
pada sektor-sektor tingkat lokalitas terbagi menjadi tiga bidang yaitu (1) sektor
publik (public sector), sektor partisipatoris (participatory sector), dan sektor
swasta (private sector). Kelembagaan sektor publik di tingkat lokal mencakup
administrasi dan pemerintah lokal dengan birokrasi dan organisasi politik sebagai
bentuk organisasi yang mutakhir. Kelembagaan sektor partisipatoris tumbuh dan
dibangkitkan oleh masyarakat secara sukarela. Sementara itu, kelembagaan sektor
swasta, berorientasi pada upaya mencari keuntungan, yakni dalam bidang jasa,
perdagangan, dan industri.
Menurut Scott dalam Indriana (2010) menguraikan bahwa kelembagaan
adalah gabungan dari elemen regulatif, normatif, dan pengetahuan budaya
bersamaan dengan gabungan aktivitas dan sumber daya, menyajikan stabilitas dan
makna untuk kehidupan sosial. Adanya sistem regulatif, normatif, dan
pengetahuan budaya merupakan bahan dasar utama dalam suatu kelembagaan.
Ketiga elemen membentuk suatu kontinum yang bergerak dari kebingungan
menuju ketidakbingungan, dari tekanan legal menuju penerimaan apa adanya.
Kelembagaan-kelembagaan pertanian sebagai lembaga kemasyarakatan
yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akan mata pencaharian dapat
diidentifikasi dari tulisan Indriana (2010), Suhirmanto (2003), Radandima (2003)
yakni kelembagaan hubungan-hubungan kerja pertanian yang meliputi bentuk
hubungan kerja (sistem gotong royong, sistem upah harian dan sistem upah
borongan), dan biaya upah (mencangkul, sewa ternak, bajak dan sewa traktor);
kelembagaan penguasaan lahan yang meliputi struktur kepemilikan tanah, cara
penguasaan tanah, pola penyakapan, timngkat keeratan pemilik-pengarap serta
arah dan cara peralihan hak milik atas tanah; kelembagaan panen, kelembagaan
sewa lahan, kelembagaan bagi hasil, kelembagaan bagi hasil bibit, kelembagaan
pinjaman modal, kelembagaan tebasan, kelembagaan diversifikasi, kelembagaan
sistem pengaiaran. Kelembagaan-kelembagaan tersebut muncul dan berubah
seiring dengan pengembangan sistem pertanian dari tradisional menjadi sistem
pertanian modern atau konvensional. Selain itu dinamika kelembagaan tersebut
juga terbentuk dari masuknya teknologi seperti halnya teknologi irigasi. Namun,
faktor lain yang utama mempengaruhi dinamika kelembagaan pertanian tersebut
adalah kebijakan revolusi hijau sebagai implementasi dari modernisasi pertanian.
Sehubungan dengan itu, seiring dengan adanya perubahan sistem pertanian maka
berubah pula kelembagaan pertanian pada masyarakat setempat. Demikian pula
halnya dengan terjadinya perubahan darin sistem pertanian modern atau
konvensional menjadi sistem pertanian organik.
Pertanian Organik Dalam Kajian Sosial-Ekonomi
Pengembangan pertanian organik juga berpotensi meningkatkan pendapatan
petani terutama karena: (1) penerapan pertanian organik memungkinkan petani
menghemat biaya operasional karena petani mampu mencukupi dan mengolahnya
sendiri sarana produksi pertanian yang digunakan, dan (2) karena sifat premium
pertanian organik, harga dari hasil pertanian yang dihasilkan lebih mahal sehingga
pendapatan yang diterima petani lebih besar.

11
Seiring dengan perubahan pada tingkat petani, kesadaran akan bahaya atau
residu bahan kimia yang terkandung dalam bahan pangan yang dihasilkan dengan
menggunakan asupan kimia pada tingkat konsumen juga mulai meningkat. Produk
organik mulai dicari dan telah menciptakan tren baru dalam pola konsumsi dan
menjadi gaya hidup khususnya bagi konsumen kelas menengah keatas. Adanya
tren tersebut akan menambah penghasilan dari petani. Perbedaan label atas pangan
organik dan non organik pun dilakukan. Inilah yang kemudian membuat produk
pangan organik harganya sedikit lebih mahal dibandingkan non organik. Pangan
organik mahal, salah satu alasan mengapa petani pindah ke pertanian organik.
Menurut Susanto (2005), partisipasi masyarakat setempat adalah esensial
dalam penerapan setiap strategi pengembangan pertanian. Harus diusahakan
kesadaran publik yang lebih besar atas peranan vital yang bisa dimainkan oleh
organisasi-organisasi masyarakat setempat, kelompok-kelompok wanita,
kelompok-kelompok tani, kelompok-kelompok masyarakat adat, dalam
pengembangan pertanian organik. Partisipasi masyarakat setempat begitu
ditekankan karena untuk mengatasi hama walang sangit.
Keberlanjutan Ekonomi
Menurut Ho dan Ching (2006), pertanian organik menjamin keberlanjutan
ekonomi yang terlihat dari:
1) Produksi yang lebih efisien dan menguntungkan dihasilkan dari pertanian
organik melalui peningkatan produktivitas, biaya rendah namun keuntungan
tinggi.
2) Pertanian organik dapat meningkatkan ketahanan pangan dan keuntungan bagi
masyarakat lokal selain baik juga untuk kesehatan.
Sejumlah keuntungan yang dapat diperoleh dari aktivitas pertanian organik
di bidang ekonomi diungkapkan oleh Sulaeman (2008) sebagai dukungan atas
aktivitas pertanian organik, antara lain:
1) Meningkatkan pendapatan petani
2) Terciptanya lapangan kerja baru di pedesaan
3) Meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk agribisnis secara
berkelanjutan.

