Uji Toksisitas Akut Ekstrak Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) yang Diukur dengan Penentuan LD50 terhadap Tikus Putih (Rattus norvegicus).

UJI TOKSISITAS AKUT EKSTRAK BIJI MAHONI (Swietenia
mahagoni Jacq.) YANG DIUKUR DENGAN PENENTUAN LD50
TERHADAP TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

MELIANA EKA SAPUTRI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Toksisitas Akut
Ekstrak Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) yang Diukur dengan Penentuan
LD50 terhadap Tikus Putih (Rattus norvegicus) adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan apa pun dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir
skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Meliana Eka Saputri
NIM B04100002

ABSTRAK
MELIANA EKA SAPUTRI. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Biji Mahoni (Swietenia
mahagoni Jacq.) yang Diukur dengan Penentuan LD50 terhadap Tikus Putih
(Rattus norvegicus). Dibimbing oleh SITI SA’DIAH dan ADI WINARTO.
Biji mahoni lazim digunakan di masyarakat sebagai ramuan tradisional
pengobatan diabetes mellitus. Uji toksisitas akut ini dilakukan untuk mengetahui
tingkat keamanan penggunaan ekstrak biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.)
sebagai antihiperglikemia. Penelitian ini menggunakan hewan coba sebanyak 20
ekor tikus putih dan dibagi menjadi 5 kelompok; 1 kelompok kontrol dan 4
kelompok perlakuan. Kelompok kontrol diberikan akuades dan kelompok
perlakuan diberi suspensi sediaan uji ekstrak bji mahoni dengan dosis bertingkat
sebanyak 2, 4, 8, 16 g/kg bobot badan (BB). Pemberian suspensi ekstrak dan
akuades menggunakan sonde lambung dan diberikan dalam dosis tunggal.
Mortalitas dan gejala klinis diamati pada 24 jam pertama setelah perlakuan dan

dilanjutkan pengamatan selama 6 hari berikutnya. Hasil utama penelitian ini
adalah mengetahui nilai LD50 yaitu sebesar 7.998 g/kg BB dengan kisaran 5.360
hingga 11.928 g/kg BB dan termasuk dalam kategori toksik ringan. Pengamatan
histomorfologi menunjukkan adanya perubahan pada kedua organ yang dievaluasi
(hati dan ginjal).
Kata kunci: histomorfologi, LD50, Swietenia mahagoni Jacq.,uji toksisitas akut.

ABSTRACT
MELIANA EKA SAPUTRI. Acute Toxicity Test Of Mahogany Seeds Extract
(Swietenia Mahagoni Jacq.) Using LD50 Formulation to Albino Rats (Rattus
norvegicus). Supervised by SITI SA’DIAH and ADI WINARTO.
Mahogany seeds are commonly used as a traditional herb to treat diabetes
mellitus by the local community. Acute toxicity test was done to evaluate the safety
level of mahagony seeds extract as antihyperglycemic purpose. This study used 20
female white rats and divided into 5 groups; 1 group of control and 4 treatment
groups. The control group was treated by oral administration of aquadest and the
treatment groups by mahogany seeds extract at doses of 2, 4, 8, 16 g/kg body
weight (BW). The extract suspension and aquadest were given orally by using rat
stomach tubein a single dose. Mortality and clinical observations were examine in
the first 24 hours post treatment and continued to 6 days afterwards. The primary

output is the LD50 values, which was calculated at 7.998 g/kg BW with a range
value of 5.360 up to 11.928 g/kg BW. The LD50 value classified as a mild toxic.
Histomorphological evaluation showed that the morphological changes were
identified in both ofevaluated organs (liver and kidney).
Keywords: acute toxicity test, histomorphology, LD50, Swietenia mahagoni Jacq.

UJI TOKSISITAS AKUT EKSTRAK BIJI MAHONI (Swietenia
mahagoni Jacq.) YANG DIUKUR DENGAN PENENTUAN
LD50 TERHADAP TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

MELIANA EKA SAPUTRI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

: Uji Toksisitas Akut Ekstrak Biji Mahoni (Swietenia
mahagoni Jacq.) yang Diukur dengan Penentuan LD50
terhadap Tikus Putih (Rattus norvegicus).
Nama Mahasiswa : Meliana Eka Saputri
NIM
: B04100002

Judul Skripsi

Disetujui oleh

Siti Sa’diah, MSi Apt
Pembimbing I

Drh Adi Winarto, PhD PAVet
Pembimbing II


Diketahui oleh

Drh Agus Setiyono, MS PhD APVet
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Tanggal Lulus: (

)

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Uji
Toksisitas Akut Ekstrak Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) yang Diukur
dengan Penentuan LD50 terhadap Tikus Putih (Rattus norvegicus)” dapat
diselesaikan.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada ayah, ibu, adik (Dani, Risma,
Alim) atas kasih sayang, motivasi, dan doa yang dilimpahkan kepada penulis.
Terima kasih kepada Siti Sa’diah,M.Si dan Drh Adi Winarto,PhD PAVet selaku
dosen pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan dukungan, saran,
motivasi, serta masukan dalam pengerjaan tugas akhir ini. Terima kasih kepada

Prof. Fachriyan Hasmi Pasaribu sebagai dosen pembimbing akademik penulis.
Terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah mendanai
penelitian ini melalui Skim Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi Penelitian
Dasar untuk Bagian dengan nomor kontrak 281/IT3.41.2/L2/SPK/2013 atas nama
Prof. Dr. drh. Tutik Wresdiyati, PAVet.
Ucapan terima kasih juga penulis para sahabat tercinta (Novialita Aesa Putri,
Zella Nofitri, Nurul Fuadi Abbas, Venny Febriyany, St. Khadijah, Aulia Manar,
Fitriah Idris, Maya Sofia, Febrinita Ulfah, Astari Bintang, Zahra Zetiara), tementeman acromion 47 serta seperjuangan di IPB khususnya di fakultas Kedokteran
Hewan atas motivasi dan dukungannya dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
Pada akhirnya penulis sadar bahwa tulisan ini masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.
Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis khususnya,
dan umunya bagi pembaca.
Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat dan memberikan pengetahuan
bagi pembaca.
Bogor, September 2014
Meliana Eka Saputri

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


viii

DAFTAR GAMBAR

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian


2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.)

2

Uji Toksisitas Akut

2

Organ Hati

3

Organ Ginjal


3

METODE PENELITIAN

4

Waktu dan Tempat Penelitian

4

Alat

4

Bahan

4

Prosedur Penelitian


5

Analisis Data

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Nilai Lethal Dose 50 (LD50)

6

Gejala Klinis

8

Pengamatan Histomorfologi Organ


9

SIMPULAN DAN SARAN

13

DAFTAR PUSTAKA

13

LAMPIRAN

16

RIWAYAT HIDUP

17

DAFTAR TABEL
1 Jumlah kematian tikus setelah pemberian ekstrak
2 Kategori toksisitas berdasarkan nilai LD50 menurut Lu (1995)
3 Hasil pengamatan gejala klinis selama 24 jam setelah pemberian
ekstrak biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.)

