Kontribusi Hutan Rakyat terhadap Pendapatan Usaha Tani di Desa Bayasari, Kecamatan Jatinagara, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat
KONTRIBUSI HUTAN RAKYAT TERHADAP PENDAPATAN
USAHA TANI DI DESA BAYASARI, KECAMATAN
JATINAGARA, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT
FADILAH MURTAFIAH TANJUNG
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Kontribusi
Hutan Rakyat terhadap Pendapatan Usaha Tani di Desa Bayasari, Kecamatan
Jatinagara, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat” adalah benar-benar hasil karya saya
sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan
sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Fadilah Murtafiah Tanjung
NIM E14090008
ABSTRAK
FADILAH MURTAFIAH TANJUNG. Kontribusi Hutan Rakyat terhadap
Pendapatan Usaha Tani di Desa Bayasari, Kecamatan Jatinagara, Kabupaten
Ciamis, Jawa Barat. Dibimbing oleh YULIUS HERO.
Pengembangan hutan rakyat seringkali hanya sebagai pendukung pertanian,
sehingga belum menjadi perhatian utama dan seringkali pengembangannya hanya
ditujukan pada tanah kosong atau lahan kritis. Akibatnya, hutan rakyat masih
kurang memberikan pendapatan yang optimal. Adanya kelembagaan memiliki
peran penting dalam pengelolaan hutan rakyat. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui karakteristik pengusaha hutan rakyat, pola dan teknik pengelolaan
hutan rakyat serta mengetahui seberapa besar kontribusi hutan rakyat terhadap
pendapatan total usaha tani di Desa Bayasari. Data dikumpulkan melalui
wawancara dan juga studi pustaka, kemudian dianalisis dan disajikan secara
deskriptif kuantitatif. Dari hasil pengamatan, kelompok tani di Desa Bayasari
belum memberikan pengaruh yang besar terhadap pengelolaan hutan rakyat
karena masih banyak petani yang mengabaikan program kelompok tani. Hasil
analisis menunjukkan bahwa rata-rata kontribusi hasil hutan rakyat merupakan
yang terbesar dibandingkan hasil usaha tani lainnya yaitu 33.4%.
Kata kunci: Kelompok tani, pengelolaan hutan rakyat, kontribusi
ABSTRACT
FADILAH MURTAFIAH TANJUNG. Contribution of Community Forest
Toward Farm Income in the Bayasari Village, Subdistrict Jatinagara, District
Ciamis, West Java. Supervised by YULIUS HERO.
The development of community forest is often just for agricultural support,
so it is not the main concern and aimed at the development only for bare land or
degraded land. As a result, community forest still do not provide the optimal
revenue. The existence of an institutional has an important role in the community
forest management. The objectives of this research was to determine the
characteristics of community forest farmers, patterns and techniques of
community forest management as well as to find out the contribution of
community forest to household income in the Bayasari Village. The information
were collected through interviews and literature study, then analyzed and
presented in a descriptive method. The farmer groups in Bayasari Village do not
give a big influence on community forest management as there are still many
farmers who ignored their program of farmer groups. The analysis showed that the
average contribution of community forest product is the largest than another farms
products, that is 33.4%.
Keywords: Farmer groups, community forest management, contribution
KONTRIBUSI HUTAN RAKYAT TERHADAP PENDAPATAN
USAHA TANI DI DESA BAYASARI, KECAMATAN
JATINAGARA, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT
FADILAH MURTAFIAH TANJUNG
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Kontribusi Hutan Rakyat terhadap Pendapatan Usaha Tani di Desa
Bayasari, Kecamatan Jatinagara, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat
Nama
: Fadilah Murtafiah Tanjung
NIM
: E14090008
Disetujui oleh
Dr Ir Yulius Hero, M.Sc
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Ahmad Budiaman, M Sc F.Trop
Ketua Departemen
Tanggal Lulus: 30 Juni 2014
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan studi program sarjana di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor. Judul yang dipilih dalam penelitian ini ialah “Kontribusi Hutan Rakyat
terhadap Pendapatan Usaha Tani di Desa Bayasari, Kecamatan Jatinagara,
Kabupaten Ciamis, Jawa Barat”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Sudaryanto dan Bapak Dr.
Ir. Yulius Hero, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi. Di samping itu, penulis
berterima kasih kepada Pak Tarjo, Pak Fauzi dan Pak Surahman atas bantuannya
selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
Ibunda, Ayah dan adik-adik tercinta, serta seluruh keluarga atas do’a dan kasih
sayangnya. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
dan pihak yang membutuhkan.
Bogor, Juli 2014
Fadilah Murtafiah Tanjung
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
3
Hutan Rakyat
3
Pengelolaan Hutan Rakyat
4
Pendapatan Usaha Tani
5
METODE PENELITIAN
6
Lokasi dan Waktu Penelitian
6
Alat dan Sasaran Penelitian
6
Batasan Operasional Penelitian
6
Sasaran Penelitian
7
Metode Pengambilan Sampel
7
Teknik Pengumpulan Data
8
Data-data yang Dikumpulkan
8
Analisis dan Pengolahan Data
10
KONDISI UMUM LOKASI
12
Letak dan Luas Geografi
12
Topografi, Iklim, dan Tekstur
12
Tata Guna Lahan
13
Demografi
13
HASIL DAN PEMBAHASAN
14
Karakteristik Petani Hutan Rakyat
14
Sistem Kelembagaan Hutan Rakyat
16
Pola dan Teknik Pengelolaan Hutan Rakyat
17
Kontribusi Hutan Rakyat terhadap Pendapatan Bersih Usaha Tani
SIMPULAN DAN SARAN
22
26
Simpulan
26
Saran
26
DAFTAR PUSTAKA
27
LAMPIRAN
29
RIWAYAT HIDUP
35
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Data primer
Data sekunder
Tata guna lahan di Desa Bayasari
Jumlah pendudukan berdasarkan umur
Karakteristik responden berdasarkan umur
Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan
Karakteristik responden berdasarkan luas kepemilikan lahan
Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan utama responden
Karakteristik responden berdasarkan jumlah anggota keluarga
responden
10 Sumber pendapatan usaha tani responden per tahun
11 Pendapatan rata-rata hasil kayu hutan rakyat responden masing-masing
strata
8
10
13
13
14
14
15
15
16
23
25
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
Peta Desa Bayasari
Hutan rakyat di Desa Bayasari
Tanaman kapulaga
Tanaman kopi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Hasil pengolahan data dengan software statistik (Minitab 14)
Identitas responden
Keanggotaan dalam kelompok tani
Sumber pendapatan usaha tani responden per tahun
Daftar harga komoditas pertanian di lokasi penelitian
Kontribusi masing-masing sumber pendapatan usaha tani
12
21
22
22
DAFTAR LAMPIRAN
29
30
31
32
32
33
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan
dapat dijadikan aset guna meningkatkan pendapatan masyarakat. Saat ini banyak
lahan-lahan kritis tidak produktif yang diakibatkan oleh pengelolaan lahan yang
tidak memperhatikan azas-azas konservasi. Populasi jumlah penduduk yang
semakin bertambah dari tahun ke tahun juga menyebabkan tekanan terhadap hutan
semakin meningkat, sedangkan pasokan kayu dari hutan alam tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan manusia. Salah satu alternatif penyelesaian kedua masalah
tersebut adalah dengan dibangunnya hutan rakyat. Hutan rakyat sebagai salah satu
alternatif pemasok kayu, memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan
guna memenuhi kebutuhan permintaan pasar lokal dan industri. Menurut
Peraturan Menteri Kehutanan P.03/Menhut-V/2004, dalam rangka mencapai
keberhasilan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan, maka dibentuklah
peraturan tentang pembuatan tanaman hutan rakyat yang bertujuan agar
terwujudnya tanaman rakyat sebagai upaya rehabilitasi untuk meningkatkan
produktivitas lahan dengan berbagai tanaman rakyat berupa kayu-kayuan dan non
kayu. Selain itu tujuan lainnya adalah memberikan peluang kesempatan kerja dan
kesempatan berusaha, sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat serta
meningkatkan kualitas lingkungan melalui percepatan rehabilitasi lahan dan
konservasi tanah.
Pengelolaan hutan rakyat banyak dilakukan oleh petani dengan sistem
pengelolaan mandiri. Artinya, segala aturan dan kebijakan yang berkaitan dengan
pengelolaan hutan berasal dari pemilik lahan atau keluarga yang mengelola hutan
rakyat tersebut. Adanya suatu kelembagaan memiliki peran yang sangat penting
dalam menunjang kegiatan pengelolaan hutan rakyat. Pada dasarnya, pengelola
hutan rakyat masih tergabung dalam suatu kelembagaan berupa kelompok tani
yang sederhana, dimana seluruh kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan
hutan seperti penebangan, produksi, pemasaran, penanaman dan lain-lain diatur
oleh masing-masing petani atau kelompok tani. Oleh karena itu, untuk menjamin
kelestarian hasil hutan rakyat diperlukan penguatan kelembagaan di antara para
kelompok tani, sehingga terbentuk aturan-aturan mengenai sistem pengelolaan
hutan rakyat.
Menurut Cahyono et al. (2002a), pengembangan hutan rakyat seringkali
hanya dijadikan sebagai pendukung pertanian, sehingga belum menjadi perhatian
utama dan seringkali pengembangannya hanya ditujukan pada tanah kosong atau
lahan kritis. Akibatnya, pengembangan hutan rakyat kurang memperhatikan
kesejahteraan petani. Implikasi selanjutnya, pengembangan hutan rakyat dianggap
kurang bernilai. Dalam pengusahaan hutan rakyat, saat ini masih banyak petani
mengelola hutan miliknya yang bersifat tradisional, sehingga pengusahaan hutan
rakyat yang mencakup kegiatan : produksi, pengolahan, pemasaran dan
kelembagaan belum dilaksanakan secara optimal.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Effendi (2011),
sebagaimana komoditas pertanian pada umumnya, sifat dari hasil produksi kayu
rakyat yang berada di Pulau Jawa Bagian Barat adalah volume atau jumlahnya
yang relatif kecil, letaknya yang bertebaran pada kondisi topografi yang sulit, jauh
dari konsumen atau industri pengolahan, kualitas kayu yang relatif lebih rendah
2
dibandingkan dengan kualitas yang diharapkan oleh konsumen dan waktu panen
yang tidak menentu. Keadaan-keadaan seperti ini memungkinkan memiliki
pengaruh yang besar terhadap pendapatan rumah tangga petani dari hasil hutan
rakyat.
Perumusan Masalah
Besarnya pendapatan merupakan salah satu indikator kesejahteraan bagi
petani sehingga pengusahaan hutan rakyat merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan taraf hidup para petani. Banyak faktor yang menyebabkan
rendahnya tingkat kesejahteraan petani. Rendahnya penguasaan data dan informasi,
tidak optimalnya sosialisasi program, belum mantapnya rancangan dan rencana
pengembangan pada tingkat kabupaten, belum memadainya kesiapan aparat
pemerintah, pemasaran hasil yang belum terorganisir dengan baik, rendahnya kualitas
sumberdaya manusia dan masih lemahnya kelembagaan kelompok tani yang
terbentuk merupakan permasalahan-permasalahan utama dalam pengembangan hutan
rakyat di Indonesia. Selain itu, lemahnya posisi tawar petani yang umumnya
disebabkan petani kurang mendapatkan atau memiliki akses pasar, informasi pasar
dan permodalan serta kurangnya pengetahuan dan keterampilan mengelola hutan
rakyat yang dimiliki oleh petani menyebabkan petani belum mendapatkan hasil
yang maksimal serta belum dapat berkontribusi nyata terhadap jumlah pendapatan
rumah tangga mereka.
Dengan melihat permasalahan yang ada, maka perlu dilakukan penelitian
mengenai pendapatan petani hutan rakyat untuk mengetahui kontribusi yang
diberikan hutan rakyat terhadap pendapatan rumah tangga petani.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui karakteristik pengusaha hutan rakyat di Desa Bayasari,
Kecamatan Jatinagara, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat
2. Mengetahui pola dan teknik pengelolaan hutan rakyat di Desa Bayasari,
Kecamatan Jatinagara, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat
3. Mengetahui kontribusi hutan rakyat terhadap pendapatan total usaha tani di
Desa Bayasari, Kecamatan Jatinagara, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat
Manfaat Penelitian
1.
2.
3.
Memberikan informasi mengenai teknik pengelolaan hutan rakyat untuk
bahan pertimbangan dalam pengusahaan hutan rakyat di lokasi penelitian.
Meningkatkan pengetahuan dan wawasan dari para pembaca tentang
kontribusi hutan rakyat terhadap pendapatan rumah tangga.
Sebagai masukan bagi instansi terkait dalam pembuatan kebijakan dalam
pembinaan dan pengembangan pengelolaan hutan rakyat di lokasi penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Rakyat
Di Indonesia istilah farm forestry dikenal sebagai hutan rakyat. Hutan hak
yang berada pada tanah yang dibebani hak milik lazim disebut hutan rakyat.
Menurut Peraturan Menhut No P.30/Menhut-II/2012 tentang Penatausahaan Hasil
Hutan yang Berasal dari Hutan Hak menyatakan bahwa hutan hak (hutan rakyat)
adalah hutan yang berada pada tanah atau lahan masyarakat yang telah dibebani
hak atas tanah di luar kawasan hutan negara, dibuktikan dengan alas titel berupa
Sertifikat Hak Milik, Letter C atau Girik, Hak Guna Usaha, Hak Pakai atau
dokumen penguasaan/pemilikan lainnya yang diakui oleh Badan Pertanahan
Nasional (BPN). Hasil hutan yang berasal dari hutan hak, yang selanjutnya
disebut hasil hutan hak adalah hasil hutan berupa kayu yang berasal dari tanaman
yang tumbuh dari hasil budidaya di atas areal hutan hak atau lahan masyarakat.
Fungsi hutan rakyat untuk dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri
pengolahan kayu dan kebutuhan kayu rakyat mutlak dibutuhkan mengingat
permintaan terhadap bahan baku kayu sangat tinggi, sementara hutan milik
pemerintah tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan tersebut secara keseluruhan.
