. Rencana Penggunaan Lahan Untuk Komoditas Unggulan Berbasis Analisis Multi-Objective Land Allocation Di Kabupaten Cianjur

RENCANA PENGGUNAAN LAHAN UNTUK KOMODITAS
UNGGULAN BERBASIS ANALISIS MULTI-OBJECTIVE
LAND ALLOCATION DI KABUPATEN CIANJUR

WISTHA NOWAR

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Rencana Penggunaan
Lahan untuk Komoditas Unggulan Berbasis Analisis Multi-Objective Land
Allocation di Kabupaten Cianjur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2015
Wistha Nowar
NIM A156130234

RINGKASAN
WISTHA NOWAR. Rencana Penggunaan Lahan untuk Komoditas Unggulan
Berbasis Analisis Multi-Objective Land Allocation di Kabupaten Cianjur.
Dibimbing oleh DWI PUTRO TEJO BASKORO dan BOEDI TJAHJONO.
Pengembangan suatu wilayah hendaknya dilakukan dengan memberi
konsentrasi yang lebih besar kepada sektor basis atau komoditas yang menjadi
unggulan di wilayah tersebut. Kabupaten Cianjur memiliki potensi yang besar pada
sektor pertanian, hal ini dapat dilihat dari share terhadap PDRB yang mencapai
lebih dari 40%. Pengembangan sektor pertanian sangat bergantung kepada
ketersediaan lahan yang sesuai bagi berbagai komoditasnya. Penggunaan lahan
yang tidak mempertimbangkan aspek kesesuaian lahan akan menyebabkan
terjadinya degradasi lingkungan sehingga bertentangan dengan prinsip
pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang mensyaratkan
terwujudnya lingkungan yang lestari sehingga tidak merugikan kepentingan
generasi masa yang akan datang. Bagi sektor pertanian penggunaan lahan yang

tidak sesuai dengan karakteristik yang dimiliki lahan disamping dapat merusak
lingkungan juga akan menyebabkan menurunnya produktivitas dari tanaman
tersebut, oleh karenanya diperlukan suatu mekanisme dalam mengalokasikan lahan
untuk berbagai tujuan penggunaannya. Pengalokasian sumberdaya lahan untuk
berbagai tujuan penggunaan hendaknya berdasarkan berbagai aspek pertimbangan
sehingga diharapkan dapat memberi hasil yang optimal dari pemanfaatan suatu
lahan. Tujuan penelitian: 1) Menentukan sektor / subsektor basis dan komoditas
unggulan di Kabupaten Cianjur; 2) Menganalisis kesesuaian lahan untuk komoditas
unggulan di Kabupaten Cianjur; 3) Menyusun arahan alokasi lahan untuk
komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur.
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Cianjur dengan menggunakan data
primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dan pengamatan
lapang. Data sekunder diperoleh dari beberapa instansi terkait. Teknik analisis yang
digunakan adalah; Location Quotient (LQ), Differential Shift (DS), Analisis Spasial
(matching), AHP dan Multi-Objective Land Allocation (MOLA). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pertanian merupakan sektor basis dengan indeks LQ sebesar
3.47, tanaman bahan makanan merupakan subsektor basis dengan indeks LQ
sebesar 1.01. Sementara itu melalui analisis LQ dan DS diperoleh komoditas
unggulan adalah kacang tanah, kedelai dan padi sawah. Sebagian besar lahan di
Kabupaten Cianjur untuk padi sawah, kacang tanah, dan kedelai masuk ke dalam

ordo tidak sesuai (N) yaitu sebesar 238,400 ha (67.94%), sisanya 112,478 ha
(32.06%) masuk ke dalam ordo sesuai (S). Alokasi lahan untuk padi sawah seluas
58,566 ha tersebar di 32 kecamatan sebagian besar di Cianjur Utara dan Tengah,
kacang tanah tersebar di 28 kecamatan mayoritas di Cianjur Selatan dengan luas
seluruhnya 24,161 ha. Sementara kedelai tersebar di 23 kecamatan mayoritas
berada di Cianjur Selatan dan Tengah dengan luas seluruhnya 14,420 ha.
Kata kunci: analisis kesesuaian lahan, komoditas unggulan, MOLA, sektor basis

SUMMARY
WISTHA NOWAR. Land Use Planning for Leading Commodities Based Analysis
of Multi-Objective Land Allocation in Cianjur Regency. Supervised by DWI
PUTRO TEJO BASKORO and BOEDI TJAHJONO.
Regional development can be carried out with an emphasis on the basic
sectors or leading commodities. Cianjur regency has a great potential in the
agricultural sector as indicated by Its high GDP share (>40%). The development of
the agricultural sector relies heavily on the availability of suitable land for many
kind of commodities. Otherwise, land use does not consider aspects of land
suitability will lead to environmental degradation so contrary to the principles of
sustainable development which requires the establishment of a sustainable
environment so as not to harm the interests of future generations. For agricultural

land use that is not in accordance with the characteristics of the land not only
harming the environment but also lead to decreased productivity of the plant,
therefore we need a mechanism to allocate land for any purposes of use. The
allocation of land resources for set of plan land use, must be made base on multiple
of aspects of the considerations that are expected to provide optimal results from
the use of the land. The purpose of this study is threefold: 1) To determine the sector
/ subsector basis and leading commodity in Cianjur regency; 2) To analyze the
suitability of land for leading commodities in Cianjur regency; 3) To develop land
allocation for leading commodities in Cianjur regency.
This research was conducted in Cianjur regency by using primary and
secondary data. Primary data were obtained from interviews and field observations.
Secondary data were obtained from the relevant agencies. The analysis technique
used were LQ, DS, Spatial Analysis (matching), AHP and Multi-Objective Land
Allocation (MOLA). The results showed that agriculture is a sector basis with a
number of LQ is 3.47, the food crops is subsector basis with a number of LQ is
1.01. Meanwhile through LQ analysis and DS obtained leading commodities are
peanuts, soybeans and rice paddies. For paddy, peanuts, and soybean most of the
land into the Order does not match (N) in the amount of 238,400 hectares (67.94%),
the remaining 112,478 hectares (32.06%) into the appropriate Order (S). Allocation
of land for paddy area is 58,566 hectares, spread over 32 districts mostly in North

and Central Cianjur, peanut spread over 28 districts in South Cianjur majority with
a total area is 24,161 hectares. While soybean is spread in 23 sub-districts are mostly
in Central and South Cianjur with a total area is 14,420 hectares.
Key words: basic sector, land suitability analysis, leading commodities, MOLA

