Keterkaitan antara Penggunaan/Penutupan Lahan, Infrastruktur dan Kepadatan Penduduk di Kota Cilegon dan Kecamatan Sekitarnya

KETERKAITAN ANTARA PENGGUNAAN/PENUTUPAN LAHAN,
INFRASTRUKTUR, DAN KEPADATAN PENDUDUK DI KOTA
CILEGON DAN KECAMATAN SEKITARNYA

NOVIA WILLANNISA

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keterkaitan antara
Penggunaan/Penutupan Lahan, Infrastruktur, dan Kepadatan Penduduk di Kota
Cilegon dan Kecamatan Sekitarnya adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2014

Novia Willannisa
NIM A14080050

ABSTRAK
NOVIA WILLANNISA.Keterkaitan antara Penggunaan/Penutupan Lahan,
Infrastruktur dan Kepadatan Penduduk di Kota Cilegon dan Kecamatan
Sekitarnya. Dibawah bimbingan KOMARSA GANDASASMITA dan
KHURSATUL MUNIBAH.

Sejak Kota Cilegon menjadi kota otonom, laju pembangunan di kota ini semakin
meningkat. Kondisi ini memicu terjadinya perubahan penggunaan lahan di
wilayah perkotaan dan sekitarnya. Tujuan penelitian ini adalah melakukan analisis
keterkaitan antara : (1) perubahan penggunaan/penutupan lahan periode 20052011, (2) penggunaan/penutupan lahan dengan kepadatan penduduk, (3) tingkat
perkembangan wilayah dengan kepadatan penduduk dan kerapatan jalan, serta (4)
ketidaksesuaian penggunaan lahan saat ini dengan pola ruang. Metode analisis
spasial dilakukan dengan interpretasi penggunaan lahan aktual. Selanjutnya,

analisis
deskriptif dilakukan untuk
mengetahui hubungan
antara
penggunaan/penutupan lahan dengan kepadatan penduduk, analisis skalogram
untuk mengetahui tingkat perkembangan wilayah, dan analisis ketidaksesuaian
untuk mengetahui ketidaksesuaian penggunaan lahan terhadap alokasi ruang.
Hasil analisis spasial menunjukkan semak/belukar di Kota Cilegon dan kecamatan
sekitarnya dari tahun 2005 hingga 2011 terus mengalami peningkatan yang
masing-masing sebesar 862.2 ha dan 3700 ha. Perubahan hutan menjadi
semak/belukar paling tinggi yaitu sebesar 4960.9 ha. Luas hutan yang berkurang
disebabkan oleh bertambahnya jumlah penduduk. Kepadatan penduduk yang
semakin tinggi akan mendorong pembangunan fisik yang pesat sehingga
mempengaruhi
tingkat
perkembangan
wilayah.
Ketidaksesuaian
penggunaan/penutupan lahan terhadap RTRW relatif lebih kecil di Kota Cilegon
dibandingkan di Kecamatan sekitarnya. Hal ini disebabkan karena ketersedian

lahan yang masih banyak di Kecamatan sekitarnya dibandingkan di Kota Cilegon.

Kata kunci : perubahan penggunaan lahan, kepadatan penduduk, perkembangan
wilayah, ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan terhadap pola ruang

ABSTRACT
NOVIAWILLANNISA.Inter-relation of Land Use/Cover, Infrastructure and
Population Density in City of Cilegon and Districts surrounding.With the
Supervision of KOMARSA GANDASASMITA and KHURSATUL
MUNIBAH.
Since City of Cilegon turns as autonomy city, it boosts the acceleration of
area development. It triggers the changing of land use in urban and surrounding
area as well. The purpose of this research is to analyze inter-relation of: (1)
changing of land use/cover in 2005-2011, (2) land use/cover and population
density, (3) the extent of area development and road density, and (4) discrepancy
between current land usage and spatial pattern. A spatial analytic method is used
in line with interpretation of actual land use. Afterward, descriptive analysis is
performed to know relation of land use/cover and population density. Schallogram
analysis is to know the extent of area development, and discrepancy analysis is to
discover the discrepancy between land use on spatial pattern.Eventually, the

finding of spatial analysis shows that bushes in City of Cilegon and district
surrounding in 2005 to 2011 were increasing by 862.2 ha and 3700 ha
respectively. The highest changing of forests to bushes was 4960.9 ha. Reduced
forests area was caused by human, increasing total of population. Higher
population density would boost rapid physical development, thus influenced on
the extent of area development. Discrepancy between land use/cover and spatial
pattern was relatively smaller in City of Cilegon than districts surrounding. This
was due to large land availability in districts surrounding than in City of Cilegon.

Keywords: land use change, population density, Hierarchy, road density,
discrepancy between land use/cover and Spatial Planning (RTRW)

KETERKAITAN ANTARA PENGGUNAAN/PENUTUPAN LAHAN,
INFRASTRUKTUR, DAN KEPADATAN PENDUDUK DI KOTA
CILEGON DAN KECAMATAN SEKITARNYA

NOVIA WILLANNISA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

Judul Penelitian : Keterkaitan antara Penggunaan/Penutupan Lahan, Infrastruktur
dan Kepadatan Penduduk di Kota Cilegon dan Kecamatan
Sekitarnya
Nama Mahasiswa: Novia Willannisa
NIM

: A14080050

Disetujui oleh,


Dr. Ir. Komarsa Gandasamita. M.Sc

Dr. Khursatul Munibah. M.Sc

Pembimbing I

Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Baba Barus, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

