Transpirasi Beberapa Jenis Anakan Hutan Kota pada Kondisi Lingkungan yang Berbeda
TRANSPIRASI BEBERAPA JENIS ANAKAN HUTAN KOTA
PADA KONDISI LINGKUNGAN YANG BERBEDA
CHRISTINA SEPTIAWATY
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Transpirasi Beberapa
Jenis Anakan Hutan Kota pada Kondisi Lingkungan yang Berbeda adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Christina Septiawaty
NIM E34100049
ABSTRAK
CHRISTINA SEPTIAWATY. Transpirasi Beberapa Jenis Anakan Hutan Kota
pada Kondisi Lingkungan yang Berbeda. Dibimbing oleh RACHMAD
HERMAWAN dan PRIJANTO PAMOENGKAS.
Kualitas lingkungan kota yang buruk merupakan akibat dari berbagai
kegiatan masyarakat kota. Penggenangan air dan peningkatan suhu udara
merupakan beberapa bentuk kualitas kota yang buruk. Hutan kota bermanfaat
sebagai daerah resapan air dan pendingin alami udara kota melalui proses fisiologi
tumbuhan, yaitu transpirasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
suhu udara, kelembaban relatif dan intensitas cahaya terhadap transpirasi anakan
pohon trembesi (Samanea saman), kenari (Canarium commune) dan simpur
(Dillenia indica) pada dua kondisi lingkungan yang berbeda serta mengetahui
kemampuan transpirasi anakan trembesi, kenari dan simpur. Penelitian dilakukan
di Jalan K. H. Sholeh Iskandar dan di Arboretum KSHE. Penelitian dilakukan
selama dua bulan di lapangan dan di laboratorium menggunakan teknik gravimetri
untuk mengukur kemampuan transpirasi anakan. Hasil penelitian menunjukan
bahwa transpirasi anakan di Jalan K. H. Sholeh Iskandar lebih tinggi daripada di
Arboretum KSHE. Transpirasi per daun dan per stomata tertinggi dimiliki oleh
anakan kenari, tetapi transpirasi per individu tertinggi dimiliki oleh anakan
trembesi.
Kata kunci: hutan kota, kenari, transpirasi, trembesi, simpur.
ABSTRACT
CHRISTINA SEPTIAWATY. Transpiration of Several Seedlings of Urban Forest
Species in Different Environment Condition. Supervised by RACHMAD
HERMAWAN and PRIJANTO PAMOENGKAS.
Worse quality of city environment is the result of various community
activities of the city. Waterlogging and increase in air temperature are some form
worse quality of the city. Urban forest beneficial as water catchment area and
natural refrigerant the city’s air through a physiology process of trees, namely
transpiration. This research aims to know influence of air temperature, relative
humidity and light intensity against the transpiration of rain tree (Samanea saman),
walnut (Canarium commune), and simpur (Dillenia indica) seedlings in two
different environment condition and also to know transpiration ability of rain tree,
walnut, and simpur seedlings. Research was done in K. H. Sholeh Iskandar Street
and in KSHE Arboretum. Research had been conducted for two months in the field
and Laboratory with gravimetric technique to measure transpiration ability of
seedlings. The result shows that seedlings transpiration in K. H. Sholeh Iskandar
Street were higher than those in Arboretum KSHE. Highest transpiration per leave
and per stomata owned by walnut seedling, however the highest transpiration per
seedling individu owned by rain tree seedling.
Keywords: rain tree, simpur,transpiration, urban forest, walnut.
TRANSPIRASI BEBERAPA JENIS ANAKAN HUTAN KOTA
PADA KONDISI LINGKUNGAN YANG BERBEDA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
CHRISTINA SEPTIAWATY
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Judul Skripsi : Transpirasi Beberapa Jenis Anakan Hutan Kota pada Kondisi
Lingkungan yang Berbeda
Nama
: Christina Septiawaty
NIM
: E34100049
Disetujui oleh
Dr Ir Rachmad Hermawan, MScF
Pembimbing I
Dr Ir Prijanto Pamoengkas, MScF
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir H Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 ini ialah transpirasi,
dengan judul : Transpirasi Beberapa Jenis Anakan Hutan Kota pada Kondisi
Lingkungan yang Berbeda.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Rachmad Hermawan
MScF dan Bapak Dr Ir Prijanto Pamoengkas, MScF selaku pembimbing skripsi. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Kantor Kesatuan Bangsa dan
Politik Kota Bogor dan Pemerintah Kota Bogor yang telah membantu perijinan
penelitian. Terima kasih kepada Bogor International Club yang telah membantu
pendanaan penelitian ini. Terima kasih juga kepada seluruh teman-teman
Nepenthes 47, Anggi Marstella Pangaribuan, Novrianto Albertino dan Saor
Naibaho yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan
kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2015
Christina Septiawaty
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
3
Lokasi dan Waktu
3
Alat dan Bahan
3
Prosedur Penelitian
3
Analisis Data
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Internal Tiap Jenis Anakan
7
7
Kondisi Suhu Udara, Kelembaban Relatif dan Intensitas Cahaya
10
Kemampuan Transpirasi Tiap Jenis Anakan di Tiap Lokasi
13
Perbandingan Kemampuan Transpirasi Tiap Jenis Anakan di Jalan K. H.
Sholeh Iskandar dan Arboretum KSHE
16
Perbandingan Kemampuan Transpirasi Tiap Jenis Anakan
SIMPULAN DAN SARAN
17
20
Simpulan
20
Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
21
LAMPIRAN
23
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
Karakteristik internal anakan trembesi (Samanea saman)
Karakteristik internal anakan kenari (Canarium commune)
Karakteristik internal anakan simpur (Dillenia indica)
Nilai suhu udara, kelembaban relatif dan intensitas cahaya rata-rata
per waktu pengamatan
Korelasi antara transpirasi anakan dengan kondisi fisik lokasi Jalan
K. H. Sholeh Iskandar
Korelasi antara transpirasi anakan dengan kondisi fisik lokasi
Arboretum KSHE
Kemampuan transpirasi per individu rata-rata setiap jenis anakan
Kemampuan transpirasi setiap jenis anakan
8
9
10
10
14
15
17
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
Disain penelitian
Suhu udara di Jalan K. H. Sholeh Iskandar dan Arboretum KSHE
Kelembaban di Jalan K. H. Sholeh Iskandar dan Arboretum KSHE
Intensitas cahaya di Jalan K. H. Sholeh Iskandar dan Arboretum
KSHE
Transpirasi beberapa jenis anakan di Jalan K. H. Sholeh Iskandar
Transpirasi beberapa jenis anakan di Arboretum KSHE
Transpirasi beberapa jenis anakan di Jalan K. H. Sholeh Iskandar dan
Arboretum KSHE
Laju transpirasi rata-rata tiap jenis anakan
5
11
12
12
14
15
16
18
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Suhu udara rata-rata
Kelembaban relatif rata-rata
Intensitas cahaya rata-rata
Bobot rata-rata anakan di Jalan K. H. Sholeh Iskandar
Bobot rata-rata anakan di Arboretum KSHE
Laju transpirasi anakan trembesi, kenari dan simpur
Hasil uji anova rancangan acak kelompok
Hasil uji korelasi terhadap transpirasi
Kondisi lokasi Jalan K. H. Sholeh Iskandar
Kondisi lokasi Arboretum KSHE
Stomata anakan trembesi (Samanea saman)
Stomata anakan kenari (Canarium commune)
Stomata anakan simpur (Dillenia indica)
Kepadatan transportasi di Jalan K. H. Sholeh Iskandar
Peta peletakan anakan di Jalan K. H. Sholeh Iskandar
Peta peletakan anakan di Arboretum KSHE
23
24
25
26
27
28
29
31
33
33
34
35
36
37
38
39
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kualitas lingkungan kota yang buruk merupakan akibat dari berbagai
kegiatan masyarakat kota yang kurang memperhatikan keadaan lingkungannya.
Kualitas lingkungan yang buruk mengakibatkan penurunan kualitas hidup
masyarakat kota. Menurut IUCN (2001) diacu dalam Sakuntaladewi (2014),
diperkirakan pada 2050 korban jiwa akibat bencana iklim bisa mencapai 100 000
orang per tahun dan kerugian ekonomi dunia dapat mencapai US$ 300 miliar per
tahun. Dampak negatif perubahan iklim akan dirasakan berbeda bagi negara
berkembang dan negara maju. Hal ini semakin mendorong pemerintah kota untuk
melakukan upaya-upaya perbaikan kualitas lingkungan kotanya.
Masalah penggenangan air di daerah perkotaan seperti banjir sering terjadi di
kota-kota di Indonesia. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2014),
sekitar 38 % bencana alam di Indonesia adalah banjir dan 3 % bencana alam di
Indonesia adalah banjir disertai longsor. Masalah peningkatan suhu lingkungan saat
ini merupakan masalah global dan telah terjadi di berbagai negara. Hasil sidang
lingkungan hidup sedunia di Jepang, November 1991 menyatakan bahwa
kendaraan bermotor sebagai penghasil CO2 adalah penyebab utama kenaikan suhu
di dunia (Ainy 2012). Hal ini menjadikan banjir dan peningkatan suhu lingkungan
menjadi masalah yang harus ditanggulangi.
Pengembangan hutan kota merupakan salah satu bentuk usaha perbaikan
kualitas lingkungan kota dengan berbagai manfaat yang dimiliki hutan kota. Hutan
kota menurut Fakuara (1987) diacu dalam Dahlan (1992) didefinisikan sebagai
tumbuhan atau vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat
lingkungan yang sebesar-besarnya dalam kegunaan-kegunaan proteksi, estetik,
rekreasi dan kegunaan-kegunaan khusus lainnya. Pendekatan hutan kota melalui
definisi tersebut digunakan oleh Indonesia dalam pembangunan hutan kotanya. PP
No. 63 Tahun 2002 pasal 1 menyatakan bahwa hutan kota adalah suatu hamparan
lahan bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di wilayah perkotaan,
baik pada tanah negara maupun tanah hak yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh
pejabat yang berwenang. Beberapa peranan hutan kota antara lain menyejukkan
udara perkotaan, ameliorasi iklim, penyerap karbon dan mengatasi penggenangan.
Berdasarkan berbagai fungsi tersebut, hutan kota lebih baik dibandingkan taman
dalam memperbaiki lingkungan perkotaan (Dahlan 2004). Menurut Dahlan (2004)
daerah bawah yang digenangi perlu ditanami dengan jenis tanaman yang
mempunyai kemampuan evapotranspirasi tinggi. Evapotranspirasi adalah ukuran
total kehilangan air dari suatu luasan lahan melalui evaporasi permukaan tanah dan
transpirasi permukaan daun (Handoko 1993). Menurut Koto (1991) diacu dalam
Dahlan (2004), hutan kota mampu memodifikasi iklim mikro sebagai akibat dari
naungan dan mendinginkan udara melalui evapotranspirasi. Evapotranspirasi
merupakan kejadian evaporasi tanah dan transpirasi tumbuhan. Tumbuhan
memperoleh air untuk bertranspirasi dari dalam tanah, sehingga air di dalam tanah
akan berkurang persentasenya. Kawasan hutan kota di daerah perkotaan memiliki
luasan yang sempit bila dibandingkan kawasan peruntukan lainnya. Hasil penelitian
Herdiansah (2006) menunjukkan bahwa luas hutan kota di kota Bogor adalah
2
282.58 ha atau hanya sekitar 12.54 % saja dan masih membutuhkan 1970.97 ha lagi
untuk memenuhi luas hutan kota optimal sebagai penyerap gas karbondioksida
untuk kota Bogor. Pohon terutama jenis pohon dengan transpirasi tinggi akan
membantu mengatasi masalah penggenangan di daerah perkotaan dengan
mengefektifkan lahan hutan kota yang sempit di daerah perkotaan.
Bogor merupakan salah satu kota di Indonesia yang telah banyak berkembang
dan padat akan transportasi. Lokasi Jalan K. H. Sholeh Iskandar merupakan salah
satu lokasi padat transportasi di daerah kota Bogor dan sering mengalami
penggenangan saat terjadi hujan. Penanggulangan penggenangan air dapat
dilakukan dengan penanaman jenis-jenis pohon dengan transpirasi tinggi (Dahlan
2004). Kondisi lokasi perkotaan yang memiliki suhu tinggi akan mempengaruhi
proses transpirasi. Menurut Dwidjoseputro (1980), faktor-faktor luar yang
mempengaruhitranspirasi adalah sinar matahari, temperatur, kebasahan udara,
angin dan keadaan air di dalam tanah. Reaksi pembakaran pada alat transportasi
akan menghasilkan panas (Wardhana 2007). Panas akan mempengaruhi lingkungan
sekitar lokasi padat transportasi dengan cenderung meningkatkan suhu udara,
sehingga perlu dilakukan penelitian terhadap kemampuan transpirasi anakan pohon
di daerah padat transportasi.
Fakuara (1986) menyatakan bahwa pengendalian komposisi jenis merupakan
salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam penanaman hutan kota. Mengingat
pentingnya pemilihan jenis dalam pembangunan hutan kota, maka dilakukan
penelitian pada tiga jenis pohon yang telah diteliti sebelumnya dan mampu
menyerap karbondioksida dengan baik, yaitu trembesi (Samanea saman), kenari
(Canarium commune) dan simpur (Dillenia indica). Menurut Lailati (2008) pohon
jenis kenari (Canarium asperum) memiliki daya serap CO2 sebesar 106.75 kg per
hari per pohon, menurut Purwaningsih (2007) pohon jenis trembesi (Samanea
saman) memiliki daya serap CO2 sebesar 66.3 kg per hari per pohon, sedangkan
menurut Ardiansyah (2009) pohon jenis simpur (Dillenia indica) memiliki daya
serap CO2 sebesar 7.79 kg per hari per pohon.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
1. Mengetahui pengaruh suhu udara, kelembaban relatif dan intensitas cahaya
terhadap transpirasi anakan pohon trembesi (Samanea saman), kenari
(Canarium commune) dan simpur (Dillenia indica) pada dua kondisi
lingkungan yang berbeda.
2. Mengetahui kemampuan transpirasi anakan pohon trembesi (Samanea saman),
kenari (Canarium commune) dan simpur (Dillenia indica) dalam studi
pemilihan jenis pohon hutan kota.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan usulan kepada Pemerintah Kota
Bogor dalam pemilihan jenis pohon hutan kota untuk mengatasi masalah
penggenangan air dan peningkatan suhu lingkungan melalui pembangunan hutan
kota.
