Sebaran Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Jalan di Kota Solo dan Kecamatan Sekitarnya

1

SEBARAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN
TERHADAP JALAN DI KOTA SOLO DAN
KECAMATAN SEKITARNYA

BARRY WICAKSONO

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

2

3

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sebaran Perubahan

Penggunaan Lahan Terhadap Jalan Di Kota Solo dan Kecamatan Sekitarnya
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Barry Wicaksono
NIM A14080094

4

ABSTRAK
BARRY WICAKSONO. Sebaran Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap
Jalan Di Kota Solo dan Kecamatan Sekitarnya. Dibimbing oleh KOMARSA
GANDASASMITA dan KHURSATUL MUNIBAH.
Kota Solo merupakan salah satu Kota di provinsi Jawa Tengah yang menjadi
pusat pertumbuhan dan mengalami perubahan penggunaan lahan. Penelitian ini

bertujuan untuk (1) Menganalisis perubahan penggunaan lahan, (2) sebaran
penggunaan lahan terhadap jalan, dan (3) perubahan jumlah Ruang Terbuka Hijau
(RTH) Kota Solo dan Kecamatan sekitar pada tahun 2002 dan 2013. Hasil
penelitian menunjukkan adanya perubahan penggunaan lahan baik di Kota Solo
maupun di kecamatan sekitar yang disebabkan oleh peningkatan kebutuhan akan
pemukiman, industri dan pembangunan lain untuk menunjang kehidupan. Analisis
sebaran penggunaan lahan terhadap jalan menunjukkan adanya keterkaitan antara
sebaran jalan dengan penggunaan lahan. Lahan terbangun umumnya memiliki
sebaran yang menurun dengan semakin jauh jaraknya terhadap jalan. Sedangkan
lahan tidak terbangun memiliki sebaran yang meningkat dengan semakin jauh
jaraknya dan kemudian mengalami penurunan hingga jarak maksimum. Jumlah
RTH di Kota Solo dan kecamatan sekitar mengalami penurunan setiap tahunnya.
Hasil analisis menunjukan luas RTH Kota Solo sebesar 11,59% dan pada
kecamatan sekitar sebesar 62,3%. Sehingga dapat dikatakan bahwa Kota Solo
belum memenuhi standar peraturan peraturan menteri pekerjaan umum No.
05/PRT/M/2008 yaitu sebesar 30%.
Kata kunci : RTH, non RTH, Sebaran Jalan, Aksesibilitas

ABSTRACT
BARRY WICAKSONO. Distribution of Land Use Change To The Road In

Solo and District Area. Supervised by KOMARSA GANDASASMITA and
KHURSATUL MUNIBAH.
Solo City is one of the cities in Central Java province which became the
center of growth and land use changes. The aim of this research is (1) analyze
changes in land use, (2) scattering of land use on the road, and (3) alteration in the
amount of green open space (RTH) in Solo and surrounding the District in 2002
and 2013. The results showed a change of land use in the city of Solo and
surrounding districts caused by the increase in demand for residential, industrial
and other development to support life. Analysis spread of land use showed the
correlation between distribution of land uses. Undeveloped land generally has a
distribution that decreases with increasing distance to the road. While the land has
not woken distribution increased with increasing distance and then decreased to
the maximum distance. The amount of green space in the city of Solo and the
surrounding districts has decreased each year. The results of the analysis showed
extensive RTH Solo by 11,59% and the districts around at 62,3%. So it can be
said that the city of Solo not meet the regulatory standards of public works
ministerial regulation No. 05 / PRT / M / 2008 which was 30%.
Keywords: RTH, non RTH, Distribution of Road, Accessibility

5


SEBARAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN
TERHADAP JALAN DI KOTA SOLO DAN
KECAMATAN SEKITARNYA

BARRY WICAKSONO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

6


7

Judul Skripsi : Sebaran Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Jalan di Kota
Solo dan Kecamatan Sekitarnya
Nama
: Barry Wicaksono
NIM
: A14080094

Disetujui oleh

Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, MSc
Pembimbing I

Dr Khursatul Munibah, MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh


Dr. Ir. Baba Barus, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

8

PRAKATA
Assalammu’alaikum. Wr. Wb
Bismillahirrahmanirrahiim. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmat, hidayah, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat
meyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penelitian ini berjudul “Sebaran
Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Jalan di Kota Solo dan Kecamatan
Sekitarnya”.
Skripsi ini merupakan hasil penelitian sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan bagi para
pembacanya .
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari

bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, MSc (Alm) selaku Pembimbing Skripsi
Utama dan Dr. Khursatul Munibah, MSc selaku Pembimbing Skripsi II
yang telah memberikan dukungan, perhatian dan masukan bagi penulis
dalam kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Baba Barus, MSc selaku dosen penguji yang telah memberikan
saran dan masukan bagi penulis dalam penulisan skripsi ini.
3. Keluarga yang saya cintai papah, mamah, adik atas perhatian dan kasih
sayangnya.
4. Marlina SP. atas perhatian, dukungan moral serta bantuannya selama
penelitian ini.
5. Keluarga besar di Kota Solo atas bantuannya selama peneliti melakukan
survey lapang.
6. Seluruh sahabat MSL’45, Panjen corp, brotherhood dan ppj 46 terima
kasih atas kebersamaan dan dukungan yang telah diberikan.
7. Semua pihak yang telah membantu kegiatan penelitian dan penyusunan
skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari penulisan karya ilmiah ini tidak luput dari kekurangan,
untuk itu penulis sangat berterima kasih atas kritik dan saran yang bersifat

membangun dari semua pihak demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Akhir
kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Januari 2015