PRAKATA

Assalammu’alaikum. Wr. Wb
Bismillahirrahmanirrahiim. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmat, hidayah, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat

meyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penelitian ini berjudul
“Keterkaitan antara Penggunaan/Penutupan Lahan, Infrastruktur dan Kepadatan
Penduduk di Kota Cilegon dan Kecamatan Sekitarnya”.
Skripsi ini merupakan hasil penelitian sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan bagi para
pembacanya .
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc selaku Pembimbing Skripsi Utama
dan Dr. Khursatul Munibah, M.Sc selaku Pembimbing Skripsi II yang
telah memberikan dukungan, perhatian dan masukan bagi penulis dalam
kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini.
2. Dyah Retno Panuju, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan
saran dan masukan bagi penulis dalam penulisan skripsi ini.
3. Keluarga tercinta, mama, papa, yang selalu berada di samping penulis,
senantiasa mencurahkan kasih sayangnya, perhatian, motivasi dan
mendo’akan penulis setiap waktu, serta terima kasih kepada adikku

tersayang ami yuliannisa.
4. Seluruh sahabat MSL’45, ppj 45 dan ppj 46 terima kasih atas kebersamaan
dan dukungan yang telah diberikan.
5. Bapak Deny Jaynudin yang telah menyempatkan waktu untuk membantu
penulis dalam masalah software yang digunakan dalam penelitian.
6. BAPPEDA, BPS dan PEMDA Bagian Tata Kota Kota Cilegon yang telah
banyak membantu memberikan data-data yang diperlukan penulis untuk
penelitian.
7. BAPPEDA dan BPS Provinsi Banten yang telah banyak membantu
memberikan data-data yang diperlukan penulis untuk penelitian.
8. Semua pihak yang telah membantu kegiatan penelitian dan penyusunan
skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari penulisan karya ilmiah ini tidak luput dari kekurangan,
untuk itu penulis sangat berterima kasih atas kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Akhir
kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Mei 2014
Novia Willannisa

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

xiv

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor yang Mempengaruhinya

4

Ruang dan Penataan Ruang

4

Ketidaksesuaian Penataan Ruang

5


Aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis dalam Pemetaan
Perubahan Tutupan Lahan
6
Interpretasi Citra
METODE

8
10

Waktu, Lokasi, dan Data Penelitian

10

Metode Penelitian
Tahap Persiapan
Tahap Pengumpulan Data
Tahap Analisis Data

11
11
11
11

KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

15

Kondisi Geografis

15

Morfologi dan Fisiologi

16

Kondisi Fisik Wilayah Studi

17

Fungsi-fungsi Ruang Kawasan Kota

18

HASIL DAN PEMBAHASAN

18

Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Periode 2005-2011
Interpretasi Visual Penggunaan/Penutupan Lahan Melalui Citra Geoeye
Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2005-2011
Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2005-2011
Perbedaan Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2005-2011 di
Kota Cilegon dan Kecamatan Sekitarnya
Perbedaan Perkembangan Lahan Terbangun dan Lahan Tidak Terbangun
Tahun 2005-2011 di Kota Cilegon dan Kecamatan Sekitarnya

18
18
23
24

Keterkaitan Penggunaan/Penutupan Lahan dengan Kepadatan Penduduk

31

26
29

Keterkaitan Tingkat Perkembangan Wilayah dengan Kepadatan Penduduk dan
Kerapatan Jalan
36
Penyebaran Kepadatan Penduduk dan Kerapatan Jalan
36
Perkembangan Wilayah
37
Keterkaitan Kepadatan Penduduk dengan Tingkat Perkembangan Wilayah 42
Keterkaitan Kerapatan Jalan dengan Tingkat Perkembangan Wilayah
43
Keterkaitan Perkembangan Lahan Terbangun dengan Jumlah penduduk,
Panjang Jalan, dan Indeks Perkembangan Kecamatan

45

Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2011 dengan RTRW
Periode 2011-2031

47

SIMPULAN DAN SARAN

50

Simpulan

50

SARAN

50

DAFTAR PUSTAKA

50

LAMPIRAN

52

RIWAYAT HIDUP

61
DAFTAR TABEL

Karakteristik Dasar Citra Satelit Ikonos
Karakteristik Dasar Citra Satelit GeoEye-1
Data dan Sumber Data Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian
Variabel yang digunakan untuk menentukan hirarki suatu wilayah
Teknik Analisis dan Hasil yang Diharapkan
Matriks Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2005-2011
Perubahan penggunaan/penutupan lahan menjadi lahan terbangun
Perubahan penggunaan/penutupan lahan yang tidak berubah menjadi lahan
terbangun
Kepadatan penduduk tahun 2005-2011 Kota Cilegon dan Kecamatan
sekitarnya
Kerapatan jalan tahun 2005-2011 Kota Cilegon dan Kecamatan Sekitarnya
Hirarki Wilayah Tahun 2005 Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya
Hirarki Wilayah Tahun 2005 Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya
Keterkaitan Kepadatan penduduk dengan tingkat perkembangan wilayah
Keterkaitan Kerapatan Jalan dengan tingakat perkembangan wilayah
Hasil Analisis Regresi Berganda Keterkaitan Perubahan Lahan Tidak
Produktif menjadi Lahan Terbangun dengan Jumlah Penduduk, Panjang
jalan, dan IPK
Komposisi ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan tahun 2011
dengan RTRW periode 2011-2031 di Kota Cilegon dan Kecamatan
sekitarnya

7
8
10
10
12
14
27
29
30
36
37
40
40
43
44

46

49

DAFTAR GAMBAR
Diagram alir
Wilayah Administrasi Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya
Kenampakan obyek perumahan pada citra (kiri) dan pengamatan lapang
(kanan)
Kenampakan obyek pemukiman pada citra (kiri) dan pengamatan lapang
(kanan)
Kenampakan obyek industri kimia pada citra (kiri) dan pengamatan lapang
(kanan)
kenampakan obyek industri bijih besi baja pada citra (kiri) dan pengamatan
lapang (kanan)
Kenampakan obyek jalan berbentuk lurus pada citra (kiri) dan pengamatan
lapang (kanan)
Kenampakan obyek jalan berbentuk melingkarpada citra (kiri) dan
pengamatan lapang (kanan)
Kenampakan obyek sawah pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan)
Kenampakan obyek pertanian lahan kering pada citra (kiri) dan pengamatan
lapang (kanan)
Kenampakan obyek sungai pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan)
Kenampakan obyek waduk pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan)
Kenampakan obyek waduk pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan)
Kenampakan obyek kolam pemancingan pada citra (kiri) dan pengamatan
lapang (kanan)
Kenampakan obyek lahan terbuka pada citra (kiri) dan pengamatan lapang
(kanan)
Kenampakan obyek tambak pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan)
Kenampakan obyek semak/belukar pada citra (kiri) dan pengamatan lapang
(kanan)
Kenampakan obyek hutan pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan)
Proporsi penggunaan/penutupan lahan tahun 2005 (a) dan 2011(b)
Sebaran spasial penggunaan/penutupan lahan tahun 2005 (a) dan tahun 2011
(b)
Peta perubahan penggunaan/penutupan lahan Tahun 2005-2011 di Kota
Cilegon dan Kecamatan sekitarnya
Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2005-2011 di Kota Cilegon
dan Kecamatan sekitarnya
Grafik keterkaitan luas hutan dengan kepadatan penduduk
Grafik keterkaitan luas hutan dengan kepadatan penduduk di Kota Cilegon
(kiri) dan Kecamatan Sekitarnya (kanan)
Grafik keterkaitan luas sawah dengan kepadatan penduduk
Grafik keterkaitan luas sawah dengan kepadatan penduduk di Kota Cilegon
(kiri) dan Kecamatan Sekitarnya (kanan)
Grafik keterkaitan luas lahan terbuka dengan kepadatan penduduk
Grafik keterkaitan luas lahan terbuka dengan kepadatan penduduk di Kota
Cilegon (kiri) dan Kecamatan Sekitarnya (kanan)
Grafik keterkaitan luas semak/belukar dengan kepadatan penduduk

