Perencanaan Penggunaan Lahan Pertanian Berbasis Komoditas Unggulan Di Wilayah Boliyohuto Kabupaten Gorontalo

PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN
BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN
DI WILAYAH BOLIYOHUTO KABUPATEN GORONTALO

RIVAL RAHMAN
A156130101

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Perencanaan Penggunaan
Lahan Pertanian Berbasis Komoditas Unggulan di Wilayah Boliyohuto Kabupaten
Gorontalo adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2015
Rival Rahman
NRP A156130101

RINGKASAN
RIVAL RAHMAN. Perencanaan Penggunaan Lahan Pertanian Berbasis
Komoditas Unggulan di Wilayah Boliyohuto Kabupaten Gorontalo. Dibimbing
oleh DWI PUTRO TEJO BASKORO dan BOEDI TJAHJONO.
Perencanaan penggunaan lahan berbasis komoditas unggulan Wilayah
Boliyohuto merupakan salah satu bentuk perencanaan yang bisa digunakan dalam
pengambilan keputusan untuk menjalankan rencana penggunaan lahan pertanian
terutama di wilayah-wilayah yang memiliki potensi pertaniannya sangat besar.
wilayah di Kabupaten Gorontalo yang memiliki potensi lahan pertanian yang besar
dan berkontribusi terhadap pendapatan daerah. Potensi wilayah ini tidak diimbangi
dengan perencanaan yang baik sehingga masih banyak potensi-potensi lain yang
belum dimanfatkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk 1) menentukan
komoditas unggulan di Wilayah Boliyohuto Kabupaten Gorontalo. 2) mengetahui
potensi sumberdaya fisik yang ada di Wilayah Boliyohuto. 3) menyusun rencana

alokasi lahan untuk komoditas unggulan di Wilayah Boliyohuto dan 4) menyusun
strategi Pengelolaan lahan yang berkelanjutan di Wilayah Boliyohuto Kabupaten
Gorontalo.
Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh dari pegamatan langsung di lapang dan wawancara, serta
data sekunder dilakukan di wilayah penelitian dan dari instansi terkait. Metode
analisis data menggunaakan Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis
(SSA) untuk penentuan komoditas unggulan, analisis Kesesuaian Lahan dan
Universal Soil Loss Equation (USLE) untuk analisis potensi sumberdaya lahan,
analsis ekonomi untuk analisis kelayakan usaha pengembangan komoditas
unggulan dan analisis A’WOT (AHP-SWOT) untuk penetuan strategi
pngembangan komoditas unggulan.
Hasil menunjukkan bahwa wilayah Boliyohuto memiliki lima komoditas
unggulan yaitu padi sawah, jagung, kacang tanah, kopi dan kakao. Selanjutnya
potensi lahan untuk pengembangan komoditas unggulan di wilayah ini seluas
31.645 ha. Berdasarkan analisis kesesuaian lahan, komoditas unggulan berada pada
kelas kesesuaaian lahan sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2) dan sesuai marginal
(S3), dari analisis bahaya erosi komoditas unggulan memiliki indeks bahaya erosi
mulai dari yang rendah sampai dengan sangat tinggi, sedangkan dari analsisi
ekonomi semua komoditas unggulan layak untuk dikembangkan. Dari hasil analisis

tersebut didapatkan alokasi lahan untuk pengembangan komoditas unggulan
masing-masing untuk Kecamatan Boliyohuto seluas 5.516,6 ha (17,5 %),
Kecamatan Mootilango 9.322,9 ha (29,4 %), Kecamatan Tolangohula 8029,6 ha
(25,3 %), Kecamatan Asparaga 6.269,8 ha (19,7 %) dan Kecamatan Bilato seluas
2.506,4 (7,9 %) dari total luas potensi wilayah pengembangan komoditas unggulan.
Kemudian dalam pengembangannya salah satu strategi yang dapat ditempuh dalam
pengembangan komoditas unggulan ini adalah mengoptimalkan potensi
sumberdaya lahan yang ada di wilayah Boliyohuto serta membangun kelembagaan
petani.
Kata kunci : Bahaya Erosi, Kesesuaian Lahan, Komoditas Unggulan, Perencanaan
Pengunaan Lahan

SUMMARY

RIVAL RAHMAN. Agricultural Land Use Planning Based on Regional Leading
Commodities of Boliyohuto at Gorontalo District. Supervised by DWI PUTRO
TEJO BASKORO and BOEDI TJAHJONO.
Land use planning based leading commodity of Boliyohuto region is one of
planning form that would be used to make decision to execute agricultural land use
planing, especially in areas which have a very large agricultural potential and

contribute to local revenue. The potential of this region is not offset by a good
planning, so there are many other potential untapped. The aim of this study is to 1)
determine the leading commodity in the Boliyohuto region of Gorontalo district. 2)
to investigate the potential of existing physical resources in the Boliyohuto region.
3) develop a plan for the land allocation of leading commodity in Boliyohuto
region and 4) developing sustainable land management strategies in the Boliyohuto
region of Gorontalo district.
The data have been used in the study are the primary and the secondary datas.
Primary data obtained from direct observation and interviews, and the secondary
data is obtainable in the area of the research and of the relevant institute. Analysis
methods that use was Location Quotient (LQ) and Shift Share Analysis (SSA) for
the determination of the leading commodity, Land Suitability analysis and
Universal Soil Loss Equation (USLE) for land resource potential analysis, the
analysis of economic for the feasibility development of superior commodities and
A'WOT analyze (AHP-SWOT) to Determinated the strategy of developing leading
commodities.
Results showed that the Boliyohuto region has five main commodity that is
paddy, maize, groundnuts, coffee and cocoa. Furthermore, the potential of land for
the development of superior commodities in the region covering an area of 31 645
ha. Based on the analysis of land suitability, leading commodities are on land

suitability classes is highly suitable (S1), marginally suitable (S2), and marginally
suitable (S3), from erosion hazard analysis leading commodity has an index of
erosion ranging from low to very high, while on the economic analysis of all the
leading commodity deserves to be developed. From The analysis obtained
allocation of land for the development of superior commodities respectively for the
District Boliyohuto area of 5516.6 ha (17,5%), District Mootilango 9322.9 ha
(29,4%), District Tolangohula 8029.6 ha (25,3%), District Asparaga 6269.8 ha
(19,7% ) and the District Bilato area of 2506.4 (7,9%) of the total potential area of
development of superior commodities. Later in development one strategy that can
be pursued in the development of superior commodities is to optimize the potential
of land resources in the region Boliyohuto and to build institutional farmers.