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

RENCANA PENGGUNAAN LAHAN UNTUK KOMODITAS
UNGGULAN BERBASIS ANALISIS MULTI-OBJECTIVE
LAND ALLOCATION DI KABUPATEN CIANJUR

WISTHA NOWAR


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Widiatmaka, DAA

Judul Tesis : Rencana Penggunaan Lahan untuk Komoditas Unggulan Berbasis
Analisis Multi-Objective Land Allocation di Kabupaten Cianjur
Nama
: Wistha Nowar
NIM
: A156130234


Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc
Ketua

Dr Boedi Tjahjono, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr


Tanggal Ujian: 23 Maret 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2014 ini ialah rencana
penggunaan lahan, dengan judul Rencana Penggunaan Lahan untuk Komoditas
Unggulan Berbasis Analisis Multi-Objective Land Allocation di Kabupaten Cianjur.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro,
M.Sc dan Bapak Dr. Boedi Tjahjono, M.Sc selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir
Widiaatmaka, DAA yang telah banyak memberi saran. Penghargaan penulis juga
sampaikan kepada Bapak Dr. Ir Ernan Rustiadi, Ir Homzar Effendi, MP dari
Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Cabang Cianjur, Bapak Ir. H. Arifin,
MM, Ibu Nina Priyantina, SP, MP, Bapak Ir M. Sobur dari Dinas Pertanian
Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Cianjur serta Ibu Ir. Hermin
Patriyana M.Si dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Kabupaten Cianjur
beserta stafnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pimpinan Pusat
Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencana Badan Perencanaan dan

Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas) atas kesempatan untuk
melanjutkan pendidikan magister di Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
(PWL) IPB. Selanjutnya penulis ucapkan terima kasih kepada Prof Dr Ir Santun
R.P. Sitorus selaku ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB atas
bimbingan dan arahannya selama menjalani perkuliahan Ungkapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada Bunda, adik Dian, Mirdha dan isteriku tercinta
Satriani Wulandari serta anak-anakku Muhammad Dzakiy Wardari, Ayesha
Raqiyya Wardari dan Radhwa Syarafana Wardari atas do’a, dukungan, ketabahan,
kesabaran dan pengorbanan kalian selama ini.
Terakhir penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh rekan-rekan
mahasiswa program kelas khusus Bappenas angkatan 2013 dan rekan-rekan
mahasiswa yang tergabung dalam Ikatan Keluarga Mahasiswa Pascasarjana Aceh
(IKAMAPA) atas bantuan dan dukungannya selama menjalani perkuliahan sampai
penyusunan tesis ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2015
Wistha Nowar

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran

1
1

2
3
3
3

TINJAUAN PUSTAKA
Pengembangan Wilayah
Basis Ekonomi
Komoditas Unggulan
Evaluasi Kesesuaian Lahan
Arahan Alokasi Penggunaan Lahan

6
6
8
11
15
19

METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis Data dan Alat
Metode Pengumpulan Data dan Teknik Analisis Data

22
22
23
23

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak Geografis dan Kondisi Administratif
Kondisi Fisik Wilayah
Karakteristik Demografi
Keadaan Perekonomian

33
33
35
39
40

HASIL DAN PEMBAHASAN
Sektor, Subsektor Basis dan Komoditas Unggulan
Kesesuaian Lahan Padi Sawah, Kacang Tanah dan Kedelai
Arahan Alokasi Penggunaan Lahan

44
44
46
52

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

78
78
78

DAFTAR PUSTAKA

79

LAMPIRAN

83

RIWAYAT HIDUP

85

DAFTAR TABEL
1 Hubungan antara tujuan penelitian, jenis data, sumber data, teknik
analisis dan keluaran
2 Nilai Random Index (RI)
3 Pembagian wilayah administrasi Kabupaten Cianjur
4 Distribusi persentase share PDRB Kabupaten Cianjur atas dasar harga
konstan 2000 menurut lapangan usaha Tahun 2008 - 2012
5 Laju pertumbuhan (%) PDRB Kabupaten Cianjur atas dasar harga
konstan 2000 menurut lapangan usaha Tahun 2008 - 2012
6 Indeks LQ sektor ekonomi Kabupaten Cianjur Tahun 2011 - 2013 atas
dasar Harga Konstan 2000
7 Indeks LQ subsektor pada sektor pertanian di Kabupaten Cianjur
Tahun 2011-2013 atas dasar harga konstan 2000
8 Analisis komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur Tahun 2011 - 2013
9 Kesesuaian lahan padi sawah, kacang tanah dan kedelai
di Kabupaten Cianjur
10 Distribusi Ordo, Kelas dan Subkelas kesesuaian lahan padi sawah,
kacang tanah dan kedelai di Kabupaten Cianjur
11 Komponen data untuk menghitung kebutuhan luas lahan
12 Uji kebaikan model pendugaan pertumbuhan penduduk
13 Luas panen, B/C ratio dan pola tanam padi sawah, kacang tanah, dan
kedelai di Kabupaten Cianjur
14 Distribusi kelas kesesuaian lahan komoditas unggulan berdasarkan jenis
penggunaan lahan di Kabupaten Cianjur
15 Pembobotan kesesuaian lahan untuk padi sawah
16 Pembobotan kesesuaian lahan untuk kacang tanah
17 Pembobotan kesesuaian lahan untuk kedelai
18 Distribusi alokasi lahan untuk padi sawah, kacang tanah, dan kedelai
berdasarkan analisis MOLA di Kabupaten Cianjur
19 Perbandingan distribusi alokasi lahan saat ini dan alokasi lahan MOLA
20 Distribusi alokasi lahan untuk komoditas unggulan berdasarkan analisis
MOLA dan pergiliran tanam antara padi sawah & kedelai
di Kabupaten Cianjur
21 Wilayah pengembangan padi sawah berdasarkan skala prioritas
22 Wilayah pengembangan kacang tanah berdasarkan skala prioritas
23 Wilayah pengembangan kedelai berdasarkan skala prioritas

24
31
34
41
42
44
44
46
47
51
53
54
59
62
63
63
64
66
67

70
72
74
76

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Kerangka pemikiran penelitian
Teknik pendekatan dalam evaluasi lahan
Peta batas administrasi Kabupaten Cianjur
Hierarki penentuan bobot prioritas komoditas unggulan
Analisis arahan alokasi lahan menggunakan MOLA
Peta administrasi Kabupaten Cianjur
Jenis tanah di Kabupaten Cianjur

