Analisis Perubahan Penggunaan Lahan, Komoditas Unggulan Perkebunan Dan Arahan Pengembangannya Di Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN,
KOMODITAS UNGGULAN PERKEBUNAN DAN ARAHAN
PENGEMBANGANNYA DI KABUPATEN BUNGO,
PROVINSI JAMBI

LILI SURYANI
A156130021

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Perubahan
Penggunaan Lahan, Komoditas Unggulan Perkebunan dan Arahan
Pengembangannya di Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari

karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015
Lili Suryani
NIM A156130021

RINGKASAN
LILI SURYANI. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan, Komoditas Unggulan
Perkebunan dan Arahan Pengembangannya di Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi.
Dibimbing oleh SANTUN R.P. SITORUS dan KHURSATUL MUNIBAH.
Kabupaten Bungo pada beberapa dekade telah mengalami perubahan
penggunaan lahan yang cukup signifikan. Pada selang waktu delapan tahun (19932001) penggunaan lahan di Kabupaten Bungo mengalami perubahan yang cukup
signifikan yaitu kelapa sawit meningkat sebesar 41.159 ha (8,8 %), dan karet
sebesar 27.831 ha (5.9%). Kabupaten Bungo memiliki tingkat pertumbuhan
penduduk yang cukup tinggi yaitu sebesar 3% dengan jumlah penduduk sebanyak
320.300 jiwa pada tahun 2012. Keadaan ini menjadi salah satu faktor yang diduga
mengakibatkan tekanan terhadap perubahan penggunaan lahan dari satu

penggunaan beralih fungsi ke penggunaan lahan lainnya.
Masalah lainnya adalah Kabupaten Bungo merupakan jalur lintas sumatera,
dan sejak tahun 2012 didirikan Bandar Udara Muara Bungo memicu perkembangan
pesat terhadap perubahan penggunaan lahan yang ada dan seringkali hutan,
perkebunan karet, lahan terbuka dikonversikan untuk pemukiman, kawasan
perdagangan, dan jasa-jasa. Di sisi lain, terkaitan dengan kebijakan penggunaan
lahan yang sentralistik dengan adanya peraturan pemerintah terkait dengan otonomi
daerah. Tujuan penelitian ini adalah 1) Menganalisis dan memetakan jenis
penggunaan lahan sekarang (eksisting), 2) Menganalisis perubahan penggunaan
lahan dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan, 3) Menganalisis
komoditas unggulan perkebunan dan lahan yang berpotensi untuk
pengembangannya, 4) Menganalisis tingkat perkembangan wilayah Kabupaten
Bungo, dan 5) Menyusun arahan pengembangan komoditas perkebunan dalam
rangka pengembangan wilayah di Kabupaten Bungo.
Penelitian dilakukan di Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi. Data yang
digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui
pengamatan langsung dilapang dengan wawancara, penyebaran kuesioner,
observasi, dan dokumentasi. Data sekunder berupa data-data statistik meliputi:
keragaman fasilitas sosial, ekonomi, dan pendidikan tahun 2006 dan 2013, luas
lahan untuk berbagai jenis komoditas perkebunan tahun 2010 dan tahun 2013,

jumlah penduduk tahun 2006 dan tahun 2013 yang diperoleh dari Buku Bungo
Dalam Angka 2007 dan tahun 2014. Adapun metode dan teknik analisis data dalam
penelitian ini adalah: Digitasi visual, Overlay, Metode Multinomial Logit, Shift
Share Analysis (SSA), metode Location Quotient (LQ), Metode skalogram, dan
Analisis deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan pada tahun 2015, secara keseluruhan
penggunaan lahan di Kabupaten Bungo didominasi oleh hutan seluas 167.575 ha
(35,9%), sedangkan luas terkecil adalah sawah dan pemukiman masing-masing
sebesar 9.310 ha (1,9%) dan 7.272 ha (1,6%). Pada periode 1993-2013 hutan
mengalami penurunan luasan terbesar seluas 42.113 ha, dan sebaliknya karet
mengalami peningkatan yang paling tinggi yaitu sebesar 47.008 ha. Hasil analisis
Multinomial Logit secara keseluruhan diketahui bahwa jarak lokasi dengan pusat
aktifitas berpengaruh positif, sedangkan jarak lokasi ke jalan berpengaruh negatif
terhadap peluang perubahan penggunaan lahan hutan menjadi non hutan.

Perubahan non hutan ke penggunaan lain dimana pola ruang yang dialokasikan
untuk pertanian lahan kering berpengaruh negatif terhadap peluang perubahan
tegalan menjadi karet, tegalan menjadi kelapa sawit, tegalan menjadi kebun
campuran, tegalan menjadi pemukiman, dan tegalan menjadi sawah. Berdasarkan
hasil analisis Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA) secara

keseluruhan dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga jenis komoditas unggulan yang
dijadikan prioritas utama untuk dikembangkan disetiap kecamatan yang ada di
Kabupaten Bungo yaitu: karet, kelapa sawit dan kelapa dalam. Berdasarkan hasil
analisis Skalogram menggunakan data jumlah jenis fasilitas tahun 2006 dan 2013,
terdapat satu kecamatan yang memiliki peningkatan hirarki yaitu Kecamatan
Rantau Pandan. Arahan untuk pengembangan komoditas unggulan adalah
komoditas karet, utamanya di Kecamatan Pelepat dan kelapa sawit utamanya di
Kecamatan Pelepat Ilir, sedangkan komoditas kelapa dalam, merupakan komoditas
penunjang di Kecamatan Pasar Bungo.
Kata kunci: kesesuaian lahan, komoditas unggulan, penggunaan lahan, perubahan
penggunaan lahan

SUMMARY

LILI SURYANI. An Analysis of Land Use Change, Plantation Superior
Commodities and then Referral Development in Bungo Regency, Jambi Province.
Supervised by SANTUN R. P. SITORUS and KHURSATUL MUNIBAH.
Bungo Regency in decades has undergone a change in land use
significantly. The intervening eight years (1993-2001), land use in Bungo Regency
undergo significant changes, which palm oil increased by 41.159 Ha (8,8%) and

rubber 27.831 Ha (5,9%). Bungo Regency has a quite high growth rate population
at 3% with 320.300 inhabitants in 2012. This situation presumably result in
pressures on land use change from one use to become another function land use.
Another problem is Bungo Regency located in Sumatran traffic lane, and
since 2012 was built Muara Bungo Airport trigger the rapid development of the
existing land use change and often forests, rubber plantations, open land converted
to residential, trade center and services. On the other hand, land use policies that
are centralized with the government regulations related to regional autonomy. The
purpose of this research is 1) to analyze and map the types of land use at present
(existing), 2) to analyze land use change and the factors that caused the change, 3)
to analyze the main commodity of plantation and land potential for development,
4) to analyze the level development of Bungo Regency, and 5) to establish the
referrals of plantation commodity development in the framework of regional
development in Bungo Regency.
This research was held in district of Bungo for Jambi Province. The used data
were consist of premier and secondary data. Premier data are obtained by direct
observation in the field with interview, questionnaries, observation and
documentation. Secondary data such as statistical covering: diversity of social
facilities, economics and education on 2006 and 2013, the land area for various
types of commodities on 2010 and 2013, the total of population on 2006 and 2013