Barry Wicaksono

1

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR LAMPIRAN


vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Penginderaan Jauh


2

Citra IKONOS dan GeoEye

3

Perubahan Penggunaan Lahan

4

Jaringan Jalan

5

Ruang Terbuka Hijau

6

METODE


7

Waktu, Lokasi, dan Data Penelitian

7

Bahan dan Alat

8

Metode Penelitian

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

11

Karakteristik Penggunaan Lahan di Kota Solo dan Kecamatan Sekitarnya

11

Penggunaan Lahan Kota Solo dan Kecamatan Sekitar 2002 dan 2013

18

Perubahan Penggunaan Lahan Kota Solo dan Kecamatan Sekitar Tahun 2002
dan 2013
23
Sebaran Penggunaan Lahan terhadap Jalan di Kota Solo

26

Sebaran Penggunaan Lahan terhadap Jalan di Kecamatan Sekitar

30

Sebaran Perubahan Penggunaan Lahan terhadap jalan di Kota Solo

33

Sebaran Perubahan Penggunaan Lahan terhadap jalan di Kecamatan Sekitar
Solo
35
Perubahan RTH Menjadi Non RTH di Kota Solo dan Kecamatan Sekitar
SIMPULAN DAN SARAN

37
39

SIMPULAN

39

SARAN

39

DAFTAR PUSTAKA

39

2

RIWAYAT HIDUP

55

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Peta Daerah Penelitian
Gambar 2. Diagram Alur Penelitian
Gambar 3. Kenampakan Obyek waduk di (a). citra (b). lapang
Gambar 4. Kenampakan Obyek Sungai di (a). citra (b). lapang
Gambar 5. Kenampakan Obyek Bandara di (a). citra (b). lapang
Gambar 6. Kenampakan Fasilitas Umum di (a). citra (b). lapang
Gambar 7. Kenampakan Obyek Jalan Raya di (a). citra (b). lapang
Gambar 8. Kenampakan Obyek Kawasan Industri di (a). citra (b). lapang
Gambar 9. Kenampakan Obyek Lahan Kering di (a). citra (b). lapang
Gambar 10. Kenampakan Obyek Lahan Terbuka di (a). citra (b). lapang
Gambar 11. Kenampakan Obyek Lapangan Olahraga di (a). citra (b).
lapang
Gambar 12. Kenampakan Obyek Pemukiman di (a). citra (b). lapang
Gambar 13. Kenampakan Obyek Pepohonan di (a). citra (b). lapang
Gambar 14. Kenampakan Obyek Rel Kereta di (a). citra (b). lapang
Gambar 15. Kenampakan Obyek Sawah di (a). citra (b). lapang
Gambar 16. Kenampakan Obyek Semak di (a). citra (b). lapang
Gambar 17. Luas Penggunaan Lahan (a). Kota Solo (b). Kecamatan
Sekitar
Gambar 18. Peta Penggunaan Lahan (a). Kota Solo tahun 2002 (b). Kota
Solo tahun 2013
Gambar 19. Peta Penggunaan Lahan (a). Kecamatan Sekitar Kota Solo
tahun 2002 (b). Kecamatan Sekitar Kota Solo Tahun 2013
Gambar 20. Grafik sebaran penggunaan lahan di Kota Solo terhadap (a).
jalan nasional (b). jalan propinsi dan (c). jalan lokal
Gambar 21. Grafik sebaran penggunaan lahan di kecamatan sekitar Solo
terhadap (a). jalan nasional (b). jalan propinsi dan (c). jalan
lokal
Gambar 22. Grafik sebaran perubahan penggunaan lahan Kota Solo
terhadap (a). jalan nasional (b). jalan propinsi (c). jalan lokal
Gambar 23. Grafik sebaran perubahan penggunaan lahan kecamatan
sekitar terhadap (a). jalan nasional (b). jalan propinsi (c).
jalan lokal
Gambar 24. Peta Ruang Terbuka Hijau di (a). Kota Solo Tahun 2002 dan
2013 (b). Kecamatan Sekitarnya Tahun 2002 dan 2013

7
10
11
11
12
12
13
13
14
14
15
15
16
16
17
17
19
21
22
27

31
34

36
38

3

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Spesifikasi Satelit Ikonos
Tabel 2. Karakteristik Dasar Citra Satelit GeoEye-1
Tabel 3. Data Penelitian
Tabel 4. Penggunaan Lahan Kota Solo dan Kecamatan Sekitarnya Tahun
2002 dan 2013 dalam (%)
Tabel 5. Matrik Perubahan Penggunaan Lahan Kota Solo Tahun 2002
dan 2013 (Ha)
Tabel 6. Matrik Perubahan Penggunaan Lahan Kecamatan Sekitar Tahun
2002 dan 2013 (Ha)
Tabel 7. Perubahan Penggunaan Lahan RTH Kota Solo
Tabel 8. Perubahan Penggunaan Lahan RTH Kecamatan Sekitarnya

3
4
8
20
24
25
37
37

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel sebaran penggunaan lahan terhadap jalan Nasional
Kota Solo (dalam %)
Lampiran 2. Tabel sebaran penggunaan lahan terhadap jalan Propinsi
Kota Solo (dalam %)
Lampiran 3. Tabel sebaran penggunaan lahan terhadap jalan Lokal Kota
Solo (dalam %)
Lampiran 4. Tabel sebaran penggunaan lahan terhadap jalan Nasional
kecamatan sekitar Kota Solo (dalam %)
Lampiran 5. Tabel sebaran penggunaan lahan terhadap jalan Propinsi
kecamatan sekitar Kota Solo (dalam %)
Lampiran 6. Tabel sebaran penggunaan lahan terhadap jalan lokal
kecamatan sekitar Kota Solo (dalam %)