Keywords:

Erosion danger, Land Suitability, Land Use Planning, Superior
Commodities

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau

menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN
BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN
DI WILAYAH BOLIYOHUTO KABUPATEN GORONTALO

RIVAL RAHMAN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Setia Hadi, MS

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah
pengembangan wilayah dengan judul Perencanaan Penggunaan Lahan Pertanian
Berbasis Komoditas Unggulan di Wilayah Boliyohuto Kabupaten Gorontalo
Dalam penyusunan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro M.Sc dan Bapak Dr Boedi Tjahjono M.Sc
selaku komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan, dan bimbingan yang
diberikan mulai dari tahap awal hinga penyelesaian tesis ini.
2. Dr Ir Setia Hadi, MS selaku penguji luar komisi atas segala masukan dan
arahan dalam penyempurnaan tesis ini
3. Prof. Dr. Ir. Santun R. P. Sitorus selaku ketua Program Studi Ilmu Perencanaan

Wilayah
4. Segenap dosen pengajar, asisten dan staf manajemen Program Studi Ilmu
Perencanaan Wilayah IPB.
5. Bapak ibu ekspert (Kepala Dinas Pertanian se-Provinsi Gorontalo dan
Akademisi di lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo)
yang telah meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam menyelesaikan
penelitiannya.
6. Rekan-rekan PWL reguler dan Bappenas angkatan 2013 dan semua pihak yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan Tesis ini.
Terima kasih yang istimewa khusus disampaikan kepada kedua orang tuaku
tercinta beserta seluruh keluarga, atas segala do’a, dukungan, kasih sayang dan
pengorbanan yang telah diberikan selama ini. Penulis menyadari adanya
keterbatasan ilmu dan kemampuan, sehingga dalam penelitian ini mungkin masih
terdapat banyak kekurangan.
Akhirnya, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.Terimaksih.

Bogor, Desember 2015
Rival Rahman


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

iii
iii
iv

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1

2
4
4
4

2

TINJAUAN PUSTAKA
Perencanaan Penggunaan Lahan
Penetapan Komoditas Unggulan
Evaluasi Kesesuaian Lahan
Erosi dan Prediksi Erosi
Analisis A’WOT
Penelitian Terdahulu

5
5
7
8
10

12
12

3

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Analisis Data
Penetapan Komoditas Unggulan
Analisis Potensi Sumberdaya Fisik Lahan
Analisis Kelayakan Ekonomi Komoditas Unggulan
Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan

14
14
14
15
15
18
20
22

4

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
Geografis
Iklim
Jenis Tanah
Penggunaan Lahan
Kependudukan
Ketenaga Kerjaan
Pertumbuhan Ekonomi
Gambaran Sektor Pertanian Wilayah Penelitian

25
25
25
26
28
29
29
31
32

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Komoditas Unggulan
Location Questient (LQ)
Shift Share Analysis (SSA)
Komoditas Unggulan Pertanian Wilayah Boliyohuto
Potensi Sumberdaya Fisik Lahan Wilayah Boliyohuto
Penilaian Kesesuaian Lahan

34
34
34
34
35
36
37

ii

6

Prediksi Erosi Komoditas Unggulan
Kelayakan Ekonomi Komoditas Unggulan
Alokasi Lahan Komoditas Unggulan Berkelanjutan
Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan
Identifikasi Faktor-Faktor Komponen SWOT
Pembobotan Faktor SWOT dengan Teknik AHP
Penyusunan Strategi Berdasarkan Analisis SWOT

39
40
42
45
45
48
50

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

54
54
54

Daftar Pustaka
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

55
58
71

iii
DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.

Parameter (kualitas dan karakteristik lahan) dalam evaluasi lahan
10
Jenis dan Sumber data yang akan digunakan
15
Matriks Tujuan, Jenis dan Sumber data, Sumber, Teknik Analisis dan Hasil
yang diharapkan
17
Pengharkatan Indeks Bahaya Erosi
20
Contoh Nilai Tingkat Kepentingan Unsur-Unsur SWOT Berdasarkan
Analisis AHP
23
Matrik strategi analisis SWOT
24
Urutan/Ranking Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan
24
Luas Wilyah tiap Kecamatan di Kabupaten Gorontalo
25
Temperatur, Kelembaban dan curah hujan Wilayah Boliyohuto
26
Sebaran Jenis Tanah Wilayah Boliyohuto Kabupaten Gorontalo
27
Sebaran Luas penggunaan Lahan di Wilayah Boliyohuto
28
Perbandingan Luas wilayah dan Jumlah Penduduk Kabupaten Gorontalo 30
Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Jenis Kegiatan Utama di
Kabupaten Gorontalo Tahun 2011 – 2013
30
Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Berdasarkan
Lapangan Usaha di Kabupaten Gorontalo, 2012- 2013
31
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut
Lapangan Usaha di Kabupaten Gorontalo (Jutaan Rupiah), 2009 – 2013
32
Potensi Komoditas Pertanian Wilayah Boliyohuto
33
Nilai LQ Komoditas Pertanian Wilayah Boliyohuto
34
Hasil Analisis SSA Komoditas Pertanian Wilayah Boliyohuto
36
Hasil Penentuan Komoditas Unggulan Wilayah Boliyohuto
36
Kelas Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Unggulan
37
Hasil Analisis Bahaya Erosi untuk Komoditas Unggulan
39
Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan
42
Matriks Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan di
Wilayah Boliyohuto
44
Faktor Faktor Komponen SWOT
46
Hasil Pembobotan Komponen SWOT
49
Matriks Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan Wilayah
Boliyohuto
51
Urutan Rangking Strategi Pengembangan Komodita Unggulan Wilayah
Boliyohuto Kabupaten Gorontalo
51
DAFTAR GAMBAR

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Grafik Produksi Jagung di Provinsi Gorontalo tahun 2002-2013
Peta Lokasi Penelitian
Diagram Hirarki Analisis A’WOT Pengembangan Komoditas Unggulan
Wilayah Boliyohuto Kabupaten Gorontalo
Peta Jenis Tanah
Peta Penggunaan Lahan Lokasi Penelitian
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Gorontalo dan Provinsi Gorontalo
Peta Kesesuaian Lahan Komoditas Unggulan

3
14
23
27
28
33
38

iv

8.

9.

a. Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Padi
b. Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Jagung
c. Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Kopi
d. Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Kakao
e. Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Kacang Tanah
Peta Bahaya Erosi untuk Komoditas Unggulan
a. Indeks Bahaya Erosi Tanaman Padi
b. Indeks Bahaya Erosi Tanaman Jagung
c. Indeks Bahaya Erosi Tanaman Kopi
d. Indeks Bahaya Erosi Tanaman Kakao
e. Indeks Bahaya Erosi Tanaman Kacang Tanah
Peta Arahan Komoditas Unggulan Wilayah Boliyohuto

38
38
38
38
38
41
41
41
41
41
41
43

DAFTAR LAMPIRAN
1.

2.
3.
4.
5.
6.