taken from book of Bungo in the Number on 2007 and 2014. The methode and
techniques of analysis in this study is visual digitization, overlay, multinomial Logit
methode, Shift Share Analysis (SSA), Location Quotient (LQ) methode, skalogram
methode and descritive analysis.
The result showed in 2015, the overall use of the land in Bungo
Regency is dominated by forest area of 167.575 ha (35,9%), while the smallest area
of paddy fields and residential each of 9.310 ha (1,9%) and 7.272 ha (1,6%). In the
period of 1993-2013 the largest area of forest has decreased for 42.113,10 ha, and
at vice versa rubber plantation run into the highest increased for 47.008 ha.
Multinomial Logit analysis results that the distance to the center of activity has
positive effect, while the distance to the negative effect on the chances of forest
land use changes to non forest. Changes in non forest to other uses where the pattern
of the space allocated for upland agriculture negatively affect the odds change into
rubber moor, moor into palm oil, moor into a mixed garden, moor into residential,
and the dry land into paddy fields. Based on the analysis of Location Quotient (LQ)
and Shift Share Analysis (SSA) as a whole can be concluded that there are three
types of superior commodity which is used as the main priorities to be developed
in every district in Bungo Regency superior are rubber, oil palm and coconut. Based

on the analysis by using the number of facilities in 2006 and 2013 Skalogram

analysis, there is one districts increase of hierarchy found in Rantau Pandan Distric.
The main development referal for superior commodity is rubber commodity,
especially at Pelepat sub-district, palm oil is especially for Pelepat Ilir, in otherwise
coconut commodity is only support commodity at Pasar Bungo sub-district.
Keywords: land suitability, land use, land use change, superior commodity.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN,
KOMODITAS UNGGULAN PERKEBUNAN DAN ARAHAN
PENGEMBANGANNYA DI KABUPATEN BUNGO,
PROVINSI JAMBI


LILI SURYANI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar pada Ujian Tesis: Dr Ir Widiatmaka, DAA

Judul Tesis

:


Nama
NIM

:
:

Analisis perubahan penggunaan lahan, komoditas
unggulan perkebunan dan arahan pengembangannya di
Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi
Lili Suryani
A156130021

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof. Dr Ir Santun R.P. Sitorus
Ketua

Dr Khursatul Munibah, M.Sc.
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr Ir Santun R.P. Sitorus

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr.

Tanggal Ujian : 31 – 08 - 2015

Tanggal Lulus : 15 – 10 - 2015

PRAKATA
Alhamdulillahirrobbil’alamin, Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat
Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis penelitian yang berjudul “Analisis perubahan penggunaan

lahan, komoditas unggulan perkebunan dan arahan pengembangannya di
Kabupaten Bungo”.
Penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih serta penghargaan
sebesar-besarnya kepada :
1. Papa dan mama tercinta atas segala doa, kasih sayang, pengorbanan,
perjuangan, perhatian dan dukungannya yang tulus sehingga penulis dapat
menyelesaikan pendidikan jenjang S2. Ucapan terima kasih juga kepada suami
tercinta dan jagoan kecilku yang selalu menyayangi, mendampingi,
memberikan dukungan, perjuangan serta pengorbanannya baik itu waktu,
biaya, dan tenaga. Kakanda dan adinda serta keluarga besar tercinta atas doa,
dukungan dan perhatiannya.
2. Rasa hormat dan terima kasih kepada Prof. Dr Ir Santun R.P. Sitorus dan Dr
Khursatul Munibah, M.Sc. selaku komisi pembimbing dan berturut-turut juga
sebagai ketua dan sekretaris Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL)
dengan kesabaran dan keikhlasan dalam membimbing, memberikan masukan,
pengajaran sehingga membuka wawasan penulis selama menyelesaikan tesis
ini.
3. Teman-teman sekaligus saudaraku seperjuangan PWL 2013 yang sangat
kompak dalam kebersamaannya, terima kasih atas bantuan, kerjasama, arahanarahan serta nasehat yang bersifat membangun bagi penulis baik dalam hal
perkuliahan maupun dalam kehidupan sehari-hari.
4. Serta semua pihak yang namanya tidak tercantum yang telah memberikan andil
secara ikhlas membantu penulis dalam berbagai hal, baik dalam penelitian
lapangan maupun di bangku perkuliahan.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari kata sempurna
dan dengan segala kerendahan hati penulis sangat berharap ada kritikan dan saran
yang positif yang bersifat membangun dalam mengembangkan karya ini, sehingga
dapat membawa manfaat dan memberikan citra yang positif di kalangan dunia
pendidikan.

Bogor, September 2015

Lili Suryani
A156130021

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran Penelitian

iii
iv
v
1
1
3
5
5
6

TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan Lahan
Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya
Aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG) dalam Mengidentifikasi
Perubahan Penggunaan Lahan
Komoditas Basis dan Komoditas Unggulan
Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah
Perencanaan Penggunaan Lahan untuk Komoditas Unggulan
Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan

8
8
9
11

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Jenis dan Sumber Data
Metode Analisis
Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data
Tahap Analisis Data
Analisis Penggunaan Lahan Sekarang (Eksisting)
Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dan Analisis Faktor-faktor yang
Menyebabkan Terjadinya Penentu Perubahan
Analisis Komoditas Unggulan Perkebunan
Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah
Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan Perkebunan

18
18
18
21
21
21
21
22

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Geografi, Iklim dan Kondisi Fisik
Pemerintahan
Demografis
Sosial Ekonomi
Sosial Budaya

29
29
29
30
32
33

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penggunaan Lahan Kabupaten Bungo Tahun 2015
Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 1993, 2006, dan 2013
Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan

35
35
40
50

12
14
15
16

23
25
26

ii

Identifikasi Komoditas Unggulan Perkebunan
Identifikasi Tingkat Perkembangan Wilayah di Kabupaten Bungo
Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

