ANALISIS STRUKTUR PATAHAN DAN SISTEM PANAS BUMI BERDASARKAN PEMODELAN INVERSI GAYABERAT,MAGNETOTELURIK DAN GEOKIMIA DAERAH PROSPEK PANAS BUMI WAI SELABUNG

(1)

ABSTRAK

ANALISIS STRUKTUR PATAHAN DAN SISTEM PANAS BUMI BERDASARKAN PEMODELAN INVERSI GAYABERAT,

MAGNETOTELURIK DAN GEOKIMIA DAERAH PROSPEK PANAS BUMI WAI SELABUNG

Oleh DAVIT MANALU

Meningkatnya kebutuhan energi dunia dan berkurangnya ketersediaan bahan bakar fosil mendorong kita untuk menemukan energi terbarukan yang ramah lingkungan, salah satunya energi panas bumi. Salah satu daerah potensi energi panas bumi adalah di daerah Wai Selabung, Kabupaten Oku Selatan, Provinsi Sumatera Selatan dengan luas daerah 15 km2. Penyelidikan Gayaberat, Magnetotelurik, dan Geokimia dimaksudkan sebagai upaya mendapatkan gambaran potensi energi tersebut dengan melihat struktur patahan dan sistem panas bumi daerah penyelidikan. Pembentukan sistem panas bumi daerah Wai Selabung dipengaruhi oleh lingkungan vulkanik dan tektonik yang searah sesar Sumatera. Hasil analisa SVD anomali Bouguer residual menunjukan terdapat dua patahan turun dan sebuah patahan naik berarah barat laut-tenggara di daerah Kota Dalam dan Teluk Agung, dan sebuah pola patahan naik hasil SVD anomali Bouguer regional di daerah Sinarmarga. Berdasarkan hasil inversi 3D anomali Bouguer didapatkan dua buah reservoar dengan densitas 1,4-1,7 gr/cm3 dan volume total 15,7 km3 pada kedalaman 1000 meter, Cap rock dengan densitas 2-2,4 gr/cm3 dan resestivitas <20 ohm berupa alterasi vulkanik, dan Heat source dengan densitas 2,4-2,9 gr/cm3 berupa intrusi lava Tebat gayat. Kompilasi terpadu menunjukan temperatur reservoir berdasarkan geotermometer Na-K-Mg sebesar 170oC sehingga didapatkan potensi energi kelas cadangan terduga sebesar 182 MWe.


(2)

ABSTRACT

FAULT STRUCTURE AND GEOTHERMAL SYSTEM ANALYSIS BASED ON GRAVITY INVERSION MODEL, MAGNETOTELLURIC AND GEOCHEMISTRY OF GEOTHERMAL PROSPECTING FIELD

WAI SELABUNG SOUTH SUMATERA

By

DAVIT MANALU

Increased global energy consumption and decreased of fosil fuel stocks provides us to find a renewable and green energy, and geothermal energy is one of them. One of indonesian regions that has geothermal prospect fields is Wai Selabung, Oku Selatan residence, South Sumatera province with 15 km2 abroad. Gravity, Magneotelluric, and Geochemistry surveys are intended to observes fault structure and geothermal system to see a global picture of energy on that areas. Formation of geothermal system on Wai Selabung were influenced by vulcanic environment and tectonic with same direction as Sumateras fault. Results of SVD Bouguer anomaly residual analisys shows two normal fault and one thrust fault directing NW-SE on Kota dalam and Teluk Agung, and one thrust fault in Sinarmarga. Based on 3D Bouguer anomaly inversion model, we were obtained two reservoar with densities 1.4-1.7 gr/cm3 and total volume 15.7 km3, Cap rock with densities 2-2.4 gr/cm3 and resestivities <20 ohm as a vulcanic alteration, and Heat source with densities 2.4-2.9 gr/cm3 as a intrution lava Tebat gayat. Integrated compilation shows reservoar temperature based on geotermometer Na-K-Mg was 170oC, so hipotesis potential energy classes on prospecting field is 182 MWe.


(3)

ANALISIS STRUKTUR PATAHAN DAN SISTEM PANAS BUMI BERDASARKAN PEMODELAN INVERSI GAYABERAT,

MAGNETOTELURIK DAN GEOKIMIA DAERAH PROSPEK PANAS BUMI WAI SELABUNG

Oleh

DAVIT MANALU

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Geofisika Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2015


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis adalah Davit Manalu. Penulis dilahirkan di Hajimena pada tanggal 09 Oktober 1990 sebagai anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Bapak R. Manalu dan Ibu A. Panjaitan. Penulis berkebangsaan Indonesia dan beragama Kristen. Penulis memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 1 Bulusari dan lulus pada tahun 2003 setelah itu melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menegah Pertama Negeri 4 Gunung Sugih dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun 2009 lulus dari Sekolah Menegah Atas Negeri 1 Terbanggi Besar dan melanjutkan kuliah di Teknik Geofisika Universitas Lampung. Pada semester akhir 2015 penulis telah menyelesaikan skripsi dengan

judul ”Analisis Struktur Patahan dan Sistem Panas Bumi Berdasarkan Pemodelan Inversi Gayaberat, Magnetotelurik dan Geokimia Derah Prospek Panas Bumi Wai Selabung” dan telah dinyatakan lulus pada tahun tersebut. Penulis tergabung dalam beberapa organisasi kampus seperti HIMA TG BHUWANA sebagai Sekretaris dibidang Sains dan Teknologi pada tahun 2010. Pada tahun 2009-2014 penulis tergabung pada Forum Komunikasi Mahasiswa Kristen Fakultas Teknik sebagai anggota. Penulis juga pernah melaksanakan kerja praktek pada Pusat Survei Geologi Bandung, Kementrian ESDM pada tahun 2012.


(8)

PERSEMBAHAN

DENGAN PUJI DAN SYUKUR KEPADA TUHAN

YANG MAHA ESA

KUPERSEMBAHKAN KARYA INI UNTUK

ILMU PENGETAHUAN DAN PENDIDIKAN DI


(9)

MOTO

SKRIPSI PASTI BERLALU, THESIS JUGA,

DISERTASI JUGA

HIDUP ITU TIDAK MEMILIKI TUJUAN,

KAMULAH YANG MEMBUAT TUJUAN ITU

KEJUJURAN LEBIH PENTING DARI

KEPINTARAN

NATAS, NITIS, NETES

LAKUKAN YANG MAU KAMU LAKUKAN

YANG PENTING BENAR


(10)

SANWACANA

Penulis mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan kasih karunia-Nya sehingga penulisan skripsi berjudul “Analisis Struktur Patahan dan Sistem Panas Bumi Berdasarkan Pemodelan Inversi Gayaberat, Magnetotelurik dan Geokimia Daerah Prospek Panas Bumi Wai Selabung” ini dapat terselesaikan. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Geofisika Universitas Lampung.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, mulai dari awal perkuliahan sampai penyusunan skripsi, maka akan sangat sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada :

1. Kedua orang tua penulis R. Manalu dan A. Panjaitan dan seluruh keluarga penulis yang selalu mendoakan dan memberikan semangat kepada penulis selama masa perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Suharno, M.S., M.Sc., Ph.D., selaku dekan Fakultas Teknik dan juga selaku Penguji yang mengajarkan banyak ilmu pengetahuan dan pembaharuan dalam Fakultas Teknik.


(11)

3. Bapak Bagus Sapto Mulyatno, S.Si., M.T., selaku ketua jurusan Teknik Geofisika Fakultas Teknik Universitas Lampung yang telah mengajarkan banyak hal dan membantu memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Muh. Sarkowi, S.Si., M.Si., selaku pembimbing utama dalam penyusunan skripsi ini yang telah memberikan pengarahan dan koreksi dalam laporan skripsi ini.

5. Bapak Rustadi, S.Si., M.T., selaku pembimbing akademis yang telah membantu membimbing dalam perkuliahan dan juga dalam kerja praktek. 6. Bapak Dr. Ahmad Zaenudin, S.T., M.T., selaku sekertaris jurusan Teknik

Geofisika Universitas Lampung yang telah membantu membimbing dan mengajarkan ilmu pengetahuan dalam perkuliahan.

7. Seluruh dosen, karyawan dan staff jurusan Teknik Geofisika Universitas Lampung.

8. Ryan Tanjung Priseptian atas tumpangan rumah dan teman bermain DotA selama pengerjaan skripsi ini.

9. Keluarga besar TG 09 Meilisa, Aji, Hamid, Hanif, Adi, Marikson, Frengki, Deka, Dian, Intan, Satria, Hendra, Tri, Imam, dan Maruli yang telah menjadi teman dalam perkuliahan dan memberikan bantuan langsung dalam penyusunan skripsi ini.

10. Adik-adik dan Kakak-kakak seluruh angkatan yang telah menjadi keluarga besar Teknik Geofisika dan telah membentuk Teknik Geofisika sampai sebesar ini, terutama Boy satria TG10.


(12)

11. Teman-teman kosan penulis 3 Putra dan Wisma Resik yang telah menjadi keluarga dalam hidup mandiri sebagai anak kos.

12. Semua pihak yang tidak dapat penulis ucapkan satu-persatu.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua bantuan dari semua pihak tersebut diatas dengan sebaik-baiknya. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan mendatang. Penulis juga berharap laporan skripsi ini membawa manfaat positif bagi kita semua.

