Identifikasi Aktinomiset Endofit Asal Tanaman Padi Berdasarkan Analisis Gen 16S rRNA dan nifH

IDENTIFIKASI AKTINOMISET ENDOFIT ASAL
TANAMAN PADI BERDASARKAN ANALISIS
GEN 16S rRNA DAN nifH

WAHYU EKA SARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Identifikasi Aktinomiset
Endofit Asal Tanaman Padi Berdasarkan Analisis Gen 16S rRNA dan nifH adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor

Bogor, Mei 2014

Wahyu Eka Sari
NIM G351110201

RINGKASAN
WAHYU EKA SARI. Identifikasi Aktinomiset Endofit Asal Tanaman Padi
Berdasarkan Analisis Gen 16S rRNA dan nifH. Dibimbing oleh YULIN
LESTARI dan DEDY DURYADI SOLIHIN.
Aktinomiset indigenos dikenal memiliki keragaman yang tinggi dan
berpeluang untuk mendapatkan novel spesies. Aktinomiset endofit diketahui
dapat menjadi pelaku pemfiksasi nitrogen selain mampu menghasilkan senyawa
bioaktif dengan beragam fungsi seperti antimikrob, penghasil enzim dan inhibitor
enzim, serta hormon pemacu pertumbuhan. Identifikasi molekuler dan peran
aktinomiset endofit tanaman padi masih jarang dilakukan, sehingga perlu dikaji.
Oleh karena itu penelitian ini bertujuan mengidentifikasi aktinomiset endofit
tanaman padi berdasarkan analisis gen 16S rRNA dan nifH serta mengkaji
aktivitasnya dalam memfiksasi nitrogen.

DNA genom dari tujuh isolat aktinomiset endofit diisolasi menggunakan
Genomic DNA Mini Kit, selanjutnya gen 16S rRNA diamplifikasi menggunakan
PCR. Analisis kemampuan fiksasi nitrogen dilakukan berdasarkan uji produksi
amonia, pertumbuhan di media bebas nitrogen, dan amplifikasi gen nifH melalui
PCR. Produk PCR disekuensing dan dianalisis menggunakan software
bioinformatika MEGA 5.05 untuk mengkonstruksi pohon filogenetik yang
mengindikasikan kekerabatan antar isolat.
Analisis sekuen gen 16S rRNA menunjukkan bahwa tujuh isolat
(IPBCC.b.14.1531, IPBCC.b.14.1532, IPBCC.b.14.1533, IPBCC.b.14.1534,
IPBCC.b.14.1535, IPBCC.b.14.1536, dan IPBCC.b.13.1530) berkerabat dekat
dengan Streptomyces spp. Sekuen 16S rRNA dari enam isolat berkerabat dengan
S. albolongus, S. cavourensis subsp. cavourensis, S. anulatus, dan S. bungoensis
dengan identitas maksimum < 97%, dan satu isolat lainnya berkerabat dekat
dengan S. misionensis, dengan identitas maksimum 99%.
Berdasarkan analisis sekuen gen nifH, tiga isolat berhasil diamplifikasi
menggunakan PCR dan menunjukkan kekerabatannya dengan gen nifH
Herbaspirillum sp., dengan nilai kemiripan 93 hingga 99%. Analisis keragaman
jarak genetik berdasarkan p-distance, antara tiga isolat dengan Frankia sp.,
Rhizobium sp., L. ferrooxidans, dan K. pneumonia menunjukkan adanya
perbedaan sekuen gen nifH sebesar 18-28% dan lebih dari 59% jika dibandingkan

dengan sekuen gen nifH B. japonicum. Hal tersebut mengindikasikan keragaman
yang tinggi gen nifH pada isolat aktinomiset endofit padi. Berdasarkan uji in
vitro, isolat IPBCC.b.13.1530, IPBCC.b.14.1531, dan IPBCC.b.14.1536 juga
mampu tumbuh di media bebas nitrogen dan memproduksi amonia berturut-turut
sebesar 0.065 ppm, 0.014 ppm, dan 0.076 ppm pada media bebas nitrogen. Hasil
tersebut mengindikasikan bahwa tiga isolat tersebut menjanjikan dalam perannya
sebagai bakteri pemfiksasi N2 pada tanaman padi.
Kata kunci : aktinomiset endofit, gen nifH, tanaman padi, Streptomyces, 16SrRNA

SUMMARY
WAHYU EKA SARI. Identification of Endophytic Actinomycetes from Rice
Plant Based on 16S rRNA and nifH Genes Analyses. Supervised by YULIN
LESTARI and DEDY DURYADI SOLIHIN.
Indigenous actinomycetes are known to have high biodiversity and chance
to acquire a novel species. Endophytic actinomycetes have been reported to fix
N2 in rice plant, beside their ability to produce bioactive compound with several
function such as antimicrobes, produce enzyme and enzymes inhibitor, also plant
growth promotion. Molecular identification and the role of rice endophytic
actinomycetes need to be studied. The research aimed to identify endophytic
actinomycetes from Indonesian rice plant based on 16S rRNA and nifH genes

properties.
DNA genome from the seven isolates of endophytic actinomycetes was
isolated using Genomic DNA Mini Kit followed by PCR amplification of 16S
rRNA and nifH genes. Indication of their nitrogen fixing activities were examined
based on their capability to grow in N-free medium, ammonia production, and
presence of nifH gene. PCR products were sequenced and analyzed by
bioinformatics software (MEGA 5.05) to construct phylogenetic tree that indicate
relationship among isolates.
An analysis of 16S rRNA gene sequences demonstrated that the seven
isolates
(IPBCC.b.14.1531,
IPBCC.b.14.1532,
IPBCC.b.14.1533,
IPBCC.b.14.1534, IPBCC.b.14.1535, IPBCC.b.14.1536, and IPBCC.b.13.1530)
were most closely related to Streptomyces spp. The 16S rRNA gene sequences of
the six isolates were closed related with S. albolongus, S. cavourensis subsp.
cavourensis, S. anulatus, and S. bungoensis with < 97% maximum identity, and
another isolate was closed related with S. misionensis, with 99% maximum
identity.
Based on nifH gene sequences analysis, three isolates of endophytic

actinomycetes showed that they were closely related to nifH from Herbaspirillum
sp., the similarity was 93 to 99%. An analysis of phylogenetic tree with pdistance, the diversity of genetic distances between three isolates and Frankia sp.,
Rhizobium sp., L. ferroxidans, also K. pneumonia showed the different sequences
of nifH gene which were 18-28% and more than 59% when compared with B.
japonicum. That data indicated high diversity of rice endophytic actinomycetes
nifH gene. Based on in vitro assay, IPBCC.b.13.1530, IPBCC.b.14.1531, and
IPBCC.b.14.1536 isolates were also capable to grow in N-free medium and
produced 0.065 ppm, 0.014 ppm, and 0.076 ppm ammonia in N-free medium,
respectively. The results indicated that the three isolates had promising role as a
N2 fixing bacteria on rice plant.
Keywords: endophytic actinomycetes, nifH gene, rice plant, Streptomyces, 16S
rRNA

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

IDENTIFIKASI AKTINOMISET ENDOFIT ASAL
TANAMAN PADI BERDASARKAN ANALISIS
GEN 16S rRNA DAN nifH

WAHYU EKA SARI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Mikrobiologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Suryani, SP MSc

Judul Tesis
Nama
NIM

: Identifikasi Aktinomiset Endofit Asal Tanaman Padi
Berdasarkan Analisis Gen 16S rRNA dan nifH
: Wahyu Eka Sari
: G351110201

