Analisis Metagenomik Aktinomiset Endofit Pada Tanaman Brotowali (Tinospora Crispa L. Miers) Berdasarkan Gen 16s Rrna

ANALISIS METAGENOMIK AKTINOMISET ENDOFIT
PADA TANAMAN BROTOWALI (Tinospora crispa L. Miers)
BERDASARKAN GEN 16S rRNA

MONA PRIMANITA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Metagenomik
Aktinomiset Endofit pada Tanaman Brotowali (Tinospora crispa L. Miers)
berdasarkan Gen 16S rRNA adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015

Mona Primanita
NIM G351120141

RINGKASAN
MONA PRIMANITA. Analisis Metagenomik Aktinomiset Endofit pada Tanaman
Brotowali (Tinospora crispa L. Miers) berdasarkan Gen 16S rRNA. Dibimbing
oleh YULIN LESTARI dan ARIS TRI WAHYUDI.
Keragaman aktinomiset endofit yang berasosiasi dengan tanaman obat
sangat penting dipelajari karena memiliki potensi sebagai sumber beragam senyawa
metabolit sekunder yang bermanfaat. Status keragaman aktinomiset endofit pada
Tinospora crispa dapat dianalisis dengan pendekatan culture dependent dan culture
independent. Analisis aktinomiset endofit pada tanaman T. crispa menggunakan
pendekatan culture dependent telah berhasil dilakukan, ditemukan sebanyak 32
isolat aktinomiset endofit yang sebagian besar merupakan genus Streptomyces.
Isolasi aktinomiset endofit dengan pendekatan culture dependent hanya
merepresentasikan 0,1-10 % yang dapat tumbuh pada media agar. Sebagian besar
mikrob yang ada di alam yaitu lebih dari 99% memiliki beragam potensi, namun

masih belum banyak diketahui kegunaannya. Analisis metagenomik komunitas
mikrob di lingkungan dengan cara tanpa pengkulturan (culture independent)
dilakukan untuk mendapatkan galur yang bisa dikulturkan, sulit dikulturkan
maupun yang tidak bisa dikulturkan pada media agar. Tujuan penelitian ini untuk
mengkaji keragaman aktinomiset endofit pada T. crispa dengan pendekatan culture
independent dianalisis dengan teknik PCR-DGGE berdasarkan gen16S rRNA.
Hasil kajian tentang keragaman aktinomiset endofit pada T. crispa
berdasarkan analisis metagenomik merupakan informasi baru yang pertama kali
dilaporkan. Ditemukan beberapa kesamaan pada aktinomiset endofit yang terdapat
pada batang, akar dan daun dengan komunitas aktinomiset tanah pada rhizosfer
tanaman T. crispa. Interpretasi menggunakan piranti lunak Phoretix 1D
menunjukkan bahwa keragaman paling besar dari aktinomiset ditemukan pada
batang dan daun yaitu 17 dan 16 pita, sedangkan pada akar dan tanah ditemukan
yaitu 14 dan 10 pita masing-masingnya secara berurutan. Jumlah total dari pita yang
didapatkan menggunakan piranti lunak ini adalah 21 pita. Analisis molekuler
dengan metode PCR-DGGE menunjukan 12 pita yang dominan. Sekuen A4 dan A9
memiliki kesamaan 95% dan 86% untuk pita dengan panjang 180 bp dengan
Williamsia dan Streptomyces, secara berurutan. Sekuen yang ditemukan ini diduga
tergolong baru karena memiliki persentase kesamaan yang lebih rendah dari 97 %.
Hasil 10 sekuen lainnya memiliki kesamaan dengan rentang antara 97-100%

dengan panjang sekuen 180 bp yang menunjukkan kekerabatan yang dekat dengan
genus
Streptomyces,
Microbacterium,
Amycolatopsis,
Actinomadura,
Actinoplanes, Actinokineospora, Kibdelosporangium, Williamsia, Kocuria.
Berdasarkan kajian culture independent dengan pendekatan metagenomik
gen 16S rRNA yang dianalisis dengan teknik PCR-DGGE berhasil diketahui
keragaman komunitas aktinomiset endofit pada T. crispa. Sebagian besar
aktinomiset yang diperoleh memiliki kekerabatan dengan rare aktinomiset dan
sebagian lagi berkerabat dengan Streptomyces. Diantara aktinomiset yang diperoleh
diduga terdapat novel aktinomiset endofit T. crispa.
Kata Kunci: aktinomiset endofit, DGGE, metagenomik, Tinospora crispa, 16S
rRNA

SUMMARY
MONA PRIMANITA. 16S rRNA-based Metagenomic Analysis of Endophytic
Actinomycetes Diversity from Brotowali (Tinospora crispa L. Miers). Supervised
by YULIN LESTARI and ARIS TRI WAHYUDI.

Diversity of endophytic actinomycetes associated with medicinal plants is
very important due to their capability as source of bioactive compounds with
various function. Status of endophytic actinomycetes diversity in T. crispa can be
analyzed using culture dependent as well as culture independent approach. Analysis
of the diversity of endophytic actinomycetes from T. crispa using culture dependent
approaches has been successfully carried out, which found a total of 32 isolates,
where mostly Streptomyces. Isolation of endophytic actinomycetes with culture
dependent approach may represents only 0.1-10% that can be grown on an agar
medium. The fact that more than 99% of microorganisms that exist in nature have
various function but still unexplored. Metagenomic analysis of microbial
communities in the environment based on culture independent technique is
performed to obtain the strains that can be cultured as well as strains that difficult
and/or cannot be cultured on agar media. The aim of this work was to explore
diversity of endophytic actinomycetes from T. crispa using culture independent
technique, analysed their metagenom based on PCR-DGGE of 16S rRNA gene.
This described results is considered as the first report regarding the
diversity of endophytic actinomycetes from T. crispa analysed using metagenomic
approach. There were some similarities amongst endophytic actinomycetes found
in stems, roots, and leaves with actinomycetes community found in the soil
rhizosphere of T. crispa. Interpretation using Phoretix 1D software showed that the

highest diversity of actinomycetes was found in the stems and leaves representing
by 17 and 16 bands, while in the roots and the soil were represented by 14 and 10
bands, respectively. Total number of bands obtained with this software was 21
bands. The 12 dominant and or different bands with 180 bp in size were molecularly
sequenced. The A4 and A9 bands have 95% and 86% similarities with Williamsia
and Streptomyces, respectively. These similarity was less than 97% thus may
indicate novel actinomycetes. The other 10 sequenced bands have closed similarity
ranging from 97-100% and they were closely related to the genus Streptomyces,
Microbacterium, Amycolatopsis, Actinomadura, Actinoplanes, Actinokineospora,
Kibdelosporangium, Williamsia, Kocuria.
Based on this culture independent study, metagenomic analysis of 16S
rRNA using PCR-DGGE technique succesfully reveals diversity of endophytic
actinomycetes from T. crispa. Most of the endophytic actinomycetes obtained were
closedly related with rare actinomycetes, and the rest community were closedly
related with Streptomyces. Amongst them, there were presumably novel endophytic
actinomycetes reside in T. crispa plant.
Key words: endophytic actinomycetes, DGGE, metagenomik, Tinospora crispa,
16S rRNA

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS METAGENOMIK AKTINOMISET ENDOFIT
PADA TANAMAN BROTOWALI (Tinospora crispa L. Miers)
BERDASARKAN GEN 16S rRNA

MONA PRIMANITA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Mikrobiologi


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Laksmi Ambarsari, MS

PRAKATA
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 hingga
Oktober 2014 adalah analisis metagenomik aktinomiset endofit dengan judul
Analisis Metagenomik Aktinomiset Endofit pada Tanaman Brotowali (Tinospora
crispa L. Miers) berdasarkan Gen 16S rRNA. Terima kasih penulis ucapkan
kepada:
1.
Ibu Dr. Ir. Yulin Lestari dan Bapak Prof. Dr. Aris Tri Wahyudi, MSi selaku
pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, nasehat dan bimbingannya
selama ini.