Peranan hutan rakyat dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia,
khususnya pulau Jawa cukup penting, mengingat 70% konsumsi kayu dipenuhi
oleh kayu rakyat.
Menurut Purwanto et al. (2004), hutan rakyat mempunyai karakteristik
yaitu:
1. Luas lahan rata-rata yang dikuasai sempit.
2. Pada umumnya petani berlahan sempit menanam kayu-kayuan dengan
tanaman lainnya dengan pola tumpangsari, campuran agroforestri, sedangkan
petani berlahan luas yang komersil memungkinkan pengembangan hutan
rakyat dengan sistem monokultur.
3. Tenaga kerja yang digunakan berasal dari dalam keluarga.
4. Skala usaha kecil.
5. Kontinuitas dan mutu kayu kurang terjamin.
6. Beragamnya jenis tanaman dengan daur yang tidak menentu.
7. Kayu dalam hutan rakyat tidak diposisikan sebagai andalan pendapatan
rumah tangga petani, tetapi dilihat sebagai “tabungan” yang segera dapat
dijual pada saat dibutuhkan.
8. Teknik silvikultur sederhana dan memungkinkan pengembangan dengan
biaya rendah, meskipun hasilnya kurang optimal. Namun, kontinuitas hasil
dalam horizon waktu dan penyebaran resiko menjadi pilihan petani.
9. Keputusan pemanfaatan lahan untuk hutan rakyat seringkali merupakan
pilihan terakhir apabila pilihan lainnya tidak memungkinkan.
10. Kayu tidak memberikan hasil cepat, bukan merupakan komoditi konsumsi
sehari-hari, membutuhkan waktu lama sehingga pendapatan dari kayu rakyat
merupakan pendapatan sampingan dalam pendapatan rumah tangga petani.
11. Usaha hutan rakyat merupakan usaha yang tidak pernah besar tetapi tidak
pernah mati.
4
12. Instansi dan organisasi yang terlibat dalam pengelolaan hutan rakyat cukup
banyak tetapi tidak ada satupun yang bertanggung jawab penuh atas
kelangsungan hutan rakyat.
13. Perundangan, kebijakan, tata nilai, tata perilaku dan sebagainya belum
optimal mendukung pengembangan hutan rakyat.
Pengelolaan Hutan Rakyat
Menurut Lembaga Penelitian IPB (1990) pada dasarnya pengelolaan hutan
rakyat adalah upaya secara menyeluruh dari kegiatan merencanakan, membina,
mengembangkan, menilai serta mengawasi pelaksanaan produksi, pengolahan
hasil, pemasaran secara terencana dan berkesinambungan. Kegiatan pengelolaan
hutan rakyat yang dilakukan oleh petani hutan rakyat umumnya sama antara lain
terdiri dari kegiatan penyiapan bibit, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan
pemasaran. Pengelolaan hutan rakyat biasanya dilakukan sendiri oleh pemiliknya,
namun apabila luas lahan yang dimiliki cukup besar tidak jarang pemilik lahan
tersebut mempekerjakan orang lain untuk menggarap lahannya.
Hardjanto (2000) mengemukakan ciri-ciri pengusahaan hutan rakyat sebagai
berikut:
1. Usaha hutan rakyat dilakukan oleh petani, tengkulak dan industri di mana
petani masih memiliki posisi tawar yang rendah.
2. Petani belum dapat melakukan usaha hutan rakyat menurut prinsip usaha dan
prinsip kelestarian yang baik.
3. Bentuk hutan rakyat sebagian besar berupa budidaya campuran yang
diusahakan dengan cara-cara sederhana.
4. Pendapatan dari hutan rakyat bagi petani masih di posisikan sebagai
pendapatan sampingan dan bersifat insidentil dengan kisaran tidak lebih dari
10% dari pendapatan total.
Pengelolaan hutan rakyat merupakan suatu sistem yang terdiri dari empat
subsistem yaitu subsistem produksi, subsistem pengolahan (industri), subsistem
pemasaran dan subsistem kelembagaan. Subsistem produksi adalah tercapainya
produksi dalam jumlah dan jenis tertentu serta tercapainya kelestarian usaha.
Subsistem ini terdiri dari penanaman, pemeliharaan dan pemanenan. Subsistem
pengolahan atau industri adalah proses tercapainya hasil akhir berupa produk yang
dihasilkan yang dijual oleh petani maupun untuk dipakai sendiri. Subsistem
pemasaran adalah proses tercapainya tingkat penjualan yang optimal. Sedangkan
subsistem kelembagaan adalah lembaga yang mengatur mengenai pengelolaan
hutan rakyat baik lembaga formal maupun non formal. Hasil dari hutan rakyat
biasanya dijual ke tengkulak ataupun dikonsumsi sendiri. Bagi beberapa orang,
hutan rakyat dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan utama rumah tangga bagi
petani karena seiring dengan majunya sistem pengelolaan hutan rakyat, kontribusi
yang diberikan oleh hutan rakyat lebih dari 10% dari pendapatan total.
Pada umumnya hutan rakyat tidak berbentuk suatu kawasan hutan yang
murni dan kompak, melainkan berdiri bersama-sama dengan penggunaan lahan
yang lain seperti tanaman pertanian, tanaman perkebunan, rumput pakan ternak
atau dengan tanaman pangan lainnya yang biasanya disebut dengan sistem
agroforestri. Menurut Lundgren dan Raintree (1982), agroforestri adalah istilah
kolektif untuk sistem-sistem dan teknologi-teknologi penggunaan lahan, yang
secara terencana dilaksanakan pada satu unit lahan dengan mengkombinasikan
5
tumbuhan berkayu (pohon, perdu, palem, bambu dan lain-lain) dengan tanaman
pertanian dan/atau hewan (ternak) dan/atau ikan, yang dilakukan pada waktu yang
bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis
antar berbagai komponen yang ada.
Dalam satu kawasan hutan terdapat pepohonan baik homogen maupun
heterogen yang dikombinasikan dengan satu atau lebih jenis tanaman pertanian.
Keuntungan yang dapat diperoleh dengan cara ini adalah masyarakat memperoleh
hasil dari lahan hutan tanpa harus menunggu lama tanaman hutan dapat dipanen
karena dapat memperoleh hasil dari tanaman pertanian baik per bulan atau per
tahun tergantung jenis tanaman pertaniannya. Selain itu produktivitas tanaman
kehutanan menjadi meningkat karena adanya pasokan unsur hara dan pupuk dari
pengolahan tanaman pertanian serta daur ulang sisa tanaman. Hal ini jelas sangat
menguntungkan petani karena dapat memperoleh manfaat ganda dari tanaman
pertanian dan tanaman kehutanan.
Di Provinsi Jawa Barat, tanaman pertanian berupa tanaman pangan adalah
salah satu komoditi utama yang dikembangkan oleh petani. Komoditi pertanian
tersebut antara lain beras, jagung, kacang kedelai, kacang tanah dan produk
hortikultura seperti bawang, kentang, mangga, nanas, salak dan pisang (BPPMD
2006). Sedangkan di dalam hutan rakyat ditanam aneka pepohonan yang hasil
utamanya bisa beraneka ragam. Untuk hasil kayu misalnya, Sengon
(Paraserianthes falcataria), Jati (Tectona grandis), Akasia (Acacia sp), Mahoni
(Swietenia mahagoni) dan lain sebagainya.
Pendapatan Usaha Tani
Pendapatan rumah tangga menurut sumbernya dapat dibagi menjadi dua
golongan, yaitu pendapatan kehutanan dan pendapatan non-kehutanan.
Pendapatan kehutanan adalah pendapatan yang berasal dari kegiatan di hutan,
sedangkan pendapatan non-kehutanan adalah pendapatan yang berasal dari
kegiatan di luar kehutanan. Pendapatan kehutanan contohnya pendapatan usaha
tani hutan rakyat dan atau tanaman pertanian, pendapatan non-kehutanan
misalnya pendapatan ternak, pegawai, pedagang dan sebagainya. Usahatani
merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana seorang petani mengalokasikan
sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan
yang tinggi pada waktu tertentu. Sajogyo (1982) membedakan pendapatan rumah
tangga di pedesaan terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
1.
2.
Pendapatan dari usaha bercocok tanam padi
Pendapatan dari usaha bercocok tanam padi, palawija, dan kegiatan pertanian
lainnya
3. Pendapatan yang diperoleh dari seluruh kegiatan, termasuk sumber-sumber
mata pencaharian di luar bidang pertanian
Menurut Soekartawi et al. (1985), pendapatan bersih usaha tani (net farm
income) adalah selisih antara pendapatan kotor usaha tani dan pengeluaran total
usaha tani. Pendapatan bersih usaha tani mengukur imbalan yang diperoleh
keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan
modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usaha tani.
Karena itu ia merupakan ukuran keuntungan usaha tani yang dapat dipakai untuk
membandingkan penampilan beberapa usaha tani. Pendapatan yang diperoleh dari
6
usaha tani pertanian dapat berupa tanaman tahunan maupun tanaman semusim.
Tanaman tahunan merupakan tanaman yang pada umumnya berumur lebih dari
satu tahun dan pemungutan hasilnya dilakukan lebih dari satu kali dan tidak
dibongkar sekali panen. Sedangkan tanaman semusim/berumur pendek
merupakan tanaman yang pada umumnya berumur kurang dari satu tahun dan
pemanenannya dilakukan sekali panen langsung bongkar.
Kontribusi yang rendah dari hutan rakyat terhadap pendapatan rumah tangga
akan mendorong rumah tangga untuk mencari sumber pendapatan alternatif yang
lebih tinggi dan mengakibatkan pengelolaan hutan rakyat sebagai pekerjaan
sampingan. Hasil-hasil penelitian masalah pedesaan menunjukkan bahwa tingkat
pendapatan rumah tangga erat hubungannya dengan luas areal pemilikan dan
penguasaan lahan pertanian. Kelompok rumah tangga yang menguasai lahan
sempit jumlahnya selalu lebih besar. Namun, dalam mengkaji tingkat pendapatan
rumah tangga, sebaiknya tidak hanya berdasarkan penguasaan tanah tetapi juga
menurut sektor serta prospek pengembangannya berdasarkan potensi daerah dan
tipe iklim serta penguasaan faktor produksi lainnya. Untuk itu diperlukan
informasi tentang tingkah laku berproduksi baik yang mempengaruhi tingkat
produksi maupun pendapatan petani, berupa peubah endogen yaitu faktor
produksi (masukan) maupun peubah eksogen yaitu harga-harga (Kasryno et al.
1986).
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan di Desa Bayasari,
Kecamatan Jatinagara, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat selama dua bulan di
lapangan yaitu mulai Oktober sampai dengan November 2013.
Alat dan Sasaran Penelitian
1.
2.
3.
4.
5.
Alat dan sasaran penelitian yang digunakan adalah :
Kuesioner
Data-data sekunder
Alat tulis
Komputer
Kamera
Batasan operasional penelitian
Adanya batasan operasional penelitian bertujuan untuk memberikan
persepsi yang sama terhadap penelitian yang dilakukan, maka batasan-batasan
tersebut antara lain :
1. Hutan rakyat adalah hutan di atas tanah yang dibebani hak atas tanah dan
ditanami dengan tanaman berkayu baik secara monokultur maupun dicampur
dengan tanaman pertanian.
2. Rumah tangga adalah sekelompok orang yang mendiami sebagian atau
seluruh bangunan fisik dan biasanya tinggal bersama dan makan dari satu
7
3.
4.
5.
6.
7.
dapur atau seseorang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan serta
mengurus keperluan sendiri.
Petani hutan rakyat adalah petani yang memiliki dan atau menggarap lahan
hutan rakyat atau agroforestri.
Pengelolaan hutan rakyat adalah upaya secara menyeluruh dari kegiatan
pemilihan jenis, pengadaan benih, persiapan lahan, penanaman, sampai
dengan pemasaran hasil kayu rakyat.
Usaha tani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang diperlukan untuk
produksi pertanian, dapat berupa bercocok tanam atau memelihara ternak.
Pendapatan kotor adalah ukuran hasil yang diperoleh dari keseluruhan sumber
pendapatan usaha tani.
Pendapatan bersih adalah selisih antara pendapatan kotor usaha tani dan
pengeluaran total usaha tani.
Sasaran Penelitian
Sasaran dari penelitian ini yaitu rumah tangga petani yang memiliki hutan
rakyat dan benar-benar melaksanakan pengelolaan hutan rakyat di Desa Bayasari,
Kecamatan Jatinagara, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat sehingga contoh dalam
penelitian ini adalah rumah tangga petani yang memiliki hutan rakyat tersebut.
Sedangkan populasi penelitian ini adalah seluruh rumah tangga petani yang
memiliki hutan rakyat. Responden yang diambil adalah sebanyak 30 orang.
Metode pengambilan sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara purpossive sampling dengan jumlah
contoh (n) sebanyak 30 responden. Keseluruhan responden tersebut adalah rumah
tangga petani yang memiliki lahan hutan rakyat dan benar-benar mengelola hutan
rakyat di lokasi penelitian. Pengambilan sampel dilakukan dengan tujuan untuk
memperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam menunjang penelitian.
Dalam penentuan pendapatan baik yang berasal dari hutan rakyat maupun non
hutan rakyat, faktor luas lahan merupakan faktor yang menentukan bagi
pendapatan petani di mana lahan menjadi modal penting dalam usaha tani. Dalam
usaha tani misalnya pemilikan atau penguasaan lahan sempit, sudah pasti kurang
efisien dibanding lahan yang lebih luas. Semakin sempit lahan usaha, semakin
tidak efisien usaha tani yang dilakukan. Oleh karenanya, diperlukan pembagian
strata luas lahan untuk membandingkan hasil pendapatan pada setiap strata.