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Yulin Lestari
Ketua

Dr Ir Dedy Duryadi Solihin, DEA
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Mikrobiologi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Anja Meryandini, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 04 Juni 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penyusunan karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 sampai
November 2013 ini ialah identifikasi aktinomiset endofit asal lima varietas

tanaman padi di Indonesia, dengan judul Identifikasi Aktinomiset Endofit Asal
Tanaman Padi Berdasarkan Analisis Gen 16S rRNA dan nifH.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Yulin Lestari sebagai ketua
komisi pembimbing dan Bapak Dr Ir Dedy Duryadi Solihin, DEA sebagai anggota
komisi pembimbing, yang telah banyak memberikan nasehat, saran, motivasi,
waktu konsultasi, serta solusi dari setiap permasalahan yang dihadapi penulis
selama melaksanakan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Selain itu
penulis ucapkan terima kasih kepada penguji luar komisi Ibu Dr Suryani, SP MSc
dan Ibu Prof Dr Anja Meryandini, MS selaku Ketua Program Studi Mikrobiologi
IPB, yang telah memberikan motivasi selama studi dan masukan pada saat ujian
sidang tesis. Kepada I-MHERE B2c. IPB 2011/2012 terima kasih atas
kepercayaannya untuk memberikan beasiswa kuliah selama menempuh
pendidikan pascasarjana di IPB, dan terima kasih atas hibah penelitian I-MHERE
B2c. IPB a.n. Dr Ir Yulin Lestari sehingga penelitian yang penulis lakukan dapat
terlaksana dengan baik.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Heni dan Bapak Jaka
selaku staf Laboratorium Mikrobiologi IPB, kepada Ibu Retnowati selaku staf
Laboratorium Terpadu Biologi IPB, Ibu Alina, Kak Sipri, Kak Yessy, Andri,
Mbak Lena, Fadhil, Ayu, Mas Mafri, Aar, Munjiati, Nia, dan Mbak Lisma, serta
seluruh teman-teman di Laboratorium Mikrobiologi IPB, atas dukungan, motivasi,

dan bantuannya selama penelitian ini. Ucapan terima kasih tak terhingga juga
penulis ucapkan kepada bapak, ibu, dan adikku tercinta Wahyu Tri Sulistianto,
serta sahabat-sahabatku tersayang, atas doa, dukungan, kasih sayang, dan
semangat yang diberikan. Terima kasih untuk kebersamaan yang singkat, penuh
makna, dan sangat indah teruntuk teman-teman seperjuangan di Pascasarjana
Mikrobiologi IPB angkatan 2011. Kepada adik-adik di wisma Bintang (Dini,
Nisa, Ulya, dan sebagainya), teman-teman di Pascasarjana Mikrobiologi IPB
2010, 2012, dan 2013, teman-teman di Biologi IPB, serta seluruh pihak yang telah
memberikan doa dan dukungannya, penulis ucapkan terima kasih.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2014

Wahyu Eka Sari

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

x


DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

3

Mikrob Endofit dan Interaksinya dengan Tanaman Inang

3

Aktinomiset Endofit

3

Analisis Gen 16S rRNA

4

Fiksasi Nitrogen (N2)

5

Potensi Mikrob Endofit sebagai Pemfiksasi N2

6

Gen nifH

7

Polymerase Chain Reaction (PCR)

8

METODE
Kerangka Penelitian

9
9

Waktu dan Tempat Penelitian

10

Pengamatan Karakteristik Morfologi Isolat Aktinomiset Endofit Padi

10

Isolasi DNA Aktinomiset Endofit Padi

10

Amplifikasi Gen 16S rRNA dan Gen nifH Menggunakan PCR

11

Sekuensing Gen 16S rRNA dan Gen nifH, Analisis Bioinformatika, dan
Konstruksi Pohon Filogenetik

12

Uji in vitro Potensi Aktinomiset Endofit Padi sebagai Pemfiksasi N2

12

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil

13
13

Karakteristik Morfologi Aktinomiset Endofit Padi

13

Identitas Molekuler Aktinomiset Endofit Padi

13

Kemampuan Fiksasi Nitrogen oleh Aktinomiset Endofit Padi
Pembahasan

19
20

Karakterisasi Morfologi Koloni Aktinomiset Endofit Padi

20

Identitas Molekuler Gen 16S rRNA Aktinomiset Endofit Padi

21

Identitas Molekuler Gen nifH Aktinomiset Endofit Padi

23

Kemampuan Aktinomiset Endofit Padi dalam Fiksasi N 2 secara In Vitro

24

SIMPULAN DAN SARAN

25

Simpulan

25

Saran

26

DAFTAR PUSTAKA

26

LAMPIRAN

33

RIWAYAT HIDUP

47

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Mikrob diazotrof endofit dan area kolonisasinya pada tanaman padi
Kuantitas DNA genom aktinomiset endofit padi
Persentase kemiripan sekuen gen 16S rRNA aktinomiset endofit
padi dengan strain pembanding GenBank
Matriks jarak genetik (p-distance) sekuen gen 16S rRNA enam
isolat aktinomiset endofit padi
Persentase kemiripan sekuen gen nifH aktinomiset endofit padi
dengan strain pembanding GenBank
Matriks jarak genetik (p-distance) sekuen gen nifH aktinomiset endofit
padi

7
14
15
16
18
18

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Proses fiksasi N2
Diagram alur penelitian
Keragaman koloni Streptomyces sp. endofit padi umur 10 hari pada
media YSA (Gb. atas) dan tipe rantai spora Streptomyces sp. endofit
dilihat dengan mikroskop cahaya perbesaran 400x (Gb. bawah)
4 DNA genom aktinomiset endofit padi hasil elektroforesis pada 1%
gel agarosa
5 Hasil amplifikasi PCR gen 16S rRNA aktinomiset endofit padi (~1480 pb)
menggunakan primer 20F dan 1500R
6 Pohon filogenetik gen 16S rRNA aktinomiset endofit padi sepanjang 1532
nukleotida
7 Pohon filogenetik berdasarkan matriks jarak genetik (p-distance) sekuen
gen 16S rRNA antara enam aktinomiset endofit padi
8 Hasil amplifikasi PCR gen nifH aktinomiset endofit padi (~320 pb)
menggunakan primer PolF dan AQER
9 Pohon filogenetik gen nifH aktinomiset endofit padi sepanjang 336
nukleotida
10 Pertumbuhan koloni aktinomiset endofit padi pada media BNF padat
umur inkubasi 10 hari (Gb. atas) dibandingkan dengan pertumbuhan
koloni pada media YSA umur 10 hari (Gb.bawah).
11 Produksi amonia dari aktinomiset endofit padi setelah inkubasi
selama 10 hari. B. japonicum sebagai kontrol positif dan E. coli
sebagai kontrol negatif

5
9

13
14
14
16
17
17
19

19

20

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Karakteristik morfologi koloni dan mikroskopis aktinomiset padi
Hasil sekuensing gen 16S rRNA tujuh isolat aktinomiset endofit padi
Hasil sekuensing gen nifH tujuh isolat aktinomiset endofit padi
Pengukuran produksi amonia dan bobot biomassa sel aktinomiset
endofit padi
Hasil uji produksi amonia secara kualitatif