7
7
8

DAFTAR GAMBAR
1 Histomorfologi jaringan hati yang diberi ekstrak biji mahoni
2 Histomorfologi jaringan ginjal yang diberi ekstrak biji mahoni

10
11

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penggunaan tanaman sebagai bahan baku obat dalam upaya
mempertahankan kesehatan masyarakat telah lama kita ketahui. Sebagian obat
modern yang beredar di dunia diketahui berasal dari bahan aktif yang diisolasi dan
dikembangkan dari tanaman. Indonesia memiliki 25 000 - 30000 jenis tanaman
dan lebih dari 1000 jenis telah diketahui dapat digunakan sebagai obat (Dewoto
2007). Tumbuhan tersebut menghasilkan metabolit sekunder dengan struktur
molekul dan aktivitas biologik yang beraneka ragam yang memiliki potensi yang
sangat baik untuk dikembangkan menjadi obat berbagai penyakit.
Salah satu tumbuhan obat yang banyak digunakan oleh masyarakat adalah
biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq). Masyarakat Indonesia dan India
menggunakan biji mahoni untuk pengobatan diabetes mellitus (De et al. 2011).
Biji mahoni memiliki efek farmakologis antipiretik, anti jamur, menurunkan
tekanan darah tinggi (hipertensi), antidiabetes mellitus, mengobati malaria,
amoebiasis, batuk, dan endoparasit intestinal (Sahgal et al. 2010). Biji mahoni
telah diteliti memiliki aktivitas hipoglikemik sehingga dapat digunakan untuk
pengobatan diabetes mellitus (Al Hasan et al. 2011).
Sedikitnya informasi mengenai penelitian toksisitas akut biji mahoni
sebagai kandidat obat antidiabetes mellitus merupakan salah satu alasan
dilakukannya penelitian ini. Umumnya, tingkatan toksisitas akut suatu senyawa
dapat diketahui dengan melakukan uji Lethal Dose 50 (LD50). LD50 didefinisikan
sebagai dosis suatu zat yang dapat membunuh 50% hewan percobaan. Selain itu,
keamanan suatu senyawa juga dapat diketahui dengan melihat perbandingan
antara nilai Lethal Dose 50 (LD50) dan nilai Efektif Dose (ED50) yang disebut
dengan Indeks Terapeutik (IT). Semakin besar indeks terapeutik suatu obat, maka
semakin aman obat tersebut (Soemardji et al. 2002). Berdasarkan hal ini, nilai
LD50 ekstrak biji mahoni sangat diperlukan untuk mengetahui tingkat keamanan
penggunaannya sebagai kandidat obat antidiabetes mellitus.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji tingkat keamanan penggunaan
ekstrak biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) dengan mencari nilai LD50 pada
tikus putih serta mengetahui efek toksik terhadap organ hati dan ginjal melalui
gambaran histomorfologi.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat di bidang farmakologi
dan toksikologi, khususnya untuk mengetahui tingkat keamanan ekstrak biji
mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan
dalam penggunaannya sebagai kandidat obat antidiabetes.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.)
Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) merupakan tumbuhan tropis dan
merupakan salah satu tanaman obat. Mahoni yang digunakan sebagai tanaman
obat, maka sebaiknya tidak diberi pupuk kimia (anorganik) maupun pestisida.
Tanaman ini banyak ditemukan di Asia Selatan (India, Sri Lanka, dan
Bangladesh). Tanaman ini merupakan tanaman tahunan dengan tinggi ± 18-24 m,
berakar tunggang, berbatang bulat, percabangan banyak dan kayunya bergetah.
Daunnya majemuk menyirip, helaian daun berbentuk bulat telur, ujung dan
pangkalnya runcing, dan tulang daunnya menyirip. Daun muda berwarna merah,
setelah tua berwarna hijau. Buahnya berbentuk bulat telur, berkapsul, panjang 510 cm, diameter 3-6 cm, berlekuk lima, dan berwarna cokelat. Biji terdapat
didalam buah dan berbentuk pipih dengan ujung agak tebal dan warnanya coklat
kehitaman (Dyvya et al. 2012).
Biji mahoni diketahui mengandung flavonoid, alkaloid, terpenoid,
antraquinones, cardiac glikosida, saponin, dan minyak volatil (Bhurat et al. 2011).
Berikut merupakan klasifikasi Swietenia mahagoni Jacq. (ITIS 2011);
Kingdom
: Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Subkelas
: Rosidae
Ordo
: Sapindales
Family
: Meliaceae
Genus
: Swietenia Jacq.
Spesies
: Swietenia mahagoni Jacq.
Uji Toksisitas Akut
Ketoksikan akut adalah derajat efek toksik suatu senyawa yang terjadi
secara singkat (24 jam) setelah pemberian dalam sediaan uji. Uji toksisitas akut
dilakukan untuk mengukur derajat efek suatu senyawa yang diberikan pada hewan
coba tertentu, dan pengamatannya dilakukan pada 24 jam pertama setelah
perlakuan. Salah satu cara memperoleh data kuantitatif uji toksisitas yaitu dengan
penentuan Lethal Dose 50 (LD50).
LD50 didefinisikan sebagai dosis suatu zat yang secara statistik diperkirakan
akan membunuh 50% hewan percobaan (Paramveer et al. 2010). Pengaruh LD50
secara umum diukur menggunakan dosis bertingkat. Pemberian senyawa pada
hewan coba yang lazim adalah peroral. Menurut Environmental Protection
Agency (EPA 2002), LD50 digunakan untuk mengetahui kematian 50% hewan
percobaan dalam 24-96 jam. Menurut Hajra et al. (2012), Toksisitas akut
dilakukan untuk mengetahui mortalitas dan respon hewan percobaan selama 24
jam pertama setelah pemberian senyawa dan pengamatan berlangsung selama 7
hari.