15
16
19
19
19
19
20
20
20
21
21
21
22
22
22
22
23
23
24
25
28
30
31
31
32
32
32
33
33

Grafik keterkaitan luas semak/belukar dengan kepadatan penduduk di Kota
Cilegon (kiri) dan Kecamatan Sekitarnya (kanan)
Grafik keterkaitan luas lahan pertanian kering dengan kepadatan penduduk
Grafik keterkaitan luas lahan pertanian kering dengan kepadatan penduduk
di Kota Cilegon (kiri) dan Kecamatan Sekitarnya (kanan)
Grafik keterkaitan luas pemukiman dengan kepadatan penduduk
Grafik keterkaitan luas pemukiman dengan kepadatan penduduk di Kota
Cilegon (kiri) dan Kecamatan Sekitarnya (kanan)
Grafik keterkaitan luas industri dengan kepadatan penduduk di Kota
Grafik hubungan luas industri dengan kepadatan penduduk di Kota Cilegon
(kiri) dan Kecamatan Sekitarnya (kanan)
Hirarki Wilayah Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya tahun 2005 (a) dan
tahun 2011 (b)
Grafik Keterkaitan Kepadatan penduduk dengan tingkat perkembangan
wilayah Kota Cilegon dn Kecamatan Sekitarnya
Keterkaitan Kerapatan Jalan dengan tingakat perkembangan wilayah
Sebaran Spasisl Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Tahun 2011
dengan RTRW Periode 2011-2031 Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya
Grafik Komposisi ketidaksesuaian penggunaan lahan tahun 2011 dengan
RTRW periode 2011-2031 di Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya

33
34
34
34
35
35
35
41
43
45
48
49

DAFTAR LAMPIRAN
Keterkaitan penggunaan/penutupan lahan dengan kepadatan penduduk
tahun 2005 di Kota Cilegon
Keterkaitan penggunaan/penutupan lahan dengan kepadatan penduduk
tahun 2011di Kota Cilegon
Keterkaitan penggunaan/penutupan lahan dengan kepadatan penduduk
tahun 2005 di Kecamatan sekitarnya
Keterkaitan penggunaan/penutupan lahan dengan kepadatan penduduk
tahun 2011 di Kecamatan sekitarnya
Ketidaksesuaian terhadap RTRW periode`2011-2031
Bentuk-bentuk ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan tahun
2011 terhadap RTRW periode 2011-2031 di Kota Cilegon
Bentuk-bentuk ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan tahun
2011 terhadap RTRW periode 2011-2031 di Kecamatan sekitarnya
Hasil Pengecekan Lapang

52
52
52
52
53
54
55
57

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang penting untuk
kelangsungan hidup manusia. Lahan diperlukan untuk setiap aktifitas manusia
seperti pertanian, industri, permukiman dan jaringan jalan. Penggunaan lahan
yang luas untuk daerah pedesaan adalah sektor pertanian yang meliputi pertanian
lahan kering (tegalan dan perkebunan) dan pertanian lahan basah (sawah). Daerah
kota lebih banyak digunakan untuk permukiman, industri, dan perdagangan.
Perkembangan kota yang ditunjukkan oleh pertumbuhan penduduk dan
aktivitas kota menuntut pula kebutuhan lahan yang semakin besar. Hal ini
ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan
permukiman. Seiring dengan semakin tinggi tingkat pertumbuhan penduduk baik
secara alami maupun migrasi, dan beragam tuntutan kebutuhan akan sarana dan
prasarana. Disisi lain luas lahan dan potensi lahan adalah tetap (statis) yang
dibatasi oleh wilayah kepemilikan baik secara administratif maupun fungsional,
yang sebenarnya tidak semua bagian wilayah tersebut dapat dimanfaatkan secara
ideal sebagai lahan terbangun.
Intervensi penggunaan lahan kawasan pada kawasan lain yang dilakukan
tanpa pertimbangan atau perencanaan yang baik akan mengganggu atau
mengurangi keseimbangan kegiatan sektor-sektor pembangunan secara
keseluruhan. Keterbatasan luas lahan yang ada di kota menyebabkan kota akan
mengalami perkembangan ke daerah pinggiran kota. Daerah pinggiran kota
merupakan daerah yang mengalami dinamika dalam perkembangannya, terutama
dinamika dalam penggunaan lahan. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan
kebutuhan lahan untuk permukiman dan menampung fungsi-fungsi atau prasarana
kegiatan yang ada. Kondisi ini memicu terjadinya pergeseran pola penggunaan
lahan, terutama di wilayah perkotaan dan sekitarnya.
Dampak positif perubahan penggunaan lahan yaitu muncul pertumbuhan
ekonomi secara agregat baik lokal maupun regional. Namun demikian, dampak
negatif yang ditimbulkan dari perubahan yang ada terutama perubahan fungsi
lahan yang semula lahan pertanian menjadi lahan industri dan permukiman, harus
diantisipasi sejak dini. Perubahan fungsi lahan dari pertanian ke industri dan
permukiman berpengaruh terhadap lingkungan dan perubahan pola sosial
masyarakat. Pengaruh itu dapat dilihat dari perubahan aktivitas masyarakat serta
menurunnya kualitas fisik lingkungan seperti kualitas tanah, air dan udara. Hal ini
sangat penting untuk diantisipasi oleh berbagai pihak agar suatu pembangunan
berkelanjutan (sustainable development) dapat tercapai.
Sejak Kota Cilegon ditetapkan menjadi Kota Otonom pada tanggal 10 April
1999 mendorong Kota Cilegon untuk meningkatkan laju pembangunannya.
Sejalan dengan itu, pembangunan fisik yang berlangsung pesat menimbulkan
beragam aktivitas yang meyebabkan perubahan penggunaan lahan. Faktor-faktor
yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan adalah (a) perkembangan
penduduk, (b) perkembangan sarana dan prasarana, serta (c) ketersediaan lahan,
(d) aktivitas industri dan pariwisata, serta (e) program kebijakan pemerintah
(Yusran, 2006).