5
18
22
30
32
33
37

8 Sebaran kelas curah hujan di Kabupaten Cianjur
9 Distribusi jumlah tenaga kerja berdasarkan lapangan usaha utama
di Kabupaten Cianjur
10 Share sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Cianjur
Tahun 2008-2012
11 Perbandingan laju pertumbuhan PDRB sektor pertanian dan PDRB
Kabupaten Cianjur Tahun 2008 - 2012
12 Perbandingan laju pertumbuhan dan share PDRB sektor pertanian
di Kabupaten Cianjur Tahun 2008 - 2012
13 Share subsektor terhadap PDRB sektor pertanian Tahun 2011 - 2013
di Kabupaten Cianjur
14 Kesesuaian lahan untuk padi sawah di Kabupaten Cianjur
15 Kesesuaian lahan untuk kacang tanah di Kabupaten Cianjur
16 Kesesuaian lahan untuk kedelai di Kabupaten Cianjur
17 Grafik uji kebaikan model eksponensial (a), model linear (b), model
kuadratik (c) dan model power (d)
18 Hirarki penentuan bobot prioritas komoditas unggulan menggunakan
pendekatan AHP
19 Bobot prioritas komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur menggunakan
pendekatan AHP
20 Konflik kepentingan penggunaan lahan antara padi sawah, kacang tanah
dan kedelai
21 Alur analisis arahan alokasi penggunaan lahan menggunakan MOLA
22 Arahan alokasi lahan untuk padi sawah, kacang tanah dan kedelai
di Kabupaten Cianjur berdasarkan analisis MOLA
23 Alokasi lahan untuk komoditas unggulan berdasarkan analisis MOLA
dan pergiliran tanam antara padi sawah dan kedelai
24 Wilayah prioritas pengembangan padi sawah
25 Wilayah prioritas pengembangan kacang tanah
26 Wilayah prioritas pengembangan kedelai

39
40
41
43
43
45
48
49
50
54
55
58
60
61
65
69
71
73
75

DAFTAR LAMPIRAN
1 Distribusi luas penggunaan lahan di Kabupaten Cianjur
2 Distribusi luas Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cianjur

83
84

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan wilayah dimaksudkan untuk memperkecil kesenjangan
pertumbuhan dan ketimpangan kesejahteraan antar wilayah. Salah satu tujuan
pembangunan yang hendak dicapai oleh Kabupaten Cianjur sesuai dengan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) tahun 2005-2025 adalah
meningkatkan pendapatan masyarakat melalui perluasan usaha dan peningkatan
produktivitas usaha di bidang perekonomian. Sasaran yang ingin dicapai
berdasarkan tujuan tersebut adalah berkembangnya agribisnis yang mampu
menghasilkan produk dan industri pertanian yang berdaya saing. Oleh karenanya
untuk dapat mewujudkan tujuan tersebut dibutuhkan sebuah perencanaan yang
tepat dan komprehensif. Keberhasilan perencanaan pembangunan di suatu daerah
sangat berkaitan dengan kualitas perencanaan pembangunan yang disusun oleh
daerah tersebut. Perbedaan Kondisi daerah akan membawa implikasi bahwa corak
pembangunan yang diterapkan perlu berbeda pula. Karena potensi pembangunan
yang dimiliki setiap daerah sangat bervariasi, maka setiap daerah harus menentukan
kegiatan sektor ekonomi yang dominan (Sjafrizal,1997).
Glasson (1977) mengatakan bahwa untuk menjelaskan adanya pertumbuhan
pada suatu wilayah dengan menekankan pada hubungan antar sektor yang terdapat
dalam perekonomian dan kekuatan-kekuatan pendorong dari satu sektor ke sektor
lainnya (baik langsung maupun tidak langsung) sering menggunakan teori
perencanaan pembangunan wilayah. Salah satu pendekatan yang relatif sederhana
adalah teori basis ekonomi (economic base theory).
Sektor basis memiliki peran penting untuk menentukan pola kebijakan dalam
pembangunan regional. Sektor basis pada suatu daerah tertentu berimplikasi pada
adanya endowment factor yang melimpah atau dukungan sumberdaya manusia,
sehingga daerah tersebut mempunyai keunggulan komparatif yang tinggi pada
sektor tertentu. Dengan melihat sektor basis sebagai komoditas ekspor ke daerah
lain, dapat diperoleh pola hubungan yang berkaitan antar wilayah serta potensi
pengembangan untuk masing-masing wilayah (Richardson,1997).
Menurut Anwar dan Rustiadi (2000), setiap daerah mempunyai sektor-sektor
unggulan yang memberikan dampak signifikan terhadap pengembangan ekonomi
wilayah, baik langsung maupun tidak langsung. Dalam kaitannya dampak langsung
maupun tidak langsung maka pengembangan terhadap sektor-sektor unggulan ini
akan menyebabkan pengembangan sektor-sektor lainnya yang berkaitan dalam
suatu wilayah tertentu. Dengan demikian pengembangan wilayah perlu
memperhatikan sektor-sektor unggulan yang ada dalam rangka penentuan prioritas
sehingga menjadi lebih terfokus.
Sektor unggulan akan menghasilkan barang dan jasa melebihi permintaan
lokal dalam wilayahnya sehingga dapat dipasarkan ke daerah lain, maka penjualan
ke daerah lain tersebut akan menghasilkan pendapatan bagi daerah tersebut.
Terjadinya arus pendapatan dari luar daerah ini menyebabkan terjadinya kenaikan
konsumsi dan investasi di daerah tersebut dan pada gilirannya akan menaikkan
pendapatan dan menciptakan kesempatan kerja baru. Peningkatan pendapatan
tersebut tidak hanya menaikkan permintaan terhadap sektor unggulan, tetapi juga

2

menaikkan permintaan akan sektor non unggulan. Oleh karena itu menurut (Arsyad,
1999) sektor unggulanlah yang harus dikembangkan dalam rangka memacu
pertumbuhan ekonomi suatu daerah.
Berdasarkan data share distribusi produk domestik regional bruto (PDRB)
sejak tahun 2007 - 2011, sektor pertanian selalu memberi kontribusi paling besar
yakni berada lebih dari 40% sehingga dapat dikatakan bahwa Kabupaten Cianjur
memiliki potensi yang cukup besar pada sektor pertanian. Pengembangan sektor
pertanian sangat bergantung kepada ketersediaan lahan yang sesuai untuk berbagai
komoditasnya. Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan ekonomi maka
kebutuhan lahan baik untuk penggunaan pertanian maupun non pertanian juga
semakin meningkat. Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan naiknya
permintaan konsumsi produk-produk pertanian sehingga menyebabkan
meningkatnya pula kebutuhan lahan untuk pertanian, disamping itu pertumbuhan
penduduk juga akan menyebabkan naiknya pula kebutuhan lahan untuk keperluan
perumahan, pabrik, sekolah dan lain – lain. Kondisi ini menjadikan sumberdaya
lahan semakin hari semakin langka serta melahirkan konflik kepentingan didalam
penggunaannya. Pengalokasian sumberdaya lahan untuk berbagai tujuan
penggunaan harus dilakukan dengan cara yang benar dan tepat. Penggunaan lahan
yang tidak sesuai dengan peruntukannya tidak saja mengurangi daya
produktivitasnya, namun juga akan menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan.
Paradigma pembangunan saat ini berfokus kepada prinsip pembangunan
berkelanjutan (sustainable development), dimana tujuan pembangunan yang ingin
dicapai saat ini tidak boleh sampai merugikan kepentingan generasi pada masa yang
akan datang. Oleh karena itu penggunaan suatu lahan harus memperhatikan aspek
kesesuaian atau karakteristik lahan.