35
36
43
45
46

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Setiap tanaman tingkat tinggi mengandung mikrob endofit yang mampu
menghasilkan beragam senyawa bioaktif yang diduga berhubungan dengan
tanaman inangnya (Tan dan Zou 2001). Mikrob endofit merupakan mikrob yang
hidup mengkolonisasi jaringan tanaman pada periode tertentu serta memperoleh
nutrisi dan perlindungan dari tanaman inangnya (Hasegawa et al. 2006). Mikrob
ini berpotensi dalam bidang pertanian sebagai pemacu pertumbuhan tanaman
(Hallman et al. 1997; Compant et al. 2005) dan pemfiksasi N2 (Phillips et al.
2000), bidang obat-obatan, serta industri (Strobel dan Daisy 2003). Beragam
mikroorganisme, termasuk aktinomiset, fungi, dan bakteri telah dijumpai di dalam
jaringan tanaman dan didefinisikan sebagai endofit (Mano dan Morisaki 2008).
Aktinomiset endofit merupakan bakteri Gram positif dengan kandungan
G+C tinggi yang diketahui memiliki keragaman hayati yang tinggi dan berpeluang
untuk mendapatkan novel spesies (Otoguro et al. 2009), serta mampu
menghasilkan beragam senyawa bioaktif yang dapat berfungsi antara lain sebagai
antimikrob, hormon pemacu pertumbuhan, dan enzim inhibitor (Hasegawa et al.
2006; Lestari 2006). Penelitian sebelumnya melaporkan tingginya keragaman
aktinomiset yang diisolasi dari tanah tropis di Indonesia (Sembiring dan
Goodfellow 2001). Selain itu, sejumlah aktinomiset endofit dilaporkan berhasil
diisolasi dari bagian akar, batang, dan daun tanaman padi asal lima varietas padi
di Indonesia yaitu IR64, Inpago 4, Inpari 9 Elo, Ciherang, dan Inpara 2 (Jelita
2012). Salah satu cara untuk mengetahui identitas spesies aktinomiset endofit asal
tanaman padi tersebut adalah dengan mengetahui karakteristik morfologi dan
mengidentifikasi secara molekuler berdasarkan gen 16S rRNA. Gen 16S rRNA
merupakan gen yang dijumpai pada semua prokariotik dan umumnya digunakan
untuk keperluan identifikasi bakteri, termasuk aktinomiset.
Nitrogen merupakan unsur penting yang diperlukan suatu tanaman untuk
pertumbuhan vegetatifnya.
Proses fiksasi nitrogen dapat dilakukan oleh
mikroorganisme yang berasosiasi dengan tanaman inangnya.
Nitrogenase
merupakan enzim yang berperan dalam proses fiksasi nitrogen, dan dalam
prosesnya protein yang merupakan komponen penting dari enzim tersebut
disandikan oleh gen nifHDK. Berdasarkan penelitian sebelumnya, Streptomyces
endofit diketahui mampu memfiksasi N2 pada tanaman padi melalui
kemampuannya tumbuh pada media bebas nitrogen, mampu memproduksi
amonia, dan mereduksi asetilen (Pratyasto 2012).
Valdes et al. (2005)
melaporkan bahwa aktinomiset genus non-Frankia yang diisolasi dari akar
Casuarina equisetifolia mampu memfiksasi nitrogen melalui deteksi gen nifH
serta kemampuannya untuk tumbuh pada media bebas nitrogen, mereduksi
asetilen, dan positif pada uji isotop 15N. Sejauh ini di Indonesia, penelitian
mengenai identifikasi molekuler aktinomiset endofit yang diisolasi dari tanaman
padi berdasarkan gen 16S rRNA belum banyak dilakukan dan untuk analisis gen
nifH belum dilaporkan, sehingga penelitian ini sangat menarik untuk dikaji.

2
Perumusan Masalah
1. Setiap tanaman tingkat tinggi mengandung mikrob endofit yang mampu
mengkolonisasi jaringan tanaman pada periode tertentu.
2. Aktinomiset merupakan mikrob endofit yang memiliki keragaman hayati yang
tinggi dan berpeluang untuk mendapatkan novel spesies.
3. Sejumlah aktinomiset endofit berhasil diisolasi dari bagian akar, batang, dan
daun tanaman padi asal lima varietas padi di Indonesia yaitu IR64, Inpago 4,
Inpari 9 Elo, Ciherang, dan Inpara 2.
4. Aktinomiset endofit dapat menjadi pelaku pemfiksasi N2 disamping
keistimewaannya dalam menghasilkan beragam senyawa bioaktif seperti
antimikrob, hormon pemacu pertumbuhan tanaman, dan enzim inhibitor.
5. Penelitian mengenai identifikasi molekuler aktinomiset endofit asal tanaman
padi berdasarkan analisis gen 16S rRNA dan nifH belum banyak dilakukan.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi aktinomiset endofit
tanaman padi berdasarkan karakteristik morfologi dan gen 16S rRNA, serta
mengkaji potensinya sebagai pemfiksasi N2 berdasarkan analisis gen nifH dan uji
secara in vitro yang meliputi kemampuan tumbuh dan produksi amonia pada
media bebas nitrogen.

Manfaat Penelitian
Identifikasi terhadap tujuh isolat aktinomiset endofit tanaman padi dalam
penelitian ini, diharapkan mampu memberikan informasi tentang keragaman dan
membuka peluang novel spesies, sehingga mampu memperkaya koleksi plasma
nutfah mikrob indigenos asal tanaman padi di Indonesia. Hasil penelitian ini juga
diharapkan dapat memberikan informasi mengenai peran mikrobiologi khususnya
potensi aktinomiset endofit tanaman padi dalam bidang pertanian yaitu melalui
kemampuannya dalam memfiksasi N2, sebagai salah satu upaya peningkatan
produksi padi untuk mendukung ketahanan pangan yang dicanangkan pemerintah.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi identifikasi aktinomiset
endofit tanaman padi berdasarkan karakteristik morfologi dan gen 16S rRNA,
serta analisis kemampuannya dalam memfiksasi N2. Karakteristik morfologi
meliputi morfologi koloni dan tipe rantai spora aktinomiset secara mikroskopis,
sedangkan analisis gen 16S rRNA meliputi isolasi DNA genom, amplifikasi,
hingga konstruksi pohon filogenetik. Untuk mengetahui kemampuannya dalam
memfiksasi N2, dilakukan dengan mengidentifikasi secara molekuler berdasarkan
analisis gen nifH, serta dengan uji in vitro meliputi kemampuan tumbuh dan
produksi amonia pada media bebas nitrogen.

3

TINJAUAN PUSTAKA

Mikrob Endofit dan Interaksinya dengan Tanaman Inang
Mikrob endofit merupakan mikrob yang hidup di dalam jaringan tanaman
pada periode tertentu tanpa menimbulkan bahaya, serta dapat diisolasi dari
jaringan tanaman yang sudah disterilisasi permukaannya atau diekstrak dari
jaringan tanaman bagian dalam (Hallmann et al. 1997). Mikrob ini merupakan
sumber alamiah potensial yang dapat dikaji manfaatnya dalam bidang pertanian,
obat-obatan, dan industri. Berbagai jenis senyawa bioaktif dengan beragam fungsi
yang terkandung di dalam tumbuhan, diduga dapat pula dihasilkan oleh mikrob
endofit pada tumbuhan tersebut (Strobel dan Daisy 2003). Adanya kemampuan
mikrob endofit menghasilkan senyawa metabolit sekunder sesuai dengan tanaman
inangnya, merupakan peluang yang dapat dioptimalkan untuk memproduksi
metabolit sekunder secara efisien dan cepat. Mikrob endofit telah berhasil
diisolasi dari berbagai jenis jaringan dari berbagai tumbuhan baik bakteri Gram
negatif maupun Gram positif, termasuk aktinomiset. Produk pupuk hayati
berbasis mikrob endofit dalam hal ini aktinomiset dilaporkan sebanyak 200 g ha-1
aplikasi di lapangan, mampu meningkatkan 4% tinggi tanaman padi dibandingkan
dengan kontrol (Husniyah 2013).
Umumnya mikrob endofit dalam tanaman dapat terlokalisasi pada titik
masuk atau menyebar ke seluruh bagian tanamannya. Mikrob ini dapat berada
dalam sel, ruang antar sel, atau dalam sistem vaskuler. Mikrob endofit memasuki
jaringan tanaman melalui akar, stomata, bunga, batang, maupun kotiledon. Secara
spesifik, mikrob dapat melakukan penetrasi akar melalui perkecambahan radikula
akar maupun akar sekunder. Sharma et al. (2005) menyatakan bahwa akar lateral
merupakan bagian tumbuhan yang paling banyak dihuni oleh mikrob endofit. Hal
ini dikarenakan mikrob endofit masuk ke dalam jaringan tanaman melalui akar
lateral kemudian menyebar ke dalam ruang interseluler dan berkas pembuluh.
Menurut Zinniel et al. (2002) juga dilaporkan bahwa populasi mikrob endofit
paling banyak ditemukan di daerah akar dan semakin menurun di daerah batang
dan daun.