2.
Ibu Dr. Laksmi Ambarsari, MS selaku penguji yang telah banyak memberi
saran, dan masukannya pada tesis ini.
3.
Ibu Prof. Dr. Anja Meryandini, MS selaku ketua Program Studi Mikrobiologi
serta seluruh staf pengajar Program Studi Mikrobiologi atas curahan ilmu
selama menempuh studi di Program Studi Mikrobiologi SPs IPB.
4.
Semua pihak yang telah membantu sehingga terlaksananya penelitian ini
yaitu Beasiswa Unggulan Dikti atas nama Mona Primanita, S. Si dan proyek
penelitian dari Pusat Studi Biofarmaka atas nama Dr. Ir. Yulin Lestari.
5.
Papa, mama, adik serta seluruh keluarga besar Nuriah, atas segala doa dan
kasih sayangnya. doa yang tulus tiada henti yang selalu mengiringi setiap
langkah penulis untuk penyelesaian studi S2 ini.
6.
Teman-teman Mikrobiologi 2012 dan 2013, teman-teman Lab Mikrobiologi,
LASKAR LESTARI, teman-teman di kosan MAHARLIKA teman-teman
dari Padang, teman-teman HIMMPAS atas doa, dukungan, saran dan bantuan
sehingga saya dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

Semoga dibalas Allah dengan kebaikan yang berlipat ganda, amin. Penulis
menyadari bahwa tiada karya yang sempurna, untuk itu segala masukan dan saran
perbaikan senantiasa penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015
Mona Primanita

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Tinospora crispa L. Miers
Mikrob endofit

Aktinomiset
Amplifikasi Gen 16S-rRNA
DGGE (Denaturing Gradient Gel Electrophoresis)
Sekuensing
Metagenomik
METODE
Pengambilan dan Sterilisasi Permukaan Sampel
Ekstraksi DNA Aktinomiset Endofit dan Aktinomiset Tanah
PCR untuk DGGE
DGGE
Sekuensing Gen 16S rRNA dan Kontruksi Pohon Filogenetik
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP


xi
xi
xi
1
2
2
2
3
3
4
5
6
7
8
9
13
13
14
15
16
16
21
24
25
26
32
35

DAFTAR TABEL

1 Data Keragaman Komunitas Mikrob yang Diisolasi dengan
Pendekatan Metagenomik pada Beberapa Tanaman
2 Data Keragaman Komunitas Mikrob Tanah yang
Diisolasi dengan Pendekatan Metagenomik
3 Daftar Sekuen Primer yang Digunakan pada PCR
4 Kesamaan Sekuen Gen 16S rRNA Aktinomiset endofit
dari T. crispa dan Aktinomiset Tanah dengan Strain Pembanding

9
10
15
18

DAFTAR GAMBAR
1 Tanaman Tinospora crispa L. Miers
2 Analisis dengan Teknik DGGE
3 Diagram Alur Penelitian
4 Hasil Amplifikasi Tahap 1 dan Tahap 2 Gen 16S rRNA Aktinomiset
5 Profil DGGE Gen 16S rRNA Aktinomiset, Interpretasi dari
Piranti Lunak Phoretix 1D, re-PCR, Analisis p-distance
6 Kedekatan Filogenetik Sekuen Gen 16S rRNA Aktinomiset Endofit
7 Kelimpahan Aktinomiset Tanah, Endofit

3
7
12
16
17
20
20

DAFTAR LAMPIRAN
1 Organ Tanaman berupa Akar, Batang, Daun dari tanaman
T. crispa dan Tanah
2 Hasil Analisis Konsentrasi DNA dengan Nano Drop 2000
Spectrophotometer
3 Runutan Basa Nitrogen dari 12 Pita pada Profil DGGE

32
32
32

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tanaman Tinospora crispa L. Miers merupakan salah satu tanaman obat
tradisional yang digunakan masyarakat Asia yang memiliki banyak khasiat seperti
dalam mengontrol penyakit diabetes (Puranik et al. 2010; Patela & Mishrab 2012).
Mikrob endofit salah satunya aktinomiset pada tanaman T. crispa mampu
memproduksi senyawa metabolit sekunder yang juga dihasilkan oleh tanaman
inangnya seperti senyawa antidiabetes (Pujianto et al. 2012). Hal ini diduga
merupakan hasil pertukaran genetik dan evolusi antara mikrob endofit dengan
inangnya (Tan & Zou 2001). Aktinomiset merupakan mikrob yang sangat penting
untuk dikaji karena kemampuannya dalam memproduksi beragam senyawa
metabolit sekunder. Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa dari beberapa
tanaman obat tradisional yang digunakan sebagai antidiabetes, T.crispa merupakan
tanaman obat dengan jumlah isolat aktinomiset tertinggi (Pujianto et al. 2012). Dari
65 aktinomiset endofit yang diisolasi dari beberapa tanaman obat antidiabetes, 32
isolat aktinomiset endofit berasal dari T. crispa. Pada penelitian lainnya juga
dilaporkan bahwa dari 15 bakteri endofit yang diisolasi dari T. crispa, 11 isolat
aktinomiset dan 4 isolat lainnya merupakan bakteri gram negatif (Irawan 2009).
Kajian tentang keragaman aktinomiset T. crispa dapat dilakukan dengan
cara mengisolasinya melalui culture dependent untuk aktinomiset yang dapat
dikulturkan dan culture independent untuk aktinomiset yang dapat dan yang tidak
dapat dikulturkan. Isolasi aktinomiset dengan menggunakan media agar (culture
dependent), memiliki kendala seperti kondisi pengkulturan, teknik yang digunakan,
media isolasi dan waktu pengkulturan (Qin et al. 2012). Lebih lanjut, beberapa
genus aktinomiset yang tumbuh lambat juga sulit untuk dikulturkan (Nimnoi et al.
2010), sehingga diduga hanya 0,1-10% dari semua mikrob di alam yang dapat
dikulturkan di laboratorium (Zeyaullah et al. 2009). Mikrob tersebut mampu
tumbuh cepat pada kondisi media kaya nutrisi, aerob serta pada suhu moderat
(Thontowi 2009). Lebih dari 99% dari mikrob yang ada di alam memiliki berbagai
potensi, namun masih belum banyak dikenal ataupun dimanfaatkan (Zeyaullah et
al. 2009). Berdasarkan hal tersebut maka perlu digunakan metode culture
independent untuk mengisolasi aktinomiset endofit yang sulit ataupun belum dapat
dikulturkan. Analisis metagenomik dilakukan berdasarkan analisis genom dari
komunitas bakteri di lingkungan yang tidak memerlukan pengkulturan (Thontowi
2009). Aplikasi teknik metagenomik dapat digunakan untuk menganalisis
komunitas mikrob yang ada di lingkungan dengan menggunakan beragam teknik
fingerprinting seperti DGGE/TGGE (Denaturing /Temperature Gradient Gel
Electrophoresis), SSCP (Single Strand Conformation Polymorphism), ARDRA
(Amplified Ribosomal DNA Restriction Analysis), T-RFLP (Terminal Restriction
Fragment Length Polymorphism), ARISA (Automated Ribosomal Intergenic
Spacer Analysis), perpustakaan klon, FISH (Fluorescent in situ hybridization) (Fani
2006; Fakruddin & Mannan 2013). Teknik DGGE telah banyak digunakan untuk
penelitian komunitas mikrob pada organ tanaman dan rhizosfer. Penggunaan PCRDGGE mampu mendapatkan keseluruhan data dari spesies aktinomiset endofit