2

Kota Cilegon dengan posisinya yang strategis ditetapkan pemerintah pusat
sebagai pusat pelayanan bagi wilayah Banten dan sekitarnya berdasarkan Perda
Kota Cilegon nomor 3 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah.
Kegiatan Kota Cilegon yang didominasi oleh kegiatan industri, kepelabuhanan,
pergudangan, perdagangan, dan jasa telah memberikan implikasi bagi
pertumbuhan dan perkembangan kota. Laju perkembangan kota yang semakin
meningkat diikuti dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi menimbulkan
peningkatan kebutuhan terhadap sandang, pangan, papan dan sarana serta
prasarana lainnya. Pertumbuhan ekonomi dan penduduk yang memusat di wilayah
perkotaan menuntut ruang yang lebih luas ke arah luar kota untuk berbagai
aktivitas ekonomi dan permukiman (Nugroho dan Dahuri, 2004).
Tujuan Penelitian
1. Menganalisis perubahan penggunaan/penutupan lahan periode 2005-2011.
2. Menganalisis keterkaitan penggunaan/penutupan lahan dengan kepadatan
penduduk.
3. Menganalisis keterkaitan perkembangan wilayah dengan kepadatan penduduk
dan kerapatan jalan.
4. Menganalisis ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan saat ini dengan
peruntukkan RTRW.

TINJAUAN PUSTAKA
Lahan, Penggunaan Lahan, dan Penutupan lahan
Penutupan lahan merupakan perwujudan fisik objek-objek yang menutupi
lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap objek-objek tersebut
(Lillesand dan Kiefer, 1997). Berbeda dengan penutupan lahan, menurut Lillesand
dan Kiefer (1997) penggunaan lahan merupakan perwujudan fisik objek-objek
yang menutupi lahan dan berkembang dengan kegiatan manusia pada bidangbidang lahan tersebut.
Secara garis besar, penggunaan lahan dapat dikelompokkan menjadi dua
bagian, yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian.
Penggunaan lahan pertanian merupakan penggunaan semua sumber-sumber alam
yang bertujuan untuk memperoleh hasil produksi pertanian bagi kehidupan
manusia dan dibedakan atas tegalan, sawah, kebun karet, padang rumput, hutan
produksi, padang alang-alang dan sebagainya. Sedangkan penggunaan lahan non
pertanian dibedakan menjadi penggunaan kota atau desa (permukiman), industri,
rekreasi, pertambangan dan sebagainya (Arsyad, 2000).
Barlowe (1986) menyatakan bahwa penggunaan lahan dipengaruhi oleh tiga
faktor penting, yaitu faktor fisik lahan, faktor ekonomi, serta faktor kelembagaan.
Faktor fisik yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah faktor-faktor yang
terkait dengan kesesuaian lahannya, meliputi faktor lingkungan yang secara
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan dan budidaya
tanaman, kemudahan teknik budidaya ataupun pengelolaan lahan dan kelestarian
lingkungan. Faktor fisik ini meliputi iklim, sumberdaya air dan kemungkinan
pengairan, bentuk lahan dan topografi (elevasi dan lereng), serta karakteristik

3

tanah yang secara bersamaan akan membatasi apa yang dapat dan tidak dapat
dilakukan pada sebidang lahan (Sys et al, 1991 dalam Gandasamita, 2001).
Faktor fisik berupa topografi merupakan perbedaan tinggi atau bentuk
wilayah suatu daerah, termasuk didalamnya perbedaan kecuraman dan bentuk
lereng. Peranan topografi terhadap penggunaan lahan berdasarkan unsur-unsurnya
adalah elevasi dan kemiringan lereng. Peranan lereng terkait dengan kemudahan
pengelolaan dan kelestarian lingkungan. Pengaruh relief akan menghasilkan jenisjenis tanah yang berbeda pula. Daerah yang berlereng curam mengalami erosi
yang terus menerus sehingga tanah-tanah di daerah ini bersolum dangkal,
kandungan bahan organik rendah dan perkembangan horizon lambat
dibandingkan dengan tanah di daerah datar. Perbedaan lereng juga menyebabkan
perbedaan air tersedia bagi tumbuhan sehingga mempengaruhi pertumbuhan
vegetasi di tempat tersebut yang seterusnya juga mempengaruhi proses
pembentukan tanah (Hardjowigeno, 1993).
Faktor fisik berupa tanah merupakan salah satu faktor penentu yang
mempengaruhi penyebaran penggunaan lahan. Tanah diartikan sebagai kumpulan
benda alam di permukaan bumi, mengandung gejala-gejala kehidupan, dan
mampu menopang pertumbuhan tanaman. Sehubungan dengan fungsinya sebagai
sumber hara, tanah merupakan faktor fisik lahan yang sering dimodifikasi agar
penggunaan lahan yang diterapkan mendapatkan hasil yang maksimal. Tanah
meliputi horizon-horison tanah yang terletak diatas bahan batuan dan terbentuk
sebagai hasil interaksi sepanjang waktu dari iklim, organisme hidup, bahan induk,
dan relief. Bahan-bahan di bawah tanah atau bahan induk tanah bukanlah selalu
berasal dari batuan yang keras, tetapi juga dapat berasal dari bahan-bahan lunak
seperti alluvium, abu volkan, dan sebagainya (Hardjowigeno, 1993).
Faktor fisik berupa Iklim merupakan faktor fisik yang sulit dimodifikasi dan
paling menentukan keragaman penggunaan dan penutupan lahan. Unsur-unsur
dari iklim seperti hujan, penyinaran matahari, angin, kelembaban, dan evaporasi
akan menentukan ketersediaan air dan energi sehingga secara langsung akan
mempengaruhi ketersedian hara bagi tanaman. Penyebaran dari unsur-unsur iklim
bervariasi menurut ruang dan waktu sehingga penggunaan lahan juga beragam
sesuai dengan penyebaran iklimnya (Mather, 1986 dalam Arsyad, 1989).
Sumberdaya air dan kemungkinan pengairan, secara umum juga akan
mempengaruhi perubahan penggunaan dan penutupan lahan yang akan mengubah
karakteristik aliran sungai, total aliran permukaan, kualitas air, dan sifat hidrologi
daerah yang bersangkutan.
Faktor kelayakan ekonomi adalah seluruh persyaratan yang diperlukan untuk
pengelolaan suatu penggunaan lahan. Pengelola lahan tidak akan memanfaatkan
lahannya kecuali bila penggunaan tersebut termasuk dalam hal ini teknologi yang
diterapkan, telah diperhitungkan akan memberikan suatu keuntungan atau hasil
yang lebih besar dari biaya modalnya (Barlowe, 1986). Kelayakan ekonomi ini
bersifat dinamis, tergantung dari harga dan permintaan terhadap penggunaan
lahan tersebut atau hasilnya. Penerapan teknologi baru ataupun meningkatnya
permintaan mungkin menyebabkan suatu penggunaan lahan yang awalnya tidak
memiliki nilai ekonomis berubah menjadi layak secara ekonomi.
Faktor-faktor kelembagaan yang mempengaruhi pola penggunaan lahan
adalah faktor-faktor yang terkait dengan sosial budaya dan aturan-aturan dari
masyarakat, termasuk dalam hal ini aturan atau perundangan dari pemerintah

