Keragaan Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Padi pada Dua Kondisi Suhu yang Berbeda

KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
BEBERAPA VARIETAS PADI PADA DUA KONDISI SUHU
YANG BERBEDA

RAGIL HOMSYATUN MUBARROZAH

AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keragaan Pertumbuhan
dan Produksi Beberapa Varietas Padi pada Dua Kondisi Suhu yang Berbeda
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Ragil Homsyatun Mubarrozah
NIM A24090032

ABSTRAK
RAGIL HOMSYATUN MUBARROZAH. Keragaan Pertumbuhan dan Produksi
Beberapa Varietas Padi pada Dua Kondisi Suhu yang Berbeda. Dibimbing oleh
DESTA WIRNAS.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang keragaan
pertumbuhan dan produksi padi pada dua kondisi suhu yang berbeda dan
mempelajari pengaruh cekaman suhu tinggi pada karakter hasil. Penelitian ini
dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB Bogor, Jawa
Barat pada bulan April sampai Agustus 2013. Padi yang ditanam ditempatkan
pada dua kondisi yaitu pada suhu optimum (di lahan terbuka) dan suhu tinggi (di
dalam rumah kaca). Penelitian ini disusun dalam rancangan acak kelompok
lengkap teracak dengan tiga ulangan. Suhu yang terlalu tinggi akan meningkatkan
sterilitas pada gabah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan antara varietas yang diuji pada semua karakter yang diamati. Hasil

penelitian juga menunjukkan bahwa waktu heading, waktu berbunga dan panjang
malai tidak dipengaruhi oleh kondisi suhu. Karakter jumlah anakan produktif,
umur heading, umur berbunga, tinggi tanaman saat panen, kehijauan daun saat
panen, umur panen, jumlah gabah bernas, jumlah gabah total, bobot gabah bernas,
dan bobot 1000 butir dipengaruhi oleh interaksi genotipe dengan kondisi suhu.
Berdasarkan penelitian ini, varietas yang dapat mempertahankan hasil di bawah
kondisi suhu tinggi yaitu Situ Patenggang, Mekongga, IR-64, Kalimutu, dan IPB
6R. Varietas ini dapat digunakan sebagai materi genetik dalam program
pemuliaan.
Kata kunci: kondisi tropis, padi, suhu tinggi

ABSTRACT
RAGIL HOMSYATUN MUBARROZAH. Growth and Production Performance
of Rice Varieties in Two Different Temperature Conditions. Supervised by
DESTA WIRNAS.
The objective of the research was to get the information about rice growth
performance and production rice at two different temperature conditions and to
study the effects of high temperature stress on production of rice. An experiment
was conducted at Experimental Field Cikabayan, University Farm, IPB, Bogor.
Rice was planted at two conditions, at the optimum temperature (in the open

ground) and at the high temperature (in the green house). The experiment was
arranged in a randomized completely block design with three replications. The
extremely high tempetature will increase sterility in grain. The results showed
that there were significant differences among the varieties evaluated for all traits
observed. The results also showed that time of heading, time of flowering and
length of penicle were not affected by temperature conditions. The traits of
number of productive tiller, time of heading, time of flowering, height at

generative stage, the leaf greenness at generative stage, time of harvesting,
number of filled grain, number of total grain, weight of filled grain, and weight of
1000 grain were affected by genotypes x temperature conditions. Based on this
study, the varieties that could maintain their yield under high temperature
conditions are Situ Patenggang, Mekongga, IR-64, Kalimutu, and IPB 6R. The
varieties could be used as genetic material in breeding program.
Keywords: high temperature, rice, tropical conditions

KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA
VARIETAS PADI PADA DUA KONDISI SUHU YANG
BERBEDA


RAGIL HOMSYATUN MUBARROZAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judu] Skripsi: Keragaan Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Padi pad a
Dua Kondisi Suhu yang Berbeda
: Ragil Homsyatun Mubarrozah
Nama
: A24090032
NIM


Disetujui oleh

Dr Desta Wimas, SP MSi
Pembimbing

Tanggal Lulus: '

'2 -, OC1 2Q\3

Judul Skripsi : Keragaan Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Padi pada
Dua Kondisi Suhu yang Berbeda
Nama
: Ragil Homsyatun Mubarrozah
NIM
: A24090032

Disetujui oleh

Dr Desta Wirnas, SP MSi

Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini telah dilaksanakan
sejak April sampai Agustus 2013 dengan judul Keragaan Pertumbuhan dan
Produksi Beberapa Varietas Padi pada Dua Kondisi Suhu yang Berbeda.
Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr Desta Wirnas, SP MSi selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan
masukan, arahan, saran, dan motivasi untuk pelaksanaan penelitian.
2. Dr Tatiek Kartika S., MS selaku pembimbing akademik atas arahan dan
masukan selama penulis melaksanakan studi.
3. Dr Ir Ahmad Junaedi, Msi dan Dr Ir Heni Purnamawati, MS selaku dosen
penguji atas masukan, motivasi, dan revisi yang diberikan terhadap skripsi

saya.
4. Bapak, Mamah, Kakak dan Adik saya, Irfan Maulana beserta seluruh
keluarga besar yang selalu mendukung dalam aktivitas penulis.
5. Eci, Fita, Dyan, Ena, Selvi dan teman-teman Jaika yang selalu mendukung
dan membantu penulis.
6. Dira, Milda, Akbar, teman-teman AGH 46 yang senantiasa memberi masukan
kepada penulis.
7. Catur, Mayang, Patric, Ida, Mba Mawi dan teman-teman lainya di
Laboratorium Pemuliaan Tanaman yang selalu bersedia membantu penulis
dalam pelaksanaan penelitian ini.
Semoga penelitian ini bermanfaat untuk penulis dan pembaca.