Aktinomiset Endofit
Aktinomiset merupakan bakteri Gram positif berfilamen, dengan
kandungan (G+C) tinggi (>55 %) di dalam genomnya (Miyadoh 1997).
Aktinomiset diklasifikasikan sebagai berikut (Stackebrandt et al. 1997):
Domain
: Bacteria
Filum
: Actinobacteria
Kelas
: Actinobacteria
Subkelas
: Actinobacteridae
Ordo
: Actinomycetales
Secara klasifikasi molekuler aktinomiset terbagi dalam 10 subordo.
Sebagian besar aktinomiset (95%) beranggotakan genus Streptomyces

4
(Lachevalier et al. 1977). Secara morfologi, koloni aktinomiset yang tergolong
Streptomyces spp. dapat membentuk miselia aerial dan secara mikroskopis
memiliki rantai spora seperti kait, spiral, atau heliks (Kudo 1997). Adanya
perbedaan pembentukan miselia dan penataan rantai spora tersebut menunjukkan
karakter unik yang dimiliki oleh Streptomyces spp. Aktinomiset yang tidak
membentuk miselia aerial atau hanya membentuk miselia dalam substrat
tergolong ke dalam kelompok non-Streptomyces. Genus yang digolongkan ke
dalam non-Streptomyces antara lain Mycobacterium, Nocardia, Micromonospora,
Microbispora, Actinoplanes, dan Actinomadura (Miyadoh 1997). Keberadaan
aktinomiset di lingkungan sangat melimpah terutama di rizosfer. Aktinomiset
endofit berasosiasi dengan tanaman inang dengan cara hidup mengkolonisasi pada
jaringan tanaman dan dapat memberikan efek yang menguntungkan, serta tidak
membahayakan bagi tanaman inangnya. Menurut Hasegawa et al. (2006)
aktinomiset endofit dapat berperan sebagai antibiotik, promotor pemacu
pertumbuhan tanaman, inhibitor pertumbuhan, penghasil enzim, agen biokontrol
dalam bidang pertanian, pemfiksasi nitrogen, dsb. Dalam bidang pertanian,
beberapa penelitian di Indonesia melaporkan bahwa aktinomiset endofit padi
dapat menghasilkan hormon IAA dan melakukan penetrasi akar pada tanaman
padi (Yusepi 2011), memfiksasi N2 dengan cara mereduksi asetilen dan
memproduksi amonia (Pratyasto 2012), diaplikasikan sebagai pupuk hayati untuk
pertumbuhan tanaman padi (Rahayu 2012), serta dapat mengendalikan penyakit
hawar daun bakteri (HDB) (Hastuti et al. 2012). Penelitian di India yang
dilakukan oleh Gangwar et al. (2012) melaporkan bahwa Streptomyces endofit
asal padi India juga dapat menghasilkan hormon IAA dan bersifat antagonis
terhadap fungi patogen tanaman padi.

Analisis Gen 16S rRNA
Gen 16S rRNA merupakan komponen ribosom prokariotik subunit 30S.
Gen ini merupakan gen yang terdapat pada semua prokariotik. Kromosom
prokariotik tersusun atas subunit besar (50S) dan subunit kecil (30S). Subunit ini
dibangun oleh protein-protein dan molekul RNA yang disebut RNA ribosom
(rRNA). Terdapat tiga jenis rRNA pada prokariotik yaitu 16S, 23S, dan 5S.
Diantara ketiganya, 16S rRNA yang paling sering digunakan. Baik pada eukariot
maupun prokariot, subunit besar dan subunit kecil bergabung untuk membentuk
ribosom fungsional, yaitu hanya ketika kedua subunit tersebut terikat pada
molekul mRNA (Campbell et al. 2002). Pengikatan yang terjadi pada ribosom
prokariot terjadi pada 16S rRNA di bagian subunit 30S, karena pada mRNA
prokariot terdapat urutan basa tertentu yang disebut sebagai tempat pengikatan
ribosom (ribosom binding site) atau urutan Shine-Dalgarno (5’-AGGAGGU-3’).
Urutan tersebut spesifik dikenali oleh 16S rRNA, dengan demikian dapat
dikatakan bahwa sekuen 16S rRNA berfungsi sebagai sekuen anti-Shine
Dalgarno. Gen 16S rRNA berukuran panjang antara 1500 hingga 1550 pb dan
kaya akan basa nitrogen guanin dan sitosin (G+C) (Moat et al. 2002). Gen ini
juga memiliki daerah konservatif yang umumnya memiliki beberapa ukuran
kisaran 500-540 pb yang letaknya tersebar. Proses penyandian protein dilakukan
melalui penentuan susunan nukelotida molekul RNA, yang selanjutnya susunan

5
nukleotida tersebut diterjemahkan ke dalam susunan asam amino dari rantai
polipeptida protein (Jusuf 2001), sehingga diperoleh produk 16S rRNA.
Gen 16S rRNA dijadikan sebagai penanda molekuler karena memiliki
beberapa keunggulan yang memperkuat penggunaannya sebagai alat identifikasi
yaitu (a) bersifat ubikuitas dengan fungsi identik pada seluruh organisme, (b)
dapat berubah sesuai jarak evolusinya, sehingga dapat digunakan sebagai
kronometer evolusi yang baik, (c) memiliki beberapa daerah dengan urutan basa
yang relatif konservatif untuk mengkonstruksi pohon filogenetik universal, karena
mengalami perubahan relatif lambat dan mencerminkan kronologi evolusi bumi,
(d) memiliki beberapa daerah variatif yang dapat digunakan untuk melacak
keragaman dan menempatkan galur-galur dalam satu spesies (Pangastuti 2006).
Identifikasi gen 16S rRNA dari suatu mikrob dimulai dengan tahap isolasi DNA
genom, amplifikasi menggunakan teknik PCR, dan dilanjutkan ke tahap
sekuensing untuk diperoleh urutan basa nukleotida yang kemudian dianalisis lebih
lanjut untuk konstruksi pohon filogenetik. Patel et al. (2004) melaporkan bahwa
sekuen parsial gen 16S rRNA dapat digunakan untuk mengidentifikasi kelompok
aktinomiset endofit aerobik.

Fiksasi Nitrogen (N2)
Nitrogen merupakan unsur utama yang diperlukan tanaman, termasuk
tanaman padi, yang ketersediannya terbatas di sebagian besar lingkungan. Fiksasi
N2 merupakan proses pengubahan N2 menjadi NH4+ yang berguna secara biologi.
Fiksasi N2 melibatkan penggunaan ATP dan proses reduksi ekuivalen yang berasal
dari metabolit primer, serta reaksi yang terjadi dikatalis oleh enzim nitrogenase
(White 2000).