2
dominan yang berkolonisasi pada organ tanaman maupun aktinomiset di rhizosfer
(Nimnoi et al. 2010). Gen 16S rRNA merupakan gen yang dimiliki oleh semua
prokariotik yang bersifat conserved region yang biasa digunakan untuk keperluan
identifikasi bakteri, termasuk aktinomiset.
Kajian mengenai status keragaman aktinomiset endofit dapat dilakukan
dengan pendekatan culture dependent dan culture independent. Keragaman
aktinomiset endofit T. crispa berdasarkan teknik culture dependent telah dilaporkan
oleh Irawan (2009) ditemukan 11 isolat aktinomiset endofit dan Pujianto et al.
(2012) dilaporkan sebanyak 32 isolat aktinomiset endofit, yang sebagian besar
merupakan genus Streptomyces. Namun demikian, informasi keragaman
aktinomiset endofit pada tanaman T. crispa dengan analisis metagenomik
berdasarkan gen 16S rRNA dengan PCR-DGGE belum dikaji. Oleh karena itu
fokus kajian penelitian ini adalah mengeksplorasi keragaman aktinomiset endofit
T. crispa berdasarkan pendekatan metagenomik.
Perumusan Masalah
Meningkatnya kebutuhan terhadap senyawa bioaktif baru yang berkhasiat
obat untuk pemanfaatannya dibidang kesehatan dan industri membutuhkan upaya
untuk mengeksplorasi keragaman dan potensi mikrob endofit asal tanaman obat.
Aktinomiset endofit T. crispa merupakan sumber senyawa bioaktif berkhasiat
antidiabetes. Namun demikian status keragaman aktinomiset endofit T. crispa
belum dikaji dengan baik. Data keragaman aktinomiset endofit yang tersedia masih
berdasarkan hasil kajian dengan pendekatan culture dependent, sehingga
keragaman aktinomiset endofit yang tidak atau belum dapat dikulturkan belum
diketahui. Isolasi aktinomiset dengan teknik culture dependent hanya
merepresentasikan 0,1-10 % saja yang dapat tumbuh, sedangkan 90-99 % mikrob
yang ada di alam yang memungkinkan memiliki potensi yang sangat besar, masih
belum dikenal ataupun dimanfaatkan. Pendekatan molekuler dengan analisis
metagenomik berdasarkan gen 16S rRNA dengan PCR-DGGE dapat digunakan
untuk menjawab dan mengkaji keragaman aktinomiset endofit pada tanaman obat
T. crispa dan aktinomiset tanah.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi keragaman aktinomiset endofit
pada tanaman T. crispa menggunakan analisis metagenomik berdasarkan gen 16S
rRNA dengan PCR-DGGE. Sebagai data pembanding keragaman aktinomiset tanah
disekitar daerah perakaran tanaman ini juga dikaji menggunakan pendekatan yang
sama. Informasi analisis metagenomik yang dilaporkan selanjutnya bisa digunakan
sebagai dasar kajian pengembangan potensinya.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai keragaman
komunitas aktinomiset endofit pada tanaman T. crispa dan aktinomiset tanah sekitar
perakaran tanaman tersebut secara culture independent. Selain itu, penelitian ini
diharapkan dapat menjadi referensi terkait penelitian komunitas aktinomiset

3
endofit, aktinomiset tanah untuk penelitian lebih lanjut dalam mengeksplorasi gen
fungsional lainnya dengan metode PCR-DGGE.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini meliputi pengambilan sampel tanaman T. crispa berupa bagian
akar, barang, daun dan tanah sekitar perakaran tanaman tersebut, sterilisasi
permukaan sampel, ekstraksi DNA genom total, amplifikasi DNA gen 16S rRNA
spesifik aktinomiset, analisis DGGE, sekuensing dan konstruksi pohon filogenetik,
analisis p-distance, analisis kelimpahan aktinomiset pada sampel.

TINJAUAN PUSTAKA
Tinospora crispa L. Miers
Indonesia merupakan negara mega biodiversity yang mempunyai kekayaan
flora berlimpah termasuk tanaman obat. Hutan tropika Indonesia memiliki potensi
tumbuhan obat yang tidak ternilai harganya, tidak kurang dari 1260 jenis tumbuhan
obat ditemukan dihutan tropika Indonesia (Zuhud 2012). Tanaman yang berkhasiat
obat berperan dalam menjaga kesehatan, mengatasi penyakit dan untuk kecantikan
(Wijayakusuma 2000). Organisasi kesehatan dunia (WHO) juga telah menetapkan
bahwa pengobatan tradisional pada masa kini dan mendatang akan tetap digunakan
oleh dua pertiga penduduk dunia dengan memanfaatkan sumber daya alam yang
potensial yang berkhasiat obat. Salah satu tanaman obat yang banyak dimanfaatkan
yaitu Tinospora crispa L. Miers atau lebih dikenal dengan nama daerahnya yaitu
brotowali, andawali, akar pahit, putowali (Gambar 1). T. crispa merupakan salah
satu tanaman obat yang banyak digunakan masyarakat Indonesia sebagai bahan
obat tradisional dan secara empiris telah terbukti memiliki khasiat. Senyawa
metabolit sekunder yang berkhasiat obat ini juga bisa didapatkan dari mikrob
endofit yang bersimbiosis dengan tanaman.

