Keragaman Genetik Kapulasan (Nephelium Ramboutan-Ake) Di Kabupaten Sukabumi Dan Ciamis Berdasarkan Marka Ssr Dan Issr

KERAGAMAN GENETIK KAPULASAN (Nephelium ramboutan-ake) DI
KABUPATEN SUKABUMI DAN CIAMIS BERDASARKAN MARKA
SIMPLE SEQUENCE REPEAT DAN INTER SIMPLE SEQUENCE
REPEAT

ADIT TIYA HARIANTO PAMUNGKAS

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Keragaman Genetik
Kapulasan (Nephelium ramboutan-ake) di Kabupaten Sukabumi dan Ciamis
Berdasarkan Marka Simple Sequence Repeat dan Inter Simple Sequence
Repeat“ adalah benar karya saya dengan arahan dari kedua pembimbing dan
belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun. Sumber informasi yang berasal dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan

dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Adit Tiya Harianto Pamungkas
NIM G34100087

ABSTRAK
ADIT TIYA HARIANTO PAMUNGKAS. Keragaman Genetik Kapulasan
(Nephelium ramboutan-ake) di Kabupaten Sukabumi dan Ciamis Berdasarkan
Marka SSR dan ISSR. Dibimbing oleh Tatik Chikmawati dan Nina Ratna Djuita.
Kapulasan (Nephelium ramboutan-ake (Labill.) Leenh) adalah kerabat
dekat rambutan (N. lappaceum L.). Kedua spesies menghasilkan buah yang
hampir sama, tetapi buah kapulasan memiliki kulit buah keras dan tebal serta tidak
memiliki rambut. Penelitian ini bertujuan menggambarkan keragaman genetik
kapulasan di Kabupaten Sukabumi dan Ciamis dengan menggunakan marka SSR
dan ISSR. Sebanyak 27 individu kapulasan ditemukan dari tiga lokasi yaitu di
Kecamatan Cibadak, Cijeungjing (Sukabumi) dan Kecamatan Ciamis (Ciamis).
DNA dari semua individu yang ditemukan berhasil diamplifikasi dengan dua
pasang primer SSR yaitu LMLY6 dan LMLY12, dan dua primer ISSR, ISSR 1

dan ISSR 3. Kapulasan mempunyai tingkat polimorfisme yang tinggi pada
keempat primer yang diuji, 88.88% dari primer LMLY6, 96.29% dari primer
LMLY12, 92.59% dari primer ISSR 1 dan 88.88% dari primer ISSR 3. Nilai
persentase lokus polimorfik tertinggi menggunakan marka SSR adalah pada
Kecamatan Ciamis yaitu 62.50% dan terendah pada Kecamatan Cibadak yaitu
37.50% serta menggunakan marka ISSR terbesar pada Kecamatan Cibadak yaitu
84.21% dan terendah pada Kecamatan Ciamis yaitu 47.37%. Analisis gerombol
berdasarkan data SSR dan ISSR menggunakan indeks similaritas simple maching
dan metode UPGMA mengelompokkan semua individu kapulasan dalam dua
kelompok utama, tetapi individu dari lokasi berbeda mengelompok bersama.
Tingkat keragaman genetik dalam populasi jauh lebih besar dibandingkan dengan
keragaman antar populasi. Hasil ini mengindikasikan bahwa tanaman kapulasan
adalah tanaman menyerbuk silang.
Kata kunci : Nephelium ramboutan-ake, SSR, ISSR, keragaman genetik

ABSTRACT
ADIT TIYA HARIANTO PAMUNGKAS. Genetic Diversity of Kapulasan
(Nephelium ramboutan-ake) in Sukabumi and Ciamis District Using SSR and
ISSR Markers. Supervised by Tatik Chikmawati and Nina Ratna Djuita.
Kapulasan (Nephelium ramboutan - ake (Labill.) Leenh) is close relative

to rambutan (Nephelium lappaceum L.). Both species produce similar fruits, but
kapulasan fruit has a hard, thick rind, and without hair. This study aimed to
describe the genetic diversity of kapulasan in Sukabumi and Ciamis Districts
using SSR and ISSR markers. A total of 27 individuals kapulasan found in three
locations namely Cibadak, Cijeungjing (Sukabumi District) and Ciamis (Ciamis
District). Their DNA were successfully amplified using two SSR primers, LMLY
6 and LMLY 12, and two ISSR primers, primer ISSR 1 and ISSR 3. Kapulasan
produced high polymorphism levels in all examined primers, 88.88% of primer
LMLY 6, 96.29% of primer LMLY 12, 92.59% of primer 1 and 88.88% of primer
3. The highest percentage polymorphic locus (PPL) based on SSR marker was at
Subdistrict Ciamis, 62.50%, and the lowest at Subdistrict Cibadak, 37.50% while
based on ISSR marker, the highest PPL was at Subdistrict Cibadak, 84.21% and
the lowest at Subdistrict Ciamis, 47.37%. Cluster analysis based on SSR and ISSR
data using SM index similarity and UPGMA method grouped all kapulasan
individuals into two mayor groups, but individuals from different locations
clumped together. The level of genetic diversity in the population is much greater
than that of among populations. The results indicated that kapulasan is crosspollinated plant.
Keyword : Nephelium ramboutan-ake, SSR, ISSR, genetic diversity.

KERAGAMAN GENETIK KAPULASAN (Nephelium ramboutan-ake) DI

KABUPATEN SUKABUMI DAN CIAMIS BERDASARKAN MARKA
SIMPLE SEQUENCE REPEAT DAN INTER SIMPLE SEQUENCE
REPEAT

ADIT TIYA HARIANTO PAMUNGKAS

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini
dengan baik. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan
pada bulan Januari sampai dengan Agustus 2014 dengan judul Keragaman
Genetik Kapulasan (Nephelium ramboutan-ake) di Kabupaten Sukabumi dan
Ciamis Berdasarkan Marka SSR dan ISSR.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Tatik Chikmawati
MSi selaku pembimbing I dan Nina Ratna Djuita SSi, MSi selaku pembimbing II
yang telah memberikan bimbingan dalam pelaksanaan dan penyusunan karya
ilmiah ini. Selain itu, terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, serta
seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Untuk teman-teman di
Departemen Biologi angkatan 47 disampaikan pula ucapan terima kasih atas
segala dukungan yang telah diberikan.
Dalam laporan karya ilmiah ini, penulis menyadari masih terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari seluruh pihak yang bersangkutan. Semoga laporan ini
bermanfaat bagi pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Januari 2015
Adit Tiya Harianto Pamungkas


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Tujuan Penelitian
BAHAN DAN METODE


2
2

Bahan

2

Metode Penelitian

4

HASIL

6

Morfologi Tumbuhan Kapulasan

6

Amplifikasi dan Visualisasi DNA


6

Keragaman Kapulasan

8

Jarak Genetik Populasi

10

PEMBAHASAN

12

KESIMPULAN

14

DAFTAR PUSTAKA


15

LAMPIRAN

18

RIWAYAT HIDUP

24

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8


Pohon kapulasan dari Kabupaten Sukabumi dan Ciamis
Primer yang digunakan dan suhu annealing marka SSR dan ISSR
Tingkat amplifikasi dan polimorfisme marka SSR dan ISSR
Hasil pengukuran diversitas 27 sampel kapulasan di tiga kecamatan
berdasarkan marka SSR
Hasil analysis of molecular variance berdasarkan marka SSR dan
ISSR
Hasil pengukuran diversitas 27 pohon kapulasan di tiga kecamatan
berdasarkan marka ISSR
Tingkat kemiripan (similarity) dalam populasi menggunakan penanda
SSR
Tingkat kemiripan (similarity) dalam populasi menggunakan penanda
ISSR