Bogor, September 2013
Ragil Homsyatun Mubarrozzah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix


DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2


Hipotesis Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Pengaruh Pemanasan Global dan Produksi Pertanian

2

Pengaruh Suhu Tinggi terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi

2

Pemuliaan Tanaman Padi

3


Heritabilitas

4

METODE PENELITIAN

4

Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

4

Bahan

5

Alat

5


Prosedur Percobaan

5

Prosedur Analisis Data

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Kondisi Umum Penelitian

7

Keragaan Pertumbuhan dan Hasil Padi pada Berbagai Genotipe serta Nilai
Heritabilitas dan Koefisien Keragaman Genetik pada Karakter yang tidak
dipengaruhi Kondisi Suhu

9

Keragaan Pertumbuhan dan Hasil Padi pada Berbagai Genotipe

11

Keragaan Pertumbuhan dan Hasil Padi pada Berbagai Kondisi Suhu

13

Interaksi Pengaruh Genotipe dengan Suhu Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Padi
15
Heritabilitas dan Keragaman Genetik
KESIMPULAN DAN SARAN

19
20

Kesimpulan

20

Saran

20

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

24

RIWAYAT HIDUP

36

DAFTAR TABEL
1 Analisis ragam gabungan menggunakan model acak
2 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh genotipe dan suhu serta
interaksinya pada karakter agronomi varietas nasional
3 Nilai tengah tinggi tanaman dan kehijauan daun saat 45 HST
4 Nilai tengah karakter tinggi tanaman dan kehijauan daun saat 45 HST
pada kondisi suhu optimum
5 Komponen ragam, heritabilitas dan koefisien keragaman genetik pada
karakter tinggi tanaman dan kehijauan daun 45 HST
6 Nilai tengah jumlah anakan total dan jumlah anakan produktif pada
berbagai genotipe padi
7 Nilai tengah umur heading, umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman
dan kehijuauan daun saat panen
8 Nilai tengah panjang malai, jumlah gabah hampa, jumlah gabah bernas,
jumlah gabah total, presentase gabah hampa, bobot gabah bernas, dan
bobot 1000 butir per tanaman pada berbagai genotipe
9 Nilai tengah karakter pertumbuhan dan hasil pada kondisi suhu optimum
dan kondisi suhu tinggi
10 Nilai tengah interaksi genotipe dengan suhu pada karakter jumlah anakan
produktif, umur heading, dan umur berbunga
11 Nilai tengah interaksi genotipe dengan suhu pada karakter tinggi tanaman
saat panen, kehijauan daun saat panen, dan umur panen
12 Nilai tengah interaksi genotipe dengan suhu pada karakter jumlah gabah
bernas, jumlah gabah total, bobot gabah bernas, dan bobot 1000 butir per
tanaman
13 Respon beberapa karakter padi dari dua kondisi yang berbeda
14 Nilai komponen ragam, heritabilitas dan koefisien keragaman genetik

7
9
10
10
10
11
12

13
15
16
17

18
19
20

DAFTAR GAMBAR
1 Hama menyerang lahan penelitian, (a) belalang, (b) wereng coklat, (c)
walang sangit, (d) burung

8

DAFTAR LAMPIRAN
1 Sidik ragam pengaruh faktor tunggal genotipe dan suhu serta interaksinya
terhadap karakter tinggi tanaman 45 HST, kehijauan daun 45 HST,
jumlah anakan total, jumlah anakan produktif, umur heading, dan umur
berbunga
2 Sidik ragam pengaruh faktor tunggal genotipe dan suhu serta interaksinya
terhadap karakter tinggi tanaman saat panen, kehijauan daun 45 saat
panen, umur panen, panjang malai, dan bobot 1000 butir per tanaman
3 Sidik ragam pengaruh faktor tunggal genotipe dan suhu serta interaksinya
terhadap karakter jumlah gabah hampa, jumlah gabah bernas, jumlah

24

25

4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

gabah total, presentase gabah hampa, dan bobot gabah bernas per
tanaman
Gambar malai padi
Alat yang digunakan untuk penelitian
Deskripsi Varietas Mekongga
Deskripsi Varietas IR-64
Deskripsi Varietas Inpari-13
Deskripsi Varietas IPB IPB 3S
Deskripsi Varietas IPB IPB 4S
Deskripsi Varietas Situ Patenggang
Deskripsi Varietas Kalimutu
Deskripsi Varietas IPB Batola IPB 5R ( Jenis Padi Rawa)
Deskripsi Varietas IPB Batola IPB 6R ( Jenis Padi Rawa)
Deskripsi Varietas IPB Batola IPB 7R ( Jenis Padi Rawa)