Bandar Lampung, 5 Agustus 2015

Penulis


(13)

viii DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Batasan Masalah ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A.Daerah Penelitian ... 5

B.Geologi dan Geomorfologi ... 6

C. Manifestasi Panas Bumi ... 10

D. Hidrogeologi ... 13

III. TEORI DASAR A.Hukum Newton ... 15


(14)

ix

B.Potensial Gayaberat ... 16

C. Satuan Gayaberat ... 17

D. Faktor Geologi Batuan ... 18

E. Koreksi Gayaberat ... 19

1. Koreksi Drift ... 20

2. Koreksi Pasang Surut ... 21

3. Koreksi Lintang ... 23

4. Koreksi Ketinggian ... 24

5. Koreksi Eotvos ... 26

F. Anomali Bouger ... 27

G. Metode Interpretasi ... 27

1. Analisis Spektrum ... 28

2. Moving Average ... 31

3. Second Vertical Derivative ... 32

H.Inversi Data ... 34

I. Sistem Reservoar Panas Bumi ... 36

J. Geokimia Panas Bumi... 39

K. Aplikasi Metode Gayaberat pada Eksplorasi Panas Bumi... 42

IV. METODOLOGI PENELITIAN A.Waktu dan Tempat Penelitian ... 45

B.Alat dan Bahan ... 45

C. Pengolahan Data ... 46

D. Diagram Alir Penelitian ... 48

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Topografi dan Geologi ... 49

B. Anomali Bouger ... 52

C. Analisis Spektrum ... 55


(15)

x

E. Anomali Residual... 62

F. Second Vertical Derivative ... 63

G. Pemodelan Inversi 3D Anomali Bouger ... 70

H. Analisis Struktur Patahan dan Bidang Diskontinuitas ... 71

I. Analisis Model Sistem Panas Bumi ... 77

1. Heat Source ... 79

2. Reservoar ... 81

3. Cap Rock ... 85

4. Suplai Air ... 86

J. Analisis Geokimia ... 88

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 97

B.Saran ... 99 DAFTAR PUSTAKA


(16)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman Tabel 1. Kisaran nilai rapat massa batuan ... 18 Tabel 2. Klasifikasi reservoar dan asumsi-asumsi yang digunakan dalam

estimasi potensi energi panas bumi... 42 Tabel 3. Tabel kedalaman bidang diskontinuitas penampang 1-3 ... 59 Tabel 4. Tabel nilai K dan lebar jendela untuk masing-masing lintasan ... 60


(17)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 1. Peta Daerah Wai Selabung ... 1

Gambar 2. Peta Geomorfologi Daerah Penelitian ... 7

Gambar 3. Peta Geologi Daerah Penelitian ... 8

Gambar 4. Perbedaan Bentuk Muka Bumi Teori dan Sebenarnya ... 17

Gambar 5. Kurva Pengulangan Bacaan Gravimeter ... 20

Gambar 6. Pengaruh gaya tarik Bulan terhadap Bumi ... 21

Gambar 7. (a)Variasi kecepatan sudut pada lintang bumi. (b) bentuk sesungguhnya dari oblate ellipsoid ... 23

Gambar 8. (a) FAC untuk ketinggian diatas datum. (b) Koreksi Bouger untuk ketinggian h lapisan batuan. (c) Koreksi Terrain. ... 25

Gambar 9. Diagram Hammer Chart ... 26

Gambar 10. Ambiguitas dalam Model Geologi ... 28

Gambar 11. Kurva Ln A dan K ... 30

Gambar 12. Pemisahan Anomali Residual ... 31

Gambar 13. (a). Kontur gaya berat observasi (b). residual (c). svd ... 32

Gambar 14. Alur Pemodelan Inversi ... 34


(18)

xii

Gambar 16. Pembuatan diagram terner berdasarkan fraksi mol ... 41

Gambar 17. Diagram Alir Penelitian ... 48

Gambar 18. Peta Topografi 3D daerah penelitian ... 49

Gambar 19. Peta Topografi daerah penelitian... 50

Gambar 20. Peta Geologi overlay Topografi ... 51

Gambar 21. Peta Anomali Bouger daerah penelitian ... 53

Gambar 22. Lintasan Analisis Spektrum pada Peta Anomali Bouger ... 57

Gambar 23. Grafik analisis spektrum lintasan A-A’ ... 58

Gambar 24. Grafik analisis spektrum lintasan B-B’ ... 58

Gambar 25. Grafik analisis spektrum lintasan C-C’ ... 59

Gambar 26. Peta Anomali Regional daerah penelitian ... 61

Gambar 27. Peta Anomali Residual daerah penelitian ... 62

Gambar 28. Peta svd Anomali Bouger daerah penelitian ... 64

Gambar 29. Peta svd Anomali Regional daerah penelitian ... 65

Gambar 30. Peta svd Anomali Residual daerah penelitian ... 67

Gambar 31. Peta kontur svd Residual overlay Geologi dengan slicing patahan svd ... 68

Gambar 32. Grafik slicing 5 patahan untuk analisis jenis patahan ... 69

Gambar 33. Model distribusi densitas hasil inversi 3D anomali Bouger Dengan kedalaman maksimum 5989 meter MSL ... 70

Gambar 34. Peta svd Anomali Bouger dengan slicing A dan B pada Patahan 1,2,3, dan 4 ... 72

Gambar 35. Model distribusi densitas hasil inversi 3D anomali Bouger Penampang berarah SE dengan plot patahan slice A ... 73

Gambar 36. Model distribusi densitas hasil inversi 3D anomali Bouger Penampang berarah WE dengan plot patahan slice B ... 74


(19)

xiii

Gambar 37. Bidang diskontinuitas 1 pada model distribusi densitas

Pada kedalaman 289 meter dibawah MSL ... 75

Gambar 38. Bidang diskontinuitas kedua pada model distribusi densitas Pada kedalaman 2289 meter dibawah MSL ... 76

Gambar 39. Peta Geologi dengan slicing A-B dengan penampang geologinya ... 78

Gambar 40. Model distribusi densitas hasil inversi 3D anomali Bouger Slicing A-B berarah SW dengan analisis sistem panas bumi... 79

Gambar 41. Model Heat Source sistem panas bumi daerah penelitian ... 80

Gambar 42. Model reservoar bedasarkan distribusi densitas dengan Cut-off densitas 1,4-1,7 gr/cm3 ... 81

Gambar 43. Model distribusi densitas hasil inversi 3D anomali Bouger Cut-off densitas 1,4-1,7 gr/cm3 pada kedalaman 899 Mdpl ... 82

Gambar 44. Pendekatan volume reservoar 1 dan 2 dengan menganggap sebagai balok... 83

Gambar 45. Peta sebaran tahanan jenis pada kedalaman 2000 meter ... 84

Gambar 46. Model Cap Rock berdasarkan data distribusi densitas Hasil inversi 3D anomali Bouger ... 85

Gambar 47. Sebaran nilai tahanan jenis pada kedalaman 500 dan 1000 meter ... 86

Gambar 48. Sebaran Hg dan CO2 tinggi pada peta topografi daerah penelitian ... 88

Gambar 49. Diagram terner Cl, SO4, HCO3 daerah penelitian ... 90

Gambar 50. Diagram terner Na-K-Mg daerah penelitian ... 92

Gambar 51. Diagram terner Cl, Li, B daerah penelitian ... 93

Gambar 52. Plotting isotop Detrium dan 18O daerah penelitian ... 94

Gambar 53. Peta kompilasi geosains, geokimia, dan topografi daerah penelitian ... 95


(20)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan akan energi yang sangat tinggi pada abad 21 saat ini dan ketersediaan bahan bakar fosil yang semakin berkurang memaksa kita untuk mencari energi terbarukan yang ramah lingkungan. Panas bumi sebagai energi terbarukan dan ramah lingkungan mulai digunakan pada abad 20 saat listrik diproduksi pertama kali dari uap panas bumi di Laderelo, Italia pada tahun 1904. Seiring perjalanan waktu populasi global telah bertambah 2,59 milyar pada tahun 1951 hingga 6,3 milyar pada tahun 2003, dan konsumsi energi global dari 2.710 juta ton metrik batu bara hingga 15.178 juta ton metrik pada tahun yang sama (Harsh dan Sukanta, 2007).

Indonesia kaya akan potensi panas bumi dry-steam dan hot-water terhubung dengan banyaknya gunung berapi sepanjang 7.000 km yang berbatasan dengan lempeng Indo-australia arah selatan. Konvergensi dan pergerakan strike-slip

sepanjang batas lempeng dipercayai mengakibatkan konsentrasi yang besar sistem panas bumi temperatur tinggi dekat dengan pinggir lempeng di Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, dan Halmahera.


(21)

2

Setidaknya ada 70 potensi panas bumi yang sudah diidentifikasi. Salah satunya adalah potensi panas bumi di daerah Wai Selabung, Kabupaten Oku Selatan, Provinsi Sumatra Selatan yang dijadikan sebagai bahan penelitian. Tatanan tektonik daerah penelitian termasuk ke dalam jalur magmatik Sumatra bagian selatan dengan lingkungan vulkanik. Pembentukan sistem panas bumi daerah Wai Selabung dipengaruhi oleh aktivitas vulkanik dan tektonik yang searah dengan sesar Sumatra. Penelitian ini telah dilakukan oleh tim penyelidik Pusat Sumber Daya Geologi Bandung, di daerah panas bumi Wai Selabung Kabupaten Oku Selatan, Provinsi Sumatra Selatan dan merupakan daerah yang diduga memiliki cadangan panas bumi (Pusat Sumber Daya Geologi, 2011).

Untuk mendeteksi daerah panas bumi tersebut kita menggunakan metode gayaberat. Metode gayaberat adalah metode pasif yang didalamnya termasuk pengukuran akselerasi gayaberat bumi. Variasi dalam gayaberat didasarkan pada perubahan densitas lateral dari batuan bawah permukaan disekitar titik pengukuran. Metode ini bekerja saat target bawah permukaan memiliki densitas yang sangat berbeda dengan densitas daerah sekitarnya (Pedro dan Jose, 2009).

Pada penelitian sebelumnya telah diperoleh model 2D anomali Bouguer lengkap dan anomali Bouguer residual struktur bawah permukaan. Permodelan diasosiasikan dengan informasi geologi di daerah tersebut sehingga didapatkan informasi struktur bawah permukaan daerah penelitian. Pada saat ini dibutuhkan model 3D sistem panas bumi Wai Selabung untuk dapat menganalisis sistem panas bumi daerah tersebut secara akurat.


(22)

3

Pada penelitian ini akan dilakukan pemodelan inversi 3D anomali Bouguer lengkap dan melakukan filter Second Vertical Derivative anomali Bouguer lengkap, anomali Bouguer regional dan residual dikorelasikan dengan data resestivitas Magnetotelurik dan data geokimia daerah penelitian. Hal ini dilakukan untuk mengetahui struktur patahan dan model 3D sistem panas bumi beserta karakteristik sistem panas bumi daerah Wai Selabung.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui struktur patahan daerah penelitian berdasarkan data Second Vertical Derivative anomali Bouguer, anomali Bouguer regional, dan anomali Bouguer residual.

2. Mendapatkan model inversi 3D anomali Bouguer daerah penelitian dihubungkan dengan model konseptual sistem panas bumi dan dikorelasikan dengan data resestivitas Magnetotelurik sehingga mendapatkan model sistem panas bumi daerah penelitian.

