ANALISIS PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH DI KECAMATAN PURBOLINGGO KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

ANALISIS PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI
PADI SAWAH DI KECAMATAN PURBOLINGGO
KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

Oleh

ENY IVAN’S

Skripsi
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2013


ABSTRAK

ANALISIS PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH
DI KECAMATAN PURBOLINGGO KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

Oleh
Eny Ivan’s

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi padi sawah (2) tingkat produktivitas dan pendapatan usahatani padi
sawah di sistem irigasi dan musim tanam yang berbeda di Kecamatan
Purbolinggo, Kabupaten Lampung Timur.
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Purbolinggo yang ditentukan secara
sengaja dengan pertimbangan jumlah produksi padi sawah tertinggi di Desa
Taman Endah dan Desa Tanjung Kesuma. Data yang digunakan meliputi data
primer dan data sekunder. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober sampai
Desember 2012. Analisis data menggunakan model fungsi produksi CobbDouglas dan uji beda Anova untuk mengetahui perbedaan produktivitas dan
pendapatan usahatani pada masing-masing klasifikasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi padi sawah di lahan sawah irigasi teknis pada musim rendeng adalah

luas lahan dan benih sedangkan pada musim gadu adalah luas lahan, pupuk urea,
dan pupuk organik. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi sawah di
lahan sawah beririgasi desa pada musim rendeng adalah luas lahan, pupuk NPK,
pupuk SP36, dan pupuk organik sedangkan pada musim gadu adalah luas lahan,
benih, pupuk urea, dan pupuk organik. (2) Rata-rata produktivitas dan pendapatan
usahatani tertinggi berada di lahan sawah irigasi teknis pada musim rendeng
sedangkan yang terendah di lahan sawah irigasi desa pada musim gadu.

Kata kunci : padi sawah, irigasi teknis, irigasi desa, produktivitas, pendapatan
usahatani

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ………………………………………………………….

Halaman
i


DAFTAR TABEL …………………………………………………….

iii

DAFTAR GAMBAR .............................................................................

vii

I.

PENDAHULUAN ........................................................................
A. Latar Belakang dan Masalah ....................................................
B. Tujuan Penelitian ......................................................................
C. Kegunaan Penelitian .................................................................

1
1
7
7


II.

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN
HIPOTESIS .................................................................................
A. Tinjauan Pustaka .......................................................................
1. Usahatani Padi Sawah dan Sistem Irigasi ………………
2. Teori Produksi, Biaya dan Pendapatan ..............................
3. Penelitian Terdahulu ..........................................................
B. Kerangka Pemikiran .................................................................
C. Hipotesis ...................................................................................

8
8
8
15
31
34
37

III. METODE PENELITIAN ............................................................

A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional ...................................
B. Penentuan Lokasi, Responden, dan Waktu Penelitian ..............
C. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data ..............................
D. Metode Analisis dan Pengujian Hipotesis ................................
1. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi
Sawah .................................................................................
2. Analisis Produktivitas dan Pendapatan Usahatani Padi .....

39
39
43
47
48

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN .....................
A. Luas dan Tata Guna Lahan .......................................................
B. Keadaan Demografi ..................................................................
C. Sarana dan Prasarana Penunjang ..............................................
D. Sistem Irigasi dan P3A …………………………………….....
E. Kondisi Kelembagaan Sosial ....................................................


57
57
58
59
62
67

49
52

ii

V.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..........................
A. Keadaan Umum Responden .....................................................
1. Usia dan Pendididkan Responden ......................................
2. Pekerjaan Responden dan Pengalaman Berusahatani ........
3. Jumlah Tanggungan Keluarga ...........................................

4. Luas dan Status Penuasaan Lahan .....................................
B. Keragaan Usahatani Padi Sawah ..............................................
1. Pola Tanam ........................................................................
2. Budidaya Padi Sawah .........................................................
C. Penggunaan Sarana Produksi ....................................................
1. Penggunaan Lahan Sawah ………………………………..
2. Penggunaan Benih ..............................................................
3. Penggunaan Pupuk .............................................................
4. Penggunaan Pestisida .........................................................
5. Penggunaan Tenaga Kerja .................................................
6. Penggunaan Peralatan ........................................................
D. Produksi dan Penerimaan Usahatani.........................................
E. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi
Sawah pada Berbagai Jaringan Irigasi dan Musim Tanam .......
1. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi di
Lahan Beririgasi Teknis Musim Rendeng ..........................
2. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi di
Lahan Beririgasi Teknis Musim Gadu ................................
3. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi di
Lahan Beririgasi Desa Musim Rendeng .............................

4. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi di
Lahan Beririgasi Desa Musim Gadu ...................................
F. Pengaruh Infrastruktur Irigasi dan Musim Tanam terhadap
Produktivitas, dan Pendapatan Usahatani .................................
1. Pengaruh Infrastruktur Irigasi dan Musim Tanam
terhadap Produktivitas Padi Sawah di Kecamatan
Purbolinggo ........................................................................
2. Pengaruh Infrastruktur Irigasi dan Musim Tanam
terhadap Pendapatan Usahatani, nilai R/C ratio, dan B/C
ratio Padi Sawah di Kecamatan Purbolinggo .....................

71
71
71
73
75
76
77
77
78

81
81
81
83
84
85
87
87
89
93
94
96
97
106

106

108

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................

A. Kesimpulan ...............................................................................
B. Saran .........................................................................................

122
122
123

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................

124

LAMPIRAN ..........................................................................................

130

1

BAB I. PENDAHULUAN

A.


Latar Belakang dan Masalah

Menurut Dillon (2009), pertanian adalah sektor yang dapat memulihkan dan
mengatasi krisis ekonomi di Indonesia. Peran terbesar sektor pertanian
adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan
kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN 2010-2014
yaitu menjamin kelangsungan produksi pangan di dalam negeri menuju
kemandirian pangan.

Beras adalah salah satu komoditas pangan istimewa di Indonesia. Hal ini
dikarenakan sebagian besar masyarakat Indonesia mengkonsumsi beras
sebagai sumber energi utama. Pemerintah memutuskan untuk impor beras
sebesar 2.750.476,2 ton dalam rangka memenuhi kekurangan konsumsi
beras bagi 237.641.326 jiwa pada tahun 2011. Kondisi demikian
menunjukkan bahwa ketahanan pangan di Indonesia sangat tergantung pada
pasokan beras dari luar negeri. Oleh karena itu, peningkatan produksi beras
dalam negeri perlu terus dilakukan secara serius. Menurut Andini (2012),
tingkat konsumsi beras yang tinggi menjadi motivasi bagi petani untuk lebih
giat mengembangkan produksi padi sawah. Besarnya jumlah impor beras
dan harga beras tingkat konsumen disajikan pada Tabel 1.

2

Tabel 1. Jumlah impor beras dan harga tingkat konsumen tahun 2005-2011
Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011

Impor
(ton)
189.616,6
438.108,5
1.406.847,6
289.689,4
250.473,1
687.581,5
2.750.476,2

Harga
(Rp)
3.301,61
4.228,64
4.944,50
5.790,89
6.137,92
7.175,62
8.126,82

Sumber : Statistika Indonesia, 2012

Kegagalan peningkatan produksi padi sawah disebabkan oleh banyak faktor,
diantaranya adalah jaringan irigasi yang tidak memadai, perubahan musim
tanam yang tidak pasti, dan biaya input produksi yang mahal. Kegagalan
tersebut akan berdampak pada kondisi ekonomi baik secara mikro maupun
makro. Secara mikro harga beras akan meningkat sehingga daya beli
masyarakat miskin menurun, sedangkan secara makro akan mengakibatkan
inflasi tinggi yang dapat menurunkan jumlah investor di dalam negeri.

Menurut Komarudin (2010), tiga hal yang menjadi permasalahan dalam
jaringan irigasi adalah efisiensi distribusi air masih rendah terutama di tingkat
jaringan tersier, manajemen operasional irigasi kurang tepat penerapannya,
dan biaya operasi serta pemeliharaan yang tidak mencukupi sehingga fungsi
jaringan irigasi cepat menurun. Menurut Darma (2005), jaringan irigasi yang
tidak efisien di Indonesia dapat menurunkan produksi padi sawah sebesar 10
persen pada tahun 2025. Oleh karena itu, manajemen pembangunan dan
pemeliharaan jaringan irigasi harus terus dievaluasi dan diperbaiki, sehingga
peningkatan produksi padi sawah dapat tercapai.

3

Dewasa ini, sering terjadi ketidaktegasan musim hujan dan kemarau sehingga
mengacaukan jadwal tanam dan pola tanam padi sawah. Menurut Nurdin
(2011), KP3I Badan Litbang Pertanian telah memprediksi bahwa perubahan
iklim berpotensi meningkatkan penurunan produksi padi sawah secara
nasional dari 2,45%-5% menjadi lebih dari 10%. Hal tersebut apabila
dibiarkan, maka akan menurunkan produksi dan pendapatan usahatani padi
sawah.