3
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan secara bersamaan di dua lokasi yaitu Jalan K. H. Sholeh
Iskandar dan Arboretum KSHE IPB Bogor. Lokasi Jalan K. H. Sholeh Iskandar
sebagai perwakilan lokasi padat kendaraan dan Arboretum Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (Arboretum KSHE) IPB sebagai perwakilan
lokasi bervegetasi pepohonan. Titik peletakan anakan di Jalan K. H. Sholeh
Iskandar dan di Arboretum KSHE dapat dilihat pada Lampiran 15 dan Lampiran
16. Penelitian dilaksanakan selama satu setengah bulan. Waktu penelitian dimulai
akhir bulan Mei 2014 sampai dengan awal bulan Juli 2014.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah spidol permanen, label, alat
tulis, tally sheet, timbangan digital, alat pemotret, polybag, termometer ruangan,
kapas, sprayer, mikroskop, kaca objek, kaca preparat dan pengukur intensitas
cahaya (Lux meter), sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
karton tebal berwarna hitam, bambu, kertas milimeter blok, cat kuku berwarna
bening, bambu, kawat, paku, plastik bening, dengan objek penelitian adalah 20
anakan pohon kenari (Canarium commune), 20 anakan pohon trembesi (Samanea
saman) dan 20 anakan pohon simpur (Dillenia indica) berumur 4 bulan dari
pembibitan di Ciapus, Bogor.
Prosedur Penelitian
Persiapan anakan
Anakan yang akan diteliti diseleksi berdasarkan kesamaan umur, tinggi dan
jumlah daun. Anakan tersebut harus sehat, tidak terserang hama dan penyakit.
Jumlah anakan yang digunakan adalah 30 sampel anakan untuk masing-masing
lokasi. Jumlah anakan yang diambil 30 sampel dengan pengulangan sebanyak 10
kali untuk masing-masing jenis di tiap lokasi. Anakan tersebut diletakkan di Jalan
K. H. Sholeh Iskandar sebagai perwakilan lokasi padat kendaraan, sedangkan 30
anakan lainnya dengan pengulangan 10 kali untuk masing-masing jenis diletakkan
di Arboretum Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata IPB
Darmaga sebagai perwakilan lokasi bervegetasi.
Setiap individu anakan diberi label yang mewakili nomor, jenis dan lokasi
peletakan untuk mempermudah pengamatan. Anakan kemudian dibiarkan selama
11 hari mulai tanggal 1 Juni 2014 s.d. 11 Juni 2014 di lokasi penelitian sehingga
kondisi anakan dapat stabil dan sudah dapat beradaptasi dengan lingkungannya.
Persiapan lokasi
Lokasi dipilih berdasarkan keterwakilan lokasi yang padat transportasi yaitu
Jalan K. H. Sholeh Iskandar serta keterwakilan lokasi yang bervegetasi yaitu
Arboretum Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata sebagai
pembanding. Titik peletakan anakan yang akan dipilih memiliki luasan yang cukup
4
untuk peletakan 30 buah anakan, terkena cahaya matahari secara langsung dan
lokasi terlebih dahulu dibersihkan dari kotoran yang ada.
Pemeliharaan anakan selama waktu perlakuan
Pemeliharaan anakan dilakukan selama pengamatan dengan penyiraman dan
penyiangan. Penyiraman dilakukan sebanyak dua kali dalam sehari yaitu pagi hari
sebelum dilakukan pengamatan dan sore hari setelah pengamatan selesai.
Penyiraman dilakukan dengan menyiram seluruh bagian tubuh anakan termasuk
tanahnya. Penyiangan dilakukan saat ada gulma yang tumbuh di polybag sehingga
tidak ada persaingan nutrisi yang terjadi.
Parameter yang diamati
Parameter utama yang diamati adalah besarnya kehilangan bobot tiap anakan
dalam polybag dalam interval waktu dua jam. Parameter lainnya yang diamati
adalah suhu udara, kelembaban relatif, intensitas cahaya di sekitar anakan, jumlah
stomata dan luas permukaan daun. Berikut metode pengambilan data parameter
tersebut:
1. Transpirasi
Metode pengukuran trnaspirasi adalah metode gravimetrik dan
pengukuran gasometrik dari transpirasi. Metode gravimetrik mengukur
transpirasi melalui perubahan bobot, sedangkan metode gasometrik mengukur
transpirasi dengan mengamati uap air yang dihasilkan oleh daun pada
lingkungan yang terkendali (Moore dan Chapman 1986). Pengukuran
transpirasi ketiga jenis anakan ini dilakukan dengan teknik gravimetrik, yaitu
mengukur perubahan bobot setiap anakan. Pengukuran dilakukan setelah
media tanah ditutup rapat dengan lembaran karton hitam tebal, sehingga tanah
tidak mengalami evaporasi. Metode pengukuran transpirasi dilakukan
menggunakan timbangan digital. Interval waktu pengukuran dilakukan selama
2 (dua) jam berturut-turut mulai dari pukul 08.00, 10.00, 12.00, 14.00 hingga
pukul 16.00 WIB. Cara demikian dimaksudkan agar kehilangan bobot anakan
bisa diketahui dan hal tersebut menunjukkan besarnya transpirasi anakan
(Fakuara dan Soekotjo 1986). Pengukuran transpirasi dilakukan satu hari sekali
dengan pengambilan data secara bersamaan di kedua lokasi penelitian.
Pengukuran dilakukan sebanyak 15 kali dalam satu bulan di kedua lokasi
tersebut.
2. Kondisi lingkungan
Kondisi lingkungan yang diukur adalah data suhu udara, kelembaban
udara dan intensitas cahaya di lokasi penelitian, yaitu di Jalan K. H. Sholeh
Iskandar dan di Arboretum Fakultas Kehutanan. Pengukuran suhu udara,
kelembaban udara dan intensitas cahaya dilakukan setelah pengambilan data
transpirasi untuk melihat perubahan transpirasi terhadap parameter-parameter
tersebut. Pengukuran dilakukan pukul 08.30, 10.30, 12.30, 14.30 dan 16.30
WIB setelah pengukuran bobot dilakukan.
3. Kerapatan stomata
Penghitungan jumlah stomata dilakukan di akhir penelitian sehingga
tidak mengganggu proses transpirasi anakan selama pengamatan dilakukan.
Penghitungan jumlah stomata dilakukan dengan menggunakan cara berikut :
5
1. Memilih daun contoh dari masing-masing jenis yang akan diamati lalu
dibersihkan.
2. Kuteks bening dioleskan pada bagian tengah permukaan atas dan
permukaan bawah daun searah dengan tulang daun. Hal tersebut
dimaksudkan agar bentuk permukaan stomata dapat tertempel pada kuteks
bening.
3. Daun yang telah diolesi kuteks bening dipetik dan biarkan mengering serta
disimpan di dalam plastik.
4. Kuteks bening yang telah mengering dikupas secara halus dengan
menggunakan pisau cutter dan hasil kupasan diletakkan pada kaca objek
dan ditutup dengan kaca penutup (cover glass).
5. Preparat diamati di bawah mikroskop binokuler pada perbesaran 10 x 10
dengan mengamati lima bidang pandang untuk tiap sampel.
6. Hitung jumlah stomata rata-rata per milimeter persegi.
4. Luas daun
Penghitungan luas daun dilakukan setelah pengambilan data transpirasi,
yaitu di akhir penelitian. Penghitungan luas daun menggunakan kertas
milimeter. Metode kertas milimeter sangat sederhana dan hanya memerlukan
kertas milimeter dan peralatan untuk menggambar (Sitompul dan Guritno
1995). Pada dasarnya daun digambar yaitu dengan menggambar pola daun di
atas kertas milimeter blok lalu menghitung luasan daun dengan menghitung
jumlah kotak yang masuk dalam pola daun.
Pelaksanaan penelitian
Penelitian dilakukan di dua lokasi yang mewakili lokasi padat transportasi
dan lokasi bervegetasi, yaitu Jalan K. H. Sholeh Iskandar dan Arboretum
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Anakan berjumlah 30
buah, dengan 10 buah anakan dengan jenis sama diletakkan dalam satu blok yang
sama untuk memudahkan pengamatan. Pengambilan data akan dilakukan setiap
satu hari sekali dengan lima kali pengambilan data transpirasi, suhu udara,
kelembaban dan intensitas cahaya. Disain penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini seperti pada Gambar 1.
Lokasi
padat
transportasi Jalan
KHSI (I)
Trembesi (a)
Kenari (b)
Simpur (c)
Lokasi
bervegetasi
Arboretum KSHE
(II)
Gambar 1 Disain penelitian
Analisis Data
Laju transpirasi
Laju transpirasi diukur per individu anakan pohon dengan menghitung
kehilangan bobot dari anakan lalu dibagi dengan lama waktu interval pengukuran.
Hasil pengukuran terhadap bobot rata-rata anakan di kedua lokasi dapat dilihat pada
6
Lampiran 4 dan Lampiran 5. Rumus untuk mengukur laju transpirasi dapat dilihat
sebagai berikut.
� −�
Tji = � �−
Tj =
∑
�
∑
Keterangan :
T
= Laju transpirasi rata-rata (g H20/ jam)
X
= Bobot anakan dan media (g)
I
= Interval waktu pengukuran (jam)
j
= jenis anakan pohon (j=1,2,3)
i
= Ulangan pengukuran (i=1,2,3,4)
Laju transpirasi juga dihitung berdasarkan luas permukaan daun dan jumlah
stomata untuk melihat pengaruhnya terhadap laju transpirasi anakan pohon.
Kerapatan stomata
Kerapatan stomata menunjukkan banyaknya stomata dalam tiap satuan luas
yang digunakan, yaitu mm2. Kerapatan stomata dapat diukur dengan persamaan
berikut :
J
a
a a a a− a a
Kerapatan stomata =
L a B da
Luas bidang pandang = π D2
Pa da
4
Keterangan :
D = diameter bidang pandang (D=0,25 mm)
Perbandingan kemampuan transpirasi tiap jenis anakan di Jalan K. H. Sholeh
Iskandar dan Arboretum KSHE
Data transpirasi dianalisis dengan cara statistik melalui rancangan percobaan.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dan
dihitung menggunakan software SAS 9.1.3 Por1
Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Keterangan :
I
= 1, 2, 3, 4; j = 1, 2, 3, 4 dan k = 1, 2, 3, 4
Yijk = nilai pengamatan kombinasi perlakuan ij pada satuan percobaan ke-k
μ
= rataan umum
αI
= pengaruh perlakuan ke-i dari faktor jenis anakan pohon
βj
= pengaruh perlakuan ke-j dari faktor lokasi anakan pohon
(αβ)ij = pengaruh interaksi taraf ke-i dan taraf ke-j
εijk
= pengaruh acak kombinasi perlakuan ij dari satuan percobaan ke-k.
Bentuk hipotesis yang diuji dalam rancangan dua faktor dalam rancangan acak
lengkap adalah sebagai berikut.
Pengaruh utama jenis anakan pohon:
H0 : α1 = α2 = α3 = 0
H1 : paling sedikit ada satu i dengan αi≠ 0
Pengaruh utama lokasi :
H0 : β1 = β2 = 0
7
H1 : paling sedikit ada satu j dengan β ≠ 0
Pengaruh sederhana (interaksi) jenis anakan pohon dengan lingkungan:
H0 : αβ11 = αβ12 = ... = (βα)32
H1 : paling sedikit ada sepasang (i,j) dengan (αβ)ij ≠ 0
Rumus perhitungan Uji t yang digunakan untuk adalah :
� −�
1. Thitung =
� − �
= √2 S2/n
2. Sy1 - y2
3. S2
=
−
−
4. (n1-1)s12 = Σy12 –
5. (n2-1)s22 = Σy22 –
+
+
��
�
��
−
−
�
Keterangan :
y1, y2
: Transpirasi
y1, y2
: Rata-rata transpirasi
Sy1 – y2
: Simpangan baku beda nilai tengah contoh dari populasi
2
S
: Ragam contoh
n1, n2
: Jumlah pengamatan
(n1-1),(n2-1) : Derajat bebas
Asumsi yang digunakan pada penelitian ini adalah :
Jika thitung> ttabel maka H1 diterima dan H0 ditolak :
H0 : Diduga tidak ada pengaruh lokasi padat transportasi terhadap transpirasi
anakan.
H1 : Diduga ada pengaruh lokasi padat transportasi terhadap transpirasi anakan.
Bila thitung> ttabel, maka menunjukkan adanya perbedan antara parameter
tanaman perlakuan dengan parameter tanaman kontrol, berarti perlakuan lokasi
padat transportasi berpengaruh nyata terhadap tanaman. Sebaliknya, apabila thitung<
ttabel, maka perlakuan lokasi padat transportasi tidak berpengaruh secara nyata
terhadap tanaman. Hasil perhitungan rancang acak kelompok menggunakan
software SAS 9.1.3 Portable dapat dilihat pada Lampiran 7.
Hubungan kemampuan transpirasi tiap jenis anakan dan pengaruh faktor
ekternal terhadap transpirasi
Data transpirasi tiap jenis anakan diuji dengan uji korelasi. Uji korelasi
bertujuan untuk melihat hubungan suhu udara, kelembaban relatif dan intensitas
cahaya terhadap kemampuan transpirasi tiap jenis anakan pohon. Uji korelasi
dilakukan dengan menggunakan software Minitab 15.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Internal Anakan Trembesi, Kenari dan Simpur
Trembesi (Samanea saman)
Trembesi (Samanea saman) merupakan tanaman pelindung yang mempunyai
banyak manfaat. Trembesi dapat bertahan 2-4 bulan atau lebih lama di daerah yang
8
mempunyai curah hujan 40 mm/bulan (dry season) atau bahkan dapat hidup lebih
lama tergantung usia, ukuran pohon, temperatur dan tanah. Trembesi berbentuk
melebar seperti payung (canopy), pohon yang masuk dalam sub famili Mimosaceae
dan famili Fabaceae ini biasa ditanam sebagai tumbuhan pembawa keteduhan.
Uniknya, daun pohon saman bisa menutup seperti daun putri malu, yaitu 1,5 jam
sebelum matahari terbenam dan akan kembali mekar saat esok paginya setelah
matahari terbit serta ketika hujan. Daun trembesi merupakan daun majemuk yang
tumbuh melebar seperti pohon beringin, tetapi tidak simetris alias tidak seimbang.