3. Mendapatkan volume reservoar, tipe fluida reservoar, asal fluida reservoar, temperatur fluida reservoar dan estimasi potensi energi sumberdaya kelas cadangan terduga dari analisis data geokimia daerah penelitian.


(23)

4

C. Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada pengolahan dan analisis data gaya berat untuk mendapatkan struktur patahan daerah Wai Selabung menggunakan filter

Second Vertical Derivative dan model sistem panas bumi dengan pemodelan inversi 3D berdasarkan data gayaberat daerah Wai Selabung dikorelasikan dengan data resestivitas Magnetotelurik dan data geokimia untuk analisis karakteristik reservoar.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah satu informasi struktur bawah permukaan daerah Wai Selabung yang dapat digunakan sebagai referensi penelitian lanjutan dan sebagai data pendukung dalam pengembangan daerah panas bumi Wai Selabung.


(24)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Daerah Penelitian

Daerah Wai Selabung secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Mekakau Ilir, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan, Provinsi Sumatera Selatan. Luas daerah survei sekitar (15 x 15) km2. Terletak pada

posisi geografis antara 103° 42’.49,8” - 103° 56’.1,2” BT dan 4° 48’.26,57” -

4° 35’.4,2” LS. Pada sistem koordinat UTM berada di zona 48 belahan bumi selatan. Gambar 1 menunjukan peta daerah penyelidikan.

Gambar 1. Peta daerah Wai Selabung, Oku Selatan, Sumatra Selatan (PSDG, 2011).


(25)

6

B. Geologi dan Geomorfologi

Geomorfologi di daerah penyelidikan Wai Selabung terbagi menjadi 4 satuan, yaitu satuan geomorfologi perbukitan curam, perbukitan bergelombang sedang, perbukitan bergelombang lemah, dan pedataran (Gambar 2). Stratigrafi posisi lapangan panas bumi Wai Selabung secara tatanan tektoniknya berada pada busur magmatik dan tepat pada salah satu segmen sesar Sumatera bagian sela-tan.

Pengelompokan satuan batuan dilakukan berdasarkan hasil pengamatan dan analisis di lapangan maupun di laboratorium. Secara umum batuan penyusun di daerah penyelidikan di dominasi oleh batuan vulkanik, berdasarkan karakteristik fisik dan umur batuan, serta dilakukan pembandingan dengan geologi regional daerah setempat, maka diperoleh satuan batuan dengan urutan dari tua ke muda sebagai berikut (Gambar 3) : Satuan Lava Akar Jangkang, Batupasir, Lava Asadimana, Lava Pematang Gong, Breksi Tua, Aliran Piroklastik Ranau, Aliran Piroklastik Sapatuhu, Jatuhan Piroklastik Ranau, Lava Laai, Lava Bengkok, Lava Pandan, Lava Gedang, Lava Perean, tuan Lava Tebat Gayat, dan endapan Aluvium. Pola struktur geologi didominasi oleh arah barat laut – tenggara yang terpotong oleh sesar dengan arah barat daya – timur laut dan arah utara – selatan. Manifestasi muncul dipermukaan sebagai pengaruh dari pertemuan antara sesar sumatera dengan antitetiknya, sehingga menghasilkan zona permeabel yang sangat baik untuk meloloskan fluida ke permukaan.


(26)

7


(27)

8


(28)

9

Sesar di daerah Wai Selabung dikelompokkan menjadi tiga pola arah utama yaitu baratlaut-tenggara, utara-selatan, dan baratdaya-timurlaut. Disamping pola tersebut dapat dikenali adanya bentukan struktur kawah yang muncul pada batuan vulkanik.

Pola sesar baratlaut – tenggara, ditunjukkan oleh sesar Asadimana, sesar Kayumanis, sesar Telukagung, sesar Kotadalam, dan sesar Wai Selabung yang mengisi bagian tengah dari depresi Selabung, kemungkinan sesar ini berumur Pra-Tersier dan masih terus aktif hingga saat ini. Sesar ini dipotong oleh sesar lain yang berpola utara-selatan dan baratdaya-timurlaut yang diperkirakan berumur lebih muda. Sesar Wai Selabung dan sesar Kotadalam diperkirakan mengontrol munculnya air panas Selabung Dumping yang muncul di dinding sungai Wai Selabung.

Pola sesar utara – selatan, diwakili oleh sesar Pematangbuluh, sesar Perean, sesar Sinarmarga, dan sesar Akarjangkang. Sesar tersebut mengikuti pola Sunda yang terbentuk pada Eosen dan diperkirakan merupakan sesar tua, ditunjukkan dengan perubahan kelurusan aliran sungai dan juga topografi. Beberapa sesar memotong depresi yang terbentuk akibat sesar Sumatera yang berarah baratlaut-tenggara di sekitar Sinarmarga dan Talanan. Sesar akarjangkang diperkirakan merupakan salah satu sesar yang mengontrol munculnya air panas Wai Selabung 1-2 dan kemungkinan sebagai pembentuk zona permeabel untuk daerah reservoir Wai Selabung.


(29)

10

Pola sesar baratdaya – timurlaut, berlawanan dengan arah sesar Sumatera dan diperkirakan merupakan antitetiknya. Beberapa sesar yang memiliki pola ini adalah sesar Pematanggong dan sesar Gistong. Sesar Gistong diperkirakan sebagai kontrol struktur yang memfasilitasi munculnya air panas Lubuk Suban yang berada pada batuan lava andesit tua Akarjangkang.

C. Manifestasi Panas Bumi

Keberadaan suatu sistem panas bumi biasanya dicirikan oleh adanya manifestasi di permukaan, yaitu berupa:

1. Mata air panas

2. Fumarola dan solfatara 3. Geyser

4. Uap tanah 5. Lumpur panas 6. Kawah

7. Batuan alterasi (Suharno, 2010).

Manifestasi panas bumi terdiri dari mata air panas di pinggir Sungai Wai Selabung (2 kelompok), di anak sungai Wai Selabung (2 kelompok), dan lainnya berupa alterasi yang muncul di dekat air panas Suban (pinggir sungai Wai Selabung). Selain manifestasi yang di lokasi survei, juga dilakukan pengukuran dan pengambilan sampel sebagai pembanding manifestasi air panas lain di Aromantai dan Kotabatu.


(30)

11

Air panas Wai Selabung 1, pada ketinggian 453 mdpl, terletak pada kordinat (369107 mT dan 9479937 mU). Temperatur air panas 92,5 , pada temperatur udara 25,43 dengan pH 9,43 daya hantar listrik 2700 μmhos/cm.

Air panas Wai Selabung 2, pada ke tinggian 457 mdpl, terletak pada kordinat (369171 mT dan 9479959 mU). Temperatur air panas 89,3 , pada temperatur udara 29,9 dengan pH 9,47, daya hantar listrik 2130 μmhos/cm.

Air panas Wai Selabung 3, pada ke tinggian 467 mdpl, terletak pada kordinat (369256 mT dan 9480060 mU), temperatur air panas 40,2 , dan temperatur udara 30,1 dengan pH 8,38, daya hantar listrik 686 μmhos/cm.

Air panas Lubuk Suban, terletak pada kordinat (369055 mT dan 9481615 mU), pada ketinggian 360 mdpl, temperatur air panas 68,1 , pada temperatur udara 27 dengan pH 8,92, daya hantar listrik 1196 μmhos/cm.

Air panas Selabung Damping, pada ketinggian 403 mdpl, terletak pada kordinat (367959 mT dan 9479453 mU), temperatur air panas 44,4 , temperatur udara 25,1 pH 8,19, daya hantar listrik 715 μmhos/cm .

Air dingin Pematang 3, terletak pada kordinat (368889 mT dan 9481401 mU), pada ketinggian 422 mdpl, temperatur air 23,1 , dan temperatur udara 23,3 , pH 7,8 daya hantar listrik 272 μmhos/.

Air panas Kota Batu, terletak di luar lokasi penyelidikan Wai Selabung, pada kordinat ( 387079 mT dan 9460803 mU), pada ketinggian 567 mdpl,


(31)

12

temperatur air panas 59,3 , temperatur udara 30,0 , pH 7,83, daya hantar

listrik 1400 μmhos.

Air panas Arumantai, terletak di luar lokasi penyelidikan Wai Selabung, pada kordinat (348405 mT dan Y = 9507986 mU), pada ketinggian 1082 mdpl, temperatur air panas 56,2 , temperatur udara 21,9 , pH 8,30, daya hantar

listrik 1800 μmhos/cm.

Alterasi Lubuk Suban, pada kordinat (369.036 mT, 9.481.651 mU). Kenampakan fisik alterasi berupa mineral lempung dengan warna abu-abu kebiruan sampai keputih-putihan yang dikelilingi endapan oksida besi kemerahan. Secara megaskopis diperkirakan mineral lempung yang terbentuk berupa montmorilonit dan kaolinit. Dimensinya tidak terlalu luas, hanya berupa spot – spot kecil dengan luas sekitar 0,5 x 0,5 m2. Selain berupa mineral lempung, alterasi pada batuan induk (lava basalt) juga terbentuk, penyebaran mineral klorit mengisi masa dasarnya dan beberapa mengubah mineral olivin dan piroksen.

Hasil analisis PIMA (Portable Infra Red Mineral Analyzer) untuk 3 sampel alterasi batuan menunjukkan beberapa mineral seperti haloysit, montmorilonit, piropilit, klorite dan paligorskit. Berdasarkan analisis kehadiran mineral

haloysit, montmorilonit, dan paligorskit menunjukkan bahwa pembentukan mineral alterasi berada dalam kondisi temperatur yang relatif tidak terlalu tinggi atau kemungkinan dibawah 150 dengan pH fluida yang netral, umumnya terbentuk pada zona argilik sedangkan mineral klorit menunjukkan pembentukan mineral dengan suhu yang cukup tinggi (250 ) pada pH netral,


(32)

13

biasanya terbentuk pada zona phillik. Kehadiran mineral pirophilit menunjukan pembentukan mineral alterasi pada temperatur cukup tinggi (200 ) dengan pH asam, biasanya terbentuk pada zona argilik lanjut.