Gambar 1. Tanaman Tinospora crispa L. Mier

4
Klasifikasi tanaman brotowali sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Sub Kingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Sub Kelas
: Magnolidae
Ordo
: Ranunculales
Famili
: Menispermaceae
Genus
: Tinospora
Spesies
: Tinospora crispa L. Miers
(Santa et al. 1998).
T. crispa merupakan tanaman obat tradisional Indonesia yang biasanya
ditanam diperkarangan atau tumbuh liar dihutan. T. crispa telah lama dikenal oleh
masyarakat tradisional Indonesia sebagai bahan pembuatan jamu yang dicampur
dengan tanaman-tanaman herbal lainnya (Pujiyanto et al. 2012). T. crispa
mengandung senyawa furanoditerpen glikosida yaitu tinokrisposida yang berasa
sangat pahit selain itu juga terdapat senyawa lain seperti golongan alkaloid (aporfin,
berberin, palmatin, yatrohizin dan glikosida (borapetol dan borapetosida)) yang
memiliki kemampuan sebagai antidiabetes.
T. crispa merupakan tanaman herba yang hampir semua bagian tanamannya
dimanfaatkan sebagai obat serba guna yang dapat menyembuhkan beberapa
penyakit. Milamsari (2006) juga menyatakan bahwa ekstrak etanol batang T. crispa
dapat meningkatkan toleransi glukosa mencit putih jantan dengan dosis optimal 675
mg/kg BB. Ekstrak kasar TC-21 dari T. crispa pada konsentrasi 0,07% mempunyai
potensi sebagai penghasil inhibitor α glukosidase (Irawan 2009). Batang T. crispa
dapat digunakan sebagai bahan pembuat lotion antinyamuk (Prihastuti 2012) dan
beberapa manfaat lain yaitu sebagai antimikrob terhadap Staphylococcus aureus,
Streptococcus pyogenes dan Candida albicans secara in vitro (Kurniawan 2007),
antioksidan (Zulkefli et al. 2013), mengontrol tekanan darah (Praman et al. 2011)
dan antiproliferative dalam mencegah penyakit kanker (Zulkhairi 2008). Potensi
lainnya dari T. crispa yaitu dalam mengobati penyakit seperti demam, penyakit
kuning, gatal pada badan, kudis, luka, rematik.
Mikrob Endofit
Mikrob endofit merupakan organisme hidup berukuran mikroskopis yang
hidup di dalam jaringan tanaman, sebagian besar ditemukan pada jaringan
interseluler jarang sekali yang ditemukan intraseluler dan didalam jaringan vaskular
selama periode tertentu dari siklus hidupnya tanpa menyebabkan gejala penyakit
pada inangnya (Sessitsch et al. 2002). Mikrob endofit dapat berupa cendawan,
bakteri non aktinomiset dan aktinomiset. Setiap tanaman tingkat tinggi dapat
mengandung beragam mikrob endofit yang mampu menghasilkan senyawa bioaktif
atau metabolit sekunder yang diduga sebagai akibat koevolusi atau transfer genetik
dari tanaman inang ke dalam mikrob endofit (Tan & Zou 2001). Keberadaan mikrob
endofit bisa berasal dari lingkungan sekitarnya, seperti daerah rhizosfer dan filosfer
tumbuhan yang mampu menerobos kedalam jaringan tumbuhan melalui stomata,
lentikula, luka (trachoma yang rusak) ataupun area munculnya akar lateral

5
(Susilowati et al. 2010). Mikrob endofit yang bersimbiosis ini tidak menyebabkan
kerusakan pada tanaman. Mikrob ini aktif dalam proses perkembangan tanaman,
suplai nutrisi, memicu pertumbuhan tanaman dan melindungi dari patogen
(Andreote et al. 2009).
Isolasi bakteri endofit pada tanaman Morinda citrifolia ditemukan tiga bakteri
endofit gram positif dan dua gram negatif yang menunjukkan adanya aktivitas
antibakteri terhadap S. aureus, E. coli, S. typhimurium, B. subtilis dan C. albicans
(Kumala 2007). Mikrob endofit juga menghasilkan antibiotik Phomopsichalasin,
merupakan metabolit yang diisolasi dari mikrob endofitik Phomopsis spp.
Antibiotik ini berhasiat sebagai anti bakteri Bacillus subtilis, Salmonella enterica,
Staphylococcos aureus, dan juga dapat menghambat pertumbuhan jamur Candida
tropicalis (Radji 2005). Bakteri endofit tanaman hutan Indonesia mempunyai
prospek dalam menghasilkan senyawa aktif untuk memproteksi serangan mikrob
patogen tanaman Xanthomonas campestris, Pseudomonas solanacearum,
Colletroticum gloeosporioides dan Fusarium oxysporum (Melliawati et al. 2006).
Bakteri endofit yang berhasil diisolasi dari tanaman Momordica charantia (isolat
PR-3) memiliki kemampuan tinggi untuk menghambat enzim α glukosidase.
Ekstrak kasar isolat ini mampu memberikan penghambatan sebesar 61,2 %
dibanding senyawa komersial Acarbose 1% (Pujianto & Ferniah 2010).
Aktinomiset
Aktinomiset adalah bakteri gram positif, berfilamen dan bersporulasi dengan
DNA yang kaya dengan basa nitrogen G+C 57-75%. Aktinomiset berpotensi dalam
menghasilkan senyawa metabolit sekunder diantaranya streptomisin yang berasal
dari Streptomyces griseus untuk pengobatan tuberkulosis yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dan obat immunosuppress, tacrolimus (FK506)
diproduksi oleh S. tsukubaensis. Aktinomiset tersebar hampir di seluruh permukan
bumi. Sekitar 100 genera aktinomiset ada di tanah (Lo 2002). Keberadaan
aktinomiset tergantung pada beberapa faktor, seperti ketersediaan nutrisi, suhu, pH,
kelembaban, jenis tanah, musim dan iklim (Oskay 2009).
Metabolit sekunder yang diperoleh dari aktinomiset sangat beragam seperti
antibakteri, antitumor, antijamur, antioksidan, antivirus dan antidiabetes.
Aktinomiset juga bisa membantu pertumbuhan tanaman dengan menghasilkan
indole-3-acetic acid (IAA) yang membantu pertumbuhan akar atau memproduksi
siderofor untuk meningkatkan pengambilan nutrisi (Khamna et al. 2009).
Aktinomiset dikenal sebagai bakteri penghasil antibiotik, karena lebih dari 10.000
antibiotik yang telah ditemukan, dua pertiganya dihasilkan oleh bakteri ini.
Antibiotik berspektrum luas yang disebut munumbicin, dihasilkan oleh endofit
Streptomyces spp. Strain NRRL 30562 yang merupakan endofit yang diisolasi dari
tanaman Kennedia nigriscans, dapat menghambat pertumbuhan Bacillus anthracis
dan Mycobacterium tuberculosis yang multiresisten terhadap berbagai obat anti
TBC (Radji 2005). Hasil penelitian Rante (2010) menyebutkan bahwa senyawa
antibakteri yang dihasilkan dari aktinomiset yang berasosiasi dengan spons
merupakan senyawa turunan karboksilat. Isolat aktinomiset yang diisolasi dari
spons termasuk ke dalam genus Streptomyces sp. yang menghasilkan metabolit
sekunder aktif terhadap bakteri S. aureus resisten antibiotik. Dari hasil penelitian
Susilowati (2007) isolasi dan karakterisasi aktinomiset mampu memproduksi