Pembagian strata yang digunakan adalah strata I, II dan III, dimana pembagian
strata tersebut berdasarkan pada luas pemilikan lahan usaha tani. Untuk
menghitung pendapatan, setiap strata diambil nilai rata-ratanya. Hal ini dilakukan
untuk melihat strata mana yang berhasil dalam pengelolaan usaha tani. Penentuan
Strata diperoleh menggunakan rumus sebagai berikut.
Strata I
: kepemilikan lahan < μ1 Ha
Strata II
: kepemilikan lahan μ1 – μ2 Ha
Strata III
: kepemilikan lahan > μ2 Ha
Adapun cara untuk mengetahui nilai dari μ itu sendiri dengan :
µ = x̅ ± Zα/2 (σ/ �)
8
Keterangan :
x̅ = [(∑Xi)/n]
σ = σ2
σ2= [∑Xi2 – (∑Xi)2/n]/n
; nilai tengah
; simpangan baku
; ragam variasi
Berdasarkan perhitungan di atas, maka pengelompokan strata luas lahan
terbagi menjadi:
Strata I : kepemilikan lahan < 0.2 ha
Strata II : kepemilikan lahan antara 0.2 ha sampai 0.3 ha
Strata III: kepemilikan lahan > 0.3 ha
Teknik pengumpulan data
1.
2.
3.
4.
Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan antara lain :
Wawancara yaitu pengumpulan data dilakukan dengan tanya jawab secara
langsung kepada responden dengan menggunakan kuesioner.
Pencatatan yaitu mengumpulkan dan mencatat data sekunder yang diperoleh
Observasi yaitu meninjau langsung dengan cermat di lokasi penelitian dan
mencatat informasi yang diperoleh.
Studi pustaka yaitu pengumpulan data melalui literatur, laporan, karya ilmiah,
dan hasil penelitian yang pernah dilakukan dan ada hubungannya dengan
penelitian ini.
Data-data yang dikumpulkan
Data Primer
Data primer dikumpulkan dari pelaku hutan rakyat yaitu petani hutan rakyat
yang dijadikan sebagai responden. Data yang dikumpulkan seperti yang tertera
dalam Tabel berikut.
Tabel 1 Data primer
Data Primer
Karakteristik Pelaku
Hutan Rakyat
Parameter/Indikator
Data umum
Informasi sumber daya
Data yang dikumpulkan
Nama, umur, jenis kelamin,
suku, alamat, jumlah
anggota keluarga,
pendidikan
Mata pencaharian utama
dan sampingan (SDM),
kondisi lahan, jenis-jenis
tanaman kehutanan dan
pertanian serta ternak
penghasil (SDA), kondisi
pasar, modal, dan sarana
prasarana
9
Tabel 1 Data primer (lanjutan)
Data Primer
Parameter/Indikator
Potensi ekonomi
Keikutsertaan dalam
kelompok tani
Pola dan Teknik
Pengelolaan Hutan
Rakyat
Data kondisi
lingkungan
Pola pengelolaan
Hutan Rakyat
Teknik pengelolaan
Hutan Rakyat
Ketenagakerjaan
Pemanenan
Pemasaran
Kontribusi
Pendapatan
Pendapatan usaha
tani kehutanan
Pendapatan usaha
tani di luar
kehutanan
Faktor-faktor yang
mempengaruhi
pendapatan
Data yang dikumpulkan
Jenis usaha tani yang dilakukan,
status pemilikan lahan, luas tanah
milik, luas lahan hutan rakyat,
luas lahan non hutan rakyat
Nama kelompok tani,
keikutsertaan, tahun
keikutsertaan, peran dalam
kelompok tani, program yang
pernah diikuti
Kondisi lahan yang dikelola
Pola tanam, jumlah dan variasi
jenis tanaman hutan rakyat yang
dikelola
Pemilihan jenis, pengadaan bibit,
persiapan lahan, penanaman,
pemeliharaan, pemanenan, dan
pemasaran
Jumlah tenaga kerja, sistem
pengupahan
Dasar penentuan sistem
pemanenan (tebang butuh, tebang
pilih, tebang habis), teknik
pemanenan, pelaku pemanenan,
Sistem pemasaran, alur
pemasaran, pelaku pemasaran
Jumlah/volume kayu, harga kayu,
komposisi biaya, usia dan
frekuensi panen/tahun masingmasing jenis kayu
Sumber-sumber pendapatan
(tanaman pertanian dan ternak
penghasil), jumlah produk, harga
jual, komposisi biaya, usia dan
frekuensi panen masing-masing
produk
Penguasaan lahan dan kondisi
lahan, pengetahuan petani tentang
pengelolaan hutan rakyat,
ketersediaan sarana dan
prasarana, hambatan-hambatan
yang dihadapi dalam mengelola
hutan rakyat
10
Data Sekunder
Data sekunder dikumpulkan dari buku profil desa, pemuka masyarakat,
ketua kelompok tani, aparat desa dan pihak-pihak lain yang berhubungan dengan
pengelolaan hutan rakyat di desa penelitian. Data sekunder yang dikumpulkan
adalah sebagai berikut.
Tabel 2 Data sekunder
Data Sekunder
Karakteristik Pelaku
Hutan Rakyat
Parameter/Indikator
Demografi penduduk
Data kondisi
lingkungan
Data Sosial
Sistem Kelembagaan
Data yang dikumpulkan
Jumlah penduduk desa,
jumlah KK, struktur dan
komposisi penduduk, mata
pencaharian, tingkat
pendidikan
Letak geografis, pola tata
guna lahan dan vegetasi,
hasil produksi desa,
aksesibilitas, pasar umum
Sejarah desa, adat istiadat
Nama kelompok tani,
tahun berdiri, program,
peran terhadap
pengusahaan HR
Analisis dan pengolahan data
Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif dan kuantitatif. Analisis
deskriptif bertujuan untuk mengetahui gambaran praktek pengusahaan hutan
rakyat. Praktek pengusahaan hutan rakyat yang dimaksud disini adalah mengenai
karakteristik responden, pengalaman mengusahakan hutan rakyat, tujuan utama
pembangunan hutan rakyat, latar belakang pemilihan jenis tanaman, sumber bibit,
teknik pengelolaan hutan rakyat (persiapan lahan, pengadaan bibit dan
penanaman); pemeliharaan dan perlindungan (pemupukan, penyulaman,
pemberantasan hama penyakit), pemanenan dan pemasaran, pola dan pergiliran
tanam, usia dan frekuensi panen, waktu penjualan kayu rakyat, keanggotaan
dalam kelompok tani, permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan hutan rakyat
serta teknik lainnya yang berhubungan dengan pengelolaan hutan rakyat. Untuk
analisis kuantitatif bertujuan untuk mengetahui besarnya kontribusi pendapatan
bersih yang diterima petani dari hutan rakyat serta sumber-sumber pendapatan
yang diperoleh oleh petani hutan rakyat. Besarnya kontribusi hutan rakyat
dinyatakan dalam persentase besarnya pendapatan bersih dari hutan rakyat
dibandingkan dengan pendapatan total usaha tani rumah tangga. Pendapatan hutan
rakyat yang dimaksud adalah seluruh hasil kayu hutan rakyat yang diperoleh oleh
rumah tangga baik untuk konsumsi sendiri maupun untuk komersial. Sedangkan
pendapatan total usaha tani rumah tangga adalah jumlah seluruh pendapatan yang
diterima petani dan keluarganya dari usaha tani hutan rakyat maupun usaha tani di
luar hutan rakyat.
Pendapatan dari hutan rakyat diperoleh dari beberapa variabel antara lain
jumlah/volume kayu hutan rakyat baik yang dijual maupun yang dikonsumsi,
11
harga masing-masing kayu per satuan produksi, serta biaya total yang dikeluarkan
mulai dari biaya pengadaan bibit/benih hingga pemasaran. Sedangkan pendapatan
usaha tani di luar hasil kayu hutan rakyat diperoleh dari jumlah tanaman pertanian
baik musiman maupun tahunan serta ternak, harga masing-masing produk per
satuan produksi, serta biaya total pengelolaan mulai dari biaya pengadaan
bibit/benih hingga pemasaran, harga dan jumlah pakan, pemeliharaan kandang,
modal untuk memperoleh ternak, dan biaya lainnya untuk usaha ternak.
Data yang dikumpulkan dari hasil wawancara dinyatakan dalam bentuk
Tabel. Wawancara yang dilakukan berupa penggalian informasi mengenai teknik
pengelolaan hutan rakyat, pendapatan rumah tangga petani (Rp/tahun) beserta
sumber-sumber pendapatannya, harga jual hasil hutan, serta faktor-faktor yang
mempengaruhi meningkat atau menurunnya pendapatan petani hutan rakyat. Data
yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menghitung seluruh sumber
pendapatan petani. Untuk metode perhitungannya dilakukan melalui rumus-rumus
sebagai berikut.
1.
Pendapatan bersih dari masing-masing sumber pendapatan ke-i :
πi = Ri – Ci
Keterangan :
πi = Pendapatan bersih petani per tahun dari sumber pendapatan ke-i
Ri = Pendapatan kotor petani per tahun dari sumber pendapatan ke-i
Ci =Biaya yang dikeluarkan rumah tangga petani per tahun untuk sumber pendapatan
ke-i
R=PxQ
Keterangan :
Keterangan :
R = Pendapatan kotor petani per tahun dari sumber pendapatan
P = Harga/satuan produk
Q = Banyaknya produk yang dijual
2.
Pendapatan total usaha tani dihitung dengan rumus :
πt = ∑πi
Keterangan :
πt = Pendapatan total usaha tani rumah tangga
∑Ii = Jumlah seluruh sumber pendapatan bersih usaha tani baik hutan rakyat
maupun di luar hutan rakyat
3.
Untuk menghitung kontribusi masing-masing sumber pendapatan terhadap
pendapatan total usaha tani rumah tangga digunakan rumus :
Ki =
π�
π�
x 100 %
12
Keterangan :
Ki = Kontribusi pendapatan yang diperoleh petani untuk sumber pendapatan ke-i
πi = Pendapatan bersih yang diperoleh petani untuk sumber pendapatan ke-i
πt = Pendapatan total usaha tani rumah tangga
KONDISI UMUM LOKASI
Letak dan Luas Geografis
Desa Bayasari terletak di Kecamatan Jatinagara Kabupaten Ciamis
Provinsi Jawa Barat dengan ketinggian 450 meter di atas permukaan laut. Jarak
dari Pusat Pemerintahan Desa/Kelurahan ke Pusat Pemerintahan Kecamatan
sejauh 1.5 km, ibu kota kabupaten sejauh 30 km, ibu kota provinsi sejauh 195 km
dan ibu kota negara sejauh 410 km. Desa Bayasari berbatasan langsung dengan
beberapa desa antara lain sebelah utara berbatasan dengan Desa Cintanagara,
sebelah selatan berbatasan dengan Desa Mulyasari, sebelah barat berbatasan
dengan Desa Jatinagara dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Rajadesa.
Berikut Peta Desa Bayasari.
Gambar 1 Peta Desa Bayasari
Topografi, Iklim dan Tekstur Tanah
Keadaan topografi/permukaan tanah Desa Bayasari sebagian besar
merupakan daerah perbukitan dan bergelombang. Dari luas lahan 762 ha, 150 ha
termasuk dalam elevasi kemiringan lahan sebesar 26-35%. Curah hujan rata-rata
di Desa Bayasari berkisar 2065 mm/tahun dengan suhu rata-rata berkisar 25-300C.
Jenis tanah di desa penelitian ini adalah Latosol.
13
Tata Guna Lahan
Tata guna lahan di Desa Bayasari sebagian besar berupa lahan sawah seluas
64 ha, lahan darat berupa pemukiman/pekarangan seluas 115 ha, hutan rakyat 49
ha, kebun rakyat 285 ha dan lain-lain 249 ha. Desa Bayasari juga memiliki
beberapa bagian lahan kritis yang terdiri dari 4 blok. Berikut tata guna lahan di
Desa Bayasari disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3 Tata guna lahan di Desa Bayasari
Tata Guna
Lahan
Luas Lahan
(ha)
Blok
Sawah
Pemukiman
Hutan Rakyat
Kebun Rakyat
Lain-lain
Total
64
115
49
285
249
762
Ciledug
Cikutak
Lebak Ceuri
Cigarasa
Kritis
15
10
15
8
Lahan Kritis (ha)
Potensial Kritis
15
15
20
12
Total
30
25
35
20
Sumber : BP3K (2012)
Demografi
Berdasarkan catatan terakhir tahun 2011, Desa Bayasari memiliki jumlah
penduduk keseluruhan sebanyak 5 160 jiwa dengan jumlah laki-laki sebanyak
2 557 jiwa dan perempuan sebanyak 2 603 jiwa dengan umur yang bervariasi,
disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Jumlah penduduk berdasarkan umur
Umur (tahun)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
0-9
803
15.6
10-19
914
17.7
20-29
791
15.3
30-39
787
15.3
40-49
713
13.8
50-59
629
12.2
>60
523
10.1
Total
5 160
100
Sumber : BP3K (2012)
Berdasarkan umur, persentase sebaran umur penduduk di Desa Bayasari
tergolong merata dengan sebaran umur terbesar terdapat pada kisaran umur 10-19
14
tahun dengan persentase 17.7% atau 914 orang dan yang terkecil terdapat pada
kisaran umur > 60 tahun atau 523 orang.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Petani Hutan Rakyat
Untuk mengetahui karakteristik petani hutan rakyat dilakukan wawancara
terhadap 30 orang responden yang berupa identitas responden, umur, tingkat
pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota keluarga dan luas kepemilikan lahan.
Umur Responden
Umur mempengaruhi kemampuan kerja seseorang, semakin bertambahnya
usia maka kemampuan kerja akan semakin menurun. Umur responden berkisar
antara 31-70 tahun dengan presentase terbesar responden berada pada umur 41-50
tahun yaitu sebesar 36.7%. Umur produktif untuk bekerja di negara-negara
berkembang umumnya adalah 15-55 tahun. Berdasarkan Tabel 5, maka responden
dengan persentase 36.7% masuk ke dalam usia produktif.