59
76
80

84
84
84
86
90
109

iii

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26

PDRB atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha
Keterkaitan antara tujuan penelitian dengan data serta teknik analisis
Variabel-variabel dalam analisis Multinomial Logit
Variabel-variabel fasilitas yang digunakan dalam analisis Skalogram
Matrik arahan pengembangan komoditas unggulan perkebunan
Jumlah desa dan kelurahan menurut kecamatan di Kabupaten Bungo tahun
2013
Kepadatan penduduk menurut kecamatan di Kabupaten Bungo tahun 2013
Distribusi persentase Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga
konstan menurut lapangan usaha Kabupaten Bungo tahun 2013
Luas masing-masing penggunaan lahan tahun 2015 per kecamatan di
Kabupaten Bungo
Luas dan proporsi penggunaan lahan Kabupaten Bungo tahun 1993, 2006,
dan perubahannya
Perubahan penggunaan lahan tahun 2006 terhadap tahun 1993
Luas dan proporsi penggunaan lahan Kabupaten Bungo tahun 2006, 2013,
dan perubahannya
Perubahan penggunaan lahan tahun 2013 terhadap tahun 2006
Ringkasan koefisien odds ratio penentu perubahan penggunaan lahan
hutan ke penggunaan lain tahun 2015 di Kabupaten Bungo
Ringkasan koefisien odds ratio penentu perubahan penggunaan lahan non
hutan ke penggunaan lain tahun 2015 di Kabupaten Bungo
Luas area tanaman perkebunan (ha) menurut jenis tanaman per kecamatan
di Kabupaten Bungo tahun 2013
Komoditas basis berdasarkan nilai LQ (>1) di Kabupaten Bungo
Jumlah produksi tanaman perkebunan (ha) menurut jenis tanaman per
kecamatan di Kabupaten Bungo tahun 2010
Jumlah produksi tanaman perkebunan (ha) menurut jenis tanaman per
kecamatan di Kabupaten Bungo tahun 2013
Nilai Differential Shift (DS) untuk masing-masing komoditas tiap
kecamatan di Kabupaten Bungo
Nilai Shift Share Analysis (SSA) untuk masing-masing komoditas tiap
kecamatan di Kabupaten Bungo
Komoditas unggulan berdasarkan nilai LQ dan SSA untuk tiap komoditas
di Kabupaten Bungo
Jenis-jenis komoditas unggulan tiap kecamatan di Kabupaten Bungo
Komoditas unggulan prioritas tiap kecamatan di Kabupaten Bungo
Luas berdasarkan kelas kesesuaian lahan dan kendala pengembangan
untuk komoditas karet di Kabupaten Bungo
Luas berdasarkan kelas kesesuaian lahan dan kendala pengembangan
untuk komoditas kelapa dalam di Kabupaten Bungo

2
19
23
25
27
30
31
33
38
40
40
42
42
50
58
60
61
62
62
64
64
65
66
66
70
71

iv

27 Luas berdasarkan kelas kesesuaian lahan dan kendala pengembangan 71
untuk komoditas kelapa sawit di Kabupaten Bungo
28 Hirarki wilayah per kecamatan di Kabupaten Bungo tahun 2006 dan tahun 77
2013
29 Arahan pengembangan komoditas unggulan karet per kecamatan di 81
Kabupaten Bungo

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

Kerangka pemikiran penelitian
Lokasi penelitian
Diagram alir kegiatan penelitian
Jumlah penduduk menurut kecamatan di Kabupaten Bungo tahun 2013
Jumlah penduduk menurut kelompok umur di Kabupaten Bungo tahun
2013
Struktur Perekonomian Kabupaten Bungo tahun 2013
Luas dan persentase penggunaan lahan Kabupaten Bungo tahun 2015
Kenampakan objek pada Citra Landsat di Kabupaten Bungo
Peta penggunaan lahan tahun 2015
Perubahan penggunaan lahan tahun 1993-2013
Dinamika luas penggunaan lahan Kabupaten Bungo tahun 1993-2013
Hasil klasifikasi (a) Citra Landsat Tahun 1993, (b) Citra Landsat Tahun
2006, (c) Citra Landsat Tahun 2013
Perubahan penggunaan lahan Kabupaten Bungo (A) Tahun 1993-2006,
dan (B) Tahun 2006-2013
Sekuen pola perubahan penggunaan lahan tahun 1993, 2006, dan 2013
Peta perubahan penggunaan lahan Kabupaten Bungo Tahun 1993-2013
Peta Sebaran kelas lereng di Kabupaten Bungo
Peta jenis tanah Kabupaten Bungo
Peta sebaran izin usaha perkebunan di Kabupaten Bungo
Peta pola ruang di Kabupaten Bungo
Nilai Proportional Shift (PS) masing-masing komoditas tiap kecamatan di
Kabupaten Bungo
Peta ketersediaan lahan komoditas unggulan karet, kelapa sawit, dan
kelapa dalam di Kabupaten Bungo
Ketersediaan lahan untuk pengembangan komoditas karet, kelapa sawit,
dan kelapa dalam per kecamatan di Kabupaten Bungo
Peta sebaran kelas kesesuaian lahan tanaman karet di Kabupaten Bungo
Peta sebaran kelas kesesuaian lahan tanaman kelapa dalam di Kabupaten
Bungo
Peta sebaran kelas kesesuaian lahan tanaman kelapa sawit di Kabupaten
Bungo

7
18
28
30
32
32
36
37
39
44
45
46
47
48
49
52
53
54
55
63
68
69
73
74
75

v

26 Hirarki Kabupaten Bungo berdasarkan jumlah jenis fasilitas tahun 2006
78
27 Hirarki Kabupaten Bungo berdasarkan jumlah jenis fasilitas tahun 2013
79
28 Peta sebaran arahan pengembangan komoditas unggulan karet, kelapa 83
sawit, dan kelapa dalam per kecamatan di Kabupaten Bungo

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Kriteria kesesuaian lahan untuk Karet (Hevea brassiliensis M.A)
Kriteria kesesuaian lahan untuk Kelapa Sawit (Elaeis guineensis JACK.)
Kriteria kesesuaian lahan untuk Kelapa (Cocos nucifera L.)
Perubahan penggunaan lahan tahun 1993-2006 per kecamatan di Kabupaten
Bungo
Perubahan penggunaan lahan tahun 2006-2013 per kecamatan di Kabupaten
Bungo
Hasil analisis multinomial logit perubahan penggunaan lahan hutan ke
penggunaan non hutan tahun 2015 di Kabupaten Bungo
Hasil analisis multinomial logit perubahan penggunaan lahan non hutan ke
penggunaan lain tahun 2015 di Kabupaten Bungo
Rencana pola ruang Kabupaten Bungo tahun 2013-2033
Matrik arahan pengembangan komoditas karet, kelapa sawit, dan kelapa
dalam di Kabupaten Bungo