6
senyawa antibakteri enteropatogenik terhadap Escherichia coli K1.1, Pseudomonas
pseudomallei 0205 dan Listeria monocytogenes 5407. Streptomyces glaucescens
menghasilkan senyawa metabolit sekunder seperti acarbose yang berfungsi sebagai
inhibitor enzim α glukosidase yang dapat menurunkan kadar gula darah (Rockser
& Wehemeier 2008). Aktinomiset isolat Tc-2.1 dan Tc-3.1 dari batang brotowali
menunjukkan aktivitas inhibisi α- glukosidase dalam mengontrol penyakit diabetes
(Irawan 2009). Ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 memiliki senyawa
aktiv auron yang berasal dari golongan flavonoid yang memiliki kemampuan
menekan kadar glukosa darah (Pujiyanto et al. 2012).
Amplifikasi Gen 16S rRNA
Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu metode enzimatis untuk
melipatgandakan secara eksponensial suatu sekuen nukleotida tertentu dengan cara
in vitro. Metode ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1985 oleh Kary B.
Mullis, metode ini sekarang telah banyak digunakan untuk berbagai macam
manipulasi dan analisis genetik (Yuwono 2006).
Aplikasi teknik molekuler untuk menganalisis keragaman mikrob yaitu
analisis gen 16S rRNA dengan PCR mampu menampilkan keragaman genetik
mikrob baik yang dapat dikulturkan ataupun tidak. PCR bertujuan untuk amplifikasi
gen. Amplifikasi membutuhkan primer spesifik (sekuen oligonukleotida khusus
yang terdiri dari 10-30 nukleotida) yang dirancang berdasarkan daerah konservatif
dalam genom tersebut. Semakin panjang primer maka makin harus spesifik daerah
yang diamplifikasi. Gen 16S rRNA banyak digunakan karena gen ini terdapat pada
semua prokariota dan memiliki sekuen yang konservatif dan sekuen lainnya yang
bervariasi (Madigan et al. 2011). Analisis kedekatan filogenetik berdasarkan
sekuen gen 16S rRNA sering digunakan sebagai metode untuk mengklasifikasikan
bakteri. Sekuen gen 16S rRNA pada bakteri merupakan marker molekular universal
yang baik karena mengandung daerah yang sangat stabil (conserved region) yang
merupakan daerah yang jarang sekali mengalami transfer gen secara lateral dan
mengalami perubahan yang sangat lambat selama evolusi sehingga dapat digunakan
untuk mengetahui hubungan filogenetik (Salaki 2010). Penggunaan gen 16S rRNA
telah digunakan sebagai parameter sistematik molekuler yang universal,
representatif dan praktis untuk mengkonstruksi kekerabatan filogenetik pada
tingkat spesies, selain itu juga didukung dengan adanya ketersedian database yang
lengkap pada situs NCBI (National Center for Biotechnology Information).
Reaksi pelipatgandaan suatu fragmen DNA dimulai dengan melakukan
denaturasi DNA templet sehingga DNA yang berantai ganda akan terpisah menjadi
rantai tunggal. Penurunan suhu dilakukan agar primer menempel pada cetakan
DNA yang telah terpisah menjadi rantai tunggal (kondisi annealing). Primer akan
membentuk ikatan hidrogen dengan cetakan pada daerah sekuen yang
komplementer dengan sekuen primer. Primer yang berbeda memiliki suhu
annealing yang berbeda. Dilanjutkan dengan penaikan suhu, pada kondisi ini DNA
polimerase akan melakukan proses polimerisasi rantai DNA yang baru berdasarkan
informasi yang ada pada DNA cetakan. Reaksi-reaksi ini akan diulangi lagi sampai
siklus yang diinginkan berkisar 25-35 siklus. Pada akhir siklus akan didapatkan
DNA rantai ganda yang baru hasil polimerisasi yang jauh lebih banyak
dibandingkan jumlah DNA cetakan yang digunakan (Yuwono 2006).

7
Modifikasi PCR yang populer adalah nested-PCR. Metode ini melibatkan dua
siklus amplifikasi yang menggunakan dua pasang primer. Pada amplifikasi pertama
menggunakan sepasang primer dan menghasilkan produk PCR yang relatif panjang.
Produk PCR ini kemudian diamplifikasi dengan menggunakan primer internal,
sehingga menghasilkan produk yang lebih pendek. Metode ini sangat peka dan
sensitif, amplifikasi dengan primer internal menaikan jumlah produk PCR.
Amplifikasi kedua ini juga bertujuan untuk menegaskan spesifitas produk PCR
pertama (Sudjadi 2008).
DGGE (Denaturing Gradient Gel Electrophoresis)
Analisis dengan pendekatan metagenomik pada komunitas mikrob yang ada
di lingkungan telah banyak dikembangkan menggunakan teknik fingerprinting
seperti DGGE/TGGE (Denaturing /Temperature Gradient Gel Electrophoresis),
SSCP (Single Strand Conformation Polymorphism), ARDRA (Amplified
Ribosomal DNA Restriction Analysis), T-RFLP (Terminal Restriction Fragment
Length Polymorphism), ARISA (Automated Ribosomal Intergenic Spacer
Analysis), perpustakaan klon, FISH (Fluorescent in situ hybridization) (Fani 2006;
Fakruddin & Mannan 2013). Masing-masing teknik memiliki kelebihan dan
kekurangan, sehingga pemilihan teknik analisis didasarkan pada kebutuhan
penelitian. PCR-DGGE merupakan metode yang secara umum telah banyak
digunakan dalam menganalisis keragaman mikrob secara culture independent pada
beberapa sampel tanah (Tabel 2) maupun endofit pada tanaman kentang, akar
Aquilaria crassna (Sessitsch et al. 2002; Nimnoi et al. 2010).
Prinsip PCR-DGGE dalam menganalisis keragaman mikrob dilingkungan
diawali dengan amplifikasi fragmen DNA dengan primer spesifik. Produk PCR
terdiri dari fragmen DNA yang mempunyai panjang yang sama, namun dengan
sekuens pasangan basa yang berbeda, dapat dipisahkan dengan analisis DGGE.
Pemisahan ini didasarkan kepada pengurangan mobilitas elektroforesis dari
molekul DNA yang terdenaturasi secara parsial dalam gel poliakrilamid yang
mengandung gradien denaturan yang bertambah secara linear (Muyzer et al. 2004).

Gambar 2. Analisis dengan Teknik DGGE
http//www.milieumicrobiologie.nl

8
Gel poliakrilamid adalah gel yang secara kimia terbentuk dari polimerisasi
akrilamid yang berikatan secara cross-link dengan N,N'-methylenebisacrylamide.
Reaksinya adalah polimerisasi radikal bebas dengan bantuan ammonium persulfat
(APS) sebagai inisiator dan N,N,N',N'-tetramethylenediamine (TEMED) sebagai
katalis (Sudjadi 2008). Gel poliakrilamid dapat memisahkan DNA dengan resolusi
tinggi dan hasil yang murni, sehingga sangat baik digunakan untuk analisis
keragaman pada tingkat molekuler.
Fragmen DNA dengan sekuen yang berbeda terdenaturasi pada posisi yang
berbeda pada konsentrasi denaturan yang berbeda didalam gel. Daerah pada DNA
untaian ganda yang terdenaturasi sebagian menjadi untai tunggal pada area tertentu
disebut melting domain. Penambahan 30- sampai 40-bp GC clamp pada ujung 5’
primer menyebabkan salah satu ujung untai memiliki melting domain yang tinggi
yang bisa mencegah DNA beruntai ganda terdenaturasi sepenuhnya menjadi DNA
tunggal sehingga akan membentuk DNA seperti huruf Y pada gel poliakrilamid
(Muyzer et al. 1993). Hal ini menyebabkan mobilitas DNA dalam gel poliakrilamid
menjadi berkurang (Gambar 2). Sekuen DNA yang berbeda bahkan perbedaan satu
pasang basa nukleotida akan muncul sebagai pita pada posisi yang berbeda didalam
gel poliakrilamid (Muyzer et al. 1993). PCR-DGGE mampu memisahkan sampel
yang dianalisis menjadi beberapa pita yang terpisah. Masing-masing pita yang
terpisah mewakili satu spesies tersendiri. Profil DGGE menunjukkan spesies yang
dominan dan intensitas dari masing-masing pita menunjukkan kelimpahan relatif
(Nimnoi et al. 2010).
Sekuensing
Dalam bidang molekuler, informasi urutan nukleotida (adenine, guanine,
cytosine dan thymine) suatu fragmen DNA merupakan hal yang penting. Urutan
basa nukleotida dapat ditentukan dengan teknik DNA sekuensing. Metode yang
digunakan diantaranya dengan prosedur kimia yang ditemukan oleh A. Maxam dan
W. Gilbert atau prosedur enzimatik yang dikembangkan oleh F. Sanger. Metode
enzimatik biasa dikenal sebagai metode dideoksinukleotida yang saat ini
merupakan metode yang banyak digunakan (Sudjadi 2008).
Proses awal dari metode Sanger adalah reaksi PCR. DNA yang akan
ditentukan urutan basa ACGT-nya dijadikan sebagai cetakan yang kemudian
diamplifikasi menggunakan enzim dan bahan-bahan yang mirip dengan reaksi
PCR, namun ada penambahan beberapa pereaksi tertentu. Proses ini dinamakan
cycle sequencing. Perbedaan cycle sequencing dengan PCR biasa adalah primer
yang digunakan hanya satu untuk satu arah pembacaan, tidak dua atau sepasang
seperti pada PCR, ddNTPs (dideoxy-Nucleotide Triphosphate) adalah modifikasi
dari dNTPs dengan menghilangkan gugus 3′-OH pada ribosa. Saat proses ekstensi,
enzim polimerase akan membuat rantai baru DNA salinan dari cetakan DNA
dengan menambahkan dNTP dan ddNTP sesuai dengan urutan pada DNA
cetakannya. Jika yang menempel adalah ddNTP, maka proses polimerisasi akan
terhenti karena ddNTP tidak memiliki gugus 3′-OH yang seharusnya bereaksi
dengan gugus 5′-Posfat dNTP berikutnya yang membentuk ikatan posfodiester.
Pada akhir siklus sekuensing yang dihasilkan adalah fragmen-fragmen DNA
dengan panjang bervariasi. Fragmen-fragmen tersebut dipisahkan dengan
elektroforesis, dengan jarak antar fragmen satu basa nitrogen. Proses pemisahan