Nilai Faktor pada Analisis Prediksi erosi USLE
1a. Nilai Faktor K Beberapa Tanah di Indonesia
1b. Faktor Kelas Lereng (LS)
1c. Nilai Faktor C (Pengelolaan Tanaman)
1d. Nilai Faktor P untuk Berbagai Tindakan Konservasi Tanah Khusus
Satuan Lahan dan Landform Lokasi Penelitian
Salah Satu Analisis Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Unggulan
Salah satu Perhitungan Erosi Wilayah Penelitian
Salah satu Analisis A’wot untuk Penentuan Strategi Pengembangan
Komoditas Unggulan
Salah Satu Analisis Kelayakan Ekonomi Untuk Komoditas Unggulan

59
59
59
59
60
61
64
65
69
70

1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lahan merupakan salah satu aspek yang sangat penting di muka bumi ini
karena lahan merupakan modal utama manusia dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Akan tetapi lahan itu sendiri kini mulai terancam seiring dengan
berkembangnya zaman dari waktu kewaktu. Kondisi ini diakibatkan oleh
bertambahnya aktivitas penduduk yang memicu adanya pergeseran kebutuhan
sehingga terjadi ketidak seimbangan antara jumlah penduduk dengan kebutuhan
lahan. Hasilnya mengakibatkan terjadinya konversi lahan dari lahan pertanian ke
non pertanian. Fakta menyebutkan bahwa pada kurun waktu 5 tahun (1999 – 2003),
neraca luas lahan sawah di Indonesia sudah negatif 423.857 ha. Dimana terjadi alih
fungsi lahan sawah seluas 563.159 ha, sementara penambahannya hanya mencapai
139.302 ha (Irawan, 2006). Permasalahan utama terjadinya ancaman krisis pangan
di Indonesia adalah menurunnya kesuburan tanah dan berkurangnya luas lahan
karena adanya konversi lahan pertanian ke non pertanian. Untuk itu permasalahan
konversi lahan harus diperhatikan sebab hal ini berimbas pada penurunan produksi
produk pertanian.
Kabupaten Gorontalo merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi
Gorontalo yang memiliki penduduk paling banyak di antara kabupaten-kabupaten
lainnya. Kabupaten ini merupakan salah satu kabupaten yang cukup berkembang di
Provinsi Gorontalo yang dikenal dengan potensi pertaniannya. Lahan pertanian di
kabupaten ini tersebar di seluruh wilayahnya, dan salah satu wilayah yang paling
luas potensi lahan pertaniannya ada di Wilayah Boliyohuto. Wilayah ini dikenal
dengan potensi lahan pertaniannya baik pertanian lahan basah maupun lahan kering
dan terdapat 5 Kecamatan yang tercakup di wilayah ini yaitu Kecamatan
Mootilango, Asparaga, Tolangohula, Boliyohuto dan Bilato.
Pada kurun waktu 10 tahun terakhir kebijakan tentang pemanfaatan lahan
provinsi Gorontalo sangat terkenal berkat adanya kebijakan agropolitan jagung,
bahkan agropolitan jagung di Gorontalo sudah dikenal sampai di pasar
Internasional. Kebijakan ini juga dikenal membuat pendapatan petani di provinsi
ini berangsur membaik dan cenderung meningkat. Hal ini akibat adanya kebijakan
harga jagung yang tinggi di kalangan petani. Kebijakan ini membuat petani-petani
semakin terpacu dan semangat untuk menanam jagung. Lahan-lahan tanaman
jagung terus dibuka untuk meningkatkan produksi sehingga pembukaan lahan
sudah sampai pada lereng-lereng yang curam. Akibatnya lahan-lahan jagung yang
dibuka sudah tidak memperhatikan fungsi ekologinya lagi. Padahal dalam
perencanaan penggunaan lahan, aspek daya dukung wilayah sangat penting untuk
diperhatikan
Di Provinsi Gorontalo kebijakan agropolitan jagung sudah baik, namun perlu
di sempurnakan dengan bentuk perencanaan yang lebih baik dengan memikirkan
aspek ekologi atau daya dukung wilayah. Perencanaan yang dilakukan harus lebih
efektif dan bersifat berkelanjutan. Pemikiran ini berangkat dari adanya kenyataan
sekarang bahwa semakin terbatasnya sumberdaya sehingga kondisi ini diharapkan
bisa menjadi perhatian yang lebih bagi manusia yang ada di bumi. Hal ini sejalan
dengan pernyataan Rustiadi et. al. (2011) yang menjelaskan bahwa pemanfaatan
sumberdaya tidak boleh mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi yang
akan datang. Perencanaan lahan yang baik akan lebih berguna diterapkan di suatu

2
wilayah untuk melindungi kawasan-kawasan yang potensial untuk komoditas
tertentu. Seperti yang dikemukakan oleh Christina (2009) bahwa penyusunan
Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B), Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan (LP2B) dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan
(LCP2B) wajib dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya untuk menjamin
keberlanjutan pasokan pangan untuk masyarakat dan sebagai upaya perlindungan
terhadap lahan-lahan subur dengan produktivitas tinggi
Perencanaan penggunaan lahan yang berbasis komoditas unggulan
merupakan salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan terkait dengan
efektifitas pemanfaatan lahan, sebab dengan adanya perencanaan penggunaan lahan
tersebut akan diketahui alokasi lahan yang sesuai dengan peruntukannya.
Perencanaan penggunaan lahan berbasis komoditas unggulan pertanian sejatinya
dapat mengatasi penggunaan lahan yang kurang atau tidak produktif menuju kepada
penggunaan lahan dengan komoditas unggulan yang lebih produktif,
menguntungkan secara ekonomi serta dapat diterima oleh masyarakat.
Perencanaan penggunan lahan berbasis komoditas unggulan pada umumnya
hanya sebatas pada perencanaan peruntukan lahannya untuk tanaman tertentu
dalam batasan kelas kesesuaian lahan namun tidak memperhatikan aspek
konservasinya. Hal ini terutama untuk tanaman yang memiliki faktor pembatas
lereng, sehingga yang terjadi ketika tanaman tersebut dikembangkan kemungkinan
terjadi erosi sangat besar. Untuk itu dalam penelitian ini aspek bahaya erosi
diperhatikan dan menjadi pertimbangan dalam arahan pengembangan. Dengan
demikian jika semua aspek dilakukan dalam suatu perencanaan penggunaan lahan,
maka konversi lahan pertanian dapat ditekan seoptimal mungkin. Disamping itu
produksi yang dihasilkan juga akan maksimal sehingga berdampak pada
meningkatnya perekonomian masyarakat. Dengan demikian penelitian tentang
Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan Berbasis Komoditas Unggulan di
Wilayah Boliyohuto Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo perlu dilakukan.
Perumusan Masalah
Wilayah Boliyohuto memiliki potensi yang cukup besar terutama pada sektor
pertaniannya. Namun seiring dengan berkembangnya wilayah ini penduduknya
juga semakin bertambah dan dengan keadaan tersebut hal yang paling penting
adalah menyangkut kesejahteraan masyarakatnya karena sebagian besar penduduk
wilayah ini menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Pendapatan produksi
pertaniannya wilayah ini tergolong cukup besar, namun yang perlu diperhatikan
juga adalah keberlanjutan lahan – lahan produktif yang ada.
Mengingat jumlah penduduk wilayah ini akan semakin bertambah maka
mereka sangat memerlukan lahan-lahan untuk dijadikan permukiman. Hasilnya
banyak lahan-lahan yang dianggap tidak menguntungkan oleh masyarakat
kemudian dikonversi menjadi bangunan, padahal sebenarnya hasil yang tidak
maksimal tersebut dikarenakan lahan yang diusahakannya tidak cocok dengan
komoditi yang mereka tanam. Selain itu program pemerintah tentang agropolitan
jagung membuat petani sudah terkonsentrasi pada satu komoditas saja, padahal
dampak dari program ini sangat besar terutama dari segi kerusakan lahan.
Kerusakan lahan yang ditimbulkan dari program agroplitan jagung tersebut akibat
dari tidak memperhatikan aspek konservasi lahan. Petani hanya tahu menanam