3
3
7
9
9

9
10
11

DAFTAR GAMBAR
1 Peta lokasi pengambilan contoh tumbuhan kapulasan. 1 = Kecamatan
Cibadak, Kabupaten Sukabumi. 2 = Kecamatan Cijeungjing Kabupaten
Ciamis. 3 = Kecamatan Ciamis, Kabupaten Ciamis.
2 Morfologi kapulasan (a) daun ; (b) buah ; (c) perawakan
3 Hasil amplifikasi DNA genom kapulasan menggunakan marka SSR
primer LMLY 6. A1-A15 = kapulasan dari Kecamatan Cibadak, B1-B6
= kapulasan dari Kecamatan Cijeungjing. C1-C6 = kapulasan dari
Kecamatan Ciamis.
4 Hasil amplifikasi DNA genom kapulasan menggunakan marka SSR
primer LMLY 12. A1-A15 = kapulasan dari Kecamatan Cibadak, B1B6 = kapulasan dari Kecamatan Cijeungjing. C1-C6 = kapulasan dari
Kecamatan Ciamis.
5 Hasil amplifikasi DNA genom kapulasan menggunakan marka ISSR
primer 1. A1-A15 = kapulasan dari Kecamatan Cibadak, B1-B6 =
kapulasan dari Kecamatan Cijeungjing. C1-C6 = kapulasan dari
Kecamatan Ciamis.
6 Hasil amplifikasi DNA genom kapulasan menggunakan marka ISSR
primer 3. A1-A15 = kapulasan dari Kecamatan Cibadak, B1-B6 =
kapulasan dari Kecamatan Cijeungjing. C1-C6 = kapulasan dari
Kecamatan Ciamis.
7 Dendrogram kapulasan berdasarkan penanda molekuler SSR dengan
metode UPGMA A1-A15 = kapulasan dari Kecamatan Cibadak, B1B6 = kapulasan dari Kecamatan Cijeungjing, C1-C6 = kapulasan dari
Kecamatan Ciamis.
8 Dendrogram kapulasan berdasarkan penanda molekuler SSR dengan
metode UPGMA A1-A15 = kapulasan dari Kecamatan Cibadak, B1B6 = kapulasan dari Kecamatan Cijeungjing, C1-C6 = kapulasan dari
Kecamatan Ciamis.

4
6

7

7

8

8

10

11

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Tingkat kemiripan genetik berdasarkan marka SSR
Tingkat kemiripan genetik berdasarkan marka ISSR
Hasil analysis of molecular variance berdasarkan marka SSR
Hasil analysis of molecular variance berdasarkan marka ISSR
Skoring pita berdasarkan primer SSR LMLY 6 dan LMLY 12
Skoring pita berdasarkan primer ISSR 1 dan 3

18
19
20
20
21
22

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara penghasil buah-buahan tropis terbesar di Asia
Tenggara. Buah lokal di Indonesia keberadaannya sangat melimpah, namun
pemanfaatnnya belum dilakukan secara optimal. Pemerintah masih mengimpor
buah dari luar negeri sehingga buah lokal yang ada di Indonesia kalah bersaing.
Untuk itu, diperlukan peningkatan produksi buah lokal yang lebih besar guna
menambah daya saing di pasaran internasional. Salah satu buah lokal yang
potensial dikembangkan adalah kapulasan (Nephelium ramboutan-ake (Labill.)
Leenh). Kapulasan menjadi salah satu kekayaan flora yang tidak ditemukan di
setiap daerah. Tanaman ini asli dari Indonesia yang tersebar di berbagai daerah
seperti Kalimantan, Jawa dan Sumatra (Aman 1992).
Kapulasan merupakan tanaman yang termasuk ke dalam anggota suku leraklerakan (Sapindaceae). Buah kapulasan mempunyai lapisan kulit buah yang tebal,
tonjolan kulit buah kaku dan agak runcing (Watson 1988). Pemanfaatan kapulasan
biasanya untuk buah segar, dan bagian yang dapat dimakan adalah arilusnya.
Selain buahnya, kayunya juga dapat dimanfaatkan untuk peralatan rumah.
Kapulasan merupakan spesies tanaman yang tumbuh subur di daerah tropis
dengan kelembaban tinggi, 80% atau lebih, suhu udara 25 – 34 oC dan curah hujan
2 000 - 5 000 mm per tahun, namun musim panas juga penting untuk
mempercepat pembungaan (Lim 2013). Habitat kapulasan biasanya terdapat di
hutan dengan tanah alluvial, dan tanah berpasir. Tanaman ini tersebar di India
(Assam), Burma, Indonesia, Malaysia, dan Filipina (Seibert 1992).
Kerabat dekat dari kapulasan adalah rambutan, namun masyarakat lebih
mengenal rambutan dibandingkan dengan kapulasan. Kurangnya pengetahuan
masyarakat mengenai tanaman ini, dan alih fungsi lahan yang semakin banyak
menyebabkan makin berkurangnya populasi dari kapulasan di alam. Untuk
menjaga kelestarian keragaman kapulasan di Indonesia maka perlu diadakan
usaha konservasi (Sudarmono 2005).
Penelitian mengenai morfologi dan molekular pada kapulasan menjadi
penting untuk mengetahui keragaman yang ada. Selama ini penelitian tentang
kapulasan terutama penelitian molekuler masih sangat terbatas. Penelitian yang
dilakukan oleh Sim et al. (2005) berhasil mentransfer sebagian marker SSR dari
leci untuk ampfilikasi DNA kapulasan. Studi tentang keragaman genetik
digunakan untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam mengenai
keragaman antar individu di dalam dan antar populasi. Penggunaan marka
molekuler diharapkan mampu memberikan informasi yang spesifik mengenai
keragaman kapulasan Indonesia, dan dapat menambah perbendaharaan ilmu
pengetahuan mengenai kapulasan yang ada.
Prinsip dasar dari marka molekuler adalah menggandakan fragmen DNA
dengan menggunakan mesin Polymerase Chain Reaction (PCR). Beberapa marka
molekuler dikenal dapat digunakan untuk mempelajari keragaman genetik. Marka
SSR dan ISSR adalah dua contoh marker yang sudah digunakan untuk
menggambarkan keragaman genetik tumbuhan pada tingkat spesies (Wang et al.
2013), di antaranya studi keragaman genetik atau identifikasi varietas jarak pagar
(Saptadi et al. 2011), dan sorgum (Bucheyeki et al. 2009). Kemudahan marker
SSR dalam amplifikasi dan deteksi fragmen-fregmen DNA, serta tingginya

2
polimorfisme yang dihasilkan menyebabkan metode ini ideal untuk dipakai dalam
studi dengan jumlah sampel yang banyak. Selain itu teknik PCR dengan marker
SSR hanya memerlukan DNA dalam jumlah kecil dengan daerah amplifikasi kecil,
sekitar 100 – 300 bp (base-pair) dari genom. Penggunaan marka molekuler ini
juga menguntungkan karena bersifat kodominan, multi alel, relatif berlimpah dan
memiliki cakupan luas dalam genom serta mempunyai kemampuan cukup tinggi
untuk dapat ditransfer ke spesies atau genus lain. (Gupta et al. 1999 ; Varshney et
al. 2005).
Marka ISSR merupakan marka yang juga dapat digunakan untuk
menganalisis keragaman genetik pada tingkat spesies, contohnya jagung (Kantety
et al. 1995), gandum (Nagaoka dan Ogihara 1997), dan anggur (Wu dan Prior
2009). Keuntungan menggunakan marka ini adalah mudah, biaya murah, stabil
dan menghasilkan polimorfisme yang tinggi (Bornet dan Branchad 2001).
Penggunaan penanda ISSR menguntungkan karena lebih cepat, lebih murah,
memerlukan jumlah DNA yang sedikit, mampu melakukan pendeteksian genetik
polimorfisme tanpa perlu lebih dahulu mengetahui susunan basa (sekuens) dari
genom tanaman (Fernandez et al. 2002). Marka ini terletak di antara susunan basa
yang berulang dan menyebar di seluruh genom (Kojima et al. 1998). Baik marka
SSR maupun ISSR sudah terbukti sangat cocok dan berguna untuk studi
keragaman pada beberapa spesies tanaman. Namun, informasi keragaman genetik
kapulasan menggunakan marka ini masih sangat terbatas.

Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan menggambarkan keragaman genetik kapulasan pada
tiga populasi yaitu populasi dari Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi,
Kecamatan Ciamis dan Kecamatan Cijeungjing Kabupaten Ciamis di Jawa Barat
berdasarkan marka SSR dan ISSR.

BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilakukan selama delapan bulan mulai dari bulan Januari
sampai Agustus 2014 dengan melakukan eksplorasi di tiga kecamatan di Jawa
Barat yaitu Kecamatan Cibadak di Kabupaten Sukabumi, Kecamatan Cijeungjing
dan Ciamis di Kabupaten Ciamis. Analisis keragaman genetik kapulasan
dilakukan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Departemen Biologi FMIPA IPB.

Bahan
Bahan tanaman yang digunakan adalah daun dari 27 pohon kapulasan dari
hasil eksplorasi di tiga kecamatan di Jawa Barat (Tabel 1). Bahan isolasi DNA

3
terdiri atas buffer isolasi, NaCl, Tris-HCl, EDTA, chloroform-isoamyl
alcohol (CIAA), Ammonium asetat, Fenol Kloroform, dan Ethanol. Bahan untuk
PCR meliputi Primer SSR LMLY 6 dan LMLY 12 dan primer ISSR yaitu ISSR 1
dan 3, DNA template, dan Go Taq Green Master Mix.
Tabel 1 Pohon kapulasan dari Kabupaten Sukabumi dan Ciamis
No.
Koleksi

Tempat penyimpanan
spesimen herbarium

Asal
Desa

Kecamatan

Kabupaten

A1-A7

Leuweung
Datar

Cibadak

Sukabumi

A8-A11

Cigadog

Cibadak

Sukabumi

A12-A15

Kubang

Cibadak

Sukabumi

B1-B6

Kertaharja

Cijeungjing Ciamis

C1-C6

Baregbeg

Ciamis

Ciamis

Laboratorium Taksonomi
Tumbuhan Biologi,
FMIPA IPB
Laboratorium Taksonomi
Tumbuhan Biologi,
FMIPA IPB
Laboratorium Taksonomi
Tumbuhan Biologi,
FMIPA IPB
Laboratorium Taksonomi
Tumbuhan Biologi,
FMIPA IPB
Laboratorium Taksonomi
Tumbuhan Biologi,
FMIPA IPB

Tabel 2 Primer yang digunakan dan suhu annealing marka SSR dan ISSR
Primer
SSR
LMLY 6

Susunan Basa
Forward :
AAGGAATAAAGCTATCAATAAA

Suhu Annealing (oC)
46

Reverse :
GATCTCTATCTCATCAAACCT
SSR
LMLY 12

Forward :
GAAGCTGTCTTAACACTCCAC

46

ISSR 1

Reverse :
ACAAACCTAGAAACCAAAAG
CACACACACACAAT

51

ISSR 3

CTCCTCCTCCTCAC

51

4
Metode Penelitian
Pengambilan Contoh Tumbuhan
Pengambilan contoh tumbuhan dilakukan dengan melakukan eksplorasi ke
lokasi yang diketahui sebagai tempat sebaran kapulasan berdasarkan informasi
dari masyarakat di Jawa Barat yaitu lima desa, tiga kecamatan, dan dua
kabupaten. Contoh pohon yang berasal dari kecamatan sama diperlakukan sebagai
satu populasi yang sama. Bagian tanaman yang diambil adalah ranting dengan
bunga / buah untuk bahan pembuatan herbarium, dan pengamatan morfologi.
Selain itu, bagian juga daun dikoleksi tersendiri dalam kantong plastik dan
ditambahkan silica gel untuk isolasi DNA. Data morfologi tumbuhan yang
diamati meliputi habitus, ciri-ciri spesifik dari daun, dan buah. Sampel yang telah
diambil kemudian dibuat herbarium.

Gambar 1 Peta lokasi pengambilan contoh tumbuhan kapulasan. 1 = Kecamatan
Cibadak, Kabupaten Sukabumi. 2 = Kecamatan Cijeungjing,
Kabupaten Ciamis. 3 = Kecamatan Ciamis, Kabupaten Ciamis.
Isolasi DNA Genom
Sebanyak 0.25 g daun kering atau 0.25 g daun segar digerus dengan
Nitrogen cair menggunakan mortar. Bubuk daun yang sudah digerus dimasukan
dalam tabung 2 ml dan ditambahkan 500 µL CTAB dan ditambah dengan βmercaptoethanol 0.2% dari total volume CTAB. Selanjutnya larutan diaduk
dengan vorteks dan diinkubasi pada suhu 60 oC selama 30 menit, setelah itu
ditambah 500 µL CIAA, dan dicampur secara perlahan selama 5 menit, kemudian
disentrifuse pada kecepatan 4000 rpm selama 30 menit. Supernatan diambil 400
µL dan dipindahkan ke tabung 1.5 ml yang baru. Larutan dalam tabung tersebut
ditambah isopropanol 800 µL dan dicampur perlahan, kemudian disimpan dalam
freezer selama 1 jam. Selanjutnya larutan disentrifuse dengan kecepatan 14000
rpm pada suhu 4 oC selama 20 menit. Supernatan dibuang, dan pellet DNA
ditambah 500 µL 70% Ethanol dingin. Sampel disentrifuse pada kecepatan 14000
rpm pada suhu 40 C selama 5 menit, kemudian supernatan dibuang, dan pelet
DNA dikeringanginkan. Proses selanjutnya yaitu pelet ditambah 200 µL

5
akuabides larutan ditambah 10 µL NaCL 5 M (dalam keadaan dingin) dan
dicampur dengan vorteks. Larutan ditambah 73 µL Ethanol absolute dingin
dicampur perlahan dan diinkubasi di dalam freezer selama 10 menit. Selanjutnya
larutan disentrifugasi dengan kecepatan 9000 rpm pada suhu 4 oC selama 15
menit. Supernatan diambil lalu dipindahkan ke tabung yang baru, ditambah 200
µL isopropanol dan dicampur perlahan, disimpan di dalam freezer selama kurang
lebih satu malam. Selanjutnya larutan disentrifuse dengan kecepatan 14000 rpm
pada suhu 4 oC selama 20 menit, dan supernatan dibuang kemudian dikeringkan
diatas kertas tisu. DNA dibersihkan dengan penambahan 500 µL Ethanol 70%,
disentrifugasi dengan kecepatan 14000 rpm pada suhu 4 oC selama 5 menit.
Supernatan dibuang, dan pelet DNA dikeringanginkan pada inkubator hingga
kering, kemudian ditambahkan 50 µL air bebas nuklease.
Polymerase Chain Reaction dan Visualisasi Hasil PCR
DNA kapulasan digunakan sebagai cetakan untuk mengamplifikasi lokuslokus SSR dan ISSR melalui reaksi PCR. Amplikasi DNA kapulasan dilakukan
dengan menambahkan 2 ng template DNA, 1 µM masing-masing (forward dan
reverse) primer SSR atau 0.75 µM primer ISSR, 9.38 µL go taq green, 7.69 µL
ddH2O, dan 0.19 µL BSA sampai mencapai volume 12.5 µL. Untuk satu siklus,
tahapan proses PCR dimulai dari pre-denaturation pada suhu 94 oC selama 5
menit, denaturation 94 oC selama 30 detik, annealing untuk primer SSR 46 oC
dan untuk primer ISSR 51 oC selama 1 menit dan extension 72 oC selama 5 menit,
dan dilakukan sebanyak 35 siklus. Amplifikasi PCR menggunakan GeneAmp
PCR System 2400 thermocycler. Produk hasil amplifikasi dielektroforesis pada
gel superfine agarose 2.5 % untuk marka SSR dan gel agarose 1% untuk marka
ISSR dengan menggunakan buffer 0.5 Tris asetat EDTA (TAE), dan hasilnya
divisualisasi dengan memakai lampu UV, kemudian difoto.
Analisis Data
Data hasil visualisasi produk PCR diperlakukan sebagai data biner. Pita
yang nampak diberi skor 1 dan yang tidak nampak diberi skor 0. Data biner diolah
menggunakan program GenAlex untuk mengetahui indeks keragaman dan
persentase variasi dalam populasi dan antara populasi kapulasan dengan uji
Analysis of Molecular Variance (AMOVA). Parameter yang digunakan untuk
menandakan keragaman genetik dalam populasi meliputi persentase lokus
polimorfik (PLP), jumlah alel yang diamati (Na), jumlah alel efektif (Ne), Indeks
Shannon (I) dan variasi genetik (He) (Finkeldey 2005).
Pita yang terdapat pada gel diasumsikan sebagai alel. Berdasarkan ada
tidaknya pita pada aksesi kapulasan yang diuji, kemudian dibuat matriks data
biner dan matriks jarak digunakan untuk membuat dendrogram untuk
menunjukkan jarak genetik di antara tanaman yang berbeda. Dendrogram
dikonstruksi menggunakan koefisien Simple Maching (SM) dan metode
Unweighted Pair Group Using Arithmatic Average (UPGMA) dan diolah dengan
menggunakan NTSYS versi 2.02.