26
27
27
28
29
30
31
32
33
34
34
34
35

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pertambahan penduduk Indonesia akan menyebabkan permintaan beras
meningkat. Beras merupakan bahan makanan pokok untuk sebagian besar
penduduk Inonesia. Menurut Kemensetneg (2011), Indonesia merupakan salah
satu negara Asia dengan konsumsi beras tinggi yaitu mencapai 139 kg per kapita
per tahun, sedangkan negara-negara Asia lainnya tidak lebih dari 100 kg per
kapita per tahun seperti Thailand dan Malaysia. Permasalahan yang terjadi adalah
permintaan beras yang tinggi tidak diimbangi dengan peningkatan produksi beras
yang memadai di dalam negeri. Salah satu kendala yang dihadapi adalah
perubahan cuaca yang ekstrim. Cuaca ekstrim yang saat ini terjadi yaitu
pemanasan global yang mengakibatkan suhu bumi menjadi lebih tinggi.
Suhu yang tinggi akan mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangan
tanaman, khususnya tanaman pangan seperti padi. Menurut Mejayana (2010), saat
ini dunia tengah menghadapi perubahan iklim yang ekstrim dan berpotensi
menurunkan produksi dan produktivitas akibat naiknya suhu, peningkatan
gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT), perubahan pola hujan, serta
peningkatan frekuensi kejadian iklim yang ekstrim. Badan Pusat Statistik (2012)
menyatakan bahwa produktivitas padi rata-rata nasional tahun 2009 yaitu 4.99
ton/ha dan tahun 2010 meningkat menjadi 5.01 ton/ha, tetapi pada tahun 2011
produktivitas turun menjadi 49.8 ton/ha.
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi
keragaan pertumbuhan dan produksi padi. Nishiyama (1976) menyatakan bahwa
kisaran suhu optimal untuk proses fotosintesis padi adalah 25-33°C. Produktivitas
tanaman akan menurun jika mengalami suhu di luar suhu optimum baik itu lebih
rendah atau lebih tinggi. Suhu yang melebihi suhu optimum akan meningkatkan
respirasi, umur tanaman semakin pendek, dan peningkatan strerilitas sehingga
produktivitas secara keseluruhan akan sangat berkurang. Tschirley (2007)
menyatakan bahwa pemanasan global akan menurunkan produktivitas tanaman
pangan secara signifikan, terutama di daerah tropis. Hasil tanaman akan turun 0.6
ton/ha untuk setiap kenaikan suhu 1°C.
Varietas-varietas padi di Indonesia yang ada saat ini belum dilakukan
pengujian terhadap pengaruh cekaman kondisi suhu tinggi. Varietas yang toleran
suhu tinggi dapat dikembangkan dengan kegiatan pemuliaan tanaman. Pemuliaan
tanaman adalah kegiatan atau usaha untuk memperbaiki tanaman secara genetik.
Kegiatan pemuliaan tanaman padi bisa dilakukan dengan cara merakit varietas
padi baru yang toleran terhadap cekaman suhu tinggi. Sebelum melakukan
perakitan varietas padi baru, sebaiknya dilakukan terlebih dahulu studi pengaruh
cekaman terhadap suhu tinggi pada beberapa genotipe padi. Hasil yang
diharapkan adalah terdapat satu atau lebih genotipe padi yang toleran terhadap
suhu tinggi dan mendapatkan informasi mengenai karakter seleksi untuk kegiatan
penelitian selanjutnya sehingga genotipe tersebut dapat digunakan sebagai tetua
untuk dilakukan perakitan varietas baru yang memiliki produksi tinggi dan
kualitas baik pada kodisi suhu tinggi.

2
Tujuan Penelitian
1. Mendapatkan informasi keragaan pertumbuhan dan produksi beberapa
varietas padi pada dua kondisi suhu yang berbeda.
2. Mempelajari pengaruh cekaman suhu tinggi terhadap karakter hasil padi.

Hipotesis Penelitian
1. Terdapat perbedaan keragaan pertumbuhan dan produksi padi pada dua
kondisi suhu yang berbeda.
2. Terdapat interaksi antara genotipe padi dengan kondisi suhu.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengaruh Pemanasan Global dan Produksi Pertanian
Saat ini bumi mengalami perubahan cuaca yang ekstrim akibat pemanasan
global. BMKG (2012) menyatakan bahwa pemanasan global yaitu meningkatnya
suhu rata-rata bumi yang disebabkan terakumulasinya gas rumah kaca di atmosfer.
Macam-macam gas rumah kaca diantaranya yaitu CO2 (Karbon Dioksida), CH4
(Metana), N2O (Nitrogen Oksida), dan SF6 (Sulphur Hexafluoro). Dampak
peningkatan suhu sangat mempengaruhi produksi pertanian, seperti tanaman
pangan yang rentan terhadap peningkatan suhu. Las (2007) menyatakan bahwa
dampak peningkatan suhu terhadap tanaman pangan adalah terjadinya
peningkatan transpirasi yang menurunkan produktivitas tanaman, peningkatan
konsumsi air, percepatan pematangan buah/biji yang menurunkan mutu hasil, dan
perkembangan beberapa organisme pengganggu tanaman (OPT).
Produksi pertanian yang mampu mencapai ketahanan pangan nasional
berkelanjutan adalah produksi yang dapat mencukupi kebutuhan seluruh
penduduk pada kondisi iklim dan alam yang seperti apapun. Menurut Sumarno et
al. (2008), prediksi kecukupan pangan hingga tahun 2025 bagi Indonesia tidak
menggembirakan yaitu akan mengalami kekurangan pangan jika tidak melakukan
inovasi terhadap semua komoditas pertanian yang akan dihadapkan dengan
pemanasan global.
Pengaruh Suhu Tinggi terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi
Suhu tinggi mempengaruhi pertumbuhan, produksi, kualitas gabah dan
menyebabkan kehampaan gabah sehingga akan mengalami kerugian yang besar.
Menurut Horrie et al. (2006), kehampaan dan presentase gabah isi dipengaruhi
oleh faktor genetik dan non genetik. Faktor genetik dapat diperbaiki melalui
kegiatan pemuliaan tanaman. Faktor non genetik disebabkan oleh lingkungan,
seperti suhu tinggi, sehingga menyebabkan respirasi tinggi dan terbatasnya hara.