Penurunan produksi juga disebabkan karena biaya input produksi. Harga
input produksi seperti benih, pupuk, dan pestisida akan mempengaruhi minat
petani dalam berusahatani khususnya padi sawah. Semakin terjangkau harga
input produksi maka petani akan termotivasi untuk berusahatani. Oleh karena
itu, pemberian subsidi seperti harga pupuk yang dilakukan pemerintah
merupakan jalan keluar untuk peningkatan produksi padi. Harga subsidi
pupuk pada tahun 2011-2013 menurut permentan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Harga pupuk bersubsidi tahun 2011-2013 (Rp/kg)
Tahun
2011
2012
2013

Urea
1.600
1.800
1.800

SP36
2.000
2.000
2.000

ZA
1.400
1.400
1.400

NPK
2.300
2.300
2.300

Organik
500
500
500

Sumber : Zakaria, 2013

Selain ketiga hal tersebut, penurunan produksi padi di Indonesia juga
diakibatkan karena adanya konversi lahan sawah menjadi lahan non sawah.
Saat ini, tingkat alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian di Indonesia
mencapai 106.000 ha/5 th. Analisis RTRW oleh BPN tahun 2004
memperoleh indikasi bahwa di masa mendatang akan terjadi perubahan lahan

4

sawah beririgasi 3,1 juta hektar untuk penggunaan non pertanian, dimana
perubahan terbesar di pulau Jawa-Bali seluas 1,6 juta hektar atau 49,2 % dari
luas lahan sawah beririgasi.

Berdasarkan BPS (2011), Provinsi Lampung adalah sentra produksi padi
ketujuh di Indonesia setelah Provinsi Sumatra Selatan (Tabel 41, lampiran 2).
Sebagian besar produksi padi sawah di Lampung dihasilkan dari lahan sawah
beririgasi teknis. Namun, pada tahun 2007 ke 2008 lahan sawah beririgasi
desa mengalami peningkatan luas lahan sebesar 7,86 persen dan lahan sawah
beririgasi lainnya mengalami penurunan. Artinya, lahan sawah beririgasi
desa berpotensi dalam mendukung keberhasilan usahatani padi sawah di
Provinsi Lampung. Hal tersebut dibuktikan dengan terjadinya peningkatan
laju produktivitas padi sawah di Provinsi Lampung pada tahun 2008. Gambar
1 menunjukkan keragaan laju peningkatan produktivitas padi sawah di
Provinsi Lampung tahun 2001-2011.

Laju Produktivitas (%)
25,00
21,64
20,00
15,00
10,00

9,50
8,01

6,60
5,00

6,30
3,91

6,10

5,07

2,13

0,00

0,71
0,00
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Tahun

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2012
Gambar 1. Keragaan laju peningkatan produktivitas padi sawah di Provinsi
Lampung tahun 2001-2011

5

Daerah penghasil produksi padi tertinggi di Provinsi Lampung adalah
Kabupaten Lampung Tengah, disusul oleh Kabupaten Lampung Timur.
Besarnya produksi padi yang dihasilkan pada kedua daerah tersebut didukung
dengan adanya ketersediaan sarana irigasi teknis yang memadai. Luas panen,
produksi, dan produktivitas tanaman padi menurut kabupaten di Provinsi
Lampung disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Luas panen, produksi dan produktivitas padi sawah per
kabupaten/kota di Provinsi Lampung tahun 2011
Kabupaten/
Kota
Lampung Barat
Tanggamus
Lampung Selatan
Lampung Timur
Lampung Tengah
Lampung Utara
Way Kanan
Tulang Bawang
Pesawaran
Bandar Lampung
Metro
Tulang Bawang Barat
Mesuji
Pringsewu
Jumlah

Luas areal
(ha)
35.957
38.025
74.997
84.591
124.486
28.565
31.911
40.506
27.700
1.617
4.592
10.703
18.952
21.441
543.943

Produksi
(ton)
181.883
191.971
378.785
426.966
631.081
145.175
160.688
204.698
139.845
8.203
23.216
54.561
96.420
109.287
2.752.869

Produktivitas
(ton/ha)
50,58
50,49
50,51
50,47
50,74
50,82
50,36
50,54
50,49
50,73
50,56
51,06
50,88
50,97
50,61

Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Lampung, 2011
Pengairan irigasi di Kabupaten Lampung Timur bersumber dari daerah irigasi
Batanghari Utara. Salah satu kecamatan di Kabupaten Lampung Timur yang
memanfaatkan air irigasi untuk kegiatan usahatani adalah Kecamatan
Purbolinggo. Pengairan irigasi di Kecamatan Purbolinggo terdiri dari irigasi
teknis dan irigasi desa. Pengairan irigasi teknis di Kecamatan Purbolinggo
memiliki bendung cadangan yaitu bendung garongan. Hal tersebut
memberikan peluang kepada petani padi sawah untuk melakukan kegiatan
usahatani pada musim rendeng dan musim gadu. Sumber air di jaringan

6

irigasi teknis berasal dari waduk, sedangkan sumber air di jaringan irigasi
desa berasal dari sisa penggunaan air di lahan sawah irigasi teknis yang
dibendung oleh masyarakat secara swadaya di rawa-rawa.