Perumusan Masalah
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) tahun 2005-2025
mengamanahkan kepada Pemerintah Kabupaten Cianjur untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat melalui perluasan usaha dan peningkatan produktivitas
usaha di bidang perekonomian dengan sasaran yang ingin dicapai adalah
berkembangnya agribisnis yang mampu menghasilkan produk dan industri
pertanian yang berdaya saing. Tujuan tersebut memerlukan sebuah konsep arah
pembangunan yang jelas dan terarah. Selama ini pengembangan sektor pertanian
belum berfokus kepada komoditas yang menjadi unggulan, sehingga pemilihan
komoditas yang akan dikembangkan diserahkan sepenuhnya kepada petani.
Padahal sejumlah teori menyebutkan bahwa pembangunan atau pengembangan
suatu wilayah hendaknya dilakukan dengan memberi konsentrasi yang lebih kepada
sektor basis atau komoditas yang menjadi unggulan dari wilayah tersebut. Kondisi
ini menyebabkan belum adanya pengaturan alokasi lahan yang sesuai dan
terencana, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan produksi suatu komoditas
tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Pertumbuhan jumlah penduduk dan ekonomi menyebabkan meningkatnya
pula konsumsi masyarakat terhadap komoditas pertanian, sehingga menyebabkan
bertambahnya kebutuhan luas lahan pertanian dan non pertanian. Situasi ini
melahirkan konflik kepentingan penggunaan suatu lahan baik sesama komoditas

3

pertanian, maupun antara pertanian dan non pertanian. Konflik kepentingan
penggunaan lahan ini perlu ditata dengan baik agar dapat memberikan manfaat yang
paling optimal dari penggunaan suatu lahan. Penggunaan suatu lahan yang tidak
sesuai dengan peruntukan tidak saja menyebabkan menurunnya tingkat
produktivitas tetapi juga akan menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan. Oleh
karena itu perlu dilakukan upaya yang terencana dalam pengalokasian lahan dengan
memperhatikan berbagai aspek. Berdasarkan uraian di atas, maka disusun
pertanyaan penelitian (research question) sebagai berikut:
1) Sektor / subsektor apa yang menjadi basis dalam kerangka perekonomian di
Kabupaten Cianjur serta apa komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur?
2) Bagaimana kesesuaian lahan dalam menunjang pengembangan komoditas
unggulan di Kabupaten Cianjur?
3) Bagaimana arahan alokasi lahan untuk pengembangan komoditas unggulan ?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan permasalahan yang telah disusun
tersebut, maka penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut:
1) Menganalisis sektor, subsektor basis dan komoditas unggulan di Kabupaten
Cianjur.
2) Menganalisis kesesuaian lahan untuk komoditas unggulan di Kabupaten
Cianjur.
3) Menyusun arahan alokasi penggunaan lahan untuk komoditas unggulan di
Kabupaten Cianjur.

Manfaat Penelitian
Hasil dari kajian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada:
1) Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur sebagai bahan informasi yang dapat
dijadikan sebagai pertimbangan dalam menyusun agenda pembangunan.
2) Pemerhati pengembangan wilayah.

Kerangka Pemikiran
Pembangunan dan pengembangan suatu wilayah merupakan sebuah proses
yang terus menerus dilakukan guna menyesuaikan dengan perkembangan zaman
serta guna mencapai tingkat kemajuan ekonomi secara lebih baik lagi. Perbedaan
Kondisi daerah akan membawa implikasi bahwa corak pembangunan yang
diterapkan berbeda pula. Terkait dengan potensi pembangunan yang dimiliki setiap
daerah sangat bervariasi, maka setiap daerah harus menentukan kegiatan sektor
ekonomi yang dominan (Sjafrizal,1997).
Para pakar pengembangan wilayah menyatakan bahwa pembangunan dan
pengembangan suatu wilayah harus diawali dengan pengembangan sektor atau
subsektor ataupun komoditas yang menjadi unggulan pada masing-masing wilayah.
Beranjak dari konsep pemikiran tersebut, maka proses identifikasi sektor adu
subsektor/komoditas unggulan menjadi sangat penting dalam menentukan arah

4

pengembangan wilayah yang nantinya akan dilakukan. Komoditas unggulan paling
tidak memiliki ciri-ciri basis dan berdaya saing baik, yakni unggul secara
komparatif dan kompetitif. Kabupaten Cianjur memiliki potensi yang cukup besar
pada sektor pertanian, hal ini terlihat dari share PDRB yang mencapai lebih dari
40% selama 10 Tahun terakhir. Sebagai sektor yang berbasis lahan, pengembangan
sektor pertanian sangat membutuhkan keberadaan lahan yang sesuai untuk berbagai
komoditasnya. Penggunaan lahan yang tidak sesuai menyebabkan terjadinya
degradasi lingkungan, bagi sektor pertanian penggunaan lahan yang tidak sesuai
bukan hanya menyebabkan kerusakan lingkungan tetapi juga menyebabkan
menurunnya produktivitas suatu tanaman yang pada akhirnya keuntungan yang
didapatkan oleh petani menjadi rendah. Oleh karena itu diperlukan evaluasi
kesesuaian lahan untuk pengembangan komoditas sektor pertanian agar terwujud
pembangunan berkelanjutan dan memberi keuntungan yang optimal bagi petani.
Evaluasi kesesuaian lahan, ketersediaan lahan dan arahan alokasi
sumberdaya lahan kini dapat dengan mudah dilakukan dengan bantuan teknologi
Sistem Informasi Geografis (SIG) yang ada sekarang. Akinci et al. (2013)
menyebutkan bahwa Geographical Information System (GIS) dapat menentukan
kesesuaian lahan untuk pertanian dan hal-hal lain. Evaluasi kesesuaian lahan
terhadap beberapa komoditas pertanian menunjukkan bahwa suatu lahan dapat
digunakan secara bersama-sama oleh lebih dari satu jenis komoditas karena kriteria
kesesuaian lahannya tidak jauh berbeda. Hal tersebut melahirkan konflik
kepentingan antar komoditas didalam memanfaatkan suatu lahan. Oleh karena itu
didalam perencanaan perlu dilakukan upaya arahan alokasi lahan secara lebih detil
dan dapat dinilai secara kuantitatif. Arahan alokasi lahan secara spasial dapat
dilakukan dengan pendekatan teknologi sistem informasi geografi (SIG), yakni
analisis Multi-Objective Land Allocation (MOLA). Analisis MOLA mampu
menjadi solusi terhadap konflik kepentingan pemanfaatan lahan antar komoditas
pertanian karena didalam mengalokasikan suatu lahan terhadap beberapa tujuan
penggunaannya tersebut mempertimbangkan kesesuaian lahan, bobot prioritas serta
kebutuhan luas lahan dari masing-masing komoditas pertanian yang akan
dikembangkan. Analisis ini sudah digunakan dalam beberapa penelitian di dunia
antara lain oleh Mwasi (2001), Hajehforooshnia et al. (2011) dan Alexander et al.
(2012).
Peta kesesuaian lahan yang dibutuhkan untuk analisis MOLA ini didapat dari
hasil evaluasi kesesuaian lahan dengan mempertimbangkan juga kondisi
penggunaan lahan saat ini (current land use) serta aspek Peraturan Daerah
Kabupaten Cianjur (RTRW). Bobot prioritas terhadap masing-masing komoditas
diperoleh melalui pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP), yaitu suatu
analisis yang dikembangkan oleh Saaty (1980). Sementara itu kebutuhan luas lahan
masing-masing komoditas dihitung berdasarkan proyeksi kebutuhan luas lahan
pada Tahun 2020, karena arahan alokasi lahan yang akan disusun adalah untuk
Tahun 2020. Kerangka pikir penelitian ini dapat diilustrasikan melalui Gambar 1.