D. Hidrogeologi

Suatu sistem panas bumi harus memiliki fluida yang mensuplai ke dalam reservoir. Fluida tersebut dapat berasal dari permukaan ataupun dari fluida yang terperangkap dalam batuan, namun dalam kuantitas yang tidak lebih banyak dari fluida permukaan. Fluida tersebut berfungsi sebagai media dalam perpindahan energi panas secara konvektif. Secara singkat sirkulasi air/fluida ini berasal dari proses recharge atau imbuhan di areal tangkapan (catchment area) kemudian mengalami penetrasi secara vertikal dan akhirnya memasuki sistem panas bumi hingga terjadi proses discharge di permukaan. Dengan demikian dalam sistem panas bumi melibatkan juga sistem hidrogeologi.

Pola hidrologi sangat dipengaruhi oleh besarnya infiltrasi air meteorik yang masuk kedalam reservoar dan hal tersebut didukung oleh curah hujan daerah sekitar manifestasi adalah sekitar 59 - 1.630 mm per tahun. Daerah penyelidikan secara hidrologi berada di sekitar DAS Wai Selabung dan Danau Ranau.

Secara umum daerah penyelidikan dibagi menjadi dua zona yaitu daerah resapan (recharge) dan daerah lepasan (discharge). Daerah resapan meliputi sekitar 45 % dari luas total wilayah penyelidikan, meliputi tinggian sekitar perbukitan Gedang, Pandan dan pegunungan Bengkok di barat daya serta


(33)

14

Pegunungan Pematang Gong, Peraduan Gistong dan Pematang Buluh di timur laut daerah penyelidikan yang memiliki elevasi > 500 mdpl. Daerah lepasan meliputi bagian tengah pada morfologi pedataran dan perbukitan bergelombang landai yang menempati graben Kepayang. Memiliki luas areal sekitar 54 % daerah penyelidikan pada elevasi < 500 mdpl. Daeral limpasan sungai merupakan bagian dari daerah lepasan dimana merupakan akumulasi aliran run off dari air permukaan yang tidak teresap di daerah resapan dan mengalir mengisi lembah – lembah membentuk aliran sungai (PSDG, 2011).


(34)

III. TEORI DASAR

A. Hukum Newton

Dasar dari survei metode gayaberat adalah Hukum Newton, dimana hukum itu menyatakan gaya tarik menarik F antara dua massa m1 dan m2 dengan dimensi yang kecil sehubungan dengan jarak r antara keduanya, ditunjukan oleh persamaan sebagai berikut ini:

(1)

Dimana G adalah konstanta gravitasi (6,67 x 10-11 m3kg-1s-2). Mempertimbangkan adanya gaya tarik gravitasi spherical, non-rotasi, dan massa homogen bumi M dan radius R pada massa kecil m di permukaan. Hal ini relatif sederhana untuk menunjukan bahwa massa bola bertindak seolah-olah terkonsentrasi di tengah-tengah bola, ditunjukan dalam persamaan berikut:

(2)

Gaya dihubungkan dengan percepatan ditunjukan dalam persamaan sebagai berikut:


(35)

16

Disebut juga sebagai percepatan gravitasi. Di bumi percepatan gravitasi secara teori akan konstant, namun bentuk elipsoid bumi, rotasi bumi, dan relief permukaan yang tidak biasa juga distribusi massa internal yang berbeda-beda mengakibatkan perbedaan variasi gayaberat sebenarnya bumi.

B. Potensial Gayaberat

Percepatan gravitasi (g) adalah vektor kuantitas, yang memiliki nilai dan arah. namun potensial gayaberat (U) adalah skalar dan hanya memiliki nilai dan tidak memiliki arah.

(4)

Turunan pertama dari U pada suatu arah hanya menunjukan komponen gaya berat pada arah tersebut. Sehingga potensial lapangan yang muncul memberikan fleksibilitas komputasional. Permukaan ekuipotensial dapat didefenisikan sebagai U konstan. Muka air laut atau geoid adalah acuan paling mudah dikenali sebagai permukaan equipotensial dimana semua permukaannya dianggap horizontal. Gambar 4 menunjukan perbedaan bentuk muka bumi teori dan bentuk muka bumi sebenarnya


(36)

17

Gambar 4. Perbedaan bentuk muka bumi teori dan muka bumi sebenarnya (Reynolds, 1997).

C. Satuan Gayaberat

Pengukuran pertama dari percepatan gayaberat dilakukan oleh Galileo pada suatu eksperimen menjatuhkan objek dari atas menara Pisa. Nilai rata-rata gayaberat permukaan bumi adalah 9,8 ms-2. Variasi dalam gayaberat disebabkan perbedaan nilai densitas bawah permukaan pada orde 100 biasa disebut juga sebagai gravity unit (g.u). untuk menghormati galileo digunakan satuan gayaberat c.g.s, satuan gaya berat c.g.s adalah miligal (1 mgal = 10-3 gal =10-3 cms-2)


(37)

18

D. Faktor Geologi Batuan

Survei gayaberat sensitif terhadap perubahan densitas batuan. Sehingga faktor yang mempengaruhi densitas akan mempengaruhi interpretasi data gayaberat. Kisaran nilai rapat massa batuan dari beberapa tipe material diberikan pada Tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1. Kisaran Nilai Rapat Massa Batuan (Phillip, 2002). Alluvium (wet) 1,96-2.00

Clay 1,63-2,60

Shale 2,06-2,66

Sandstone 2,05-2,55

Limestone 2,60-2,80

Chalk 1,94-2,23

Dolomite 2,28-2,90

Halite 2,10-2,40

Granite 2,52-2,75

Granodiorite 2,67-2,79

Anorthosite 2,61-2,75

Basalt 2,70-3,20

Gabbro 2,85-3,12

Gneiss 2,61-2,99

Quarzite 2,60-2,70

Amphibolite 2,79-3,14

Chromite 4,30-4,60

Pyrrotite 4,50-4,80

Magnetite 4,90-5,20

Pyrite 4,90-5,20

Casiterite 6,80-7,10

Galena 7,40-7,60

Seharusnya dalam survei gayaberat ditekankan penentuan densitas berdasarkan batuan yang dapat ditemukan di permukaan, dimana kemungkinan terjadi pelapukan atau dapat juga didapat dari dari lubang bor, dimana kemungkinan terjadi stress relaxation dan lebih hancur dibandingkan pengukuran tidak langsung.


(38)

19

Sebagai konsekuensi, error pada penetapan densitas paling signifikan ditentukan pada survei gayaberat dibanding pengolahan data. Hal ini harus diingat pada saat menginterpretasi data anomali gayaberat sehingga sesuai dengan geologi daerah pengukuran. Kebanyakan batuan umumnya memiliki densitas sekitar 1,60 – 3,20 Mg m-3. Nilai densitas batuan bergantung pada komposisi mineral dan besar porositas batuannya. Variasi pada porositas adalah sebab utama dalam perbedaan densitas pada batuan sedimen. Sehingga pada sekuen batuan sedimen nilai densitas cenderung akan tinggi sesuai dengan umur, kedalaman, sementasi, dan kompaksi. Sedangkan pada batuan beku porositas tidak terlalu berpengaruh pada besaran nilai densitas, kebanyakan disebabkan komposisinya. Densitas umumnya meningkat seiring pengurangan kadar asam.

E. Koreksi Gayaberat

Gravimeter tidak langsung memberikan nilai gayaberat. Harus dilakukan koreksi pada gayaberat pengamatan sebelum hasil survei dapat diinterpretasikan sesuai dengan aturan geologi. Sehingga nilai koreksi pada daerah tersebut adalah relatif. Nilai koreksi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Koreksi alat (drift correction)

2. Koreksi pasang surut bumi (tide correction) 3. Koreksi lintang (lattitude correction)

4. Koreksi ketinggian (free air correction, terrain correction, Bouguer correction)


(39)

20

1. Koreksi Drift

Koreksi drift dilakukan untuk penyimpangan alat berdasarkan pembacaan ulang di stasiun yang sama dalam waktu yang berbeda akibat dari guncangan pegas alat selama proses pengukuran dari satu stasiun ke stasiun yang lain (Gambar 5). Koreksi drift dilakukan dengan mendesain rancangan akuisisi tertutup agar dapat dihitung perbedaan penyimpangan pembacaan dalam waktu tertentu yang diasumsikan linier.

Gambar 5. Kurva pengulangan bacaan gravimeter pada waktu yang berbeda, h adalah waktu dan d adalah drift (Reynolds, 1997).

Setelah dilakukan koreksi drift perbedaan nilai antara titik observasi dan base ditentukan dengan mengalikan nilai bacaan dan faktor kalibrasi alat gravimeter. Koreksi drift diberikan pada persamaan sebagai berikut:

(5)

Dimana:


(40)

21

: pembacaan nilai gayaberat pada akhir : pembacaan nilai gayaberat pada awal : waktu pembacaan pada akhir

: waktu pembacaan pada awal : waktu pembacaan pada titik n

Koreksi dilakukan dengan mengurangi nilai gayaberat observasi dengan nilai koreksi drift.

(6)

2. Koreksi Pasang Surut (Tide Correction)

Pengukuran gaya berat bervariasi terhadap waktu akibat variasi periodik efek gravitasi matahari dan bulan berhubungan dengan pergerakan orbital keduannya. Dan koreksi harus dilakukan pada survei ketelitian tinggi. Akibat dari massa yang lebih kecil dari bulan daripada matahari maka gaya tarik gravitasi bulan lebih besar daripada matahari, hal itu juga disebabkan karena bulan juga lebih dekat dari matahari. Variasi gayaberat periodik akibat efek dari tarikan bulan dan matahari disebut variasi pasang-surut (Gambar 6).


(41)

22

Koreksi pasang surut diberikan pada persamaan sebagai berikut:

[ ] (7) Dimana :

: Potensial di titik p akibat pengaruh bulan : lintang

Bl : Bulan

Bm : Bumi

R : jarak dari pusat bumi ke bulan

c : jarak rata-rata ke bulan

r : jari-jari bumi ke titik p

koreksi dilakukan dengan mengurangi nilai gayaberat observasi dengan nilai koreksi tide.

(8)

3. Koreksi Lintang (Latittude Correction)

Nilai percepatan gayaberat bervariasi di seluruh permukaan bumi diakibatkan oleh 4 faktor, salah satunya adalah bentuk muka bumi. Dengan radius polar (6357 km) lebih rendah 21 km dari radius ekuator (6378 km) maka titik pada kutub lebih dekat ke massa titik tengah bumi (sehingga nilai

R lebih rendah) dan nilai gayaberat di kutub lebih besar (sekitar 0,7%) dari nilai gayaberat pada ekuator. Gambar 7 menunjukan perbedaan nilai jari-jari bumi sehingga membentuk bumi yang oblateellipsoid.