3
Organ Hati
Hati merupakan organ terbesar dan merupakan kelenjar terbesar yang
memiliki banyak fungsi kompleks. Fungsi hati yaitu memetabolisme karbohidrat,
protein, kolesterol (lemak), hemoglobin, dan obat, mengekskresikan metabolit dan
empedu, dan detoksikasi (Ramadori et al. 2008).
Permukaaan hati diliputi oleh lapisan jaringan ikat padat, dan ditutupi oleh
peritoneum. Hati tersusun dalam lobulus yang didalamnya mengalir darah
melewati sel-sel hati melalui sinusoid dari cabang vena porta hepatika ke dalam
vena sentralis tiap lobulus. Setiap lobulus hati terbangun dari berbagai komponen,
yaitu sel-sel parenkim hati (hepatosit), vena sentralis, sinusoid, cabangcabangvena porta, cabang-cabang arteri hepatika, sel Kupffer dan kanalikuli
billiaris. Sel-sel Kupffer yang berada dalam lumen sinusoid bertindak sebagai
makrofag yang memiliki fungsi fagositik (Lu 1995).
Lobulus hati dapat dibagi menjadi tiga zona berdasarkan jaraknya dari
sumber suplai darah. Zona 1 merupakan zona yang terdekat dengan suplai darah
yaitu di tepi lobulus. Zona ini merupakan tempat sintesis glikogen, glikogenesis,
dan metabolisme protein. Zona 1 mendapatkan suplai oksigen paling baik, namun
zona ini akan terlebih dahulu terpapar oleh bahan-bahan toksik karena lokasinya
yang paling dekat dengan sumber suplai darah. Zona 3 berada di sekitar vena
sentralis sehingga hepatosit pada zona ini paling cepat mati karena mendapat
suplai darah dengan mutu paling rendah. Zona 3 merupakan tempat penyimpanan
glikogen, lemak, pigmen, dan tempat metabolisme bahan-bahan kimia. Zona 2
berada di antara zona 1 dan zona 3. Hepatosit-hepatosit pada zona 2 mendapatkan
suplai darah berkualitas sedang dan berbagi fungsi dengan zona lainnya (Maher
1997).
Organ Ginjal
Ginjal merupakan organ yang mempunyai fungsi utama dalam
mengeksresikan nitrogenous wastes seperti ureum, uric acid, kreatinin, dan
ammonium. Pada studi toksisitas, fungsi ginjal dapat dievaluasi melalui urinalisis
dan serum darah. Serum darah yang diperiksa adalah kreatinin dan ureum. Ureum
disintesis dari ammonia selama proses katabolisme protein. Kadar ureum
bergantung pada jumlah asam amino yang yang dikatabolis. Jumlah ureum
bervariasi dalam urin sesuai dengan jumlah ureum yang difiltrasi dan masukan
protein diet. Kadar ureum yang tinggi diakibatkan oleh faktor gangguan ginjal,
diet tinggi protein, dan proses katabolisme jaringan. Kadar ureum rendah
dikarenakan kurangnya asupan protein akibat kurang makan, gangguan
penyerapan, dan akibat insufiensi hati (Al Jazi et al. 2013).
Parameter lain yang digunakan untuk mengetahui fungsi ginjal adalah kadar
kreatinin. Kreatinin merupakan hasil degradasi dari kreatin dan merupakan produk
akhir dari metabolisme otot. Kreatinin disintesis dari asam amino arginin dan
glisin di dalam hati dan ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus dapat
meningkatkan konsentrasi kreatinin dalam serum. Kadar kreatinin tidak
dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, aktifitas, diet, dan kreatinin dieksresikan
melalui urin. Kerusakan yang terjadi pada ginjal dapat bersifat akut (bersifat
sementara) atau kronis karena kerusakan permanen. Gangguan pada ginjal seperti

4
infeksi ginjal atau masuknya bahan-bahan racun, polutan, dan obat-obatan yang
merusak ginjal dapat menyebabkan terhambatnya proses pembentukan urin.
Gangguan yang paling jelas pada kasus gagal fungsi ginjal adalah kemampuan
filtrasi glomerulus menurun. Akibatnya, jumlah urin berkurang, tekanan darah
meningkat dan timbul racun metabolisme dalam darah, terutama limbah
metabolisme nitrogen seperti urea dan kreatinin (Sulistyowati et al. 2013).
Kerusakan dapat menyebabkan berbagai dampak baik secara morfologi
maupun fungsional. Secara morfologis, kerusakan glomerulus ditandai dengan
terjadinya nekrosa dan ploriferasi dari sel membran serta infiltrasi leukosit.
Rusaknya glomerulus secara fungsional ditandai dengan berkurangnya perfusi
aliran darah, lolosnya protein dan makro molekul lain dalam jumlah yang besar
pada filtrat glomerulus. Kerusakan pada glomerulus juga dapat berupa atrofi dan
fibrosis sehingga menyebabkan atrofi sekunder pada tubulus renalis. Secara
mikroskopis kelainan dijumpai pada tubulus kontortus proksimal dapat berupa
degenerasi hidropis, degenerasi lemak, nekrosis, dan kalsifikasi.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Unit Pengelolaan Hewan Laboratorium (UPHL)
Fakultas Kedokteran Hewan, serta Laboratorium Histologi, Departemen Anatomi,
Farmakologi, dan Fisiologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei 2013 hingga Februari 2014.
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah biji mahoni, organ hati
dan ginjal, etanol 96%, akuades, paraformaldehid 4%, alkohol 70%, alkohol 80%,
alkohol 90%, alkohol 95%, alkohol absolut, xylol, parafin, pewarna Hematoxylin
dan Eosin (HE).
Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah vacum rotary evaporator,
kandang tikus, timbangan digital, spuit, sonde lambung, tabung erlenmeyer,
mortar, tissue basket, toples, scalpel, tissue embedding console, balok kayu,
microtome,object glass, cover glass, mikroskop cahaya, inkubator, kulkas, dan
penangas air.
ProsedurPenelitian
Persiapan Hewan Coba
Hewan coba yang digunakan dalam penelitian adalah tikus betina Sprague
Dawley. Hewan uji berasal dari Unit Pengelolaan Hewan Laboratorium (UPHL),
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Tikus yang digunakan
berumur 3-4 bulan dengan bobot berkisar 150 g sampai 200 g. Tikus percobaan di

5
adaptasikan selama 2 minggu dalam kandang kelompok agar dapat menyesuaikan
diri dengan lingkungannya. Kandang tikus ditempatkan pada ruangan yang
dilengkapi dengan exhauster untuk mengurangi penumpukan gas amonia.
Kandang terbuat dari plastik yang ditutup dengan kawat. Dasar kandang dialasi
dengan serbuk kayu yang diganti setiap 2 hari sekali. Pemberian pakan dan
minum diberikan secara ad libitum.
Pembuatan Ekstrak Biji Mahoni
Biji mahoni diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan larutan etanol
96% dengan perbandingan 1:5 selama 24 jam. Maserat yang diperoleh diuapkan
dengan vacum rotary evaporator pada suhu 50 oC hingga diperoleh ekstrak
kering. Selanjutnya pembuatan suspensi ekstrak dengan mencampurkan ekstrak
biji mahoni dengan akuades hingga homogen dengan konsentrasi 300 mg/ml .
Pengujian Toksisitas Akut pada Tikus
Sebanyak 20 ekor tikus putih galur Sprague Dawley dibagi menjadi 5
kelompok yang terdiri dari kelompok kontrol dan 4 kelompok perlakuan.
Kelompok kontrol (K) diberi akuades 1.5 ml sedangkan kelompok perlakuan
diberikan suspensi ekstrak biji mahoni dengan dosis bertingkat. Dosis yang dipilih
pada penelitian ini sebesar 2 g/kg BB (P1), 4 g/kg BB (P2), 8 g/kg BB (P3), dan
16 g/kg BB (P4). Pemberian ekstrak biji mahoni dilakukan menggunakan sonde
lambung. Volume maksimum larutan untuk tikus 200 g yaitu 5 ml (Assagaf 2013).
Pengamatan dilakukan selama 24 jam hingga satu minggu (Hajra et al. 2012).
Parameter utama yang diamati untuk menentukan nilai Lethal dose 50 (LD50)
adalah mortalitas tikus.
Perhitungan LD50 dengan Metode Weil
Salah satu cara menentukan nilai LD50 adalah dengan menggunakan
menggunakan metode Weil (Harmita dan Radji 2004). Metode Weil memiliki
rumus sebagai berikut:
log LD50 = log D + d (f+1)
Untuk mengetahui kisaran nilai LD50 digunakan rumus :
Log LD50 ± 2d x df
Keterangan
D
d
f
df

:
: Dosis terkecil yang digunakan
: Log dari kelipatan dosis (Log R)
: Faktor pada tabel Weil
: Faktor pada tabel Weil