5

Teori
pengembangan
wilayah

Mengembangkan sektor
basis / komoditas
unggulan

Pengembangan
wilayah

Potensi sektor
pertanian cukup
besar

Sektor
pertanian
Membutuhkan
lahan yang sesuai

Produktivitas optimal

Evaluasi kesesuaian lahan

Kriteria
kesesuaian lahan

Pembangunan berkelanjutan

Lahan sesuai untuk
beberapa komoditas

Kondisi
penggunaan lahan
saat ini
Kesesuaian lahan

Konflik kepentingan
penggunaan lahan
Kebutuhan lahan

Analisis alokasi
pemanfaatan
lahan

Peraturan Daerah

Arahan alokasi
pemanfaatan lahan
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

Tingkat
kepentingan
pengggunaan
lahan

6

TINJAUAN PUSTAKA
Pengembangan Wilayah
Wilayah menurut Undang-undang nomor 26 tahun 2007 diartikan sebagai
ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas
dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek
fungsional. Dimensi wilayah sangat penting dan merupakan faktor yang harus
diperhitungkan dalam menganalisis dan menentukan dimana suatu suatu program
atau proyek diletakkan dalam perencanaan pembangunan (Adisasmita, 2008).
Konsep pengembangan wilayah yang dikaitkan dengan aspek penataan ruang
telah diperkenalkan oleh Hirschman (1958) dan Myrdall (1957), konsep ini
mengatakan adanya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dalam suatu wilayah
(growth pole). Djakapermana (2010) mengatakan konsep pengembangan wilayah
telah mengalami perkembangan dan saling koreksi. Beberapa ahli pengembangan
wilayah seperti Rondinelli, Ruddle, Rostow, Friedman, Perroux, Lewis, Hilhorts,
Isard, dan lainnya telah melahirkan berbagai konsepsi yang dilatari oleh teori
tahapan pertumbuhan Rostow. Di era tahun 2000 teori pengembangan wilayah
memadukan aspek ekonomi, pertumbuhan dan lingkungan. McCann dalam
Djakapermana (2010) telah membuat model kuantitatif ekonomi wilayah yang
mempertimbangkan daya dukung lingkungan, khususnya dalam menghitung nilai
sewa lahan untuk suatu wilayah yang mengalokasikan ruang terbuka hijau (green
belt) antara kota dan pedesaannya (hinterland) yang berfungsi untuk preservasi
kawasan pedesaan. Konsep pengembangan wilayah di Indonesia juga mengalami
pergeseran dari waktu ke waktu. Mulai dari pengembangan wilayah secara sektoral
dan parsial, kutub pertumbuhan (growth pole) yang lebih mengutamakan
infrastruktur, regionalisasi dengan basis wilayah fungsional (fuctional region) yaitu
membagi wilayah Indonesia dengan satuan-satuan wilayah ekonomi (SAE), sampai
dengan konsep pengembangan wilayah pada era tahun 2000-an dengan pendekatan
lingkungan, khususnya dengan lahirnya Undang-undang nomor 24 tahun 1992
tentang penataan ruang yang saat ini diganti dengan Undang-undang nomor 26
tahun 2007. Kini konsepsi pengembangan wilayah di Indonesia harus mengikuti
kaidah penataan ruang seperti yang dinyatakan didalam Undang-undang nomor 17
tahun 2006.
Perencanaan Pengembangan Wilayah menurut Rustiadi et al. (2011) diartikan
sebagai suatu bidang kajian yang bersifat multidisiplin meliputi aspek fisik, sosial,
ekonomi, hingga manajemen. Studi perencanaan pengembangan wilayah memiliki
sifat-sifat yang berorientasi pada kewilayahan, futuristik dan berorientasi publik.
Selain mengkaji seluruh aspek-aspek kewilayahan baik interaksi maupun
interelasinya, dengan sifat futuristiknya membuat prediksi dan peramalan yang
dilakukan dengan tujuan untuk kepentingan publik. Pilar-pilar yang menunjang
perencanaan pengembangan wilayah meliputi: 1) inventarisasi, klasifikasi dan
evaluasi sumberdaya; 2) aspek ekonomi; 3) aspek kelembagaan (institusional); dan
4) aspek lokasi/spasial (Sitorus, 2013). Sumberdaya adalah segala bentuk input
yang dapat menghasilkan manfaat (utilitas) proses produksi, atau penyediaan
barang dan jasa. Sumberdaya memiliki sifat langka dan terbatas sehingga dalam
pemanfaatannya memerlukan sistem alokasi tertentu. Secara spasial sumberdaya