6

HASIL
Morfologi Tumbuhan Kapulasan
Contoh pohon kapulasan yang diperoleh berasal dari dua kabupaten di Jawa
Barat, yaitu Kabupaten Sukabumi dan Ciamis. Di Sukabumi, kapulasan
ditemukan di Kecamatan Cibadak sebanyak 15 pohon yang berasal dari tiga desa.
Di Ciamis contoh kapulasan ditemukan di dua kecamatan, yaitu Kecamatan
Cijeungjing sebanyak enam pohon dan di Kecamatan Ciamis sebanyak enam
pohon. Kondisi geografis dari tiga lokasi penemuan kapulasan tidak berbeda jauh.
Suhu udara dari semua lokasi hampir sama yaitu berkisar antara 20 – 29 oC. Suhu
tanah berkisar antara 20 – 25 oC. Pohon kapulasan ditemukan di hutan sekunder
dan pekarangan rumah penduduk.
Habitus dari kapulasan yang ditemukan di tiga kecamatan berupa pohon
yang memiliki tinggi lebih dari 30 m. Kondisi pohon yang ditemukan di
Kabupaten Sukabumi tidak sedang berbuah, berbeda dengan pohon yang
ditemukan di Kabupaten Ciamis. Buah yang ditemukan berwarna kuning
kemerahan (Gambar 1). Secara umum buah kapulasan berwarna hijau sampai
merah dengan kulit buah tebal, memiliki tonjolan kulit buah yang kaku dan rasa
buahnya manis. Menurut warga sekitar buah kapulasan yang berada di Ciamis
memiliki dua warna yaitu hijau kemerahan dan kuning kemerahan. Namun, yang
dapat ditemukan pada waktu eksplorasi hanya yang berwarna kuning kemerahan.

Gambar 2 Morfologi kapulasan (a) daun ; (b) buah ; (c) perawakan

Amplifikasi dan Visualisasi DNA
Kapulasan yang ditemukan di tiga kecamatan Jawa Barat diamplifikasi
menggunakan dua primer SSR dan 2 primer ISSR menghasilkan polimorfisme
dengan ukuran alel yang berbeda. Tingkat polimorfisme yang dihasilkan tinggi
pada keempat primer yang diuji, 88.88% dari primer LMLY6, 96.29% dari primer
LMLY12, 92.59% dari primer ISSR 1 dan 88.88% dari primer ISSR 3 (Tabel 3).
Primer LMLY 6 menghasilkan alel yang relatif sedikit dan hanya terdapat pada
tiga lokus yaitu 140, 150 dan 300 bp (Gambar 3). Primer LMLY 12 menghasilkan

7
keragaman lebih tinggi yang terdapat pada 5 lokus yaitu 200, 220, 300, 450, 500
bp (Gambar 4). Hasil amplifikasi DNA menggunakan marka ISSR dengan dua
primer, primer 1 dan 3 menghasilkan lebih banyak variasi (Gambar 5 dan 6).
Tabel 3 Tingkat amplifikasi dan polimorfisme marka SSR dan ISSR
Primer
SSR LMLY 6
SSR LMLY 12
ISSR 1
ISSR 3

Ukuran fragmen
(bp)
140-300
200-500
150-600
150-410

Persentase polimorfisme
(%)
88.88
96.29
92.59
88.88

Gambar 3 Hasil amplifikasi DNA genom kapulasan menggunakan marka SSR
primer LMLY 6. A1-A15 = kapulasan dari Kecamatan Cibadak,
B1-B6 = kapulasan dari Kecamatan Cijeungjing. C1-C6 =
kapulasan dari Kecamatan Ciamis.

Gambar 4 Hasil amplifikasi DNA genom kapulasan menggunakan marka
SSR primer LMLY 12. A1-A15 = kapulasan dari Kecamatan
Cibadak, B1-B6 = kapulasan dari Kecamatan Cijeungjing. C1-C6
= kapulasan dari Kecamatan Ciamis.

8

Gambar 5 Hasil amplifikasi DNA genom kapulasan menggunakan marka ISSR
primer 1. A1-A15 = kapulasan dari Kecamatan Cibadak, B1-B6 =
kapulasan dari Kecamatan Cijeungjing. C1-C6 = kapulasan dari
Kecamatan Ciamis.

Gambar 6 Hasil amplifikasi DNA genom kapulasan menggunakan marka ISSR
primer 3. A1-A15 = kapulasan dari Kecamatan Cibadak, B1-B6 =
kapulasan dari Kecamatan Cijeungjing. C1-C6 = kapulasan dari
Kecamatan Ciamis.

Keragaman Kapulasan
Hasil analisis keragaman genetik menggunakan marka SSR menunjukan
rata-rata jumlah alel yang diamati pada tiga populasi kapulasan adalah 1.21, ratarata jumlah alel efektif adalah 1.37, dan memiliki nilai variasi genetik (He) yang
beragam dari 0.12 - 0.26 (Tabel 4). Tingkat variasi dalam populasi relatif besar
mencapai 83%, sedangkan untuk variasi di antara populasi relatif kecil mencapai
17% (Tabel 5).

9
Tabel 4 Hasil pengukuran diversitas 27 sampel kapulasan di tiga kecamatan
berdasarkan marka SSR
Populasi
Cibadak
Cijeungjing
Ciamis
Rata- rata

N
15
6
6

Na
1
1.38
1.25
1.21

Ne
1.2
1.44
1.46
1.37

I
0.19
0.36
0.37
0.31

He
0.12
0.25
0.26
0.21

PLP
37.50%
62.50%
62.50%
54.17%

Keterangan : N = Jumlah sampel, Na = Jumlah alel yang diamati, Ne = Jumlah alel yang efektif,
He = Keragaman genetik, I = Indeks Shannon, PLP = Persentase lokus polimorfik.

Tabel 5 Hasil analysis of molecular variance berdasarkan marka SSR dan ISSR
Sumber Populasi

SSR

ISSR

Dalam Populasi

17%

27%

Antar Populasi

83%

73%

Total

100%

100%

Berdasarkan marka ISSR menunjukan rata-rata jumlah alel yang diamati
pada tiga populasi kapulasan adalah 1.21, rata-rata jumlah alel efektif adalah 1.37,
dan nilai variasi genetik (He) dari masing-masing populasi kapulasan cukup
beragam berkisar antara 0.16 – 0.22 (Tabel 6). Marka ISSR tergolong ke dalam
marka dominan sehingga hanya dapat memproduksi dua alel dalam satu lokus,
dengan nilai He maksimum adalah 0.5 (Weising 2005). Analisis genetik
berdasarkan marka ISSR menunjukan bahwa keragaman genetik populasi yang
berasal dari Cibadak paling tinggi. Seperti hasil dengan marka SSR, tingkat
variasi dalam populasi kapulasan juga relatif besar mencapai 73%, sedangkan
variasi di antara populasi relatif kecil 27% (Tabel 7).
Tabel 6 Hasil pengukuran diversitas 27 pohon kapulasan di tiga kecamatan
berdasarkan marka ISSR
Populasi
Cibadak
Cijeungjing
Ciamis
Rata- rata