4

setempat (Barlowe, 1986). Penggunaan lahan yang dijumpai di suatu wilayah
adalah penggunaan lahan yang tidak bertentangan dengan kebijaksanaan
pemerintah, sosial budaya, kebiasaan, tradisi, ataupun kepercayaan yang dianut
oleh masyarakat setempat.
Faktor manusia juga turut mempengaruhi penggunaan lahan, seperti kualitas
dan kuantitas. Kualitas berkaitan dengan umur, kepribadian, pendidikan, dan
segala sesuatu yang menentukan kualitas dari manusia tersebut dalam menentukan
keputusan, sedangkan kuantitas berkaitan dengan jumlah penduduk. Peningkatan
jumlah penduduk yang semakin tinggi berdampak pada tekanan populasi yang
semakin besar dan merupakan pendorong utama terhadap perubahan lahan
pertanian di negara berkembang.
Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor yang Mempengaruhinya
Perubahan penggunaan lahan diartikan sebagai suatu proses perubahan dari
penggunaan lahan sebelumnya ke penggunaan lain yang dapat bersifat permanen
maupun sementara dan merupakan konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan
dan transformasi perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang
berkembang baik untuk tujuan komersial maupun industri (Muiz, 2009).
Perubahan penggunaan lahan umumnya bersifat irreversible (tidak dapat balik),
karena untuk mengembalikannya dibutuhkan modal yang sangat besar.
Bern (1977), mengemukakan bahwa perubahan penggunaan lahan adalah
akibat dari jumlah dan komposisi penduduk secara berkala ataupun permanen.
Pengaruh yang lain ialah terhadap ekonomi lahan, seperti harga, sewa dan pasar
lahan. Penyebab perubahan penggunaan lahan menurut Nasoetion (1991),
diantaranya :
1. Besarnya tingkat urbanisasi dan lambatnya proses pembangunan di
pedesaan.
2. Meningkatnya jumlah penduduk berpendapatan menengah hingga atas di
wilayah perkotaan yang berakibat tingginya permintaan terhadap
permukiman.
3. Terjadinya transformasi di dalam struktur perekonomian yang pada
gilirannya akan mendepak kegiatan pertanian atau lahan hijau khususnya
di perkotaan.
4. Terjadinya fragmentasi pemilikan lahan menjadi satuan-satuan usaha
dengan ukuran yang secara ekonomi tidak efisien.
Perubahan penggunaan lahan pada umumnya dapat diamati dengan
menggunakan data-data spasial dari peta penggunaan lahan dari titik tahun yang
berbeda. Data penginderaan jauh seperti citra satelit, radar, dan foto udara sangat
membantu dalam pengamatan perubahan penutupan atau penggunaan lahan.
Ruang dan Penataan Ruang
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk lain hidup, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya
(UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang).

5

Tata ruang adalah wujud struktural dan pola ruang (UU No.26 tahun 2007
tentang Penataan Ruang). Dalam paradigma perencanaan tata ruang yang modern,
perencanaan ruang diartikan sebagai bentuk pengkajian yang sistematis dari aspek
fisik, sosial, dan ekonomi untuk mendukung dan mengarahkan pemanfaatan ruang
di dalam memilih cara yang terbaik untuk meningkatkan produktivitas agar
memenuhi kebutuhan masyarakat (publik) secara berkelanjutan (Rustiadi et al,
2006).
Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang sebagai suatu proses
yang ketiganya tersebut merupakan satu kesatuan sistem yang tidak dapat
dipisahkan satu dengan lainnya (UU No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang).
Disadari bahwa ketersediaan ruang itu sendiri terbatas. Bila pemanfaatan ruang
tidak diatur dengan baik, kemungkinan besar terjadi inefisiensi dalam
pemanfaatan ruang dan penurunan kualitas ruang serta dapat mendorong kearah
ketidakseimbangan pembangunan antar wilayah serta kelestarian lingkungan
hidup. Oleh karena itu diperlukan penataan ruang untuk mengatur
pemanfaatannya berdasarkan besaran kegiatan, jenis kegiatan, fungsi lokasi,
kualitas ruang dan estetika lingkungan. Oleh karena pengelolaan sub sistem yang
satu akan berpengaruh pada sub sistem yang lain, yang pada akhirnya akan
mempengaruhi sistem ruang secara keseluruhan, pengaturan ruang menuntut
dikembangkannya suatu sistem keterpaduan sebagai ciri utamanya. Seiring
dengan maksud tersebut, maka pelaksanaan pembangunan, baik ditingkat pusat
maupun tingkat daerah harus sesuai dengan rencana tata ruang yang telah
ditetapkan. Dengan demikian pemanfaatan ruang tidak bertentangan dengan
rencana tata ruang yang sudah ditetapkan (Sastrowihardjo et al,2001).
Ketidaksesuaian Penataan Ruang
Hal-hal yang bisa mendorong ketidaksesuaian RTRW seperti kurangnya
tenaga professional perencana, rendahnya akurasi dan up date data dan kurangnya
dana pendukung, serta kurangnya keterlibatan masyarakat dalam proses
perencanaan (Sondakh, 2002). Selain itu, dalam pelaksanaannya juga sering
dijumpai tumpang tindih dalam pengaturannya dengan sektor lain.
Dalam pelaksanaannya pemanfaatan lahan belum seluruhnya mengacu
kepada RTRW karena beberapa kendala sebagai berikut:
1. Pelaksanaan atau pengarahan kesesuaian penggunaan lahan hanya terbatas
pada perorangan atau Badan Hukum yang mengajukan izin lokasi atau hak
atas tanah, sedang masyarakat pada umumnya belum banyak berpartisipasi
bahkan banyak yang tidak mengetahui keberadaan dan fungsi RTRW.
2. Penyusunan RTRW belum banyak melibatkan partisipasi masyarakat
antara lain dalam pemberian informasi tentang potensi wilayahnya.
3. RTRW disusun berdasarkan potensi fisik dan ekonomi wilayah yang di
dalam fungsi-fungsi kawasan terdapat bidang-bidang lahan yang telah
digunakan dan dimanfaatkan oleh masyarakat yang penggunaannnya tidak
sesuai dengan arahan RTRW.