9
fragmen pada gel electrophoresis bisa digabung dalam 1 lajur dengan
menggunakan pelabel fluorescent pada ddNTP dengan 4 warna berbeda untuk
ddATP, ddCTP, ddGTP dan ddTTP. Dengan teknik ini visualisasi dan penentuan
urutan basa dapat dilakukan dengan lebih mudah karena keempat reaksi dipisahkan
dalam satu lajur elektroforesis dengan 4 warna berbeda. Hasil pembacaan mesin
sekuenser ini disebut juga electropherogram, yaitu pik-pik berwarna yang
menunjukkan urutan basa DNA-nya (Sudjadi 2008).
Metagenomik
Studi mengenai keragaman bakteri dalam dua dekade terakhir mengungkap
bahwa lebih dari 99% bakteri yang ada di alam tidak dapat dikultur di laboratorium
dengan menggunakan metode kultur standar. Metagenomik adalah suatu
pendekatan untuk mendapatkan informasi genetik dari total mikrob dalam suatu
lingkungan, tanpa harus mengisolasi dan mengkultur sel atau mikrob tersebut
(Rachim 2008). Istilah ini berasal dari statistik meta-analisis dan genomik.
Pendekatan ini didasarkan pada kemajuan terbaru dari genomik mikrob dan
amplifikasi PCR serta kloning gen yang langsung dari lingkungan (Schloss &
Handelsman 2003). Pendekatan yang digunakan untuk ekstraksi DNA secara
metagenomik biasanya serupa dengan pendekatan yang digunakan pada ekstraksi
DNA dari kultur murni. Langkah dasar yang harus dilakukan meliputi
penghancuran sampel, lisis sel, pemisahan DNA dari serpihan sel dan pemurnian
DNA (Dahlia 2012). Sehingga dapat diperoleh gambaran yang menyeluruh untuk
suatu komunitas.
Penelitian ekplorasi enzim dan antibiotik baru merupakan salah satu awal
penemuan dari metagenomik. Kedepannya diharapkan dapat memperbaiki metode
dan memperkaya gen yang fungsional yang akan mempercepat laju penemuan
molekul yang berguna (Schloss & Handelsman 2003). Analisis metagenomik telah
banyak dikembangkan dalam menganalisis keragaman mikrob endofit (Tabel 1),
mikrob tanah (Tabel 2) selain itu juga banyak digunakan untuk sampel air, mikrob
pada usus manusia dan lain sebagainya.
Tabel 1. Data keragaman komunitas mikrob yang diisolasi dengan pendekatan
metagenomik pada beberapa tanaman
Sampel Tanaman
Culture Independent
Sumber
Akar Oryza sativa
Mycobacterium
Tian et al. 2007
Streptomyces
Micromonospora
Actinoplanes
Frankia
Dactylosporangium
Amycolatopsis
Corynebacterium
Rhodococcus
Unculture actinobacterium
Nocardiodies

10
Sampel Tanaman
Taxus x media
T. Mairei

Aquilaria crassna
Pierre ex Lec

Zea mays

Mytenus
austroyunnanensis

Culture Independent
Janibacter
Gammaproteobacteria
Betaproteobacteria
Actinobacteria
Acidobacteria
Nocardia
Streptomyces
Actinomadura
Nonomuraea
Bacillus thuringiensis
Bacillus sp.
Bacillus mycoides
Bacillus amyloliquefaciens
Klebsiella axytoca
Klebsiella variicola
Klebsiella pneumoniae
Erwinia rhapontici
Erwinia pyrifoliae
Enterobacter cloacea
Stenotrophomonas sp.
Stenotrophomonas

Sumber

Actinomycetales

Qin et al. 2012

Hao et al. 2008

Nimnoi et al. 2010

Pereira et al. 2011

Acidomicrobiales
Ainsliaea henryl
Diels

Streptomyces sp.

Zhao et al. 2012

Micromonospora sp.
Tabel 2. Data keragaman komunitas mikrob tanah yang diisolasi dengan
pendekatan metagenomik
Sampel Tanah
Culture Independent
Sumber
Rhizosfer pada
Actinomycetales
Heuer et al. 1997
buncis
Bifidobacteriales
Actinobacteridae
Actinobacteria
Rhizosfer tanaman Streptomyces
Smalla et al. 2001
strawberi, kentang Bacillus
Arthrobacter
Frateuria
Nocardia
Promicromonospora

11
Sampel Tanah

Culture Independent
Devosia
Gordona

Rhizosfer pada

Pseudomonas

Chrysanthemum

Comamonas
Variovorax
Acetobacter
Bacillu
Arthrobacter

Tanah

Firmicutes

Rhizosfer tanaman
obat di Panxi,
China

Tanah kebun kapas

Proteobacteria
Bacillus
Actinobacteria
Acidobacteria
Verrucomicrobia
Chloroflexi
Gemmatimonadetes
Chlorobi
Bacteriodetes
Chlamydiae
Ferribacter
Cyanobacteria
Deinococcus
Micromonosporaceae

Sumber

Duineveld et al.
2001

Brons & Elsas
2008

Zhao et al. 2012

Promicromonosporaceae
Cellulomonadaceae
Glycomycetaceae
Nocardiopsaceae
Nocardioidaceae
Streptosporangiaceae
Actinosynnemataceae
Pseudonocardiaceae
Streptomycetaceae
Mycobacteriaceae
Nocardiaceae
Micrococcaceae
Rhodococcus sp. Pc2F
nocardiaceae
Bacterium ellin 5004
Unclassified actinobacterium

Zhang et al. 2013

12

METODE
Kerangka Penelitian
Pengambilan Sampel Akar, Batang
dan Daun Tanaman T. crispa

Pengambilan Sampel Tanah

Sterilisasi Permukaan
Ekstraksi Genom Total dengan
MoBio Power Soil Kit

Ekstraksi Genom Total dengan
Geneaid Mini Kit (plant)

PCR Tahap 1

PCR Tahap 2

DGGE (Denaturing Gradient Gel
Electrophoresis )

Analisis dengan Software Phoretix 1D

Re-PCR
Sekuensing Produk PCR

Analisis Filogenetik Gen 16S rRNA
Gambar 3. Digram alur penelitian
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga Oktober 2014.
Penelitian bertempat di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi FMIPA
Institut Pertanian Bogor (IPB).