3
Abdullah et al. (2008) menyatakan bahwa salah satu penyebab kehampaan
pada gabah adalah tidak seimbangnya antara sink (limbung) yang besar dengan
source (sumber) yang sedikit. Sifat-sifat yang akan terjadi antara lain daun
terkulai dan cepat luruh, berumur genjah sehingga asimilat yang dihasilkan rendah
dan kurang mencukupi untuk pengisian gabah, akibatnya kehampaan tinggi.
Hubungan antara jumlah gabah dan presentase gabah isi biasanya berkorelasi
negatif. Hal ini ada hubungannya antara keseimbangan sumber dan limbung yang
dipengaruhi oleh organ-organ lain seperti daun, batang, akar dan lingkungan.
Suhu yang terlalu tinggi akan mengurangi mutu padi yaitu saat menjadi
beras akan mudah hancur dan berkapur. Tsukaguchi dan Iida (2008) menyatakan
bahwa suhu yang tinggi menyebabkan meningkatnya putih susu atau biji putih
pada bulir padi, selain itu suhu tinggi selama periode pengisian bulir dapat
mempercepat pertumbuhan bulir, sehingga kualitas bulir tidak maksimal. Hal ini
disebabkan karena kurangnya akumulasi pati selama tahap pematangan.
Arai-Sanoh et al. (2010) menyatakan bahwa secara keseluruhan suhu
tinggi dapat menurunkan produksi karena bulir menjadi steril. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan, beras merah akan mengalami penurunan hasil
saat suhunya melebihi 28°C. Izumi Oh-e et al. (2007) menyatakan bahwa terdapat
korelasi positif antara presentase bulir hampa dan suhu maksimum selama periode
berbunga (heading pertama sampai penuh) dan presentase bulir hampa melebihi
10% ketika suhu maksimum sekitar 37°C.
Pemuliaan Tanaman Padi
Tantangan iklim yang semakin berat menjadi alasan untuk para pemulia
tanaman melakukan inovasi terhadap padi yang sangat rentan terhadap perubahan
iklim. Kegiatan pemuliaan padi dilakukan dengan cara melakukan rekayasa
terhadap sifat genetik yang menyesuaikan dengan kondisi lingkungannya.
Daradjat (2009) menyatakan bahwa varietas unggul padi sawah merupakan kunci
keberhasilan peningkatan produksi padi di Indonesia. Perakitan varietas padi
sawah selain bertujuan untuk meningkatkan hasil, juga dilakukan dengan
mempertimbangkan kondisi agroekosistem, sosial, budaya, dan preferensi
masyarakat. Sejalan dengan hal tersebut, pemuliaan padi bersifat dinamis. Cara
yang tepat yaitu dengan cara melakukan penelitian yaitu kegiatan pemuliaan
tanaman melalui perakitan padi tipe baru (PTB).
Sebelum merakit PTB, para pemulia tanaman harus memilih tetua-tetua
yang unggul dalam beberapa hal, misalnya tahan terhadap hama dan penyakit dan
toleran terhadap suhu tinggi. Suprihatno dan Daradjat (2009) menyatakan bahwa
varietas unggul modern memiliki batang pendek, daun tegak, dan anakan banyak
sehingga memiliki kemampuan intersepsi cahaya yang lebih besar dengan laju
fotosintesis yang lebih baik. Peluang untuk perbaikan genetik padi masih terbuka,
terutama dengan memanfaatkan introgresi gen-gen dari strain primitif, tipe liar,
dan varietas lokal. Progam pemuliaan padi tidak akan kehabisan peluang untuk
memperbaiki atau meningkatkan potensi genetik yang telah ada.
Khush (1996) menyatakan bahwa landasan pemikiran dalam pembentukan
padi tipe baru adalah peningkatan indeks panen (IP) dan produksi biomassa
tanaman. IP adalah perbandingan bobot kering gabah dengan total biomassa
tanaman. Cara yang ditempuh adalah dengan meningkatkan proporsi distribusi