6

Aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis dalam
Pemetaan Perubahan Tutupan Lahan
Penginderaan jauh adalah ilmu, teknik dan seni untuk memperoleh
informasi tentang suatu obyek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang
diperoleh dengan suatu peralatan tanpa kontak langsung obyek, daerah atau
fenomena yang dikaji. Cara memperolehnya dengan mendeteksi gelombang
elektromagnetik yang dipantulkan, diserap dan ditransmisikan atau dipancarkan
oleh masing-masing obyek yang datang padanya, sehingga energi pantulan atau
pancaran yang diterima oleh sensor dapat dipergunakan sebagai ciri pengenalan
obyek, daerah atau fenomena yang sedang diteliti (Lillesand dan Kiefer, 1993)
Sistem informasi geografis (SIG) adalah sistem informasi yang dirancang
untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografis.
Dengan kata lain, SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus
untuk data yang bereferensi spasial bersamaan dengan seperangkat operasi kerja
(Barus dan Wiradisastra, 2000).
Kebutuhan teknologi penginderaan jauh yang dipadukan dengan Sistem
informasi Geografi (SIG) untuk tujuan inventarisasi dan pemantauan sangat
penting terutama bila dikaitkan dengan pengumpulan data yang cepat dan akurat.
Disamping itu pengumpulan data dengan teknologi penginderaan jauh dapat
mengurangi bahkan menghilangkan pengaruh subyektivitas. Mengingat luasnya
dan banyaknya variasi wilayah Indonesia, sejalan dengan kemajuan teknologi
informasi, maka aplikasi penginderaan jauh dan SIG sangat tepat. Kedua
teknologi tersebut dapat dipadukan untuk meningkatkan kemampuannya dalam
hal pengumpulan data, manipulasi data, analisis data serta menyediakan informasi
secara terpadu (Wahyunto, 2007).
Pemanfaatan teknologi inderaja di Indonesia perlu lebih dikembangan dan
diaplikasikan untuk mendukung efisiensi pelaksanaan inventarisasi sumberdaya
lahan/tanah dan identifikasi penyebaran karakteristik lahan pertanian (lahan sawah,
lahan kering, lahan rawa, lahan tidur, lahan kritis, estimasi produksi) terutama
pada wilayah sentra produksi pangan. Teknologi penginderaan jauh semakin
berkembang melalui kehadiran berbagai sistem satelit dengan berbagai misi dan
teknologi sensor. Aplikasi satelit penginderaan jauh telah mampu memberikan
data/informasi tentang sumberdaya alam dataran dan sumberdaya alam kelautan
secara teratur dan periodik. Penggunaan lahan tidak dapat langsung dikenali pada
citra satelit, tetapi melalui vegetasi atau tanamannya. Dengan teknologi Inderaja,
penjelajahan lapangan dapat dikurangi, sehingga akan menghemat waktu dan
biaya bila dibanding dengan cara teristris di lapangan (Wahyunto, 2004).
Dari sekian banyak satelit penginderaan jauh, yang merupakan generasi baru
dalam melakukan pemetaan penggunaan lahan dan penutupan lahan adalah citra
ikonos dan geoeye-1.
Sistem satelit Ikonos dibuat oleh Lockheed Martin Commercial Space
Systems. Raytheon membuat elemen-elemen komunikasi image processing dan
costumer service, sedangkan Eastman Kodak membuat dalam hal menyajikan
kameranya. Ikonos berasal dari bahasa Yunani “Eye-KOH-NOS” yang berarti citra
atau image. Ikonos menyajikan data satelit dengan resolusi tinggi, sangat cocok
digunakan untuk untuk pemetaan sumberdaya alam daerah pedalaman dan
perkotaan, analisis bencana alam, kehutanan, pertanian, pertambangan, teknik

7

konstruksi, pemetaan perpajakan, dan deteksi perubahan. Satelit ikonos
dioperasikan oleh Space Imaging Inc. Denver Colorado, Amerika Serikat dan
diluncurkan pada 24 September 1999 dan menyediakan data untuk tujuan
komersial pada awal 2000. Ikonos adalah satelit dengan resolusi spasial tinggi
yang merekam data multispektral 4 kanal pada resolusi 4 m (citra berwarna) dan
sebuah kanal pankromatik dengan resolusi 1 m Karakteristik satelit Ikonos
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Karakteristik Dasar Citra Satelit Ikonos

Sistem
Tanggal Peluncuran

Ikonos
24 September 1999 di Pangkalan Angkatan
Udara Vandenberg, California, USA

Masa operasional orbit
Kecepatan dalam orbit
Kecepatan di atas permukaan tanah
Revolusi mengelilingi bumi
Altitude
Resolusi pada titik Nadir

Lebih dari 7 tahun
7,5 kilometer per detik
6.8 kilometer per detik
14.7, setiap 24 jam
681 kilometers
0.82 meter panchromatic; 3.2 meters
multispectral
Resolusi Spasial
1.0 meter panchromatic; 4.0 meters
multispectral
Resolusi Spektral
Panchromatic (0,45-0,90 μm)
Band 1 (0,45-0,53 μm)
Band 2 (0,52-0,61 μm)
Band 3 (0,64-0,72 μm)
Band 4 (0,77-0,88 μm)
Resolusi Temporal
3 hari
Resolusi Radiometrik
8 bit
Luas sapuan (Image Swath)
11.3 kilometer pada titik nadir;
Waktu melintasi ekuator
Nominal pada 10:30 AM waktu
matahari/siang hari
Waktu pengulangan pelintasan
Setiap sekitar 3 hari pada latitude 40°
Kisaran dinamis
11-bits per pixel
Band citra
Panchromatic, blue, green, red, near IR
Sumber : Satellite Imaging Corporation (2008)