41
43
44
45
50
54

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kota Surakarta yang juga disebut Kota Solo terletak di wilayah di Jawa
Tengah. Kota Solo berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten
Boyolali di sebelah utara, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo di
sebelah timur dan barat, dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah selatan. Jumlah
penduduk Kota solo berjumlah 503.421 jiwa (2010), dengan kepadatan
11.000/km2. Kota Solo merupakan salah satu pusat pertumbuhan di wilayah Jawa
Tengah.
Surakarta sebagai salah satu kota di Wilayah Propinsi Jawa Tengah yang
pertumbuhannya sangat pesat, mengalami perkembangan di seluruh bidang
kegiatan. Baik dalam bidang industri, jasa, pemukiman, pendidikan, perdagangan
maupun transportasi. Seiring dengan perkembangan wilayah perkotaan tersebut,
maka terjadi alih fungsi lahan yang tadinya merupakan lahan pertanian yang tidak
terbangun menjadi daerah terbangun.
Pertambahan jumlah penduduk di Kota mendorong terjadinya perubahan
penggunaan lahan terutama dari Ruang Terbuka Hijau menjadi pemukiman dan
kawasan terbangun lainnya. Manusia berperan sebagai pengatur ekosistem dalam
penggunaan lahan, dengan menyingkirkan komponen-komponen yang
dianggapnya tidak berguna ataupun dengan mengembangkan komponen yang
diperkirakan akan menunjang penggunaan lahan. Hal ini menyebabkan jumlah
RTH semakin berkurang setiap tahunnya. RTH memiliki beberapa fungsi pokok,
seperti fungsi fisik-ekologis, fungsi ekonomis, dan fungsi sosial budaya. Menurut
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008, penyediaan RTH di
perKotaan sebesar 30%. 20% Untuk RTH publik dan 10% untuk RTH private.
Pentingnya keberadaan RTH perKotaan ditunjukkan oleh adanya kesepakatan
dalam Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio De Jenairio, Brazil (1992)
dan dipertegas lagi pada KTT Johannesburg, Afrika Selatan (2002) yang
menyatakan bahwa sebuah Kota idealnya memiliki luas RTH minimal 30% dari
total luas Kota
Penginderaan jauh merupakan ilmu untuk memperoleh informasi tentang
suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan
suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah dan fenomena yang dikaji.
Penginderaan jauh memiliki peran penting dalam menganalisis perubahan
penggunaan lahan. Perubahan alih fungsi lahan umumnya terjadi pada lahan tidak
terbangun menjadi lahan terbangun akibat meningkatnya kebutuhan akan
pemukiman, industri, serta pembangunan lain.
Jaringan jalan adalah prasarana transportasi lalu lintas kendaraan dan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan penggunaan
lahan suatu kawasan. Jaringan ini terdiri dari jalan arteri, jalan kolektor dan jalan
lokal. Menurut Warpani (1990) dalam Abdusomad (2004) Kegiatan lalu-lintas
yang terjadi pada jalan tersebut dengan mudah dapat mengubah penggunaan lahan
yang ada. Jaringan jalan memiliki sebaran yang berbeda untuk setiap penggunaan
lahan, tergantung dari intensitas penggunaannya. Dengan demikian terdapat
perbedaan antara sebaran jalan di kawasan terbangun yang meliputi pemukiman,

2

kawasan industri, bandara dan fasilitas umum serta kawasan tidak terbangun yang
meliputi pepohonan, sawah, semak, lahan terbuka, lahan kering dan lapangan
olahraga. Selain itu, perbedaan sebaran jalan dipengaruhi oleh ketersediaan sarana
dan prasarana jalan suatu daerah.
Tujuan Penelitian
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
menganalisis (1) perubahan
penggunaan lahan, (2) Sebaran perubahan penggunaan lahan terhadap jalan, dan
(3) perubahan jumlah Ruang Terbuka Hijau Kota Solo dan Kecamatan sekitarnya
pada tahun 2002 dan 2013.

TINJAUAN PUSTAKA
Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi
tentang suatu obyek, daerah, melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu
alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji.
Sistem penginderaan jauh pasif, yaitu sistem penginderaan jauh yang energinya
jauh dari matahari.
Prinsip pengenalan objek pada citra secara visual bergantung pada
karakteristik atau atribut yang tergambar pada citra. Karakteristik objek pada citra
digunakan sebagai unsur pengenalan objek yang disebut unsur-unsur interpretasi.
Menurut Sutanto (1994) unsur-unsur interpretasi
1) Rona dan warna. Rona menunjukkan tingkat kegelapan atau
kecerahan objek pada citra, sedangkan warna adalah wujud yang
tampak oleh mata. Rona ditunjukkan dengan warna gelap atau putih.
Pantulan rendah, ronanya gelap, pantulan tinggi ronanya putih.
2) Bentuk adalah variabel kualitatif yang memberikan konfigurasi atau
kerangka suatu objek. Bentuk merupakan atribut yang jelas sehingga
banyak objek yang dapat dikenali berdasarkan bentuknya saja, seperti
bentuk memanjang, lingkaran, dan segi empat.
3). Ukuran adalah atribut objek yang terdiri dari jarak, luas, tinggi,
kemiringan lereng, dan volume.
4). Kekasaran adalah frekwensi perubahan rona pada citra atau
pengulangan rona terhadap objek yang terlalu kecil untuk dibedakan
secara individual.
5). Tekstur, merupakan frekuensi perubahan rona dalam citra foto udara.
6). Pola adalah hubungan susunan spasial objek. Pola merupakan ciri yang
menandai objek bentukan manusia ataupun alamiah.
7). Bayangan adalah aspek yang menyembunyikan detail objek yang
berada di daerah gelap.
8). Situs adalah letak suatu objek terhadap objek lain di sekitarnya.
9). Asosiasi adalah keterkaitan antara objek yang satu dan objek lainnya.