91
92
93
94
96
98
100
104
105

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penggunaan lahan merupakan hasil akhir dari setiap bentuk campur tangan
kegiatan (intervensi) manusia terhadap lahan di permukaan bumi yang bersifat dinamis,
dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup, baik material maupun spiritual (Arsyad
2010). Perubahan ini akan tetap berlanjut dimasa mendatang, bahkan dalam kecepatan
yang lebih tinggi seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang dirasakan di kota-kota besar
(Winarso 1995). Perubahan penggunaan lahan yang sering terjadi terutama terkait dengan
kegiatan sektor swasta, seperti perubahan hutan terkonversi menjadi perkebunan kelapa
sawit, hutan ke karet, hutan ke pemukiman (transmigrasi) dll. Umumnya penggunaan
lahan yang terkonversi adalah penggunaan lahan yang mempunyai land rent lebih rendah
seperti hutan, sawah, dll. Kondisi seperti ini yang sedang terjadi di Kabupaten Bungo.
Kabupaten Bungo pada beberapa dekade telah mengalami perubahan penggunaan
lahan yang cukup signifikan. Suryani (2012) mengatakan bahwa dalam selang waktu
delapan tahun (1993-2001) penggunaan lahan di Kabupaten Bungo mengalami perubahan
yang cukup signifikan yaitu kelapa sawit meningkat sebesar 41.159 ha (8,84 %), dan karet
sebesar 27.831 ha (5.98%). Kabupaten Bungo memiliki tingkat pertumbuhan penduduk
yang cukup tinggi yaitu sebesar 3% dengan jumlah penduduk sebanyak 320.300 jiwa
pada tahun 2012. Keadaan ini menjadi salah satu faktor yang diduga mengakibatkan
tekanan terhadap perubahan penggunaan lahan dari satu penggunaan beralih fungsi ke
penggunaan lahan lainnya.
Potensi sumberdaya alam yang dimiliki oleh Kabupaten Bungo adalah
sumberdaya lahan pertanian, antara lain persawahan, perkebunan karet rakyat dan hutan.
Laporan Dinas Kehutanan dan Perkebunan menunjukkan bahwa pada tahun 2004
diperkirakan sekitar 34,53% dari luas wilayah Kabupaten Bungo merupakan hamparan
hutan yang terdiri dari wilayah Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) seluas 71.134 ha,
hutan lindung sekitar 12.000 ha, hutan produksi seluas 75.719 ha dan hutan adat yang
terdiri dari Hutan Adat Batu Kerbau seluas 1220 ha serta Hutan Adat Baru Pelepat seluas
780 ha (Pemerintah Daerah Kabupaten Bungo 2006). Kondisi Kabupaten Bungo sangat
potensial untuk pengembangan sektor pertanian dalam arti luas. Kontribusi sektor
pertanian terhadap PDRB Kabupaten Bungo pada tahun 2004-2009 mencapai 40,54%
dari total PDRB Kabupaten Bungo (BPS Kabupaten Bungo 2010), begitu juga untuk
tahun 2012 sebesar 33,08% sektor pertanian berkontribusi terbesar terhadap PDRB
daerah.
Tingginya kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Bungo secara
tidak langsung dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Tanaman perkebunan
yang menjadi primadona adalah karet. Kini selain karet, tanaman kelapa sawit pun
menjadi jenis yang diminati pengembangannya. Terbukti dari hasil produksi karet setiap
tahun yang semakin lama semakin meningkat masing-masing sebesar 32.008 ton/ha dan
47.226 ton/ha pada tahun 2010 dan 2011. Produksi kelapa sawit juga meningkat
sepanjang tahun masing-masing sebesar 15.056 ton/ha dan 17.035 ton/ha pada tahun 2010
dan 2011. Produksi perkebunan ini sebagian besar berasal dari perkebunan rakyat. Hal ini
menunjukkan bahwa tanaman karet sudah menjadi komoditas unggulan masyarakat
secara turun temurun sejak zaman penjajahan Belanda, serta sangat strategis dalam
perekonomian daerah Kabupaten Bungo. Ini berarti sektor pertanian telah memberikan

2

peran besar bagi pembentukan PDRB Kabupaten Bungo dan sekaligus menjadi sektor
ekonomi unggulan bagi Kabupaten Bungo. PDRB atas Dasar Harga Berlaku menurut
Lapangan Usaha ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1 PDRB atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha
Lapangan Usaha
1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan

2011

2012

1.325.037,39

1.497.162,27

1.1. Tanaman Bahan Makanan

476.642,56

536.751,92

1.2. Tanaman Perkebunan

590.957,77

691.398,14

1.3. Peternakan dan Hasil-Hasilnya

119.901,05

130.500,82

1.4. Kehutanan

121.482,26

120.611,39

1.5. Perikanan

16.053,75

17.900,00

2. Pertambangan dan Penggalian

866.817,42

898.276,97

3. Industri Pengolahan

178.670,11

212.145,15

4. Listrik dan Air Bersih

31.369,15

36.092,86

5. Bangunan

416.149,83

559.077,27

6. Perdagangan, Hotel & Restoran

833.075,51

958.713,01

7. Pengangkutan & Telekomunikasi

270.422,46

322.975,65

8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan

223.636,31

255.690,27

9. Jasa-Jasa

610.116,10

706.065,88

Produk Domestik Regional Bruto

6.080.331,67 6.943.361,60

Pertumbuhan ekonomi daerah merupakan suatu proses kenaikan pendapatan
perkapita daerah dalam jangka panjang. Teori pertumbuhan ekonomi menyatakan bahwa
faktor utama yang menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah adanya
permintaan terhadap barang dan jasa, sehingga sumber daya lokal berpotensi
menghasilkan pendapatan daerah sekaligus dapat menciptakan peluang kerja di daerah.
Sumber daya lokal yang merupakan potensi ekonomi harus dapat dikembangkan secara
optimal sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah
(Lebok 2009). Pertumbuhan ekonomi daerah pada dasarnya dipengaruhi oleh keunggulan
kompetitif suatu daerah, spesialisasi wilayah serta potensi ekonomi yang dimiliki oleh
daerah tersebut. Adanya potensi di suatu daerah tidak mempunyai arti bagi pembangunan
ekonomi daerah tersebut, jika tidak ada upaya memanfaatkan dan mengembangkan
potensi yang dimiliki sebagai prioritas utama untuk digali dan dikembangkan dalam
rangka mencapai tujuan pembangunan.
Berdasarkan letak geografis, topografi, geologi, hidrologi, oceanografi, kondisi
iklim begitu pula dengan kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat lokal, maka
daerah Kabupaten Bungo ini merupakan daerah yang sangat menguntungkan dalam
berbagai kegiatan perekonomian, terutama pada sektor pertanian dalam arti luas,
pertambangan, perikanan dan kelautan. Bertitik tolak dari kondisi empiris tersebut,
diharapkan dapat menjadikan Daerah Kabupaten Bungo menjadi daerah yang maju dan
mandiri melalui berbagai upaya percepatan pembangunan, dengan menempatkan
pembangunan ekonomi sebagai leading sector (BPS Kabupaten Bungo 2012).
Menurut Hasriadi (2014), Adanya analisis arahan pengembangan komoditas
unggulan perkebunan di Kabupaten Bungo merupakan suatu upaya untuk meningkatkan
perekonomian daerah selain menciptakan lapangan usaha untuk mensejahterakan
masyarakat. Penentuan komoditas unggulan juga dirasa sangat penting, karena dengan