Citra GeoEye-1 merupakan salah satu citra resolusi tinggi yang dimiliki
oleh perusahaan GeoEye-1 diluncurkan oleh Vandenburg Air Force California
pada tanggal 6 September 2008. Citra satelit ini merupakan citra permukaan bumi
dengan kedetilan dan akurasi yang tinggi dibandingkan dengan citra satelit
resolusi tinggi lainnya. GeoEye-1 secara simultan melakukan perekaman saluran
pankromatik dengan resolusi spasial 0.41 meter dan saluran multispektral dengan
resolusi spasial 1.65 meter. Akan tetapi berdasarkan kebijakan pemerintah AS
resolusi spasial yang diperkenankan untuk kepentingan komersial adalah resolusi

8

0,5 meter dan 2 meter. Karakteristik Dasar Citra Satelit GeoEye-1 disajikan pada
tabel 2
Tabel 2 Karakteristik Dasar Citra Satelit GeoEye-1

Sistem
Tanggal Peluncuran
Masa operasional orbit
Kecepatan dalam orbit
Altitude
Resolusi pada titik Nadir
Resolusi Spasial
Resolusi Spektral

Resolusi Temporal
Resolusi Radiometrik
Luas sapuan (Image Swath)
Waktu melintasi ekuator
Waktu pengulangan pelintasan

GeoEye-1
6 September 2008 di Pangkalan Angkatan
Udara Vandenberg, California, USA
Lebih dari 7 tahun
7,5 kilometer per detik
681 kilometers
0.41 meter panchromatic; 1.65 meters
multispectral
0.41 meter panchromatic; 1.65 meters
multispectral
Panchromatic: 450 - 800 nm
Blue: 450 - 510 nm
Green: 510 - 580 nm
Red: 655 - 690 nm
Near Infra Red: 780 - 920 nm
kurang dari 3 hari
11 bits
15.2 kilometer pada titik nadir;
Nominal pada 10:30 AM waktu
matahari/siang hari
2,3 hari pada titik nadir maksimum 30°

Kisaran dinamis
11-bits per pixel
Band citra
Panchromatic, blue, green, red, near IR
Sumber :Satellite Imaging Corporation (2008)

Interpretasi Citra
Interpretasi citra merupakan kegiatan mengkaji foto udara atau citra dengan
maksud untuk mengidentifikasi obyek yang tergambar pada citra dan menilai arti
penting obyek tersebut (Estes dan Simonett, 1975 dalam Sutanto, 1986).
Rangkaian kegiatan yang diperlukan di dalam pengenalan objek yang tergambar
pada citra, yaitu deteksi, identifikasi, dan analisis. Deteksi merupakan pengamatan
atas ada atau tidaknya suatu objek pada citra. Identifikasi adalah upaya untuk
mencirikan objek yang dideteksi dengan menggunakan keterangan yang cukup,
yaitu mengggunakan unsur interpretasi citra. Pada tahap analisis merupakan tahap
dikumpulkannya keterangan lebih lanjut untuk membuat kesimpulan (Lint dan
Simonett, 1975 dalam Sutanto, 1986).
Terdapat sembilan unsur interpretasi citra yang dikemukakan oleh Sutanto
(1986), yaitu :

9

1. Rona, menunjukkan adanya tingkat keabuan yang teramati pada foto udara
hitam putih dan dapat diwujudkan dengan nilai densitas cara logaritmik antara
hitam dan putih, dengan berpedoman pada skala keabuan.
2. Warna, dapat dipresentasikan terhadap tiga unsur (hue,value,chroma) dan
mengelompokkannya dalam berbagai kelas. Perbedaan warna pada
kertascetakan atau trasparansi lebih mudah dikenali daripada perbedaan rona
pada foto udara hitam putih.
3. Ukuran, memiliki dua aspek dan biasanya memerlukan stereoskop untuk
pengamatan tiga dimensional. Ukuran objek bermanfaat dalam pengenalan
objek tertentu seperti pohon tua, dewasa, muda, pohon anakan, dan semak.
4. Bentuk, bentuk dan ukuran sering berasosiasi sangat erat. Bentuk merujuk
pada konfigurasi umum suatu objek sebagaimana terekam pada citra
penginderaan jauh.
5. Tekstur, perbedaan tekstur dapat dikenali pada semua skala foto udara dengan
resolusi citra spasial yang semakin baik. Tekstur merupakan frekuensi
perubahan rona dalam citra foto udara.
6. Bayangan, berasosiasi dengan bentuk dan tinggi objek.
7. Pola, merupakan sebuah karakteristik makro yang digunakan untuk
mendeskripsikan tata ruang pada citra, termasuk didalamya pengulangan
kenampakan-kenampakan alami. Sering berasosiasi dengan geologi, topografi,
tanah, iklim, dan komunitas tanaman.
8. Situs, menjelaskan tentang posisi muka bumi dan citra yang diamati dalam
kaitannya dengan kenampakan disekitarnya atau berkonotasi terhadap
gabungan-gabungan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi
karakteristik makro objek.
9. Asosiasi, menunjuk suatu komunitas objek yang memiliki keseragaman
tertentu atau beberapa objek yang berdekatan secara erat dimana masingmasing membentuk keberadaan yang lainnya.
Interpretasi citra selain didasarkan pada pemahaman tentang objek melalui
unsur-unsur interpretasi, pengenalan objek juga sangat tergantung pada data citra
pengideraan jauh yang tersedia, baik foto udara maupun citra satelit. Citra foto
udara berskala besar atau citra satelit beresolusi tinggi akan sangat membantu
dalam pengenalan objek karena memperlihatkan unsur-unsur interpretasi secara
jelas. Unsur-unsur interpretasi citra tidak harus digunakan seluruhnya untuk
mengenali suatu objek, meskipun hanya beberapa unsur saja yang digunakan dan
objek sudah dapat dikenali maka unsur lain dapat diabaikan. Namun, jika objek
belum diketahui dengan semua unsur tersebut, maka harus dilakukan cek lapang.
Pengecekan lapang atau ground truth didefinisikan sebagai observasi,
pengukuran, dan pengumpulan informasi tentang kondisi aktual di lapangan
dalam rangka menentukan hubungan antara data penginderaan jauh dan objek
yang diobservasi (Murai dalam Timbunan, 2006). Pengambilan data lapang ini
juga dilakukan untuk memperoleh informasi dan kondisi secara nyata. Dengan
demikian, jika terdapat data penginderaan jauh yang tidak dimengerti, dapat
dilakukan verifikasi dengan kondisi sebenarnya di lapang.