7

tersebar secara tidak merata baik kualitas maupun kuantitasnya. Sementara itu pada
dasarnya manusia memiliki keinginan yang tak terbatas sehingga sebelum
sumberdaya dapat dimanfaatkan perlu dilakukan inventarisasi, klasifikasi dan
evaluasi sumberdaya sampai dapat diketahui persyaratan-persyaratan yang harus
dipenuhi sehingga manusia dapat memanfaatkannya.
Hasil dari suatu evaluasi sumberdaya menjadi dasar bagi tahap-tahap
selanjutnya dalam perencanaan dan pengembangan wilayah. Pengembangan
wilayah pada dasarnya mempunyai tujuan agar wilayah itu berkembang menuju
tingkat perkembangan yang diinginkan. Pengembangan wilayah dilaksanakan
melalui optimasi pemanfaatan sumberdaya yang dimilikinya secara harmonis,
serasi dan terpadu melalui pendekatan yang bersifat komprehensif mencakup aspek
fisik, ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan hidup untuk pembangunan
berkelanjutan. Dalam pengembangan wilayah, perlu terlebih dahulu dilakukan
perencanaan penggunaan lahan yang strategis yang dapat mendatangkan
keuntungan ekonomi wilayah (strategic land-use development planning)
(Djakapermana 2010).
Sementara itu menurut Rustiadi et al. (2011) Pembangunan berbasis
pengembangan wilayah memandang pentingnya keterpaduan antar sektoral,
spasial, serta pelaku pembangunan di dalam maupun antar daerah. Konsep
pembangunan daerah yang berbasis pada sektor/komoditas unggulan ada beberapa
kriteria sektor/komoditas sebagai motor penggerak pembangunan suatu daerah,
antara lain: mampu memberikan kontribusi yang signifikan pada peningkatan
produksi, pendapatan dan pengeluaran, mempunyai keterkaitan ke depan dan
belakang (Forward dan backward linkage) yang kuat, mampu bersaing
(competitiveness), memiliki keterkaitan dengan daerah lain, mampu menyerap
tenaga kerja, bertahan dalam jangka waktu tertentu, berorientasi pada kelestarian
sumber daya alam dan lingkungan serta tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan
internal.
Pengembangan wilayah hakikatnya bertujuan agar suatu wilayah berkembang
sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Pengembangan wilayah dengan cara
mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang ada secara sinergis, serasi, terpadu
dan bersifat komprehensif yang mencakup aspek sosial, ekonomi, budaya, fisik
serta lingkungan untuk pembangunan yang berkelanjutan. Perencanaan
pengembangan wilayah menuntut dilakukannya proses penataan ruang yang tepat,
yakni proses yang dimulai dari penyusunan rencana tata ruang dengan
mengalokasikan rencana ruang untuk sumberdaya alam secara optimal. Dalam
proses penataan ruang sangat dibutuhkan keakuratan rencana yang ingin dicapai
serta informasi dasar mengenai sumberdaya alam.
Menurut Rustiadi et al. (2011) strategi pengembangan wilayah dapat
dikelompokkan ke dalam dua kelompok strategi, yaitu demand side strategy dan
supply side strategy. Strategi dari sisi demand (permintaan) adalah suatu strategi
pengembangan wilayah yang diupayakan melalui peningkatan barang dan jasa
masyarakat setempat melalui kegiatan produksi lokal, yang bertujuan
meningkatkan taraf hidup penduduk yang baru dipindahkan ke wilayah baru.
Strategi dari sisi supply (penawaran) merupakan strategi pengembangan wilayah
yang terutama diupayakan melalui investasi modal untuk kegiatan produksi yang
berorientasi keluar. berdasarkan pengertian dua strategi pengembangan wilayah
tersebut, penelitian ini lebih condong menggunakan strategi pengembangan

8

wilayah dari sisi supply (penawaran). Alasannya adalah penelitian ini diharapkan
menghasilkan arahan-arahan rencana penggunaan lahan yang akan digunakan
untuk optimalisasi produksi dari komoditas unggulan di wilayah Kabupaten
Cianjur.

Basis Ekonomi
Analisis basis ekonomi pertama sekali dikembangkan oleh Robert Murray
Haig dalam karyanya tentang Rencana Wilayah New York pada tahun 1928. Secara
singkat, berpendapat bahwa kegiatan di sebuah wilayah dibagi menjadi dua kategori
yaitu basis dan nonbasis. Industri basis adalah industri yang mengekspor keluar
wilayah dan membawa kekayaan dari luar, sementara nonbasis (atau jasa) industri
mendukung industri basis. Pada awalnya teori basis ekonomi ini menggunakan data
jumlah tenaga kerja untuk mengetahui apakah sebuah industri tersebut masuk
kategori basis atau tidak. Teori ini juga dikenal dengan analisis location quotient
(LQ). Adapun rumusannya adalah sebagai berikut:

dimana:
ei = Jumlah tenaga kerja industri i di tingkat lokal
e = Total tenaga kerja lokal
Ei = Jumlah tenaga kerja industri i di tingkat wilayah yang dijadikan referensi
E = Total tenaga kerja di wilayah yang dijadikan referensi
Location Quotient (LQ) merupakan metode analisis yang umum digunakan
sebagai penentu analisis ekonomi basis yang dikembangkan oleh Rubert Murray
Haig pada tahun 1928 (Quintero, 2007). Asumsi yang digunakan dalam analisis ini
adalah bahwa (1) kondisi geografis relatif seragam, (2) pola-pola aktivitas bersifat
seragam, dan (3) setiap aktivitas menghasilkan produk yang sama. Metode ini lebih
bersifat analisis dasar yang dapat memberikan gambaran tentang pemusatan
aktifitas atau sektor basis saat ini.
Richardson (1977) mengatakan meskipun teori basis ekonomi memiliki
kelemahan, namun teori ini dapat digunakan untuk mengetahui struktur ekonomi
suatu wilayah dalam kategori basis dan bukan basis bukan sebagai alat proyeksi
jangka pendek ataupun jangka panjang. Selanjutnya Richardson menjelaskan
beberapa metode yang digunakan untuk mengkategorisasikan basis atau bukan
basis, baik dengan cara langsung maupun tidak langsung. Cara langsung adalah
dengan survei, cara ini membutuhkan waktu yang panjang dan juga biaya yang
besar. Metode yang paling populer dan sederhana adalah Location Quotient (LQ),
sektor yang memiliki nilai LQ lebih dari satu maka dapat dikategorikan sebagai
sektor basis. Sebaliknya sektor yang bernilai kurang atau sama dengan satu maka
bukan termasuk sektor basis.
Menurut Galambos dan Schreiber (1978) metode basis ekonomi merupakan
cara yang tepat untuk mengetahui keadaan ekonomi lokal. Basis ekonomi
merupakan metode yang sistematis untuk melihat setiap lapangan usaha di suatu
wilayah dan mengklasifikasikannya ke dalam dua cara. Pertama lapangan usaha
yang masuk kategori ekspor (lapangan usaha yang memproduksi barang atau jasa