3

diketahuinya komoditas unggulan maka fokus pengembangan terhadap komoditas
tersebut menjadi prioritas (Sitorus et al., 2014). Selain mengetahui komoditas unggulan
apa yang menjadi komoditas basis di Kabupaten Bungo, langkah selanjutnya menentukan
skala prioritas unggulan baik secara ekonomi maupun secara fisik wilayah. Arah
perencanaan pembangunan, alokasi sumber daya, tata ruang wilayah, dll sejauh ini
mungkin dapat mendukung pengembangan komoditas unggulan sehingga diketahui dan
menarik minat pihak luar (investor) untuk turut serta dalam pengembangannya. Hasil
arahan pengembangan komoditas unggulan perkebunan di Kabupaten Bungo ini,
nantinya juga dibandingkan seberapa besar tingkat kesesuaiannya terhadap pola ruang
yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah sekaligus sebagai penyempurnaan terhadap
pola ruang yang ada.
Dalam rangka mengatasi berbagai kebutuhan dan tuntutan berbagai pemangku
kepentingan, penelitian ini bermaksud untuk memahami proses perubahan penggunaan
lahan yang terjadi apakah mengikuti pola ruang yang yang telah ditetapkan dalam RTRW
Kabupaten Bungo untuk tahun 2013-2033. Adanya analisis terkait dengan pengembangan
komoditas unggulan untuk sektor perkebunan sebagai pengontrol terhadap perubahan
yang terjadi agar konfigurasi ruang dimasa yang akan datang optimal sesuai dengan
RTRW yang telah ditetapkan. Selain itu untuk meningkatkan perekonomian wilayah
melalui komoditas unggulan, diperlukan penelitian mengenai arahan pengembangan
komoditas unggulan perkebunan berdasarkan kesesuaian lahan dan ketersediaan lahan
yang ada sehingga nantinya dapat diketahui penanganan yang tepat dalam meningkatkan
perekonomian wilayah Kabupaten Bungo.

Perumusan Masalah
Perkembangan wilayah merupakan suatu fenomena yang umum terjadi hampir di
setiap wilayah. Pembangunan menuntut terjadinya perubahan dan perkembangan wilayah
menjadi lebih baik dari sebelumnya. Perkembangan wilayah terjadi sebagai konsekuensi
dari peningkatan kebutuhan penduduk atas ruang yang semakin tahun semakin
meningkat. Lahan yang bersifat tetap dan terbatas, sementara kebutuhan penduduk atas
lahan semakin lama semakin meningkat seringkali memicu terjadinya persaingan untuk
memanfaatkan lahan. Perkembangan perekonomian tidak terlepas dari kebutuhan ruang
(lahan) yang seringkali mengorbankan penggunaan lahan hutan untuk terkonversi
menjadi penggunaan non-hutan seperti yang terjadi di Kabupaten Bungo.
Masalah lainnya adalah Kabupaten Bungo merupakan jalur lintas Sumatera, dan
sejak tahun 2012 didirikan Bandar Udara Muara Bungo memicu perkembangan pesat
terhadap perubahan penggunaan lahan yang ada dan seringkali hutan, perkebunan karet,
lahan terbuka dikonversikan untuk pemukiman, kawasan perdagangan, dan jasa-jasa. Hal
ini dapat dimengerti, mengingat lokasinya dipilih sedemikian rupa sehingga dekat dengan
sarana dan prasarana penunjang seperti jalan raya, listrik, dan fasilitas lainnya. Disamping
itu, Kabupaten Bungo memiliki jumlah penduduk yang terus meningkat.
Pesatnya peningkatan jumlah penduduk telah meningkatkan permintaan lahan
khususnya untuk pemukiman, jasa, fasilitas umum, dll. Peningkatan taraf hidup
masyarakat juga turut berperan menciptakan tambahan permintaan lahan akibat
peningkatan intensitas kegiatan masyarakat, seperti pusat perbelanjaan, tempat rekreasi,
sarana dan prasarana lainnya. Faktor ekonomi juga ikut berperan dalam alih fungsi lahan
yaitu tingginya land rent yang diperoleh aktivitas sektor non-pertanian dibandingkan

4

sektor pertanian. Mengingat setiap wilayah mempunyai karakteristik dan potensi lahan
yang berbeda-beda, misalkan kesuburan tanah, dan topografi wilayah. Perbedaan kedua
hal tersebut dapat mengakibatkan perbedaan output meskipun dengan biaya produksi total
yang sama sehingga land rent yang dihasilkan setiap penggunan lahan juga berbeda-beda.
Perbedaan nilai land rent tersebut dapat disebabkan karena adanya perbedaan biaya
produksi rata-rata per unit lahan dengan berbagai tingkat kesuburan tanah. Rendahnya
insentif untuk berusaha tani disebabkan oleh tingginya biaya produksi, sementara harga
hasil pertanian relatif rendah dan berfluktuasi, padahal sekitar 70% penduduk Kabupaten
Bungo menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian (perkebunan, perikanan, dan
kehutanan). Faktor kebutuhan keluarga petani yang terdesak oleh kebutuhan modal usaha
atau keperluan keluarga lainnya (pendidikan, mencari kerja non-pertanian, dll), seringkali
membuat petani tidak mempunyai pilihan selain menjual sebagian atau seluruh lahan
pertaniannya.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Kabupaten Bungo memiliki jumlah
penduduk yang sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani dalam hal ini yaitu
petani penyadap karet. Bekerja sebagai penyadap karet sudah digeluti oleh masyarakat
sejak zaman nenek moyang. Tingginya jumlah petani karet seringkali tidak diimbangi
dengan tingginya pendapatan yang dihasilkan oleh petani, hal ini dipicu oleh beberapa
permasalahan diantaranya: tingginya proporsi area tanaman karet tua, belum efisiennya
sistem pemasaran bahan olah karet, rendahnya produktivitas karet, keterbatasan modal
untuk membeli bibit unggul, dll (Siregar 2011). Selain karet yang menjadi komoditas
primadona di Kabupaten Bungo, komoditas primadona lainnya yaitu kelapa sawit. Kelapa
sawit yang dihasilkan biasanya diperoleh dari kebun rakyat dan dari perusahaan kelapa
sawit. Masalahnya kelapa sawit yang diusahakan oleh masyarakat dan perusahaan
seringkali berada pada kawasan yang berstatus kawasan lindung dengan kemiringan
>40%. Khusus untuk perusahaan, hal ini dilatarbelakangi oleh pengeluaran berbagai
bentuk perizinan oleh pemerintah kepada para investor yang cenderung melakukan
konversi lahan pertanian untuk penggunaan non-pertanian yang seringkali tidak
memperhatikan kemampuan dan kesesuaian lahan yang ada.
Suryani (2012) membuktikan perubahan hutan menjadi kelapa sawit terbesar
terjadi pada kemiringan lereng 15-40% dengan luasan sebesar 19.982 ha, bahkan sampai
pada kemiringan lereng >40% dimana status kawasannya seharusnya dijadikan kawasan
hutan lindung yang perlu dijaga kelestariannya. Melihat fenomena ini tentunya yang
menjadi pemikiran tersendiri yaitu tingginya biaya, waktu, dan tenaga yang dikeluarkan
untuk memproduksi kelapa sawit tersebut. Memperhatikan potensi yang ada dan prospek
dimasa yang akan datang, serta untuk mengurangi berbagai permasalahan yang sedang
dan akan terjadi maka perlu dilakukan analisis diantaranya untuk menghindari agar
masyarakat tidak dirugikan dengan menanam karet dan kelapa sawit, di lokasi yang tidak
sesuai dengan kriteria tumbuh tanaman (biofisik), aspek spasial (tata ruang), dan aspek
ekonomi. Diperlukan arahan bagi masyarakat dalam memilih lokasi yang tepat untuk
budidaya tanaman tersebut. Memilih lokasi yang tepat, diharapkan produksi yang
dihasilkan akan maksiman dan akan berkorelasi dengan keuntungan yang ingin didapat
(Siregar 2011). Selain lokasi yang memenuhi persyaratan tumbuh tanaman, faktor
ketersediaan lahan dan penggunaan lahan saat ini juga perlu diperhatikan.
Di sisi lain, terkaitan dengan kebijakan penggunaan lahan yang yang sentralistik
dengan adanya peraturan pemerintah terkait dengan otonomi daerah. Otonomi daerah
yang lebih mengutamakan pembangunan pada sektor yang menjanjikan keuntungan
jangka pendek lebih tinggi guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang

5

kurang memperhatikan kepentingan jangka pendek dan kepentingan nasional yang
sebenarnya penting bagi masyarakat secara keseluruhan. Masalah lainnya adalah
rendahnya kemauan politik dari pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota) untuk
secara konsisten dan tegas melaksanakan peraturan daerah terkait dengan pengalokasian
ruang dan lahan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kabupaten Bungo tahun 2013-2033,
yang akan mengarahkan perubahan penggunaan lahan menjadi tidak teratur dan tidak
terkendali.
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan, maka di susun
beberapa pertanyaan penelitian yaitu:
1) Jenis-jenis penggunaan lahan apa saja yang terdapat di Kabupaten Bungo?
2) Bagaimana perubahan penggunaan lahan dan faktor-faktor apa saya yang
mempengaruhi terjadinya perubahan penggunaaan lahan di Kabupaten Bungo ?
3) Jenis-jenis komoditas unggulan perkebunan apa saja yang terdapat di Kabupaten
Bungo, dan bagaimana ketersediaan lahan yang berpotensi untuk pengembangannya?
4) Bagaimana tingkat perkembangan wilayah di Kabupaten Bungo?
5) Dari berbagai fenomena perubahan penggunaan lahan yang terjadi, bagaimana arahan
pengembangan komoditas perkebunan dalam rangka pengembangan wilayah di
Kabupaten Bungo?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1) Menganalisis dan memetakan jenis penggunaan lahan sekarang (eksisting).
2) Menganalisis perubahan penggunaan lahan dan faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya perubahan.
3) Menganalisis komoditas unggulan perkebunan dan lahan yang berpotensi untuk
pengembangannya.
4) Menganalisis tingkat perkembangan wilayah Kabupaten Bungo.
5) Menyusun arahan pengembangan komoditas perkebunan dalam rangka
pengembangan wilayah di Kabupaten Bungo.
Dari kelima tujuan tersebut, disederhanakan lagi menjadi satu tujuan utama dalam
penelitian ini yaitu “menyusun arahan pengembangan komoditas perkebunan dalam
rangka pengembangan wilayah di Kabupaten Bungo”.
Manfaat Penelitian
Adanya arahan pengembangan komoditas perkebunan dalam rangka
pengembangan wilayah di Kabupaten Bungo, merupakan dokumen resmi yang dapat
dijadikan sebagai dasar untuk kontrol pemanfaatan ruang, serta mendukung proses
pengambilan keputusan dalam perencanaan kabupaten dimasa yang akan datang, yaitu
kontribusi terhadap pengambilan keputusan dan praktek perencanaan khususnya dalam
penetapan perizinan untuk usaha perkebunan kelapa sawit dan karet yang dikeluarkan
oleh pemerintah Kabupaten Bungo. Di samping itu, hasil penelitiaan ini diharapkan
mampu memberikan informasi bagi pemerintah setempat, para investor, dan masyarakat
jika ingin melakukan konversi lahan agar disesuaikan dengan arahan pengembangan
komoditas perkebunan yang telah ditetapkan.