Tabel 5 Karakteristik responden berdasarkan umur
Umur (Tahun)
31-40
41-50
51-60
61-70
Total
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
7
11
9
3
30
23.3
36.7
30
10
100
Tingkat Pendidikan Responden
Sebagian besar tingkat pendidikan responden adalah Sekolah Dasar (SD)
yaitu sebanyak 73.3% sedangkan jumlah responden dengan tingkat pendidikan
Sarjana hanya 3.3% atau berjumlah 1 orang. Hal ini berarti bahwa tingkat
pendidikan responden di Desa Bayasari masih tergolong rendah. Tingkat
pendidikan sangat berpengaruh dalam praktek pengelolaan hutan rakyat yang
mereka miliki. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka pengelolaan hutan
rakyatnya akan semakin baik pula. Tingkat pendidikan responden disajikan pada
Tabel 6.
Tabel 6 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan
Pendidikan
SD
SMP
SMA
Sarjana
Total
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
22
5
2
1
30
73.3
16.7
6.7
3.3
100
15
Luas Kepemilikan Lahan
Dalam mengelola suatu usaha maka tidak terlepas dari penguasaan lahan
oleh petani yang berpengaruh terhadap besar kecilnya pendapatan yang diterima.
Responden di Desa Bayasari dalam melakukan usaha tani miliknya, mereka
menggunakan lahan miliknya sendiri untuk dikelola termasuk lahan hutan rakyat
dengan luas terkecil dari keseluruhan responden adalah 0.07 ha dan terbesar
adalah 1 ha. Luas kepemilikan lahan responden dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Karakteristik responden berdasarkan luas kepemilikan lahan
Luas Kepemilikan Lahan (ha)
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
0.3
11
14
5
36.7
46.7
1.7
Total
30
100
Berdasarkan Tabel 7, luas kepemilikan lahan di Desa Bayasari masih
tergolong sempit. Hal ini dapat dilihat dari persentasi luas kepemilikan lahan dari
total responden 30 orang, 11 orang diantaranya memiliki luas kurang dari 0.2 ha
dan hanya 5 orang yang memiliki luas lahan lebih dari 0.3 ha.
Pekerjaan Utama Responden
Pekerjaan utama adalah pekerjaan yang dilakukan dimana intensitas
kegiatan yang dilakukan lebih tinggi dibanding pekerjaan lain. Pekerjaan lain
dilakukan untuk menambah pendapatan dan termasuk ke dalam jenis pekerjaan
sampingan. Pekerjaan utama responden disajikan pada Tabel 8 sebagai berikut.
Tabel 8 Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan utama
Pekerjaan Utama
Jumlah (Orang)
Buruh
Kuli
Pegawai Negeri
Petani
Wiraswasta
Total
1
1
1
18
9
30
Persentase (%)
3.3
3.3
3.3
60
30
100
Sebagian besar penduduk di Desa Bayasari memiliki mata pencaharian
sebagai petani. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 8, sebanyak 60% responden
bermata pencaharian sebagai petani. Berdasarkan data tersebut menunjukkan
bahwa masyarakat Desa Bayasari masih bergantung pada pertanian baik hutan,
sawah maupun tanaman pertanian lainnya.
Jumlah Anggota Keluarga Responden
Pada umumnya, setiap rumah tangga terdiri dari 4-7 jumlah anggota
keluarga. Namun, masyarakat di Desa Bayasari rata-rata memiliki anak yang
sudah besar sehingga banyak yang merantau atau tidak tinggal bersama orang tua.
16
Oleh karena itu, yang tersisa di rumah hanyalah orang tua dan beberapa anak yang
masih kecil. Pada Tabel 9 disajikan karakteristik responden berdasarkan jumlah
anggota keluarga.
Tabel 9 Karakteristik responden berdasarkan jumlah anggota keluarga
Jumlah Anggota Keluarga (orang)
1
2
3
4
5
6
7
Total
Jumlah (Orang)
1
5
8
10
4
1
1
30
Persentase (%)
3.3
16.7
26.7
33.3
13.3
3.3
3.3
100
Sistem Kelembagaan Hutan Rakyat
Pengelolaan hutan rakyat akan memberikan pencapaian yang lebih baik jika
pelaku hutan rakyat memiliki motivasi yang besar dalam pelaksanaannya. Faktorfaktor yang dapat mempengaruhi motivasi bisa berupa faktor-faktor dari dalam
dan faktor-faktor dari luar. Salah satu faktor dari luar yang sangat penting
pengaruhnya terhadap motivasi petani adalah peranan lembaga-lembaga terkait
khususnya kelompok tani sehingga terbentuk aturan-aturan internal mengenai
sistem pengelolaan hutan rakyat yang baik dan benar. Mekanisme kelompok dan
musyawarah dalam rangka pengaturan hasil menjadi satu komponen penting di
dalam sistem kelembagaan hutan rakyat itu sendiri. Kesepakatan yang dihasilkan
mempunyai orientasi utama kelestarian hutan dimana akan membawa pada
kehidupan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera.
Kelompok tani di Desa Bayasari terdiri dari 5 kelompok yaitu Harapan
Mulya I (tahun berdiri 1981), Harapan Mulya II (tahun berdiri 1982), Harapan
Mukti (tahun berdiri 1983), Sukasenang (tahun berdiri 1982) dan Bina Warga
(tahun berdiri 2011) dengan program kerja masing-masing yang telah berjalan
selama beberapa tahun. Responden yang diwawancarai merupakan anggota
kelompok tani dari Harapan Mulya I, Harapan Mulya II, Harapan Mukti dan
Sukasenang. Secara umum, keberadaan kelompok tani melalui perannya sebagai
wadah kerja sama antar anggota kelompok tani masih dibutuhkan oleh petani. Hal
ini dapat dilihat dari pernyataan responden yang menunjukkan bahwa 100%
responden tergabung dalam anggota kelompok tani.
Sebanyak 83.3% responden menyatakan bahwa keberadaan kelompok tani
memberikan pengaruh yang baik untuk membantu peningkatan peluang usaha tani
baik usaha tani hutan rakyat maupun non hutan rakyat. Hal ini dilihat dari
program kelompok tani yang sudah dilaksanakan diantaranya penanaman tanaman
pertanian berupa tanaman palawija, pengembangan padi organik serta penanaman
sayur-sayuran sedangkan sektor kehutanan dilaksanakan penanaman tanaman
kehutanan berupa sengon dan gmelina. Penyuluhan dan bantuan juga dirasakan
oleh anggota kelompok tani berupa bantuan benih sengon 100-200 batang/orang,
KBR (Kebun Bibit Rakyat), peternakan kambing serta penyuluhan dan bimbingan
17
mengenai pengelolaan usaha tani. Dalam pertemuan antar pengurus dan anggota
masing-masing kelompok tani, biasanya para anggota membicarakan berbagai
permasalahan yang dihadapi kelompok tani seperti pengadaan bibit, cara
penanggulangan hama dan penyakit terutama jenis sengon, sistem pengelolaan
hutan sampai pemasaran hasil untuk dicari solusi terbaik. Dari keseluruhan
responden, 16.6% anggota kelompok tani menyatakan bahwa kelompok tani yang
mereka ikuti tidak berpengaruh besar terhadap usaha tani yang mereka kelola
karena pada kenyataannya mereka tidak mengikuti pertemuan yang mengadakan
penyuluhan tentang program kelompok tani.
Menurut Daniel (2001) terdapat 4 faktor produksi yang mempengaruhi
berjalan atau tidaknya suatu usaha tani. Faktor tersebut antara lain tanah, modal,
tenaga kerja, dan manajemen (pengelolaan). Permasalahan kelembagaan usaha
tani di Desa Bayasari adalah semakin menurunnya partisipasi dari anggota
kelompok tani dalam program kerja yang telah disusun. Faktor-faktor penyebab
tidak berjalan lancarnya program kelompok tani di Desa Bayasari adalah faktor
sumber daya yaitu sumber modal yang terbatas dan petani masih kurang mengerti
akan pentingnya keberadaan kelompok tani dalam rangka mensejahterakan petani.
Sebagai faktor produksi tentu modal mutlak diperlukan dalam usaha tani.
Kekurangan modal menyebabkan kurangnya masukan yang diberikan sehingga
menimbulkan resiko kegagalan atau rendahnya hasil yang akan diterima. Oleh
karena itu, pentingnya bantuan pinjaman modal kepada petani dan perlunya
peningkatan penyuluhan dan bimbingan mengenai program kerja yang
direncanakan sehingga tujuan pembentukan kelembagaan kelompok tani tepat
sasaran sehingga memberikan pencapaian yang diinginkan.
Pola dan Teknik Pengelolaan Hutan Rakyat
Rendahnya pendapatan petani menyebabkan standar minimal kebutuhan
rumah tangga petani sulit terpenuhi. Oleh sebab itu, pengembangan pola
pengelolaan hutan rakyat memiliki pengaruh yang besar terkait kontribusinya
untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga petani. Pola pengelolaan hutan
rakyat oleh petani desa umumnya tidak mengelompok tetapi tersebar berdasarkan
letak, luas kepemilikan lahan, dan keragaman pola usaha taninya. Hutan rakyat
yang terdapat di Desa Bayasari merupakan hutan rakyat tradisional yang dikelola
secara turun temurun dengan kegiatan pengelolaan yang masih sederhana. Sistem
pengelolaan hutan rakyat bergantung kepada karakteristik responden yaitu
berdasarkan umur, pendidikan, pekerjaan, dan luas kepemilikan lahan yang akan
menentukan hasil dari pengelolaan hutan rakyat tersebut. Kegiatan pengelolaan
hutan rakyat ini dapat dilakukan sendiri oleh pemilik lahan atau menyerahkannya
kepada orang lain dengan biaya
pengelolaan rata-rata senilai Rp 40
000/hari/orang.
Hutan rakyat berdasarkan jenis tanaman dan pola penanamannya
digolongkan ke dalam 3 (tiga) kelompok yaitu hutan rakyat murni, hutan rakyat
campuran dan hutan rakyat dengan sistem wanatani atau tumpangsari (Anwar dan
Hakim 2010). Sistem wanatani atau tumpangsari yang disebut juga dengan pola
agroforestri merupakan pola pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan oleh petani
di Desa Bayasari karena dengan pola ini memiliki kelebihan antara lain
meminimumkan resiko kegagalan usaha jika bertumpu pada satu jenis tanaman
18
saja, peningkatan penyerapan tenaga kerja karena intensitas kegiatan pada pola
pertanaman campuran lebih besar daripada pola pertanaman tunggal, memperbaiki
tingkat kesuburan, meningkatkan keuntungan finansial bagi pemilik, adanya
stabilisasi dan kontinuitas pendapatan yang diharapkan petani, menguntungkan
dari aspek teknis yakni iklim, curah hujan, ketersediaan air irigasi dan ekosistem.
Pada umumnya, kegiatan yang dilakukan petani dalam mengelola hutan rakyat
diantaranya pemilihan jenis bibit, pengadaan bibit, persiapan lahan, penanaman,
pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran hasil.
Pemilihan Jenis dan Pengadaan Bibit
Jenis tanaman yang terdapat di hutan rakyat Desa Bayasari dapat
dikelompokkan menjadi 3 jenis yaitu tanaman kayu, tanaman buah dan tanaman
pertanian. Jenis-jenis pohon penghasil kayu yang dikelola adalah Sengon
(Paraserianthes falcataria), Mahoni (Swietenia macrophylla) dan sebagian kecil
Kayu Afrika (Maesopsis eminii). Pemilihan jenis pohon dilakukan berdasarkan
usia panen pohon. Usia panen merupakan faktor yang cukup berpengaruh
terhadap pemilihan jenis bibit karena pohon yang usia panennya lebih cepat, maka
petani akan cepat juga untuk menikmati hasil panen. Sengon dan kayu afrika
merupakan jenis pohon yang pertumbuhannya cepat (fast growing), sehingga
petani bisa mendapatkan hasil panen yang cepat dengan rata-rata panen 3-5 tahun
sekali. Pemilihan jenis pohon sengon dan mahoni juga dipengaruhi oleh faktor
turun temurun yang sudah menjadi tradisi sebelumnya. Selain itu kondisi iklim,
cara membudidayakan dan harga bibit merupakan faktor yang dipertimbangkan
oleh petani karena jenis pohon yang paling sesuai dengan kondisi iklim dan lahan
di Desa Bayasari adalah sengon dengan harga bibit yang terjangkau yaitu Rp
600/bibit – Rp 1 000/bibit. Namun, bibit tidak hanya diperoleh dengan membeli,
bibit juga bisa diperoleh dari anakan pohon secara alami (petet) dan bantuan dari
pemerintah melalui kelompok tani.
Jenis pohon yang ditanam hanya terdiri dari 2-3 jenis pohon di hutan rakyat
yang dikelola karena jika semakin banyak jenis, maka pengelolaan akan semakin
kompleks, artinya pemeliharaan dan proses pengelolaan semakin rumit,
membutuhkan keterampilan, sarana prasarana serta modal yang besar pula. Jenis
tanaman penghasil buah yang banyak terdapat di hutan rakyat, antara lain : duku,
pisang dan kelapa. Sedangkan tanaman pertanian lainnya yang tumbuh antara lain
singkong, kapulaga, bambu, lada dan kopi. Petani memilih jenis tanaman
pertanian tersebut karena frekuensi panen komoditas tersebut bisa beberapa kali
dalam setahun.
Persiapan Lahan
Sebelum kegiatan penanaman dilakukan, langkah yang perlu dilakukan
adalah persiapan lahan. Kegiatan persiapan lahan dimulai dengan membersihkan
lahan (penyiangan) yang akan ditanami dari gulma dan semak belukar dengan
cara ditebas menggunakan sabit atau golok. Pembukaan lahan baru tidak
dilakukan petani di desa ini karena lahan yang ada merupakan tanah warisan yang
telah tersedia dari nenek moyang para petani. Setelah lahan bersih, kemudian
tanah digemburkan (pendangiran) dengan cara mencangkul top soil lalu tanah
dibolak-balik agar sirkulasi udara berlangsung sehingga tanah menjadi lebih subur.