Bijinya mirip dengan biji kedelai, hanya warna cokelatnya lebih gelap. Bunganya
menyerupai bulu-bulu halus yang ujungnya berwarna kuning, sementara pada dasar
bunga berwarna merah. Buahnya memanjang, berwarna hitam kala masak dan biasa
gugur ketika sehabis matang dalam keadaan terpecah. Setiap panjang tangkainya
berukuran 7-10 sentimeter. Tumbuhan ini berasal dari Amerika tropik namun
sekarang tersebar di seluruh daerah tropika. Di Indonesia, orang menjuluki tanaman
ini dengan sebutan Ki Hujan atau trembesi, sementara dalam bahasa Inggris
dinamai rain tree (pohon hujan), monkeypod atau saman. Asal muasalnya dari
Hawaii, tetapi banyak tersebar di kepulauan Samoa, daratan Mikronesia, Guam, Fiji,
Papua Nugini dan Indonesia (Munir dan Swasono 2013). Manfaat trembesi
diantaranya mampu menyerap air tanah yang kuat, polong buahnya dapat dimakan
oleh hewan ternak di areal padang penggembalaan, makanan bagi semut dan lebah,
humus dari daun dan buahnya merupakan media yang baik untuk mikroorganisme
tanah dan penyerap gas CO2 yang tinggi (Dachlan 2013).
Pengamatan terhadap anakan trembesi terdapat pada Tabel 1 dengan jumlah
daun rata-rata 14 daun per anakan, kerapatan stomata di permukaan atas daun
sebesar 3123 per mm2, kerapatan stomata di permukaan bawah daun sebesar 22 384
per mm2 dan luas daun rata-rata adalah 1048 mm2 per daun.
Tabel 1 Karakteristik internal anakan trembesi (Samanea saman)
Kerapatan stomata
Jumlah daun
(stomata/mm2)
Luas daun
Lokasi
(daun/
Permukaan Permukaan (mm2/daun)
individu)
atas daun bawah daun
Jl K. H. Sholeh
16
1029
Iskandar
3123
19 261
Arboretum KSHE
11
1067
Rata-rata
14
11 192
1048
Kenari (Canarium commune)
Kenari (Canarium commune) adalah tanaman asli Indonesia. Penyebaran
jenis ini meliputi Bawean, Kangean, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa
Tenggara, Irian Jaya, Papua Nugini, Filipina, Sarawak, Sabah dan Kepulauan
Solomon. Jenis ini tumbuh di tanah rendah pada ketinggian 500 mdpl, kadangkadang juga pada ketinggian di atas 1000 m dpl, dalam hutan primer hutan sekunder
savana dan hutan berawa (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 1977). Kenari
digolongkan dalam famili Burseraceae (Sastrapradja et al. 1977 diacu dalam
Purnamasari 2003). Prana (1973) diacu dalam Punamasari (2003) mengemukakan
bahwa kenari mudah dikenali bila sudah cukup besar. Kenari memiliki akar papan
9
yang berliku-liku, tingginya dapat mencapai 30 meter dengan kulit batang berwarna
keabu-abuan. Buah yang masih muda berwarna hijau, sedangkan yang tua berwarna
kebiru-biruan diliputi dengan lapisan lilin. Jumlah pohon kenari sebagai pohon tepi
jalan di Bogor lebih banyak dibandingkan pohon jenis lain dan cenderung dominan
di beberapa jalan (Cahyono 1993) diacu dalam Purnamasari (2003). Dominannya
kenari pada beberapa ruas jalan di kota Bogor merupakan replikasi dari penanaman
kenari yang berada di jalan Kenari, Kebun Raya Bogor pada masa kolonial Belanda
tahun 1896.
Kenari di kota Bogor termasuk tumbuhan yang banyak digunakan oleh
masyarakat. Biji kenari untuk konsumsi masyarakat, kulit atau tempurung buahnya
dibuat menjadi bahan kerajinan, kayu kenari dapat digunakan untuk bahan
bangunan, damar dari batangnya digunakan untuk bahan bakar lampu, dempul ka
kapal dan cat. Kenari dapat juga berfungsi sebagai pohon pelindung dan pohon tepi
jalan dari segi lanskap. Menurut Setiawati (2000) pohon kenari termasuk jenis
pohon yang tahan terhadap pencemaran udara dan dapat disarankan menjadi pohon
peneduh pada lanskap jalan raya yang padat lalu lintasnya.
Pengamatan terhadap anakan kenari terdapat pada Tabel 2 dengan jumlah
daun rata-rata 6 anak daun per anakan, kerapatan stomata di permukaan bawah daun
sebesar 5385 per mm2 sedangkan pada permukaan atas daun kenari tidak ada
stomata dan luas daun rata-rata adalah 3039 mm2 per anak daun. Menurut
Dwidjoseputro (1980) pada umumnya stomata terletak di permukaan daun bagian
bawah, sehingga ketidakadaan stomata pada permukaan atas daun kenari adalah
normal.
Tabel 2 Karakteristik internal anakan kenari (Canarium commune)
Kerapatan stomata
Jumlah anak
Luas anak
(stomata/mm2)
daun
daun
Lokasi
(anak daun/ Permukaan Permukaaan (mm2/anak
individu)
daun)
atas daun bawah daun
Jl K. H. Sholeh
7
2864
Iskandar
0
5385
Arboretum KSHE
5
2554
Rata-rata
6
2693
2351
Simpur (Dillenia indica)
Simpur (Dillenia indica) termasuk dalam famili Dilleniaceae dan memiliki
nama lokal pohon sempur. Pohon simpur berbatang tegak, daun tunggal dengan tepi
daun bergerigi dan bersayap pada tangkai batang. Buah berupa buah buni dengan
warna putih kehijauan. Manfaat simpur sebagian besar adalah sebagai obat.
Beberapa manfaat simpur diantaranya sebagai obat sariawan dan penyegar badan,
yaitu bagian buahnya. Daun simpur bermanfaat untuk mencegah pendarahan saat
melahirkan dan penyubur rambut (Yayasan Titian 2014).
Pengamatan terhadap anakan simpur terdapat pada Tabel 3 dengan jumlah
daun rata-rata 10 daun per anakan, kerapatan stomata di permukaan atas daun
sebesar 224 per mm2, kerapatan stomata di permukaan bawah daun sebesar 6172
per mm2 dan luas daun rata-rata adalah 2351 mm2 per daun. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa berdasarkan jumlah daun per individu dan kerapatan stomata,
10
dari yang terbesar hingga ke yang terkecil nilainya adalah trembesi, simpur, lalu
kenari. Berdasarkan luas daun, nilai dari yang terbesar ke yang terkecil adalah
kenari, simpur dan trembesi.
Tabel 3 Karakteristik internal anakan simpur (Dillenia indica)
Kerapatan stomata
Jumlah
(stomata/mm2)
daun
Luas daun
Lokasi
(daun/
Permukaan Permukaan (mm2/daun)
individu)
atas daun bawah daun
Jl K. H. Sholeh
9
2148
Iskandar
224
6172
Arboretum KSHE
10
2554
Rata-rata
10
3198
2351
Kondisi Suhu Udara, Kelembaban Relatif dan Intensitas Cahaya di Jalan K.
H. Sholeh Iskandar dan Arboretum KSHE
Suhu udara, kelembaban relatif dan intensitas cahaya merupakan faktor
eksternal dari transpirasi yang diukur di lokasi penelitian. Hasil pengukuran
terdapat pada Tabel 4.
Tabel 4 Nilai suhu udara, kelembaban relatif dan intensitas cahaya rata-rata
per waktu pengamatan
Intensitas cahaya
Suhu udara (oC)
Kelembaban (%)
(lux)
Waktu
Arboretum
Jl
Arboretum
Jl
Arboretum
Jl KHSI
KSHE
KSHE
KSHE
KHSI
KHSI
08.30
32
26
67
89
192
41
10.30
34
29
60
74
280
123
12.30
34
31
61
67
302
132
14.30
32
30
65
70
100
90
16.30
28
27
77
78
42
18
* Jl KHSI : Jalan K. H. Sholeh Iskandar
Suhu udara
Suhu udara merupakan salah satu faktor internal yang berpengaruh secara
langsung pada kemampuan transpirasi. Suhu yang terlalu tinggi ataupun terlalu
rendah akan mengganggu kenyamanan. Pada daerah tropis kondisi kenyamanan
relatif yang dirasakan manusia bila berada pada suhu 27-28 oC (Laurie 1990). Suhu
udara perkotaan dipengaruhi oleh kegiatan manusia di dalamnya. Pengaruh suhu
udara terhadap makhluk hidup sangat besar dimana tanaman memerlukan suhu
tertentu untuk bertumbuh dengan baik (Kartaspoetra 2004). Suhu udara yang
diperoleh merupakan suhu ambien sekitar anakan yang diamati, sehingga nilai suhu
adalah suhu udara yang diterima oleh anakan. Nilai suhu udara yang diambil
kemudian dirata-ratakan dan grafik suhu udara dapat dilihat pada Gambar 2.
11
40,000
Celcius (oC)
32
34
34
32
28
30,000
29
20,000
31
30
26
10,000
27
Arboretum KSHE
Jl K.H. Sholeh Iskandar
0,000
08.30
10.30
12.30
14.30
16.30
Waktu
Gambar 2 Suhu udara di Jalan K. H. Sholeh Iskandar
dan Arboretum KSHE
Gambar 2 menunjukkan bahwa di Jalan K. H. Sholeh Iskandar suhu rataan
tertinggi terdapat pada pukul 10.30 WIB dan 12.30 WIB yaitu 34 oC, sedangkan
suhu terendah pada pukul 16.30 WIB yaitu sebesar 28 oC. Pada Arboretum KSHE,
suhu tertinggi pada pukul 12.30 WIB yaitu 31 oC, sedangkan suhu terendah pada
pukul 08.30 WIB yaitu sebesar 26 oC. Secara keseluruhan, suhu udara rataan di
Jalan K. H. Sholeh Iskandar lebih tinggi dibandingkan suhu udara rataan di
Arboretum KSHE. Hal ini sesuai dengan Kartasapoetra (2004) yang menyatakan
bahwa penutupan tanah, yaitu yang ditutupi vegetasi mempunyai temperatur yang
lebih rendah dibandingkan dengan tanah tanpa vegetasi. Kondisi Arboretum KSHE
dengan tutupan vegetasi yang lebih banyak menghasilkan suhu yang lebih rendah
dibandingkan di Jalan K. H. Sholeh Iskandar. Hasil pengukuran terhadap suhu
udara di kedua lokasi dapat dilihat pada Lampiran 1.
Kondisi suhu udara yang berbeda tersebut akan memberikan pengaruh yang
berbeda terhadap transpirasi anakan yang diteliti. Menurut Dwidjoseputro (1980),
salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi transpirasi adalah suhu udara. Suhu
udara mempengaruhi suhu permukaan daun, semakin tinggi suhu udara, maka
panas yang terpapar ke permukaan daun akan semakin tinggi sehingga perlu
dilakukan penurunan suhu permukaan daun melalui aktivitas transpirasi. Semakin
tinggi suhu udara, maka semakin tinggi pula transpirasi yang terjadi.
Kelembaban relatif
Kelembaban relatif merupakan perbandingan jumlah uap air di udara dengan
jumlah maksimum uap air yang dikandung udara pada temperatur tertentu, yang
dinyatakan dalam persen (%). Kelembaban relatif diperoleh dari tabel kelembaban
dengan mencocokkan selisih suhu bola basah dan bola kering dengan suhu bola
kering. Nilai kelembaban relatif yang diambil kemudian dirata-ratakan dan grafik
suhu udara dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 menunjukkan bahwa di lokasi Jalan K. H. Sholeh Iskandar
kelembaban relatif tertinggi terdapat pada pukul 16.30 WIB yaitu sebesar 77 %,
sedangkan kelembaban relatif terendah pada pukul 10.30 WIB yaitu sebesar 60 %.
Pada Arboretum KSHE, kelembaban relatif tertinggi terdapat pada pukul 08.30
WIB yaitu sebesar 89 %, sedangkan kelembaban relatif terendah terdapat pada
pukul 12.30 WIB yaitu sebesar 67 %. Hasil pengukuran terhadap kelembaban udara
12
di kedua lokasi dapat dilihat pada Lampiran 2. Secara keseluruhan, kelembaban
relatif Arboretum KSHE di lebih tinggi dibandingkan kelembaban relatif di Jalan
K. H. Sholeh Iskandar. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi yang berbeda tersebut
akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap transpirasi anakan yang diteliti.
Menurut Dwidjoseputro (1980), faktor eksternal lain yang mempengaruhi
transpirasi selain suhu adalah kelembaban relatif.
100,000
89
74
80,000
70
78
77
60,000
Persen (%)
67
67
40,000
60
61
20,000
65
Jl K.H. Sholeh Iskandar
Arboretum KSHE
0,000
08.30
10.30
12.30
Waktu
14.30
16.30
Gambar 3 Kelembaban relatif di Jalan K. H. Sholeh
Iskandar dan Arboretum KSHE
Intensitas cahaya
Intensitas cahaya yang diambil merupakan nilai yang diperoleh dari alat yang
bernama luxmeter. Intensitas cahaya merupakan faktor eksternal yang
mempengaruhi transpirasi karena intensitas cahaya sangat mempengaruhi
pembukaan stomata. Stomata yang terbuka merupakan tempat keluarnya uap air
untuk proses transpirasi. Hasil pengukuran terhadap intensitas cahaya terdapat pada
Gambar 4.
350
280
300
302
Jl K.H. Sholeh Iskandar
arboretum KSHE
250
Lux
192
200
150
100
100
123
132
42
90
50
41
18
0
08.30
10.30
12.30
Waktu
14.30
16.30
Gambar 4 Intensitas cahaya di Jalan K. H. Sholeh
Iskandar dan Arboretum KSHE
Gambar 4 menunjukkan bahwa di Jalan K. H. Sholeh Iskandar Intensitas
cahaya tertinggi terdapat pada pukul 12.30 WIB yaitu sebesar 302 lux, sedangkan
intensitas cahaya terendah pada pukul 16.30 WIB yaitu sebesar 42 lux. Hasil
pengukuran intensitas cahaya di kedua lokasi dapat dilihat pada Lampiran 3. Pada
Arboretum KSHE, intensitas cahaya tertinggi terdapat pada pukul 12.30 WIB yaitu
sebesar 132 lux, sedangkan intensitas cahaya terendah terdapat pada pukul 16.30
13
WIB yaitu sebesar 18 lux. Secara keseluruhan, intensitas cahaya di Jalan K. H.
Sholeh Iskandar lebih tinggi dibandingkan intensitas cahaya di Arboretum KSHE.
Hal ini menunjukkan bahwa kondisi yang berbeda tersebut akan memberikan
pengaruh yang berbeda terhadap transpirasi anakan yang diteliti. Menurut
Dwidjoseputro (1980), faktor eksternal lain yang mempengaruhi transpirasi selain
suhu dan kelembaban relatif adalah intensitas cahaya.