Pembuatan Preparat Histologi
Tikus pada kelompok perlakuan yang telah mati diambil organ hati dan
ginjal kemudian difiksasi dengan paraformaldehid 4% selama satu minggu. Organ
dipotong dengan ukuran ±0.5 x 0.5 cm2 dan dimasukkan dalam tissue basket.
Jaringan tersebut direndam dengan alkohol 70%, kemudian dilakukan dehidrasi
pada konsentrasi alkohol 80%, 90%, 95% masing-masing selama satu hari,
dilanjutkan dengan perendaman pada larutan alkohol absolut I,II,III masing-

6
masing selama satu jam kemudian dilakukan penjernihan (clearing)pada larutan
xylol I,II,III masing-masing selama satu jam.
Tahap selanjutnya adalah parafinisasi, pada tahap ini jaringan direndam
dengan parafin I, parafin II, dan parafin III dalam inkubator 68oC masing-masing
selama satu jam. Tahap embedding atau pengeblokan kemudian dilakukan dengan
memasukkan jaringan ke dalam cetakan berisi parafin cair. Jaringan kemudian
didinginkan hingga mengeras dalam suhu kamar sehingga terbentuk blok parafin.
Penyayatan (section) dilakukan dengan memasang blok parafin dalam holder,
kemudian diiris tipis dengan menggunakan pisau mikrotom setipis mungkin (5
m). Jaringan kemudian dilekatkan dengan object glass.
Pewarnaan Hematoxylin dan Eosin
Pewarnaan dimulai dengan tahap deparafinisasi dan rehidrasi. Preparat
jaringan dimasukkan secara berturut-turut pada larutan xylol, alkohol absolut, 95%,
80%, 70% masing-masing selama tiga menit, kemudian ke dalam akuades selama
5 menit.
Preparat jaringan kemudian diteteskan dengan pewarna hematoxylin selama
dua menit kemudian dibilas dengan air mengalir dan dilakukan pewarnaan eosin
selama dua menit. Tahap selanjutnya adalah dehidrasi jaringan pada larutan
alkohol 70%, 80%, 95%, dan alkohol absolut masing-masing selama tiga menit.
Preparat jaringan selanjutnya dimasukkan dalam xylol selama lima menit untuk
penjernihan (clearing). Preparat yang telah terwarnai direkatkan pada kaca
penutup dengan menggunakan DPX mounting medium atau entelan.
Analisis Data
Data kuantitatif penentuan nilai LD50 diolah dengan menggunakan metode
Weil dan data kualitatif dari hasil pengamatan histomorfologi ditampilkan secara
deskripsi.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah nilai dan kisaran LD50
ekstrak biji mahoni, dan efek toksik pada organ hati dan ginjal melalui gambaran
histomorfologi.
Hasil
Nilai Lethal Dose 50 (LD50)
Pengujian toksisitas akut LD50 bertujuan dalam menentukan tingkatan
toksisitas suatu senyawa. Hasil pengujian terhadap kematian tikus terhadap
pemberian dosis bertingkat ekstrak biji mahoni disajikan dalam Tabel 1.

7
Tabel 1 Jumlah kematian tikus putih betina selama 24 jam setelah pemberian
ekstrak biji mahoni
Kelompok
Dosis
Jumlah
Jumlah
Mortalitas
perlakuan
sediaan uji
hewan uji
kematian (r)
(%)
(g/kg BB)
P1
2
4
0
0
P2
4
4
0
0
P3
8
4
2
50
P4
16
4
4
100
Tabel 1 menunjukkan pada kelompok perlakuan dengan dosis 2 g/kg BB
(P1) dan 4 g/kg BB (P2) tidak ditemukan kematian tikus. Kematian tikus
ditemukan pada kelompok perlakuan dengan dosis 8 g/kg BB (P3) dan 16 g/kg
BB (P4) selama pengamatan 24 jam setelah pemberian ekstrak biji mahoni dengan
persentase kematian masing-masing sebesar 50% dan 100%. Jumlah tikus
percobaan yang mati dalam kelompok perlakuan P1, P2, P3, dan P4 membentuk
pola kematian (r) = 0,0,2,4 dengan nilai f dan df pada tabel Weil masing-masing
sebesar 1.00000 dan 0.28868.
Nilai LD50 ekstrak biji mahoni diperoleh sebesar 7.998 g/kg BB dengan
kisaran nilai LD50 sebesar 5.360 g/kg BB hingga 11.928 g/kg BB. Berdasarkan
kategori toksisitas Lu (1995), ekstrak biji mahoni tersebut berada dalam kategori
toksik ringan karena berada pada kisaran nilai 5-15 g/kg BB. Penelitian uji
toksisitas akut ekstrak biji mahoni yang telah dilakukan oleh Sahgal et al. (2010)
dan Naveen et al. (2014) diperoleh nilai LD50 pada mencit yaitu lebih dari 5 g/kg
BB dan pada penelitian Hajra et al. (2012) diperoleh nilai LD50 ekstrak biji
mahoni pada tikus Wistar lebih dari 1 g/kg BB. Berdasarkan hal tersebut, hasil
yang diperoleh pada penelitian ini memberikan informasi terbaru mengenai nilai
dan kisaran LD50 ekstrak biji mahoni. Kategori toksisitas menurut Lu seperti
tampak pada Tabel 2.
Tabel 2 Kategori toksisitas berdasarkan nilai LD50 menurut Lu (1995)
Kategori
Lethal Dose 50 (LD50)
Supertoksik
5 mg/kg BB atau kurang
Amat sangat toksik
5-50 mg/kg BB
Sangat toksik
50-500 mg/kg BB
Toksik sedang
0.5-5 g/kg BB
Toksik ringan
5-15 g/kg BB
Praktis tidak toksik
>15 g/kg BB
Hasil pengujian LD50 ekstrak biji mahoni dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Faktor-faktor tersebut adalah spesies, strain, keragaman individu, jenis kelamin,
umur, berat badan, cara pemberian, kesehatan hewan, suhu lingkungan, dan
kondisi perkandangan. Faktor-faktor tersebut dibuat seragam sehingga respon
yang dihasilkan hanya dipengaruhi oleh perlakuan.