19
Setelah penggemburan, langkah s
USAHA TANI DI DESA BAYASARI, KECAMATAN
JATINAGARA, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT
FADILAH MURTAFIAH TANJUNG
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Kontribusi
Hutan Rakyat terhadap Pendapatan Usaha Tani di Desa Bayasari, Kecamatan
Jatinagara, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat” adalah benar-benar hasil karya saya
sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan
sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Fadilah Murtafiah Tanjung
NIM E14090008
ABSTRAK
FADILAH MURTAFIAH TANJUNG. Kontribusi Hutan Rakyat terhadap
Pendapatan Usaha Tani di Desa Bayasari, Kecamatan Jatinagara, Kabupaten
Ciamis, Jawa Barat. Dibimbing oleh YULIUS HERO.
Pengembangan hutan rakyat seringkali hanya sebagai pendukung pertanian,
sehingga belum menjadi perhatian utama dan seringkali pengembangannya hanya
ditujukan pada tanah kosong atau lahan kritis. Akibatnya, hutan rakyat masih
kurang memberikan pendapatan yang optimal. Adanya kelembagaan memiliki
peran penting dalam pengelolaan hutan rakyat. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui karakteristik pengusaha hutan rakyat, pola dan teknik pengelolaan
hutan rakyat serta mengetahui seberapa besar kontribusi hutan rakyat terhadap
pendapatan total usaha tani di Desa Bayasari. Data dikumpulkan melalui
wawancara dan juga studi pustaka, kemudian dianalisis dan disajikan secara
deskriptif kuantitatif. Dari hasil pengamatan, kelompok tani di Desa Bayasari
belum memberikan pengaruh yang besar terhadap pengelolaan hutan rakyat
karena masih banyak petani yang mengabaikan program kelompok tani. Hasil
analisis menunjukkan bahwa rata-rata kontribusi hasil hutan rakyat merupakan
yang terbesar dibandingkan hasil usaha tani lainnya yaitu 33.4%.
Kata kunci: Kelompok tani, pengelolaan hutan rakyat, kontribusi
ABSTRACT
FADILAH MURTAFIAH TANJUNG. Contribution of Community Forest
Toward Farm Income in the Bayasari Village, Subdistrict Jatinagara, District
Ciamis, West Java. Supervised by YULIUS HERO.
The development of community forest is often just for agricultural support,
so it is not the main concern and aimed at the development only for bare land or
degraded land. As a result, community forest still do not provide the optimal
revenue. The existence of an institutional has an important role in the community
forest management. The objectives of this research was to determine the
characteristics of community forest farmers, patterns and techniques of
community forest management as well as to find out the contribution of
community forest to household income in the Bayasari Village. The information
were collected through interviews and literature study, then analyzed and
presented in a descriptive method. The farmer groups in Bayasari Village do not
give a big influence on community forest management as there are still many
farmers who ignored their program of farmer groups. The analysis showed that the
average contribution of community forest product is the largest than another farms
products, that is 33.4%.
Keywords: Farmer groups, community forest management, contribution
KONTRIBUSI HUTAN RAKYAT TERHADAP PENDAPATAN
USAHA TANI DI DESA BAYASARI, KECAMATAN
JATINAGARA, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT
FADILAH MURTAFIAH TANJUNG
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Kontribusi Hutan Rakyat terhadap Pendapatan Usaha Tani di Desa
Bayasari, Kecamatan Jatinagara, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat
Nama
: Fadilah Murtafiah Tanjung
NIM
: E14090008
Disetujui oleh
Dr Ir Yulius Hero, M.Sc
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Ahmad Budiaman, M Sc F.Trop
Ketua Departemen
Tanggal Lulus: 30 Juni 2014
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan studi program sarjana di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor. Judul yang dipilih dalam penelitian ini ialah “Kontribusi Hutan Rakyat
terhadap Pendapatan Usaha Tani di Desa Bayasari, Kecamatan Jatinagara,
Kabupaten Ciamis, Jawa Barat”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Sudaryanto dan Bapak Dr.
Ir. Yulius Hero, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi. Di samping itu, penulis
berterima kasih kepada Pak Tarjo, Pak Fauzi dan Pak Surahman atas bantuannya
selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
Ibunda, Ayah dan adik-adik tercinta, serta seluruh keluarga atas do’a dan kasih
sayangnya. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
dan pihak yang membutuhkan.
Bogor, Juli 2014
Fadilah Murtafiah Tanjung
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
3
Hutan Rakyat
3
Pengelolaan Hutan Rakyat
4
Pendapatan Usaha Tani
5
METODE PENELITIAN
6
Lokasi dan Waktu Penelitian
6
Alat dan Sasaran Penelitian
6
Batasan Operasional Penelitian
6
Sasaran Penelitian
7
Metode Pengambilan Sampel
7
Teknik Pengumpulan Data
8
Data-data yang Dikumpulkan
8
Analisis dan Pengolahan Data
10
KONDISI UMUM LOKASI
12
Letak dan Luas Geografi
12
Topografi, Iklim, dan Tekstur
12
Tata Guna Lahan
13
Demografi
13
HASIL DAN PEMBAHASAN
14
Karakteristik Petani Hutan Rakyat
14
Sistem Kelembagaan Hutan Rakyat
16
Pola dan Teknik Pengelolaan Hutan Rakyat
17
Kontribusi Hutan Rakyat terhadap Pendapatan Bersih Usaha Tani
SIMPULAN DAN SARAN
22
26
Simpulan
26
Saran
26
DAFTAR PUSTAKA
27
LAMPIRAN
29
RIWAYAT HIDUP
35
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Data primer
Data sekunder
Tata guna lahan di Desa Bayasari
Jumlah pendudukan berdasarkan umur
Karakteristik responden berdasarkan umur
Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan
Karakteristik responden berdasarkan luas kepemilikan lahan
Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan utama responden
Karakteristik responden berdasarkan jumlah anggota keluarga
responden
10 Sumber pendapatan usaha tani responden per tahun
11 Pendapatan rata-rata hasil kayu hutan rakyat responden masing-masing
strata
8
10
13
13
14
14
15
15
16
23
25
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
Peta Desa Bayasari
Hutan rakyat di Desa Bayasari
Tanaman kapulaga
Tanaman kopi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Hasil pengolahan data dengan software statistik (Minitab 14)
Identitas responden
Keanggotaan dalam kelompok tani
Sumber pendapatan usaha tani responden per tahun
Daftar harga komoditas pertanian di lokasi penelitian
Kontribusi masing-masing sumber pendapatan usaha tani
12
21
22
22
DAFTAR LAMPIRAN
29
30
31
32
32
33
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan
dapat dijadikan aset guna meningkatkan pendapatan masyarakat. Saat ini banyak
lahan-lahan kritis tidak produktif yang diakibatkan oleh pengelolaan lahan yang
tidak memperhatikan azas-azas konservasi. Populasi jumlah penduduk yang
semakin bertambah dari tahun ke tahun juga menyebabkan tekanan terhadap hutan
semakin meningkat, sedangkan pasokan kayu dari hutan alam tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan manusia. Salah satu alternatif penyelesaian kedua masalah
tersebut adalah dengan dibangunnya hutan rakyat. Hutan rakyat sebagai salah satu
alternatif pemasok kayu, memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan
guna memenuhi kebutuhan permintaan pasar lokal dan industri. Menurut
Peraturan Menteri Kehutanan P.03/Menhut-V/2004, dalam rangka mencapai
keberhasilan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan, maka dibentuklah
peraturan tentang pembuatan tanaman hutan rakyat yang bertujuan agar
terwujudnya tanaman rakyat sebagai upaya rehabilitasi untuk meningkatkan
produktivitas lahan dengan berbagai tanaman rakyat berupa kayu-kayuan dan non
kayu. Selain itu tujuan lainnya adalah memberikan peluang kesempatan kerja dan
kesempatan berusaha, sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat serta
meningkatkan kualitas lingkungan melalui percepatan rehabilitasi lahan dan
konservasi tanah.
Pengelolaan hutan rakyat banyak dilakukan oleh petani dengan sistem
pengelolaan mandiri. Artinya, segala aturan dan kebijakan yang berkaitan dengan
pengelolaan hutan berasal dari pemilik lahan atau keluarga yang mengelola hutan
rakyat tersebut. Adanya suatu kelembagaan memiliki peran yang sangat penting
dalam menunjang kegiatan pengelolaan hutan rakyat. Pada dasarnya, pengelola
hutan rakyat masih tergabung dalam suatu kelembagaan berupa kelompok tani
yang sederhana, dimana seluruh kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan
hutan seperti penebangan, produksi, pemasaran, penanaman dan lain-lain diatur
oleh masing-masing petani atau kelompok tani. Oleh karena itu, untuk menjamin
kelestarian hasil hutan rakyat diperlukan penguatan kelembagaan di antara para
kelompok tani, sehingga terbentuk aturan-aturan mengenai sistem pengelolaan
hutan rakyat.
Menurut Cahyono et al. (2002a), pengembangan hutan rakyat seringkali
hanya dijadikan sebagai pendukung pertanian, sehingga belum menjadi perhatian
utama dan seringkali pengembangannya hanya ditujukan pada tanah kosong atau
lahan kritis. Akibatnya, pengembangan hutan rakyat kurang memperhatikan
kesejahteraan petani. Implikasi selanjutnya, pengembangan hutan rakyat dianggap
kurang bernilai. Dalam pengusahaan hutan rakyat, saat ini masih banyak petani
mengelola hutan miliknya yang bersifat tradisional, sehingga pengusahaan hutan
rakyat yang mencakup kegiatan : produksi, pengolahan, pemasaran dan
kelembagaan belum dilaksanakan secara optimal.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Effendi (2011),
sebagaimana komoditas pertanian pada umumnya, sifat dari hasil produksi kayu
rakyat yang berada di Pulau Jawa Bagian Barat adalah volume atau jumlahnya
yang relatif kecil, letaknya yang bertebaran pada kondisi topografi yang sulit, jauh
dari konsumen atau industri pengolahan, kualitas kayu yang relatif lebih rendah
2
dibandingkan dengan kualitas yang diharapkan oleh konsumen dan waktu panen
yang tidak menentu. Keadaan-keadaan seperti ini memungkinkan memiliki
pengaruh yang besar terhadap pendapatan rumah tangga petani dari hasil hutan
rakyat.
Perumusan Masalah
Besarnya pendapatan merupakan salah satu indikator kesejahteraan bagi
petani sehingga pengusahaan hutan rakyat merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan taraf hidup para petani. Banyak faktor yang menyebabkan
rendahnya tingkat kesejahteraan petani. Rendahnya penguasaan data dan informasi,
tidak optimalnya sosialisasi program, belum mantapnya rancangan dan rencana
pengembangan pada tingkat kabupaten, belum memadainya kesiapan aparat
pemerintah, pemasaran hasil yang belum terorganisir dengan baik, rendahnya kualitas
sumberdaya manusia dan masih lemahnya kelembagaan kelompok tani yang
terbentuk merupakan permasalahan-permasalahan utama dalam pengembangan hutan
rakyat di Indonesia. Selain itu, lemahnya posisi tawar petani yang umumnya
disebabkan petani kurang mendapatkan atau memiliki akses pasar, informasi pasar
dan permodalan serta kurangnya pengetahuan dan keterampilan mengelola hutan
rakyat yang dimiliki oleh petani menyebabkan petani belum mendapatkan hasil
yang maksimal serta belum dapat berkontribusi nyata terhadap jumlah pendapatan
rumah tangga mereka.
Dengan melihat permasalahan yang ada, maka perlu dilakukan penelitian
mengenai pendapatan petani hutan rakyat untuk mengetahui kontribusi yang
diberikan hutan rakyat terhadap pendapatan rumah tangga petani.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui karakteristik pengusaha hutan rakyat di Desa Bayasari,
Kecamatan Jatinagara, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat
2. Mengetahui pola dan teknik pengelolaan hutan rakyat di Desa Bayasari,
Kecamatan Jatinagara, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat
3. Mengetahui kontribusi hutan rakyat terhadap pendapatan total usaha tani di
Desa Bayasari, Kecamatan Jatinagara, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat
Manfaat Penelitian
1.
2.
3.
Memberikan informasi mengenai teknik pengelolaan hutan rakyat untuk
bahan pertimbangan dalam pengusahaan hutan rakyat di lokasi penelitian.
Meningkatkan pengetahuan dan wawasan dari para pembaca tentang
kontribusi hutan rakyat terhadap pendapatan rumah tangga.
Sebagai masukan bagi instansi terkait dalam pembuatan kebijakan dalam
pembinaan dan pengembangan pengelolaan hutan rakyat di lokasi penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Rakyat
Di Indonesia istilah farm forestry dikenal sebagai hutan rakyat. Hutan hak
yang berada pada tanah yang dibebani hak milik lazim disebut hutan rakyat.
Menurut Peraturan Menhut No P.30/Menhut-II/2012 tentang Penatausahaan Hasil
Hutan yang Berasal dari Hutan Hak menyatakan bahwa hutan hak (hutan rakyat)
adalah hutan yang berada pada tanah atau lahan masyarakat yang telah dibebani
hak atas tanah di luar kawasan hutan negara, dibuktikan dengan alas titel berupa
Sertifikat Hak Milik, Letter C atau Girik, Hak Guna Usaha, Hak Pakai atau
dokumen penguasaan/pemilikan lainnya yang diakui oleh Badan Pertanahan
Nasional (BPN). Hasil hutan yang berasal dari hutan hak, yang selanjutnya
disebut hasil hutan hak adalah hasil hutan berupa kayu yang berasal dari tanaman
yang tumbuh dari hasil budidaya di atas areal hutan hak atau lahan masyarakat.
Fungsi hutan rakyat untuk dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri
pengolahan kayu dan kebutuhan kayu rakyat mutlak dibutuhkan mengingat
permintaan terhadap bahan baku kayu sangat tinggi, sementara hutan milik
pemerintah tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan tersebut secara keseluruhan.