10

METODE
Waktu, Lokasi, dan Data Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kota Cilegon dan kecamatan sekitarnya. Kota
Cilegon terdiri atas 8 kecamatan, yaitu Kecamatan Ciwandan, Kecamatan
Pulomerak, Kecamatan Cibeber, Kecamatan Grogol, Kecamatan Purwakarta,
Kecamatan Citangkil, dan Kecamatan Jombang. Sedangkan 6 Kecamatan
sekitarnya yaitu Kecamatan Puloampel, Kecamatan Bojonegara, Kecamatan
Waringin kurung, Kecamatan Kramatwatu, Kecamatan Mancak, dan Kecamatan
Mancak. Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2012 sampai Agustus 2013.
Pengolahan dan analisis data dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan
Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Data dan Alat Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Tabel 3 dan alat
penelitian yang digunakan disajikan pada Tabel 4.
Tabel 3 Data dan Sumber Data Penelitian
No
1

2

3.
4.

Data
Citra ikonos Kota Cilegon dan kecamatan
sekitarnya tahun 2005; Citra Geoeye Kota Cilegon
dan kecamatan sekitarnya tahun 2011
Peta Administrasi Kota Cilegon ; Peta Administrasi
Kabupaten Serang; Peta RTRW Kota Cilegon
Periode 2011-2031; Peta RTRW Kabupaten Serang
Periode 2011-2031
Data Kota Cilegon dalam angka tahun 2005-2011
Data Kabupaten Serang Dalam angka tahun 20052011

Sumber
Google earth

BAPPEDA Provinsi
Banten

BPS Kota Cilegon
BPS Kabupaten Serang

Tabel 4 Alat yang digunakan dalam penelitian
No
1
2
3.

Alat
Stich maps
Universal Maps Downloader
ArcGis 9.3, Arcview 3.3

4.
5.
6.

Microsoft Office Excel 2007
GPS
SPSS 13

Keterangan
Mendownload Citra Geoeye tahun 2011
Mendownload Citra Geoeye tahun 2005
Interpretasi penggunaan/penutupan lahan dan
pengolahan data
Tabulasi data
Menentukan titik kordinat saat cek lapang
Menganalisis keterkaitan faktor-faktor
perkembangan lahan terbangun

11

Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yaitu tahap persiapan,
tahap pengumpulan data, serta tahap analisis data.
Tahap Persiapan
Pada tahap ini dilakukan pemilihan topik penelitian, studi literatur, pembuatan
proposal dan pencarian data yang diperlukan serta metode yang digunakan untuk
analisis data.
Tahap Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data
primer terdiri dari interpretasi penggunaan lahan dan digitasi jalan serta
pengecekkan lapang. Data sekunder terdiri dari Peta RTRW periode 2011-2031,
Peta Administrasi, data Cilegon dalam angka 2005-2011 serta data Kabupaten
Serang dalam angka 2005-2011.
1. Tahap Analisis Data
Tahap pengolahan dan analisis data terdiri dari analisis perubahan
penggunaan/penutupan lahan periode 2005-2011, analisis keterkaitan
penggunaan/penutupan lahan tahun 2005-2011 dengan kepadatan penduduk tahun
2005-2011, analisis tingkat perkembangan wilayah dengan kepadatan penduduk
dan kerapatan jalan, analisis keterkaitan perkembangan lahan terbangun dengan
jumlah penduduk, panjang jalan, dan indeks perkembangan kecamatan serta
analisis ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan tahun 2011 dengan Rencana
Tata Ruang Wilayah periode 2011-2031.
Analisis perubahan penggunaan/penutupan lahan periode 2005-2011
Pada tahap ini, dilakukan overlay pada peta penggunaan/penutupan lahan
tahun 2005 dengan peta penggunaan/penutupan lahan tahun 2011 untuk
mengetahui perubahan penggunaan/penutupan lahan periode 2005 sampai 2011.
Selanjutnya dilakukan pengecekan lapang untuk memperoleh informasi yang
tidak terdapat dalam citra.
Analisis keterkaitan penggunaan/penutupan lahan tahun 2005-2011 dengan
kepadatan penduduk tahun 2005-2011
Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif untuk mengetahui hubungan
antara penggunaan/penutupan lahan dengan kepadatan penduduk. Jumlah
penduduk tahun 2005-2011 (jiwa) dibagi luas wilayah per kecamatan (km²) yang
didapat dari Peta administrasi yang telah dikoreksi geometrik, interpretasi, dan
digitasi menghasilkan kepadatan penduduk (jiwa/km²) dan dengan peta
penggunaan/penutupan lahan tahun 2005-2011 dapat mengetahui pola
penggunaan lahan yang dipengaruhi kepadatan penduduk.

12

Analisis tingkat perkembangan wilayah terkait dengan kepadatan penduduk
dan kerapatan jalan
Tingkat perkembangan wilayah didapatkan dari hasil analisis menggunakan
Metode Skalogram. Metode Skalogram digunakan untuk mengetahui hirarki yang
ada di suatu wilayah. Penetapan hirarki pusat-pusat pertumbuhan dan pelayanan
didasarkan pada penetapan jumlah dan jenis unit sarana-prasarana serta fasilitas
sosial ekonomi yang tersedia. Metode ini menghasilkan hirarki atau peringkat
yang lebih tinggi pada pusat pertumbuhan yang memiliki jumlah dan jenis
fasilitas yang lebih banyak. Penetapan tingkat perkembangan wilayah dibagi
menjadi tiga, yaitu :
Hirarki I
: Jika nilai Indeks Perkembangan Kecamatan lebih besar dari nilai
stdev dan rata-rata [IPK>(Stdev+Average)]
Hirarki II
: Jika nilai Indeks Perkembangan Kecamatan lebih besar sama
dengan rata-rata (IPK>=Average)
Hirarki III
: Jika nilai Indeks Perkembangan Kecamatan lebih kecil dari ratarata (IPK