3

Citra IKONOS dan GeoEye
Citra IKONOS adalah salah satu citra yang memiliki resolusi tinggi,
dioperasikan oleh GeoEye yang berasal dari bawah Lockheed Martin Corporation
sebagai Commercial Remote Sensing System (CRSS) satelit. Pada tanggal 25
Oktober 1995 perusahaan Mitra Space Imaging menerima lisensi dari Komisi
Komunikasi Federal (FCC) untuk mengirimkan telemetri dari satelit di Bumi
delapan giga hertz band ExplorationSatellite Service. Sebelum memulai, Space
Imaging mengubah nama untuk satelit IKONOS
IKONOS merupakan satelit penginderaan jauh milik Space Imaging
(USA) yang beresolusi spasial tinggi, diluncurkan pada 24 September 1999 di
Vanberg, California. Kata IKONOS berasal dari bahasa Yunani yang artinya
citra/image. Satelit ini dirancang untuk beroperasi selama 7 tahun yang mengorbit
pada ketinggian 680 km dari permukaan bumi. Spesifikasi satelit Ikonos disajikan
pada Tabel 1
Tabel 1. Spesifikasi Satelit Ikonos
Data Teknis
Tanggal peluncuran
Data Orbit:
-Orbit
-Ketinggian
-Kecepatan pada orbit
-Kecepatan di atas bumi
-Waktu orbit mengelilingi bumi
Resolusi Spasial:
-Resolusi pada nadir
-Resolusi 260 off-nadir
Resolusi Temporal:
Resolusi Spektral

Luas Liputan (scane)

Satelit IKONOS
24 September 1999 di Vabdeberg Air
Force Base, California, USA
98,10, sun synchronous
681 km
7,5 km/detik
6,8 km/detik
98 menit
0,82 m Pankromatik ; 3,2 m MS
1,0 m Pankromatik ; 4,0 MS
3 hari pada lintang 400
Pankromatik
: 0,45 - 0,90 μm
Band 1 (blue)
: 0,45 - 0,53 μm
Band 2 (green)
: 0,52 - 0,61 μm
Band 3 (red)
: 0,64 - 0,72 μm
Band 4 (VNIR)
: 0,77 - 0,88 μm
(11,3 x 11,3) km pada nadir

Sumber: (Rudianto. 2010)
Resolusi spasial yang tinggi tersebut memberikan peluang untuk dapat
mendeteksi pemukiman secara rinci. Rekaman citra satelit IKONOS
menggunakan saluran atau panjang gelombang pankromatik (sinar tampak) dan
saluran inframerah dengan pantulan inframerah dekat. Kombinasi saluran
menghasilkan warna palsu yang dapat digunakan untuk identifikasi bumi.
Citra GeoEye diluncurkan oleh Vandenburg Air Force California pada
tanggal 6 September 2008. Citra ini merupakan salah satu citra resolusi tinggi
yang dimiliki oleh perusahaan GeoEye-1. Citra satelit ini menawarkan citra
permukaan bumi dengan kedetilan dan akurasi yang tinggi dibandingkan dengan
citra satelit resolusi tinggi lainnya. Satelit ini mampu memetakan gambar dengan
resolusi gambar yang sangat tinggi dan merupakan satelit komersial dengan
pencitraan gambar tertinggi yang ada di orbit bumi saat ini. GeoEye-1 secara

4

simultan melakukan perekaman saluran pankromatik dengan resolusi spasial 0,41
meter dan saluran multispektral dengan resolusi spasial 1,65 meter. Akan tetapi
berdasarkan kebijakan pemerintah AS resolusi spasial yang diperkenankan untuk
kepentingan komersial adalah resolusi 0,5 meter dan 2 meter.Karakteristik Dasar
Citra Satelit GeoEye-1 disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik Dasar Citra Satelit GeoEye-1
Sistem
Tanggal Peluncuran

GeoEye-1
6 September 2008 di Pangkalan Angkatan
Udara Vandenberg, California, USA
Lebih dari 7 tahun

Masa operasional orbit
Kecepatan dalam orbit
Altitude
Resolusi pada titik Nadir

7,5 kilometer per detik
681 kilometers
0,41 meter panchromatic; 1.65 meters
multispectral
0,41 meter panchromatic; 1.65 meters
multispectral
Panchromatic: 450 - 800 nm
Blue: 450 - 510 nm

Resolusi Spasial
Resolusi Spektral

Resolusi Temporal
Resolusi Radiometrik
Luas sapuan (Image Swath)
Waktu melintasi ekuator
Waktu pengulangan pelintasan

Green: 510 - 580 nm
Red: 655 - 690 nm
Near Infra Red: 780 - 920 nm
kurang dari 3 hari
11 bits
15,2 kilometer pada titik nadir;
Nominal pada 10:30 AM waktu matahari/siang
hari
2,3 hari pada titik nadir maksimum 30°