Peningkatan produksi padi sawah juga harus memperhatikan faktor-faktor
yang mempengaruhi produksi seperti luas lahan, benih, pupuk, pestisida dan
tenaga kerja. Namun demikian, penggunaan pestisida tidak dapat
dimasukkan ke dalam analisis regresi. Hal tersebut disebabkan kandungan
bahan aktif di setiap merek dagang pestisida yang digunakan petani adalah
berbeda. Umumnya, setiap petani menggunakan lebih dari satu merek
dagang pestisida, sehingga menyebabkan vaiasi yang sangat besar dalam
perolehan data. Oleh karena itu, pestisida tidak digunakan untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tetapi digunakan untuk
mengetahui besarnya pendapatan usahatani yang diterima petani responden
disebabkan adanya biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pestisida.

Jumlah penggunaan sarana produksi dan biaya yang dikeluarkan untuk
berusahatani padi sawah pada musim tanam rendeng dan gadu di lahan sawah
beririgasi teknis dan desa dimungkinkan berbeda. Oleh karena itu, penelitian
tentang analisis produksi dan pendapatan usahatani padi di Kecamatan
Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur sangat diperlukan.

Berdasarkan pada uraian terdahulu maka permasalahan peneliti dirumuskan
sebagai berikut :

7

1) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi padi sawah pada
berbagai sistem irigasi pada musim tanam rendeng dan gadu di
Kecamatan Purbolinggo, Kabupaten Lampung Timur?
2) Pada kondisi yang bagaimanakah produktivitas dan keuntungan usahatani
padi sawah tertinggi di Kecamatan Purbolinggo, Kabupaten Lampung
Timur?

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui:
1) Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi sawah pada berbagai
sistem irigasi pada musim tanam rendeng dan gadu di Kecamatan
Purbolinggo, Kabupaten Lampung Timur.
2) Tingkat produktivitas dan pendapatan usahatani padi sawah tertinggi di
Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur.

C. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1) Masyarakat, sebagai bahan masukan dalam melaksanakan kegiatan
usahataninya.
2) Pemerintah, sebagai informasi dalam menyusun kebijakan dan upayaupaya peningkatan produksi padi sawah.
3) Peneliti lain, sebagai bahan informasi dan perbandingan.

8

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1.

Usahatani Padi Sawah dan Sistem Irigasi

a. Agronomis padi
Menurut Purwono dan Purnamawati (2009), padi tergolong dalam
famili Gramineae (rumput-rumputan). Padi dapat beradaptasi pada
lingkungan aerob dan nonaerob. Batang padi berbuku dan berongga,
dari buku batang inilah tumbuh anakan atau daun. Akar padi adalah
akar serabut yang sangat sensitif dalam penyerapan hara, tetapi peka
terhadap kekeringan. Biji padi mengandung butiran pati amilosa dan
amilopektin yang mempengaruhi mutu dan rasa nasi.

Tanaman padi dapat hidup baik didaerah yang berhawa panas dan
banyak mengandung uap air. Curah hujan yang baik rata-rata 200
mm per bulan atau lebih, dengan distribusi selama 4 bulan, curah
hujan yang dikehendaki per tahun sekitar 1500 -2000 mm. Suhu
yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi 23 °C. Tinggi tempat
yang cocok untuk tanaman padi berkisar antara 0 -1500 m dpl.
Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah tanah
sawah yang kandungan fraksi pasir, debu dan lempung dalam

9

perbandingan tertentu dengan diperlukan air dalam jumlah yang
cukup. Padi dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang ketebalan
lapisan atasnya antara 18 -22 cm dengan pH antara 4 -7 (Dinas
Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantul, 2012).

Menurut Tjahjadi (1989), beberapa hama perusak tanaman padi
sebagai berikut :
a) Hama perusak persemaian : tikus, ulat tanah, ulat grayak, lalat
bibit.
b) Hama perusak akar : nematoda, anjing tanah, uret, kutu akar padi
c) Hama perusak batang : tikus, penggerek batang, hama ganjur
d) Hama pemakan daun : pengorok daun, kumbang, belalang, ulat
tanah, ulat kantung
e) Hama penghisap daun : thrips, kepik, walang sangit, wereng
coklat, wereng hijau
f) Hama perusak buah : walang sangit, kepik, ulat, tikus, burung
g) Hama di penyimpanan : ulat, kumbang, tikus
h) Penyakit padi : penyakit kresek, blast, bercak daun, gosong,
busuk batang, dan virus.