8
Gejala Klinis
Gejala yang teramati pada hewan percobaan selama periode pengamatan
mortalitas hewan coba 24 jam setelah pemberian sediaan ekstrak biji mahoni
tersaji dalam Tabel 3.
Tabel 3 Hasil pengamatan gejala klinis selama 24 jam setelah pemberian ekstrak
biji mahoni
Kelompok Dosis sediaan
Jumlah hewan coba
Gejala klinis yang timbul
perlakuan uji (g/kg BB)
Kontrol
Akuades
4
Tidak ada
P1
2
4
Tidak ada
P2
4
4
Tidak ada
P3
8
4
Depresi, rambut berdiri,
nafas dalam, kejang
kemudian mati
P4
16
4
Depresi, rambut berdiri,
diare, nafas dalam, kejang
kemudian mati
Ekstrak biji mahoni diketahui mengandung senyawa flavonoid, saponin,
triterpenoid, dan alkaloid (Wresdiyati et al.2013). Menurut Marlinda et al. (2012),
senyawa aktif yang terdapat dalam tanaman obat hampir selalu toksik apabila
diberikan dalam dosis tinggi. Gejala klinis yang terlihat setelah pemberian ekstrak
biji mahoni menunjukkan bahwa ekstrak tersebut berpotensi mendepres sistem
syaraf pusat. Penelitian Naveen et al. (2014) pada mencit juga menunjukkan
gejala klinis berupa kelemahan, anoreksia, keluar cairan dari mata dan telinga, dan
susah bernafas akibat keracunan ekstrak biji mahoni. Ekstrak biji mahoni bersifat
depresan kemungkinan disebabkan oleh kandungan senyawa flavonoid (Panda et
al. 2010). Senyawa flavonoid diteliti dapat mendepres sistem syaraf pusat
(Fernandez et al. 2006; Kumar et.al 2011).
Kematian dari tikus percobaan kelompok dengan pemberian dosis 8 g/kg
BB (P3) dan 16 g/kg BB (P4) kemungkinan disebabkan oleh kegagalan
pernafasan akibat depresi pusat pernafasan. Kegagalan pernafasan akan
menyebabkan gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida sehingga
menimbulkan berkurangnya oksigen dan meningkatnya karbon dioksida di
jaringan. Apabila kondisi ini telah sampai di otak, maka dapat menyebabkan
kerusakan membran sel susunan syaraf pusat sehingga mengakibatkan timbulnya
gejala berupa kejang hingga kematian.
Penyebab lain yang diduga dapat mengakibatkan kematian pada tikus
percobaan adalah kondisi hipoglikemia akut (kadar glukosa darah rendah) yang
disebabkan oleh senyawa saponin yang terkandung pada ekstrak biji mahoni
(Diwan et al. 2010). Kondisi hipoglikemia menyebabkan suplai glukosa ke otak
sedikit. Sel-sel otak hanya dapat menggunakan glukosa sebagai sumber energi
sehingga apabila kadar glukosa darah terlalu rendah, maka otak merupakan organ
pertama yang terkena dampaknya. Kondisi hipoglikemia yang sampai ke otak
dapat menimbulkan gejala berupa pusing, lelah, lemah, gangguan penglihatan,
kejang, dan koma. Hipoglikemia yang berlangsung lama dapat menyebabkan

9
kerusakan otak yang permanen sehingga menyebabkan kematian (Cryer 2007).
Selain itu, kematian juga dapat disebabkan oleh diare akut karena keracunan zat
toksik. Hal ini dikarenakan kondisi diare yang terjadi terus-menerus dalam waktu
singkat dapat menyebabkan tubuh hewan mengeluarkan cairan tubuh yang banyak
sehingga menyebabkan tubuh dehidrasi. Dehidrasi berat kemudian dapat
menyebabkan hantaran oksigen dan perfusi jaringan tidak optimal sehingga
menyebabkan syok hipovolemik yang dapat berujung pada kematian (Hardisman
2013).
Pengamatan Histomorfologi Organ
Penggunaan ekstrak biji mahoni sebagai kandidat obat diabetes mellitus
harus aman bagi tubuh dan tidak merusak organ. Keamanan penggunaan obat
tersebut salah satunya dapat dilihat dari pengamatan secara histomorfologi. Organ
yang dilakukan pemeriksaan histomorfologi adalah hati dan ginjal. Hasil
pengamatan histomorfologi pada organ hati memperlihatkan ekstrak biji mahoni
menimbulkan kerusakan berupa degenerasi lemak disekitar vena sentralis pada
dosis 16 g/kg BB (P4) sedangkan pada organ ginjal, kerusakan berupa degenerasi
dan nekrosis telah dapat dilihat pada dosis 8 g/kg BB (P3).
Perubahan Histomorfologi Hati
Hati merupakan organ yang sering menjadi sasaran zat toksik karena
memiliki fungsi detoksifikasi (menawarkan racun dalam tubuh). Perubahan yang
terjadi pada jaringan hati setelah adanya paparan toksik dapat berupa degenerasi
hidropis, degenerasi lemak, dan nekrosis sedangkan pada interstitium dapat terjadi
perubahan berupa kongesti dan dilatasi sinusoid. Pengamatan histomorfologi hati
(Gambar 1) setelah pemberian ekstrak biji mahoni menunjukkan adanya
perubahan hepatosit di daerah vena sentralis. Perubahan yang ditemukan meliputi
adanya dilatasi sinusoid dan degenerasi lemak, sedangkan nekrosa (kematian sel)
tidak ditemukan.
Pada kelompok perlakuan dengan pemberian ekstrak biji mahoni sebanyak 8
g/kg BB (P3), terlihat sitoplasma hepatosit tidak menunjukkan adanya perubahan
jika dibandingkan pada jaringan hati tikus kelompok kontrol. Perubahan berupa
degenerasi lemak dapat ditemukan pada kelompok perlakuan dengan dosis 16
g/kg BB (P4), namun tidak ditemukan adanya kematian sel (nekrosa).
Dilatasi sinusoid pada hati tikus kelompok perlakuan dengan dosis 16 g/kg
BB (P4) kemungkinan disebabkan oleh adanya perubahan berupa degenerasi
lemak yang menyebabkan terbentuknya vakuola-vakuola lemak. Vakuola lemak
ini menimbulkan banyak ruangan kosong sehingga dapat menyebabkan jarak antar
sinusoid menjadi lebih lebar (dilatasi). Penyebab lain dilatasi sinusoid berupa
adanya desakan pada dinding hepatosit akibat terjadinya pembendungan pada
vena (Wulandari et al. 2007).

10

Gambar 1 Histomorfologi jaringan hati tikus yang diberi ekstrak biji mahoni di
daerah vena sentralis (panah hitam). Jaringan hati kelompok K
(kontrol) dan kelompok perlakuan P3 (dosis 8 g/kg BB) terlihat
normal, kelompok perlakuan P4 (dosis 16 g/kg BB) mengalami
dilatasi sinusoid (panah merah), degenerasi lemak (panah biru).
Pewarnaan HE.
Degenerasi lemak ditandai dengan adanya akumulasi lemak atau trigliserida
dalam sitoplasma hepatosit. Kelainan ini adalah bentuk perubahan yang sering
ditemukan pada hati. Faktor penyebab degenerasi lemak dapat disebabkan karena
senyawa toksin, malnutrisi protein, diabetes mellitus, obesitas, kelebihan
konsumsi lemak, dan anoksia (Suhita et al. 2013; Nazaruddin et al. 2014).
Senyawa toksin yang mengakibatkan degenerasi lemak sel hati dapat berupa
senyawa chloroform, carbon tetrachlorida, glikosida, dan alkaloid yang berasal
dari tanaman tertentu.
Jalur metabolisme lemak di hati diawali dengan sintesa trigliserida (lemak
netral) di Smooth Endoplasmic Reticulum (SER). Trigliserida tersebut kemudian
bergabung dengan apoprotein yang disintesa di Rough Endoplasmic Reticulum
(RER) membentuk lipoprotein. Lipoprotein dan Low Density Lipoprotein (LDL)
mengalami hidrolisa menjadi kolesterol, fosfolipid, dan diangkut ke seluruh
jaringan oleh Very Low Density Lipoprotein (VLDL) (Harsa 2014). Kerusakan
hepatosit yang disebabkan oleh senyawa toksik mengakibatkan mobilisasi dan
metabolisme lemak terganggu sehingga terjadi akumulasi lemak intraseluler.