(42)

23

Gambar 7. (a)Variasi kecepatan sudut pada lintang bumi diwakili panjang vektor yang panjangnya sebanding dengan kecepatan sudut. (b) bentuk sesungguhnya dari oblate ellipsoid hasil dari perbedaan jari-jari katulistiwa dan kutub sebesar 21 km (Phillip, 2002).

Pada tahun 1930 Persatuan Geodesi dan Geofisika Internasional mengadopsi bentuk formula gayaberat internasional (Nettelton, 1971).

(9)

Formula ini dijadikan standar dalam pekerjaan gayaberat. Bagaimanapun, perhitungan yang telah disaring menggunakan komputer super dan nilai dari hasil parameter-parameter bumi yang lebih baik dalam formula baru yang dikenal sebagai Geodetic Reference System 1967 (GRS67) menjadi standar yang baru. Jika survei gayaberat menggunakan formula 1930 dibandingkan dengan formula 1967, maka formula ketiga (Kearey dan Brooks pada 1991) pada persamaan berikut digunakan sebagai penyeimbang dari keduanya.

(10)

(11) (12)


(43)

24

4. Koreksi Ketinggian

Koreksi untuk perbedaan elevasi dibagi menjadi 3 bagian yaitu Free air correction, Bouguer correction dan Terrain correction. Perbedaan ketiganya dijelaskan pada Gambar 8. Free air correction digunakan untuk koreksi pengurangan nilai gayaberat pada penambahan ketinggian tertentu dari pusat bumi. FAC = -3.086h gu (h dalam meter). FAC bernilai positif untuk titik observasi diatas datum dan sebaliknya pada titik observasi dibawah datum. FAC hanya mengoreksi nilai diatas datum tanpa melihat efek gayaberat jika ada batuan diantara titik observasi dan datum. Sehingga didapatkan nilai Free Air Anomaly dari persamaan berikut:

(13)

Koreksi Bouguer (Bouguer correction) menghilangkan efek itu dengan memperkirakan lapisan batuan dibawah titik observasi dengan ketebalan lapisan diatas datum. Diberikan pada persamaan sebagai berikut:

(14)

(h dalam meter dan dalam Mg m-3).

Sehingga kita mendapatkan nilai Simpel Bouguer Anomaly dari persamaan sebagai berikut:

(15)

Koreksi Bouguer dilakukan dengan menambahkan atau mengurangi nilai gayaberat dengan nilai koreksi Bouguer bergantung pada tanda plus-minus ( ) yang dilakukan pada koreksi udara bebas (FAC). Tanda plus-minus pada koreksi Bouguer terbalik dengan yang ada pada koreksi udara bebas (FAC)


(44)

25

Gambar 8. (a) FAC untuk ketinggian diatas datum. (b) Koreksi Bouguer untuk ketinggian h lapisan batuan. (c) Koreksi Terrain (Philip, 2002).

Di darat koreksi Bouguer harus dikurangi antara gaya tarik gravitasi batuan pada titik observasi dan datum harus dihilangkan dari nilai terobservasi.Di laut koreksi Bouguer pada permukaan laut diamana tidak ada lapisan batuan antara permukaan dan datum maka lapisan ditengah titik observasi dan datum digantikan dengan nilai lapisan air dengan nilai densitas batuan tertentu

BC = 2 G( - )z (16)

Dimana z adalah kedalaman air dan adalah densitas air.

Koreksi Bouguer mengasumsikan topografi daerah sekitar stasiun pengukuran datar. Sedangkan koreksi terrain mengharuskan penggambaran relief topografi sekitar stasiun pengukuran dikarenakan komponen gaya horizontal mempengaruhi nilai gayaberat terukur. Secara klasik koreksi ini dilakukan dengan menggunakan diagram Hammer chart (Gambar 9). Diagram Hammer chart dibagi menjadi lingkaran-lingkaran dengan jari-jari dengan bagian-bagian yang besar. Zona pada Hammer chart dibagi menjadi 2 zona yaitu inner zone dan outer zone. Zona inner zone tidak terlalu luas sehingga bisa didapatkan dengan pengamatan langsung. Zona outer zone memiliki radius yang lebih jauh zona terluar hampir sepanjang 22 km sehingga analisis perbedaan ketinggian menggunakan peta kontur .


(45)

26

Gambar 9. Diagram Hammer Chart (Phillip, 2002).

Koreksi terrain dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:

√ √ (17)

Setelah melakukan koreksi-koreksi diatas maka akan didapatkan nilai Anomali Bouguer Lengkap (CBA). Nilai CBA didapatkan dari persamaan sebagai berikut:

(18)

(19)

(20)

5. Koreksi Eotvos (Eotvos Correction)

Koreksi Eotvos (EC) dilakukan pada pengukuran gayaberat yang dialakukan pada kendaraan yang bergerak seperti pesawat dan kapal. Berdasarkan arah perjalanan, pergerakan kendaraan akan membangkitkan percepatan sentripetal yang mana dapat merubah nilai gayaberat.


(46)

27

(21)

Dimana V adalah kecepatan kendaraan dalam knots, dan adalah arah sudut dan adalah lattitude titik pengukuran.

F. Anomali Bouguer

Produk akhir yang utama dari koreksi yang dilakukan pada data gayaberat adalah anomali Bouguer, yang selanjutnya akan dihubungkan dengan variasi densitas lateral permukaan sebagai interpretasi bawah permukaan data gayaberat. Nilai anomali Bouguer adalah beda antara gayaberat observasi( ) sebagaimana yang telah dikoreksi (∑ dengan nilai yang ada pada stasiun base ( , seperti pada persamaan berikut:

∑ (22)

∑ (23)

L= lattitude, F= free air, B= Bouguer, TC= terrain correction, EC= eotvos correction, IC= isostatic correction, D= drift

G. Metode Interpretasi

Ada dua cara dalam interpretasi data anomali Bouguer. Yang pertama adalah interpretasi langsung dimana data original dianalisis untuk menghasilkan interpretasi data gayaberat bawah permukaan. Yang kedua adalah interpretasi secara tak langsung dimana model dibentuk untuk memperhitungkan anomali sintetis gayaberat yang mungkin, kemudian dibandingkan dengan anomali gayaberat observasi.


(47)

28

Model yang terbentuk adalah yang paling baik, bagaimanapun juga model yang dibentuk tidak akan unik karena akan ada beberapa model yang juga mungkin sama baik dengan model yang lain. Hal ini diakibatkan ambiguitas dalam menginterpretasikan model yang sesuai dengan data yang ada hal ini dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar tersebut menunjukan beberapa model yang berbeda dengan kedalaman yang berbeda dapat menggambarkan sebuah anomali gayaberat yang sama.

Gambar 10. Ambiguitas dalam model geologi. Semua model dibawahnya dapat menggambarkan anomali gayaberat yang ada diatasnya (Reynolds, 1997).

1. Analisis Spektrum

Analisis spektrum dilakukan untuk mengestimasi lebar jendela dan kedalaman dari anomali gayaberat. Selain itu analisis spektrum juga dapat digunakan untuk membandingkan respon spektrum dari berbagai metode


(48)

29

filtering. Analisis spektrum dilakukan dengan mentransformasi fourier

lintasan-lintasan yang telah ditentukan.

Spektrum diturunkan dari potensial gayaberat yang teramati pada suatu bidang horizontal dimana transformasi fouriernya sebagai berikut (blakely, 1996).

| | | | (24)

Dimana U = potensial gayaberat, G = konstanta gayaberat,

= anomali gayaberat, r = jarak.

Sehingga persamaannya menjadi sebagai berikut

| | | | (25)

Berdasarkan persamaan (24), transformasi Fourier anomali gayaberat yang diamati pada bidang horizontal diberikan oleh:

(26)

| | (27)

Dimana = anomali gaya berat

k = bilangan gelombang z0 = ketinggian titik amat z = kedalaman benda anomali

jika distribusi rapat massa bersifat random dan tidak ada korelasi antara masing-masing nilai gaya berat, maka =1, sehingga hasil dari transformasi

fourier anomali gaya berat menjadi :


(49)

30

Dimana A = amplitudo dan C = konstanta

Estimasi lebar jendela dilakukan untuk menentukan lebar jendela yang akan digunakan untuk memisahkan data regional dan residual. Untuk mendapatkan estimasi lebar jendela yang optimal didapatkan dengan melogaritmakan spektrum amplitudo yang dihasilkan dari transformasi

fourier diatas sehingga memberikan hasil persamaan garis lurus dengan spektrum amplitudo.

Ln A = (z0 – z’)|k| (29)

Dari persamaan garis lurus diatas, melalui regresi linier diperoleh batas antara orde satu (regional) dan orde dua (residual) dapat dilihat pada Gambar 11, sehingga nilai k pada batas tersebut diambil sebagai penentu lebar jendela. Hubungan nilai panjang gelombang � dan k diperoleh dari:

(30)

� (31)

Dimana n = lebar jendela

Gambar 11. Kurva Ln A dan K

Ln A

K Zona regional

Zona residual


(50)

31

2. Moving Average

Metode moving average dilakukan dengan cara merata-ratakan nilai anomali gayaberat. Hasil dari metode moving average adalah anomali regional. Nilai anomali residual didapatkan dengan mengurangkan nilai anomali total dengan anomali regional, dapat dilihat pada Gambar 12. Pada kasus 1D dijabarkan dalam persamaan sebagai berikut:

(32)

Sedangkan pada kasus 2D, diberikan pada persamaan sebagai berikut:

[ ] (33)

Gambar 12. Pemisahan anomali residual didapat dari nilai anomali total dikurangi dengan regional (Reynolds, 1997).


(51)

32

3. Second Vertical Derivative

Second vertical derivative merupakan salah satu teknik filtering yang dapat memunculkan anomali residual (efek dangkal) adanya struktur patahan dalam suatu daerah akan dapat diketahui dengan baik menggunakan teknik ini. SVD bersifat high pass filter atau meninggikan nilai anomali dengan panjang gelombang yang pendek. Sayangnya SVD juga meningkatkan noise dan dapat memproduksi banyak nilai SVD yang tidak berhubungan dengan geologi, dalam beberapa kasus SVD tidak memberikan keuntungan yang jelas dari peta anomali Bouguer. Hal ini harus menjadi pertimbangan dalam interpretasi gayaberat. Peta SVD dibandingkan dengan peta anomali Bouguer dan peta Residual dapat dilihat pada Gambar 13 dibawah ini:

Gambar 13. (a) data gayaberat observasi. (b) gayaberat residual. (c) peta

second vertical derivative (Elkins, 1951).