Gambar 1 Proses fiksasi N2 (Salisbury dan Ross 1992)
Nitrogenase (EC 1.18.6.1) merupakan enzim yang berperan penting dalam
proses fiksasi N2, terdiri atas dua protein sensitif O2 yaitu komponen I
(dinitrogenase) merupakan protein Fe-Mo yang mengandung dua subunit dan
komponen II (dinitrogenase reduktase) merupakan protein Fe (Moat et al. 2002).
Berdasarkan Salisbury dan Ross (1992) mekanisme fiksasi N2 dimulai dengan
dinitrogenase reduktase menerima elektron dari donor berupa feredoksin tereduksi

6
atau flavodoksin, dan berikatan dengan dua molekul MgATP. Selanjutnya
elektron tersebut ditransfer menuju ke dinitrogenase, kemudian dinitrogenase
reduktase dan dinitrogenase membentuk kompleks, elektron ditransfer dan dua
MgATP dihidrolisis menjadi dua molekul MgADP+Pi. Kompleks nitrogenase
tersebut kemudian berdisosiasi dan dilakukan pengulangan proses. Ketika
dinitrogenase telah mengumpulkan cukup elektron, senyawa tersebut mengikat
molekul N2, mereduksinya kemudian melepaskan amonia.
Dinitrogenase
selanjutnya menerima tambahan elektron dari dinitrogenase reduktase untuk
mengulangi proses tersebut. Reaksi fiksasi N2 dapat dituliskan berdasarkan
persamaan berikut (Moat et al. 2002):
N2 + 8 H+ + 8 e- + 16 ATP + 12 H2O

2 NH3 + H2 + 16 ADP + 16 Pi

Serapan hidrogenase akan dikembalikan dalam bentuk H dalam sistem
fiksasi N2, kemudian serapan yang dihasilkan tersebut dapat digunakan juga pada
jalur konsumsi oksigen untuk membantu menjaga kondisi lingkungan dalam
kondisi anaerobik. Lingkungan anaerobik sangat penting bagi aktivitas
nitrogenase diakibatkan karena kedua kompleks protein nitrogenase yang
memiliki sensitivitas tinggi terhadap oksigen, sehingga kehadiran oksigen dapat
menekan sistem serapan hidrogen dalam proses nitrogenase. Hubungan antara
fiksasi N2 dan produksi H2 dapat ditunjukkan dengan persamaan reaksi sebagai
berikut (Moat et al. 2002):
N2 + 8 H+ + 8 e-

2 NH3 + H2

Potensi Mikrob Endofit sebagai Pemfiksasi N2
Dalam proses fiksasi N2, cadangan utama nitrogen di dalam biosfer diubah
menjadi nitrogen molekuler dari atmosfer. Nitrogen molekuler tidak dapat
diasimilasi secara langsung oleh tanaman, sehingga ketersediaannya bagi tanaman
harus melalui proses fiksasi nitrogen secara biologi, yaitu dengan bantuan sel
prokariot seperti bakteri rhizobia dan aktinomiset (Franche et al. 2009). Bagi
mikrob sendiri, nitrogen merupakan nutrien esensial untuk mensintesis asam
amino yang diperlukan untuk menyusun protein sel mikrob (White 2000). Mikrob
yang dapat melakukan fiksasi N2 secara biologi disebut mikrob diazotrof, dengan
peranan utama dari enzim kompleks dinitrogenase. Mikrob diazotrof terdiri atas
aerob (Azotobacter, Beijerinckia, Derxia), fakultatif anaerob (Clostridium,
Pseudomonas, Rhizobium), heterotrof (Klebsiella, Enterobacter), dan fototrof
(Anabaena, Azospirillum, Nostoc) (Shenoy et al. 2001). Shrestha dan Maskey
(2005) melaporkan bahwa pada tanaman padi, nitrogen yang berhasil ditambat
oleh mikrob endofit melalui fiksasi N2 berkisar antara 0-35 % N2.
Hallmann et al. (1997) juga melaporkan bahwa mikrob endofit dapat
berperan sebagai pemfiksasi N2 di udara. Selain itu, Yu et al. (2011) melaporkan
bahwa Stenotrophomonas maltophilia yang merupakan bakteri asal tanah
persawahan padi di Myanmar, yang diketahui mampu menambat N 2 di udara.
Beberapa penelitian juga melaporkan mengenai sistem fiksasi N 2 secara biologis
berbasis mikrob endofit yaitu aktinomiset endofit strain Frankia yang dapat
memfiksasi nitrogen berasosiasi dengan tanaman non-legum (Benson dan

7
Silvester 1993) dan tanaman legum (Franche et al. 2009). Beberapa penelitian
melaporkan mengenai mikrob diazotrof endofit pada tanaman padi yang memiliki
kemampuan sebagai pemfiksasi N2 (Tabel 1).
Untuk mengetahui adanya aktivitas fiksasi N2 yang dilakukan oleh suatu
mikrob, dapat dikaji baik secara in vitro (seperti kemampuan tumbuh pada media
bebas nitrogen, reduksi asetilen, pengukuran produksi amonia, teknik 15N-isotop)
maupun secara in-planta dengan mengombinasi inokulasi suatu mikrob dengan
beberapa dosis pupuk anorganik. Selain itu, adanya potensi pemfikasi N 2 dari
suatu mikrob dapat dikaji melalui identifikasi secara molekuler berdasarkan
analisis gen nif (nifH,D, atau K).
Tabel 1 Mikrob diazotrof endofit dan area kolonisasinya pada tanaman padi
Spesies
Herbaspirillum
seropedicae Z67

Area kolonisasi
Akar padi

Referensi
Barraquio et al. (1997)

Acetobacter
diazotrophicus PA15

Akar padi

Sevilla dan Kennedy
(2000)

Alcaligenes faecalis

Akar padi

Hurek et al. (2000)

Serratia marcescens

Ruang interseluler dan
Gyaneshwar
parenkim akar, batang, dan (2001)
daun tanaman padi

Azoarcus sp. BH72

Interseluler pada akar padi

Hurek et al. (2000)

Rhizobium spp.

Akar dan daun padi

Chi et al. (2005)

Enterobacter sp.
USML2

Akar dan daun padi

Tharek et al. (2011)

et

al.

Gen nifH
Nitrogenase merupakan enzim yang mengkatalis perubahan dinitrogen
menjadi amonia, yang disandikan oleh gen nifHDK dalam satu operon, dan
umumnya dijumpai pada mikrob diazotrof. Enzim dinitrogenase memiliki dua
komponen protein penting yaitu FeMo-protein (dinitrogenase) yang disandikan
oleh gen nifK dan nifD, serta Fe-protein (dinitrogenase reduktase) yang
disandikan oleh gen nifH (Moat et al. 2002). Beragam mikrob bersama-sama
dalam satu operon menyandikan gen nifH untuk subunit protein Fe pada proses
nitrogenase (Poly et al. 2001).
Menurut Zehr et al. (1998) gen nif bersifat konservatif dan mempunyai
spektrum yang luas pada bakteri, sehingga penggunaan primer universal mampu
mengamplifikasi dan menganalisis sekuen nifH dari mikrob dan lingkungan