Kisaran dinamis
11-bits per pixel
Band citra
Panchromatic, blue, green, red, near IR
Sumber :Satellite Imaging Corporation (2008)

Perubahan Penggunaan Lahan
Kenampakan penggunaan lahan atau posisinya berubah pada kurun waktu
tertentu. Perubahan penggunaan lahan dapat terjadi secara sistematik dan nonsistematik. Perubahan sistematik terjadi ditandai oleh fenomena yang berulang,
yakni tipe perubahan penggunaan lahan pada lokasi yang sama. Kecenderungan
perubahan ini dapat ditunjukkan dengan peta multi waktu. Fenomena yang ada
dapat dipetakan berdasarkan seri waktu, sehingga perubahan penggunaan lahan
dapat diketahui. Perubahan non-sistematik terjadi karena kenampakan luasan
lahan yang mungkin bertambah, berkurang, ataupun tetap. Perubahan ini pada
umumnya tidak linear karena kenampakannya berubah-ubah, baik penutup lahan
maupun lokasinya (Murcharke, 1990).
Menurut Malingreau (1981) penggunaan lahan merupakan unsur penting
dalam perencanaan wilayah. Lebih lanjut, Barlowe (1978) mengatakan terdapat 4
faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan penggunaan lahan

5

yaitu faktor fisik, faktor ekonomi, faktor kelembagaan dan faktor kondisi sosial
dan budaya masyarakat setempat.
Menurut Arsyad (1989) sistem penggunaan lahan dikelompokan menjadi 2
kelompok besar yaitu penggunaan lahan pertanian seperti tegalan, sawah, ladang,
kebun, padang rumput, hutan produksi dan hutan lindung, sedangkan penggunaan
lahan non pertanian seperti penggunaan lahan perkotaan atau pedesaan, industri,
rekreasi, pertambangan dan sebagainya. Di daerah perkotaan perubahan
penggunaan lahan cenderung berubah menjadi sektor jasa dan komersial.
Perubahan penggunaan yang cepat di perkotaan dipengaruhi oleh empat faktor,
yakni : (1) adanya konsentrasi penduduk dengan segala aktivitasnya; (2)
aksesibilitas terhadap pusat kegiatan dan pusat kota; (3) jaringan jalan dan sarana
transportasi, dan; (4) orbitasi, yakni jarak yang menghubungkan suatu wilayah
dengan pusat-pusat pelayanan yang lebih tinggi.
Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan penggunaan lahan antara lain
adalah pertumbuhan penduduk, mata pencaharian, aksesibilitas, dan fasilitas
pendukung kehidupan serta kebijakan pemerintah. Tingginya tingkat kepadatan
penduduk di suatu wilayah telah mendorong penduduk untuk membuka lahan
baru untuk digunakan sebagai pemukiman ataupun lahan-lahan budidaya. Mata
pencaharian penduduk di suatu wilayah berkaitan erat dengan usaha yang
dilakukan penduduk di wilayah tersebut. Perubahan penduduk yang bekerja di
bidang pertanian memungkinkan terjadinya perubahan penutupan lahan. Semakin
banyak penduduk yang bekerja di bidang pertanian, maka kebutuhan lahan
semakin meningkat. Hal ini dapat mendorong penduduk untuk melakukan
konversi lahan pada berbagai pennggunaan lahan, Wijaya (2004).
Perubahan pengguanaan lahan pada umumnya dapat diamati dengan
menggunakan data-data spasial dari peta penggunaan lahan dari titik tahun yang
berbeda. Data penginderaan jauh seperti citra satelit, radar, dan foto udara sangat
membantu dalam pengamatan perubahan penutupan atau penggunaan lahan.
Berdasarkan hasil penelitian Pratama (2013) lahan terbangun di Kota Solo
cenderung meningkat dari tahun 2000 – 2011. Hal ini dikarenakan adanya
konversi lahan untuk dijadikan pemukiman.
Jaringan Jalan
Menurut Tamin (2001), sistem prasarana dan sarana transportasi sebagai
infrastruktur dasar merupakan prasyarat bagi terjadinya pergerakan ekonomi
wilayah, dimana sistem pendukung dan pendorong prasarana transportasi sangat
berperan terhadap efisiensi dan efektifitas kegiatan ekonomi wilayah. Kondisi
sarana dan prasarana transportasi berpengaruh pada tingkat aksesibilitas yang ada
di suatu kawasan.
Sistem jaringan menurut Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1985)
terbagi atas sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder.
Sistem jaringan jalan primer adalah sistem jaringan jalan yang berperan sebagai
pelayanan jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah di tingkat Nasional
dengan simpul jasa distribusi yang kemudian berwujud Kota, sedangkan sistem
jaringan jalan sekunder adalah sistem jaringan jalan yang berperan sebagai
pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat di dalam Kota.