Kemampuan Transpirasi Anakan di Jalan K. H. Sholeh Iskandar dan
Arboretum KSHE
Transpirasi merupakan proses kehilangan air dalam bentuk uap air dari
jaringan tumbuhan melalui stomata (Lakitan 2008). Hasil transpirasi pada
kenyataannya tidak hanya dikeluarkan oleh stomata, namun juga kutikula dan
lentisel, tetapi transpirasi yang umum dibicarakan adalah melalui daun karena
hilangnya molekul-molekul air dari tubuh tumbuhan itu sebagian besar adalah lewat
daun. Transpirasi memiliki manfaat bagi tubuh tumbuhan itu sendiri, yaitu
mempercepat laju pengangkutan unsur hara melalui pembuluh xilem, menjaga
turgiditas sel tumbuhan agar tetap berada pada kondisi optimal dan sebagai salah
satu cara untuk menjaga suhu permukaan daun. Pencegahan kenaikan temperatur
yang membahayakan juga dapat dilakukan karena sebagian besar dari sinar
matahari yang memancar itu digunakan untuk penguapan air. Suhu permukaan daun
yang tinggi akan didinginkan dengan air yang dialirkan menuju daun sehingga
panas dari permukaan daun terbawa ke udara melalui uap air hasil transpirasi.
Transpirasi vegetasi bagi lingkungan memiliki manfaat dalam menanggulangi
penggenangan air. Transpirasi mempengaruhi kecepatan pengangkutan garamgaram mineral terutama melalui xilem dari akar ke daun (Dwidjoseputro 1980).
Kemampuan transpirasi di Jalan K. H. Sholeh Iskandar
Jalan K. H. Sholeh Iskandar merupakan lokasi yang mewakili kondisi
lingkungan yang padat transportasi. Hasil pengamatan terhadap kepadatan
transportasi selama dua hari di lokasi tersebut terdapat pada Lampiran 14.
Kendaraan yang melintasi Jalan K. H. Sholeh Iskandar setiap harinya mencapai
7761 kendaraan bermotor per jam atau 2-3 kendaraan bermotor per detik. Sepeda
motor menjadi kendaraan bermotor yang paling banyak melintasi lokasi tersebut
kemudian disusul oleh mobil pribadi dan pick up, truk dan bus, kemudian angkutan
umum. Hasil pengukuran terhadap kemampuan transpirasi anakan terdapat dalam
tabel pada Lampiran 6. Tabel tersebut menunjukkan transpirasi di Jalan K. H.
Sholeh Iskandar untuk jenis trembesi yaitu sebesar 3.64 gram per jam per individu,
sedangkan untuk jenis kenari adalah sebesar 2.27 gram per jam per individu dan
untuk jenis simpur adalah sebesar 2.91 gram per jam per individu. Hal ini
menunjukkan bahwa kemampuan transpirasi anakan jenis yang diteliti dari yang
terbesar hingga terkecil adalah trembesi, simpur, kemudian kenari. Data transpirasi
tiap jenis anakan per dua jam pengambilan data dapat terlihat pada Gambar 5.
Gambar 5 menunjukkan bahwa transpirasi tiap jenis anakan meningkat pada
pukul 10.00 WIB-12.00 WIB lalu menurun pada pukul 12.00 WIB-16.00 WIB. Pola
yang terlihat pada grafik hampir sama untuk semua jenis anakan. Hal ini sesuai
14
dengan penelitian Chen et al. (2011) yang menyatakan bahwa transpirasi pohon
menunjukkan pola yang sama baik jenis yang berbeda, maupun umur dan diameter
anakan pohon yang berbeda.
5,000
Gram/jam
4,000
3,000
4.45
3.51
3.01
2.35
3.54
4.03
2.55
3,103
2.41
2.56
1.98
1.76
12.00-14.00
14.00-16.00
2,000
Trembesi
1,000
0,000
Kenari
Simpur
08.00-10.00
10.00-12.00
Waktu
Gambar 5 Transpirasi beberapa jenis anakan di Jalan
K. H. Sholeh Iskandar
Berdasarkan pengamatan kondisi fisik lokasi Jalan K. H. Sholeh Iskandar
pada Tabel 4, terdapat perbedaan kondisi suhu udara, kelembaban relatif dan
intensitas cahaya setiap dua jam pengamatan. Uji korelasi kemudian dilakukan
untuk melihat pengaruh suhu udara, kelembaban relatif dan intensitas cahaya di
lokasi Jalan K. H. Sholeh Iskandar terhadap transpirasi anakan yang diamati. Uji
korelasi juga menunjukkan besar kekuatan pengaruh suhu udara, kelembaban relatif
dan intensitas cahaya di kedua lokasi dan ditunjukkan oleh Tabel 5.
Tabel 5 Korelasi antara transpirasi anakan dengan kondisi fisik lokasi Jalan K.
H. Sholeh Iskandar
Kelembaban
Jenis
Suhu Udara
Intensitas Cahaya
Relatif
Trembesi
0.635
-0.628
0.427
Kenari
0.493
-0.492
0.446
Simpur
0.690
-0.639
0.595
Hasil korelasi tersebut menunjukkan bahwa kelembaban relatif memiliki
pengaruh negatif terhadap transpirasi, artinya transpirasi akan meningkat dengan
menurunnya nilai kelembaban relatif. Suhu udara dan intensitas cahaya memiliki
korelasi yang positif terhadap transpirasi, artinya transpirasi akan meningkat
dengan meningkatnya nilai suhu udara dan intensitas cahaya. Kekuatan korelasi
terbesar untuk transpirasi anakan trembesi dan simpur adalah suhu udara,
sedangkan untuk anakan kenari adalah kelembaban relatif. Hasil perhitungan
korelasi faktor eksternal terhadap transpirasi dapat dilihat pada Lampiran 8.
Kemampuan transpirasi di Arboretum KSHE
Arboretum KSHE merupakan lokasi yang mewakili lingkungan bervegetasi
pepohonan dan juga sebagai pembanding dengan lokasi Jalan K. H. Sholeh Iskandar.
Arboretum KSHE terletak di tengah-tengah kampus IPB Darmaga yang merupakan
kampus biodiversitas. Tabel pada Lampiran 6 menunjukkan transpirasi di
15
Arboretum KSHE untuk jenis trembesi yaitu sebesar 1.89 gram per jam per individu,
sedangkan untuk jenis kenari adalah sebesar 1.60 gram per jam per individu dan
untuk jenis simpur adalah sebesar 2.19 gram per jam per individu. Hal ini
menunjukkan bahwa kemampuan transpirasi anakan jenis yang diteliti dari yang
terbesar hingga terkecil adalah simpur, trembesi, lalu kenari. Hasil ini berbeda
dengan transpirasi anakan di lokasi Jalan K. H. Sholeh Iskandar. Faktor internal
yang mempengaruhi kemampuan transpirasi anakan dapat menjadi salah satu faktor
penyebab perbedaan tersebut. Anakan simpur pada Jalan K. H. Sholeh Iskandar
memiliki jumlah daun dan luas daun lebih besar bila dibandingkan dengan anakan
simpur pada Arboretum KSHE, walaupun jika dibandingkan dengan anakan
trembesi, anakan simpur memiliki jumlah daun dan luas daun yang lebih kecil. Data
transpirasi tiap jenis anakan per dua jam pengambilan data dapat terlihat pada
Gambar 6.
3,000
2.72
2.38
2,500
Gram/jam
2,000
1,500
1,000
1.83
1.78
2.12
2.09
1.92
1.79
1.43
1.71
1.33
1.36
0,500
Trembesi
Kenari
Simpur
0,000
08.00-10.00
10.00-12.00
12.00-14.00
14.00-16.00
Waktu
Gambar 6 Transpirasi beberapa jenis anakan di
Arboretum KSHE
Gambar 6 menunjukkan bahwa hal yang sama dengan lokasi Jalan K. H.
Sholeh Iskandar, yaitu transpirasi terbesar ada terjadi pada pukul 10.00-12.00 WIB
dan transpirasi terkecil terjadi pada pukul 14.00-16.00 WIB untuk tiap jenis anakan.
Gambar 5 menunjukkan bahwa transpirasi tiap jenis anakan meningkat pada pukul
10.00 WIB-12.00 WIB lalu menurun pada pukul 12.00 WIB-16.00 WIB. Uji
korelasi dilakukan untuk melihat pengaruh suhu udara, kelembaban relatif dan
intensitas cahaya di lokasi Arboretum KSHE terhadap anakan yang diamati. Hasil
uji korelasi dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Korelasi antara transpirasi anakan dengan kondisi fisik lokasi
Arboretum KSHE
Kelembaban
Jenis
Suhu Udara
Intensitas Cahaya
Relatif
Trembesi
0.378
-0.327
0.357
Kenari
0.368
-0.303
0.374
Simpur
0.468
-0.422
0.413
Hasil korelasi tersebut menunjukkan hal yang sama pada lokasi Jalan K. H.
Sholeh Iskandar, bahwa kelembaban relatif memiliki pengaruh negatif terhadap
transpirasi, artinya transpirasi akan meningkat dengan menurunnya nilai
16
kelembaban relatif. Suhu udara dan intensitas cahaya memiliki korelasi yang positif
terhadap transpirasi, artinya transpirasi akan meningkat dengan meningkatnya nilai
suhu udara dan intensitas cahaya. Suhu udara lokasi Arboretum yang rendah
disebabkan oleh naungan pohon pada lokasi tersebut, hal ini sesuai dengan
pernyataan Dimoudi dan Nikolopoulou (2003) diacu dalam Harti (2004) dimana
efek tanaman dalam lingkungan dapat menurunkan suhu udara dengan adanya
naungan pohon dan evapotranspirasi tanaman. Kondisi suhu udara yang rendah
kemudian mengakibatkan transpirasi anakan menjadi lebih rendah di lokasi tersebut.
Kekuatan korelasi terbesar untuk transpirasi anakan trembesi dan simpur adalah
suhu udara, sedangkan untuk anakan kenari adalah intensitas cahaya. Nilai korelasi
faktor lain yang lebih rendah bukan berarti faktor tersebut tidak memiliki pengaruh
terhadap transprasi tiap jenis anakan, namun pengaruh yang diberikan terhadap
jenis anakan tersebut lebih kecil.
Perbandingan Kemampuan Transpirasi Tiap Jenis Anakan di Jalan K. H.
Sholeh Iskandar dan Arboretum KSHE
Hasil pengamatan akan transpirasi pada Lampiran 6 dan Gambar 7
menunjukkan bahwa transpirasi setiap jenis anakan di lokasi Jalan K. H. Sholeh
Iskandar selalu lebih tinggi dibandingkan dengan transpirasi setiap jenis anakan di
Arboretum KSHE.
Trembesi
5,00
Jl K.H. Sholeh Iskandar
Arboretum KSHE
4,45
4,03
gram/jam
4,00
3,51
3,00
2,56
2,21
2,12
1,83
2,00
1,42
1,00
0,00
08.00-10.00
10.00-12.00
Waktu
12.00-14.00
Kenari
14.00-16.00
Jl K.H. Sholeh Iskandar
Arboretum KSHE
3,00
2,55
gram/jam
2,50
2,41
2,35
2,00
1,82
2,00
1,76
1,45
1,50
1,42
1,00
0,50
0,00
08.00-10.00
10.00-12.00
12.00-14.00
14.00-16.00
Waktu
Simpur
4,00
3,50
3,01
Arboretum KSHE
3,10
2,97
3,00
gram/jam
Jl K.H. Sholeh Iskandar
3,54
2,70
2,50
2,00
1,98
1,93
1,89
1,50
1,00
0,50
0,00
08.00-10.00
10.00-12.00
Waktu
12.00-14.00
14.00-16.00
Gambar 7 Transpirasi beberapa jenis anakan di Jalan K.
H. Sholeh Iskandar dan Arboretum KSHE
17
Berdasarkan uji anova dengan rancangan acak kelompok, diperoleh nilai Pvl
< α yang menunjukkan bahwa kemampuan transpirasi anakan trembesi dan simpur
berbeda nyata di keseluruhan waktu pengamatan pada kedua lokasi tersebut.
Sedangkan kemampuan transpirasi anakan kenari tidak berbeda nyata di antara
kedua lokasi tersebut pada pukul 08.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB dan berbeda
nyata mulai dari pukul 12.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB. Hasil penghitungan uji
anova dapat dilihat pada Lampiran 7. Kemampuan transpirasi anakan kenari yang
tidak berbeda nyata di antara kedua lokasi menunjukkan anakan jenis kenari
memiliki ketahanan yang baik dengan lingkungan yang berbeda. Menurut Setiawati
(2000) pohon kenari termasuk jenis pohon yang tahan terhadap pencemaran udara
dan dapat disarankan menjadi pohon peneduh pada lanskap jalan raya yang padat
lalu lintasnya. Kemampuan transpirasi anakan trembesi dan simpur yang berbeda
nyata di kedua lokasi menunjukkan bahwa faktor lingkungan sangat mempengaruhi
transpirasi jenis ini. Kondisi lingkungan Jalan K. H. Sholeh Iskandar sangat berbeda
dengan kondisi lingkungan di Arboretum KSHE. Kondisi lokasi Jalan K. H. Sholeh
Iskandar dapat dilihat pada Lampiran 9 dan kondisi lingkungan Arboretum KSHE
dapat dilihat pada Lampiran 10. Lingkungan yang padat akan transportasi dan lebih
terbuka menyebabkan faktor-faktor eksternal seperti suhu, kelembaban dan
intensitas cahaya yang mempengaruhi transpirasi juga akan sangat berbeda di kedua
lokasi.
Perbandingan Kemampuan Transpirasi Tiap Jenis Anakan
Kemampuan transpirasi rata-rata dari tiap jenis anakan ditunjukkan pada
Tabel 7. Kemampuan transpirasi anakan trembesi adalah sebesar 2.77 gram per jam
per anakan, sedangkan untuk jenis kenari adalah sebesar 1.93 gram per jam per
anakan dan untuk jenis simpur adalah sebesar 2.55 gram per jam per anakan. Hasil
lebih lengkap tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Kemampuan transpirasi rata-rata per individu setiap jenis anakan
Jenis
Trembesi
(a)
Kenari
(b)
Simpur
(c)
Waktu
08.00-10.00
10.00-12.00
12.00-14.00
14.00-16.00
08.00-10.00
10.00-12.00
12.00-14.00
14.00-16.00
08.00-10.00
10.00-12.00
12.00-14.00
14.00-16.00
Transpirasi (gram/jam)
2.67
3.33
3.07
1.99
1.89
2.24
2.07
1.53
2.43
3.18
2.80
1.80
Rata-rata (gram/jam)
2.77
1.93
2.55
18
Gambar 8 juga menunjukkan perbandingan kemampuan transpirasi tiap jenis
anakan secara keseluruhan. Kemampuan transpirasi rata-rata per individu berturutturut dari yang terbesar hingga terkecil adalah trembesi, simpur lalu kenari.