8
pengambilan sampel yang berbeda. Akan tetapi Zehr dan McReynolds (1989)
melaporkan bahwa ketika digunakan primer turunan universal Zf dan Zr, produk
gen nifH yang diharapkan tidak dapat diamplifikasi dengan baik. Oleh karena itu,
banyak penelitian setelah itu yang mengembangkan desain primer baru yang
mampu mengamplifikasi produk gen nifH. Chelius dan Lepo (1999) melaporkan
adanya keragaman nifH pada komunitas rizosfer tanaman, yang berhasil
diamplifikasi menggunakan primer yang dirancang untuk sianobakter. Poly et al.
(2000) mengkaji mengenai keragaman gen nifH pada komunitas mikroorganisme
pemfiksasi N2 di tanah dengan menguji beberapa primer nifH yang berbeda.
Mevarech et al. (1980) melaporkan bahwa ukuran sekuen lengkap gen nifH pada
sianobakter adalah ~ 900 pb, hal tersebut juga bersifat konservatif pada
Clostridium sp. dan Azotobacter.
Young (1992) melaporkan bahwa banyak analisis gen nifH berdasarkan
pohon filogenetiknya yang bersifat konsisten terhadap pohon filogenetik gen 16S
rRNA dari bakteri pemfiksasi N2. Akan tetapi seiring perkembangan teknologi,
Gaby dan Buckley (2014) melaporkan bahwa keragaman gen nifH tidak dapat
dibandingkan secara langsung dengan keragaman gen 16S rRNA. Adanya
keragaman gen nifH mampu merepresentasikan adanya keragaman bakteri
pemfiksasi N2 (Ueda et al. 1995), dan dapat digunakan untuk mempelajari
keragaman komunitas bakteri yang dapat memfiksasi N2.

Polymerase Chain Reaction (PCR)
PCR merupakan suatu metode untuk membuat salinan segmen spesifik
dari suatu DNA. Materi awal untuk PCR adalah suatu larutan DNA utas ganda
yang mengandung urutan nukleotida yang ditargetkan untuk disalin. Primer yang
digunakan untuk proses PCR merupakan molekul DNA utas tunggal sintetik yang
pendek, yang komplementer terhadap ujung-ujung DNA target sehingga
menentukan segmen DNA tertentu yang akan diperkuat (Campbell et al. 2002).
Prinsip kerja PCR meliputi tiga tahapan dalam satu siklus. Tahap pertama
adalah tahap denaturasi, berlangsung pada suhu tinggi antara 92-96°C,
dimaksudkan untuk memisahkan rantai ganda (double strand) DNA menjadi
rantai utas tunggal (single strand). Pemisahan atau pengudaran ikatan diakibatkan
oleh suhu tinggi, yang memicu putusnya ikatan hidrogen pada DNA. Setelah
DNA menjadi rantai utas tunggal, maka DNA siap menjadi cetakan (template)
bagi primer (rantai pendek nukleotida atau oligonukleotida yang urutan basa
nitrogennya telah diketahui. Tahap kedua adalah annealing, berlangsung pada
suhu antara 42-65°C. Primer menempel pada bagian DNA cetakan yang
komplementer urutan basa nitrogennya. Penempelan ini bersifat spesifik dan suhu
yang tidak tepat menyebabkan tidak terjadinya penempelan primer pada DNA
target, sehingga mengakibatkan primer dapat menempel di sembarang tempat.
Lamanya waktu yang digunakan pada tahap ini biasanya tergantung kepada
primer yang digunakan. Tahap ketiga adalah elongasi (pemanjangan), suhu untuk
tahap ini tergantung kepada jenis DNA polimerase yang digunakan pada reaksi.
Secara universal, pada umumnya enzim yang digunakan adalah DNA Taq
polimerase, enzim ini relatif lebih stabil bekerja pada suhu tinggi dan tidak
terdenaturasi lebih cepat, umumnya dilakukan pada suhu 72 °C. Siklus tersebut

9
berjalan berulang-ulang, hingga urutan target telah terduplikasi berulang kali.
Hampir semua molekul DNA yang dihasilkan akan terdiri atas urutan target yang
tepat, hingga 20 siklus (Campbell et al. 2002). Oleh karena berlangsung secara
berulang dan terus-menerus, maka akan dihasilkan DNA yang berlimpah sesuai
dengan jumlah primer, yang pada akhirnya akan dihasilkan amplikon, yaitu
produk PCR, yang selanjutnya dapat digunakan untuk berbagai keperluan dalam
bidang molekuler. Analisis 16S rRNA diawali dengan cara isolasi DNA
(Hapwood et al. 1985) dan amplifikasi gen penyandi 16S rRNA menggunakan
teknik PCR (Sivakumar 2001).

METODE
Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian (Gambar 2) meliputi identifikasi isolat aktinomiset
endofit padi berdasarkan karakteristik morfologi dan molekuler, serta uji in vitro.
Isolat Aktinomiset
Identifikasi Aktinomiset Endofit

Karakteristik Morfologi
Morfologi
Koloni

Tipe Rantai Spora
Mikroskopis

Karakteristik Molekuler

Analisis Gen 16S rRNA

Isolat Aktinomiset Endofit Teridentifikasi
Uji Potensi Aktinomiset Endofit sebagai Pemfiksasi N 2
Analisis Gen nifH

Uji in-vitro
Kemampuan
Tumbuh di
Media Bebas N2

Gambar 2 Diagram alur penelitian

Uji Produksi
Amonia dengan
Metode Phenat

10
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2013 hingga November 2013
di Laboratorium Mikrobiologi & Laboratorium Biologi Terpadu, Departemen
Biologi, FMIPA IPB.

Pengamatan Karakteristik Morfologi Isolat Aktinomiset Endofit Padi
Sampel isolat aktinomiset endofit padi yang digunakan antara lain varietas
Inpara 2 (IPBCC.b.14.1531), IR64 (IPBCC.b.14.1532, IPBCC.b.14.1533, IPBCC.
b.14.1534), Inpago 4 (IPBCC.b.14.1535), Ciherang (IPBCC.b.14.1536), dan
Inpari 9 Elo (IPBCC.b.13.1530) diperoleh dari kultur koleksi Dr. Ir. Yulin Lestari.
Lima varietas padi tersebut berasal dari Kebun Percobaan Padi, di Muara Bogor,
Jawa Barat. Ketujuh isolat tersebut diremajakan pada media Yeast Starch Agar
(YSA) dengan penambahan antibiotik asam nalidiksat (1 mg/mL) dan griseofulvin
(5 mg/mL). Kultur biakan diinkubasi selama 10 hari pada suhu ruang.
Selanjutnya tipe spora dari masing-masing isolat aktinomiset endofit diamati
menggunakan mikroskop cahaya (Olympus dilengkapi Optilab) dengan
perbesaran 400X.

Isolasi DNA Aktinomiset Endofit Padi
Isolasi DNA aktinomiset endofit pada penelitian ini menggunakan
Genomic DNA Mini Kit (Blood/Cultured Cell) Geneaid, yang dimodifikasi. Isolat
aktinomiset endofit umur 10 hari yang telah tumbuh dengan baik pada media YSA
diambil sejumlah koloninya, kemudian dimasukkan ke dalam tabung mikro yang
berisi 200 L bufer TE (20 mM Tris-HCl, 2 mM EDTA, 1% Triton X-100, pH
8.0), selanjutnya suspensi disentrifugasi pada kecepatan 10000 rpm selama 1
menit hingga sel mengendap. Supernatan hasil sentrifugasi kemudian dibuang,
sedangkan pelet ditambahkan dengan 200 L bufer TE dan 3 butir glass beads,
lalu tabung mikro divortex hingga pelet terlihat lisis. Setelah itu, tahapan isolasi
DNA dimulai dengan pra-lisis yaitu ditambahkan 200 L bufer lisozim segar (20
mg/mL lisozim, 20 mM Tris-HCl, 2 mM EDTA, 1% Triton X-100, pH 8.0) ke
dalam tabung mikro, kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 10 menit.
Selama waktu inkubasi, tabung dibolak-balik setiap 2-3 menit sekali. Selanjutnya
tahap lisis yaitu ditambahkan 200 µL bufer GB ke dalam tabung mikro dan
dikocok selama 5 detik. Larutan sampel dan bufer elusi kemudian diinkubasi
secara bersamaan pada suhu 70 °C selama 10 menit. Selama inkubasi, tabung
dikocok setiap 3 menit.
Berikutnya adalah tahap pengikatan DNA yaitu larutan sampel
ditambahkan 200 µL etanol absolut dan dikocok hingga terlihat endapan pada
tabung mikro. Selanjutnya sampel dipindahkan ke dalam kolom GD yang telah
dipasangkan dengan tabung kolektif, kemudian disentrifugasi menggunakan
sentrifugator (Mini spin, Eppendorf) selama 2 menit pada kecepatan 10000 rpm.
Supernatan hasil sentrifugasi pada tabung kolektif dibuang. Proses isolasi DNA
dilanjutkan dengan tahap pencucian yaitu larutan sampel ditambahkan 400 µL
bufer W1, dan dimasukkan ke dalam kolom GD, serta disentrifugasi selama 2