4
fotosintat ke sink daripada ke source. Caranya adalah dengan meningkatkan sink
size, yang meliputi peningkatan jumlah gabah per malai dan translokasi asimilat
ke gabah, serta meningkatkan masa pengisian gabah antara lain dengan penundaan
senescence kanopi, memperpanjang masa pengisian biji, dan meningkatkan
ketahanan terhadap rebah. Biomassa tanaman ditingkatkan dengan memodifikasi
kanopi sehingga pembentukan kanopi dan penyerapan hara berlangsung cepat
serta konsumsi karbon berkurang.
Heritabilitas
Karakter agronomi, produksi, dan kualitas hasil dikendalikan oleh banyak
gen. Permasalahannya adalah seberapa jauh suatu karakter disebabkan oleh faktor
genetik sebagai akibat aksi gen dan seberapa jauh disebabkan oleh lingkungan
(Syukur et al. 2012). Karakter yang muncul dari suatu tanaman merupakan hasil
dari genetik dan lingkungan, yaitu P = G+E. Ragam fenotipe terdiri dari ragam
genetik (σ2g) dan ragam lingkungan (σ2e) serta intraksi antara keduanya. Ragam
genetik suatu populasi sangat penting dalam progam pemuliaan sehingga
pendugaan peranannya perlu dilakukan. Seberapa besar ragam fenotipe akan
diwariskan dan diukur oleh parameter yang dinamakan heritabilitas. Pengujian
suatu genotipe padi terhadap lingkungan tertentu atau seleksi pada lingkungan
tertentu, selain menilai pertumbuhannya di lapangan dan hasilnya secara fenotipe
juga diperlukan data genetiknya, seperti nilai duga heritabilitas. Heritabilitas
merupakan perbadingan antara ragam genotipe dan total ragam fenotipe dari suatu
karakter. Hubungan ini menggambarkan besarnya kontribusi genetik pada suatu
karakter. Heritabilitas dibedakan menjadi heritabilitas arti luas dan heritabilitas
arti sempit (Syukur et al. 2012). Klug dan Cummings (2005) menyatakan bahwa
heritabilitas dalam arti luas mengukur proporsi ragam fenotip yang disebabkan
oleh variasi genetik bagi populasi tunggal pada lingkungan yang terbatas selama
penelitian.
Menurut Mc. Whiter dalam Alnopri (2004), nilai heritabilitas dikatakan
tinggi apabila nilai > 50%, sedang apabila nilai 20-50% dan rendah apabila nilai
50%, sedang apabila
nilai heritabilitas 20-50%, dan rendah apabila nilai heritabilitas < 20%. Karakter
tinggi tanaman 45 HST memiliki nilai heritabilitas yang tinggi. Karakter yang
memiliki nilai heritabilitas tinggi mengindikasikan bahwa penampilan karakter
tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dibandingkan faktor lingkungan.
Karakter kehijauan daun 45 HST memiliki nilai heritabilitas yang sedang. Faktor
genetik dan faktor lingkungan, keduanya saling mempengaruhi penampilan
karakter kehijauan daun 45 HST (Tabel 5).
Alnopri (2004) menyatakan bahwa nilai koefisien keragaman genetik
(KKG) yang digunakan dibagi menjadi tiga, yaitu : sempit 0-10%, sedang 10-20%,
dan luas > 20%. Karakter tinggi tanaman 45 HST memiliki kategori KKG yang
sedang. Karakter kehijauan daun 45 HST memiliki nilai KKG yang sempit (Tabel
5). Nilai KKG yang sempit keragamannya rendah yaitu cenderung homogen
sehingga menyulitkan dalam kegiatan seleksi.
Tabel 3 Nilai tengah tinggi tanaman dan kehijauan daun saat 45 HST
Varietas
Mekongga
IR64
Inpari13
IPB 3S
IPB 4S
IPB 5R
IPB 6R
IPB 7R

Karakter
Tinggi 45 HST (cm)
102.9d
96.2e
99.5de
123.1ab
117.4bc
121.5ab
115.3c
120.8abc

Kehijauan daun 45 HST
3.4abc
3.6a
3.3bc
3.5ab
3.5ab
3.3abc
3.3bc
3.22c

Situ Patenggang
125.2a
3.6a
f
Kalimutu
90.4
3.5abc
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda
nyata menurut uji DMRT

Tabel 4 Nilai tengah karakter tinggi tanaman dan kehijauan daun saat 45 HST
pada kondisi suhu optimum
Karakter

Kondisi suhu optimum

Kondisi suhu tinggi

Tinggi umur 45 HST (cm)
112.0
110.4
Kehijauan daun 45 HST
3.4
3.4
Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukan hasil yang berbeda
nyata menurut uji DMRT

Tabel 5 Komponen ragam, heritabilitas dan koefisien keragaman genetik pada
karakter tinggi tanaman dan kehijauan daun 45 HST
Karakter
σ 2g
σ2p
h2bs (%)
KKG
Tinggi tanaman 45 HST
154.82
161.37
95.94
11.15
Kehijauan daun 45 HST
0.01
0.02
35.75
2.46
σ2g = ragam genetik ; σ2p = ragam fenotipe ; h2bs = nilai heritabilitas ; KKG = koefisien keragaman
genetik

11
Keragaan Pertumbuhan dan Hasil Padi pada Berbagai Genotipe
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa IR-64, Mekongga, dan Kalimutu
adalah genotipe yang memiliki jumlah anakan total paling banyak dan berbeda
nyata dengan Inpari-13, IPB 3S, IPB 4S, IPB 5R, IPB 6R, IPB 7R, dan Situ
Patenggang, namun jumlah anakan total tidak semua memiliki malai. Makarim
dan Suhartatik (2009) menyatakan bahwa mata tunas akan tumbuh menjadi
anakan ditentukan oleh jarak tanam, radiasi, hara mineral, dan budi daya. Jumlah
anakan produktif adalah jumlah anakan yang mempunyai malai. Fadjry et al.
(2012) menyatakan bahwa jumlah anakan produktif berpengaruh langsung
terhadap jumlah malai yang dihasilkan, makin banyak anakan produktif makin
tinggi jumlah gabah yang akan diperoleh. Genotipe Kalimutu, Mekongga, IR-64
memiliki jumlah anakan produktif yang paling banyak dan berbeda nyata dengan
Inpari-13, IPB 3S, IPB 4S, IPB 5R, IPB 6R, IPB 7R, dan Situ Patenggang.
Berdasarkan deskripsi varietas dari BB padi (2009) jumlah anakan produktif pada
Mekongga yaitu 13-16 batang, sedangkan pada penelitian ini memiliki 26 batang.
Jumlah anakan produktif Mekongga saat penelitian lebih banyak dari deskripsi
varietas. Hal ini diduga suhu yang tinggi lebih cepat merangsang perkembangan
jumlah anakan sehingga jumlahnya menjadi lebih banyak (Tabel 6).
Tabel 6 Nilai tengah jumlah anakan total dan jumlah anakan produktif pada
berbagai genotipe padi
Varietas