Peranan hutan rakyat dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia,
khususnya pulau Jawa cukup penting, mengingat 70% konsumsi kayu dipenuhi
oleh kayu rakyat.
Menurut Purwanto et al. (2004), hutan rakyat mempunyai karakteristik
yaitu:
1. Luas lahan rata-rata yang dikuasai sempit.
2. Pada umumnya petani berlahan sempit menanam kayu-kayuan dengan
tanaman lainnya dengan pola tumpangsari, campuran agroforestri, sedangkan
petani berlahan luas yang komersil memungkinkan pengembangan hutan
rakyat dengan sistem monokultur.
3. Tenaga kerja yang digunakan berasal dari dalam keluarga.
4. Skala usaha kecil.
5. Kontinuitas dan mutu kayu kurang terjamin.
6. Beragamnya jenis tanaman dengan daur yang tidak menentu.
7. Kayu dalam hutan rakyat tidak diposisikan sebagai andalan pendapatan
rumah tangga petani, tetapi dilihat sebagai “tabungan” yang segera dapat
dijual pada saat dibutuhkan.
8. Teknik silvikultur sederhana dan memungkinkan pengembangan dengan
biaya rendah, meskipun hasilnya kurang optimal. Namun, kontinuitas hasil
dalam horizon waktu dan penyebaran resiko menjadi pilihan petani.
9. Keputusan pemanfaatan lahan untuk hutan rakyat seringkali merupakan
pilihan terakhir apabila pilihan lainnya tidak memungkinkan.
10. Kayu tidak memberikan hasil cepat, bukan merupakan komoditi konsumsi
sehari-hari, membutuhkan waktu lama sehingga pendapatan dari kayu rakyat
merupakan pendapatan sampingan dalam pendapatan rumah tangga petani.
11. Usaha hutan rakyat merupakan usaha yang tidak pernah besar tetapi tidak
pernah mati.
4
12. Instansi dan organisasi yang terlibat dalam pengelolaan hutan rakyat cukup
banyak tetapi tidak ada satupun yang bertanggung jawab penuh atas
kelangsungan hutan rakyat.
13. Perundangan, kebijakan, tata nilai, tata perilaku dan sebagainya belum
optimal mendukung pengembangan hutan rakyat.
Pengelolaan Hutan Rakyat
Menurut Lembaga Penelitian IPB (1990) pada dasarnya pengelolaan hutan
rakyat adalah upaya secara menyeluruh dari kegiatan merencanakan, membina,
mengembangkan, menilai serta mengawasi pelaksanaan produksi, pengolahan
hasil, pemasaran secara terencana dan berkesinambungan. Kegiatan pengelolaan
hutan rakyat yang dilakukan oleh petani hutan rakyat umumnya sama antara lain
terdiri dari kegiatan penyiapan bibit, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan
pemasaran. Pengelolaan hutan rakyat biasanya dilakukan sendiri oleh pemiliknya,
namun apabila luas lahan yang dimiliki cukup besar tidak jarang pemilik lahan
tersebut mempekerjakan orang lain untuk menggarap lahannya.
Hardjanto (2000) mengemukakan ciri-ciri pengusahaan hutan rakyat sebagai
berikut:
1. Usaha hutan rakyat dilakukan oleh petani, tengkulak dan industri di mana
petani masih memiliki posisi tawar yang rendah.
2. Petani belum dapat melakukan usaha hutan rakyat menurut prinsip usaha dan
prinsip kelestarian yang baik.
3. Bentuk hutan rakyat sebagian besar berupa budidaya campuran yang
diusahakan dengan cara-cara sederhana.
4. Pendapatan dari hutan rakyat bagi petani masih di posisikan sebagai
pendapatan sampingan dan bersifat insidentil dengan kisaran tidak lebih dari
10% dari pendapatan total.
Pengelolaan hutan rakyat merupakan suatu sistem yang terdiri dari empat
subsistem yaitu subsistem produksi, subsistem pengolahan (industri), subsistem
pemasaran dan subsistem kelembagaan. Subsistem produksi adalah tercapainya
produksi dalam jumlah dan jenis tertentu serta tercapainya kelestarian usaha.
Subsistem ini terdiri dari penanaman, pemeliharaan dan pemanenan. Subsistem
pengolahan atau industri adalah proses tercapainya hasil akhir berupa produk yang
dihasilkan yang dijual oleh petani maupun untuk dipakai sendiri. Subsistem
pemasaran adalah proses tercapainya tingkat penjualan yang optimal. Sedangkan
subsistem kelembagaan adalah lembaga yang mengatur mengenai pengelolaan
hutan rakyat baik lembaga formal maupun non formal. Hasil dari hutan rakyat
biasanya dijual ke tengkulak ataupun dikonsumsi sendiri. Bagi beberapa orang,
hutan rakyat dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan utama rumah tangga bagi
petani karena seiring dengan majunya sistem pengelolaan hutan rakyat, kontribusi
yang diberikan oleh hutan rakyat lebih dari 10% dari pendapatan total.
Pada umumnya hutan rakyat tidak berbentuk suatu kawasan hutan yang
murni dan kompak, melainkan berdiri bersama-sama dengan penggunaan lahan
yang lain seperti tanaman pertanian, tanaman perkebunan, rumput pakan ternak
atau dengan tanaman pangan lainnya yang biasanya disebut dengan sistem
agroforestri. Menurut Lundgren dan Raintree (1982), agroforestri adalah istilah
kolektif untuk sistem-sistem dan teknologi-teknologi penggunaan lahan, yang
secara terencana dilaksanakan pada satu unit lahan dengan mengkombinasikan
5
tumbuhan berkayu (pohon, perdu, palem, bambu dan lain-lain) dengan tanaman
pertanian dan/atau hewan (ternak) dan/atau ikan, yang dilakukan pada waktu yang
bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis
antar berbagai komponen yang ada.
Dalam satu kawasan hutan terdapat pepohonan baik homogen maupun
heterogen yang dikombinasikan dengan satu atau lebih jenis tanaman pertanian.
Keuntungan yang dapat diperoleh dengan cara ini adalah masyarakat memperoleh
hasil dari lahan hutan tanpa harus menunggu lama tanaman hutan dapat dipanen
karena dapat memperoleh hasil dari tanaman pertanian baik per bulan atau per
tahun tergantung jenis tanaman pertaniannya. Selain itu produktivitas tanaman
kehutanan menjadi meningkat karena adanya pasokan unsur hara dan pupuk dari
pengolahan tanaman pertanian serta daur ulang sisa tanaman. Hal ini jelas sangat
menguntungkan petani karena dapat memperoleh manfaat ganda dari tanaman
pertanian dan tanaman kehutanan.
Di Provinsi Jawa Barat, tanaman pertanian berupa tanaman pangan adalah
salah satu komoditi utama yang dikembangkan oleh petani. Komoditi pertanian
tersebut antara lain beras, jagung, kacang kedelai, kacang tanah dan produk
hortikultura seperti bawang, kentang, mangga, nanas, salak dan pisang (BPPMD
2006). Sedangkan di dalam hutan rakyat ditanam aneka pepohonan yang hasil
utamanya bisa beraneka ragam. Untuk hasil kayu misalnya, Sengon
(Paraserianthes falcataria), Jati (Tectona grandis), Akasia (Acacia sp), Mahoni
(Swietenia mahagoni) dan lain sebagainya.
Pendapatan Usaha Tani
Pendapatan rumah tangga menurut sumbernya dapat dibagi menjadi dua
golongan, yaitu pendapatan kehutanan dan pendapatan non-kehutanan.
Pendapatan kehutanan adalah pendapatan yang berasal dari kegiatan di hutan,
sedangkan pendapatan non-kehutanan adalah pendapatan yang berasal dari
kegiatan di luar kehutanan. Pendapatan kehutanan contohnya pendapatan usaha
tani hutan rakyat dan atau tanaman pertanian, pendapatan non-kehutanan
misalnya pendapatan ternak, pegawai, pedagang dan sebagainya. Usahatani
merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana seorang petani mengalokasikan
sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan
yang tinggi pada waktu tertentu. Sajogyo (1982) membedakan pendapatan rumah
tangga di pedesaan terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
1.
2.
Pendapatan dari usaha bercocok tanam padi
Pendapatan dari usaha bercocok tanam padi, palawija, dan kegiatan pertanian
lainnya
3. Pendapatan yang diperoleh dari seluruh kegiatan, termasuk sumber-sumber
mata pencaharian di luar bidang pertanian
Menurut Soekartawi et al. (1985), pendapatan bersih usaha tani (net farm
income) adalah selisih antara pendapatan kotor usaha tani dan pengeluaran total
usaha tani. Pendapatan bersih usaha tani mengukur imbalan yang diperoleh
keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan
modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usaha tani.
Karena itu ia merupakan ukuran keuntungan usaha tani yang dapat dipakai untuk
membandingkan penampilan beberapa usaha tani. Pendapatan yang diperoleh dari
6
usaha tani pertanian dapat berupa tanaman tahunan maupun tanaman semusim.
Tanaman tahunan merupakan tanaman yang pada umumnya berumur lebih dari
satu tahun dan pemungutan hasilnya dilakukan lebih dari satu kali dan tidak
dibongkar sekali panen. Sedangkan tanaman semusim/berumur pendek
merupakan tanaman yang pada umumnya berumur kurang dari satu tahun dan
pemanenannya dilakukan sekali panen langsung bongkar.
Kontribusi yang rendah dari hutan rakyat terhadap pendapatan rumah tangga
akan mendorong rumah tangga untuk mencari sumber pendapatan alternatif yang
lebih tinggi dan mengakibatkan pengelolaan hutan rakyat sebagai pekerjaan
sampingan. Hasil-hasil penelitian masalah pedesaan menunjukkan bahwa tingkat
pendapatan rumah tangga erat hubungannya dengan luas areal pemilikan dan
penguasaan lahan pertanian. Kelompok rumah tangga yang menguasai lahan
sempit jumlahnya selalu lebih besar. Namun, dalam mengkaji tingkat pendapatan
rumah tangga, sebaiknya tidak hanya berdasarkan penguasaan tanah tetapi juga
menurut sektor serta prospek pengembangannya berdasarkan potensi daerah dan
tipe iklim serta penguasaan faktor produksi lainnya. Untuk itu diperlukan
informasi tentang tingkah laku berproduksi baik yang mempengaruhi tingkat
produksi maupun pendapatan petani, berupa peubah endogen yaitu faktor
produksi (masukan) maupun peubah eksogen yaitu harga-harga (Kasryno et al.
1986).
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan di Desa Bayasari,
Kecamatan Jatinagara, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat selama dua bulan di
lapangan yaitu mulai Oktober sampai dengan November 2013.
Alat dan Sasaran Penelitian
1.
2.
3.
4.
5.
Alat dan sasaran penelitian yang digunakan adalah :
Kuesioner
Data-data sekunder
Alat tulis
Komputer
Kamera
Batasan operasional penelitian
Adanya batasan operasional penelitian bertujuan untuk memberikan
persepsi yang sama terhadap penelitian yang dilakukan, maka batasan-batasan
tersebut antara lain :
1. Hutan rakyat adalah hutan di atas tanah yang dibebani hak atas tanah dan
ditanami dengan tanaman berkayu baik secara monokultur maupun dicampur
dengan tanaman pertanian.
2. Rumah tangga adalah sekelompok orang yang mendiami sebagian atau
seluruh bangunan fisik dan biasanya tinggal bersama dan makan dari satu
7
3.
4.
5.
6.
7.
dapur atau seseorang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan serta
mengurus keperluan sendiri.
Petani hutan rakyat adalah petani yang memiliki dan atau menggarap lahan
hutan rakyat atau agroforestri.
Pengelolaan hutan rakyat adalah upaya secara menyeluruh dari kegiatan
pemilihan jenis, pengadaan benih, persiapan lahan, penanaman, sampai
dengan pemasaran hasil kayu rakyat.
Usaha tani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang diperlukan untuk
produksi pertanian, dapat berupa bercocok tanam atau memelihara ternak.
Pendapatan kotor adalah ukuran hasil yang diperoleh dari keseluruhan sumber
pendapatan usaha tani.
Pendapatan bersih adalah selisih antara pendapatan kotor usaha tani dan
pengeluaran total usaha tani.
Sasaran Penelitian
Sasaran dari penelitian ini yaitu rumah tangga petani yang memiliki hutan
rakyat dan benar-benar melaksanakan pengelolaan hutan rakyat di Desa Bayasari,
Kecamatan Jatinagara, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat sehingga contoh dalam
penelitian ini adalah rumah tangga petani yang memiliki hutan rakyat tersebut.
Sedangkan populasi penelitian ini adalah seluruh rumah tangga petani yang
memiliki hutan rakyat. Responden yang diambil adalah sebanyak 30 orang.
Metode pengambilan sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara purpossive sampling dengan jumlah
contoh (n) sebanyak 30 responden. Keseluruhan responden tersebut adalah rumah
tangga petani yang memiliki lahan hutan rakyat dan benar-benar mengelola hutan
rakyat di lokasi penelitian. Pengambilan sampel dilakukan dengan tujuan untuk
memperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam menunjang penelitian.
Dalam penentuan pendapatan baik yang berasal dari hutan rakyat maupun non
hutan rakyat, faktor luas lahan merupakan faktor yang menentukan bagi
pendapatan petani di mana lahan menjadi modal penting dalam usaha tani. Dalam
usaha tani misalnya pemilikan atau penguasaan lahan sempit, sudah pasti kurang
efisien dibanding lahan yang lebih luas. Semakin sempit lahan usaha, semakin
tidak efisien usaha tani yang dilakukan. Oleh karenanya, diperlukan pembagian
strata luas lahan untuk membandingkan hasil pendapatan pada setiap strata.
Pembagian strata yang digunakan adalah strata I, II dan III, dimana pembagian
strata tersebut berdasarkan pada luas pemilikan lahan usaha tani. Untuk
menghitung pendapatan, setiap strata diambil nilai rata-ratanya. Hal ini dilakukan
untuk melihat strata mana yang berhasil dalam pengelolaan usaha tani. Penentuan
Strata diperoleh menggunakan rumus sebagai berikut.