6

Jaringan merupakan serangkaian simpul-simpul, yang dalam hal ini berupa
persimpangan/terminal, yang dihubungkan dengan ruas-ruas jalan/trayek. Jalan
mempunyai suatu sistem jaringan jalan yang mengikat dan menghubungkan
pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh
pelayananya dalam suatu hubungan hirarki .
Ruang Terbuka Hijau
Ruang Terbuka Hijau Kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open
spaces) suatu wilayah perKotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi
guna mendukung manfaat langsung atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH
dalam Kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan
wilayah perKotaan tersebut (Dep.Pekerjaan Umum, 2008).
Ruang Terbuka Hijau (RTH) juga dapat diartikan sebagai suatu lapangan
yang ditumbuhi berbagai tetumbuhan,pada berbagai strata, mulai dari penutup
tanah, semak, perdu dan pohon (tanaman tinggi berkayu). Sebentang lahan
terbuka tanpa bangunan yang mempunyai ukuran, bentuk dan batas geografis
tertentu dengan status penguasaan apapun yang didalamnya terdapat tetumbuhan
hijau berkayu dan tahunan, dengan pepohonan sebagai tumbuhan penciri utama
dan tumbuhan lainnya sebagai tumbuhan sebagai pelengkap dan penunjang fungsi
RTH yang bersangkutan (Purnomohadi, 1995).
Definisi RTH sendiri dalam pasal 1 UU No. 26/2007 tentang Penataan
Ruang adalah area memanjang/ jalur dan/ atau mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh
secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Pada pasal 29 disebutkan bahwa
ruang terbuka hijau terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau
privat, dimana proporsi ruang terbuka hijau Kota paling sedikit 30% dari luas
wilayah Kota, sedangkan proporsi ruang terbuka hijau publik paling sedikit 20%
dari luas wilayah Kota. Jumlah RTH berkurang setiap tahunnya. Hal ini
dipengaruhi oleh pembangunan kawasan suatu wilayah yang mengkonversi
kawasan RTH menjadi lahan terbangun seperti pemukiman dan industri.
Secara aritmetik kebutuhan luas lahan minimum untuk RTH di perKotaan
sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Penataan Ruang (UUPR) Nomor
26 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/Prt/M/2008
tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan
PerKotaan sebesar 30 %.
Tujuan utama dari dari keberadaan RTH adalah fungsinya untuk
mempertahankan kualitas komponen lingkungan dan sebagai penyeimbang alam.
Dalam konteks pencemaran udara, RTH dapat menyeimbangkan antara
penyediaan kebutuhan O2 dengan penyerapan CO2. Kadar CO2 di udara dalam
jumlah yang normal sangat bermanfaat sekali untuk melindungi kehidupan di
bumi, namun dalam jumlah yang berlebihan sangat membahayakan. Kandungan
CO2 di udara saat ini dianggap menjadi penyebab efek rumah kaca (50%) (Kantor
Meneg KLH: 1990).

7

METODE
Waktu, Lokasi, dan Data Penelitian
Penelitian ini dimulai dari bulan Maret 2013 sampai bulan Mei 2014. Lokasi
penelitian meliputi Kota Solo dan beberapa kecamatan sekitarnya yaitu Kabupaten
Boyolali, Sukoharjo dan Karanganyar. Pengolahan dan Analisis data dilakukan di
Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Gambar 1. Peta Daerah Penelitian

8

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Data Penelitian
Bahan

Sumber

Keterangan

Citra Ikonos Kota Solo dan
Kecamatan Sekitar Tahun 2002

BPN Kota Solo

Untuk membuat
Lahan tahun 2002

Peta

Penggunaan

Citra Geoeye Kota Solo dan
Kecamatan Sekitar Tahun 2013

Google Earth

Untuk membuat
Lahan tahun 2013

Peta

Penggunaan

Peta Administrasi Kota Solo dan
Kecamatan Sekitar

BPN Pusat

Untuk mengetahui batas wilayah
administrasi Kota Solo (Kecamatan)

Peta Jaringan Jalan Jawa Tengah

BPN Pusat

Untuk membuat peta sebaran jaringan
jalan terhadap penggunaan lahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Seperangkat
komputer, Arcview GIS 9.3., Microsoft Office Excel 2007, Global Mapper, SAS
Planet, MAP Downloader, Google Earth dan alat tulis serta alat GPS Garmin
untuk kebutuhan survei lapang.

Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yaitu tahap persiapan,
tahap pengumpulan data dan tahap analisis data.
1)

Tahap Persiapan
Tahap ini meliputi pemilihan topik penelitian dan studi pustaka. Studi
pustaka dilakukan untuk mendapatkan tulisan ilmiah yang berkaitan dengan
perubahan penggunaan lahan, ruang terbuka hijau, dan keterkaitan sebaran lahan
terhadap penggunaan lahan.
2)

Tahap Pengumpulan Data dan Survei Lapang
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data primer dan sekunder. Data
primer meliputi cek lapang, batas administrasi, peta RTH dan peta penggunaan
lahan Kota Solo dan kecamatan sekitarnya. Data sekunder meliputi Citra Ikonos
Kota Solo dan Kecamatan Sekitar tahun 2002, Citra Geoeye Kota Solo dan
Kecamatan sekitar tahun 2013, dan Peta Jaringan Jalan.
Survei lapang dilakukan pada bulan Agustus 2014 di kota Solo dan
kecamatan sekitarnya, dilakukan untuk memverifikasi kesesuaian hasil
interpretasi dengan keadaan sebenarnya di lapangan. Survei dilakukan dengan
metode Simple Random Sampling (Sampel Acak Sederhana), dimana setiap
penggunaan lahan diambil gambarnya untuk disesuaikan dengan citra.