Gram/jam
4,000
2,000
3,638
1,892
Jalan Baru
Arboretum
2,267
2,911
2,188
1,598
0,000
Trembesi
Kenari
Simpur
Gambar 8 Laju transpirasi rata-rata tiap jenis anakan
Berdasarkan j
PADA KONDISI LINGKUNGAN YANG BERBEDA
CHRISTINA SEPTIAWATY
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Transpirasi Beberapa
Jenis Anakan Hutan Kota pada Kondisi Lingkungan yang Berbeda adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Christina Septiawaty
NIM E34100049
ABSTRAK
CHRISTINA SEPTIAWATY. Transpirasi Beberapa Jenis Anakan Hutan Kota
pada Kondisi Lingkungan yang Berbeda. Dibimbing oleh RACHMAD
HERMAWAN dan PRIJANTO PAMOENGKAS.
Kualitas lingkungan kota yang buruk merupakan akibat dari berbagai
kegiatan masyarakat kota. Penggenangan air dan peningkatan suhu udara
merupakan beberapa bentuk kualitas kota yang buruk. Hutan kota bermanfaat
sebagai daerah resapan air dan pendingin alami udara kota melalui proses fisiologi
tumbuhan, yaitu transpirasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
suhu udara, kelembaban relatif dan intensitas cahaya terhadap transpirasi anakan
pohon trembesi (Samanea saman), kenari (Canarium commune) dan simpur
(Dillenia indica) pada dua kondisi lingkungan yang berbeda serta mengetahui
kemampuan transpirasi anakan trembesi, kenari dan simpur. Penelitian dilakukan
di Jalan K. H. Sholeh Iskandar dan di Arboretum KSHE. Penelitian dilakukan
selama dua bulan di lapangan dan di laboratorium menggunakan teknik gravimetri
untuk mengukur kemampuan transpirasi anakan. Hasil penelitian menunjukan
bahwa transpirasi anakan di Jalan K. H. Sholeh Iskandar lebih tinggi daripada di
Arboretum KSHE. Transpirasi per daun dan per stomata tertinggi dimiliki oleh
anakan kenari, tetapi transpirasi per individu tertinggi dimiliki oleh anakan
trembesi.
Kata kunci: hutan kota, kenari, transpirasi, trembesi, simpur.
ABSTRACT
CHRISTINA SEPTIAWATY. Transpiration of Several Seedlings of Urban Forest
Species in Different Environment Condition. Supervised by RACHMAD
HERMAWAN and PRIJANTO PAMOENGKAS.
Worse quality of city environment is the result of various community
activities of the city. Waterlogging and increase in air temperature are some form
worse quality of the city. Urban forest beneficial as water catchment area and
natural refrigerant the city’s air through a physiology process of trees, namely
transpiration. This research aims to know influence of air temperature, relative
humidity and light intensity against the transpiration of rain tree (Samanea saman),
walnut (Canarium commune), and simpur (Dillenia indica) seedlings in two
different environment condition and also to know transpiration ability of rain tree,
walnut, and simpur seedlings. Research was done in K. H. Sholeh Iskandar Street
and in KSHE Arboretum. Research had been conducted for two months in the field
and Laboratory with gravimetric technique to measure transpiration ability of
seedlings. The result shows that seedlings transpiration in K. H. Sholeh Iskandar
Street were higher than those in Arboretum KSHE. Highest transpiration per leave
and per stomata owned by walnut seedling, however the highest transpiration per
seedling individu owned by rain tree seedling.
Keywords: rain tree, simpur,transpiration, urban forest, walnut.
TRANSPIRASI BEBERAPA JENIS ANAKAN HUTAN KOTA
PADA KONDISI LINGKUNGAN YANG BERBEDA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
CHRISTINA SEPTIAWATY
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Judul Skripsi : Transpirasi Beberapa Jenis Anakan Hutan Kota pada Kondisi
Lingkungan yang Berbeda
Nama
: Christina Septiawaty
NIM
: E34100049
Disetujui oleh
Dr Ir Rachmad Hermawan, MScF
Pembimbing I
Dr Ir Prijanto Pamoengkas, MScF
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir H Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 ini ialah transpirasi,
dengan judul : Transpirasi Beberapa Jenis Anakan Hutan Kota pada Kondisi
Lingkungan yang Berbeda.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Rachmad Hermawan
MScF dan Bapak Dr Ir Prijanto Pamoengkas, MScF selaku pembimbing skripsi. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Kantor Kesatuan Bangsa dan
Politik Kota Bogor dan Pemerintah Kota Bogor yang telah membantu perijinan
penelitian. Terima kasih kepada Bogor International Club yang telah membantu
pendanaan penelitian ini. Terima kasih juga kepada seluruh teman-teman
Nepenthes 47, Anggi Marstella Pangaribuan, Novrianto Albertino dan Saor
Naibaho yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan
kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2015
Christina Septiawaty
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
3
Lokasi dan Waktu
3
Alat dan Bahan
3
Prosedur Penelitian
3
Analisis Data
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Internal Tiap Jenis Anakan
7
7
Kondisi Suhu Udara, Kelembaban Relatif dan Intensitas Cahaya
10
Kemampuan Transpirasi Tiap Jenis Anakan di Tiap Lokasi
13
Perbandingan Kemampuan Transpirasi Tiap Jenis Anakan di Jalan K. H.
Sholeh Iskandar dan Arboretum KSHE
16
Perbandingan Kemampuan Transpirasi Tiap Jenis Anakan
SIMPULAN DAN SARAN
17
20
Simpulan
20
Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
21
LAMPIRAN
23
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
Karakteristik internal anakan trembesi (Samanea saman)
Karakteristik internal anakan kenari (Canarium commune)
Karakteristik internal anakan simpur (Dillenia indica)
Nilai suhu udara, kelembaban relatif dan intensitas cahaya rata-rata
per waktu pengamatan
Korelasi antara transpirasi anakan dengan kondisi fisik lokasi Jalan
K. H. Sholeh Iskandar
Korelasi antara transpirasi anakan dengan kondisi fisik lokasi
Arboretum KSHE
Kemampuan transpirasi per individu rata-rata setiap jenis anakan
Kemampuan transpirasi setiap jenis anakan
8
9
10
10
14
15
17
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
Disain penelitian
Suhu udara di Jalan K. H. Sholeh Iskandar dan Arboretum KSHE
Kelembaban di Jalan K. H. Sholeh Iskandar dan Arboretum KSHE
Intensitas cahaya di Jalan K. H. Sholeh Iskandar dan Arboretum
KSHE
Transpirasi beberapa jenis anakan di Jalan K. H. Sholeh Iskandar
Transpirasi beberapa jenis anakan di Arboretum KSHE
Transpirasi beberapa jenis anakan di Jalan K. H. Sholeh Iskandar dan
Arboretum KSHE
Laju transpirasi rata-rata tiap jenis anakan
5
11
12
12
14
15
16
18
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Suhu udara rata-rata
Kelembaban relatif rata-rata
Intensitas cahaya rata-rata
Bobot rata-rata anakan di Jalan K. H. Sholeh Iskandar
Bobot rata-rata anakan di Arboretum KSHE
Laju transpirasi anakan trembesi, kenari dan simpur
Hasil uji anova rancangan acak kelompok
Hasil uji korelasi terhadap transpirasi
Kondisi lokasi Jalan K. H. Sholeh Iskandar
Kondisi lokasi Arboretum KSHE
Stomata anakan trembesi (Samanea saman)
Stomata anakan kenari (Canarium commune)
Stomata anakan simpur (Dillenia indica)
Kepadatan transportasi di Jalan K. H. Sholeh Iskandar
Peta peletakan anakan di Jalan K. H. Sholeh Iskandar
Peta peletakan anakan di Arboretum KSHE
23
24
25
26
27
28
29
31
33
33
34
35
36
37
38
39
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kualitas lingkungan kota yang buruk merupakan akibat dari berbagai
kegiatan masyarakat kota yang kurang memperhatikan keadaan lingkungannya.
Kualitas lingkungan yang buruk mengakibatkan penurunan kualitas hidup
masyarakat kota. Menurut IUCN (2001) diacu dalam Sakuntaladewi (2014),
diperkirakan pada 2050 korban jiwa akibat bencana iklim bisa mencapai 100 000
orang per tahun dan kerugian ekonomi dunia dapat mencapai US$ 300 miliar per
tahun. Dampak negatif perubahan iklim akan dirasakan berbeda bagi negara
berkembang dan negara maju. Hal ini semakin mendorong pemerintah kota untuk
melakukan upaya-upaya perbaikan kualitas lingkungan kotanya.
Masalah penggenangan air di daerah perkotaan seperti banjir sering terjadi di
kota-kota di Indonesia. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2014),
sekitar 38 % bencana alam di Indonesia adalah banjir dan 3 % bencana alam di
Indonesia adalah banjir disertai longsor. Masalah peningkatan suhu lingkungan saat
ini merupakan masalah global dan telah terjadi di berbagai negara. Hasil sidang
lingkungan hidup sedunia di Jepang, November 1991 menyatakan bahwa
kendaraan bermotor sebagai penghasil CO2 adalah penyebab utama kenaikan suhu
di dunia (Ainy 2012). Hal ini menjadikan banjir dan peningkatan suhu lingkungan
menjadi masalah yang harus ditanggulangi.
Pengembangan hutan kota merupakan salah satu bentuk usaha perbaikan
kualitas lingkungan kota dengan berbagai manfaat yang dimiliki hutan kota. Hutan
kota menurut Fakuara (1987) diacu dalam Dahlan (1992) didefinisikan sebagai
tumbuhan atau vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat
lingkungan yang sebesar-besarnya dalam kegunaan-kegunaan proteksi, estetik,
rekreasi dan kegunaan-kegunaan khusus lainnya. Pendekatan hutan kota melalui
definisi tersebut digunakan oleh Indonesia dalam pembangunan hutan kotanya. PP
No. 63 Tahun 2002 pasal 1 menyatakan bahwa hutan kota adalah suatu hamparan
lahan bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di wilayah perkotaan,
baik pada tanah negara maupun tanah hak yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh
pejabat yang berwenang. Beberapa peranan hutan kota antara lain menyejukkan
udara perkotaan, ameliorasi iklim, penyerap karbon dan mengatasi penggenangan.
Berdasarkan berbagai fungsi tersebut, hutan kota lebih baik dibandingkan taman
dalam memperbaiki lingkungan perkotaan (Dahlan 2004). Menurut Dahlan (2004)
daerah bawah yang digenangi perlu ditanami dengan jenis tanaman yang
mempunyai kemampuan evapotranspirasi tinggi. Evapotranspirasi adalah ukuran
total kehilangan air dari suatu luasan lahan melalui evaporasi permukaan tanah dan
transpirasi permukaan daun (Handoko 1993). Menurut Koto (1991) diacu dalam
Dahlan (2004), hutan kota mampu memodifikasi iklim mikro sebagai akibat dari
naungan dan mendinginkan udara melalui evapotranspirasi. Evapotranspirasi
merupakan kejadian evaporasi tanah dan transpirasi tumbuhan. Tumbuhan
memperoleh air untuk bertranspirasi dari dalam tanah, sehingga air di dalam tanah
akan berkurang persentasenya. Kawasan hutan kota di daerah perkotaan memiliki
luasan yang sempit bila dibandingkan kawasan peruntukan lainnya. Hasil penelitian
Herdiansah (2006) menunjukkan bahwa luas hutan kota di kota Bogor adalah
2
282.58 ha atau hanya sekitar 12.54 % saja dan masih membutuhkan 1970.97 ha lagi
untuk memenuhi luas hutan kota optimal sebagai penyerap gas karbondioksida
untuk kota Bogor. Pohon terutama jenis pohon dengan transpirasi tinggi akan
membantu mengatasi masalah penggenangan di daerah perkotaan dengan
mengefektifkan lahan hutan kota yang sempit di daerah perkotaan.
Bogor merupakan salah satu kota di Indonesia yang telah banyak berkembang
dan padat akan transportasi. Lokasi Jalan K. H. Sholeh Iskandar merupakan salah
satu lokasi padat transportasi di daerah kota Bogor dan sering mengalami
penggenangan saat terjadi hujan. Penanggulangan penggenangan air dapat
dilakukan dengan penanaman jenis-jenis pohon dengan transpirasi tinggi (Dahlan
2004). Kondisi lokasi perkotaan yang memiliki suhu tinggi akan mempengaruhi
proses transpirasi. Menurut Dwidjoseputro (1980), faktor-faktor luar yang
mempengaruhitranspirasi adalah sinar matahari, temperatur, kebasahan udara,
angin dan keadaan air di dalam tanah. Reaksi pembakaran pada alat transportasi
akan menghasilkan panas (Wardhana 2007). Panas akan mempengaruhi lingkungan
sekitar lokasi padat transportasi dengan cenderung meningkatkan suhu udara,
sehingga perlu dilakukan penelitian terhadap kemampuan transpirasi anakan pohon
di daerah padat transportasi.
Fakuara (1986) menyatakan bahwa pengendalian komposisi jenis merupakan
salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam penanaman hutan kota. Mengingat
pentingnya pemilihan jenis dalam pembangunan hutan kota, maka dilakukan
penelitian pada tiga jenis pohon yang telah diteliti sebelumnya dan mampu
menyerap karbondioksida dengan baik, yaitu trembesi (Samanea saman), kenari
(Canarium commune) dan simpur (Dillenia indica). Menurut Lailati (2008) pohon
jenis kenari (Canarium asperum) memiliki daya serap CO2 sebesar 106.75 kg per
hari per pohon, menurut Purwaningsih (2007) pohon jenis trembesi (Samanea
saman) memiliki daya serap CO2 sebesar 66.3 kg per hari per pohon, sedangkan
menurut Ardiansyah (2009) pohon jenis simpur (Dillenia indica) memiliki daya
serap CO2 sebesar 7.79 kg per hari per pohon.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
1. Mengetahui pengaruh suhu udara, kelembaban relatif dan intensitas cahaya
terhadap transpirasi anakan pohon trembesi (Samanea saman), kenari
(Canarium commune) dan simpur (Dillenia indica) pada dua kondisi
lingkungan yang berbeda.
2. Mengetahui kemampuan transpirasi anakan pohon trembesi (Samanea saman),
kenari (Canarium commune) dan simpur (Dillenia indica) dalam studi
pemilihan jenis pohon hutan kota.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan usulan kepada Pemerintah Kota
Bogor dalam pemilihan jenis pohon hutan kota untuk mengatasi masalah
penggenangan air dan peningkatan suhu lingkungan melalui pembangunan hutan
kota.