6

Kerangka Pemikiran Penelitian
Kabupaten Bungo memiliki tingkat pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi
yaitu sebesar 3% dengan jumlah penduduk sebanyak 320.300 jiwa pada tahun 2012.
Pesatnya peningkatan jumlah penduduk telah meningkatkan permintaan lahan khususnya
untuk pemukiman, jasa, fasilitas umum, dll. Peningkatan taraf hidup masyarakat juga
turut berperan menciptakan tambahan permintaan lahan akibat peningkatan intensitas
kegiatan masyarakat, seperti pusat perbelanjaan, tempat rekreasi, sarana dan prasarana
lainnya. Keadaan ini menjadi salah satu faktor yang diduga mengakibatkan tekanan
terhadap perubahan penggunaan lahan dari satu penggunaan beralih fungsi ke
penggunaan lahan lainnya. Disamping itu, mayoritas potensi sumberdaya alam yang
dimiliki oleh Kabupaten Bungo adalah sumberdaya lahan pertanian dalam arti luas, antara
lain: persawahan, perkebunan karet rakyat dan hutan. Kontribusi sektor pertanian
terhadap PDRB Kabupaten Bungo pada tahun 2012 sebesar 33,08%. Tingginya
kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Bungo secara tidak langsung dapat
meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
Tanaman perkebunan yang menjadi primadona adalah karet. Kini selain karet,
tanaman kelapa sawit pun menjadi jenis yang diminati pengembangannya. Masalahnya
kelapa sawit yang diusahakan oleh masyarakat dan perusahaan seringkali berada pada
kawasan yang berstatus kawasan lindung dengan kemiringan >40%. Khusus untuk
perusahaan, hal ini dilatarbelakangi oleh pengeluaran berbagai bentuk perizinan oleh
pemerintah kepada para investor yang cenderung melakukan konversi lahan pertanian
untuk penggunaan non-pertanian yang seringkali tidak memperhatikan kemampuan dan
kesesuaian lahan yang ada. Suryani (2012) mengatakan bahwa dalam selang waktu
delapan tahun (1993-2001) penggunaan lahan di Kabupaten Bungo mengalami perubahan
yang cukup signifikan yaitu kelapa sawit meningkat sebesar 41.159 ha (8,84 %), dan karet
sebesar 27.831 ha (5.98%). Disatu sisi perubahan lahan yang terjadi tidak sesuai dengan
kesesuian lahan yang ada. Suryani (2012) membuktikan perubahan hutan menjadi kelapa
sawit terbesar terjadi pada kemiringan lereng 15-40% dengan luasan sebesar 19.982 ha,
bahkan sampai pada kemiringan lereng >40% dimana status kawasannya seharusnya
dijadikan kawasan hutan lindung yang perlu dijaga kelestariannya.
Masalah lainnya adalah Kabupaten Bungo merupakan jalur lintas sumatera, dan
sejak tahun 2012 didirikan Bandar Udara Muara Bungo memicu perkembangan pesat
terhadap perubahan penggunaan lahan yang ada dan seringkali hutan, perkebunan karet,
lahan terbuka dikonversikan untuk pemukiman, kawasan perdagangan, dan jasa-jasa.
Menurut Pemerintah Kabupaten Bungo, hal ini sejalan dengan arahan pengembangan
Kabupaten Bungo kedepannya yaitu menjadikan Kabupaten Bungo berorientasi pada jasa
dan perdagangan, dan sebagai pusat logistik sumatera dalam Rakor Gubernur tahun 2013.
Terjadinya perubahan penggunaan lahan juga diakibatkan adanya peraturan daerah sejak
adanya otonomi daerah. Otonomi daerah memberikan peluang bagi pemerintah daerah
untuk mengeluarkan berbagai jenis perizinan kepada para investor untuk berinvestasi di
Kabupaten Bungo. Otonomi daerah juga lebih mengutamakan pembangunan pada sektor
yang menjanjikan keuntungan jangka pendek lebih tinggi guna meningkatkan Pendapatan
Asli Daerah (PAD), dan kurang memperhatikan kepentingan jangka pendek dan
kepentingan nasional yang sebenarnya penting bagi masyarakat secara keseluruhan.
Untuk mengurangi berbagai permasalahan yang sedang dan akan terjadi maka perlu
dilakukan analisis diantaranya untuk menghindari agar masyarakat tidak dirugikan
dengan menanam karet dan kelapa sawit, di lokasi yang tidak sesuai dengan kriteria

7

tumbuh tanaman (biofisik), aspek spasial (tata ruang), dan aspek ekonomi. Diperlukan
arahan bagi masyarakat dalam memilih lokasi yang tepat untuk budidaya tanaman
tersebut. Memilih lokasi yang tepat, diharapkan produksi yang dihasilkan akan maksiman
dan akan berkorelasi dengan keuntungan yang ingin didapat (Siregar 2011). Selain lokasi
yang memenuhi persyaratan tumbuh tanaman, faktor ketersediaan lahan, kesesuaian
lahan, dan penggunaan lahan saat ini juga perlu diperhatikan serta perubahan penggunaan
lahan perlu dikendalikan agar mengikuti pola ruang yang telah ditetapkan. Oleh karena
itu, diperlukan adanya analisis perubahan penggunaan lahan terkait dengan bagaimana
pola ruang yang ada di Kabupaten Bungo agar perubahan penggunaan lahan yang terjadi
sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di Kabupaten Bungo untuk tahun
2013-2033. Disamping itu, adanya arahan pengembangan komoditas unggulan
perkebunan sebagai pengontrol terhadap perubahan yang terjadi agar konfigurasi ruang
dimasa yang akan datang optimal sesuai dengan RTRW yang telah ditetapkan. Selain itu,
untuk meningkatkan perekonomian wilayah melalui komoditas unggulan, diperlukan
penelitian mengenai arahan pengembangan komoditas unggulan perkebunan berdasarkan
kesesuaian lahan dan ketersediaan lahan yang ada sehingga nantinya dapat diketahui
penanganan yang tepat dalam meningkatkan perekonomian wilayah Kabupaten Bungo.
Secara jelas kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat
Kebutuhan ekonomi yang semakin meningkat
Didirikan Bandar Udara Muara Bungo
Otonomi Daerah Kabupaten Bungo
Ketidaksesuaian lahan untuk karet dan kelapa sawit

Ketersediaan lahan
Kesesuaian lahan
Potensi lahan
Arahan lokasi yang tepat
Pengendalian perubahan penggunaan lahan dan pola ruang

Perubahan penggunaan lahan yang terjadi sesuai dengan Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) di Kabupaten Bungo, dan adanya
arahan pengembangan komoditas unggulan perkebunan
diharapkan dapat meningkatkan perekonomian wilayah dengan
melihat potensi lahan yang ada di Kabupaten Bungo