11
menit dengan kecepatan 13000 rpm. Supernatan yang terdapat pada tabung
kolektif dibuang. Selanjutnya pelet ditambahkan 600 µL bufer penyuci dan
disentrifugasi selama 5 menit pada kecepatan 13000 rpm, kemudian disentrifugasi
kembali selama 3 menit. Berikutnya adalah tahap elusi DNA, yang dimulai
dengan kolom GD yang berisi pelet dipasangkan dengan tabung mikro steril dan
ditambahkan 50 µL bufer elusi ke dalam matriks kolom, kemudian didiamkan
selama 15 menit. Selanjutnya larutan disentrifugasi selama 2 menit dengan
kecepatan 12000 rpm. Tahap terakhir yaitu hasil isolasi DNA dielektroforesis
pada 1% gel agarosa selama 45 menit pada 80 V dengan perbandingan sampel
yang dimasukkan ke dalam sumur elektroforesis (1 L loading dye μ 5 L
sampel). Setelah proses migrasi selesai, gel agarosa direndam dalam EtBr
(Ethidium Bromide) selama 20 menit, lalu direndam dalam akuades selama 10
menit, dan langkah terakhir gel agarosa dilihat di atas paparan sinar UV
transilluminator, dan didokumentasi menggunakan Geldoc 1000 (BIO RAD).
Keberhasilan isolasi DNA ditandai dengan adanya pita DNA yang tebal dan utuh
(tidak terfragmentasi). Konsentrasi DNA hasil isolasi diketahui dengan
menggunakan alat Nano drop (Thermo Scientific, USA).

Amplifikasi Gen 16S rRNA dan Gen nifH Menggunakan PCR
Komponen reaksi PCR pada proses amplifikasi gen 16S rRNA terdiri atas
100 ng DNA aktinomiset endofit, 5 U/µL ex Taq DNA polimerase, primer
forward 20F (5’-GATTTTGATCCTGGCTCAG-3’), primer reverse 1500R (5’GTTACCTTGTTACGACTT-3’) (Weisburg et al. 1991) 10 pmol untuk masingmasing primer, 10 mM dNTP mix, 5x bufer PCR, 25 mM MgCl2, 5x bufer
enhancer dan akuabides steril (ddH2O). Proses PCR terdiri atas pre-denaturasi
suhu 95ºC selama 2 menit, denaturasi 95ºC selama 30 detik, annealing 55ºC
selama 30 detik, elongasi 72ºC selama 1 menit, dan elongasi akhir 72ºC selama 7
menit. DNA diamplifikasi sebanyak 30 siklus (Tamura dan Hatano 2001).
Produk PCR dielektroforesis pada gel agarosa 1%, dan diamati pita tunggal DNA
di atas sinar UV transilluminator untuk memastikan fragmen DNA yang
diamplifikasi pada ukuran ~1480 pb.
Proses amplifikasi gen nifH dilakukan dengan dua tahap PCR. Komponen
reaksi PCR pada proses amplifikasi gen nifH terdiri atas 100 ng DNA aktinomiset
endofit, 5 U/µL ex Taq DNA polimerase, tahap I: primer forward IGK (5’TACGGYAARGCBGGYATCGG-3’) (Poly et al. 2001), primer reverse NDR-1
(5’-TTGGAGCCGGCRTANGCRCA-3’) (Valdes et al. 2005), tahap II: primer
forward
POL-F (5’-TGCGAYCCSAARGCBGACTC-3’) (Poly et al. 2001),
primer reverse AQER (5’-GACGATGTAGATYTCCTG-3’) (Poly et al. 2001) 10
pmol untuk masing-masing primer, 10 mM dNTP mix, 5x bufer PCR, 25 mM
MgCl2, 5 µL bufer enhancer dan akuabides steril. Untuk proses PCR tahap II,
DNA template diperoleh dari hasil produk PCR tahap I. Kondisi PCR tahap I
terdiri atas pre-denaturasi pada suhu 95ºC selama 2 menit, denaturasi 94ºC selama
1 menit, annealing 55ºC selama 1 menit, elongasi 72ºC selama 1 menit, dan
elongasi akhir 72ºC selama 7 menit. Selanjutnya, kondisi PCR tahap II yaitu predenaturasi pada suhu 94ºC selama 3 menit, denaturasi 94ºC selama 1 menit,
annealing 50ºC selama 1 menit, elongasi 72ºC selama 45 detik, dan elongasi akhir

12
72ºC selama 5 menit. Baik tahap I maupun tahap II, DNA diamplifikasi sebanyak
35 siklus (Valdes et al. 2005). Produk hasil PCR dielektroforesis pada 1.5% gel
agarosa, dan diamati pita tunggal yang terbentuk di atas paparan sinar UV
transilluminator untuk memastikan fragmen DNA yang diamplifikasi pada ukuran
pasang basa yang tepat ~1200 pb daerah nifH-D (hasil tahap I) dan ~320 pb
daerah internal nifH untuk hasil amplifikasi tahap II.

Sekuensing Gen 16S rRNA dan Gen nifH, Analisis Bioinformatika, dan
Konstruksi Pohon Filogenetik
Sekuensing DNA dilakukan di perusahaan jasa sekuensing First Base Co.,
sesuai dengan protokol standar DNA sekuenser (ABI PRISM 3100). Hasil sekuen
nukleotida dibandingkan dengan GenBank database melalui program Basic Local
Alignment Search Tool Nucleotide (BLAST.N) yang terdapat di NCBI
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov). Untuk pensejajaran nukleotida serta konstruksi
pohon filogenetik gen 16S rRNA dan gen nifH dilakukan dengan piranti lunak
MEGA 5.05 (Tamura et al. 2011) berdasarkan neighbor-joining tree (NJT)
(Saitou dan Nei 1987), dan mengacu pada best model TN93+G (Tamura-Nei)
untuk analisis 16S rRNA dan model T92 (Tamura-3 parameter) untuk analisis gen
nifH dengan nilai bootstrap 1000x.