Secara teoritis, metode ini diturunkan dari persamaan Laplace :

(34)


(52)

33 Sehingga, (36) (37)

Untuk data penampang, dimana y mempunyai nilai yang tetap maka persamaan nya adalah:

(38)

Dari persamaan diatas dapat diketahui bahwa second vertical derivative dari suatu anomali gayaberat adalah sama dengan negatif dari derivative orde 2 horisontalnya, artinya bahwa anomali SVD dapat melalui derivative orde 2 maka: (39) Sehingga, (40)

Karena second vertical derivative merupakan negatif dari derivative orde ke 2 horisontalnya maka:

(41)

Arah kemiringan kurva SVD dapat menunjukan jenis sesar, diketahui dari perbandingan antara harga mutlak SVD maksimum dan minimum yang diberikan oleh:

a. Untuk patahan naik

|


(53)

34

b. Untuk patahan turun

|

| (43)

H. Inversi Data

Proses inversi adalah suatu proses pengolahan data lapangan yang melibatkan teknik penyelesaian matematika dan statistik untuk mendapatkan informasi yang berguna mengenai distribusi sifat fisis bawah permukaan. Di dalam proses inversi, kita melakukan analisis terhadap data lapangan dengan cara melakukan curve fitting (pencocokan kurva) antara model matematika dan data lapangan. Tujuan dari proses inversi adalah untuk mengestimasi parameter fisis batuan yang tidak diketahui sebelumnya (unknown parameter). Alur permodelan dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Alur permodelan inversi (Supriyatno, 2007).

Dalam masalah inversi, kita selalu berhubungan dengan parameter model (M) dan jumlah data (N) yang mana jumlah dari masing-masing akan menentukan klasifikasi permasalahan inversi dan cara penyelesaiannya. Bila jumlah model


(54)

35

parameter lebih sedikit dibandingkan data lapangan (M < N), maka ini disebut overdetermined, dan cara penyelesaiannya biasanya menggunakan pencocokan (best fit ) terhadap data lapangan. Jika dalam kondisi yang lain dimana jumlah parameter yang ingin dicari lebih banyak dari pada jumlah datanya, maka ini disebut problem underdetermined. Namun bila terdapat banyak model yang dapat sesuai dengan datanya hal ini disebut non-uniquenes. Berikut contoh inversi pada model bidang 2D, diberikan pada persamaan berikut:

(44)

Dimana adalah unknown parameter yang akan dicari dan d adalah data. Dari persamaan itu dapat kita nyatakan :

(45)

(46)

...

Semua persamaan itu dapat ditulis pada matriks seperti sebagai berikut:

[ ] [ ] [ ] (47)

Lalu dapat ditulis secara singkat

Gm=d (48)

Dimana d adalah data yang dinyatakan dalam vektor kolom, dan m adalah

unknown parameter juga dalam vektor kolom. Dan G adalah matriks kernel (Supriyanto, 2007).


(55)

36

I. Sistem Reservoar Panas Bumi

Seperti diketahui bahwa landaian suhu pada kondisi normal adalah sekitar 300C/km, tetapi pada lapangan panas bumi kenaikan suhunya dapat melebihi landaian suhu pada kondisi normal. Aliran panas di dalam bumi pada lapangan panas bumi rata-rata mencapai 1,5 x 10-6 cal/cm2/detik dan menghasilkan gradien geothermal sekitar 10C/50 m, sehingga pada kedalaman 1000-2000 m suhunya dapat mencapai 1500-3000C atau lima hingga sepuluh kali dari kondisi normal (Yudi, 2013).

Ada beberapa syarat mendasar pada suatu sistem panas bumi dapat dilihat seperti pada Gambar 15, yaitu sebagai berikut:

1. Sumber panas yang cukup besar (heat source)

Sumber panas adalah daerah bawah permukaan yang menghasilkan panas dalam sistem panas bumi. Sumber panas pada sistem panas bumi berasal dari intrusi batuan, magma chamber dan gradien temperatur. Sumber panas yang berasal dari intrusi batuan biasanya berada pada daerah gunung api sedangkan sumber panas dengan gradien temperatur biasa terdapat pada daerah lempeng tektonik. Sumber panas mengalirkan panas secara konveksi dan konduksi.

2. Reservoar yang mengakumulasikan panas

Reservoar panas bumi merupakan batuan yang memiliki porositas dan permeabilitas tinggi yang dapat menampung fluida untuk dipanaskan oleh sumber panas (heat source). Reservoar yang baik adalah yang


(56)

37

memiliki volume besar, panas yang tinggi dan porositas dan permeabilitas yg baik.

3. Penghalang/lapisan tudung (cap rock).

Lapisan tudung atau cap rock adalah lapisan penutup agar menjaga panas tidak keluar dari reservoar. Batuan penutup memiliki permeabilitas yang rendah dan berada di atas reservoar.

4.Fluida (suplai air)

Fluida panas bumi merupakan faktor penting dalam mengalirkan energi dari dalam bumi keluar. Fluida panas bumi dibagi berdasarkan asalnya (Moehadi, 2009) adalah juvenille water (air yang berasal dari magma primer), magmatic water (air yang pada masa pembentukan magma menyimpan air meteorik), meteoric water (air yang berasal dari atmosfer), conate water (fosil air yang berhubungan dengan proses geologi yang panjang)

Untuk memperkirakan sumber daya panas bumi dapat dilakukan dengan didasarkan pada data-data geologi dan geofisika, seperti berikut:

1.Kedalaman, ketebalan dan pesebaran reservoar 2.Properti dari formasi batuan

3.Salinitas dan geokimia fluida reservoar


(57)

38


(58)

39

J. Geokimia Panas Bumi

Analisis geokimia pada panas bumi berfungsi untuk menentukan karakteristik fluida pada suatu sistem panas bumi seperti temperatur, tipe fluida reservoar, asal fluida recharge. Untuk menghitung temperatur fluida panas bumi ada dua cara perhitungan yaitu geotermometer Na-K dan Silika. Rumus untuk perhitungan Na-K adalah sebagai berikut:

(Fournier, 1979) (49)

(Gigenbach, 1988) (50)

Geotermometer silika dibagi menjadi dua yaitu geotermometer kuarsa

adiabatik dan konduktif. Rumus keduanya adalah sebagai berikut:

Kuarsa adiabatik (Max steam loss)

[ ] (Nicholson,1993) (51)

Kuarsa konduktif (No steam loss)

[ ] (Nicholson, 1993) (52)

Untuk mengetahui tipe fluida panas bumi kita menggunakan diagram terner

dengan mengeplot konsentrasi Cl-SO4-HCO3, dari diagram itu akan terlihat kearah mana tipe fluida panas bumi daerah penelitian seperti tipe klorida, dilute (Cl-HCO3), klorida-sulfat, dan kondensat uap. Sedangkan untuk mengetahui asal air recharge yang mengisi reservoar dapat digunakan isotop stabil seperti Hidrogen (1H, 2H, atau D-detrium), Oksigen (16O, 18O), Sulfur (32S, 34S), dan


(59)

40

Karbon (12C13C). Kandungan D-detrium pada air panas sama dengan kandungan pada air meteorik, dan kandungan 18O pada fluida panas bumi akan lebih positif dari air meteorik.

Diagram terner didasarkan dari hukum fase Gibbs, jumlah terkecil peubah bebas yang diperlukan untuk menyatakan keadaan suatu sistem dengan tepat pada kesetimbangan dilengkapkan sebagai :

V = C – P + 2 (53)

dengan V = jumlah derajat kebebasan, C = jumlah komponen, dan P = jumlah fasa. Dalam ungkapan di atas, kesetimbangan mempengaruhi suhu, tekanan, dan komposisi sistem. Jumlah derajat kebebasan untuk sistem tiga komponen pada suhu dan tekanan tetap dapat dinyatakan sebagai :

V = 3 – P (54)

Jika dalam sistem hanya terdapat satu fasa, maka V = 2. Berarti, untuk menyatakan keadaan sistem dengan tepat perlu ditentukan konsentrasi dari dua komponennya. Sedangkan bila dalam sistem terdapat dua fasa dalam kesetimbangan V = 1; berarti hanya satu komponen yang harus ditentukan konsentrasinya dan konsentrasi komponen yang lain sudah tentu berdasarkan diagram fasa untuk sistem tersebut. Oleh karena itu, sistem tiga komponen pada suhu dan tekanan tetap mempunyai jumlah derajat kebebasan maksimum = 2 (jumlah fasa minimum = 1), maka diagram fasa ini dapat digambarkan dalam satu bidang datar berupa suatu segitiga sama sisi yang disebut diagram terner. Tiap sudut segitiga tersebut menggambarkan suatu komponen murni. Prinsip penggambaran komposisi dalam diagram terner dapat dilihat pada gambar di bawah ini :


(60)

41

Gambar 16. Pembuatan Diagram Terner berdasarkan fraksi mol

Fraksi mol tiga komponen dari sistem terner (C = 3) sesuai dengan XA + XB + Xc = 1.

Titik pada sisi AB : campuran biner A dan B BC : campuran biner B dan C AC : campuran biner A dan C

Diagram fase yang digambarkan sebagai segitiga sama sisi menjamin dipenuhinya sifat ini secara otomatis sebab jumlah jarak ke sebuah titik didalam segitiga sama sisi yang diukur sejajar dengan sisi-sisinya sama dengan panjang sisi segitiga itu yang dapat diambil sebagai satuan panjang.

Untuk menghitung potensi cadangan suatu sistem panas bumi kita menggunakan metode estimasi potensi energi panas bumi. Metode estimasi potensi energi panas bumi adalah cara untuk memperkirakan besarnya potensi energi listrik di suatu daerah/lapangan panas bumi berdasarkan hasil penyelidikan geologi, geokimia dan geofisika, karakteristik reservoar, serta estimasi kesetaraan listrik. Ada beberapa metode di dalam mengestimasi besarnya potensi energi panas bumi. Metode yang paling umum digunakan adalah metode perbandingan dan volumetrik. Metode perbandingan merupakan metode yang khusus digunakan untuk estimasi potensi sumber daya spekulatif

XB

X

A

XC C


(61)

42

dengan cara statistik sederhana, sedangkan metode volumetrik adalah estimasi potensi energi panas bumi pada kelas sumber daya hipotesis sampai dengan cadangan terbukti. Dalam penelitian ini kita menggunakan metode volumetrik untuk mendapatkan kelas cadangan terduga, dijelaskan oleh persamaan sebagai berikut :

(53)

Dimana Ecd adalah besarnya cadangan terduga (Mwe), V : Volume prospek panas bumi (km3), T adalah suhu reservoar, Tcut-off adalah suhu cut-off berdasarkan tabel suhu reservoar panas bumi pada Tabel 2. (Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral, 1998).