N
15
6
6

Na
1.74
1.05
0.95
1.25

Ne
1.36
1.34
1.28
1.33

I
0.35
0.28
0.24
0.29

He
0.22
0.19
0.16
0.19

PLP
84.21%
47.37%
47.37%
59.65%

Keterangan : N = Jumlah sampel, Na = Jumlah alel yang diamati, Ne = Jumlah alel yang
efektif, He = Keragaman genetik, I = Indeks Shannon, PLP = Persentase lokus
polimorfik

10
Jarak Genetik Populasi
Tabel 7 menyajikan matriks kemiripan genetik berdasarkan pola pita DNA
menggunakan penanda SSR dari tiga populasi. Kemiripan antar individu yang
besar menunjukkan bahwa individu tersebut mempunyai hubungan kekerabatan
yang dekat. Tingkat kemiripan terbesar ditunjukkan antara populasi dari Cibadak
dan Cijeungjing dengan jarak genetik 0.17. Tingkat kemiripan terendah
ditunjukkan antara populasi Cibadak dengan Ciamis.
Hasil analisis kemiripan gerombol berdasarkan marka SSR menghasilkan
dendrogram yang disajikan pada Gambar 7. Dari 27 individu yang dianalisis
menghasilkan tingkat kemiripan genetik antara 0.6 – 1 (Lampiran 1). Tingkat
kemiripan genetik pada 70%, seluruh individu kapulasan terbagi menjadi tiga
kelompok utama, tetapi populasi mengelompok secara acak, karena individu
kapulasan ini tidak mengelompok sesuai dengan sebaran geografi. Individu yang
berasal dari satu lokasi tidak selalu mengelompok bersama tetapi menggerombol
dengan individu dari lokasi lain.
Tabel 7 Tingkat kemiripan (similarity) dalam populasi menggunakan penanda
SSR
Cibadak

Cijeungjing

Cibadak

-

Cijeungjing

0.17

-

Ciamis

0.06

0.09

Ciamis

-

Gambar 7 Dendrogram kapulasan berdasarkan penanda molekuler SSR dengan
metode UPGMA A1-A15 = kapulasan dari Kecamatan Cibadak,
B1-B6 = kapulasan dari Kecamatan Cijeungjing, C1-C6 = kapulasan
dari Kecamatan Ciamis.

11
Dari hasil penelitian ini, berdasarkan marka ISSR populasi Cijeungjing dan
Ciamis memiliki indeks kemiripan yang lebih besar yaitu 0.18, yang menandakan
bahwa hubungan kekerabatan kedua populasi ini cukup dekat, sedangkan populasi
kapulasan Cibadak menunjukan jarak genetik terjauh dengan populasi Cijeungjing
(Tabel 7). Dari 27 individu yang dianalisis menghasilkan tingkat kemiripan
genetik antara 0.62 – 1 (Lampiran 2). Pada tingkat kemiripan 64% terbagi menjadi
dua kelompok utama (Gambar 8). Berdasarkan marka ISSR, individu kapulasan
juga tersebar secara acak dan tidak menggerombol berdasarkan lokasi asal
tanaman.
Tabel 8 Tingkat kemiripan (similarity) dalam populasi menggunakan penanda ISSR
Cibadak

Cijeungjing

Cibadak

-

Cijeungjing

0.10

-

Ciamis

0.11

0.18

Ciamis

-

Gambar 8 Dendrogram kapulasan berdasarkan penanda molekuler SSR dengan
metode UPGMA A1-A15 = kapulasan dari Kecamatan Cibadak, B1B6 = kapulasan dari Kecamatan Cijeungjing, C1-C6 = kapulasan dari
Kecamatan Ciamis.

12

PEMBAHASAN
Morfologi kapulasan yang ditemukan di Kabupaten Sukabumi dan Ciamis
tidak memiliki perbedaan yang menonjol. Secara umum, kapulasan memiliki tipe
daun majemuk menyirip, bentuk pertulangan daun menyirip, bentuk cabang utama
mendatar dan condong ke atas. Percabangan mendatar memiliki cabang sekunder
lebih sedikit, sedangkan pada tipe percabangan yang condong ke atas
menghasilkan cabang-cabang sekunder yang lebih banyak dengan pertumbuhan
daun yang lebih rimbun.
Hasil amplifikasi dari genom kapulasan dengan metode isolasi yang tepat
mampu menghasilkan pita DNA yang lebih baik. Penggunaan isolasi dengan daun
kering tidak menunjukkan adanya pola pita yang ganda, meskipun pada proses
ekstraksi tidak ditambahkan RNAse yang berfungsi menghilangkan aktivitas RNA.
Hasil tersebut menunjukkan isolasi DNA dari daun kering lebih baik daripada
daun segar. Pada isolasi dengan daun segar, dalam DNA masih banyak ditemukan
senyawa metabolit sekunder seperti polisakarida dan protein yang merupakan
salah satu faktor penghambat amplifikasi genom kapulasan. Tingginya kandungan
polisakarida dan protein menyulitkan proses ektraksi DNA. Senyawa fenol dan
protein merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi efisiensi amplifikasi
metabolit sekunder dan polisakarida dapat menghambat kerja enzim (Porebski et
al. 1997).
Amplifikasi DNA dari 27 individu kapulasan menggunakan dua primer SSR
menghasilkan pola pita dengan ukuran alel yang berbeda. Primer LMLY 6
menghasilkan lebih sedikit variasi alel, yaitu hanya pada tiga lokus. Primer
LMLY 12 menghasilkan pita yang lebih bervariasi yaitu terdapat pada lima lokus.
Setiap individu pohon memiliki 1-2 alel. Hasil amplifikasi DNA genom
menggunakan dua primer menunjukkan tidak semua DNA kapulasan berhasil
diamplifikasi. Satu individu berhasil diamplifikasi DNA-nya dengan primer
LMLY 6, namun tidak ada amplifikasi DNA dengan primer LMLY 12. Hal ini
terjadi pada sampel no. 21 yang berasal dari Kecamatan Cijeungjing, Ciamis. Hal
sebaliknya terjadi pada sampel no. 26 dan 27 dengan primer LMLY 12
teramplifikasi sedangkan dengan primer LMLY 6 tidak terjadi amplifikasi, sampel
ini berasal dari Kecamatan Ciamis, Kabupaten Ciamis.
Keberhasilan amplifikasi DNA genom menggunakan SSR dan ISSR
ditentukan oleh urutan basa primer yang digunakan dalam setiap reaksi dan
kuantitasnya (kandungan primer dalam setiap reaksi). Kualitas pita yang tajam
juga dipengaruhi konsentrasi DNA, konsentrasi enzim polimerase, dan suhu siklus
PCR terutama suhu annealing (Prana dan Hartati 2003). Adanya pita DNA
mencerminkan inverted priming site yang mengapit fragmen DNA yang tidak
diketahui sekuennya. Polimorfisme hasil analisis kedua marka mungkin berasal
dari insersi, delesi, dan mutasi (Setiawan 2007). Hilangnya landing site dapat
menyebabkan primer gagal menempel, sehingga amplifikasi tidak terjadi dan
akhirnya individu tersebut tidak memiliki pita DNA (Susantidiana et al. 2009).
Pola pita DNA kapulasan yang dihasilkan diketahui setelah dilakukan
amplifikasi DNA dengan PCR. Polimorfisme ditandai dengan ada dan tidak
adanya pita pada suatu individu serta perbedaan ukuran pita yang dihasilkan setiap
individu. Pada penelitian ini, polimorfisme kapulasan pada tingkat molekuler