3
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan secara bersamaan di dua lokasi yaitu Jalan K. H. Sholeh
Iskandar dan Arboretum KSHE IPB Bogor. Lokasi Jalan K. H. Sholeh Iskandar
sebagai perwakilan lokasi padat kendaraan dan Arboretum Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (Arboretum KSHE) IPB sebagai perwakilan
lokasi bervegetasi pepohonan. Titik peletakan anakan di Jalan K. H. Sholeh
Iskandar dan di Arboretum KSHE dapat dilihat pada Lampiran 15 dan Lampiran
16. Penelitian dilaksanakan selama satu setengah bulan. Waktu penelitian dimulai
akhir bulan Mei 2014 sampai dengan awal bulan Juli 2014.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah spidol permanen, label, alat
tulis, tally sheet, timbangan digital, alat pemotret, polybag, termometer ruangan,
kapas, sprayer, mikroskop, kaca objek, kaca preparat dan pengukur intensitas
cahaya (Lux meter), sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
karton tebal berwarna hitam, bambu, kertas milimeter blok, cat kuku berwarna
bening, bambu, kawat, paku, plastik bening, dengan objek penelitian adalah 20
anakan pohon kenari (Canarium commune), 20 anakan pohon trembesi (Samanea
saman) dan 20 anakan pohon simpur (Dillenia indica) berumur 4 bulan dari
pembibitan di Ciapus, Bogor.
Prosedur Penelitian
Persiapan anakan
Anakan yang akan diteliti diseleksi berdasarkan kesamaan umur, tinggi dan
jumlah daun. Anakan tersebut harus sehat, tidak terserang hama dan penyakit.
Jumlah anakan yang digunakan adalah 30 sampel anakan untuk masing-masing
lokasi. Jumlah anakan yang diambil 30 sampel dengan pengulangan sebanyak 10
kali untuk masing-masing jenis di tiap lokasi. Anakan tersebut diletakkan di Jalan
K. H. Sholeh Iskandar sebagai perwakilan lokasi padat kendaraan, sedangkan 30
anakan lainnya dengan pengulangan 10 kali untuk masing-masing jenis diletakkan
di Arboretum Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata IPB
Darmaga sebagai perwakilan lokasi bervegetasi.
Setiap individu anakan diberi label yang mewakili nomor, jenis dan lokasi
peletakan untuk mempermudah pengamatan. Anakan kemudian dibiarkan selama
11 hari mulai tanggal 1 Juni 2014 s.d. 11 Juni 2014 di lokasi penelitian sehingga
kondisi anakan dapat stabil dan sudah dapat beradaptasi dengan lingkungannya.
Persiapan lokasi
Lokasi dipilih berdasarkan keterwakilan lokasi yang padat transportasi yaitu
Jalan K. H. Sholeh Iskandar serta keterwakilan lokasi yang bervegetasi yaitu
Arboretum Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata sebagai
pembanding. Titik peletakan anakan yang akan dipilih memiliki luasan yang cukup
4
untuk peletakan 30 buah anakan, terkena cahaya matahari secara langsung dan
lokasi terlebih dahulu dibersihkan dari kotoran yang ada.
Pemeliharaan anakan selama waktu perlakuan
Pemeliharaan anakan dilakukan selama pengamatan dengan penyiraman dan
penyiangan. Penyiraman dilakukan sebanyak dua kali dalam sehari yaitu pagi hari
sebelum dilakukan pengamatan dan sore hari setelah pengamatan selesai.
Penyiraman dilakukan dengan menyiram seluruh bagian tubuh anakan termasuk
tanahnya. Penyiangan dilakukan saat ada gulma yang tumbuh di polybag sehingga
tidak ada persaingan nutrisi yang terjadi.
Parameter yang diamati
Parameter utama yang diamati adalah besarnya kehilangan bobot tiap anakan
dalam polybag dalam interval waktu dua jam. Parameter lainnya yang diamati
adalah suhu udara, kelembaban relatif, intensitas cahaya di sekitar anakan, jumlah
stomata dan luas permukaan daun. Berikut metode pengambilan data parameter
tersebut:
1. Transpirasi
Metode pengukuran trnaspirasi adalah metode gravimetrik dan
pengukuran gasometrik dari transpirasi. Metode gravimetrik mengukur
transpirasi melalui perubahan bobot, sedangkan metode gasometrik mengukur
transpirasi dengan mengamati uap air yang dihasilkan oleh daun pada
lingkungan yang terkendali (Moore dan Chapman 1986). Pengukuran
transpirasi ketiga jenis anakan ini dilakukan dengan teknik gravimetrik, yaitu
mengukur perubahan bobot setiap anakan. Pengukuran dilakukan setelah
media tanah ditutup rapat dengan lembaran karton hitam tebal, sehingga tanah
tidak mengalami evaporasi. Metode pengukuran transpirasi dilakukan
menggunakan timbangan digital. Interval waktu pengukuran dilakukan selama
2 (dua) jam berturut-turut mulai dari pukul 08.00, 10.00, 12.00, 14.00 hingga
pukul 16.00 WIB. Cara demikian dimaksudkan agar kehilangan bobot anakan
bisa diketahui dan hal tersebut menunjukkan besarnya transpirasi anakan
(Fakuara dan Soekotjo 1986). Pengukuran transpirasi dilakukan satu hari sekali
dengan pengambilan data secara bersamaan di kedua lokasi penelitian.
Pengukuran dilakukan sebanyak 15 kali dalam satu bulan di kedua lokasi
tersebut.
2. Kondisi lingkungan
Kondisi lingkungan yang diukur adalah data suhu udara, kelembaban
udara dan intensitas cahaya di lokasi penelitian, yaitu di Jalan K. H. Sholeh
Iskandar dan di Arboretum Fakultas Kehutanan. Pengukuran suhu udara,
kelembaban udara dan intensitas cahaya dilakukan setelah pengambilan data
transpirasi untuk melihat perubahan transpirasi terhadap parameter-parameter
tersebut. Pengukuran dilakukan pukul 08.30, 10.30, 12.30, 14.30 dan 16.30
WIB setelah pengukuran bobot dilakukan.
3. Kerapatan stomata
Penghitungan jumlah stomata dilakukan di akhir penelitian sehingga
tidak mengganggu proses transpirasi anakan selama pengamatan dilakukan.
Penghitungan jumlah stomata dilakukan dengan menggunakan cara berikut :
5
1. Memilih daun contoh dari masing-masing jenis yang akan diamati lalu
dibersihkan.
2. Kuteks bening dioleskan pada bagian tengah permukaan atas dan
permukaan bawah daun searah dengan tulang daun. Hal tersebut
dimaksudkan agar bentuk permukaan stomata dapat tertempel pada kuteks
bening.
3. Daun yang telah diolesi kuteks bening dipetik dan biarkan mengering serta
disimpan di dalam plastik.
4. Kuteks bening yang telah mengering dikupas secara halus dengan
menggunakan pisau cutter dan hasil kupasan diletakkan pada kaca objek
dan ditutup dengan kaca penutup (cover glass).
5. Preparat diamati di bawah mikroskop binokuler pada perbesaran 10 x 10
dengan mengamati lima bidang pandang untuk tiap sampel.
6. Hitung jumlah stomata rata-rata per milimeter persegi.
4. Luas daun
Penghitungan luas daun dilakukan setelah pengambilan data transpirasi,
yaitu di akhir penelitian. Penghitungan luas daun menggunakan kertas
milimeter. Metode kertas milimeter sangat sederhana dan hanya memerlukan
kertas milimeter dan peralatan untuk menggambar (Sitompul dan Guritno
1995). Pada dasarnya daun digambar yaitu dengan menggambar pola daun di
atas kertas milimeter blok lalu menghitung luasan daun dengan menghitung
jumlah kotak yang masuk dalam pola daun.
Pelaksanaan penelitian
Penelitian dilakukan di dua lokasi yang mewakili lokasi padat transportasi
dan lokasi bervegetasi, yaitu Jalan K. H. Sholeh Iskandar dan Arboretum
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Anakan berjumlah 30
buah, dengan 10 buah anakan dengan jenis sama diletakkan dalam satu blok yang
sama untuk memudahkan pengamatan. Pengambilan data akan dilakukan setiap
satu hari sekali dengan lima kali pengambilan data transpirasi, suhu udara,
kelembaban dan intensitas cahaya. Disain penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini seperti pada Gambar 1.
Lokasi
padat
transportasi Jalan
KHSI (I)
Trembesi (a)
Kenari (b)
Simpur (c)
Lokasi
bervegetasi
Arboretum KSHE
(II)
Gambar 1 Disain penelitian
Analisis Data
Laju transpirasi
Laju transpirasi diukur per individu anakan pohon dengan menghitung
kehilangan bobot dari anakan lalu dibagi dengan lama waktu interval pengukuran.
Hasil pengukuran terhadap bobot rata-rata anakan di kedua lokasi dapat dilihat pada
6
Lampiran 4 dan Lampiran 5. Rumus untuk mengukur laju transpirasi dapat dilihat
sebagai berikut.
� −�
Tji = � �−
Tj =
∑
�
∑
Keterangan :
T
= Laju transpirasi rata-rata (g H20/ jam)
X
= Bobot anakan dan media (g)
I
= Interval waktu pengukuran (jam)
j
= jenis anakan pohon (j=1,2,3)
i
= Ulangan pengukuran (i=1,2,3,4)
Laju transpirasi juga dihitung berdasarkan luas permukaan daun dan jumlah
stomata untuk melihat pengaruhnya terhadap laju transpirasi anakan pohon.
Kerapatan stomata
Kerapatan stomata menunjukkan banyaknya stomata dalam tiap satuan luas
yang digunakan, yaitu mm2. Kerapatan stomata dapat diukur dengan persamaan
berikut :
J
a
a a a a− a a
Kerapatan stomata =
L a B da
Luas bidang pandang = π D2
Pa da
4
Keterangan :
D = diameter bidang pandang (D=0,25 mm)
Perbandingan kemampuan transpirasi tiap jenis anakan di Jalan K. H. Sholeh
Iskandar dan Arboretum KSHE
Data transpirasi dianalisis dengan cara statistik melalui rancangan percobaan.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dan
dihitung menggunakan software SAS 9.1.3 Por1
Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Keterangan :
I
= 1, 2, 3, 4; j = 1, 2, 3, 4 dan k = 1, 2, 3, 4
Yijk = nilai pengamatan kombinasi perlakuan ij pada satuan percobaan ke-k
μ
= rataan umum
αI
= pengaruh perlakuan ke-i dari faktor jenis anakan pohon
βj
= pengaruh perlakuan ke-j dari faktor lokasi anakan pohon
(αβ)ij = pengaruh interaksi taraf ke-i dan taraf ke-j
εijk
= pengaruh acak kombinasi perlakuan ij dari satuan percobaan ke-k.
Bentuk hipotesis yang diuji dalam rancangan dua faktor dalam rancangan acak
lengkap adalah sebagai berikut.
Pengaruh utama jenis anakan pohon:
H0 : α1 = α2 = α3 = 0
H1 : paling sedikit ada satu i dengan αi≠ 0
Pengaruh utama lokasi :
H0 : β1 = β2 = 0
7
H1 : paling sedikit ada satu j dengan β ≠ 0
Pengaruh sederhana (interaksi) jenis anakan pohon dengan lingkungan:
H0 : αβ11 = αβ12 = ... = (βα)32
H1 : paling sedikit ada sepasang (i,j) dengan (αβ)ij ≠ 0
Rumus perhitungan Uji t yang digunakan untuk adalah :
� −�
1. Thitung =
� − �
= √2 S2/n
2. Sy1 - y2
3. S2
=
−
−
4. (n1-1)s12 = Σy12 –
5. (n2-1)s22 = Σy22 –
+
+
��
�
��
−
−
�
Keterangan :
y1, y2
: Transpirasi
y1, y2
: Rata-rata transpirasi
Sy1 – y2
: Simpangan baku beda nilai tengah contoh dari populasi
2
S
: Ragam contoh
n1, n2
: Jumlah pengamatan
(n1-1),(n2-1) : Derajat bebas
Asumsi yang digunakan pada penelitian ini adalah :
Jika thitung> ttabel maka H1 diterima dan H0 ditolak :
H0 : Diduga tidak ada pengaruh lokasi padat transportasi terhadap transpirasi
anakan.
H1 : Diduga ada pengaruh lokasi padat transportasi terhadap transpirasi anakan.
Bila thitung> ttabel, maka menunjukkan adanya perbedan antara parameter
tanaman perlakuan dengan parameter tanaman kontrol, berarti perlakuan lokasi
padat transportasi berpengaruh nyata terhadap tanaman. Sebaliknya, apabila thitung<
ttabel, maka perlakuan lokasi padat transportasi tidak berpengaruh secara nyata
terhadap tanaman. Hasil perhitungan rancang acak kelompok menggunakan
software SAS 9.1.3 Portable dapat dilihat pada Lampiran 7.
Hubungan kemampuan transpirasi tiap jenis anakan dan pengaruh faktor
ekternal terhadap transpirasi
Data transpirasi tiap jenis anakan diuji dengan uji korelasi. Uji korelasi
bertujuan untuk melihat hubungan suhu udara, kelembaban relatif dan intensitas
cahaya terhadap kemampuan transpirasi tiap jenis anakan pohon. Uji korelasi
dilakukan dengan menggunakan software Minitab 15.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Internal Anakan Trembesi, Kenari dan Simpur
Trembesi (Samanea saman)
Trembesi (Samanea saman) merupakan tanaman pelindung yang mempunyai
banyak manfaat. Trembesi dapat bertahan 2-4 bulan atau lebih lama di daerah yang
8
mempunyai curah hujan 40 mm/bulan (dry season) atau bahkan dapat hidup lebih
lama tergantung usia, ukuran pohon, temperatur dan tanah. Trembesi berbentuk
melebar seperti payung (canopy), pohon yang masuk dalam sub famili Mimosaceae
dan famili Fabaceae ini biasa ditanam sebagai tumbuhan pembawa keteduhan.
Uniknya, daun pohon saman bisa menutup seperti daun putri malu, yaitu 1,5 jam
sebelum matahari terbenam dan akan kembali mekar saat esok paginya setelah
matahari terbit serta ketika hujan. Daun trembesi merupakan daun majemuk yang
tumbuh melebar seperti pohon beringin, tetapi tidak simetris alias tidak seimbang.
Bijinya mirip dengan biji kedelai, hanya warna cokelatnya lebih gelap. Bunganya
menyerupai bulu-bulu halus yang ujungnya berwarna kuning, sementara pada dasar
bunga berwarna merah. Buahnya memanjang, berwarna hitam kala masak dan biasa
gugur ketika sehabis matang dalam keadaan terpecah. Setiap panjang tangkainya
berukuran 7-10 sentimeter. Tumbuhan ini berasal dari Amerika tropik namun
sekarang tersebar di seluruh daerah tropika. Di Indonesia, orang menjuluki tanaman
ini dengan sebutan Ki Hujan atau trembesi, sementara dalam bahasa Inggris
dinamai rain tree (pohon hujan), monkeypod atau saman. Asal muasalnya dari
Hawaii, tetapi banyak tersebar di kepulauan Samoa, daratan Mikronesia, Guam, Fiji,
Papua Nugini dan Indonesia (Munir dan Swasono 2013). Manfaat trembesi
diantaranya mampu menyerap air tanah yang kuat, polong buahnya dapat dimakan
oleh hewan ternak di areal padang penggembalaan, makanan bagi semut dan lebah,
humus dari daun dan buahnya merupakan media yang baik untuk mikroorganisme
tanah dan penyerap gas CO2 yang tinggi (Dachlan 2013).