Jumlah anakan total

Jumlah anakan produktif

a

Mekongga
29.1
26.3a
a
IR64
30.2
27.8a
b
Inpari13
23.0
22.7b
c
IPB 3S
14.1
13.5cd
cd
IPB 4S
12.7
11.8de
c
IPB 5R
14.6
13.5cd
c
IPB 6R
15.1
15.7c
c
IPB 7R
14.9
14.0cd
d
Situ Patenggang
9.7
9.3e
a
Kalimutu
29.5
28.5a
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda
nyata menurut uji DMRT

Waktu heading adalah fase mulai munculnya malai pada batang daun
bendera. Menurut Yetti dan Ardian (2010), umur keluarnya malai dipengaruhi
oleh faktor genetik dan lingkungannya. Berdasarkan Tabel 7 umur heading dan
umur berbunga paling cepat yaitu Situ Patenggang dan berbeda nyata dengan
semua genotipe lainnya. Umur heading, umur berbunga, dan umur panen
memiliki hubungan yang positif yaitu semakin cepat heading, pembungaan dan
umur panen akan semakin cepat pula. Penetapan umur panen yatitu 80% dari
tanaman sudah menguning. Penelitian ini menunjukan bahwa Situ Patenggang
memiliki umur panen yang pendek dan berbeda nyata dengan semua genotipe
lainnya. Menurut Ooy Lesmana et al. (2002), umur tanaman pada Situ Patenggang
yaitu berkisar antara 110-120 hari, namun pada penelitian ini umur Situ
Patenggang adalah 103 hari. Umur panennya lebih cepat dari deskripsi varietas.
Hal ini dikarenakan suhu yang tinggi dapat memperpendek umur tanaman dan
heat unit untuk pertumbuhan lebih cepat terpenuhi. Tinggi tanaman saat panen

12
tertinggi yaitu terdapat pada IPB 3S dan IPB 5R. Genotipe ini berbeda nyata
dengan Mekongga, IR-64, Inpari-13, IPB 4S, IPB 6R, IPB 7R, Situ Patenggang,
dan Kalimutu. BB Padi (2009) menyatakan bahwa tinggi padi IR-64 yaitu berkisar
115-126 cm, sedangkan dalam penelitian ini memiliki tinggi 109.1 cm. Hal ini
dikarenakan pada penelitian ini laju pertumbuhan fase vegetatif berkurang dan
bisa memperpendek umur tanaman. Kehijauan daun saat panen pada semua
genotipe mengalami penurunan kehijaun daun dari fase sebelumnya. Hal ini
dikarenakan suplai hara dari daun berkurang yang disalurkan ke organ lain seperti
bulir padi. Kehijauan daun saat panen yang terhijau menurut penelitian ini
terdapat pada Inpari-13 dan IPB 5R dan genotipe ini berbeda nyata dengan
genotipe lainnya (Tabel 7).
Tabel 7 Nilai tengah umur heading, umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman
dan kehijuauan daun saat panen
Varietas

Umur
heading
(HSS)

Umur
berbunga
(HSS)

Karakter
Umur
panen
(HSS)

Tinggi saat
panen
(cm)

Kehijaunan
daun saat
panen

Mekongga
IR64
Inpari13
IPB 3S
IPB 4S
IPB 5R
IPB 6R
IPB 7R
Situ
Patenggang

76.9a
73.8b
73.4b
74.4b
73.5b
74.7b
77.1a
76.6a

80.9a
77.8b
77.4b
78.4b
77.5b
78.7b
81.1a
80.6a

112.3ab
110.2de
113.5a
113.2a
108.8e
113.0ab
111.7bc
112.8ab

111.3d
109.1d
112.0d
141.3a
132.9b
138.3a
131.8bc
132.6b

1.2cd
1.5cd
2.2a
1.6bcd
1.6bc
2.0ab
1.6bc
1.3cd

65.1c

69.1c

103.0f

128.7c

1.1d

b

b

cd

e

Kalimutu
73.2
77.2
110.5
104.8
1.4cd
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda
nyata menurut uji DMRT

Menurut penelitian ini genotipe IPB 3S, IPB 4S, IPB 5R, IPB 6R, dan IPB
7R memiliki panjang malai yang terpanjang dan berbeda nyata dengan Mekongga,
IR-64, Inpari-13, Situ Patenggang dan Kalimutu. Padi unggul dari IPB memiliki
panjang malai yang lebih panjang dibandingkan varietas lainnya. Dokumentasi
panjang malai terdapat pada Lampiran 4.
Jumlah gabah hampa yang tinggi disebabkan oleh suhu yang terlalu tinggi
sehingga terjadi sterilitas dan bisa disebabkan oleh serangan organisme
pengganggu tanaman (OPT). Suhartatik et al. (2008) menyatakan bahwa suhu
optimal untuk mencapai sterilitas rendah yaitu berkisar 23°C-27°C. Penelitian ini
menunjukan bahwa jumlah gabah hampa yang paling sedikit adalah Situ
Patenggang dan Kalimutu, genotipe ini berbeda nyata dengan genotipe lainnya.
Genotipe Mekongga, Inpari-13, IPB 3S, IPB 4S, IPB 5R, IPB 6R, IPB 7R, dan
Kalimutu memiliki jumlah gabah bernas yang paling banyak dan berbeda nyata
dengan IR-64 dan Situ Patenggang. Jumlah gabah total yaitu penjumlahan gabah
hampa dengan gabah bernas. Genotipe IPB 6R, Mekongga, Inpari-13, IPB 3S,
IPB 5R, dan IPB 7R memiliki jumlah gabah total banyak dan berbeda nyata
dengan IR-64, IPB 4S, Situ Patenggang, dan Kalimutu. Menurut Suhartatik et al.