Tabel 2. Klasifikasi reservoar dan asumsi-asumsi yang digunakan dalam estimasi potensi energi panas bumi (Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral, 1998).

Reservoar Batas Temperatur Tcut-off Daya per Satuan Luas (MWe/Km2)

*) Konservasi Energi (%) Lain-lain **) Temperatur

rendah <125

90 10 10 �=10%

Temperatur

sedang 125-225

120 12,5 10 t=30th

Temperatur

tinggi >225

180 15 15 SL=100%

K. Aplikasi Metode Gayaberat pada Eksplorasi Panas Bumi

Pengukuran gayaberat biasa digunakan untuk menentukan perbedaan densitas suatu daerah bawah permukaan dengan daerah sekitarnya. Perbedaan ini biasanya sangat kecil dan membutuhkan alat yang sangat teliti untuk mengetahui anomali gayaberat relatifnya. Dalam eksplorasi panas bumi


(62)

43

pengukuran gayaberat digunakan untuk memetakan sumber panas (heat source), luas area, zona reservoar, zona pergerakan fluida dan potensi panas bumi yang tersedia (Gupta dan Roy, 2007). Pengukuran gayaberat dibandingkan dengan pemboran memiliki kelebihan pada waktu yang singkat dan biaya yang lebih murah pada area yang luas. Pengukuran data gayaberat bergantung terhadap waktu (drift dan tidal) dan statik (elevasi dan topografi). Koreksi lokal dan regional digunakan untuk membentuk peta anomali Bouguer dengan garis sesuai dengan nilai anomali gayaberat. Garis ini disebut isogals. Nilai positif gayaberat (dibandingkan dengan sekitarnya) berasosiasi dengan nilai densitas yang tinggi. Hal itu dapat menunjukan sesuatu yang menarik untuk eksplorasi panas bumi. Seperti mafic pada intrusi

intermediate (intrusi muda secara geologi < ) yang dapat dianggap sebagai potensi heat source. Nilai positif densitas juga dapat disebabkan oleh deposisi silikat pada aktivitas hidrothermal (Huenges, 2010).

Anomali densitas negatif dapat disebabkan beberapa hal, beberapa menjanjikan implikasi pada eksplorasi panas bumi seperti: densitas rendah dapat disebabkan intrusi felsic contohnya granit, tubuh magma, porositas tinggi, atau rekahan besar batuan. Porositas tinggi dapat menyajikan zona potensial yang menarik dari suatu fluida yang besar atau permeabel. Alterasi mineral akibat sirkulasi air panas juga dapat menyebabkan nilai densitas negatif.

Patahan dapat juga dilacak oleh alat-alat gravimetrik, sebagaimana mereka biasanya menunjukan dengan jelas perbedaan densitas melewati zona linear yg baik. Patahan-patahan ini yang mungkin tidak memiliki kesan permukaan


(63)

44

dapat mengindikasikan sumur hot water. Peta anomali gayaberat dapat menunjukan luas dari tutupan sedimentasi pada basin sebagai anomali densitas rendah dan dapat digunakan untuk mengestimasi kedalaman


(64)

45

IV. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai bulan November 2014. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder anomali Bouguer daerah panas bumi Wai Selabung, Kabupaten Oku Selatan, Provinsi Sumatra Selatan. Pengolahan data dilakukan di laboratorium Teknik Geofisika Fakultas Teknik Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan

Dalam pelaksanaan penelitian ini digunakan beberapa perangkat penelitian sebagai berikut:

1. Peta Anomali Bouguer lengkap dan Peta Geologi daerah panas bumi Wai Selabung, Kabupaten Oku Selatan, Provinsi Sumatra Selatan. 2. Data geokimia dan magnetotelluric daerah Wai Selabung, Kab. Oku

Selatan Prov. Sumatra Selatan.

3. Software yang digunakan antara lain : Microsoft Office, Surfer 8, Global Mapper 12, Numeri, Grav3D (University of British Columbia-Geophysical Inversion Facility).


(65)

46

C. Pengolahan Data

Data gayaberat yang diolah adalah data gayaberat sekunder dalam bentuk peta anomali Bouguer lengkap. Data ini kemudian dilakukan digitasi dengan melakukan registrasi peta pada Global Mapper 12 terlebih dahulu. Pertama buka program Global Mapper 12, lalu pilih menu Open Your Own Data File

lalu klik peta yang akan didigit yang selanjutnya akan muncul gambar peta pada Global Mapper 12. Selanjutnya zoom peta pada ujung-ujung kordinatnya lalu masukan keempat nilai koordinatnya dengan mengklik kiri pada zoom view. Masukan nilai koordinat dalam bentuk decimal degree pada box X/East/Long untuk bujur dan Y/North/Lat untuk lintang. Lalu klik add GCP to list sampai ke point 4. Lalu export dalam bentuk JPEG lalu simpan dengan nama digitasi. Selanjutnya buka Surfer 10, lalu klik base map peta yang akan didigit. Lalu klik Map-Digitize, klik pada titik yang memiliki nilai Anomali Bouguer dan save dalam bentuk .bln dalam kumpulan nilai AB misal 10mgal.bln .Selanjutnya kumpulkan semua nilai koordinat dan nilai AB pada .bln masukan ke Microsoft Excel. Lalu lakukan grid data dari data Excel tersebut lalu pada bagian menu grid atur spasinya selanjutnya klik OK. Lalu buka menu New Contour Map, lalu open grid yang sudah dibuat dan jadilah peta digitasi AB. Setelah dilakukan digitasi dilakukan slice pada 3 lintasan lalu ditransformasi fourrier dengan menggunakan software Numeri untuk digunakan sebagai analisis spektrum untuk menentukan nilai lebar jendela. Selanjutnya anomali gayaberat ini difilter dengan menggunakan metode

moving average untuk mendapatkan nilai anomali regional, nilai anomali residual didapatkan dengan mengurangi nilai anomali total dengan nilai


(66)

47

anomali regional. Peta anomali Bouguer lengkap, peta anomali regional, dan peta anomali residual selanjutnya difilter dengan menggunakan filter elkins

sehingga didapatkan nilai kontur anomali second vertical derivative untuk mendapatkan informasi patahan dangkal daerah sekitar. Dari peta anomali Bouguer lengkap ditentukan lintasan permodelan 3 dimensi dengan metode

inversemodelling tiga dimensi dengan menggunakan software Grav3D dengan input data anomali Bouguer (.grv), mesh (.txt), dan topografi (.dat) dengan

output .den . Setelah didapatkan model 3 dimensi dari anomali Bouguer maka dibuat model 3 dimensi sistem panas bumi berdasarkan model acuan sistem panas bumi daerah penelitian lalu dikorelasikan dengan data magnetotelluric


(67)

48

D. Diagram Alir Penelitian

Gambar 17. Diagram alir penelitian

SVD

NO

YES

Geologi Mulai

Peta Anomali Bouger

Digitizing

Peta Anomali Bouger

Analisis Spektrum

Filter Moving Average

Inverse Modeling

Model 3-D Regional Residual

SVD

P. SVD AB

P. SVD Reg. P. SVD Res.

Analisis

Selesai Kesimpulan


(68)

97

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian daerah Wai selabung Kab. Oku Selatan Prov. Sumatera Selatan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Anomali Bouguer daerah penelitian mempunyai nilai dari 36 mGal sampai 48 mGal dengan anomali tinggi (>36 mGal) berada di sebelah utara dan timur daerah penelitian di daerah Wai Selabung, sedangkan anomali rendah (8-22 mGal) sebelah selatan dan barat menempati daerah Teluk Agung.

2. Analisa second vertical derivative anomali Bouguer dan anomali Bouguer Residual menunjukkan terdapat dua pola struktur patahan turun dan sebuah patahan naik berarah barat laut-tenggara yang searah dengan sesar utama di daerah Kota Dalam dan Teluk Agung, juga sebuah pola patahan naik berarah barat daya-timur di daerah Kota Dalam, sedangkan pada analisa peta SVD anomali Bouguer Regional menunjukan bahwa patahan utama berarah barat laut-tenggara di daerah Sinarmarga sampai Teluk Agung merupakan patahan naik.


(69)

98

3. Bidang diskontinuitas pada daerah penelitian berdasarkan analisis spektrum menghasilkan dua bidang diskontinuitas yang mewakili anomali residual dan regional. Bidang diskontinuitas pertama memiliki kedalaman 300 meter mewakili noise dan bidang diskontinuitas yang kedua memiliki kedalaman 2300 meter mewakili anomali regional. 4. Hasil pemodelan inversi 3D anomali Bouguer menunjukan bahwa

prospek reservoar panas bumi berada di daerah Teluk Agung pada kedalaman 900 meter dibawah MSL dengan volume total 15,7 km2. Heat source panasbumi berupa intrusi basalt lava tebat gayat berumur plistosen yang menembus sedimen batupasir yang berumur lebih tua. Berdasarkan analisis data sebaran densitas dan magnetotelluric, Cap Rock dari sistem panas bumi daerah penelitian memiliki nilai densitas <2 gr/cm3 dan nilai tahanan jenis <20 ohm berupa alterasi vulkanik.

5. Berdasarkan hasil dari analisa geokimia fluida panas bumi maka didapatkan tipe fluida panas bumi Wai selabung 3, S. Damping dan Arumantai masuk kedalam tipe bikarbonat (HCO3), sedangkan mata air panas W. Selabung 1 dan 2 bertipe klorida sulfat (Cl-SO4) dan klorida bikarbonat (Cl-HCO3). Zona upflow berada di daerah Teluk Agung dan zona outflow berada di daerah dekat sungai pada mata air panas Lubuk Suban. Berdasarkan metode Na-K-Mg dan silika didapatkan nilai temperatur 170 merupakan sistem panas bumi bertemperatur sedang. Berdasarkan data isotop D-detrium dan 18O diketahui bahwa manifestasi W. Selabung 2 dan 3 berasal dari air meteorik, sedangkan manifestai W. Selabung 1, Lubuk Suban, S. Damping, Kota Batu, Arumantai


(70)

99

mengindikasikan pengkayaan Oksigen yang menunjukan asal fluida berasal dari fluida magmatik.