13
Pengambilan dan Sterilisasi Permukaan Sampel
Tanaman T. crispa diperoleh dari Kebun Koleksi Tanaman Obat, Pusat
Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor. Tanaman yang diambil yaitu tanaman
yang sehat. Bagian daun, batang dan akar tanaman (Lampiran 1) dibersihkan dan
dipotong-potong kemudian disterilisasi permukaan secara bertahap dengan
direndam dalam alkohol 70% selama 1 menit, kemudian direndam dalam natrium
hipoklorit (NaOCl) 1% selama 5 menit, selanjutnya direndam kembali dalam
alkohol 70% selama 1 menit. Langkah terakhir dibilas sebanyak 3 kali dengan
akuades steril. Untuk membuktikan bahwa koloni aktinomiset endofit saja yang
terisolasi, maka dilakukan uji kontrol negatif terhadap air hasil rendaman terakhir
ketika proses sterilisasi permukaan, dengan cara menyebar 100 µL air sisa
rendaman tersebut ke atas media uji Humic Acid Vitamin B (HV) (Combs & Franco
2003). Sampel tanah yang diambil adalah tanah disekitar perakaran tanaman T.
crispa kurang lebih pada kedalaman 1-5 cm dari permukaan tanah.
Ekstraksi DNA Aktinomiset Endofit dan Aktinomiset Tanah
Ekstraksi DNA genom aktinomiset endofit pada sampel tanaman meliputi
bagian akar, batang dan daun pada penelitian digunakan kit isolasi Genomic DNA
Mini Kit Plant (Geneaid) dengan prosedur 100 mg sampel segar digerus dengan
menggunakan nitrogen cair, kemudian ditambahkan 400 µl GP1 buffer dan 5 µl
RNAse A dan diinkubasi pada suhu 60 ºC selama 10 menit, setiap 5 menitnya tube
yang berisi sampel di bolak balik. Tahap berikutnya ditambahkan 100 µl GP2 buffer
dan divortex kemudian diinkubasi pada es selama 3 menit. Langkah berikutnya,
campuran dipindahkan kedalam tube baru yang sudah dilengkapi filter column.
Supernatan hasil saringan kemudian ditambahkan 1,5 volume GP3 buffer yang
sudah ditambahkan isopropanol. Tahap selanjutnya transfer 700 µl campuran pada
tube yang sudah dilengkapi GD column kemudian disentrifugasi pada 12000 rpm
selama 2 menit, supernatan dibuang kemudian ditambahkan lagi campuran yang
sama sebanyak 700 µl, lakukan hal yang sama hingga campuran habis. Langkah
selanjutnya pencucian GD column yang sudah berikatan dengan DNA genom
dengan ditambahkan W1 buffer sebanyak 400 µl dan disentrifugasi 12000 rpm
selama 30 detik, kemudian ditambahkan wash buffer yang sudah ditambahkan
etanol sebanyak 600 µl dan disentrifugasi pada 12000 rpm selama 30 detik. Sampel
yang masih ditemukan pigmen pada air hasil pencucian dengan wash buffer
dilakukan pencucian lagi menggunakan wash buffer sebanyak 400 µl dan
disentrifugasi pada 12000 rpm selama 30 detik. Selanjutnya disentrifugasi lagi pada
12000 rpm selama 3 menit untuk mengeringkan matrik column. Tahap berikutnya
GD column dipindahkan pada tube baru dan ditambahkan 60 µl elution buffer,
diamkan selama 5 menit kemudian disentrifugasi pada 12000 rpm selama 30 detik.
DNA genom yang didapatkan kemudian disimpat pada suhu -4 ºC.
Ekstraksi DNA tanah dilakukan dengan menggunakan Power Soil DNA
Isolation Kit (Mobio Laboratories, Carlsbad, CA, USA). Prosedur yang digunakan
yaitu sebanyak 0.25 gram tanah dimasukkan kedalam PowerBead Tube yang telah
disediakan, kemudian divortex sekitar 5 menit. Sebanyak 60 µL larutan C1
dimasukkan kedalam tabung mikro, kemudian tabung dibolak-balikkan. Tabung
mikro kemudian divortex pada posisi horizontal selama 10 menit. Selanjutnya

14
tabung disentrifuse pada 12000 rpm selama 30 detik pada suhu ruang. Selanjutnya,
supernatan hasil sentrifuse dipindahkan ke dalam tabung mikro baru sebanyak 400500 µL. Sebanyak 250 µL larutan C2 (larutan IRT/Inhibitor Removal
TechnologyTM) dimasukkan ke dalam tabung mikro kemudian divortex selama 5
detik lalu diinkubasi pada suhu 4 °C selama 5 menit. Setelah diinkubasi, tabung
mikro disentrifuse pada 12000 rpm selama 60 detik pada suhu ruang. Setelah
disentrifuse, sebanyak 500-600 µL supernatan dipindahkan ke tabung tabung mikro
yang baru. Sebanyak 200 µL larutan C3 (larutan IRT/Inhibitor Removal
TechnologyTM) ditambahkan pada tabung mikro kemudian divortex selama 5 detik
lalu diinkubasi pada suhu 4 °C selama 5 menit. Setelah inkubasi, tabung mikro
disentrifuse pada 12000 rpm selama 60 detik pada suhu ruang. Setelah disentrifuse,
750 µL supernatan dipindahkan kedalam tabung mikro yang baru. Sebanyak 1200
µL larutan C4 (larutan garam) dimasukkan ke dalam tabung mikro kemudian
divortex selama 5 detik. Sebanyak 675 µL larutan dimasukkan kedalam spin filter
kemudian disentrifuse pada 12000 rpm selama 60 detik pada suhu ruang. Setelah
itu buang cairan yang terdapat pada bawah tabung spin filter, lalu dimasukkan lagi
675 µL larutan sebelumnya kemudian disentrifuse kembali pada 12000 rpm selama
60 detik pada suhu ruang. Cairan yang terdapat pada bawah tabung spin filter
dibuang kemudian dimasukkan lagi sisa larutan sebelumnya, kemudian disentrifuse
pada kondisi 12000 rpm selama 60 detik, lalu cairan yang terdapat pada bawah
tabung filter dibuang. Sebanyak 500 µL larutan C5 (larutan pencuci) dimasukkan
ke dalam tabung filter kemudian disentrifuse pada 12000 rpm selama 30 detik pada
suhu ruang. Setelah disentrifuse, cairan yang terdapat pada bawah tabung filter
dibuang, kemudian tabung disentrifuse ulang pada 12000 rpm selama 60 detik pada
suhu ruang. Setelah sentrifuse, tabung filter dipindahkan ke dalam tabung mikro
baru. Sebanyak 100 µL larutan C6 (larutan elusi) dimasukkan ke dalam tabung,
kemudian disentrifuse pada 12000 rpm selama 30 detik. Setelah sentrifuse selesai,
spin filter dibuang. DNA hasil ekstraksi tedapat pada tabung sekitar 100 µL dan
siap digunakan untuk proses lanjutan seperti PCR. Hasil ekstraksi kemudian dicek
kuantitasnya dengan menggunakan Nano Drop 2000 Spectrophotometer (Thermo
Scientific, Wilmington, DE, USA).
PCR untuk DGGE
Tahapan amplifikasi menggunakan teknik nested PCR untuk mendapatkan
perbanyakan gen 16S rRNA menggunakan primer spesifik aktinomiset 27f dan
16Sact1114r dan primer universal bakteri P338f dan P518r (Tabel 3). Amplifikasi
tahap 1 dilakukan dengan menggunakan GoTaq Green Promega dengan komposisi
PCR mixed dengan komposisi 12,5 µL GoTaq Green Promega, Primer 27f dan
16Sact1114r 60 pmol masing-masing 0,25 µL, templet DNA 5 µL dan ditambahkan
nuclease free water sampai volume 25 µL. Kondisi PCR yang digunakan yaitu predenaturasi 94 ºC selama 5 menit, denaturasi 94 ºC selama 60 detik, annealing 65 ºC
selama 45 detik (penurunan 0,5 ºC tiap siklus untuk 20 siklus pertama, penurunan
terakhir pada suhu 55 ºC), elongasi 72 ºC selama 120 detik untuk 30 siklus dan
elongasi akhir 72 ºC selama 7 menit (Zhang et al. 2013).
Amplifikasi tahap 2 juga menggunakan GoTaq Green Promega dengan
komposisi PCR mixed dengan komposisi 25 µL GoTaq Green Promega, Primer
P338f-GC clamp dan P518r 100 pmol masing-masing 0,25 µL, Produk PCR tahap