3
jagung bahkan sampai pada lereng-lereng yang sangat curam, akibatnya banyak
lahan-lahan pasca penanaman jagung yang tidak produktif lagi.

Produksi Jagung Provinsi Gorontalo
800000
753598
700000

pRODUKSI

600000

572784

679168
644755669095
605781
569.110

500000
400000

400046416222

300000
200000
100000

251214
183998
130251

0
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
TAHUN

Gambar 1. Grafik Produksi Jagung di Provinsi Gorontalo tahun 2002-2013
Gambar 1 memperlihatkan bagaimana perkembangan jagung di Provinsi
Gorontalo dalam kurun waktu 12 tahun terakhir yang menunjukkan bahwa puncak
produksi jagung di Gorontalo terjadi pada tahun 2008 setelah itu produksi jagung
mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini diakibatan oleh banyak aspek,
namun salah satunya adalah karena menurunnya produktivitas lahan untuk
komoditas jagung yang mengakibatkan lahan yang tadinya ditanami jagung kini
sudah tidak lagi berproduksi maksimal.
Dari fakta ini perlu adanya penyempurnaan perencanaan lahan pertanian yang
lebih efiktif lagi sehingga hal ini bisa diatasi. Perencanaan penggunaan lahan
berbasis komoditas unggulan pertanian merupakan salah satu analisis yang bisa
menentukan peruntukan lahan pertanian yang sesuai dengan daya dukung
lingkungan. Selain itu analisis ini juga memakai konsep pendekatan kesesuaian
lahan atau kemampuan lahan sehingga dengan pendekatan ini dapat diketahui
komoditas yang sesuai dengan kondisi fisik wilayah tersebut.
Untuk penerapan perencanaan maka diperlukan strategi dan usaha yang besar
agar dapat mendatangkan keuntungan bagi daerah tersebut. Dari permasalahanpermasalahan di atas muncul beberapa pertanyaan penelitian yang perlu dikaji,
yaitu
1.
Jenis komoditas Pertanian apa saja yang menjadi unggulan di Wilayah
Boliyohuto?
2.
Bagaimana potensi sumberdaya fisik lahan yang ada di Wilayah Boliyohuto?
3.
Bagaimana merencanakan sumberdaya lahan untuk komoditas unggulan yang
ada di Wilayah Boliyohuto?
4.
Strategi apa yang bisa diterapkan untuk melaksanakan perencanaan
penggunaan lahan pertanian berbasis komoditas unggulan di Wilayah
Boliyohuto?

4
Tujuan Penelitian
Dari permasalahan-permasalahan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menentukan komoditas unggulan pertanian di Wilayah Boliyohuto
Kabupaten Gorontalo
2. Mengetahui potensi sumberdaya fisik lahan yang ada di Wilayah Boliyohuto
3. Menyusun rencana alokasi lahan untuk komoditas unggulan di Wilayah
Boliyohuto
4.
Menyusun strategi Pengelolaan lahan pertanian berbasis komoditas unggulan
di Wilayah Boliyohuto Kabupaten Gorontalo
Manfaat Penelitian
1.
2.

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat pada beberapa aspek, yaitu:
Memberikan sumbangan pemikiran terkait dengan perencanaan penggunaan
lahan berelanjutan di Wilayah Boliyohuto Kabupaten Gorontalo
Menjadi bahan masukan kepada pemerintah daerah terutama terhadap
penyempurnaan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten
Gorontalo
Ruang Lingkup Penelitan

Ruang Lingkup dari penelitian ini meliputi 5 kecamatan yaitu Kecamatan
Boliyohuto, Asparaga, Mootilango, Tolangohula dan Bilato yang terletak di
Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo. Penelitian ini bermaksud melihat
bagaimana merencanakan penggunaan lahan yang berbasis komoditas unggulan
pertanian. Komoditas unggulan tersebut kemudian di nilai kesesuaiannya terhadap
aspek fisik lahan agar arahan alokasi lahan untuk komoditas unggulannya bersifat
berkelanjutan.