Strata I
: kepemilikan lahan < μ1 Ha
Strata II
: kepemilikan lahan μ1 – μ2 Ha
Strata III
: kepemilikan lahan > μ2 Ha
Adapun cara untuk mengetahui nilai dari μ itu sendiri dengan :
µ = x̅ ± Zα/2 (σ/ �)
8
Keterangan :
x̅ = [(∑Xi)/n]
σ = σ2
σ2= [∑Xi2 – (∑Xi)2/n]/n
; nilai tengah
; simpangan baku
; ragam variasi
Berdasarkan perhitungan di atas, maka pengelompokan strata luas lahan
terbagi menjadi:
Strata I : kepemilikan lahan < 0.2 ha
Strata II : kepemilikan lahan antara 0.2 ha sampai 0.3 ha
Strata III: kepemilikan lahan > 0.3 ha
Teknik pengumpulan data
1.
2.
3.
4.
Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan antara lain :
Wawancara yaitu pengumpulan data dilakukan dengan tanya jawab secara
langsung kepada responden dengan menggunakan kuesioner.
Pencatatan yaitu mengumpulkan dan mencatat data sekunder yang diperoleh
Observasi yaitu meninjau langsung dengan cermat di lokasi penelitian dan
mencatat informasi yang diperoleh.
Studi pustaka yaitu pengumpulan data melalui literatur, laporan, karya ilmiah,
dan hasil penelitian yang pernah dilakukan dan ada hubungannya dengan
penelitian ini.
Data-data yang dikumpulkan
Data Primer
Data primer dikumpulkan dari pelaku hutan rakyat yaitu petani hutan rakyat
yang dijadikan sebagai responden. Data yang dikumpulkan seperti yang tertera
dalam Tabel berikut.
Tabel 1 Data primer
Data Primer
Karakteristik Pelaku
Hutan Rakyat
Parameter/Indikator
Data umum
Informasi sumber daya
Data yang dikumpulkan
Nama, umur, jenis kelamin,
suku, alamat, jumlah
anggota keluarga,
pendidikan
Mata pencaharian utama
dan sampingan (SDM),
kondisi lahan, jenis-jenis
tanaman kehutanan dan
pertanian serta ternak
penghasil (SDA), kondisi
pasar, modal, dan sarana
prasarana
9
Tabel 1 Data primer (lanjutan)
Data Primer
Parameter/Indikator
Potensi ekonomi
Keikutsertaan dalam
kelompok tani
Pola dan Teknik
Pengelolaan Hutan
Rakyat
Data kondisi
lingkungan
Pola pengelolaan
Hutan Rakyat
Teknik pengelolaan
Hutan Rakyat
Ketenagakerjaan
Pemanenan
Pemasaran
Kontribusi
Pendapatan
Pendapatan usaha
tani kehutanan
Pendapatan usaha
tani di luar
kehutanan
Faktor-faktor yang
mempengaruhi
pendapatan
Data yang dikumpulkan
Jenis usaha tani yang dilakukan,
status pemilikan lahan, luas tanah
milik, luas lahan hutan rakyat,
luas lahan non hutan rakyat
Nama kelompok tani,
keikutsertaan, tahun
keikutsertaan, peran dalam
kelompok tani, program yang
pernah diikuti
Kondisi lahan yang dikelola
Pola tanam, jumlah dan variasi
jenis tanaman hutan rakyat yang
dikelola
Pemilihan jenis, pengadaan bibit,
persiapan lahan, penanaman,
pemeliharaan, pemanenan, dan
pemasaran
Jumlah tenaga kerja, sistem
pengupahan
Dasar penentuan sistem
pemanenan (tebang butuh, tebang
pilih, tebang habis), teknik
pemanenan, pelaku pemanenan,
Sistem pemasaran, alur
pemasaran, pelaku pemasaran
Jumlah/volume kayu, harga kayu,
komposisi biaya, usia dan
frekuensi panen/tahun masingmasing jenis kayu
Sumber-sumber pendapatan
(tanaman pertanian dan ternak
penghasil), jumlah produk, harga
jual, komposisi biaya, usia dan
frekuensi panen masing-masing
produk
Penguasaan lahan dan kondisi
lahan, pengetahuan petani tentang
pengelolaan hutan rakyat,
ketersediaan sarana dan
prasarana, hambatan-hambatan
yang dihadapi dalam mengelola
hutan rakyat
10
Data Sekunder
Data sekunder dikumpulkan dari buku profil desa, pemuka masyarakat,
ketua kelompok tani, aparat desa dan pihak-pihak lain yang berhubungan dengan
pengelolaan hutan rakyat di desa penelitian. Data sekunder yang dikumpulkan
adalah sebagai berikut.
Tabel 2 Data sekunder
Data Sekunder
Karakteristik Pelaku
Hutan Rakyat
Parameter/Indikator
Demografi penduduk
Data kondisi
lingkungan
Data Sosial
Sistem Kelembagaan
Data yang dikumpulkan
Jumlah penduduk desa,
jumlah KK, struktur dan
komposisi penduduk, mata
pencaharian, tingkat
pendidikan
Letak geografis, pola tata
guna lahan dan vegetasi,
hasil produksi desa,
aksesibilitas, pasar umum
Sejarah desa, adat istiadat
Nama kelompok tani,
tahun berdiri, program,
peran terhadap
pengusahaan HR
Analisis dan pengolahan data
Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif dan kuantitatif. Analisis
deskriptif bertujuan untuk mengetahui gambaran praktek pengusahaan hutan
rakyat. Praktek pengusahaan hutan rakyat yang dimaksud disini adalah mengenai
karakteristik responden, pengalaman mengusahakan hutan rakyat, tujuan utama
pembangunan hutan rakyat, latar belakang pemilihan jenis tanaman, sumber bibit,
teknik pengelolaan hutan rakyat (persiapan lahan, pengadaan bibit dan
penanaman); pemeliharaan dan perlindungan (pemupukan, penyulaman,
pemberantasan hama penyakit), pemanenan dan pemasaran, pola dan pergiliran
tanam, usia dan frekuensi panen, waktu penjualan kayu rakyat, keanggotaan
dalam kelompok tani, permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan hutan rakyat
serta teknik lainnya yang berhubungan dengan pengelolaan hutan rakyat. Untuk
analisis kuantitatif bertujuan untuk mengetahui besarnya kontribusi pendapatan
bersih yang diterima petani dari hutan rakyat serta sumber-sumber pendapatan
yang diperoleh oleh petani hutan rakyat. Besarnya kontribusi hutan rakyat
dinyatakan dalam persentase besarnya pendapatan bersih dari hutan rakyat
dibandingkan dengan pendapatan total usaha tani rumah tangga. Pendapatan hutan
rakyat yang dimaksud adalah seluruh hasil kayu hutan rakyat yang diperoleh oleh
rumah tangga baik untuk konsumsi sendiri maupun untuk komersial. Sedangkan
pendapatan total usaha tani rumah tangga adalah jumlah seluruh pendapatan yang
diterima petani dan keluarganya dari usaha tani hutan rakyat maupun usaha tani di
luar hutan rakyat.
Pendapatan dari hutan rakyat diperoleh dari beberapa variabel antara lain
jumlah/volume kayu hutan rakyat baik yang dijual maupun yang dikonsumsi,
11
harga masing-masing kayu per satuan produksi, serta biaya total yang dikeluarkan
mulai dari biaya pengadaan bibit/benih hingga pemasaran. Sedangkan pendapatan
usaha tani di luar hasil kayu hutan rakyat diperoleh dari jumlah tanaman pertanian
baik musiman maupun tahunan serta ternak, harga masing-masing produk per
satuan produksi, serta biaya total pengelolaan mulai dari biaya pengadaan
bibit/benih hingga pemasaran, harga dan jumlah pakan, pemeliharaan kandang,
modal untuk memperoleh ternak, dan biaya lainnya untuk usaha ternak.
Data yang dikumpulkan dari hasil wawancara dinyatakan dalam bentuk
Tabel. Wawancara yang dilakukan berupa penggalian informasi mengenai teknik
pengelolaan hutan rakyat, pendapatan rumah tangga petani (Rp/tahun) beserta
sumber-sumber pendapatannya, harga jual hasil hutan, serta faktor-faktor yang
mempengaruhi meningkat atau menurunnya pendapatan petani hutan rakyat. Data
yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menghitung seluruh sumber
pendapatan petani. Untuk metode perhitungannya dilakukan melalui rumus-rumus
sebagai berikut.
1.
Pendapatan bersih dari masing-masing sumber pendapatan ke-i :
πi = Ri – Ci
Keterangan :
πi = Pendapatan bersih petani per tahun dari sumber pendapatan ke-i
Ri = Pendapatan kotor petani per tahun dari sumber pendapatan ke-i
Ci =Biaya yang dikeluarkan rumah tangga petani per tahun untuk sumber pendapatan
ke-i
R=PxQ
Keterangan :
Keterangan :
R = Pendapatan kotor petani per tahun dari sumber pendapatan
P = Harga/satuan produk
Q = Banyaknya produk yang dijual
2.
Pendapatan total usaha tani dihitung dengan rumus :
πt = ∑πi
Keterangan :
πt = Pendapatan total usaha tani rumah tangga
∑Ii = Jumlah seluruh sumber pendapatan bersih usaha tani baik hutan rakyat
maupun di luar hutan rakyat
3.
Untuk menghitung kontribusi masing-masing sumber pendapatan terhadap
pendapatan total usaha tani rumah tangga digunakan rumus :
Ki =
π�
π�
x 100 %
12
Keterangan :
Ki = Kontribusi pendapatan yang diperoleh petani untuk sumber pendapatan ke-i
πi = Pendapatan bersih yang diperoleh petani untuk sumber pendapatan ke-i
πt = Pendapatan total usaha tani rumah tangga
KONDISI UMUM LOKASI
Letak dan Luas Geografis
Desa Bayasari terletak di Kecamatan Jatinagara Kabupaten Ciamis
Provinsi Jawa Barat dengan ketinggian 450 meter di atas permukaan laut. Jarak
dari Pusat Pemerintahan Desa/Kelurahan ke Pusat Pemerintahan Kecamatan
sejauh 1.5 km, ibu kota kabupaten sejauh 30 km, ibu kota provinsi sejauh 195 km
dan ibu kota negara sejauh 410 km. Desa Bayasari berbatasan langsung dengan
beberapa desa antara lain sebelah utara berbatasan dengan Desa Cintanagara,
sebelah selatan berbatasan dengan Desa Mulyasari, sebelah barat berbatasan
dengan Desa Jatinagara dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Rajadesa.
Berikut Peta Desa Bayasari.
Gambar 1 Peta Desa Bayasari
Topografi, Iklim dan Tekstur Tanah
Keadaan topografi/permukaan tanah Desa Bayasari sebagian besar
merupakan daerah perbukitan dan bergelombang. Dari luas lahan 762 ha, 150 ha
termasuk dalam elevasi kemiringan lahan sebesar 26-35%. Curah hujan rata-rata
di Desa Bayasari berkisar 2065 mm/tahun dengan suhu rata-rata berkisar 25-300C.
Jenis tanah di desa penelitian ini adalah Latosol.
13
Tata Guna Lahan
Tata guna lahan di Desa Bayasari sebagian besar berupa lahan sawah seluas
64 ha, lahan darat berupa pemukiman/pekarangan seluas 115 ha, hutan rakyat 49
ha, kebun rakyat 285 ha dan lain-lain 249 ha. Desa Bayasari juga memiliki
beberapa bagian lahan kritis yang terdiri dari 4 blok. Berikut tata guna lahan di
Desa Bayasari disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3 Tata guna lahan di Desa Bayasari
Tata Guna
Lahan
Luas Lahan
(ha)
Blok
Sawah
Pemukiman
Hutan Rakyat
Kebun Rakyat
Lain-lain
Total
64
115
49
285
249
762
Ciledug
Cikutak
Lebak Ceuri
Cigarasa
Kritis
15
10
15
8
Lahan Kritis (ha)
Potensial Kritis
15
15
20
12
Total
30
25
35
20
Sumber : BP3K (2012)
Demografi
Berdasarkan catatan terakhir tahun 2011, Desa Bayasari memiliki jumlah
penduduk keseluruhan sebanyak 5 160 jiwa dengan jumlah laki-laki sebanyak
2 557 jiwa dan perempuan sebanyak 2 603 jiwa dengan umur yang bervariasi,
disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Jumlah penduduk berdasarkan umur
Umur (tahun)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
0-9
803
15.6
10-19
914
17.7
20-29
791
15.3
30-39
787
15.3
40-49
713
13.8
50-59
629
12.2
>60
523
10.1
Total
5 160
100
Sumber : BP3K (2012)
Berdasarkan umur, persentase sebaran umur penduduk di Desa Bayasari
tergolong merata dengan sebaran umur terbesar terdapat pada kisaran umur 10-19
14
tahun dengan persentase 17.7% atau 914 orang dan yang terkecil terdapat pada
kisaran umur > 60 tahun atau 523 orang.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Petani Hutan Rakyat
Untuk mengetahui karakteristik petani hutan rakyat dilakukan wawancara
terhadap 30 orang responden yang berupa identitas responden, umur, tingkat
pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota keluarga dan luas kepemilikan lahan.
Umur Responden
Umur mempengaruhi kemampuan kerja seseorang, semakin bertambahnya
usia maka kemampuan kerja akan semakin menurun. Umur responden berkisar
antara 31-70 tahun dengan presentase terbesar responden berada pada umur 41-50
tahun yaitu sebesar 36.7%. Umur produktif untuk bekerja di negara-negara
berkembang umumnya adalah 15-55 tahun. Berdasarkan Tabel 5, maka responden
dengan persentase 36.7% masuk ke dalam usia produktif.