Gambar
1 KerangkaPUSTAK
pemikiran penelitian
TINJAUAN

8

Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan (Landuse) dibedakan menjadi penggunaan lahan utama dan
penggunaan lahan kedua (apabila merupakan penggunaan berganda) dari sebidang lahan
pertanian, lahan hutan, padang rumput dan sebaginya. Jadi lebih merupakan tingkat
pemanfaatan oleh masyarakat (Sitorus 2014). Definisi lain mengungkapkan bahwa
penggunaan lahan merupakan hasil akhir dari setiap bentuk campur tangan kegiatan
(intervensi) manusia terhadap lahan di permukaan bumi (Lillesand et al. 2004) yang
bersifat dinamis dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup baik material maupun
spiritual. Penggunaan lahan dapat dikelompokan ke dalam dua golongan besar yaitu
penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan
pertanian dibedakan berdasarkan pola penyediaan air dan komoditas diusahakan atau
jenis tumbuhan atau tanaman yang terdapat diatas lahan tersebut. Berdasarkan hal ini
dikenal beberapa jenis penggunaan lahan seperti: tegalan (pertanian lahan kering atau
pertanian pada lahan tidak beririgasi), sawah, kebun kopi, kebun karet, padang rumput,
hutan produksi, hutan lindung, padang alang-alang, dan sebagainya. Penggunaan lahan
bukan pertanian dapat dibedakan ke dalam lahan kota atau desa (pemukiman), industri,
rekreasi, pertambangan dan sebagainya (Arsyad 2010). Menurut FAO (1989) tipe
penggunaan lahan terdiri dari: lahan kehutanan (hutan alam dan hutan tanaman), lahan
pertanian (perkebunan, kebun campuran, dan sawah beririgasi), serta lahan perkotaan
(pemukiman dan industri).
Menurut Deng et al. (2009) penggunaan lahan bersifat dinamis, ditunjukkan oleh
perubahan yang terus menerus sebagai hasil dari besarnya aktivitas manusia sepanjang
waktu, sedangkan menurut Rustiadi et al. (2009) penggunaan lahan adalah cerminan
bentuk fisik atau cerminan aktifitas manusia yang terkait dengan fungsi suatu lahan, yang
ditentukan oleh kondisi fisik dan non fisik, dan menggambarkan sistem pengelolaannya.
Arah perubahan ini secara langsung atau tidak langsung akan dipengaruhi dan
mempengaruhi kesejahteraan masyarakat, ekonomi nasional, dan regional, dan tata ruang
wilayah. Lebih lanjut Deng et al. (2009) menyimpulkan penggunaan lahan merupakan
suatu bentuk ruang dari upaya secara kontinyu dan konsisten yang dihasilkan berbagai
aktifitas masyarakat seiring dengan semakin berkembangnya jumlah penduduk untuk
menciptakan kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Jadi dapat diartikan bahwa
penggunaan lahan merupakan bentuk campur tangan manusia terhadap sebidang lahan
yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan.
Barlowe (1986) menyatakan dalam menentukan penggunaan lahan terdapat empat
faktor penting yang perlu dipertimbangkan yaitu: faktor fisik lahan, faktor ekonomi,
faktor kelembagaan, dan faktor sosial budaya masyarakat. Menurut Sitorus (2014)
penggunaan lahan secara luas dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu penggunaan
pedesaan dan penggunaan lahan perkotaan dan industri. Penggunaan lahan pedesaan
(rural landuse) pengertian luas termasuk pertanian, kehutanan, konservasi satwa liar,
serta pengembangan tempat rekreasi. Penggunaan lahan perkotaan dan industri (urban
and industrial landuse) diantaranya termasuk kota, desa, komplek perindustrian, jalan
raya dan aktivitas pertambangan. Pengertian lain mengungkapkan bahwa penggunaan
lahan secara umum terbagi menjadi dua yaitu penggunaan lahan eksisting dan
penggunaan lahan potensial. Penggunaan lahan potensial yaitu penggunaan lahan yang
dapat memberikan keuntungan secara optimal bagi kehidupan manusia karena lahan
tersebut mempunyai nilai ekonomi tinggi yang kaitannya dengan produksi pertanian,
dengan biaya pegelolaan yang rendah, disamping itu lahan tersebut memiliki tingkat

9

kesuburan yang tinggi, sifat fisik yang baik, belum terjadi erosi, dan memiliki topografi
yang datar. Penggunaan lahan eksisting yaitu terkait dengan segala jenis dan kenampakan
terkini dari permukaan bumi atau perwujudan secara fisik (visual) dari vegetasi, benda
alam, dan unsur-unsur budaya yang ada di permukaan bumi. Menurut Firdian et al.
(2010), Optimalisasi penggunaan lahan perlu dilakukan dengan mempertimbangkan
aspek keterpaduan perencanaan tata ruang ditingkat provinsi dengan kabupaten, daya
dukung lingkungan hidup di wilayah tersebut serta perkembangan aktifitas ekonomi
masyarakat dan perkembangan penduduk (jumlah dan laju pertumbuhan).

Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya
Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari
satu penggunaan ke penggunaan yang lainnya dan diikuti dengan berkurangnya tipe
penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya, atau berubahnya
fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda (As-syakur 2011). Menurut Kasereka
et al. (2010) perubahan penggunaan lahan akan merubah pola lanskap yang terus
berlangsung secara dinamis, dan semakin meluas dari tahun ke tahun yang didorong oleh
fenomena alam maupun kegiatan antropogenik. Perubahan penggunaan lahan dapat juga
diartikan sebagai suatu proses perubahan dari penggunaan lahan sebelumnya ke
penggunaan lain yang dapat bersifat permanen maupun sementara dan merupakan
konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi perubahan struktur sosial
ekonomi masyarakat yang sedang berkembang baik untuk tujuan komersial maupun
industri (Abdul 2009). Jadi dapat disimpulkan bahwa perubahan penggunaan lahan
merupakan perubahan fungsi dari satu penggunaan ke fungsi penggunaan lainnya, baik
bersifat sementara maupun permanen akibat semakin meningkatnya kebutuhan
penduduk.
Kemajuan pembangunan disuatu wilayah sejalan dengan peningkatan jumlah
penduduk selalu diiringi dengan peningkatan standar kualitas dan kuantitas kebutuhan
hidup, dan peningkatan kebutuhan akan tersedianya berbagai fasilitas yang menyebabkan
terjadinya perubahan penggunaan lahan (Sitorus et al. 2012). Perubahan iklim,
peningkatan jumlah penduduk, dan proses urbanisasi merupakan penyebab umum yang
dianggap sebagai faktor-faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya perubahan
penggunaan lahan (Wu et al. 2008). Sama halnya dengan hasil penelitian Ruswandi et
al. (2007), menyatakan perkembangan perekonomian yang cukup pesat di wilayah
Bandung dan sekitarnya mengundang penduduk sekitarnya untuk bermigrasi baik untuk
tujuan bekerja, pendidikan, maupun tujuan lainnya menyebabkan peningkatan kebutuhan
ruang untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin bertambah. Akan tetapi,
kenyataannya perubahan penggunaan lahan tidak terjadi karena adanya faktor tunggal
(Verburg dan Veldkamp 2001). Kompleksitas antara faktor-faktor fisik, biologi, sosial,
politik, dan ekonomi yang terajadi dalam dimensi ruang dan waktu pada saat yang
bersamaan merupakan penyebab utama proses perubahan penggunaan lahan (Wu et al.
2008).
Pada wilayah perkotaan, perubahan penggunaan lahan dapat dipicu oleh proses
urbanisasi yang cepat, umumnya terkait upaya penyediaan sarana perumahan dan industri
(Rustiadi et al. 2009). Berdasarkan penelitian Winoto et al. (1996) di Pantai Utara Jawa
Barat diketahui bahwa konversi lahan dari pertanian ke non-pertanian terjadi secara
intensif, dilakukan oleh petani dengan pertimbangan aspek ekonomi jangka pendek. Hasil

10

penelitian Suwarli et al. (2012) di Kota Bekasi menyatakan faktor utama yang
berpengaruh terhadap terjadinya perubahan penggunaan lahan bervegetasi (RTH) adalah
jumlah penduduk, di samping faktor lainnya seperti: jumlah sarana pendidikan, jumlah
pasar, jumlah super market, jumlah pemukiman, jumlah industri, jumlah restoran, jumlah
hotel dan penginapan juga ikut berperan terhadap perubahan yang telah terjadi.
Menurut Winoto et al. (1996) faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan
sawah secara langsung dan tidak langsung ditentukan oleh dua faktor, yaitu sistem
kelembagaan yang dikembangkan oleh masyarakat dan pemerintah, dan sistem non
kelembagaan yang berkembang secara alamiah dalam masyarakat. Sistem kelembagaan
yang dikembangkan oleh pemerintah misaln