12
Kerangka Pemikiran
Faktor Sosial:
 Pengaruh organisasi
 Penghambat dan
pendukung pertanian
padi organik







Karakteristik petani:
Usia
Tingkat pendidikan
Jumlah anggota keluarga
Pelatihan
Status penguasaan lahan

Pertanian
Organik








Keterangan :

Faktor Ekonomi:
 Permintaan
 Keuntungan
 Akses pasar

Praktik Pertanian
Organik:
Penyiapan lahan
Persiapan benih/
persemaian
Penanaman
Pengendalian
hama dan penyakit
Pemeliharaan
tanaman
Panen

: Mempengaruhi
: Hubungan
Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dirumuskan maka dapat
disusun hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Diduga terdapat hubungan antara karakteristik petani yaitu umur dengan
penerapan pertanian padi organik.
2. Diduga terdapat hubungan antara umur petani dengan pelatihan yang diikuti
oleh petani dalam menerapkan pertanian padi organik.
3. Diduga terdapat hubungan pemilikan lahan pertanian dengan penerapan
pertanian padi organik.

13

Definisi Operasional
Penelitian ini menggunakan beberapa istilah operasional yang digunakan
untuk mengukur berbagai peubah. Masing-masing peubah terlebih dahulu diberi
batasan sehingga dapat ditentukan indikator pengukurannya. Istilah-istilah
tersebut yaitu:
1. Usia/umur adalah lama hidup responden dengan mengacu kepada
pengelompokan usia responden dikategorikan menurut Havighurst (1950)
dalam Mugniesyah (2006) yang merinci masa usia dewasa, dibagi ke dalam 3
fase, yaitu:
a. masa mula/ awal dewasa (18-30 tahun)
b. masa usia pertengahan (31-55 tahun)
c. masa tua (55 tahun ke atas)
2. Tingkat pendidikan merupakan jenjang pendidikan formal yang telah
ditempuh, pernah atau sedang dijalani. Dibedakan menjadi tiga kategori wajib
belajar 9 tahun, yaitu:
a. Rendah (Tidak sekolah-Tamat Sekolah Dasar)
b. Sedang (Tamat Sekolah Menengah Pertama dan atau sederajat)
c. Tinggi (Tamat Sekolah Menengah Atas-Perguruan Tinggi)
3. Jumlah anggota keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang masih
menjadi tanggungan responden sampai sekarang.
a. 1-2 ( Rendah, skor 1)
b. 3-4 (Sedang, skor 2)
c. > 4 (Tinggi, skor 3)
4. Tingkat Pendapatan adalah ukuran taraf hidup yang dilihat dari jumlah
penghasilan petani dari mata pencahariannya sebagai petani yang dilihat dari
penghasilan hasil panen terakhir dikurangi dengan biaya-biaya produksi.
Tingkat pendapatan dikategorikan menjadi tiga kategori berdasarkan sebaran
data sesuai data lapang. Pengukuran ini dikaterogikan menjadi:
d. Rendah (skor 1)
: 400.000 ≤ x ≤ 700.000
e. Sedang (skor 2)
: 700.000 ≤ x ≤ 1.000.000
f. Tinggi (skor 3)
: ≥ 1.000.000
5. Penguasaan lahan merupakan suatu keadaan dimana petani dapat mengakses
atau mempunyai daya untuk memanfaatkan lahan. Untuk penentuan kategori
pengukuran dilakukan berdasarkan hasil rataan luas lahan menurut kondisi
lapang. Luas lahan di lapang per-Keso (1000 m²) diubah dalam satuan hektar
(ha).
a. Sempit (skor 1) : (0.10-0.45)
b. Luas (skor 2)
: (0.46-0.81)
6. Pelatihan adalah suatu proses dimana orang-orang mencapai kemampuan
tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi dan individu. Dalam
penelitiaan ini, dapat diukur dan dilihat dari jumlah petani mengikuti pelatihan
yang diadaakan oleh kelompok per tahun. Pengukurannya:
a. Rendah (skor 1) : 1-3
b. Sedang (skor 2) : 3-6
c. Tinggi (skor 3) : >6