11
Penyebab lain dari degenerasi lemak adalah adanya kelebihan konsumsi
lemak. Ekstrak biji mahoni diketahui memiliki kandungan lemak tinggi,
glikolipid, fosfolipid, dan asam lemak bebas dalam jumlah besar seperti asam
myristic, asam palmitat, asam oleat, dan asam arachidonat (Rahman et al. 2010;
Suliman et al. 2013), sehingga pemberian ekstrak biji mahoni dengan dosis besar
berpotensi menyebabkan terjadinya deposit atau penimbunan lemak tersebut
dihati.
Degenerasi lemak yang terjadi pada kelompok perlakuan juga dapat terjadi
karena gangguan metabolisme lemak yang disebabkan oleh kondisi hipoksia
akibat efek depresan SSP ekstrak biji mahoni. Kondisi hipoksia dapat
menghambat oksidasi asam lemak yang masuk kedalam sel di mitokondria
menyebabkan perubahan berupa degenerasi lemak (Wulandari et al. 2007).
Kerusakan hati yang berupa degenerasi bersifat reversible dan dalam jumlah yang
rendah tidak berbahaya dan dapat kembali normal (Chodidjah et al. 2007).
Perubahan Histomorfologi pada Ginjal
Nefron merupakan unit fungsional dari ginjal yang terdiri dari korpuskulus
renalis dan tubulus renalis. Korpuskulus renalis terdiri dari kapsula Bowman dan
glomerulus. Tubulus proksimal terdiri dari sel epitel kubus dengan inti basal dan
permukaan luminal terdiri dari brush border yang berjajar. Tubulus distal terdiri
dari sel epitel kubus dan menyusun sepertiga dari total tubulus.
Hasil pemeriksaan histomorfologi ginjal tikus setelah pemberian ekstrak biji
mahoni pada kelompok perlakuan memperlihatkan adanya perubahan pada
korpuskulus dan tubulus renalis (Gambar 2). Ruang kapsula Bowman mengalami
perluasan terjadi pada tikus kelompok perlakuan dengan dosis 8 g/kg BB (P3) dan
16 g/kg BB (P4). Hal ini mengindikasikan glomerulus mulai mengalami
pengecilan (atropi). Glomerulus merupakan kapiler komplek yang mempunyai
fungsi utama dalam filtrasi (penyaringan) darah. Daya filtrasi dapat terganggu
apabila terjadi kerusakan glomerulus sehingga berpotensi untuk mengalirkan zat
racun ke tubuli dan menyebabkan lolosnya protein dan makromolekul dalam
jumlah besar pada filtrat glomerulus (Sulistyowati et al. 2013).
Menurut Hock dan Elstner (2005), derajat kerusakan tergantung pada sifat
dan jumlah senyawa yang masuk ke dalam aliran darah, karena efektifitas toksin
sangat bergantung pada tiga faktor yaitu jenis senyawa, konsentrasi, dan target
organ. Kerusakan jaringan ginjal selain terjadi di korpuskulus renalis juga dapat
ditemukan tubulus ginjal. Perubahan yang dapat ditemukan di tubulus ginjal
berupa degenerasi hidropis hingga nekrosa.
Degenerasi hidropis merupakan pembengkakan pada sitoplasma sel yang
disebabkan adanya akumulasi cairan berlebih akibat gagal mempertahankan
homeostasis dan regulasi cairan dalam sel. Degenerasi hidropis yang terjadi pada
tubulus ginjal kemungkinan disebabkan oleh kandungan triterpenoid yang
terkandung dalam biji mahoni. Triterpenoid diketahui dapat merusak membran sel
tubulus dengan menghambat transpor ion sodium (Na+) dan ion potasium (K+)
(Rasyad et al. 2012). Kerusakan membran sel mengakibatkan terjadinya
peningkatan permeabilitas membran sel. Hal ini mengakibatkan sel tidak mampu
mempertahankan homeostatis ion dan cairan sehingga terjadi perpindahan cairan
ekstrasel ke dalam sel.

12

Gambar 2 Histomorfologi jaringan ginjal setelah pemberian ekstrak biji mahoni.
Jaringan ginjal kelompok K (kontrol) terlihat normal, jaringan ginjal
kelompok perlakuan P3 (dosis 8 g/kg BB) dan P4 (dosis 16 g/kg BB)
terlihat mengalami perluasan ruang kapsula Bowman (panah merah),
degenerasi hidropis (panah hitam), dan nekrosa (panah biru).
Pewarnaan HE.
Nekrosa merupakan bentuk kematian sel yang bersifat permanen
(irreversible) sebagai bentuk lanjutan dari degenerasi. Nekrosa juga dapat
disebabkan oleh kondisi hipoksia yang terjadi selama perjalanan dari degenerasi
sel. Nekrosa pada tubulus ginjal terjadi pada kelompok perlakuan dengan dosis 8
g/kg BB (P3) dan dosis 16 g/kg BB (P4). Sel yang mengalami nekrosa
menunjukkan perubahan pada inti dan sitoplasma. Inti akan mengecil dan
berwarna biru akibat penggumpalan kromatin inti yang disebut dengan piknosis.
Inti sel bisa juga hancur (karyoreksis) dan bahkan menghilang (karyolisis).
Nekrosa juga ditandai dengan adanya infiltrasi sel radang untuk memfagosit sel
yang mati (Ratih et al. 2008), namun pada penelitian ini belum terlihat adanya
infiltrasi sel radang tersebut. Hal ini diduga karena proses nekrosa terjadi dalam
waktu yang singkat (akut).
Menurut penelitian Rasyad et al. (2012), pemberian ekstrak biji mahoni
selama 40 hari dengan dosis 76.44 mg/200 g BB pada tikus putih galur Wistar
menyebabkan terjadinya peningkatan kadar ureum dan kreatinin, sehingga
pemberian ekstrak biji mahoni pada dosis ini dapat bersifat nefrotoksik.

13

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Nilai LD50 ekstrak biji mahoniadalah 7.998 g/kg BB dengan kisaran nilai
LD50 sebesar 5.360 hingga 11.928 g/kg BB. Nilai LD50 termasuk dalam kategori
toksik ringan sehingga relatif aman digunakan. Pengamatan histomorfologi
menunjukkan adanya perubahan pada jaringan hati berupa degenerasi lemak
namun tidak ditemukan adanya nekrosa sedangkan pada organ ginjal, kerusakan
berupa degenerasi dan nekrosa telah terlihat mulai pada pemberian dosis 8 g/kg
BB (P3). Berdasarkan kedua organ yang dievaluasi secara histomorfologi,
diketahui ekstrak biji mahoni lebih bersifat nefrotoksik.
Saran
Perlu dilakukan pengamatan histomorfologi lebih lanjut pada organ tubuh
selain hati dan ginjal untuk mengetahui efek toksik yang timbul pada organ
tersebut dalam penggunaan biji mahoni sebagai obat. Selain itu, perlu dilakukan
pengujian lebih lanjut tentang toksisitas subkronis atau kronis biji mahoni sebagai
kandidat obat diabetes mellitus serta perlu dilakukan beberapa perhitungan LD50
dengan menggunakan metode lain sebagai pembanding.