Pengamatan terhadap anakan trembesi terdapat pada Tabel 1 dengan jumlah
daun rata-rata 14 daun per anakan, kerapatan stomata di permukaan atas daun
sebesar 3123 per mm2, kerapatan stomata di permukaan bawah daun sebesar 22 384
per mm2 dan luas daun rata-rata adalah 1048 mm2 per daun.
Tabel 1 Karakteristik internal anakan trembesi (Samanea saman)
Kerapatan stomata
Jumlah daun
(stomata/mm2)
Luas daun
Lokasi
(daun/
Permukaan Permukaan (mm2/daun)
individu)
atas daun bawah daun
Jl K. H. Sholeh
16
1029
Iskandar
3123
19 261
Arboretum KSHE
11
1067
Rata-rata
14
11 192
1048
Kenari (Canarium commune)
Kenari (Canarium commune) adalah tanaman asli Indonesia. Penyebaran
jenis ini meliputi Bawean, Kangean, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa
Tenggara, Irian Jaya, Papua Nugini, Filipina, Sarawak, Sabah dan Kepulauan
Solomon. Jenis ini tumbuh di tanah rendah pada ketinggian 500 mdpl, kadangkadang juga pada ketinggian di atas 1000 m dpl, dalam hutan primer hutan sekunder
savana dan hutan berawa (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 1977). Kenari
digolongkan dalam famili Burseraceae (Sastrapradja et al. 1977 diacu dalam
Purnamasari 2003). Prana (1973) diacu dalam Punamasari (2003) mengemukakan
bahwa kenari mudah dikenali bila sudah cukup besar. Kenari memiliki akar papan
9
yang berliku-liku, tingginya dapat mencapai 30 meter dengan kulit batang berwarna
keabu-abuan. Buah yang masih muda berwarna hijau, sedangkan yang tua berwarna
kebiru-biruan diliputi dengan lapisan lilin. Jumlah pohon kenari sebagai pohon tepi
jalan di Bogor lebih banyak dibandingkan pohon jenis lain dan cenderung dominan
di beberapa jalan (Cahyono 1993) diacu dalam Purnamasari (2003). Dominannya
kenari pada beberapa ruas jalan di kota Bogor merupakan replikasi dari penanaman
kenari yang berada di jalan Kenari, Kebun Raya Bogor pada masa kolonial Belanda
tahun 1896.
Kenari di kota Bogor termasuk tumbuhan yang banyak digunakan oleh
masyarakat. Biji kenari untuk konsumsi masyarakat, kulit atau tempurung buahnya
dibuat menjadi bahan kerajinan, kayu kenari dapat digunakan untuk bahan
bangunan, damar dari batangnya digunakan untuk bahan bakar lampu, dempul ka
kapal dan cat. Kenari dapat juga berfungsi sebagai pohon pelindung dan pohon tepi
jalan dari segi lanskap. Menurut Setiawati (2000) pohon kenari termasuk jenis
pohon yang tahan terhadap pencemaran udara dan dapat disarankan menjadi pohon
peneduh pada lanskap jalan raya yang padat lalu lintasnya.
Pengamatan terhadap anakan kenari terdapat pada Tabel 2 dengan jumlah
daun rata-rata 6 anak daun per anakan, kerapatan stomata di permukaan bawah daun
sebesar 5385 per mm2 sedangkan pada permukaan atas daun kenari tidak ada
stomata dan luas daun rata-rata adalah 3039 mm2 per anak daun. Menurut
Dwidjoseputro (1980) pada umumnya stomata terletak di permukaan daun bagian
bawah, sehingga ketidakadaan stomata pada permukaan atas daun kenari adalah
normal.
Tabel 2 Karakteristik internal anakan kenari (Canarium commune)
Kerapatan stomata
Jumlah anak
Luas anak
(stomata/mm2)
daun
daun
Lokasi
(anak daun/ Permukaan Permukaaan (mm2/anak
individu)
daun)
atas daun bawah daun
Jl K. H. Sholeh
7
2864
Iskandar
0
5385
Arboretum KSHE
5
2554
Rata-rata
6
2693
2351
Simpur (Dillenia indica)
Simpur (Dillenia indica) termasuk dalam famili Dilleniaceae dan memiliki
nama lokal pohon sempur. Pohon simpur berbatang tegak, daun tunggal dengan tepi
daun bergerigi dan bersayap pada tangkai batang. Buah berupa buah buni dengan
warna putih kehijauan. Manfaat simpur sebagian besar adalah sebagai obat.
Beberapa manfaat simpur diantaranya sebagai obat sariawan dan penyegar badan,
yaitu bagian buahnya. Daun simpur bermanfaat untuk mencegah pendarahan saat
melahirkan dan penyubur rambut (Yayasan Titian 2014).
Pengamatan terhadap anakan simpur terdapat pada Tabel 3 dengan jumlah
daun rata-rata 10 daun per anakan, kerapatan stomata di permukaan atas daun
sebesar 224 per mm2, kerapatan stomata di permukaan bawah daun sebesar 6172
per mm2 dan luas daun rata-rata adalah 2351 mm2 per daun. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa berdasarkan jumlah daun per individu dan kerapatan stomata,
10
dari yang terbesar hingga ke yang terkecil nilainya adalah trembesi, simpur, lalu
kenari. Berdasarkan luas daun, nilai dari yang terbesar ke yang terkecil adalah
kenari, simpur dan trembesi.
Tabel 3 Karakteristik internal anakan simpur (Dillenia indica)
Kerapatan stomata
Jumlah
(stomata/mm2)
daun
Luas daun
Lokasi
(daun/
Permukaan Permukaan (mm2/daun)
individu)
atas daun bawah daun
Jl K. H. Sholeh
9
2148
Iskandar
224
6172
Arboretum KSHE
10
2554
Rata-rata
10
3198
2351
Kondisi Suhu Udara, Kelembaban Relatif dan Intensitas Cahaya di Jalan K.
H. Sholeh Iskandar dan Arboretum KSHE
Suhu udara, kelembaban relatif dan intensitas cahaya merupakan faktor
eksternal dari transpirasi yang diukur di lokasi penelitian. Hasil pengukuran
terdapat pada Tabel 4.
Tabel 4 Nilai suhu udara, kelembaban relatif dan intensitas cahaya rata-rata
per waktu pengamatan
Intensitas cahaya
Suhu udara (oC)
Kelembaban (%)
(lux)
Waktu
Arboretum
Jl
Arboretum
Jl
Arboretum
Jl KHSI
KSHE
KSHE
KSHE
KHSI
KHSI
08.30
32
26
67
89
192
41
10.30
34
29
60
74
280
123
12.30
34
31
61
67
302
132
14.30
32
30
65
70
100
90
16.30
28
27
77
78
42
18
* Jl KHSI : Jalan K. H. Sholeh Iskandar
Suhu udara
Suhu udara merupakan salah satu faktor internal yang berpengaruh secara
langsung pada kemampuan transpirasi. Suhu yang terlalu tinggi ataupun terlalu
rendah akan mengganggu kenyamanan. Pada daerah tropis kondisi kenyamanan
relatif yang dirasakan manusia bila berada pada suhu 27-28 oC (Laurie 1990). Suhu
udara perkotaan dipengaruhi oleh kegiatan manusia di dalamnya. Pengaruh suhu
udara terhadap makhluk hidup sangat besar dimana tanaman memerlukan suhu
tertentu untuk bertumbuh dengan baik (Kartaspoetra 2004). Suhu udara yang
diperoleh merupakan suhu ambien sekitar anakan yang diamati, sehingga nilai suhu
adalah suhu udara yang diterima oleh anakan. Nilai suhu udara yang diambil
kemudian dirata-ratakan dan grafik suhu udara dapat dilihat pada Gambar 2.
11
40,000
Celcius (oC)
32
34
34
32
28
30,000
29
20,000
31
30
26
10,000
27
Arboretum KSHE
Jl K.H. Sholeh Iskandar
0,000
08.30
10.30
12.30
14.30
16.30
Waktu
Gambar 2 Suhu udara di Jalan K. H. Sholeh Iskandar
dan Arboretum KSHE
Gambar 2 menunjukkan bahwa di Jalan K. H. Sholeh Iskandar suhu rataan
tertinggi terdapat pada pukul 10.30 WIB dan 12.30 WIB yaitu 34 oC, sedangkan
suhu terendah pada pukul 16.30 WIB yaitu sebesar 28 oC. Pada Arboretum KSHE,
suhu tertinggi pada pukul 12.30 WIB yaitu 31 oC, sedangkan suhu terendah pada
pukul 08.30 WIB yaitu sebesar 26 oC. Secara keseluruhan, suhu udara rataan di
Jalan K. H. Sholeh Iskandar lebih tinggi dibandingkan suhu udara rataan di
Arboretum KSHE. Hal ini sesuai dengan Kartasapoetra (2004) yang menyatakan
bahwa penutupan tanah, yaitu yang ditutupi vegetasi mempunyai temperatur yang
lebih rendah dibandingkan dengan tanah tanpa vegetasi. Kondisi Arboretum KSHE
dengan tutupan vegetasi yang lebih banyak menghasilkan suhu yang lebih rendah
dibandingkan di Jalan K. H. Sholeh Iskandar. Hasil pengukuran terhadap suhu
udara di kedua lokasi dapat dilihat pada Lampiran 1.
Kondisi suhu udara yang berbeda tersebut akan memberikan pengaruh yang
berbeda terhadap transpirasi anakan yang diteliti. Menurut Dwidjoseputro (1980),
salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi transpirasi adalah suhu udara. Suhu
udara mempengaruhi suhu permukaan daun, semakin tinggi suhu udara, maka
panas yang terpapar ke permukaan daun akan semakin tinggi sehingga perlu
dilakukan penurunan suhu permukaan daun melalui aktivitas transpirasi. Semakin
tinggi suhu udara, maka semakin tinggi pula transpirasi yang terjadi.
Kelembaban relatif
Kelembaban relatif merupakan perbandingan jumlah uap air di udara dengan
jumlah maksimum uap air yang dikandung udara pada temperatur tertentu, yang
dinyatakan dalam persen (%). Kelembaban relatif diperoleh dari tabel kelembaban
dengan mencocokkan selisih suhu bola basah dan bola kering dengan suhu bola
kering. Nilai kelembaban relatif yang diambil kemudian dirata-ratakan dan grafik
suhu udara dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 menunjukkan bahwa di lokasi Jalan K. H. Sholeh Iskandar
kelembaban relatif tertinggi terdapat pada pukul 16.30 WIB yaitu sebesar 77 %,
sedangkan kelembaban relatif terendah pada pukul 10.30 WIB yaitu sebesar 60 %.
Pada Arboretum KSHE, kelembaban relatif tertinggi terdapat pada pukul 08.30
WIB yaitu sebesar 89 %, sedangkan kelembaban relatif terendah terdapat pada
pukul 12.30 WIB yaitu sebesar 67 %. Hasil pengukuran terhadap kelembaban udara
12
di kedua lokasi dapat dilihat pada Lampiran 2. Secara keseluruhan, kelembaban
relatif Arboretum KSHE di lebih tinggi dibandingkan kelembaban relatif di Jalan
K. H. Sholeh Iskandar. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi yang berbeda tersebut
akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap transpirasi anakan yang diteliti.
Menurut Dwidjoseputro (1980), faktor eksternal lain yang mempengaruhi
transpirasi selain suhu adalah kelembaban relatif.
100,000
89
74
80,000
70
78
77
60,000
Persen (%)
67
67
40,000
60
61
20,000
65
Jl K.H. Sholeh Iskandar
Arboretum KSHE
0,000
08.30
10.30
12.30
Waktu
14.30
16.30
Gambar 3 Kelembaban relatif di Jalan K. H. Sholeh
Iskandar dan Arboretum KSHE
Intensitas cahaya
Intensitas cahaya yang diambil merupakan nilai yang diperoleh dari alat yang
bernama luxmeter. Intensitas cahaya merupakan faktor eksternal yang
mempengaruhi transpirasi karena intensitas cahaya sangat mempengaruhi
pembukaan stomata. Stomata yang terbuka merupakan tempat keluarnya uap air
untuk proses transpirasi. Hasil pengukuran terhadap intensitas cahaya terdapat pada
Gambar 4.
350
280
300
302
Jl K.H. Sholeh Iskandar
arboretum KSHE
250
Lux
192
200
150
100
100
123
132
42
90
50
41
18
0
08.30
10.30
12.30
Waktu
14.30
16.30
Gambar 4 Intensitas cahaya di Jalan K. H. Sholeh
Iskandar dan Arboretum KSHE
Gambar 4 menunjukkan bahwa di Jalan K. H. Sholeh Iskandar Intensitas
cahaya tertinggi terdapat pada pukul 12.30 WIB yaitu sebesar 302 lux, sedangkan
intensitas cahaya terendah pada pukul 16.30 WIB yaitu sebesar 42 lux. Hasil
pengukuran intensitas cahaya di kedua lokasi dapat dilihat pada Lampiran 3. Pada
Arboretum KSHE, intensitas cahaya tertinggi terdapat pada pukul 12.30 WIB yaitu
sebesar 132 lux, sedangkan intensitas cahaya terendah terdapat pada pukul 16.30
13
WIB yaitu sebesar 18 lux. Secara keseluruhan, intensitas cahaya di Jalan K. H.
Sholeh Iskandar lebih tinggi dibandingkan intensitas cahaya di Arboretum KSHE.
Hal ini menunjukkan bahwa kondisi yang berbeda tersebut akan memberikan
pengaruh yang berbeda terhadap transpirasi anakan yang diteliti. Menurut
Dwidjoseputro (1980), faktor eksternal lain yang mempengaruhi transpirasi selain
suhu dan kelembaban relatif adalah intensitas cahaya.