5
TINJAUAN PUSTAKA
Perencanaan Penggunaan Lahan
Pengetahuan mengenai penggunaan dan penutupan lahan merupakan salah
satu hal penting terkait dengan kegiatan perencanaan dan pengelolaan suatu
kawasan yang berhubungan dengan keadaan permukaan bumi. Penggunaan lahan
dan pentupan lahan dapat memiliki pengertian yang sama untuk hal-hal tertentu,
tetapi sebenarnya mengandung penekanan yang berbeda. Penggunaan lahan (land
use) mengandung aspek menyangkut aktivitas pemanfaatan lahan oleh manusia
sedangkan penutupan lahan (land cover) lebih bernuansa fisik (Rustiadi et al, 2011).
Hal ini didukung oleh Lillesand dan Kiefer (1990) dalam Gunandi (2011) yang
menyatakan bahwa penutupan lahan memiliki keterkaitan dengan keadaan
penampakan permukaan bumi atau apa yang ada di atas sebuah lahan sedangkan
penggunaan lahan berhubungan dengan suatu aktivitas yang dilakukan oleh
manusia pada suatu bidang lahan tertentu.
Arsyad (2010) mengelompokkan penggunaan lahan ke dalam dua bentuk
yaitu (1) penggunaan lahan pertanian yang dibedakan berdasarkan atas penyediaan
air dan komoditas yang diusahakan, dimanfaatkan atau yang terdapat di atas lahan
tersebut; dan (2) penggunaan lahan non pertanian seperti penggunaan lahan
pemukiman kota atau desa, industri, rekreasi, dan sebagainya. Sebagai wujud
kegiatan manusia, maka di lapangan sering dijumpai penggunaan lahan baik
bersifat tunggal (satu penggunaan) maupun kombinasi dari dua atau lebih
penggunaan lahan.
Adapun untuk perencanaan penggunaan lahan FAO (1976) mendefinisikan
sebagai penilaian yang sistematik terhadap lahan untuk mendapatkan alternatif
penggunaan dan memperoleh opsi terbaik dalam memanfaatkan lahan agar
kebutuhan terpenuhi dengan tetap menjaga agar lahan dapat digunakan pada masa
yang akan datang. Lebih lanjut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) menyatakan
bahwa perencanaa tata guna lahan dapat didefinisikan sebagai perencanaan yang
mengatur jenis-jenis penggunaan lahan di suatu daerah agar dapat digunakan secara
optimal yang memberikan hasil yang tertinggi dan tidak merusak tanahnya sendiri
serta lingkungannya.
Riyadi dan Bratakusumah (2004) menambahkan bahwa perencannaan tata
guna lahan merupakan suatu proses terhadap penggunaan/pemaanfaatan lahan dan
alternatif pola tata guna lahan dengan mempertimbangkan factor
pengembangannya, baik fisik, sosial, budaya maupun ekonomi. Tujuan
perencanaan tata guna lahan ini antara lain adalah untuk melakukan penentuan
pilihan dan penerapan salah satu pola tata guna lahan yang terbaik sesuai dengan
kondisi yang ada sehingga diharapkan dapat mencapai suatu sasaran tertentu.
Dalam menentukan perencanaan penggunaan lahan haruslah disesuaikan atau
tergantung dari kemampuan sumberdaya lahan itu sendiri untuk dapat diusahakan
bagi suatu penggunaan tertentu. Untuk mendukung suatu kegiatan usaha tani
haruslah diketahui potensi dari sumberdaya lahan itu sendiri serta tindakantindakan konservasi yang diperlukan agar memberikan hasil yang baik dan
berkesinambungan. Fungsi utama dari perencanaan penggunaan lahan adalah untuk
memberikan petunjuk atau pengarahan dalam proses pengambilan keputusan
tentang penggunaan lahan sehingga sumberdaya lahan dan lingkungan tersebut
ditempatkan pada penggunaan yang paling menguntungkan/efisien bagi manusia,

6
dan dalam waktu yang bersamaan juga mengkoservasikannya untuk penggunaan
pada masa yang akan datang (Dent, 1978; Jones dan Davies, 1983 dalam Sitorus,
2004). Perencanaan penggunaan lahan merupakan proses yang penting menuju
pengembangan pertanian berkelanjutan. Pada hakekatnya perencanaan penggunaan
lahan merupakan bagian dari mekanisme penunjang keputusan yang diperlukan
untuk memberikan arahan kepada pemegang kebijakan melalui proses pemilihan
penggunaan lahan yang sesuai dengan tujuan perencanaannya.
Pengelolaan sumberdaya alam memerlukan pengembangan konsep yang
bersifat interdisiplin dan interaktif. Pendekatan berpikir sistem (system thinking)
dapat memberikan informasi yang lebih baik bagi pengelola atau pemegang
kebijakan untuk mempelajari kompleksitas. Metode berpikir sistem menyediakan
pengetahuan tentang sebuah mekanisme untuk membantu pengelola sumberdaya
dan pemegang kebijakan dalam mempelajari hubungan sebab dan akibat dari proses
yang berlangsung, mengidentifikasi permasalahan utama, dan mendefinisikan
tujuan yang ingin dicapai (Gao et al., 2003 dalam Widjajanto 2006).
Menurut Munasinghe (1993) dalam Suyana (2012), pembangunan
berkelanjutan memiliki tiga tujuan utama yang saling terkait dan tidak dapat
dipisahkan antara yang satu dengan yang lain, yaitu : tujuan sosial (sosial objective),
tujuan ekonomi (economic objective), dan tujuan ekologi (ecological objective).
Dengan demikian pembangunan berkelanjutan adalah upaya mensinkronkan,
mengintegrasikan dan memberi bobot yang sama terhadap tiga aspek, yaitu : aspek
ekonomi, aspek sosial budaya dan aspek lingkungan hidup. Pembangunan ekonomi
dan lingkungan hidup harus dipandang sebagai sesuatu yang terkait erat dan tidak
boleh dipisahkan atau dipertentangkan. Hal yang ingin dicapai dengan
pembangunan berkelanjutan adalah menggeser titik berat pembangunan dari hanya
pembangunan ekonomi menjadi pembangunan yang mencakup pembangunan
sosial budaya dan lingkungan hidup. Pembangunan berkelanjutan bukanlah
merupakan suatu situasi harmoni yang tetap dan statis, akan tetapi merupakan suatu
proses perubahan dimana eksploitasi sumberdaya alam, arah investasi, orientasi
perkembangan teknologi, dan perubahan kelembagaan bisa konsisten dengan
kebutuhan pada saat ini dan kebutuhan di masa mendatang.
Lebih sederhana lagi IBSRAM (International Board for Soil Research and
Management) mendefinisikan sistem pertanian berkelanjutan sebagai bentuk
pengelolaan sumberdaya lahan yang mengintegrasikan aspek teknologi, kebijakan,
dan kegiatan-kegiatan yang bertujuan memadukan prinsip-prinsip sosial-ekonomi
dengan masalah ekologi secara bersamaan. Keterkaitan antara prinsip-prinsip
tersebut digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan atau mempertahankan
produksi/jasa, mengurangi tingkat resiko dalam berproduksi, melindungi potensi
sumberdaya alam dan mencegah degradasi tanah dan air, secara ekonomis
menguntungkan, dan secara sosial dapat diterima (Bechstedt, 2003 dalam
Widjajanto 2006).
Menurut FAO (1995) dalam Santoso (2011), pertanian berkelanjutan dan
pembangunan pedesaan didefinisikan sebagai pengelolaan sumberdaya alam yang
konservatif dengan orientasi teknologi dan perubahan institusi sebagai suatu cara
untuk mencapai hasil yang berkelanjutan dimana sumberdaya lahan, air, genetik
tanaman dan hewan terpelihara atau lingkungan tidak terdegradasi, teknologi yang
tepat, dan memberikan pendapatan yang tinggi secara terus menerus dan sesuai
dengan kondisi sosial budaya setempat.