DAFTAR PUSTAKA
Al Hasan SMM M, Khan MI, Umar BU. 2011. Effect of ethanolic extract of
Swietenia mahagony seeds on experimentally induced diabetes mellitus in
rats. Faridpur Med. Coll. J.6(2): 70-73.
Al Jazi BZ, Ali KO, Raeesa AM, Saada A, Asim AS, Fozia K. 2013. The effect of
high casein diet on the histology and function of rat kidney.Int J Health
Sci Res. 13(3):1-12.
Assagaf, F. 2013. Uji toksisitas akut (Lethal Dose 50) ekstrak etanol daun gedi
merah (Abelmonchus manihot L.) terhadap tikus jantan galur wistar
(Rattus norvegius L.).Jurnal Ilmiah Farmasi-UNSRAT.2(1):23-27.
Bhurat MR, Bavaskar SR, Agrawal AD, Bagad YM. 2011. A
Phytopharmacological Swietenia mahagoni Linn. Asian J. Pharm. Res.
1(1):1-4.
Chodidjah, Widayati E, Utari. 2007. Pengaruh pemberian air rebusan meniran
(Phyllantin niruri Linn) terhadap gambaran histopatologi hepar tikus wistar
yang terinduksi CCL4. Jurnal Anatomi Indonesia. 2(1): 8-12.
Cryer PE. 2007. Hypoglicemia, functional brain failure,and brain death. J Clin
Invest. 117(4):868-870.doi:10.1172/JCI31669.
De D, Chatterjee K, Ali KM, Bera TK, Ghosh D. 2011.Antidiabetic potentially of
aqueous-methanolic extract of seed of Swietenia mahagoni (L.) Jacq.in
streptozotocin induced diabetic male albino rat: A correlative and evidence

14
based approach with antioxidative and antihyperlipidemic activities.
Evidence Based Complementary and Altenative Medicine. 2011(1):1-4.
Dewoto HR. 2007. Pengembangan obat tradisional indonesia menjadi biofarmaka.
Maj Kedokt Indon. 57(7):205-211.
Diwan FH, Hassan AA, Mohammed ST. 2000. Effect of saponin on mortality and
histopathological changes in mice.Eastern Mediterranean Health
Journal.6:345-351.
Dyvya K, Pradeep HR, Kumar KK, Hari VKR, Jyothi T. 2012. Herbal drug
Swietenia mahagoni jacq.Global J Res. Med. Plants & Indigen. Med.
1(10):557-567.
[EPA] Environmental Protection Agency. 2002. Methods for Measuring the Acute
Toxicity of Effuents and Receiving Waters to Freshwater and Marine
Organism. Washington (US): United States Environmental Protection
Agency. p 41-50.
Fernandez SP, Wasowski C, Loscalzo LM, Granger RE, Johnston GAR, Paladini
AC, Marder M. Central nervous system depressant action of flavonoid
glycosides. European Journal of Pharmacology. 539(2006):168-176.
Hock B, Eltsner EF. 2005. Plant Toxycology. 4th Edition. New York (US) :
Marcel Dekker. p 331-469.
Hajra S, Mehta A, Panday P. 2012. Immunostimulating activity of methanolic
extract of Swietenia mahagoni seeds.Int J Pharm Pharm Sci.4(1):442-445.
Hardisman. 2013. Memahami patofisiologi dan aspek klinis syok
hipovolemik:update dan penyegar. Jurnal Kesehatan Andalas.2(3):178-181.
Harmita, Radji M. 2004. Buku Ajar Analisis Hayati. Depok (ID): Departemen
Farmasi Fakultas MIPA Univesitas Indonesia. hlm 49-78.
Harsa IMS. 2014. Efek pemberian diet tinggi lemak terhadap profil lemak darah
tikus putih (Rattus norvegicus). Jurnal Ilmiah Kedokteran.3(1):21-28.
[ITIS] Integrated Taxonomic Information System. 2011. Swietenia mahagoni (L.)
Jacq
[Internet].
[diunduh
5
Juli
2014].
Tersedia
pada:
http://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TNS&search
_value=29026.
Kumar B, Sandhar HK, Prasher S, Tiwari P, Salhan M, Sharma P. 2011.
Phytochemistry and pharmacology of flavonoids. Internationale
Pharmaceutica Sciencia. 1(1):25-41.
Lu FC. I995. Toksikologi Dasar : Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian
Risiko.Nugroho E, penerjemah. Jakarta (ID): UI Press. Terjemahan dari:
Basic Toxicology: Fundamentals, Target Organs, and Risk Assesment. Ed
ke-2. hlm 85-104.
Naveen YP, Rupini GD, Ahmed F, Urooj A. 2014. Pharmacological effects and
active phytoconstituents of Swietenia mahagoni. J IntegrMed. 12(2):8693.doi: 10.1016/S2095-4964(14)600 18-2.
Maher JJ. 1997. Exploring alcohol’s effect on liver function. Alcohol Health And
Research World.21(1):5-12.
Marlinda M, Sangi MS, Wuntu AD. 2012. Analisis senyawa metabolit sekunder
dan uji toksisitas ekstrak etanol biji buah alpukat (Persea americana Mill).
Jurnal MIPA UNSRAT. 1(1):24-28.
Nazaruddin, Aliza D, Aisyah S, Zainuddin, Syafrizal. Gambaran histopatologis
hepatopankreas udang windu (Penaeus monodon) akibat infeksi virus