Kemampuan Transpirasi Anakan di Jalan K. H. Sholeh Iskandar dan
Arboretum KSHE
Transpirasi merupakan proses kehilangan air dalam bentuk uap air dari
jaringan tumbuhan melalui stomata (Lakitan 2008). Hasil transpirasi pada
kenyataannya tidak hanya dikeluarkan oleh stomata, namun juga kutikula dan
lentisel, tetapi transpirasi yang umum dibicarakan adalah melalui daun karena
hilangnya molekul-molekul air dari tubuh tumbuhan itu sebagian besar adalah lewat
daun. Transpirasi memiliki manfaat bagi tubuh tumbuhan itu sendiri, yaitu
mempercepat laju pengangkutan unsur hara melalui pembuluh xilem, menjaga
turgiditas sel tumbuhan agar tetap berada pada kondisi optimal dan sebagai salah
satu cara untuk menjaga suhu permukaan daun. Pencegahan kenaikan temperatur
yang membahayakan juga dapat dilakukan karena sebagian besar dari sinar
matahari yang memancar itu digunakan untuk penguapan air. Suhu permukaan daun
yang tinggi akan didinginkan dengan air yang dialirkan menuju daun sehingga
panas dari permukaan daun terbawa ke udara melalui uap air hasil transpirasi.
Transpirasi vegetasi bagi lingkungan memiliki manfaat dalam menanggulangi
penggenangan air. Transpirasi mempengaruhi kecepatan pengangkutan garamgaram mineral terutama melalui xilem dari akar ke daun (Dwidjoseputro 1980).
Kemampuan transpirasi di Jalan K. H. Sholeh Iskandar
Jalan K. H. Sholeh Iskandar merupakan lokasi yang mewakili kondisi
lingkungan yang padat transportasi. Hasil pengamatan terhadap kepadatan
transportasi selama dua hari di lokasi tersebut terdapat pada Lampiran 14.
Kendaraan yang melintasi Jalan K. H. Sholeh Iskandar setiap harinya mencapai
7761 kendaraan bermotor per jam atau 2-3 kendaraan bermotor per detik. Sepeda
motor menjadi kendaraan bermotor yang paling banyak melintasi lokasi tersebut
kemudian disusul oleh mobil pribadi dan pick up, truk dan bus, kemudian angkutan
umum. Hasil pengukuran terhadap kemampuan transpirasi anakan terdapat dalam
tabel pada Lampiran 6. Tabel tersebut menunjukkan transpirasi di Jalan K. H.
Sholeh Iskandar untuk jenis trembesi yaitu sebesar 3.64 gram per jam per individu,
sedangkan untuk jenis kenari adalah sebesar 2.27 gram per jam per individu dan
untuk jenis simpur adalah sebesar 2.91 gram per jam per individu. Hal ini
menunjukkan bahwa kemampuan transpirasi anakan jenis yang diteliti dari yang
terbesar hingga terkecil adalah trembesi, simpur, kemudian kenari. Data transpirasi
tiap jenis anakan per dua jam pengambilan data dapat terlihat pada Gambar 5.
Gambar 5 menunjukkan bahwa transpirasi tiap jenis anakan meningkat pada
pukul 10.00 WIB-12.00 WIB lalu menurun pada pukul 12.00 WIB-16.00 WIB. Pola
yang terlihat pada grafik hampir sama untuk semua jenis anakan. Hal ini sesuai
14
dengan penelitian Chen et al. (2011) yang menyatakan bahwa transpirasi pohon
menunjukkan pola yang sama baik jenis yang berbeda, maupun umur dan diameter
anakan pohon yang berbeda.
5,000
Gram/jam
4,000
3,000
4.45
3.51
3.01
2.35
3.54
4.03
2.55
3,103
2.41
2.56
1.98
1.76
12.00-14.00
14.00-16.00
2,000
Trembesi
1,000
0,000
Kenari
Simpur
08.00-10.00
10.00-12.00
Waktu
Gambar 5 Transpirasi beberapa jenis anakan di Jalan
K. H. Sholeh Iskandar
Berdasarkan pengamatan kondisi fisik lokasi Jalan K. H. Sholeh Iskandar
pada Tabel 4, terdapat perbedaan kondisi suhu udara, kelembaban relatif dan
intensitas cahaya setiap dua jam pengamatan. Uji korelasi kemudian dilakukan
untuk melihat pengaruh suhu udara, kelembaban relatif dan intensitas cahaya di
lokasi Jalan K. H. Sholeh Iskandar terhadap transpirasi anakan yang diamati. Uji
korelasi juga menunjukkan besar kekuatan pengaruh suhu udara, kelembaban relatif
dan intensitas cahaya di kedua lokasi dan ditunjukkan oleh Tabel 5.
Tabel 5 Korelasi antara transpirasi anakan dengan kondisi fisik lokasi Jalan K.
H. Sholeh Iskandar
Kelembaban
Jenis
Suhu Udara
Intensitas Cahaya
Relatif
Trembesi
0.635
-0.628
0.427
Kenari
0.493
-0.492
0.446
Simpur
0.690
-0.639
0.595
Hasil korelasi tersebut menunjukkan bahwa kelembaban relatif memiliki
pengaruh negatif terhadap transpirasi, artinya transpirasi akan meningkat dengan
menurunnya nilai kelembaban relatif. Suhu udara dan intensitas cahaya memiliki
korelasi yang positif terhadap transpirasi, artinya transpirasi akan meningkat
dengan meningkatnya nilai suhu udara dan intensitas cahaya. Kekuatan korelasi
terbesar untuk transpirasi anakan trembesi dan simpur adalah suhu udara,
sedangkan untuk anakan kenari adalah kelembaban relatif. Hasil perhitungan
korelasi faktor eksternal terhadap transpirasi dapat dilihat pada Lampiran 8.
Kemampuan transpirasi di Arboretum KSHE
Arboretum KSHE merupakan lokasi yang mewakili lingkungan bervegetasi
pepohonan dan juga sebagai pembanding dengan lokasi Jalan K. H. Sholeh Iskandar.
Arboretum KSHE terletak di tengah-tengah kampus IPB Darmaga yang merupakan
kampus biodiversitas. Tabel pada Lampiran 6 menunjukkan transpirasi di
15
Arboretum KSHE untuk jenis trembesi yaitu sebesar 1.89 gram per jam per individu,
sedangkan untuk jenis kenari adalah sebesar 1.60 gram per jam per individu dan
untuk jenis simpur adalah sebesar 2.19 gram per jam per individu. Hal ini
menunjukkan bahwa kemampuan transpirasi anakan jenis yang diteliti dari yang
terbesar hingga terkecil adalah simpur, trembesi, lalu kenari. Hasil ini berbeda
dengan transpirasi anakan di lokasi Jalan K. H. Sholeh Iskandar. Faktor internal
yang mempengaruhi kemampuan transpirasi anakan dapat menjadi salah satu faktor
penyebab perbedaan tersebut. Anakan simpur pada Jalan K. H. Sholeh Iskandar
memiliki jumlah daun dan luas daun lebih besar bila dibandingkan dengan anakan
simpur pada Arboretum KSHE, walaupun jika dibandingkan dengan anakan
trembesi, anakan simpur memiliki jumlah daun dan luas daun yang lebih kecil. Data
transpirasi tiap jenis anakan per dua jam pengambilan data dapat terlihat pada
Gambar 6.
3,000
2.72
2.38
2,500
Gram/jam
2,000
1,500
1,000
1.83
1.78
2.12
2.09
1.92
1.79
1.43
1.71
1.33
1.36
0,500
Trembesi
Kenari
Simpur
0,000
08.00-10.00
10.00-12.00
12.00-14.00
14.00-16.00
Waktu
Gambar 6 Transpirasi beberapa jenis anakan di
Arboretum KSHE
Gambar 6 menunjukkan bahwa hal yang sama dengan lokasi Jalan K. H.
Sholeh Iskandar, yaitu transpirasi terbesar ada terjadi pada pukul 10.00-12.00 WIB
dan transpirasi terkecil terjadi pada pukul 14.00-16.00 WIB untuk tiap jenis anakan.
Gambar 5 menunjukkan bahwa transpirasi tiap jenis anakan meningkat pada pukul
10.00 WIB-12.00 WIB lalu menurun pada pukul 12.00 WIB-16.00 WIB. Uji
korelasi dilakukan untuk melihat pengaruh suhu udara, kelembaban relatif dan
intensitas cahaya di lokasi Arboretum KSHE terhadap anakan yang diamati. Hasil
uji korelasi dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Korelasi antara transpirasi anakan dengan kondisi fisik lokasi
Arboretum KSHE
Kelembaban
Jenis
Suhu Udara
Intensitas Cahaya
Relatif
Trembesi
0.378
-0.327
0.357
Kenari
0.368
-0.303
0.374
Simpur
0.468
-0.422
0.413
Hasil korelasi tersebut menunjukkan hal yang sama pada lokasi Jalan K. H.
Sholeh Iskandar, bahwa kelembaban relatif memiliki pengaruh negatif terhadap
transpirasi, artinya transpirasi akan meningkat dengan menurunnya nilai
16
kelembaban relatif. Suhu udara dan intensitas cahaya memiliki korelasi yang positif
terhadap transpirasi, artinya transpirasi akan meningkat dengan meningkatnya nilai
suhu udara dan intensitas cahaya. Suhu udara lokasi Arboretum yang rendah
disebabkan oleh naungan pohon pada lokasi tersebut, hal ini sesuai dengan
pernyataan Dimoudi dan Nikolopoulou (2003) diacu dalam Harti (2004) dimana
efek tanaman dalam lingkungan dapat menurunkan suhu udara dengan adanya
naungan pohon dan evapotranspirasi tanaman. Kondisi suhu udara yang rendah
kemudian mengakibatkan transpirasi anakan menjadi lebih rendah di lokasi tersebut.
Kekuatan korelasi terbesar untuk transpirasi anakan trembesi dan simpur adalah
suhu udara, sedangkan untuk anakan kenari adalah intensitas cahaya. Nilai korelasi
faktor lain yang lebih rendah bukan berarti faktor tersebut tidak memiliki pengaruh
terhadap transprasi tiap jenis anakan, namun pengaruh yang diberikan terhadap
jenis anakan tersebut lebih kecil.
Perbandingan Kemampuan Transpirasi Tiap Jenis Anakan di Jalan K. H.
Sholeh Iskandar dan Arboretum KSHE
Hasil pengamatan akan transpirasi pada Lampiran 6 dan Gambar 7
menunjukkan bahwa transpirasi setiap jenis anakan di lokasi Jalan K. H. Sholeh
Iskandar selalu lebih tinggi dibandingkan dengan transpirasi setiap jenis anakan di
Arboretum KSHE.
Trembesi
5,00
Jl K.H. Sholeh Iskandar
Arboretum KSHE
4,45
4,03
gram/jam
4,00
3,51
3,00
2,56
2,21
2,12
1,83
2,00
1,42
1,00
0,00
08.00-10.00
10.00-12.00
Waktu
12.00-14.00
Kenari
14.00-16.00
Jl K.H. Sholeh Iskandar
Arboretum KSHE
3,00
2,55
gram/jam
2,50
2,41
2,35
2,00
1,82
2,00
1,76
1,45
1,50
1,42
1,00
0,50
0,00
08.00-10.00
10.00-12.00
12.00-14.00
14.00-16.00
Waktu
Simpur
4,00
3,50
3,01
Arboretum KSHE
3,10
2,97
3,00
gram/jam
Jl K.H. Sholeh Iskandar
3,54
2,70
2,50
2,00
1,98
1,93
1,89
1,50
1,00
0,50
0,00
08.00-10.00
10.00-12.00
Waktu
12.00-14.00
14.00-16.00
Gambar 7 Transpirasi beberapa jenis anakan di Jalan K.
H. Sholeh Iskandar dan Arboretum KSHE
17
Berdasarkan uji anova dengan rancangan acak kelompok, diperoleh nilai Pvl
< α yang menunjukkan bahwa kemampuan transpirasi anakan trembesi dan simpur
berbeda nyata di keseluruhan waktu pengamatan pada kedua lokasi tersebut.
Sedangkan kemampuan transpirasi anakan kenari tidak berbeda nyata di antara
kedua lokasi tersebut pada pukul 08.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB dan berbeda
nyata mulai dari pukul 12.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB. Hasil penghitungan uji
anova dapat dilihat pada Lampiran 7. Kemampuan transpirasi anakan kenari yang
tidak berbeda nyata di antara kedua lokasi menunjukkan anakan jenis kenari
memiliki ketahanan yang baik dengan lingkungan yang berbeda. Menurut Setiawati
(2000) pohon kenari termasuk jenis pohon yang tahan terhadap pencemaran udara
dan dapat disarankan menjadi pohon peneduh pada lanskap jalan raya yang padat
lalu lintasnya. Kemampuan transpirasi anakan trembesi dan simpur yang berbeda
nyata di kedua lokasi menunjukkan bahwa faktor lingkungan sangat mempengaruhi
transpirasi jenis ini. Kondisi lingkungan Jalan K. H. Sholeh Iskandar sangat berbeda
dengan kondisi lingkungan di Arboretum KSHE. Kondisi lokasi Jalan K. H. Sholeh
Iskandar dapat dilihat pada Lampiran 9 dan kondisi lingkungan Arboretum KSHE
dapat dilihat pada Lampiran 10. Lingkungan yang padat akan transportasi dan lebih
terbuka menyebabkan faktor-faktor eksternal seperti suhu, kelembaban dan
intensitas cahaya yang mempengaruhi transpirasi juga akan sangat berbeda di kedua
lokasi.
Perbandingan Kemampuan Transpirasi Tiap Jenis Anakan
Kemampuan transpirasi rata-rata dari tiap jenis anakan ditunjukkan pada
Tabel 7. Kemampuan transpirasi anakan trembesi adalah sebesar 2.77 gram per jam
per anakan, sedangkan untuk jenis kenari adalah sebesar 1.93 gram per jam per
anakan dan untuk jenis simpur adalah sebesar 2.55 gram per jam per anakan. Hasil
lebih lengkap tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Kemampuan transpirasi rata-rata per individu setiap jenis anakan
Jenis
Trembesi
(a)
Kenari
(b)
Simpur
(c)
Waktu
08.00-10.00
10.00-12.00
12.00-14.00
14.00-16.00
08.00-10.00
10.00-12.00
12.00-14.00
14.00-16.00
08.00-10.00
10.00-12.00
12.00-14.00
14.00-16.00
Transpirasi (gram/jam)
2.67
3.33
3.07
1.99
1.89
2.24
2.07
1.53
2.43
3.18
2.80
1.80
Rata-rata (gram/jam)
2.77
1.93
2.55
18
Gambar 8 juga menunjukkan perbandingan kemampuan transpirasi tiap jenis
anakan secara keseluruhan. Kemampuan transpirasi rata-rata per individu berturutturut dari yang terbesar hingga terkecil adalah trembesi, simpur lalu kenari.
Gram/jam
4,000
2,000
3,638
1,892
Jalan Baru
Arboretum
2,267
2,911
2,188
1,598
0,000
Trembesi
Kenari
Simpur
Gambar 8 Laju transpirasi rata-rata tiap jenis anakan
Berdasarkan j