7
Penetapan Komoditas Unggulan
Setiap perencanaan pembangunan wilayah memerlukan batasan pratikal yang
dapat digunakan secara operasional untuk mengukur tingkat perkembangan
wilayah (Rustiadi et. al 2011). Akan tetapi setiap wilayah agar bisa berkembang
harus mempunyai sektor keunggulan yang bukan didasarkan pada biaya produksi
yang murah saja tetapi lebih dari itu, yakni adanya inovasi (innovation). Beberapa
konsep pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan yang dapat diterapkan
di suatu daerah, salah satunya adalah pengembangan wilayah berbasis komoditas
unggulan. Konsep ini menekankan motor penggerak pembangunan suatu wilayah
pada komoditas-komoditas yang dinilai bisa menjadi unggulan, baik di tingkat
domestik maupun internasional (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Deputi Pengkajian Kebijakan Teknologi, 2001).
Konsep dan pengertian komoditas unggulan ini dapat dilihat dari dua sisi,
yaitu sisi penawaran (supply) dan sisi permintaan (demand). Dilihat dari sisi
penawaran, komoditas ungggulan merupakan komoditas yang paling superior
dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi, dan kondisi sosial
ekonomi petani suatu wilayah tertentu. Pengertian tersebut lebih dekat dengan
pengertian locational advantages, sedangkan jika dilihat dari sisi permintaan yang
kuat baik untuk pasar domestic maupun pasar internasional. Dengan pengertian
tersebut maka komoditas unggulan bersifat dinamis baik dilihat dari sisi penawaran
karena adanya perubahan teknologi maupun dilihat dari sisi permintaan karena ada
pergeseran permintaan konsumen (Syafa’at dan Priyanto dalam Setiawan 2010)
Penetapan komoditas unggulan nasional dan daerah merupakan langkah awal
menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih
keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi era perdagangan bebas.
Komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang memiliki posisi strategis, baik
berdasarkan pertimbangan teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi
dan kelembagaan (penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya manusia,
infrastruktur, dan kondisi sosial budaya setempat) untuk dikembangkan di suatu
wilayah (Badan Litbang Pertanian, 2003 dalam Sari 2008).
Pewilayahan komoditas unggulan ini harus berdasarkan pada daya dukung
lahan komoditas tersebut. Pewilayahan komoditas pertanian sesuai dengan daya
dukung lahan dimaksudkan agar produktivitas lahan yang diusahakan mencapai
tingkat optimal. Dalam mendukung kegiatan agribisnis, pengertian produktivitas
lahan ditujukan untuk suatu tipe penggunaan lahan (land utilization types) baik
secara campuran (multiple land utilization types) maupun secara gabungan
(compound utilization types) mampu berproduksi optimal (Djaenudin et al., 2002).
Selanjutnya Rustiadi et. al (2011) menambahkan bahwa adanya sistem pewilayahan
komoditas diharapkan dapat meningkatkan efisiensi sistem produksi dan distribusi
komoditas, karena pewilayahan komoditas pada dasarnya adalah suatu upaya
memaksimalkan “comparative advantage” setiap wilayah.
Penetapan komoditas unggulan dilakukan dengan berbagai macam metode,
salah satunya adalah dengan menggunakan metode Location Quotient (LQ) dan
Shift Share Analysis (SSA). Analisis LQ merupakan suatu analisis yang digunakan
untuk mengetahui spesialisasi kegiatan perekonomian atau mengkur konsentrasi
relatif kegiatan ekonomi untuk mendapatkan gambaran penetapan sektor unggulan
sebagai leading sector suatu kegiatan ekonomi (Hendrayana 2003). Namun seiring
dengan berkembangnya ilmu pengetahuan analisis ini di kembangkan untuk bisa

8
digunakan unuk mengetahui pemusatan sektor unggulan suatu wilayah. Analisis
LQ merupakan salah satu pendekatan tidak langsung yang digunakan untuk
mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau non basis. Nilai LQ
akan memberikan indikasi kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan suatu
komoditas, sedangkan analisis SSA adalah salah satu analisis yang melihat potensi
pertumbuhan produksi sektoral dari suatu kawasan/wilayah. Indikator yang
digunakan untuk menunjukkan potensi ekonomi dalam analisis shift-share adalah
total shift (pergeseran keseluruhan), proportional shift, dan differential shift
(Rustiadi et al, 2011).
Evaluasi Kesesuaian Lahan
Perencanaan
penggunaa
lahan
yang
bersifat
berkelanjutan
mempertimbangkan kondisi fisik wilayah yang ada. Komoditas yang ingin di
rencanakan harus sesuai dengan daya dukung dan daya tampung wilayahnya.
Evaluasi sumberdaya lahan berbasis evaluasi lahan dan kemampuan lahan
merupakan salah satu metode untuk menganalisis daya dukung lingkungan
berdasarkan kondisi fisik lingkungan sekitar.
Evaluasi sumber daya lahan pada hakekatnya merupakan proses untuk
menduga potensi sumber daya lahan untuk berbagai penggunaannya. Adapun
kerangka dasar dari evaluasi sumber daya lahan adalah membandingkan
persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan tertentu dengan sifat
sumber daya yang ada pada lahan tersebut (Sitorus, 2004).
Manfaat yang mendasar dari evaluasi sumber daya lahan adalah untuk menilai
kesesuaian lahan bagi suatu penggunaan tertentu baik secara umum maupun
spesifik serta memprediksi konsekuensi-konsekuensi dari perubahan penggunaan
lahan yang akan dilakukan. Kegunaan terperinci dari evaluasi lahan sangat beragam
ditinjau dari konteks fisik, ekonomi, sosial, dan dari segi intensitas skala dari studi
itu sendiri serta tujuannya. Evaluasi kesesuain lahan itu sendiri terdiri dari evaluasi
kemampuan lahan dan evaluasi kesesuaian lahan.
Evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tata guna lahan.
Inti evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe
penggunaan lahan yang akan diterapkan, dengan sifat-sifat atau kualitas lahan yang
dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan cara ini maka dapat diketahui
potensi lahan atau kelas kesesuaian/kemampuan lahan untuk tipe penggunaan lahan
tersebut. Klasifikasi kesesuaian lahan atau kemampuan lahan adalah
pengelompokan lahan berdasarkan kesesuaiannya atau kemampuannya untuk
tujuan tertentu (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007).
Evaluasi kesesuaian lahan pada hakekatnya berhubungan dengan evaluasi
untuk satu penggunaan tertentu, seperti untuk budidaya padi, jagung, dan
sebagainya. Hal ini dapat dilakukan dengan menginterpretasikan peta-peta yang
dapat mengambarkan kondisi geobiofisik lahan seperti peta tanah, peta topografi,
peta geologi, peta penutupan lahan, peta iklim dan sebagainya dalam kaitannya
dengan kesesuaiannya untuk berbagai tanaman dan tindakan pengelolaan yang
diperlukan. Berdasarkan FAO (1976) evaluasi lahan dapat dilakukan menurut dua
strategi yaitu :
1. Pendekatan dua tahap (two stage approach). Tahapan pertama terutama
berkenaan dengan evaluasi lahan yang bersifat kualitatif, yang kemudian diikuti
dengan tahapan kedua yang terdiri dari analisis ekonomi dan sosial.