Uji in vitro Potensi Aktinomiset Endofit Padi sebagai Pemfiksasi N2
Kemampuan Tumbuh pada Media Bebas Nitrogen (Phillips et al. 2000)
Uji potensi aktinomiset endofit padi dalam memfiksasi nitrogen dapat
dilakukan dengan cara menumbuhkan isolat pada media bebas nitrogen yaitu
media Biological N2 Fixation (BNF) yang terdiri atas 1 g K2HPO4, 3 g KH2PO4,
0.065 g MgSO4, 0.01 g FeCl3.6H2O, 0.07 g CaCl2.2H2O, 5 g dekstrosa, 240 µg
Na2MoO4.2H2O, 3 µg H3BO4, 1.83 µg MnSO4.H2O, 290 µg ZnSO4.7H2O, 130 µg
CuSO4.5H2O, dan 120 µg CoCl2.6H2O, per 1 L media (Phillips et al. 2000).
Pengukuran Produksi Amonia Menggunakan Metode Phenat (Eaton et al.
2005)
Isolat aktinomiset endofit padi sebelumnya dikulturkan pada media BNF
cair yang bebas nitrogen dan diinkubasi pada inkubator bergoyang dengan
kecepatan 125 rpm pada suhu ruang selama 15 hari. Setelah itu sebanyak 2 mL
supernatan hasil sentrifugasi kultur biakan aktinomiset endofit diambil dan
ditambahkan dengan 0.08 mL larutan fenol (≥89%), 0.08 mL natrium nitroprusida
(0.5% w/v), dan 0.2 mL larutan oksidasi yang mengandung alkalin sitrat dan
natrium hipoklorit (4:1). Selanjutnya campuran larutan tersebut diinkubasi selama
1 jam dan kemudian diukur menggunakan spektrofotometer (Thermo Spectronic
Genesys 20) pada panjang gelombang ( ) 640 nm. Secara kualitatif, indikator
adanya amonia ditandai dengan adanya perubahan warna larutan menjadi warna
biru. Secara kuantitatif, konsentrasi produksi amonia ditentukan berdasarkan
persamaan kurva standar NH3-N ppm.

13

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Karakteristik Morfologi Aktinomiset Endofit Padi
Sebanyak tujuh isolat aktinomiset endofit padi dapat tumbuh dengan baik
pada media YSA dengan morfologi koloni yang beragam (Lampiran 1). Koloni
aktinomiset sebagian besar tampak keras seperti tumbuh mengakar ke dalam agaragar, berbeda dengan koloni mikrob lainnya yang tampak lunak di atas media
agar-agar. Isolat IPBCC.b.14.1531, IPBC.b.14.1532, IPBCC.b.14.1533,
IPBCC.b.14.1534, IPBCC.b.14.1535, IPBCC.b.14.1536, dan IPBCC.b.13.1530
putih, krem,
F mampu membentuk miselia aerial dan substrat yang beragam dari
F
cokelat, hingga abu-abu, sehingga ketujuh isolat tersebut tergolong ke dalam
genus Streptomyces sp. Keseluruhan isolat aktinomiset endofit di atas juga
memiliki karakter percabangan miselia yang luas menyerupai cendawan serta
menunjukkan penataan rantai spora yang tersusun keriting, seperti kait hingga
spiral (Gambar 3).
A

RF

B

D

C

RF

E

G

RF
S
RA

Gambar 3

F

RF

S

Keragaman koloni Streptomyces sp. endofit padi umur 10 hari pada
media YSA (Gb. atas) dan tipe rantai spora Streptomyces sp. endofit
dilihat dengan mikroskop cahaya perbesaran 400x (Gb. bawah). A=
IPBCC.b.14.1531, B= IPBCC.b.14.1532, C= IPBCC.b.14.1533, D=
IPBCC.b.14.1534, E= IPBCC.b.14.1535, F= IPBCC.b.14.1536, G=
IPBCC.b.13.1530.

Identitas Molekuler Aktinomiset Endofit Padi
Adanya pita tunggal DNA yang tampak di atas sinar UV dengan ukuran di
atas 10000 pasang basa (marker 1 Kb), menandakan bahwa isolasi DNA genom
berhasil dilakukan pada ketujuh isolat aktinomiset endofit tanaman padi (Gambar
4). Konsentrasi DNA yang diperoleh dari hasil Nanodrop pada ketujuh isolat
aktinomiset endofit tersebut beragam, berkisar antara 20 hingga 98 ng/µL (Tabel
2). Kuantitas DNA tertinggi yang diperoleh ditunjukkan oleh isolat
IPBCC.b.14.1531 sebesar 97.7 ng/µL, sedangkan konsentrasi DNA terendah

14
ditunjukkan oleh isolat IPBCC.b.14.1535 sebesar 20 ng/µL. Kemurnian DNA
yang diperoleh berdasarkan rasio 260/280, dari ketujuh isolat aktinomiset endofit
menunjukkan nilai kemurnian yang berkisar antara 0.82 hingga 3.23.

Gambar 4 DNA genom aktinomiset endofit padi hasil elektroforesis pada
1% gel agarosa
Tabel 2 Kuantitas DNA genom aktinomiset endofit padi
Kode isolat
IPBCC.b.14.1531
IPBCC.b.14.1532
IPBCC.b.14.1533
IPBCC.b.14.1534
IPBCC.b.14.1535
IPBCC.b.14.1536
IPBCC.b.13.1530

OD (Optical Density)
260 nm
280 nm
1.955
0.605
1.655
1.410
0.588
0.546
0.806
0.797
0.401
0.341
1.253
1.537
1.222
0.610

260/280
3.23
1.17
1.08
1.01
1.18
0.82
2.00

Konsentrasi DNA
(ng/µL)
97.7
82.7
29.4
40.3
20.0
62.6
61.1

Gambar 5 Hasil amplifikasi PCR gen 16S rRNA aktinomiset endofit padi
(~1480 pb) menggunakan primer 20F dan 1500R. Marker 1 Kb,
sumur ke- 1-7: IPBCC.b.14.1531, IPBCC.b.14.1532,
IPBCC.b.14.1533, IPBCC.b.14.1534, IPBCC.b.14.1535,
IPBCC.b.14.1536, dan IPBCC.b.13.1530.

15
Tujuh isolat aktinomiset endofit padi berhasil diamplifikasi gen 16S rRNA
menggunakan primer 20F dan 1500R dengan ukuran fragmen DNA yang
diharapkan ~1480 pb (Gambar 5). Hasil sekuensing tujuh isolat aktinomiset
endofit padi menunjukkan hasil yang baik, dapat dilihat pada dendogram sekuen
nukleotida gen 16S rRNA yang tidak saling tumpang tindih (Lampiran 2). Hasil
sekuen nukleotida gen 16S rRNA yang disejajarkan menggunakan program
BLAST.N sebelumnya telah dilakukan pengoreksian terhadap primer yang
digunakan dan dilakukan pensejajaran antara sekuen forward dan reverse.
Sekuen tujuh isolat aktinomiset endofit padi yang disejajarkan dengan strain
pembanding di GenBank menunjukkan bahwa IPBCC.b.14.1531 (1320 pb)
memiliki kemiripan sekuen dengan Streptomyces albolongus NBRC 13465 dan S.
cavourensis subsp. cavourensis NRRL 2740 sebesar 94%, begitu pula dengan
isolat IPBCC.b.14.1532 (1424 pb), IPBCC.b.14.1533 (1398 pb), dan
IPBCC.b.14.1536 (1386 pb) yang memiliki kemiripan sekuen dengan kedua
spesies tersebut berturut-turut sebesar 92%, 94%, dan 95%.
Isolat
IPBCC.b.14.1534 (1478 pb) memiliki kemiripan sekuen dengan S. anulatus
NBRC 12755 sebesar 92%, isolat IPBCC.b.14.1535 (1118 pb) memiliki
kemiripan dengan S. bungoensis sebesar 92%, sedangkan isolat IPBCC.b.13.1530
(1410 pb) memiliki kemiripan dengan S. misionensis NRRL B-3230 sebesar 99%
(Tabel 3). Isolat IPBCC.b.14.1531, IPBCC.b.14.1532, IPBCC.b.14.1533,
IPBCC.b.14.1534, IPBCC.b.14.1535, dan IPBCC.b.14.1536 memiliki nilai
identitas maksimum