13
(2008) persentase kehampaan ditentukan oleh suhu udara pada fase kritis. Fase
kritis yaitu saat terjadi meiosis (9-10 hari sebelum terjadinya pembungaan) dan
saat pembungaan. Menurut penelitian ini Situ Patenggang memiliki presentase
gabah hampa sebesar 34.7%, sedangkan menurut penelitian Choliq et al. (2004)
Situ Patenggang memiliki presentase gabah hampa sebasar 7.9%. Terdapat
perbedaan presentase yang cukup jauh. Hal ini diduga kondisi suhu saat ini lebih
tinggi sehingga mengganggu dalam proses pengisian gabah. Genotipe Mekongga,
Situ Patenggang, Kalimutu, IPB 4S, dan IPB 3S memiliki presentase gabah hampa
sedikit dan berbeda nyata dengan IR-64, Inpari-13, IPB 5R, IPB 6R dan IPB 7R.
Bobot gabah bernas pada genotipe Mekongga, Inpari-13, IPB 3S, IPB 4S, IPB 6R,
dan Kalimutu memiliki bobot gabah bernas yang tinggi dan berbeda nyata dengan
IR-64, IPB 5R, IPB 7R, dan Situ Patenggang. Bobot 1000 butir dapat
menggambarkan ukuran gabah padi yaitu besar kecilnya gabah. Semakin berat
bobot 1000 butir mengindikasikan genotipe tersebut memiliki gabah yang besar.
Bobot 1000 butir pada penelitian ini menunjukan bahwa IPB 4S, IR-64, IPB 3S,
Situ Patenggang dan Kalimutu adalah yang paling berat dan berbeda dengan
Mekongga, Inpari-13, IPB 5R, IPB 6R, dan IPB 7R. Berdasarkan penelitian ini
Inpari-13 memiliki bobot 1000 bulir 23.1 g, sedangkan berdasarkan Fadjry et al.
(2012) bobot 1000 bulir Inpari13 adalah 33.3 g. Penurunan bobot 1000 butir
diduga karena adanya cekaman suhu yang tinggi (Tabel 8).
Tabel 8 Nilai tengah panjang malai, jumlah gabah hampa, jumlah gabah bernas,
jumlah gabah total, presentase gabah hampa, bobot gabah bernas, dan
bobot 1000 butir per tanaman pada berbagai genotipe

Varietas

Panjang
malai
(cm)

Jumlah
gabah
hampa
(butir)

Jumlah
gabah
bernas
(butir)

Karakter
Jumlah
gabah
total
(butir)

%
gabah
hampa

bobot
gabah
bernas
(g)

Bobot
1000
butir
(g)

per tanaman
24.9b
Mekongga
23.4d
1178.8cd
2010.3a
3189.2abc
36.7e
49.8a
25.6ab
IR64
24.1cd
1312.7bcd
1444.5bc
2757.3bc
47.3abc
36.1cd
Inpari13
25.7b
1621.5ab
1787.0ab
3408.5ab
46.7abcd
41.8abcd
23.1c
a
cd
ab
abc
bcde
ab
IPB 3S
29.7
1214.8
1781.0
2996.0
40.4
48.8
26.1ab
a
d
abc
bc
cde
abc
IPB 4S
29.1
1162.2
1697.5
2859.5
40.1
46.2
26.8a
a
a
abc
ab
a
bcd
IPB 5R
30.4
1837.2
1591.0
3428.2
53.3
37.9
22.5c
a
a
a
a
ab
abcd
IPB 6R
29.6
1760.2
1917.3
3677.5
47.6
42.7
22.4c
a
abc
abc
abc
a
d
IPB 7R
29.1
1573.8
1594.8
3168.5
48.4
34.9
21.9c
Situ
25.7ab
Patenggang
24.4bcd
696.3e
1303.0c
2643.3d
34.7e
34.0d
Kalimutu
25.2bc
1018.7de
1624.7abc
2643.3cd
39.7de
43.7abcd 25.6ab
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda
nyata menurut uji DMRT

Keragaan Pertumbuhan dan Hasil Padi pada Berbagai Kondisi Suhu
Suhu menjadi faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap keragaan
pertumbuhan dan produksi tanaman padi. Setiap tanaman mempunyai kisaran
suhu optimum untuk tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Estiningtyas dan