9
2. Pendekatan sejajar (parallel approach). Analisis hubungan antara lahan dan
penggunaan lahan berjalan secara bersama-sama dengan analisis-analisis
ekonomi dan sosial.
Ciri dari proses evaluasi lahan adalah adanya tahapan di mana persyaratan
yang dibutuhkan untuk suatu penggunaan lahan dibandingkan dengan kualitas
lahannya. Fungsi dari evaluasi lahan adalah memberikan pengertian tentang
hubungan antara kondisi lahan dan penggunaannya serta memberikan kepada
perencana perbandingan serta alternatif pilihan penggunaan yang diharapkan
berhasil (FAO, 1976).
Kualitas lahan merupakan sifat-sifat atribut yang komplek dari suatu lahan,
sedangkan tipe penggunaan lahan adalah jenis penggunaan lahan yang diuraikan
secara lebih detil karena menyangkut pengelolaan, input yang diperlukan dan
output yang diharapkan secara spesifik. Persyaratan penggunaan lahan yang
meliputi persyaratan tanaman, persyaratan pengelolaan, dan persyaratan konservasi
diperlukan masing-masing komoditas mempunyai kisaran batas minimum,
optimum, dan maksimum (FAO, 1976). Persyaratan tersebut dijadikan dasar dalam
menyusun kriteria kelas kesesuaian lahan yang dikaitkan dengan kualitas dan
karakteristik lahan. Adapun parameter yang dinilai dalam evaluasi lahan adalah
kualitas lahan yang dicerminkan oleh karakteristik lahan yang nyata berpengaruh
terhadap pertumbuhan tanaman (Tabel 1). Sistem klasifikasi kesesuaian lahan yang
banyak dipakai adalah berdasarkan sistem yang dikembangkan oleh FAO (1976)
yang dimodifikasi oleh Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian (2011).
Berdasarkan sistem klasifikasi ini, tingkat kesesuaian lahan ditunjukkan oleh
empat kategori yang berupa tingkatan bersifat menurun yaitu:
1.
Ordo: menunjukkan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk
penggunaan tertentu. Ordo dibagi menjadi dua yaitu ordo S (sesuai) dan N
(tidak sesuai);
2.
Kelas: menunjukkan tingkat kesesuaian dari masing-masing ordo. Ada tiga
kelas dari ordo tanah yang sesuai yaitu S1 (sangat sesuai), S2 (cukup sesuai),
dan S3 (sesuai marjinal/bersyarat), sedangkan untuk ordo yang tidak sesuai
ada dua kelas yaitu N1 (tidak sesuai saat ini) dan N2 (tidak sesuai);
3.
Sub Kelas: menunjukkan jenis faktor penghambat pada masing-masing kelas.
Pada satu sub kelas dapat mempunyai lebih dari satu faktor penghambat dan
jika ini terjadi maka faktor penghambat yang paling dominan dituliskan paling
depan; dan
4.
Unit: menunjukkan kesesuaian lahan dalam tingkat unit yang merupakan
pembagian lebih lanjut dari sub kelas berdasarkan atas besarnya faktor
penghambat.
Dalam proses evaluasi lahan, kesesuaian lahan aktual (yang merupakan
kesesuaian lahan yang diperoleh saat penelitian) dapat diperbaiki menjadi kelas
kesesuaian lahan yang lebih tinggi atau disebut dengan kesesuaian lahan potensial
(kesesuaian lahan setelah dilakukan perbaikan melalui input yang diperlukan).
Namun demikian tidak semua kualitas atau karakteristik lahan dapat diperbaiki
dengan teknologi yang ada saat ini atau diperlukan tingkat pengelolaan yang lebih
tinggi untuk melakukan perbaikan.

10
Tabel 1. Parameter (kualitas dan karakteristik lahan) dalam evaluasi lahan
No
A
1
2

Kualitas Lahan
Karakteristik Lahan
Persyaratan Tumbuh Tanaman/Ekologi
Regim radiasi
Panjang/lama penyinaran
Regim suhu
Suhu rata-rata tahunan
Suhu rata-rata bulanan
Suhu rata-rata max./min. bulanan
3
Kelembaban udara
Kelembaban nisbi
4
Ketersediaan air
Curah hujan tahunan
Curah hujan bulanan
Bulan kering (Curah hujan < 60 mm)
5
Media perakaran
Drainase Tekstur
Kedalaman efektif
Gambut (kedalaman, kematangan, kadar abu)
6
Retensi hara
KTK
pH C-Organik
7
Ketersediaan hara
N total
P2O5 tersedia
8
Bahaya banjir
Periode Frekuensi
9
Kegaraman
Daya hantar listrik (DHL)
10
Toksisitas
Kejenuhan Al Bahan sulfidik
B
Persyaratan Pengelolaan
11
Kemudahan pengelolaan Tekstur tanah/bahan kasar Kelas kemudahan pengelolaan
Kemiringan lahan Batuan di permukaan Singkapan
batuan
12
Potensi mekanisasi
C
Persyaratan Erosi
13
Bahaya Erosi
Tingkat bahaya erosi
Indek bahaya erosi
Sumber: BBSDLP, (2011)

Erosi dan Prediksi Erosi
Erosi adalah peristiwa pindahnya tanah atau terangkutnya tanah atau bagianbagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa
erosi, tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat terkikis dan terangkut yang
kemudian diendapkan di tempat lain. Pengangkutan atau pemindahan tanah tersebut
terjadi oleh media alami yaitu air atau angin (Arsyad 2010).
Dua tipe utama erosi meliputi erosi geologis dan erosi akibat aktifitas manusia
dan hewan. Erosi geologis berperan pada pembentukan tanah dan distribusi tanah
pada permukaan bumi. Proses erosi yang berlangsung lama ini menyebabkan
terbentuknya topografi yang ada sekarang, seperti jurang-jurang, saluran sungai dan
lembah. Erosi karena aktifitas manusia atau hewan meliputi rusaknya agregat tanah
dan percepatan hilangnya partikel bahan organik dan mineral akibat pengolahan
tanah dan hilangnya vegetasi alam (Schwab et al. 1981 dalam Arief 2011).
Pada dasarnya menurut Arsyad (2010), erosi adalah akibat interaksi kerja
antara faktor-faktor iklim, topografi, tumbuh-tumbuhan (vegetasi), tanah dan
manusia yang dapat dinyatakan dalam persamaan deskriptif sebagai berikut :
E = f (i, r, v, t, m)
Dimana : E = erosi, i = iklim, r = topografi, v = vegetasi, t = tanah dan m = manusia.
Persamaan ini mengandung dua peubah yaitu (1) faktor-faktor yang dapat
diubah oleh manusia seperti tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di atas tanah (v),
sebagian sifat-sifat tanah (t) yaitu kesuburan tanah, ketahanan agregat dan kapasitas