b. Budidaya padi sawah
Ciri khusus budidaya padi sawah adalah adanya penggenangan
selama fase pertumbuhan tanaman. Budidaya padi sawah dilakukan
pada tanah yang berstruktur lumpur. Tahapan budidaya padi sawah
secara garis besar adalah penyiapan lahan, penyemaian, penanaman,

10

pemupukan, pemeliharaan tanaman, dan panen. Pemberian air pada
tanaman padi disesuaikan dengan kebutuhan tanaman yakni dengan
mengatur ketinggian genangan. Ketinggian genangan berkisar 2-5
cm, karena jika berlebihan dapat mengurangi jumlah anakan. Prinsip
pemberian air adalah memberikan pada saat yang tepat, jumlah yang
cukup, kualitas air yang baik, dan disesuaikan fase pertumbuhan
tanaman.

c. Faktor produksi padi
Benih yang disarankan adalah benih bersertifikat atau berlabel biru.
Pada setiap musim tanam sebaiknya dilakukan penggiliran benih.
Kebutuhan benih 20-25 kg/ha dengan terlebih dulu dilakukan
perendaman di dalam larutan air garam selama 24 jam. Perendaman
dimaksudkan untuk memecahkan dormansi.

Pupuk yang digunakan sebaiknya kombinasi antara pupuk organik
dan buatan. Pupuk organik berupa pupuk kandang atau kompos
dengan dosis 2-5 ton/ha yang diberikan pada saat pengolahan tanah.
Pupuk buatan terdiri dari urea 200 kg/ha, SP36 75-100 kg/ha, KCl
75-100 kg/ha. Urea diberikan 2-3 kali yaitu 14 HST, 30 HST, dan
saat menjelang primordial bunga sedangkan SP36 dan KCl diberikan
saat tanam. Dosis penggunaan pupuk disesuaikan dengan keadaan
potensi dan daya dukung tanah tersebut.

11

d. Sistem irigasi teknis dan desa
Sistem irigasi dapat diterjemahkan sebagai upaya manusia
memodifikasi distribusi air, yang terdapat dalam saluran alamiah,
dengan menggunakan bangunan dan saluran buatan untuk
memanipulasi seluruh atau sebagian air untuk keperluan produksi
tanaman pertanian (Small dan Svendsen, 1995; Sinulingga, 1997).
Menurut Peraturan Pemerintah No 20 tahun 2006 sistem irigasi
meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi,
kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumber daya manusia.

Merujuk pada pengertian sistem irigasi di atas, Small dan Svendsen
(1995) menguraikan tiga subsistem yang ada dalam sistem irigasi,
yaitu: (1) subsistem akuisisi, yang mencakup unsur fisik dan
kelembagaan yang berkaitan dengan penangkapan air dari
sumbernya; (2) subsistem distribusi, yang mencakup unsur-unsur
yang terkait dengan pergerakan aliran air dari sumbernya ke pinggir
petakan tempat air akan digunakan; dan (3) subsistem aplikasi, yang
terdiri atas unsur-unsur yang terkait dengan pengaplikasian air ke
tanah.

Secara keseluruhan sistem irigasi merupakan suatu bangunan irigasi
yang dimulai dari suatu daerah bendungan dan menyebar ke berbagai
daerah pertanian melalui saluran-saluran pembagi primer sampai
kuarter. Sementara secara institusional, pengelolaan irigasi bersifat
lintas sektoral. Setidaknya terdapat dua departemen sekaligus dua

12

sistem, yaitu sistem irigasi dan sistem pertanian. Patut dipahami
bahwa suatu sistem irigasi hanya mempersoalkan penyaluran air
(subsistem distribusi) dari sumbernya (subsistem akuisisi) hingga ke
petakan lahan pertanian (subsistem aplikasi). Sementara proses
budidaya tanaman di lahan-lahan yang memperoleh air irigasi sudah
bukan masalah sistem irigasi lagi, melainkan sistem pertanian.

Sistem irigasi terdiri dari sistem irigasi teknis dan desa. Menurut
sumber air yang didapatkan, sistem irigasi teknis adalah suatu
bangunan irigasi yang sumber airnya berasal dari waduk atau sumber
air utama, saluran pemberi terpisah dari saluran pembuang agar
penyediaan dan pembagian air ke dalam lahan sawah tersebut dapat
sepenuhnya diatur dan diukur dengan mudah. Sistem irigasi desa
adalah suatu bangunan irigasi yang sumber airnya berasal dari air di
lahan sawah irigasi teknis yang dibendung dan dikelola oleh
masyarakat.