15
1 sebanyak 1 µL sebagai templet DNA dan ditambahkan nuclease free water
sampai volume 50 µL. Amplifikasi dilakukan dengan T1-thermocycler (Biometra,
Goettingen, Germany) dengan optimasi sebagai berikut pre-denaturasi 94 ºC selama
5 menit, denaturasi 94 ºC selama 60 detik, anneling 55 ºC selama 45 detik, elongasi
72 ºC selama 60 detik untuk 30 siklus dan elongasi akhir 72 ºC selama 5 menit
(Zhang et al. 2013).
Tabel 3. Daftar sekuen primer yang digunakan untuk PCR
Primer

Sekuen

Referensi

27f

5'-AGAPTTTGATCCTGGCTCAG-3'

Bruce et al. 1992;
Martina et al. 2008
Bruce et al. 1992;
Martina et al. 2008
Ovreas et al. 1997
Ovreas et al. 1997
Ovreas et al. 1997

16Sact1114r 5'-GAGTTGACCCCGGCRGT-3'
P338f
P518r
GC clamp

5'-ACTCCTACGGGAGGCAGCAG-3'
5'-ATTACCGCGGCTGCTGG-3'
5'CGCCCGCCGCGCGCGGCGGGCG
GGGCGGGGGCACGGGGGG

*Keterangan: F/f, forward primer; R/r, reverse primer

GC clamp yang ditambahkan pada ujung 5’primer P338f

Hasil amplifikasi kemudian diamati ukurannya dengan cara dimigrasi
sebanyak 5 µL pada gel agarosa 1%, 80 volt selama 45 menit. Hasil migrasi
kemudian diwarnai dengan Ethidium bromide 0.1% selama 15 menit kemudian
dilihat dibawah UV transiluminator dan Gel Doc untuk didokumentasikan. Produk
PCR yang tersisa disimpan pada suhu -20 ºC sebelum dianalisis dengan DGGE.
DGGE (Denaturing Gradient Gel Electrophoresis)
DGGE dilakukan dengan menggunakan D Code Universal Mutation
Detection System (Bio-Rad, Hercules, CA, USA). Sebanyak 30 µL template (25
µL produk PCR + 5 µL Loading Dye) dimigrasikan pada 1 mm gel poliakrilamid
8% (Akrilamid-Bisakrilamid [37.5:1]) dalam 7 L TAE 1X (40mM Tris, 20mM
asam asetat, dan 1mM EDTA) menggunakan urea sebagai denaturan dengan
gradien denaturan 30%-70% (100% denaturan dibuat dengan 7M Urea 8,4 g,
formamida 8 ml, 50x TAE 0,4 ml, Akrilamid-Bisakrilamid 4 ml dan ditambahkan
aquades steril sampai volume 20 ml). Migrasi dilakukan pada suhu 60 ºC, tegangan
150 volt selama 5 jam. Setelah migrasi selesai, gel direndam dan diwarnai dengan
SYBR Safe (Invitrogen-Molecular \Probes, Carlsbad, CA, USA) selama 1 jam.
Visualisasi gel dilakukan dengan menggunakan G:BOX (Syngene, Frederick, MD,
USA). Hasil foto gel akrilamid dengan G:BOX dianalisis dengan menggunakan
piranti lunak Phoretix 1D untuk mengestimasi total pita yang muncul. Pita yang
muncul kemudian dipotong dan dimasukkan ke dalam microtube yang berisi 100
µL ddH2O lalu disimpan 24 jam pada suhu 4 ºC dan divortex, kemudian di PCR
kembali menggunakan primer step 2 tanpa GC Clamp dengan kondisi PCR yang
sama seperti sebelumnya.

16
Sekuensing Gen 16S rRNA dan Konstruksi Pohon Filogenetik
Produk PCR dari profil DGGE kemudian dikirim ke perusahaan jasa
sekuensing (1stBASE Malaysia). Hasil sekuensing dibandingkan dengan database
dari situs NCBI (http://www.ncbi.nlm.nih.gov) dengan program Basic Local
Alignment Search Tool (BLAST). Pensejajaran sekuen nukleotida dan konstruksi
pohon filogenetik dilakukan dengan menggunakan piranti lunak MEGA 5.2.
Konstruksi pohon filogenetik menggunakan metode Neighbour Joining.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Profil PCR-DGGE
Uji kontrol negatif yang dilakukan terhadap air rendaman terakhir yang
disebarkan pada media HV menunjukkan bahwa tidak ada mikrob yang tumbuh.
Hasil ini menguatkan bahwahanya genom aktinomiset endofit saja yang
terekstraksi. Konsentrasi DNA genom total yaitu 35,1 ng µL-1, 37,2 ng µL-1, 30,9
ng µL-1 berturut-turut didapatkan dari akar, batang dan daun. Konsentrasi DNA
genom total pada tanah yaitu 3,7 ng µL-1 (Lampiran 2). Kemurnian DNA yang
diperoleh dari hasil ekstraksi ini cukup baik dengan parameter A260/A280 rata-rata
berkisar 1,6-1,7 menunjukkan bahwa masih terdapat sedikit kemungkinan pengotor
protein, namun hal tersebut tidak mengganggu proses replikasi DNA. Nilai
A260/A280 yang baik dan dianjurkan berkisar 1,8 – 2,0 (Sambrook & Russell
2001).
Amplifikasi dengan nested-PCR dilakukan dengan 2 tahapan menggunakan
primer spes