9

3)

Tahap Analisis Data
Analisis data meliputi (a) analisis perubahan penggunaan lahan Kota Solo
dan kecamatan sekitar pada tahun 2002 dan 2013 dari citra Ikonos dan Geoeye,
(b) analisis penyebaran penggunaan lahan terhadap jalan, dan (c) analisis
perubahan RTH tahun 2002 dan 2013.
Pada tahapan awal Citra Ikonos dan Citra GeoEye masing-masing dikoreksi
dengan nilai RMS eror 350ha. Total
luasan penggunaan lahan di kota Solo adalah sebesar 4.725,9 ha.
Berbeda dengan kecamatan di sekitar kota Solo yang meliputi kecamatan
Baki, Colomadu, Gondangrejo, Grogol, Jaten, Kartosuro, Mojolaban, dan
Ngemplak luasannya lebih besar dibandingkan dengan kota Solo yaitu sebesar
25.554,3 Ha. Total luasan tersebut meliputi kabupaten Boyolali, Karang Anyar,
dan Sukoharjo.
Pada Gambar 17 (b) dan Tabel 4, menunjukan grafik dan presentase luasan
penggunaan lahan di kecamatan sekitar kota Solo. Penggunaan lahan yang
mendominasi di kecamatan sekitar kota Solo antara lain adalah lahan kering
sebesar 8.181,89 Ha (32%), penggunaan lahan pemukiman memiliki total luasan
sebesar 7.806,09 Ha (30%), serta penggunaan lahan sawah yaitu sebesar 6.673,98
Ha (26%). Penggunaan lahan yang lain seperti badan air, bandara, kawasan
industri, lahan kering, lahan terbuka, pepohonan, rel kereta, sawah, dan semak
penggunaan lahannya tidak terlalu besar yaitu > 800 ha.
Dari Gambar 17 (a) dan Gambar 17 (b) dapat diketahui bahwa terdapat
perbedaan antara penggunaan lahan di kota Solo dan di kecamatan sekitar. Di
kota Solo penggunaan lahan lebih di dominasi oleh pemukiman hal ini disebabkan
karena kota Solo merupakan pusat aktivitas masyarakat, sehingga pemukiman
banyak dibangun untuk menunjang aktivitas masyarakat tersebut.
Pada kecamatan sekitar kota Solo penggunaan lahan lebih di dominasi oleh
lahan kering, pemukiman,dan sawah. Hal ini disebabkan karena pada kecamatan
sekitar lebih banyak aktivitas pertanian dibandingkan dengan kota Solo. Sehingga
kecamatan sekitar menjadi kawasan penyanggah hasil pertanian.

Luas Penggunaan Lahan (Ha)
3,500

3,000

2,500

2,000

87.13
87.13
543.88
550.20

3,085.97

7,806.09
686.99
684.26
5.47
5.47
6,921.28
6,673.98

Tahun 2002

358.21
358.21
74.47
77.79
153.04
151.46
96.84
88.42
54.91
54.91

Tahun 2013

7,493.66

(a)

8,181.89
259.02
262.35

Penggunaan Lahan

Tahun 2002

Tahun 2013

8,393.18

137.07
137.07

1,500

1,000

500

-

9,000

8,000

7,000

6,000

5,000

Penggunaan Lahan

260.09
311.09
797.05
886.72

4,000

3,000

2,000

1,000

-

395.76
395.76
109.55
109.55
95.15
100.05

(b)

Gambar 17. Luas Penggunaan Lahan (a). Kota Solo (b). Kecamatan Sekitar

Luas Penggunaan Lahan (Ha)

75.23
75.23
18.15
18.15
165.84
165.25
12.25
12.25

3,086.90

19

20

Perkotaan merupakan lahan terbangun dengan tersedianya sarana dan
prasana jalan, sebagai suatu pemukiman yang terpusat pada suatu lahan dengan
kepadatan tertentu yang membutuhkan sarana dan pelayanan pendukung yang
lengkap dibandingkan dengan yang dibutuhkan di daerah pedesaan (Branch,
1995). Pembangunan Kota membawa perubahan dalam sistem aktivitas yang
mengakibatkan perubahan penggunaan lahan melalui proses perubahan
penggunaan lahan Kota.
Nilai (land rent) yang semakin meningkat mendorong perubahan
penggunaan lahan dari penggunaan non komersial ke penggunaan komersial,
sehingga terjadi kecenderungan perubahan sebaran penggunaan lahan. Menurut
Akhirudin dan Suharjo (2006), terjadinya alih fungsi lahan dari lahan tidak
terbangun menjadi lahan terbangun akibat meningkatnya kebutuhan pemukiman,
industri, serta pembangunan lain untuk menunjang kehidupan manusia.
Tabel 4. Penggunaan Lahan Kota Solo dan Kecamatan Sekitarnya Tahun 2002
dan 2013 dalam (%)
Penggunaan
Lahan
Badan Air
Bandara
Fasilitas
Umum

Kota Solo
2002
(Ha)
87,13

2002
(%)
1,84

Kecamatan Sekitar

2013
(Ha)
87,13

2013
(%)
1,84

2002
(Ha)

2002
(%)

2013
(Ha)

2013
(%)

395,76

1,55

395,76

1,55

109,55

0,43

109,55

0,43

543,88

11,51

550,20

11,64

95,15

0,37

100,05

0,39

Jalan Raya
Kawasan
Industri

358,21

7,58

358,21

7,58

260,09

1,02

311,09

1,22

74,47

1,58

77,79

1,65

797,05

3,12

886,72

3,47

Lahan Kering
Lahan
Terbuka
Lapangan
Olahraga

153,04

3,24

151,46

3,20

8.393,18

32,84

8.181,89

32,02

96,84

2,05

88,42

1,87

259,02

1,01

262,35

1,03

54,91

1,16

54,91

1,16

3.085,97

65,30

3.086,90

65,32

7.493,66

29,32

7.806,09

30,55

Pepohonan

75,23

1,59

75,23

1,59

686,99

2,69

684,26

2,68

Rel Kereta

18,15

0,38

18,15

0,38

5,47

0,02

5,47

0,02

Sawah

165,84

3,51

165,25

3,50

6.921,28

27,08

6.673,98

26,12

Semak

12,25

0,26

12,25

0,26

137,07

0,54

137,07

0,54

4.725,90

100

4.725,90

100

25.554,30

100

25.554,30

100

Pemukiman

Total

21

(a)