11
infiltrasi, dan satu unsur topografi (r) yaitu panjang lereng, dan (2) faktor-faktor
yang tidak dapat diubah oleh manusia seperti iklim (i), tipe tanah dan kecuraman
lereng. Lebih lanjut menurut Arsyad (2010), pada daerah tropis yang sangat penting
untuk mendapatkan perhatian secara serius adalah terjadinya erosi yang disebabkan
oleh bantuan air.
Perkiraan jumlah erosi yang akan terjadi pada suatu lahan bila pengelolaan
tanah tidak mengalami perubahan dilakukan dengan menggunakan rumus
Universal Soil Loss Equation (USLE) (Wischmeier and Smith 1978) yaitu :
A = R x K x LS x C x P
Dengan pengertian bahwa : A = Jumlah erosi dalam ton/ha/tahun, R = faktor
erosivitas hujan, K = faktor erodibilitas tanah, LS = faktor panjang dan kemiringan
lereng, C = faktor tanaman (penggunaan tanah), P = faktor teknik konservasi tanah.
Dari kelima faktor yang menentukan nilai prediksi erosi tersebut, faktorfaktor yang memungkinkan untuk dimodifikasi secara teknologi dan ekonomi
adalah faktor C dan P. Beberapa cara untuk memodifikasi nilai CP misalnya
penanaman secara terus menerus, rotasi tanaman, pergiliran tanaman, tumpang sari,
mulsa dan lain-lain. Nilai CP untuk setiap jenis pola tanam ditentukan oleh hasilhasil penelitian plot erosi, baik di dalam maupun di luar daerah penelitian. Pengaruh
pola tanam dan jenis tanaman tidak saja tergantung pada jenis vegetasi, kerapatan,
kualitas pertumbuhan, pengelolaan tanaman, tetapi bervariasi termasuk waktu
antara bulan dan musim. Oleh karena itu, efektifitas tanaman dalam menurunkan
tingkat erosi sangat tergantung pada kelebatannya selama perlindungan yang
diberikan oleh tanaman dan sistem pengelolaannya yang paling sedikit (Sinukaban
1989 dalam Ahsoni 2008).
Penetapan batas tertinggi laju erosi yang masih ditoleransi (dapat dibiarkan)
perlu dilakukan karena tidaklah mungkin menekan laju erosi menjadi nol dari
tanah-tanah yang diusahakan untuk pertanian terutama pada tanah-tanah yang
berlereng. Akan tetapi suatu kedalaman tanah tertentu harus dipelihara agar terdapat
suatu volume tanah yang cukup dan baik bagi tempat berjangkarnya akar tanaman,
tempat untuk menyimpan air, serta unsur hara yang diperlukan oleh tanaman
sehingga tanaman/tumbuhan dapat tumbuh dengan baik. Laju erosi yang
dinyatakan dalam mm/tahun atau ton/ha/tahun yang terbesar yang masih dapat
ditoleransikan (agar terpelihara suatu kedalaman tanah yang cukup bagi
pertumbuhan tanaman/tumbuhan yang memungkinkan tercapainya produktivitas
yang tinggi secara lestari) disebut erosi yang masih dapat dibiarkan atau
ditoleransikan (Arsyad 2010)
Dalam menentukan erosi yang diperbolehkan, perlu ditentukan lebih dulu
jangka waktu kelestarian tanah (Soil Resource Life) yang diharapkan. Jangka waktu
kelestarian tanah adalah lamanya waktu yang ditentukan dimana erosi hanya
mengikis tanah sampai kedalaman yang telah ditetapkan, sehingga kedalaman tanah
yang tersisa masih dapat produktif. Makin lama jangka waktu kelestarian yang
diharapkan, berarti makin sedikit jumlah erosi yang diperbolehkan setiap tahun
(Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007).
Mencegah terjadinya erosi di daerah rawan erosi (kemiringan lereng terjal,
pinggir sungai) atau ditempat dimana praktek-praktek pertanian dilakukan tanpa
mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air, adalah usaha yang paling

12
ekonomis dan efektif untuk dilaksanakan dalam rangka menurunkan laju erosi
(Asdak, 2004 dalam Ahsoni 2008)
Analisis A’WOT
Metode A’WOT adalah gabungan (integrasi) antara AHP (Analytical
Hierarchy Process) dengan analisis SWOT (Stengths, Weakness,
Opportunities dan Threats) yang dikembangkan untuk perencanaan hutan di
Filandia oleh Kangas, Pesonen, Kuartilla dan Kajanus (1996). Penggabungan
analisis AHP dengan analisis SWOT ini dikarenakan analisis SWOT terlalu
kualitatif. Apabila dikuantifikasikan, tidak jelas berapa bobot antara masing masing komponen SWOT. Demikian juga bobot antar faktor dalam komponen
tersebut perlu dibuat prioritasnya sehingga dalam menentukan strategi yang
menjadi prioritas akan lebih mudah apabila menggabungkan SWOT dan
pembobotannya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan responden yang
berkompeten (Johan, 2011).
Baik analisis AHP maupun analisis SWOT lazim digunakan untuk
marumuskan kebijakan, oleh karena itu dengan menggabungkan kedua teknik
analisis AHP dan SWOT diharapkan dapat saling menyempurnakan dan
meminimalkan tingkat subjektivitas dari suatu kebijakan yang dihasilkan
(Brahmanto 2013). AHP merupakan analisis yang digunakan dalam pengambilan
keputusan dengan pendekatan sistem, dimana pengambilan keputusan berusaha
memahami suatu kondisi sistem dan membantu melakukan prediksi dalam
pengambilan keputusan. Sebaiknya, sedapat mungkin dihindari adanya
penyederhanaan seperti membuat asumsi-asumsi dengan tujuan dapat diperoleh
model yang kuantitatif. Dalam AHP, penetapan prioritas kebijakan dilakukan
dengan menangkap secara rasional persepsi orang, kemudian mengkonversi faktorfaktor yang intangible (tidak terukur) ke dalam aturan biasa sehingga dapat
dibandingkan (Saaty 1993).
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategi organisasi/perusahaan. Analisis tersebut didasarkan pada
logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strenght) dan peluang
(Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan
(Weakness) dan ancaman (Threats) (Salusu 1996 dalam Johan 2011 ). Lebih lanjut
Rangkuti (2009) menyatakan bahwa matriks SWOT menghasilkan 4 strategi yaitu:
1). Strategi SO (Strategi kekuatan-peluang), menciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang, 2). Strategi WO (Strategi
kelemahan-peluang), menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk
memanfaatkan peluang yang ada, 3). Strategi ST (Strategi kekuatan-ancaman),
menciptakan strategi dengan memanfaatkan kekuatan untuk menghindari atau
memperkecil dampak dari ancaman eksternal, dan 4). Strategi WT (strategi
kelemahan-ancaman), didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha
meminimalkan kelemahan, serta menghindari ancaman.
Penelitian Terdahulu
Penelitian yang terkait dengan topik penelitian ini sudah banyak di teliti di
berbagai daerah sebelumnya. Akan tetapi dari berbagai macam topik ini memiliki

13
teknis analisis yang berbeda tergantung kepada kond