13
cukup tinggi. Polimorfisme merupakan gambaran amplifikasi yang diperoleh dari
perbedaan fragmen DNA yang diobservasi dan diskor sebagai ada atau tidaknya
perbedaan sekuen sehingga menunjukkan ada tidaknya variasi (McGregor et al.
2000).
Amplifikasi menggunakan primer ISSR menghasilkan polimorfisme yang
lebih tinggi dibandingkan primer SSR ditunjukkan oleh presentase lokus
polimorfik primer ISSR (PLP = 59. 65%) lebih besar daripada SSR (PLP = 54.
16%). Selain itu, jumlah lokus yang diperoleh dengan menggunakan primer ISSR
lebih banyak (5-7 lokus) dibandingkan dengan primer SSR (2-5 lokus). Hasil ini
menunjukkan bahwa dalam kapulasan marka ISSR merupakan marka yang lebih
efisien karena mampu menghasilkan lebih banyak polimorfisme pita dalam satu
proses amplifikasi.
Hasil analisis menggunakan primer SSR menunjukkan rata-rata jumlah alel
yang diamati pada populasi di Kecamatan Ciamis memiliki nilai rata-rata jumlah
alel, jumlah alel efektif, keragaman genetik, dan persentase lokus polimorfik lebih
tinggi daripada dua kecamatan lainnya, sedangkan berdasarkan primer ISSR
Kecamatan Cibadak menunjukkan keragaman genetik kapulasan paling tinggi.
Perbedaan ini disebabkan karena sifat dari kedua marka yang berbeda. Marka SSR
bersifat kodominan yang artinya dapat membedakan antara homozigot dan
heterozigot, sedangkan marka ISSR bersifat dominan (Zietkiewicz et al. 1994).
Selain itu, SSR dikelompokkan ke dalam simple tandem repeats polymorphism
(STRP), karena perbedaan genetik di antara molekul-molekul DNA yang
mengandung sejumlah kopi sekuen DNA pendek yang diulang beberapa kali
sedangkan pada marka ISSR fragmen yang dihasilkan terletak di antara SSR yang
terjadi (Prasetiyono dan Tasliah 2008). Kapulasan yang ditemukan di Kabupaten
Sukabumi dan Ciamis belum dapat diketahui pola penyerbukannya. Namun, dari
pengamatan yang dilakukan diduga bahwa kemungkinan besar kapulasan
merupakan tanaman yang menyerbuk silang. Penyerbukan silang secara alami
dapat terjadi karena bantuan angin, serangga, air, dan hewan. Hal ini, dapat
diketahui dari individu yang berasal dari Kabupaten Ciamis dimana terdapat dua
pohon yang berdampingan, satu pohon berbuah sedangkan yang pohon yang
satunya tidak berbuah. Individu tanaman menyerbuk silang hampir selalu
memiliki komposisi genetik heterozigot, sehingga keturunannya akan memiliki
komposisi genetik heterozigot maupun homozigot pada beberapa pasangan
alelnya (Ambarita 2013). Individu-indidu yang secara genetik heterozigot untuk
kebanyakan lokus, secara genotipe juga berbeda antara satu individu ke individu
lainnya (Sudarka et al. 2009), sehingga keragaman genetik dalam populasi
sangatlah besar.
Hasil AMOVA antara primer SSR dan ISSR menunjukkan hasil yang sama
yaitu keragaman genetik kapulasan yang terdapat di dalam populasi lebih besar
dibandingkan dengan keragaman genetik antar populasi. Variasi genetik yang
tinggi dalam suatu populasi merupakan indikator suatu spesies dapat beradaptasi
dengan baik di lingkungannya. Kapulasan yang merupakan tumbuhan endemik
asli Kalimantan ini dapat hidup di daerah Jawa Barat yang kondisi lingkungannya
berbeda (Aman 1992). Untuk itu kemampuan adaptasi ini akan menghasilkan sifat
resisten yang dapat menyesuaikan dengan lingkungannya (Olivia dan Siregar
2012). Salah satu indikator tercapainya populasi yang baik adalah besarnya
keragaman genetik. Untuk itu keragaman genetik yang tinggi dalam populasi

14
diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang baik. Spesies dengan variasi
genetik yang kecil akan rentan terhadap lingkungan yang heterogen, sehingga
tumbuhan menjadi lebih rentan terhadap hama dan penyakit (Namkoong et al.
1996).
Analisis data menggunakan data SSR dan ISSR menunjukkan perbedaan
pada tingkat kemiripan individu kapulasan. Hasil dari SSR menunjukkan bahwa
populasi Cibadak lebih mirip dengan populasi Ciamis, meskipun kedua populasi
tersebut memiliki letak geografis yang jauh. Pengelompokan tidak berhubungan
dengan letak geografis disebakan karena dipengaruhi oleh berbagai faktor
lingkungan (Hartati et al. 2007). Sebaliknya, analisis data menggunakan ISSR
populasi yang berasal dari Cijeungjing dan Ciamis lebih mirip satu sama lainnya.
Hal ini dimungkinkan antara kedua populasi tersebut masih memiliki kesamaan
tempat asal sehingga terdapat kesamaan dari segi genetisnya. Individu yang
berasal dari satu negara/letak georafis yang sama cenderung memiliki jarak
genetik yang dekat. Keragaman genetik dari individu dalam suatu populasi yang
berasal dari letak geografis/lokasi yang sama cenderung disebabkan oleh adaptasi
yang terus menerus sehingga terjadi perubahan-perubahan baik secara biokimia
maupun fisiologisnya (Indriani 2000).

KESIMPULAN
Tingkat polimorfisme yang dihasilkan dari tiga populasi menunjukkan
perbedaan antara marka SSR dan ISSR. Berdasarkan marka SSR tingkat
persentase lokus polimorfik tertinggi pada populasi dari Kecamatan Ciamis dan
Cijeungjing yaitu 62.50% dan terendah pada Kecamatan Cibadak yaitu 37.50%,
sedangkan menggunakan marka ISSR tingkat persentase lokus polimorfik
tertinggi pada Kecamatan Cibadak yaitu 84.21% dan terendah pada populasi dari
Kecamatan Ciamis dan Cijeungjing yaitu 47.37%.
Marka SSR berhasil mendeteksi keragaman genetik kapulasan di tiga
populasi, Kecamatan Cibadak, Cijeungjing dan Ciamis. Primer LMLY 12
menghasilkan pita lebih banyak dibandingkan dengan primer LMLY 6. Nilai
keragaman genetik yang diperoleh tergolong tinggi yaitu memiliki rata - rata 0.21
dengan nilai keragaman genetik tertinggi pada populasi Ciamis dan terendah pada
populasi Cibadak. Nilai koefisien kemiripan genetik antara individu dari
Kabupaten Sukabumi dan Ciamis berdasarkan marka SSR berkisar antara 60% 100%.
Marka ISSR juga mampu menggambarkan keragaman genetik pada tiga
populasi kapulasan. Kedua primer yang digunakan menghasilkan tingkat
polimorfisme yang tinggi. Nilai keragaman genetik yang diperoleh memiliki rata
– rata 0.19 dengan nilai keragaman genetik tertinggi pada populasi Cibadak dan
terendah pada populasi Ciamis. Nilai koefisien kemiripan genetik berkisar antara
individu dari kedua kabupaten berkisar 64% - 100%.
Hasil analisis data dengan marka SSR dan ISSR menunjukkan bahwa
sebagian variasi genetik lebih besar tersimpan dalam populasi dan sebagian
variasi genetik tersimpan antar populasi. Berdasarkan analisis kelompok, pola

15
persebaran individu kapulasan terjadi secara acak dan individu dari suatu lokasi
tidak selalu mengelompok bersama tetapi menggerombol dengan individu dari
lokasi lain. Hal ini mengindikasikan kapulasan adalah tumbuhan yang cenderung
menyerbuk silang.