Menurut Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2006 irigasi berfungsi
mendukung produktivitas usaha tani guna meningkatkan produksi
pertanian dalam rangka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan
masyarakat, khususnya petani, yang diwujudkan melalui
keberlanjutan sistem irigasi. Keberlanjutan sistem irigasi ditentukan
oleh tiga hal, yaitu :
a) Keandalan air irigasi yang diwujudkan melalui kegiatan
membangun waduk, waduk lapangan, bendungan, bendung,

13

pompa, dan jaringan drainase yang memadai, mengendalikan
mutu air, serta memanfaatkan kembali air drainase.
b) Keandalan prasarana irigasi yang diwujudkan melalui kegiatan
peningkatan, dan pengelolaan jaringan irigasi yang meliputi
operasi, pemeliharaan, dan rehabilitasi jaringan irigasi di daerah
irigasi.
c) Meningkatnya pendapatan masyarakat petani dari usahatani yang
diwujudkan melalui kegiatan pengembangandan pengelolaan
sistem irigasi yang mendorong keterpaduan dengan kegiatan
diversifikasi dan modernisasi usahatani.

Sistem irigasi bila dilihat berdasarkan karakteristik sumberdayanya
maka sumber air dan segala aspek pemanfaatannya bersifat
sumberdaya milik bersama (common pool resources) dan polisentris.
Sifat tersebut sulit membatasi orang untuk memanfaatkannya, biaya
pembatasnya (exclusion cost) menjadi tinggi, pengambilan suatu unit
sumber daya akan mengurangi kesediaan bagi pihak lain untuk
memanfaatkannya. Menurut Arif (2006), sistem irigasi sebagai
sistem sosio-kultural masyarakat keberhasilan manajemen sistem
irigasi tergantung pada azaz legal dan tujuan manajemen yang jelas,
modal (asset) dasar yang kuat dan sistem manajemen yang handal
untuk dapat mewujudkan tujuan manajemen yang telah disusun
lengkap dengan kriteria keberhasilannya.

14

Menurut Mawardi dan Memed (2004), irigasi adalah suatu cara
mengambil air dari sumbernya guna keperluan pertanian, dengan
mengalirkan dan membagikan air secara teratur dalam usaha
pemanfaatan air untuk mengairi tanaman. Pembangunan irigasi
bertujuan secara langsung dan tidak langsung. Tujuan langsung yaitu
membasahi tanah untuk menambah kandungan air dan udara dalam
proses pertumbuhan tanaman serta sebagai pengangkut unsur hara
untuk perbaikan tanah. Tujuan tidak langsung yaitu sebagai
penunjang usaha pertanian yang meliputi pengaturan suhu tanah,
pemberantasan hama, pembersihan tanah, mempertinggi permukaan
air tanah, membersihkan buangan air kota dan menimbun tanah-tanah
rendah dengan jalan mengalirkan air berlumpur menjadi cukup tinggi
sehingga genangan yang terjadi selanjutnya tidak terlampau dalam
(koltamasi).

Irigasi meliputi beberapa petak pengairan yang berfungsi
memudahkan pengalokasian air irigasi. Petak-petak irigasi tersebut
terdiri dari :
a) Petak Primer
Saluran induk yang mengambil air langsung dari bangunan
penangkap air, misalnya bendung pada sungai.
b) Petak Sekunder
Petak irigasi yang mengambil/memperoleh air dari saluran
sekunder.

15

c) Petak Tersier
Petak irigasi yang lebih kecil dari petak sekunder yang
mengambil air dari bangunan bagi pada saluran sekunder
maupun pada saluran primer.
d) Petak Kwarter
Cabang-cabang saluran tersier ini merupakan saluran-saluran
kwarter dan melayani petak-petak kwarter.

Beberapa faktor penyebab yang mempengaruhi kerusakan jaringan
irigasi adalah erosi karena air, tumbuhnya vegetasi, pengendapan,
pengaruh cuaca, pengaruh hewan, pelanggaran peraturan-peraturan,
kurang perhatian kepada operasi dan pemeliharaan, banjir, serta
perencanaan dan pembangunan yang tidak memadai.

2.

Teori Produksi, Biaya, dan Pendapatan

Produksi adalah suatu kegiatan untuk menghasilkan barang-barang dan
jasa dari bahan-bahan atau faktor-faktor produksi dengan tujuan untuk
mendapatkan nilai yang lebih besar. Keputusan dalam berproduksi ini
terdiri dari keputusan dalam jangka waktu yang pendek dan jangka waktu
yang panjang. Menurut Sukirno (2008), analisis kegiatan memproduksi
dikatakan dalam jangka pendek apabila sebagian dari faktor produksi
dianggap tetap jumlahnya. Di dalam masa tersebut produsen
(perusahaan) tidak dapat menambah jumlah faktor produksi yang
dianggap tetap sedangkan analisis dalam jangka panjang apabila semua
faktor produksi dapat mengalami perubahan.