15
hepatopankreatika parvovirus (HPV). 2014. Jurnal kedokteran hewan.
8(1):27-29.
Panda SP, Bera S, Naskar S, Ardhikary S, Kandar CC, Haldar PK. 2010.
Depressant and anticonvulsant effect of methanol extract of Swietenia
mahagoni in mice. Indian J.Pharm.Educ. Res. 44(3):283-287.
Paramveer D, Chanchal M, Paresh M, Rani A, Shrivastava B, Nema RK. 2010.
Effective alternative methods of LD50 help to save number of exprimental
animals. J. Chem. Pharm. Res. 2(6):450-453.
Price SA, Wilson LM. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Edisi 6. Jakarta (ID) : EGC. hlm 472-476.
Rasyad AA, Mahendra P, Hamdani Y. 2012. Uji nefrotoksik dari ekstrak etanol
biji mahoni ( Swietenia mahagoni Jacq.) terhadap tikus putih jantan galur
wistar. JPS MIPA UNSRI. 15 (2C): 79-82.
Rahman MA, Akther P, Roy D, Das AK. 2010. Antinociceptive and
neuropharmalogical activities of Swietenia mahagoni (L.) Jacq.
Pharmacologyonline.3(1): 225-234.
Ramadori G, Moriconi F, Malik I, Judas J. 2008. Physiology and pathophysiology
of liver inflamation, damage, and repair. Journal of Physiology and
pharmacology. 59 (1):107-117.
Ratih D, Rahayu E, Praptiwi. 2008. Uji toksikopatologi hati dan ginjal mencit
pada pemberian ekstrak pauh kijang (Irvingia malayana Oliv ex A. Benn).
. J Maj f Ind. 19(4):172-177.
Sahgal G, Ramanathan S, Sasidharan S, Mordi MN, Ismail S, Mansor SM. 2010.
Brine shrimp lethality and acute oral toxycity studies on Swietenia
mahagoni (Linn.) Jacq. seed methanolic extract. Pharmacognosy Res.
2(4):215-220.doi: 10.4103/0974-8490.69107.
SoemardjiAA, Kumolosari E, Aisyah C. 2002. Toksisitas akut dan penentuan
LD50 oral ekstrak air daun gandarusa (Justicia gendarussa Burm. F) pada
mencit swiss webster. Jurnal Matematika dan Sains. 7(2): 57-62.
Suhita NLPR, Sudira IW, Winaya IBO. 2013. Histopatologi ginjal tikus putih
akibat pemberian ekstrak pegagan (Centella asiatica) peroral. Buletin
Veteriner Udayana. 5(2):71-78.
Suliman MB, Azhari HN, Yusoff MM, Abdurahman HN, Kuppusamy P, Yuvaraj
AR, Adam SM. 2013. Fatty acid composition and antibacterial activity of
Swietenia macrophylla king seed oil. Afr. J. Plant Sci. 7(7):300-303.doi:
10.5897/AJSP2013.1039.
Sulistyowati Y, Setyobroto I, Anggiana R, Pratiwi R. 2013. Pengaruh pemberian
ekstrak air herba ciplukan (Physalisangulata L.) terhadap histologi ginjal
tikus jantan galur Sprague dawley hiperglikemia. Prosiding seminar
nasional 2013. 461-468.
Wresdiyati T, Winarto A, Sa’diah S. 2013. Identifikasi dan Optimasi Biji Mahoni
(Swietenia mahagoni) sebagai Anti diabetes pada Hewan Kesayangan (Pet
Animal).Laporan hasil penelitian LPPM IPB.
Wulandari T, Harini M, Listyawati S. 2007. Pengaruh ekstrak daun sambiloto
(Andrographis paniculata) terhadap struktur mikroanatomi hepar dan
kadar glutamat piruvat transaminase serum mencit (Mus musculus) yang
terpapar diazinon. Bioteknologi. 4(2):53-58.

16
Lampiran 1
1) Nilai LD50 menurut metoda Weil (1952)
Log LD50 = log D + d (f+1)
D
d
f
df
n

= dosis terkecil yang diberikan
= log dari kelipatan dosis (log R)
= suatu bilangan dalam tabel weil
= suatu faktor dalam tabel weil
= jumlah tikus yang digunakan ditiap kelompok

Nilai LD50 ekstrak maserasi etanol biji mahoni
n = 4, r = 0,0,2,4
f = 1.00000
df = 0.28868
Log LD50 = log D + d(f + 1)
= log 2 + log 2 (1.00000 + 1)
= 0.301 + 0.301 (2.00000)
= 0.301 + 0.602 = 0.903
LD50
= antilog log LD50
= antilog 0.903
= 7.998 g/kg BB
2) Perhitungan rentang LD50 ekstrak maserasi etanol total
Rentang LD50 = antilog (log m ± 2 x d x df)
Diketahui :
df
= 0.28868
d
= 0.301
LD50 = 7.998 g/kg BB
Rentang LD50 terendah = antilog (log 7.998 – (2 x 0.301 x 0.28868)
= antilog ( 0.9029 – 0.1737)
= antilog 0.7292
= 5.360 g/kg BB
Rentang LD50 tertinggi = antilog (log 7.998 + (2 x 0.301 x 0.28868)
= antilog ( 0.9029 + 0.1737)
= antilog 1.0766
=11.928 g/kg BB
Nilai Rentang LD50
= (5.360 g/kg BB – 11.928 g/kg BB)

17

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lancirang, Kabupaten Sidrap, Provinsi Sulawesi
Selatan pada tanggal 24 Mei 1992 dari Bapak Zainuddin dan Ibu Napisah. Penulis
adalah anak pertama dari empat bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMAN
2 Tinggimoncong, Kab. Gowa, Prov. Sulawesi Selatan dan pada tahun yang sama
penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
dengan pilihan Program Studi Fakultas Kedokteran Hewan.
Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah magang di BIB Lembang dan
Stasiun Karantina Pertanian Kelas 1 Perepare.Penulis juga pernah mengikuti
pelatihan Kepemimpinan dan Pembangunan Karakter di Forum Indonesia Muda,
Cibubur tahun 2014. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Anatomi Veteriner
1 pada tahun ajaran 2011/2012, asisten praktikum Anatomi Veteriner 2 pada tahun
ajaran 2012/2013, dan asisten Histologi Veteriner 2 pada tahun ajaran 2013/2014.
Penulis juga pernah aktif dibeberapa organisasi diantaranya sebagai staf Biro IPB
Social Politic Center, BEM KM IPB periode 2011/2012 dan sebagai Sekretaris
Umum Himpunan Minat dan Profesi Ruminansia FKH IPB periode 2012/2013.
Penulis menyelesaikan Program Studi Sarjana Kedokteran Hewan IPB
dengan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Toksisitas Akut Ekstrak Biji
Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) yang diukur Dengan Penentuan Nilai LD50
terhadap Tikus Putih (Rattus norvegicus) dibawah bimbingan Siti Sa’diah MSi
Apt dan Drh. Adi Winarto PhD PAVet. Penelitian tersebut didanai oleh Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi melalui Skim Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi
Penelitian Dasar untuk Bagian dengan nomor kontrak 281/IT3.41.2/L2/SPK/2013
atas nama Prof. Dr. drh. Tutik Wresdiyati, PAVet.

Dokumen yang terkait

Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Tumbuhan Mahoni (Swietenia mahogani Jacq)

11 84 62

Uji Efek Ekstrak Etanol Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq) Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Tikus Putih

0 39 69

UJI TINGKAT TOKSISITAS AKUT KONSUMSI TEMPE GEMBUS TERHADAP TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

0 27 1

Pemberian Minuman Kopi dengan Penambahan Ekstrak Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) pada Tikus Wistar yang Diinduksi Aloksan

0 3 32

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL 70% BIJI MAHONI (Swietenia mahagoni Jacq) TERHADAP KADAR ALT Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol 70% Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq) Terhadap Kadar Alt (Alanin aminotransferase) Tikus Putih ( Rattus norvegicus ) Yan

0 1 13

PENDAHULUAN Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol 70% Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq) Terhadap Kadar Alt (Alanin aminotransferase) Tikus Putih ( Rattus norvegicus ) Yang Diinduksi Asetaminofen.

0 1 4

DAFTAR PUSTAKA Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol 70% Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq) Terhadap Kadar Alt (Alanin aminotransferase) Tikus Putih ( Rattus norvegicus ) Yang Diinduksi Asetaminofen.

0 2 4

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL 70% BIJI MAHONI (Swietenia mahagoni Jacq) TERHADAP KADAR ALT Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol 70% Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq) Terhadap Kadar Alt (Alanin aminotransferase) Tikus Putih ( Rattus norvegicus ) Yang

0 0 15

Uji Efektivitas Ekstrak Air Kulit Buah Mahoni (Swietenia mahagoni) (L.) Jacq pada Tikus Putih Jantan Hiperglikemia - Ubaya Repository

0 0 1

UJI EFEK EKSTRAK ETANOL BIJI MAHONI TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH TIKUS PUTIH

1 0 69