Tabel 5 Karakteristik responden berdasarkan umur
Umur (Tahun)
31-40
41-50
51-60
61-70
Total
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
7
11
9
3
30
23.3
36.7
30
10
100
Tingkat Pendidikan Responden
Sebagian besar tingkat pendidikan responden adalah Sekolah Dasar (SD)
yaitu sebanyak 73.3% sedangkan jumlah responden dengan tingkat pendidikan
Sarjana hanya 3.3% atau berjumlah 1 orang. Hal ini berarti bahwa tingkat
pendidikan responden di Desa Bayasari masih tergolong rendah. Tingkat
pendidikan sangat berpengaruh dalam praktek pengelolaan hutan rakyat yang
mereka miliki. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka pengelolaan hutan
rakyatnya akan semakin baik pula. Tingkat pendidikan responden disajikan pada
Tabel 6.
Tabel 6 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan
Pendidikan
SD
SMP
SMA
Sarjana
Total
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
22
5
2
1
30
73.3
16.7
6.7
3.3
100
15
Luas Kepemilikan Lahan
Dalam mengelola suatu usaha maka tidak terlepas dari penguasaan lahan
oleh petani yang berpengaruh terhadap besar kecilnya pendapatan yang diterima.
Responden di Desa Bayasari dalam melakukan usaha tani miliknya, mereka
menggunakan lahan miliknya sendiri untuk dikelola termasuk lahan hutan rakyat
dengan luas terkecil dari keseluruhan responden adalah 0.07 ha dan terbesar
adalah 1 ha. Luas kepemilikan lahan responden dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Karakteristik responden berdasarkan luas kepemilikan lahan
Luas Kepemilikan Lahan (ha)
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
0.3
11
14
5
36.7
46.7
1.7
Total
30
100
Berdasarkan Tabel 7, luas kepemilikan lahan di Desa Bayasari masih
tergolong sempit. Hal ini dapat dilihat dari persentasi luas kepemilikan lahan dari
total responden 30 orang, 11 orang diantaranya memiliki luas kurang dari 0.2 ha
dan hanya 5 orang yang memiliki luas lahan lebih dari 0.3 ha.
Pekerjaan Utama Responden
Pekerjaan utama adalah pekerjaan yang dilakukan dimana intensitas
kegiatan yang dilakukan lebih tinggi dibanding pekerjaan lain. Pekerjaan lain
dilakukan untuk menambah pendapatan dan termasuk ke dalam jenis pekerjaan
sampingan. Pekerjaan utama responden disajikan pada Tabel 8 sebagai berikut.
Tabel 8 Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan utama
Pekerjaan Utama
Jumlah (Orang)
Buruh
Kuli
Pegawai Negeri
Petani
Wiraswasta
Total
1
1
1
18
9
30
Persentase (%)
3.3
3.3
3.3
60
30
100
Sebagian besar penduduk di Desa Bayasari memiliki mata pencaharian
sebagai petani. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 8, sebanyak 60% responden
bermata pencaharian sebagai petani. Berdasarkan data tersebut menunjukkan
bahwa masyarakat Desa Bayasari masih bergantung pada pertanian baik hutan,
sawah maupun tanaman pertanian lainnya.
Jumlah Anggota Keluarga Responden
Pada umumnya, setiap rumah tangga terdiri dari 4-7 jumlah anggota
keluarga. Namun, masyarakat di Desa Bayasari rata-rata memiliki anak yang
sudah besar sehingga banyak yang merantau atau tidak tinggal bersama orang tua.
16
Oleh karena itu, yang tersisa di rumah hanyalah orang tua dan beberapa anak yang
masih kecil. Pada Tabel 9 disajikan karakteristik responden berdasarkan jumlah
anggota keluarga.
Tabel 9 Karakteristik responden berdasarkan jumlah anggota keluarga
Jumlah Anggota Keluarga (orang)
1
2
3
4
5
6
7
Total
Jumlah (Orang)
1
5
8
10
4
1
1
30
Persentase (%)
3.3
16.7
26.7
33.3
13.3
3.3
3.3
100
Sistem Kelembagaan Hutan Rakyat
Pengelolaan hutan rakyat akan memberikan pencapaian yang lebih baik jika
pelaku hutan rakyat memiliki motivasi yang besar dalam pelaksanaannya. Faktorfaktor yang dapat mempengaruhi motivasi bisa berupa faktor-faktor dari dalam
dan faktor-faktor dari luar. Salah satu faktor dari luar yang sangat penting
pengaruhnya terhadap motivasi petani adalah peranan lembaga-lembaga terkait
khususnya kelompok tani sehingga terbentuk aturan-aturan internal mengenai
sistem pengelolaan hutan rakyat yang baik dan benar. Mekanisme kelompok dan
musyawarah dalam rangka pengaturan hasil menjadi satu komponen penting di
dalam sistem kelembagaan hutan rakyat itu sendiri. Kesepakatan yang dihasilkan
mempunyai orientasi utama kelestarian hutan dimana akan membawa pada
kehidupan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera.
Kelompok tani di Desa Bayasari terdiri dari 5 kelompok yaitu Harapan
Mulya I (tahun berdiri 1981), Harapan Mulya II (tahun berdiri 1982), Harapan
Mukti (tahun berdiri 1983), Sukasenang (tahun berdiri 1982) dan Bina Warga
(tahun berdiri 2011) dengan program kerja masing-masing yang telah berjalan
selama beberapa tahun. Responden yang diwawancarai merupakan anggota
kelompok tani dari Harapan Mulya I, Harapan Mulya II, Harapan Mukti dan
Sukasenang. Secara umum, keberadaan kelompok tani melalui perannya sebagai
wadah kerja sama antar anggota kelompok tani masih dibutuhkan oleh petani. Hal
ini dapat dilihat dari pernyataan responden yang menunjukkan bahwa 100%
responden tergabung dalam anggota kelompok tani.
Sebanyak 83.3% responden menyatakan bahwa keberadaan kelompok tani
memberikan pengaruh yang baik untuk membantu peningkatan peluang usaha tani
baik usaha tani hutan rakyat maupun non hutan rakyat. Hal ini dilihat dari
program kelompok tani yang sudah dilaksanakan diantaranya penanaman tanaman
pertanian berupa tanaman palawija, pengembangan padi organik serta penanaman
sayur-sayuran sedangkan sektor kehutanan dilaksanakan penanaman tanaman
kehutanan berupa sengon dan gmelina. Penyuluhan dan bantuan juga dirasakan
oleh anggota kelompok tani berupa bantuan benih sengon 100-200 batang/orang,
KBR (Kebun Bibit Rakyat), peternakan kambing serta penyuluhan dan bimbingan
17
mengenai pengelolaan usaha tani. Dalam pertemuan antar pengurus dan anggota
masing-masing kelompok tani, biasanya para anggota membicarakan berbagai
permasalahan yang dihadapi kelompok tani seperti pengadaan bibit, cara
penanggulangan hama dan penyakit terutama jenis sengon, sistem pengelolaan
hutan sampai pemasaran hasil untuk dicari solusi terbaik. Dari keseluruhan
responden, 16.6% anggota kelompok tani menyatakan bahwa kelompok tani yang
mereka ikuti tidak berpengaruh besar terhadap usaha tani yang mereka kelola
karena pada kenyataannya mereka tidak mengikuti pertemuan yang mengadakan
penyuluhan tentang program kelompok tani.
Menurut Daniel (2001) terdapat 4 faktor produksi yang mempengaruhi
berjalan atau tidaknya suatu usaha tani. Faktor tersebut antara lain tanah, modal,
tenaga kerja, dan manajemen (pengelolaan). Permasalahan kelembagaan usaha
tani di Desa Bayasari adalah semakin menurunnya partisipasi dari anggota
kelompok tani dalam program kerja yang telah disusun. Faktor-faktor penyebab
tidak berjalan lancarnya program kelompok tani di Desa Bayasari adalah faktor
sumber daya yaitu sumber modal yang terbatas dan petani masih kurang mengerti
akan pentingnya keberadaan kelompok tani dalam rangka mensejahterakan petani.
Sebagai faktor produksi tentu modal mutlak diperlukan dalam usaha tani.
Kekurangan modal menyebabkan kurangnya masukan yang diberikan sehingga
menimbulkan resiko kegagalan atau rendahnya hasil yang akan diterima. Oleh
karena itu, pentingnya bantuan pinjaman modal kepada petani dan perlunya
peningkatan penyuluhan dan bimbingan mengenai program kerja yang
direncanakan sehingga tujuan pembentukan kelembagaan kelompok tani tepat
sasaran sehingga memberikan pencapaian yang diinginkan.
Pola dan Teknik Pengelolaan Hutan Rakyat
Rendahnya pendapatan petani menyebabkan standar minimal kebutuhan
rumah tangga petani sulit terpenuhi. Oleh sebab itu, pengembangan pola
pengelolaan hutan rakyat memiliki pengaruh yang besar terkait kontribusinya
untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga petani. Pola pengelolaan hutan
rakyat oleh petani desa umumnya tidak mengelompok tetapi tersebar berdasarkan
letak, luas kepemilikan lahan, dan keragaman pola usaha taninya. Hutan rakyat
yang terdapat di Desa Bayasari merupakan hutan rakyat tradisional yang dikelola
secara turun temurun dengan kegiatan pengelolaan yang masih sederhana. Sistem
pengelolaan hutan rakyat bergantung kepada karakteristik responden yaitu
berdasarkan umur, pendidikan, pekerjaan, dan luas kepemilikan lahan yang akan
menentukan hasil dari pengelolaan hutan rakyat tersebut. Kegiatan pengelolaan
hutan rakyat ini dapat dilakukan sendiri oleh pemilik lahan atau menyerahkannya
kepada orang lain dengan biaya
pengelolaan rata-rata senilai Rp 40
000/hari/orang.
Hutan rakyat berdasarkan jenis tanaman dan pola penanamannya
digolongkan ke dalam 3 (tiga) kelompok yaitu hutan rakyat murni, hutan rakyat
campuran dan hutan rakyat dengan sistem wanatani atau tumpangsari (Anwar dan
Hakim 2010). Sistem wanatani atau tumpangsari yang disebut juga dengan pola
agroforestri merupakan pola pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan oleh petani
di Desa Bayasari karena dengan pola ini memiliki kelebihan antara lain
meminimumkan resiko kegagalan usaha jika bertumpu pada satu jenis tanaman
18
saja, peningkatan penyerapan tenaga kerja karena intensitas kegiatan pada pola
pertanaman campuran lebih besar daripada pola pertanaman tunggal, memperbaiki
tingkat kesuburan, meningkatkan keuntungan finansial bagi pemilik, adanya
stabilisasi dan kontinuitas pendapatan yang diharapkan petani, menguntungkan
dari aspek teknis yakni iklim, curah hujan, ketersediaan air irigasi dan ekosistem.
Pada umumnya, kegiatan yang dilakukan petani dalam mengelola hutan rakyat
diantaranya pemilihan jenis bibit, pengadaan bibit, persiapan lahan, penanaman,
pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran hasil.
Pemilihan Jenis dan Pengadaan Bibit
Jenis tanaman yang terdapat di hutan rakyat Desa Bayasari dapat
dikelompokkan menjadi 3 jenis yaitu tanaman kayu, tanaman buah dan tanaman
pertanian. Jenis-jenis pohon penghasil kayu yang dikelola adalah Sengon
(Paraserianthes falcataria), Mahoni (Swietenia macrophylla) dan sebagian kecil
Kayu Afrika (Maesopsis eminii). Pemilihan jenis pohon dilakukan berdasarkan
usia panen pohon. Usia panen merupakan faktor yang cukup berpengaruh
terhadap pemilihan jenis bibit karena pohon yang usia panennya lebih cepat, maka
petani akan cepat juga untuk menikmati hasil panen. Sengon dan kayu afrika
merupakan jenis pohon yang pertumbuhannya cepat (fast growing), sehingga
petani bisa mendapatkan hasil panen yang cepat dengan rata-rata panen 3-5 tahun
sekali. Pemilihan jenis pohon sengon dan mahoni juga dipengaruhi oleh faktor
turun temurun yang sudah menjadi tradisi sebelumnya. Selain itu kondisi iklim,
cara membudidayakan dan harga bibit merupakan faktor yang dipertimbangkan
oleh petani karena jenis pohon yang paling sesuai dengan kondisi iklim dan lahan
di Desa Bayasari adalah sengon dengan harga bibit yang terjangkau yaitu Rp
600/bibit – Rp 1 000/bibit. Namun, bibit tidak hanya diperoleh dengan membeli,
bibit juga bisa diperoleh dari anakan pohon secara alami (petet) dan bantuan dari
pemerintah melalui kelompok tani.
Jenis pohon yang ditanam hanya terdiri dari 2-3 jenis pohon di hutan rakyat
yang dikelola karena jika semakin banyak jenis, maka pengelolaan akan semakin
kompleks, artinya pemeliharaan dan proses pengelolaan semakin rumit,
membutuhkan keterampilan, sarana prasarana serta modal yang besar pula. Jenis
tanaman penghasil buah yang banyak terdapat di hutan rakyat, antara lain : duku,
pisang dan kelapa. Sedangkan tanaman pertanian lainnya yang tumbuh antara lain
singkong, kapulaga, bambu, lada dan kopi. Petani memilih jenis tanaman
pertanian tersebut karena frekuensi panen komoditas tersebut bisa beberapa kali
dalam setahun.
Persiapan Lahan
Sebelum kegiatan penanaman dilakukan, langkah yang perlu dilakukan
adalah persiapan lahan. Kegiatan persiapan lahan dimulai dengan membersihkan
lahan (penyiangan) yang akan ditanami dari gulma dan semak belukar dengan
cara ditebas menggunakan sabit atau golok. Pembukaan lahan baru tidak
dilakukan petani di desa ini karena lahan yang ada merupakan tanah warisan yang
telah tersedia dari nenek moyang para petani. Setelah lahan bersih, kemudian
tanah digemburkan (pendangiran) dengan cara mencangkul top soil lalu tanah
dibolak-balik agar sirkulasi udara berlangsung sehingga tanah menjadi lebih subur.
19
Setelah penggemburan, langkah s