6. Berdasarkan pendugaan temperatur metode Na-K-Mg dan silika mendapatkan harga 1700 C dengan tcutoff 1200C, maka estimasi potensi energi sumber daya kelas cadangan terduga pada reservoar satu di barat daerah penelitian dengan volume 2,5 Km3 didapatkan sebesar 29 MWe. Pada reservoar kedua di selatan daerah penelitian dengan volume 13,2 Km3 didapatkan potensi energi sumber daya kelas cadangan terduga sebesar 152 MWe sehingga didapatkan total estimasi potensi energi sumberdaya kelas cadangan terduga daerah Wai Selabung sebesar 182 MWe.

B.Saran

Untuk mendukung hasil studi bawah permukaan secara akurat perlu dilakukan studi lanjutan pengeboran eksplorasi sampai pengeboran pengembangan di daerah penelitian serta dilakukan korelasi dengan data geofisika, geologi, geokimia daerah penelitian secara lengkap sehingga didapatkan suatu cadangan terbukti siap produksi daerah panas bumi yang dapat dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan energi listrik nasional.


(71)

DAFTAR PUSTAKA

Elkins, T.A., 1951. The Second Derivative Methode of Gravity Interpretation Geophysics. Bab XVI. Hal 29-50 dan V.23, 97-127.

Harsh, G. dan Sukanta, R. 2007. Geothermal Energy: An Alternative Resource for The 21st Century. Elsevier B.V. Amsterdam.

Huenges, E. 2010. Geothermal Energy System: Exploration, Development, Utilization.Wiley Vch. Germany.

Kearey, P. 2002. An Introduction to Geophysical Exploration 3rd Edition. Blackwell ltd. London.

Konsensus Nasional. 1998. Rancangan Standar Nasional Klasifikasi Potensi Energi Panas Bumi di Indonesia. Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral. Jakarta.

Nettleton, L. L. 1939. Determination of Density for Reduction of Gravimeter Observation. Geophysics. 183.

Pedro A. S. dan Jose A. R. 2009. Gravity Surveys Contribution to Geothermal Exploration in El Salvador: The Cases of Berlin, Ahuchapan and San Vicente Areas. LaGeo. El Salvador.

Pusat Sumber Daya Geologi. 2011. Survei Terpadu Geologi, Geokimia, dan Geofisika Daerah Panas Bumi Wai Selabung, Kabupaten Oku Selatan, Provinsi Sumatra Selatan. PSDG. Bandung.

Rahadian, Y. 2013. Publikasi Ilmiah: Sistem Panas Bumi. Pusdiklat Geologi. Bandung.

Reynolds, J. M. 1997. An Introduction to Applied and Environment Geophysics.

Jhon Wiley and Sons ltd. England.

Sarkowi, M. 2014. Eksplorasi Gayaberat. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Lampung.


(72)

Suharno. 2010. Pengembangan Prospek Panas Bumi. Unila. Bandar Lampung. Supriyanto. 2007. Analisis Data Geofisika: Memahami Teori Inversi. Departemen

Fisika-FMIPA UI. Depok.

Telford, W. M. 1990. Applied Geophysics 2nd ed. Cambridge University Press. Cambridge.

UBC-Geophysical Inversion Facility. 2001. A Program Library for Forward Modelling and Inversion of Gravity Data over 3D Structures. Department of Earth and Ocean Sciences University of British Columbia. Vancouver.


(1)

D. Diagram Alir Penelitian

Gambar 17. Diagram alir penelitian SVD

NO

YES

Geologi Mulai

Peta Anomali Bouger

Digitizing

Peta Anomali Bouger

Analisis Spektrum Filter Moving Average

Inverse Modeling

Model 3-D

Regional Residual

SVD

P. SVD AB

P. SVD Reg. P. SVD Res.

Analisis

Selesai Kesimpulan


(2)

97

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian daerah Wai selabung Kab. Oku Selatan Prov. Sumatera Selatan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Anomali Bouguer daerah penelitian mempunyai nilai dari 36 mGal sampai 48 mGal dengan anomali tinggi (>36 mGal) berada di sebelah utara dan timur daerah penelitian di daerah Wai Selabung, sedangkan anomali rendah (8-22 mGal) sebelah selatan dan barat menempati daerah Teluk Agung.

2. Analisa second vertical derivative anomali Bouguer dan anomali Bouguer Residual menunjukkan terdapat dua pola struktur patahan turun dan sebuah patahan naik berarah barat laut-tenggara yang searah dengan sesar utama di daerah Kota Dalam dan Teluk Agung, juga sebuah pola patahan naik berarah barat daya-timur di daerah Kota Dalam, sedangkan pada analisa peta SVD anomali Bouguer Regional menunjukan bahwa patahan utama berarah barat laut-tenggara di daerah Sinarmarga sampai Teluk Agung merupakan patahan naik.


(3)

3. Bidang diskontinuitas pada daerah penelitian berdasarkan analisis spektrum menghasilkan dua bidang diskontinuitas yang mewakili anomali residual dan regional. Bidang diskontinuitas pertama memiliki kedalaman 300 meter mewakili noise dan bidang diskontinuitas yang kedua memiliki kedalaman 2300 meter mewakili anomali regional. 4. Hasil pemodelan inversi 3D anomali Bouguer menunjukan bahwa

prospek reservoar panas bumi berada di daerah Teluk Agung pada kedalaman 900 meter dibawah MSL dengan volume total 15,7 km2. Heat source panasbumi berupa intrusi basalt lava tebat gayat berumur plistosen yang menembus sedimen batupasir yang berumur lebih tua. Berdasarkan analisis data sebaran densitas dan magnetotelluric, Cap Rock dari sistem panas bumi daerah penelitian memiliki nilai densitas <2 gr/cm3 dan nilai tahanan jenis <20 ohm berupa alterasi vulkanik.

5. Berdasarkan hasil dari analisa geokimia fluida panas bumi maka didapatkan tipe fluida panas bumi Wai selabung 3, S. Damping dan Arumantai masuk kedalam tipe bikarbonat (HCO3), sedangkan mata air panas W. Selabung 1 dan 2 bertipe klorida sulfat (Cl-SO4) dan klorida bikarbonat (Cl-HCO3). Zona upflow berada di daerah Teluk Agung dan zona outflow berada di daerah dekat sungai pada mata air panas Lubuk Suban. Berdasarkan metode Na-K-Mg dan silika didapatkan nilai temperatur 170 merupakan sistem panas bumi bertemperatur sedang. Berdasarkan data isotop D-detrium dan 18O diketahui bahwa manifestasi W. Selabung 2 dan 3 berasal dari air meteorik, sedangkan manifestai W. Selabung 1, Lubuk Suban, S. Damping, Kota Batu, Arumantai


(4)

99

mengindikasikan pengkayaan Oksigen yang menunjukan asal fluida berasal dari fluida magmatik.

6. Berdasarkan pendugaan temperatur metode Na-K-Mg dan silika mendapatkan harga 1700 C dengan tcutoff 1200C, maka estimasi potensi energi sumber daya kelas cadangan terduga pada reservoar satu di barat daerah penelitian dengan volume 2,5 Km3 didapatkan sebesar 29 MWe. Pada reservoar kedua di selatan daerah penelitian dengan volume 13,2 Km3 didapatkan potensi energi sumber daya kelas cadangan terduga sebesar 152 MWe sehingga didapatkan total estimasi potensi energi sumberdaya kelas cadangan terduga daerah Wai Selabung sebesar 182 MWe.

B.Saran

Untuk mendukung hasil studi bawah permukaan secara akurat perlu dilakukan studi lanjutan pengeboran eksplorasi sampai pengeboran pengembangan di daerah penelitian serta dilakukan korelasi dengan data geofisika, geologi, geokimia daerah penelitian secara lengkap sehingga didapatkan suatu cadangan terbukti siap produksi daerah panas bumi yang dapat dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan energi listrik nasional.


(5)

Elkins, T.A., 1951. The Second Derivative Methode of Gravity Interpretation Geophysics. Bab XVI. Hal 29-50 dan V.23, 97-127.

Harsh, G. dan Sukanta, R. 2007. Geothermal Energy: An Alternative Resource for The 21st Century. Elsevier B.V. Amsterdam.

Huenges, E. 2010. Geothermal Energy System: Exploration, Development, Utilization.Wiley Vch. Germany.

Kearey, P. 2002. An Introduction to Geophysical Exploration 3rd Edition. Blackwell ltd. London.

Konsensus Nasional. 1998. Rancangan Standar Nasional Klasifikasi Potensi Energi Panas Bumi di Indonesia. Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral. Jakarta.

Nettleton, L. L. 1939. Determination of Density for Reduction of Gravimeter Observation. Geophysics. 183.

Pedro A. S. dan Jose A. R. 2009. Gravity Surveys Contribution to Geothermal Exploration in El Salvador: The Cases of Berlin, Ahuchapan and San Vicente Areas. LaGeo. El Salvador.

Pusat Sumber Daya Geologi. 2011. Survei Terpadu Geologi, Geokimia, dan Geofisika Daerah Panas Bumi Wai Selabung, Kabupaten Oku Selatan, Provinsi Sumatra Selatan. PSDG. Bandung.

Rahadian, Y. 2013. Publikasi Ilmiah: Sistem Panas Bumi. Pusdiklat Geologi. Bandung.

Reynolds, J. M. 1997. An Introduction to Applied and Environment Geophysics.

Jhon Wiley and Sons ltd. England.

Sarkowi, M. 2014. Eksplorasi Gayaberat. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Lampung.


(6)

Suharno. 2010. Pengembangan Prospek Panas Bumi. Unila. Bandar Lampung. Supriyanto. 2007. Analisis Data Geofisika: Memahami Teori Inversi. Departemen

Fisika-FMIPA UI. Depok.

Telford, W. M. 1990. Applied Geophysics 2nd ed. Cambridge University Press. Cambridge.

UBC-Geophysical Inversion Facility. 2001. A Program Library for Forward Modelling and Inversion of Gravity Data over 3D Structures. Department of Earth and Ocean Sciences University of British Columbia. Vancouver.