(b)
Gambar 18. Peta Penggunaan Lahan (a). Kota Solo tahun 2002 (b). Kota Solo
tahun 2013

22

(c)

(d)
Gambar 19. Peta Penggunaan Lahan (a). Kecamatan Sekitar Kota Solo tahun 2002
(b). Kecamatan Sekitar Kota Solo Tahun 2013

23

Perubahan Penggunaan Lahan Kota Solo dan Kecamatan Sekitar Tahun
2002 dan 2013
Perkembangan suatu kota tidak dapat dihindari, karena peningkatan
jumlah penduduk dan aktivitas ekonomi. Dalam mengakomodasi perkembangan
aktivitas perkotaan, dibutuhkan lahan sebagai salah satu modal dasar. Persediaan
lahan yang terbatas menyebabkan terjadinya kompetisi antar aktivitas untuk
memperoleh lahan, dan pada suatu saat akan terjadi perubahan penggunaan lahan
dari satu tipe penggunaan lahan menjadi penggunaan lahan lain yang lebih
produktif. Pada umumnya perubahan penggunaan lahan yang terjadi berasal dari
lahan kering, sawah, pepohonan menjadi lahan terbangun seperti lahan industri,
pemukiman, fasilitas umum.
Tabel 5. menunjukan data matrik perubahan penggunaan lahan di kota Solo
dan Gambar 18.(a) merupakan peta penggunaan lahan kota Solo tahun 2002 dan
Gambar 18.(b) merupakan peta penggunaan lahan kota Solo tahun 2013.
Perubahan penggunaan lahan di kota Solo tidak terlalu besar dikarenakan
penggunaan lahan di kota Solo dari tahun 2002 sampai 2013 lebih dominasi oleh
pemukiman, perubahan yang terjadi di kota Solo adalah 10.72 Ha.
Perubahan penggunaan lahan di kota Solo terjadi pada fasilitas umum,
kawasan industri dan pemukiman. Luasan fasilitas umum di Kota Solo pada tahun
2002 dan 2013 sebesar 543,88 Ha dan 550,20 Ha mengalami pertambahan luas
sebesar 6,32 ha. Bertambahnya fasilitas umum yang terjadi karena di alih
fungsikannya penggunaan lahan kering sebesar 0,31 Ha, lahan terbuka sebesar
5,44 Ha, dan sawah sebesar 0,59 Ha menjadi fasilitas umum.
Luas kawasan industri di Kota Solo mengalami peningkatan sebesar 3,32
Ha. Penggunaan lahan yang berubah menjadi kawasan industri adalah lahan
kering sebesar 1,28 Ha, lahan terbuka sebesar 2,28 Ha, dan pemukiman sebesar
0,98 Ha. Luas kawasan industri pada tahun 2002 adalah sebesar 74,47 Ha
menjadi 77,49 Ha pada tahun 2013. Meningkatnya luas fasilitas umum dan
kawasan industri berdampak terhadap meningkatnya luas pemukiman di Kota
Solo.
Luas pemukiman di Kota Solo pada tahun 2002 adalah sebesar 3.085,97 Ha
pada tahun 2013 luasan pemukiman di kota Solo bertambah sekitar 1 Ha menjadi
3.086,9 Ha. Penggunaan lahan yang dikonversi menjadi pemukiman adalah
kawasan industry sebesar 1,21 Ha, Lahan terbuka sebesar 0,7 Ha, dan Sawah
sebesar 0,003 Ha. Pemukiman tidak terlalu banyak berubah di karenakan daerah
di kota Solo telah banyak di dominasi oleh pemukiman.
Untuk penggunaan lahan lainnya seperti seperti badan air, lapangan
olahraga, pepohonan, rel kereta, dan semak tidak mengalami perubahan
penggunaan lahan.

24
24

Tabel 5. Matrik Perubahan Penggunaan Lahan Kota Solo Tahun 2002

Dokumen yang terkait

Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Dan Perubahan Garis Pantai Di Das Cipunagara Dan Sekitarnya, Jawa Barat

0 5 154

Keterkaitan antara Penggunaan/Penutupan Lahan, Infrastruktur dan Kepadatan Penduduk di Kota Cilegon dan Kecamatan Sekitarnya

1 7 79

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN MIJEN KOTA SEMARANG TAHUN 2010 - 2014 Analisis Perubahan Penggunaan Lahan di Kecamatan Mijen Kota Semarang Tahun 2010 - 2014.

0 3 15

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang Tahun 2004 Dan Tahun 2011.

1 6 18

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang Tahun 2004 Dan Tahun 2011.

0 2 13

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN TEGALREJO KOTA YOGYAKARTA Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Di Kecamatan Tegalrejo Kota Yogyakarta Tahun 2003-2008.

0 1 14

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN TEGALREJO KOTA YOGYAKARTA Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Di Kecamatan Tegalrejo Kota Yogyakarta Tahun 2003-2008.

0 2 17

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN KARANGANYAR Analisis Perubahan Penggunaan Lahan di Kecamatan Karanganyar Kabupaten KaranganyarTahun 1998 DAN 2003.

0 1 16

HUBUNGAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KEPADATAN RUAS JALAN DI URBAN FRINGE SELATAN KOTA SURAKARTA.

0 0 2

KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN PAAL DUA KOTA MANADO

1 2 12