16

Menurut Soekartawi (2010), faktor produksi adalah semua korbanan
yang diberikan pada tanaman agar tanaman tersebut mampu tumbuh dan
menghasilkan dengan baik. Faktor produksi ini dikenal pula dengan
istilah input dan korbanan produksi dan memang sangat menentukan
besar-kecilnya produksi yang diperoleh. Hubungan faktor produksi
(input) dan produksi (output) biasanya disebut dengan fungsi produksi.

Daniel (2002) mengatakan dalam ilmu pertanian yang menjadi aspek
sumberdaya atau faktor-faktor produksi secara umum terdiri dari tanah,
modal, tenaga kerja, dan manajemen. Menurutnya, walaupun
sumberdaya tersedia dalam jumlah yang memadai namun tanpa adanya
kemampuan mengelola dengan baik, maka penggunaan sumberdaya
tersebut tidak efisien.
a. Tanah atau luas lahan
Luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha yang pada
akhirnya akan mempengaruhi efisien atau tidaknya suatu usaha
pertanian. Semakin luas lahan semakin tidak efisien lahan tersebut
sebaliknya semakin sempit lahan maka semakin efisien lahan
tersebut. Hal ini didasarkan pada upaya pengawasan, penggunaan
faktor produksi seperti tenaga kerja, dan persediaan modal.
b. Modal
Pada negara berkembang pada umumnya petani memiliki modal yang
kecil, karenanya petani memerlukan kredit usahatani agar mereka
mampu mengelola usahataninya dengan baik. Pada dasarnya
pembentukan modal bertujuan untuk pembentukan modal lebih lanjut

17

dan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan usahatani.
Pembentukan modal ada tiga cara yaiu :
a) Produksi
b) Penabungan dari produksi
c) Pemakaian benda tabungan untuk produksi selanjutnya.
c.

Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah suatu alat kekuatan fisik dan otak manusia yang
tidak dapat dipisahkan dari manusia dan ditujukan pada usaha
produksi. Tenaga kerja ternak atau traktor bukan termasuk faktor
tenaga kerja, tetapi termasuk modal yang menggantikan tenaga kerja.
Tenaga kerja pertanian rakyat terdiri dari tenaga kerja dalam
keluarga dan luar keluarga. Tenaga kerja dalam keluarga terdiri dari
kepala keluarga, istri dan anak sedangkan tenaga kerja luar keluarga
adalah tenaga kerja yang dibayar.

d.

Manajemen atau pengelolaan
Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani bertindak sebagai
pengelola atau manajer dari usahanya. Pengelolaan atau manajemen
menjadi sangat penting karena selain produktivitas juga menentukan
efisiensi dari usahatani yang dikelola. Dalam pengelolaan akan ada
elemen-elemen, fungsi-fungsi, dan kegiatan yang mengambil bagian
dalam proses pengelolaan tersebut. Semua ini tergantung pada
kemampuan sumber daya manusianya, gagasan, kebijaksanaan, dan
langkah yang diambil didukung dengan sarana dan prasarana yang
memadai.

18

Menurut Sumodiningrat dan Lanang (1993), fungsi produksi adalah suatu
fungsi yang menggambarkan hubungan teknis atau fungsional antara
output yang dihasilkan dari input yang dibutuhkan dalam proses
produksi. Fungsi produksi memiliki tiga konsep umum yaitu konsep
produksi total (PT), konsep produksi rata-rata (PR) dan konsep produksi
marjinal (PM). PT adalah jumlah total produksi yang dihasilkan dengan
menggunakan semua faktor-faktor produksi selama periode waktu
tertentu. PR adalah jumlah total produksi per satuan faktor produksi
variabel. PM adalah perubahan output total yang diakibatkan oleh
tambahan atau perubahan input variabel sebesar satu unit. Persamaan
PT, PR dan PM dapat dituliskan sebagai berikut :
Y= f (X1, X2, X3, ......, Xn)
Keterangan :
Y = Produksi yang dihasilkan
X = Faktor-faktor produksi yang digunakan (1,2,3, ... n)
f = Fungsi hubungan perubahan dari input menjdi output
PR

= PT/X

PM

= ∆Y/∆X

Menurut Haryono (2005), dalam fungsi produksi terdapat perubahan
relatif dari produk yang dihasilkan disebabkan oleh perubahan relatif
faktor produksi yang disebut sebagai elastisitas produksi (EP). Secara
matematis elastisitas produksi dapat dituliskan sebagai berikut :