14
7. Status kepemilikan lahan adalah suatu ukuran lahan yang dimiliki oleh
responden dalam hal bentuk hubungan dengan tanah. Struktur agraria perdesan
padi sawah di Jawa mempunyai lima ragam (Wiradi 2008) yaitu:
a. Pemilik penggarap murni, yaitu bagi petani yang hanya menggarap lahan
sendiri.
b. Penyewa dan penyakap murni, yaitu bagi petani yang tidak memiliki lahan
tetapi mempunyai lahan garapan melalui pola hubungan sewadan/atau bagi
hasil (tunakism, tetapi penguasa lahan efektif).
c. Pemilik penyewa dan/atau pemilik penyakap, yaitu bagi petani yang selain
menggarap lahannya sendiri juga menggarap lahan milik orang lain.
d. Pemilik bukan penggarap, yaitu bagi petani yang tidak menggarap lahan
hanya mempekerjakan anak atau orang lain untuk mengolah lahannya.
e. Tunakisma mutlak, yaitu petani yang tidak mempunyai lahan sama sekali
dan tidak mempunyai garapan (umumnya buruh tani dengan pola hubungan
kerja sistem buruh upahan lepas).
8. Pengalaman berusahatani/berorganisasi dalam penerapan pertanian padi
organik yaitu lamanya petani menekuni usahatani padi organik dan keterlibatan
dalam berorganisasi dengan kelompok tani organik yang disesuaikan dengan
pernyataan setiap responden dan dinyatakan dalam tahun (Th).
a. Baru, yaitu selama 2-7 tahun
b. Lama, yaitu selama 8-13 tahun
9. Permintaan adalah sejumlah barang yang dibeli atau diminta pada suatu harga
dan waktu tertentu.
10. Keuntungan usahatani per musim tanam adalah jumlah total pendapatan petani
per musim tanam dikurangi jumlah total biaya input produksi pertanian,
keuntungan dihitung dalam satuan rupiah (Rp).
11. Akses pasar yaitu kemampuan atau peluang petani dalam memasarkan atau
menjual produk pertaniannya kepada konsumen melalui berbagai macam
saluran distribusi berdasarkan permintaan konsumen. Akses pasar dinilai dari
banyak dan terbukanya saluran distribusi yang bisa dijangkau oleh petani
sendiri dengan otoritas harga jual produk dari petani. Adapun indikator yang
digunakan yaitu:
i. Terdapat tempat langganan menjual hasil panen.
ii. Ada potensi menjual hasil panen di tempat lain.
Pengukuran indikator ini meliputi jawaban “ya” (1) dan “tidak” (2) dan
dikategorikan menjadi:
a. Rendah (skor 1) : jika total nilai 2
b. Sedang (skor 2) : jika total nilai 3-4
c. Tinggi (skor 3) : jika total nilai 4 ke atas.
12. Pengaruh adalah kegiatan atau keteladanan yang baik secara langsung atau
tidak langsung mengakibatkan suatu perubahan perilaku dan sikap orang lain
atau kelompok dalam mengambil suatu keputusan.
13. Penghambat adalah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai
hal, keadaan atau penyebab lain yang menghambat (merintangi, menahan,
menghalangi).
14. Pendukung adalah sesuatu hal yang mendorong untuk dapat mewujudkan suatu
kegiatan yang ingin dicapai.
15. Penyiapan lahan:

15
a) kegiatan yang dilakukan dua minggu sebelum masa tanam dan dilakukan
sebanyak 3 kali, yaitu pembajakan, penggaruan, dan pemerataan tanah.
b) setelah pembajakan selesai, pupuk organik ditaburkan secara merata dengan
dosis rata-rata 7.000 kg/ha atau sesuai dengan kebutuhan. Petani menggunakan
pupuk yang berasal dari bahan organik seperti pupuk kompos, kandang, hijau,
dan lain-lain.
c) keadaan air macak-macak harus dipertahankan dengan cara menutup pintu
masuk dan keluarnya air agar tanah dan unsur hara tidak terbawa hanyut.
d) setelah perataan tanah selesai, dibuat saluran air tengah dan saluran air di
pinggir di sekeliling pematang.
15. Persiapan benih/persemaian yaitu kegiatan dengan kebutuhan dan pola tanam
yang akan digunakan, seperti:
a) persemaian dilakukan pada baki/pipit/bak kecil yang terbuat dari kayu atau
langsung membuat persemaian dilahan.
b) benih = 10-15 kg/ha, benih bukan berasal dari hasil rekayasa dan tidak
diperlakukan dengan bahan kimia sintetik ataupun zat pengatur tumbuh dan
bahan lain yang mengandung zat adiktif.
c) media = campuran tanah dengan pupuk organik dengan perbandingan 1:1.
d) umur persemaian = 8-10 HSS.
16. Penanaman yaitu kegiatan dimana benih padi di tanam di lokasi dengan rincian
sebagai berikut:
a) umur benih = 8-10 HSS
b) jumlah tanam/lubang = 1 batang/tunas
c) jarak tanam yang disesuaikan dengan kebutuhan setempat (20 cm × 20 cm,
22,5 cm × 22,5 cm, 25 cm × 25 cm).
d) dianjurkan untuk menggunakan tanam sistem legowo 2:1, 3:1, atau 4:1.
17. Pengendalian hama tanaman yaitu kegiatan untuk menekan kerusakan dan
kehilangan hasil, dengan rincian sebagai berikut:
a) program rotasi tanaman yang sesuai.
b) perlindungan musuh alami hama melalui penyediaan habitat yang cocok,
seperti pembuatan pagar hidup dan tempat predator ekologi yang menjaga
vegetasi asli dari hama predator setempat.
c) pemberian musuh alami, termasuk pelepasan predator dan parasit.
d) penggunaan pestisida nabati dan bahan alami lainnya.
e)pengendaliaan mekanis, seperti penggunaan perangkap, penghalang cahaya
dan suara.
18. Pemeliharaan tanaman yaitu kegiatan mempertahankan kelembaban tanah, yaitu
dengan menggunakan pemberian air dengan menggunakan saluran pengairan
keliling pematang dan saluran bedengan, sehingga keadaan tanah tidak
tergenang. Serta, pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang
tidak menggunakan bahan kimia sintetik, tetapi berupa pengaturan sistem
budidaya, pestisida nabati dan bahan kimia lainnya.
19. Panen yaitu kegiatan dimana pengelolaan produk harus dipisah dari produk non
organik (jika disekitar produk organik terdapat produk non organik) dan tidak
menggunakan bahan yang mengandung zat adiktif.

16

17

METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kuantitatif dan didukung dengan data kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan
dengan metode survei kepada petani organik. Sedangkan data kualitatif diperoleh
melalui wawancara mendalam kepada informan. Data kuantitatif digunakan untuk
memperoleh data mengenai karakteristik petani organik, sumber pengetahuan
petani dalam penerapan pertanian organik, ekonomi petani dan kendala yang
dihadapi petani dengan melakukan peralihan ke pertanian organik. Sedangkan
data kualitatif digunakan untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam dari
informan seperti tokoh adat, ketua RT, kepala desa, dan ketua kelompok tani.
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan di dua Desa yang berbeda berdasarkan keadaaan
geografis, yaitu Desa Mangunsari, dan Desa Madugondo, Kabupaten Magelang,
Provinsi Jawa Tengah. Pemilihan lokasi dilakukan dengan ca

Dokumen yang terkait

Analisis Tingkat Ketimpangan Pendapatan dan Kemiskinan Petani Padi Sawah di Desa Sidodadi Ramunia Kecamatan Deli Serdang

19 143 103

Mina Padi : Kombinasi Dwi Fungsi Protein Bagi Petani

8 87 10

Akses Pangan Rumah Tangga Petani Padi Sawah Studi Kasus Di Desa Sempung Polding Kecamatan Lae Parira Kabupaten Dairi

2 48 112

Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Sayur Mayur di Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan Medan Marelan Kota Medan

1 39 115

Hubungan Tingkat Kosmopolitan Dengan Sikap Petani Padi Sawah Terhadap Kelompok Tani di Kabupaten Deli Serdang

1 32 89

Perkembangan Teknologi Budidaya Padi Sawah Yang Diterapkan Petani Untuk 5 Tahun Terakhir SertaDampaknya Terhadap Sosial Ekonomi Petani di DesaLubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai

1 50 146

Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi Dengan Sikap Petani Padi Sawah Pada Pola Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) Pupuk Bersubsidi (Studi Kasus: Desa Cinta Damai, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang)

7 68 81

Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi Dengan Tingkat Adopsi Petani Padi Sawah Dalam Metode SLPTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu) (Studi kasus : Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang)

3 58 57

Hubungan Faktor Sosial Ekonomi Petani Padi Sawah Dengan Tingkat Adopsi Teknologi Rumah Kompos (Studi Kasus : Desa Sei Buluh, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 49 105

Dampak Virus Ikan Terhadap Keadaan Sosial Ekonomi Petani Ikan Mas Di Danau Toba ( Studi Kasus Kelurahan Haranggaol Kecamatan Haranggaol Horisan)

1 42 175