9

dan menjualnya keluar wilayah), atau kedua lapangan usaha bukan termasuk
kategori ekspor dimana produknya hanya untuk pasar lokal saja. Galambos dan
Schreiber (1978) mengemukakan, meskipun metode langsung memberi keakuratan
yang lebih baik namun mereka tidak menyarankannya karena membutuhkan waktu
yang lebih lama, tenaga yang lebih banyak serta biaya yang jauh lebih besar. Untuk
menghindari tiga keterbatasan metode langsung tersebut, Dinc (2005) menyarankan
untuk menggunakan metode tidak langsung yang paling umum digunakan untuk
mengklasifikasi lapangan usaha yaitu Location Quotient (LQ).
Penelitian lain terkait dengan basis ekonomi ini pernah dilakukan oleh Kiser
(1992) dan Quintero (2007). Kiser (1992) melakukan penelitian diwilayah Texas
Amerika Serikat dalam rangka menyusun tesis. Penelitian tersebut bertujuan untuk
mengetahui basis ekonomi diwilayah Texas dengan menggunakan LQ dan SSA.
Data yang dipergunakan adalah data ketenagakerjaan. Penelitian ini dilakukan
dengan cara membagi Texas ke dalam 10 wilayah (region) yaitu High Plains,
Northwest Texas, The Metroplex, Upper East Texas, Southeast Texas, The Gulf
Coast, Central Texas, South Texas, West Texas dan wilayah Upper Rio Grande.
Untuk wilayah High Plains, industri primary copper menjadi kelompok
industri yang paling dominan dengan nilai LQ sebesar 45.9. Sementara itu dari sisi
tingkat pertumbuhan, industri business services adalah yang paling unggul dengan
nilai SSA sebesar 1.00. Wilayah Northwest Texas memiliki keunggulan spesialisasi
pada kelompok industri plumbing fixtures dengan LQ sebesar 20. Sementara itu dari
industri aircraft menjadi yang paling kompetitif dengan nilai SSA sebesar 0.469.
Selanjutnya wilayah The Metroplex memiliki keunggulan komparatif pada
lapangan usaha adminitrasi of economic programs dengan nilai LQ sebesar 11.0
Sementara keunggulan kompetitifnya ada pada lapangan usaha business services
dengan nilai SSA sebesar 14.733. Region Upper East Texas lapangan usaha basis
adalah industri tanks and tanks components dengan nilai LQ sebesar 125.2
sedangkan lapangan usaha yang menunjukkan pertumbuhan terbaik adalah
lapangan usaha health services dengan nilai SSA sebesar 1.083. Untuk wilayah
Southeast industri synthetic rubber adalah paling dominan dengan nilai LQ sebesar
29.4 sedangkan industri yang memiliki nilai SSA tertinggi adalah heavy
construction sebesar 3.815.
Kemudian untuk wilayah Gulf Coast industri basisnya adalah oil and gas field
machinery yakni nilai LQ sebesar 21.9. Sedangkan untuk industri yang paling
kompetitif adalah special trade contractor dengan nilai SSA sebesar 19.260.
Selanjutnya wilayah Central Texas memiliki keunggulan kompetitif dalam hal
administration of economic programs dengan nilai LQ sebesar 37.6, sedangkan
yang memiliki tingkat pertumbuhan terbaik adalah industri electronic computers
dengan nilai SSA sebesar 6.764. Selanjutnya wilayah South Texas memiliki
keunggulan spesialisasi pada industri administration of economic programs yang
ditunjukkan oleh nilai LQ sebesar 9.8, sedangkan general merchandise stores
merupakan industri yang memiliki competitive share terbesar yakni dengan bobot
4.752. West Texas terspesialisasi pada industri house slippers dengan nilai LQ
sebesar 43.2 dan memiliki keunggulan kompetitif (pertumbuhan) pada industri
special trade contractors dengan bobot 0.762. Terakhir wilayah Upper Rio Grande
memiliki keunggulan spesialisasi pada industri primary copper dengan nilai LQ
sebesar 94.8 dan memiliki keunggulan kompetitif pada industri health services
dengan bobot 1.945.

10

Quintero (2007) dalam rangka nmenyusun tesis melakukan penelitian
diwilayah Hays County Texas Ameika Serikat dengan judul “Regional Economic
Development: An economic Base Study and Shift-Share Analysis of Hays County,
Texas”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ekonomi dari wilayah Hays
County, Texas dengan menggunakan pendekatan basis ekonomi untuk menentukan
struktur dan komposisi pasar lokal setempat. Metode yang digunakan adalah teknik
Location Quotient sehingga dapat diketahui subsektor industri unggulan yang
“menggerakkan” ekonomi lokal. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan
menganalisis ekonomi wilayah Hays County dengan menggunakan Shift Share
Analysis (SSA) untuk membandingkan pertumbuhan ekonomi lokal dengan
nasional. SSA merupakan metode analisis data tambahan untuk memperkuat
kesimpulan penelitian basis ekonomi.
Namun demikian baik LQ maupun SSA juga memiliki keterbatasan seperti
teknik-teknik analisis lainnya. Menurut Isserman (1978) keterbatasan dari analisis
LQ adalah produktivitas tenaga kerja di seluruh wilayah nasional sama, pola
konsumsi masyarakat di suatu wilayah terhadap produk industri i sama dengan pola
konsumsi masyarakat di tingkat nasional terhadap produk industri i dan produk
yang dihasilkan oleh sebuah industri i di suatu wilayah sama dengan produk yang
dihasilkan oleh sebuah industri i di tingkat nasional. Dalam bahasa lain asumsi yang
dibangun oleh teknik LQ ini adalah permintaan produk oleh masyarakat akan
dipenuhi dulu dari industri di wilayahnya, kekurangannya akan diimpor dari
wilayah lain. oleh karena itu analisis LQ tidak bisa dilakukan pada asumsi ataupun
fakta adanya perbedaan pola permintaan masyarakat dan produksi disuatu wilayah
dan di tingkat nasional.
Sementara itu keterbatasan SSA menurut Galambos dan Schereiber (1978)
tidak menjelaskan alasan mengapa perubahan pekerjaan terjadi. Beberapa
kelemahan lain dari SSA adalah hanya dapat digunakan untuk analisis ex-post,
masalah benchmark berkenaan dengan homothetic change, apakah t atau (t+1) tidak
dijelaskan dengan baik, ada data periode tertentu ditengah periode pengamatan
yang tidak terungkap, tidak bisa digunakan untuk kajian keterkaitan antar sektor
dan tidak ada keterkaitan daerah.
Dalam literatur yang lain disebutkan keunggulan Shift Share Analysis
diantaranya adalah digunakan untuk memperoleh gambaran rinci mengenai
pergeseran struktur ekonomi, menggambarkan posisi relatif masing-masing sektor
perekonomian daerah terhadap wilayah acuan, menggambarkan sektor-sektor
unggulan yang dapat dipacu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,
menggambarkan sektor yang posisinya relatif lemah, namun dianggap strategis
untuk dipacu (pertimbangan penyerapan tenaga kerja). Kelemahannya adalah
asumsi yang digunakan bahwa sektor-sektor ekonomi acuan tumbuh dengan tingkat
yang sama dan pergeseran posisi sektor dianggap linier. Dalam penelitian ini teori
basis ekonomi digunakan untuk melihat sektor dan subsektor basis dan juga
komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur. Untuk mengetahui sektor dan subsektor
basis maka digunakan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten
Cianjur tahun 2011 - 2013 dan Provinsi Jawa Barat tahun 2011 - 2013 sebagai
wilayah acuan atau referensinya. Sementara itu untuk mengetahui komoditas
unggulan di Kabupaten Cianjur digunakan data luas panen pada subsektor yang
menjadi basis.