DAFTAR PUSTAKA
Aman R. 1992. Buah-Buahan Nadir Semenanjung Malaysia. Kuala Lumpur
(MY): Dewan Bahasa dan Pustaka.
Ambarita K. 2013. Sepuluh Contoh Tanaman Menyerbuk Silang. Malang (ID):
UB Press.
Bornet B, Branchad M. 2001. Nonanchored inter simple sequence repeat (ISSR)
markers: Reproducible and specific tools for genome fingerprinting.
Plant Mol Rep. 19:209-215.
Bucheyeki LT, Gwanama C, Mgonja M, Chisi M, 2009. Genetic variability
characteristic of tanzania sorghum landraces Based on simple sequence
repeats (ssrs) molecular and Morphological markers. African Crop
Science Journal. 17(2):71-86.
Clyde MM, Chew PC, Normah MN, Ramanatha RV, Salma I. 2005. Genetic
diversity of Nephelium ramboutan-ake Leenh assessed using RAPD and
ISSR. Acta Hort. (66)5:171-181.
Fernandez ME, Figueiras AM, Benito C. 2002. The use of ISSR and RAPD
markers for detecting DNA polymorphism, genotype identification and
genetic diversity among barley cultivars with known origin. Theor App
Gen. 104(10):845-851.
Finkeldey R. 2005. Pengantar Genetika Hutan Tropis. Djamhuri E, Siregar IZ,
Siregar UJ, Kertadikara AW, penerjemah. Bogor (ID): Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Terjemahan dari: An Introduction to
Tropical Forest Genetics.
Gupta PK, Varshney RK, Sharma PC, Ramesh B. 1999. Molecular markers and
their applications in wheat breeding. Plant Breeding. 118:369-390.
Hartati D, Rimbawanto A, Taryono, Sulistyaningsih E, Widyatmoko. 2007.
Pendugaan keragaman genetik di dalam dan antar proven pulai (Alstonia
scholaris (L.) R. Br.) menggunakan penanda RAPD. J Pemulia Tanaman.
Hutan. 1(2):1-9.
Indriani FC, Sudjindro AN, Sugiharto, Soetopo L. 2008. Keragaman genetik
plasma nutfah kenaf (Hibiscus cannabinus L.) dan beberapa spesies yang
sekerabat berdasarkan analisis isozim. Agritek. 6(9):1793-1802.
Kantety RV, Zeng XP, Bennetzen JL, Zehr BE. 1995. Assessment of genetic
diversity popcorn (Zea mays L.) inbread lines using inter-simple
sequence repeat (ISSR) amplification. Mol Breed. 1:365-373.
Kojima T, Nagaoka T, Noda N, Ogihara Y. 1998. Genetic linkage map of ISSR
and RAPD markers in Einkorn wheat in relation to that of RFLP markers.
Theor Appl Gen. 96: 37-45.

16
Lim TK. 2013. Edible Medicinal And Non-Medicinal Plants. Vol 6. New York
(US): Springer Science Business Media.
Nagaoka T, Ogihara Y. 1997. Applicability of inter-simple sequence repeat
polymorphisme in wheat for use as DNA markers in comparison to
RFLP and RAPD markers. Theor App Gen. 94:597-602.
Namkoong GT, Boyle, Gregorius, Joly H, Savolainen O, Ratnam W, Young A.
1996. Testing Criteria and Indicators for Assesing the Sustainability of
Forest Management : Genetic Criteria and Indicators. Cifor Working
Paper No 10. Bogor (ID): Cifor
Olivia RN, Siregar UJ. 2012. Keragaman Genetik Populasi Sengon
(Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) pada Hutan Rakyat di Jawa
Berdasarkan Penanda RAPD. Jurnal Silvikultur Tropika. 3(2):130-136.
Porebski S, Bailey LG, Baum BR. 1997. Modification of CTAB DNA extraction
protocol for plants containing high polysacharide and polyphenol
components. Plant Mol Biol. 15(1): 8-15.
Prana TK, Hartati NS. 2003. Identifikasi sidik jari DNA Talas (Colocasia
esculente L. Schott) Indonesia dengan teknik RAPD (Random Amplified
Polimorphic DNA): Skrining Primer dan Optimalisasi Kondisi PCR.
Jurnal Natur Indonesia . 5(2):107-112.
Prasetiyono J, Tasliah. 2008. Marka Mikrosatelit : Marka yang menjanjikkan.
Jurnal Tinjauan Ilmiah Riset Biologi dan Bioteknologi Pertanian. 6(2):
78-84
Saptadi H. Hartati SRR. Setiawan A. Heliyanto B. Sudarsono. 2011.
Pengembangan Marka Simple Sequence Repeat untuk Jatropha spp. J
Littri. 17(4):140-149.
Seibert B. 1992. Nephelium L. Di dalam: Verheij EWM, Coronel RE, editor.
Plant Resources of South East Asia. No 2. Edible Fruits and Nuts. Bogor
(ID): Prosea Foundation.
Setiawan A. 2007. Marka Molekuler. Handout Training Bioteknologi Berbasis
DNA. Bogor (ID): Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB.
Sim CC, Mahani MC, Choong YC, Salma I. 2005. Transferability of SSR
markers from lychee (Litchi chinensis Sonn.) to pulasan (Nephelium
ramboutan-ake L.). Fruits. 60: 379-384.
Sudarka W, Sarwadana SM, Wijana IG, Pradnyawati NM. 2009. Pemuliaan
Tanaman. Bali (ID): Universitas Udayana Press.
Sudarmono. 2005. Konservasi tumbuhan dengan pendekatan genetik populasi.
Inovasi. 4(17):65-82.
Susantidiana, Wijaya A, Lakitan B, Surahman M. 2009. Identifikasi beberapa
aksesi jarak pagar (Jatropha curcas L.) melalui analisis RAPD dan
morfologi. J Agron Indonesia. 37(2):167-173.
Varshney RK, Graner A, Sorrells ME. 2005. Genetic Microsatellite Markers in
Plants: Feature and Applications. Trends in Biotechnology. 23:48-56.
Wang Z, Liao L, Yuan X, Gua H. 2013. Genetics diversity analysis of Cynodon
dactylon (Bermuda grass) accessions and cultivars from different
countries based on ISSR and SSR markers. Biochem Syst Ecol. 46:108115.
Watson BJ. 1988. Rambutan cultivars in North Queensland. Queens Agric. 114:
37-41.

17
Weising K, Nybom H, Wolff K, Kahl G. 2005. DNA Fingerprinting in Plants
Principles Methods and Applications. Boca Raton (US): CRC Press.
Wu X, Prior RL. 2009. Systematic identification and characterization of
anthocyanins by HPLC-ESI-MS/MS in common foods in the United
States: Fruit Berries. J Agric Food Chem. 53:2589-2599.
Zietkiewicz E, Rafalski, Labuda. 1994. Genomic fingerprinting by simple
sequence repeat (SSR) anchored polymerase chain reaction amplification.
Genomics. 20:176-183.