EP
EP
EP

= (∆Y/Y) / (∆X/X)
= (∆Y/∆X) . (X/Y)
= PM/PR

19

Menurut Soekartawi (2003), ada tiga macam bentuk fungsi produksi
yaitu fungsi produksi linear, kuadratik, dan eksponensial (Cobb
Douglas). Fungsi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan
yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu
disebut dengan variabel dependen atau variabel yang dijelaskan (Y) dan
yang lain disebut variabel independen atau variabel yang menjelaskan
(X). Penyelesaian hubungan antara Y dan X dilakukan dengan cara
regresi, sehingga variasi dari Y akan dipengaruhi oleh variasi dari X.
Secara matematik, fungsi Cobb-Douglas dapat dituliskan sebagai berikut:
b

b

b

b

Y = aX1 1 X2 2 … Xi i … Xn n eu
b

Y = a πXi i eu

Keterangan :
Y = Peubah yang dijelaskan (ouput)
Xi = Input (i=1,2,3, .... n)
b0 = Titik potong (intersep)
bi = Koefesien regresi (elastisitas produksi)
e = Bilangan natural (2,7182)
n = 1,2,3, ..... n
u = Unsur sisa
Bila fungsi Cobb-Douglas tersebut dinyatakan oleh hubungan Y dan X,
maka : Y = f ( X1, X2, ..., Xi, ..., Xn), untuk memudahkan pendugaan dan

menyelesaikan persamaan tersebut, maka persamaan diubah menjadi
bentuk linier berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut
sebagai berikut :

LnY= ln b0 + b1 lnX1 + b2 lnX2 + b3lnX3 ..... + bn lnXn + u

20

Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah
bentuk fungsinya menjadi fungsi linear, maka ada beberapa persyaratan
yang harus dipenuhi sebelum seseorang menggunakan fungsi CobbDouglas, yaitu :
a) Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol. Sebab logaritma dari
nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui.
b) Perlu asumsi tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan.
Ini artinya, kalau fungsi Cobb-Douglas yang dipakai sebagai model
katakanlah dua model, maka perbedaan model tersebut terletak pada
intercept dan bukan pada kemiringan garis model tersebut.
c) Tiap variabel X adalah perfect competition.
d) Perbedaan lokasi seperti iklim adalah sudah tercakup pada faktor
kesalahan u.

Menurut Soekartawi (2003), Fungsi Cobb-Douglas lebih banyak
digunakan oleh para peneliti dibandingkan fungsi yang lainnya, hal ini
dikarenakan beberapa kelebihan fungsi Cobb-Douglas yaitu :
a) Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan
dengan fungsi yang lain, seperti fungsi kuadratik. Kemudahannya
karena dapat ditransformasikan ke dalam bentuk linear.
b) Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan
menghasilkan koefesien regresi yang sekaligus juga menunjukkan
besaran elastisitas.
c) Besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat besaran
return to scale.

21

Kelebihan fungsi Cobb-Douglas tersebut selaras dengan pendapat
Gujarati (2006), yakni tiap koefesien kemiringan parsial mengukur
elastisitas parsial dari variabel tak bebas terhadap variabel penjelas yang
bersangkutan, dengan mempertahankan semua variabel lain pada tingkat
yang konstan.

Hubungan antara peubah produksi total (PT), produk rata-rata (PR),
produk marginal (PM), dan elastisitas produksi (EP) dapat dilihat pada
Gambar 2.

C
B

A

Gambar 2. Kurva fungsi produksi klasik dengan tiga tahapan produksi
Sumber : Sumodiningrat dan Lanang (1993)

Situasi seperti pada Gambar 2 dijelaskan oleh hubungan PT, PR, dan PM.
Produksi total (PT) akan semakin naik dengan bertambahnya input
produksi higga mencapai titik C, kemudian akan turun. Pada saat kurva
produk total mencapai titik A, kurva produk marginal mencapai titik

22

maksimum. Dengan tambahan input terus-menerus, kurva PM akan
mencapai nol (PM=0) tepat pada saat produk total mencapai maksimum.
Kurva produk rata-rata (PR) selalu lebih rendah dibandingkan produk
marginal hingga titik B, yang merupakan titik PR maksimum dan tepat
pada saat kurva PT mencapai titik singgung, pada saat ini nilai PR sama
dengan nilai PM. Kemudian setelah titik B, kurva PR akan berada di
atas kurva PM.

Pada Gambar 2, berdasarkan nilai elastisitas produksi, terdapat tiga
kemungkinan daerah produksi yang meliputi daerah rasional (01, yaitu nilai X antara 0 sampai
dengan Xi, pada daerah tersebut nilai PM berada di atas nilai PR.
Daerah I adalah yang tidak rasional, karena dalam daerah ini
penambahan faktor produksi sebesar 1% akan menyebabkan
penambahan output lebih dari 1%. Seorang pengusaha atau petani di
dalam daerah ini akan menambah penggunaan faktor produksi untuk
memperbesar output dan dan meningkatkan keuntungannya.
2) daerah II dengan 0