11

Komoditas Unggulan
Komoditas unggulan sangat erat kaitannya dengan metode basis ekonomi,
seperti yang dikemukakan oleh Lailia dan Santoso (2014) komoditas unggulan
memiliki ciri sebagai komoditas basis, berdaya saing baik, pertumbuhan cepat dan
merupakan komoditas yang progresif dan maju. Oleh karena itu komoditas
unggulan dapat dirumuskan sebagai komoditas yang memiliki keunggulan
komparatif dan kompetitif.
Menurut Syafaat dan Supena (2000) dalam Hendayana (2003) langkah
menuju efisiensi pembangunan pertanian dapat ditempuh dengan mengembangkan
komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif baik ditinjau dari sisi
penawaran maupun permintaan. Dari sisi penawaran komoditas unggulan dicirikan
oleh superioritas dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi, dan
sosial ekonomi (penguasaan teknologi, kemampuan sumber daya manusia, adat
istiadat, dan infrastruktur) petani di suatu wilayah, sedangkan dari sisi permintaan
komoditas unggulan dicirikan dari kuatnya permintaan di pasar baik pasar domestik
maupun internasional.
Menurut Badan Litbang Pertanian (2003), komoditas unggulan merupakan
komoditas andalan yang memiliki posisi strategis untuk dikembangkan di suatu
wilayah yang penetapannya didasarkan pada berbagai pertimbangan baik secara
teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan
(penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya, manusia, infrastruktur, dan
kondisi sosial budaya setempat).
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2014 memberi batasan
bahwa produk unggulan merupakan produk, baik berupa barang maupun jasa, yang
dihasilkan oleh koperasi, usaha skala kecil dan menengah yang potensial untuk
dikembangkan dengan memanfaatkan semua sumber daya yang dimiliki oleh
daerah baik sumber daya alam, sumber daya manusia dan budaya lokal, serta
mendatangkan pendapatan bagi masyarakat maupun pemerintah yang diharapkan
menjadi kekuatan ekonomi bagi daerah dan masyarakat setempat sebagai produk
yang potensial memiliki daya saing, daya jual, dan daya dorong menuju dan mampu
memasuki pasar global.
Komoditas unggulan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sektor
unggulan. Pendekatan sektoral dibutuhkan untuk menentukan sektor unggulan
yang memiliki keterkaitan antar sektor yang kuat dalam menopang perekonomian
suatu wilayah. Suatu sektor dikatakan sebagai sektor kunci atau sektor unggulan
apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) mempunyai keterkaitan ke depan dan
ke belakang yang relatif tinggi; 2) menghasilkan output bruto yang relatif tinggi
sehingga mampu mempertahankan final demand yang relatif tinggi pula; 3) mampu
menghasilkan penerimaan bersih devisa yang relatif tinggi; dan 4) mampu
menciptakan lapangan kerja yang relatif tinggi (Arief, 2004).
Pada lingkup kabupaten/kota, komoditas unggulan kabupaten diharapkan
memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) mengacu kriteria komoditas unggulan
nasional; 2) memiliki nilai ekonomi yang tinggi di kabupaten; 3) mencukupi
kebutuhan sendiri dan mampu menyuplai daerah lain/ekspor; 4) memiliki pasar
yang prospektif dan merupakan komoditas yang berdaya saing tinggi; 5) memiliki
potensi untuk di tingkatkan nilai tambahnya dalam agroindustri; dan 6) dapat
dibudidayakan secara meluas di wilayah kabupaten. Setiap daerah mempunyai

12

karakteristik wilayah, penduduk, dan sumberdaya yang berbeda-beda. Hal ini
membuat potensi masing-masing daerah akan menjadi berbeda pula dan akan
mempengaruhi arah kebijakan pengembangan kegiatan ekonomi di wilayah
tersebut. Penetapan komoditas unggulan di suatu wilayah menjadi suatu keharusan
dengan pertimbangan bahwa komoditas yang mampu bersaing secara berkelanjutan
dengan komoditas yang sama yang dihasilkan oleh wilayah lain adalah komoditas
yang secara efisien diusahakan dari sisi teknologi dan sosial ekonomi serta memiliki
keunggulan komparatif dan kompetitif.
Penentuan komoditas unggulan nasional dan daerah merupakan langkah awal
menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih
keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi perdagangan.
Langkah menuju efisiensi dapat ditempuh dengan mengembangkan komoditas
yang mempunyai keunggulan komparatif baik ditinjau dari sisi penawaran maupun
permintaan. Dari sisi penawaran komoditas unggulan dicirikan oleh superioritas
dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi dan kondisi sosial ekonomi
petani di suatu wilayah (Hendayana 2003).
Bachrein (2003) penetapan komoditas unggulan di suatu wilayah menjadi
suatu keharusan dengan pertimbangan bahwa komoditas-komoditas yang mampu
bersaing secara berkelanjutan dengan komoditas yang sama di wilayah lain adalah
komoditas yang diusahakan secara efisien dari sisi teknologi dan sosial ekonomi
serta memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Selain itu kemampuan suatu
wilayah untuk memproduksi dan memasarkan komoditas yang sesuai dengan
kondisi lahan dan iklim di wilayah tertentu juga sangat terbatas.
Lebih lanjut Bachrein (2003) menyatakan bahwa penetapan komoditas
unggulan perlu dilakukan sebagai acuan dalam penyusunan prioritas program
pembangunan oleh penentu kebijakan mengingat berbagai keterbatasan
sumberdaya yang dimiliki baik sumberdaya keuangan, sumberdaya manusia,
maupun sumberdaya lahan. Selain itu, keberhasilan pencapaian tujuan dan sasaran
pembangunan juga diharapkan akan lebih baik karena kegiatan yang dijalankan
lebih terfokus pada program yang diprioritaskan. Batasan wilayah dalam penetapan
komoditas unggulan biasanya merupakan wilayah administrasi baik di tingkat
nasional, Provinsi, maupun kabupaten (Hendayana, 2003; Bachrein 2003).
Ada beberapa metode yang umum digunakan untuk menentukan komoditas
unggulan, diantaranya adalah metode Location Quotient (LQ) dan Shift Share
Analysis (SSA). Menurut Kiser (1992), untuk menemukan keunggulan atau
keuntungan komparatif suatu wilayah dapat menggunakan teknik Location
Quotient (LQ), sedangkan untuk mengetahui keunggulan atau keuntungan
kompetitif sebuah wilayah maka dapat digunakan Shift Share Analysis (SSA).
Menurut Tarigan (2012) analisis Location Quotient