18

Lampiran 1 Tingkat kemiripan genetik berdasarkan marka SSR
A1

A2

A3

A4

A5

A6

A7

A8

A9

A10

A11

A12

A13

A14

A15

B1

B2

B3

B4

B5

B6

C1

C2

C3

C4

C5

A1

1.00

A2

0.88

1.00

A3

0.75

0.50

1.00

A4

0.75

0.88

1.00

1.00

A5

0.75

0.88

1.00

1.00

1.00

A6

0.75

0.63

0.75

0.75

0.75

1.00

A7

0.75

0.63

0.75

0.75

0.75

1.00

1.00

A8

0.75

0.70

0.75

0.75

0.75

1.00

1.00

1.00

A9

0.75

0.63

0.75

0.75

0.75

1.00

1.00

1.00

1.00

A10

0.88

0.75

0.63

0.63

0.63

0.88

0.88

0.88

0.88

1.00

A11

0.75

0.60

0.75

0.75

0.75

1.00

1.00

1.00

1.00

0.88

1.00

A12

0.75

0.63

0.75

0.75

0.75

1.00

1.00

1.00

1.00

0.88

1.00

1.00

A13

0.75

0.63

0.75

0.75

0.75

1.00

1.00

1.00

1.00

0.88

1.00

1.00

1.00

A14

0.88

0.75

0.63

0.63

0.63

0.88

0.88

0.88

0.88

1.00

0.88

0.88

0.88

1.00

A15

0.75

0.63

0.75

0.75

0.75

1.00

1.00

1.00

1.00

0.88

1.00

1.00

1.00

0.88

1.00

B1

0.75

0.63

0.75

0.75

0.75

1.00

1.00

1.00

1.00

0.88

1.00

1.00

1.00

0.88

1.00

1.00

B2

0.63

0.60

0.63

0.63

0.63

0.88

0.88

0.88

0.88

0.75

0.88

0.88

0.88

0.75

0.88

0.88

1.00

B3

0.60

0.78

0.70

0.70

0.70

0.75

0.75

0.75

0.75

0.63

0.75

0.75

0.75

0.63

0.75

0.75

0.63

1.00

B4

0.68

0.75

0.78

0.78

0.68

0.63

0.63

0.63

0.63

0.70

0.63

0.63

0.63

0.70

0.63

0.63

0.70

0.88

1.00

B5

0.60

0.38

0.70

0.60

0.70

0.75

0.75

0.75

0.75

0.63

0.75

0.75

0.75

0.63

0.75

0.75

0.63

1.00

0.88

1.00

B6

0.60

0.68

0.60

0.70

0.70

0.75

0.75

0.75

0.75

0.63

0.75

0.75

0.75

0.63

0.75

0.75

0.88

0.50

0.78

0.70

1.00

C1

0.88

0.75

0.63

0.63

0.63

0.88

0.88

0.88

0.88

1.00

0.88

0.88

0.88

1.00

0.88

0.88

0.75

0.63

0.70

0.63

0.63

1.00

C2

0.60

0.63

0.60

0.80

0.70

0.75

0.75

0.75

0.75

0.63

0.75

0.75

0.75

0.63

0.75

0.75

0.63

0.75

0.63

0.75

0.75

0.63

1.00

C3

0.75

0.66

0.75

0.75

0.75

1.00

1.00

1.00

1.00

0.88

1.00

1.00

1.00

0.88

1.00

1.00

0.88

0.75

0.63

0.75

0.75

0.88

0.75

1.00

C4

0.60

0.68

0.60

0.80

0.70

0.75

0.75

0.75

0.75

0.63

0.75

0.75

0.75

0.63

0.75

0.75

0.88

0.75

0.63

0.75

0.75

0.63

0.75

0.75

1.00

C5

1.00

0.65

0.75

0.75

0.75

0.75

0.75

0.75

0.75

0.88

0.75

0.75

0.75

0.88

0.75

0.75

0.63

0.70

0.68

0.80

0.80

0.88

0.80

0.75

0.80

1.00

C6

0.88

0.75

0.88

0.88

0.88

0.88

0.88

0.88

0.88

0.75

0.88

0.88

0.88

0.75

0.88

0.88

0.75

0.63

0.70

0.63

0.63

0.75

0.63

0.88

0.63

0.88

C6

1.00

19

Lampiran 2 Tingkat kemiripan genetik berdasarkan marka ISSR
A1

A2

A3

A4

A5

A6

A7

A8

A9

A10

A11

A12

A13

A14

A15

B1

B2

B3

B4

B5

B6

C1

C2

C3

C4

C5

A1

1.00

A2

0.66

1.00

A3

0.63

0.88

1.00

A4

0.65

0.75

1.00

1.00

A5

0.75

0.65

1.00

1.00

1.00

A6

0.62

0.63

0.75

0.80

0.75

1.00

A7

0.70

0.75

0.65

0.65

0.75

1.00

1.00

A8

0.75

0.75

0.55

0.65

0.75

1.00

1.00

1.00

A9

0.65

0.63

0.75

0.75

0.75

1.00

1.00

1.00

1.00

A10

0.88

0.65

0.63

0.63

0.63

0.88

0.80

0.88

0.88

1.00

A11

0.70

0.65

0.75

0.75

0.75

0.70

1.00

1.00

1.00

0.88

1.00

A12

0.75

0.62

0.75

0.75

0.70

1.00

1.00

1.00

0.88

0.88

1.00

1.00

A13

0.75

0.63

0.75

0.75

0.75

1.00

1.00

0.66

1.00

0.88

1.00

1.00

1.00

A14

0.88

0.75

0.63

0.63

0.63

0.88

0.88

0.80

0.88

1.00

0.88

0.88

0.80

1.00

A15

0.75

0.63

0.75

0.75

0.75

1.00

1.00

1.00

1.00

0.88

0.88

1.00

1.00

0.88

1.00

B1

0.75

0.70

0.75

0.75

0.75

1.00

1.00

1.00

1.00

0.88

1.00

0.88

0.80

0.65

1.00

1.00

B2

0.63

0.66

0.63

0.63

0.63

0.88

0.88

0.88

0.88

0.75

0.80

0.88

0.88

0.75

0.65

0.88

1.00

B3

0.70

0.75

0.70

0.70

0.80

0.75

0.75

0.75

0.75

0.63

0.75

0.75

0.75

0.63

0.75

0.75

0.63

1.00

B4

0.78

0.75

0.78

0.88

0.78

0.63

0.63

0.63

0.63

0.70

0.63

0.63

0.63

0.70

0.55

0.63

0.62

0.88

1.00

B5

0.50

0.78

0.70

0.70

0.70

0.75

0.75

0.75

0.75

0.63

0.75

0.75

0.75

0.63

0.75

0.65

0.63

1.00

0.88

1.00

B6

0.75

0.68

0.50

0.70

0.70

0.75

0.75

0.75

0.75

0.63

0.75

0.75

0.75

0.63

0.75

0.75

0.88

0.70

0.68

0.80

1.00

C1

0.66

0.75

0.63

0.63

0.63

0.88

0.88

0.88

0.88

1.00

0.88

0.88

0.88

1.00

0.88

0.88

0.75

0.63

0.70

0.63

0.63

1.00

C2

0.70

0.68

0.70

0.70

0.70

0.75

0.75

0.75

0.75

0.63

0.75

0.75

0.75

0.63

0.75

0.75

0.63

0.75

0.63

0.75

0.75

0.63

1.00

C3

0.75

0.63

0.75

0.75

0.75

1.00

1.00

1.00

1.00

0.88

1.00

1.00

1.00

0.88

1.00

1.00

0.88

0.70

0.63

0.75

0.75

0.88

0.75

1.00

C4

0.80

0.38

0.80

0.70

0.80

0.75

0.75

0.75

0.75

0.63

0.75

0.75

0.75

0.63

0.75

0.75

0.88

0.70

0.63

0.75

0.75

0.63

0.75

0.75

1.00

C5

1.00

0.88

0.75

0.75

0.75

0.75

0.75

0.75

0.65

0.88

0.75

0.75

0.75

0.88

0.75

0.75

0.63

0.65

0.68

0.80

0.70

0.88

0.70

0.75

0.80

1.00

C6

0.80

0.75

0.80

0.88

0.88

0.88

0.88

0.75

0.88

0.75

0.88

0.75

0.88

0.75

0.88

0.75

0.75

0.65

0.80

0.63

0.63

0.75

0.63

0.88

0.63

0.88

C6

1.00

20

Lampiran 3 Hasil analysis of molecular variance berdasarkan marka SSR
Sumber
Keragaman
Antar Populasi

Derajat
Bebas
2

Jumlah
Kuadrat
4.61

Kuadrat
Tengah
2.31

Nilai
Variasi
0.18

Dalam Populasi 24

20.87

0.87

0.87

83

Jumlah

25.48

1.05

100

26

%
17

Lampiran 4 Hasil analysis of molecular variance berdasarkan marka ISSR
Sumber
keragaman

Derajat
Bebas

Jumlah
Kuadrat

Kuadrat
Tengah

Nilai
Variasi

%

Antar Populasi

2

18.93

9.46

0.88

27

Dalam Populasi
Jumlah

24
26

57.67
76.59

2.40

2.40
3.29

73
100

2
21

Lampiran 5 Skoring pita berdasarkan primer SSR LMLY 6 dan LMLY 12
Sampel

A1
A2
A3
A4
A5
A6
A7
A8
A9
A10
A11
A12
A13
A14
A15
B1
B2
B3
B4
B5
B6
C1
C2
C3
C4
C5
C6

140
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0

Primer LMLY 6
Ukuran pita
150
0
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0

300
0
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

200
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
0
0
1
0
1
0
0

220
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1

Primer LMLY 12
Ukuran pita
230
1
1
0
0
0
0
0
0
0