14
Irianto (1993) menyatakan bahwa metode akumulasi satuan panas (heat unit)
merupakan metode kuantitatif tentang hubungan suhu dan tanaman. Menurut
Wang (1960), penggunaan metode akumulasi heat unit didasari bahwa suhu
dipandang sebagai faktor yang mewakili tersedianya energi untuk pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Heat unit adalah jumlah panas yang harus tersedia
bagi tanaman untuk optimalisasi pertumbuhan (Bootsma 1993).
Jumlah anakan total dan jumlah anakan produktif pada kondisi suhu
optimum berbeda nyata dengan kondisi suhu yang tinggi. Jumlah anakan total dan
produktif pada kondisi suhu optimum lebih banyak dibandingkan pada kondisi
suhu yang tinggi. Kehijauan daun saat panen pada kondisi suhu optimum berbeda
nyata dengan kondisi suhu tinggi. Tanaman pada kondisi suhu tinggi memiliki
daun yang lebih hijau (Tabel 9). Hal ini dikarenakan di dalam rumah kaca terdapat
efek naungan. Lakitan (2001) menyatakan bahwa daun yang ternaungi lebih
tampak berwarna hijau karena merupakan adaptasi daun agar menyerap cahaya
lebih efektif.
Umur heading, umur berbunga, dan panjang malai pada kondisi suhu
optimum tidak berbeda nyata dengan kondisi suhu yang tinggi. Umur panen pada
kondisi suhu optimum berbeda nyata dengan kondisi suhu tinggi. Umur panen
pada kondisi suhu yang tinggi lebih cepat panen. Hal ini dikarenakan suhu yang
tinggi dapat menurunkan laju pertumbuhan tanaman. Lama fase vegetatif akan
lebih pendek dari biasanya karena heat unit lebih cepat terpenuhi, sedangkan lama
fase reproduktif dan pematangan tetap. Umur heading, berbunga dan panen
memiliki hubungan yang positif, yaitu semakin cepat umur heading maka umur
berbunga dan panen akan semakin cepat pula. Jumlah gabah hampa per tanaman
pada kondisi suhu optimum berbeda nyata dengan kondisi suhu tinggi. Jumlah
gabah hampa pada kodisi suhu tinggi lebih sedikit dikarenakan jumlah anakan
produktif lebih sedikit dari kondisi suhu optimum, sehingga gabah yang
dihasilkan lebih sedikit. Jumlah gabah bernas dan jumlah gabah total per tanaman
pada kondisi suhu optimum lebih banyak dan berbeda nyata dengan kondisi suhu
tinggi. Presentase gabah hampa pada kondisi suhu optimum lebih tinggi dan
berbeda nyata dengan kondisi suhu tinggi. Bobot gabah bernas dan bobot 1000
butir per tanaman pada kondisi suhu optimum lebih berat dan berbeda nyata
dengan kondisi suhu tinggi (Tabel 9).
Tanaman padi membutuhkan suhu yang lebih tinggi pada saat fase vegetatif,
sedangkan pada fase pengisian gabah suhu yang tinggi akan mengganggu proses
pengisian gabah. Bobot 1000 butir pada kondisi suhu tinggi lebih rendah hal ini
diduga karena saat proses pengisian gabah tidak maksimal dan berakibat pada
pengurangan bobot. Tsukaguci dan Iida (2008) menyatakan bahwa suhu yang
tinggi menyebabkan meningkatnya putih susu atau biji putih pada bulir padi yang
mengindikasikan bahwa pengisian gabah yang tidak maksimal. Hal ini disebabkan
karena kurangnya akumulasi pati selama tahap pematangan. Dampak yang dapat
ditimbulkan adalah penurunan kualitas gabah seperti mudah pecah saat dilakukan
proses penggilingan padi. Hal ini akan merugikan para produsen beras secara
ekonomi dan untuk konsumen tidak mendapatkan kualitas beras yang baik.

15
Tabel 9 Nilai tengah karakter pertumbuhan dan hasil pada kondisi suhu optimum
dan kondisi suhu tinggi
Kondisi suhu
optimum

Kondisi
suhu tinggi

Jumlah anakan total

21.9a

17.5b

Jumlah anakan produktif

19.6a

17.1b

Karakter

Tinggi saat panen(cm)
Kehijauan daun saat panen
Umur heading (HSS)
Umur berbunga (HSS)

124.4

124.2

1.0

b

73.9

1.4a
73.8

77.9

77.8

Umur panen (HSS)

111.9a

109.9b

Panjang malai (cm)

27.1

26.9

Jumlah gabah hampa (butir)

1625.3

a

1049.9b

Jumlah gabah bernas (butir)

1808.9 a

1541.3b

Jumlah gabah total (butir)

3434.2a

2591.2b

Bobot 1000 butir (g)

25.9a

23.0b

Bobot gabah bernas (g)

47.4a

35.8b

Persentase hampa
46.5a
40.2b
Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukan hasil yang berbeda
nyata menurut uji BNT

Interaksi Pengaruh Genotipe dengan Suhu Terhadap Pertumbuhan dan
Hasil Padi
Suatu genotipe padi bisa menampilkan keragaan yang berbeda pada kondisi
yang berbeda. Hal ini disebabkan adanya interaksi antara genotipe dengan suhu.
Tabel 10 menunjukan bahwa jumlah anakan produktif yang paling banyak adalah
IR-64 pada kondisi suhu tinggi dan Kalimutu pada kondisi suhu optimum.
Guswara dan Yamin (2008) menyatakan bahwa perbedaan jumlah anakan padi
yang terjadi pada fase vegetatif lebih dipengaruhi oleh sifat genetik tanaman atau
tergantung pada sensitivitas dari varietas terhadap lingkungan. Situ Patenggang
mempunyai jumlah anakan produktif yang paling sedikit baik pada kondisi suhu
optimum maupun kondisi suhu tinggi. Genotipe Mekongga, IPB 4S, IPB 6R, IPB
7R, dan Situ Patenggang pada kondisi suhu optimum maupun kondisi suhu tinggi
memiliki jumlah anakan produ