ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH

Oleh : Gilda Vanessa Tiku

  A14103111

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

  ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT SISTEM MINA PADI DAN SISTEM NON MINA PADI (Kasus Desa Tapos I dan Desa Tapos II, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Oleh : GILDA VANESSA TIKU

  A14103111

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

RINGKASAN

  GILDA VANESSA TIKU. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi (Kasus Desa Tapos I dan Desa Tapos II, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Di bawah bimbingan

  RITA NURMALINA.

  Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia memicu peningkatan konsumsi dan peningkatan kebutuhan lain selain pangan. Contohnya kebutuhan akan papan yakni pembangunan perumahan, gedung-gedung sekolah, peribadatan, pusat perbelanjaan, perkantoran, dan lain sebagainya. Hal ini berdampak langsung menggeser fungsi lahan ke non pertanian. Dari hal diatas timbul permasalahan yang serius, di satu sisi kebutuhan akan konsumsi meningkat dan disisi lain lahan pertanian justru berkurang. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, solusi yang ingin ditempuh salah satunya melalui peningkatan fungsi lahan yang masih ada contohnya dengan menerapkan sistem tumpang sari.

  Sistem tumpang sari merupakan sistem pertanian dengan menerapkan dua jenis atau lebih komoditi yang diusahakan dalam satu lahan yang sama. Dari berbagai sistem tumpang sari, sistem mina padi merupakan sistem yang dianggap cukup bermanfaat dan aman untuk digunakan bagi petani terutama bagi petani padi sawah yang komoditinya merupakan pangan pokok bagi lebih dari 95 persen penduduk Indonesia. Selain menguntungkan, sistem mina padi dapat mendukung ketahanan pangan dalam menyumbangkan asupan gizi berupa karbohidrat dan protein hewani sekaligus. Disamping itu dari penelitian sebelumnya terbukti dapat meningkatkan keseimbangan dan perbaikan ekologi sebab hama padi merupakan pakan alami bagi ikan sebagai predator dan kotoran ikan merupakan pupuk alami bagi tanaman padi. Adanya simbiosis mutualisme antara padi dan ikan dapat mendukung ketersediaan pangan dan perbaikan lingkungan sekaligus.

  Hanya saja sistem ini masih sulit untuk diadopsi di areal persawahan pada umumnya. Sehingga, sistem ini masih jarang dijumpai dalam pertanian di Indonesia. Kurangnya informasi dan pelatihan tentang sistem ini menyebabkan petani cenderung tidak menerapkannya disawah. Untuk itu, diperlukan penelitian dan penelusuran informasi yang lebih mendalam tentang sistem ini guna meningkatkan ketersediaan pangan khususnya padi sebagai pangan pokok dan ikan sebagai pangan tambahan. Selain itu, diharapkan dapat mengetahui sistem ini menguntungkan atau tidak jika diterapkan di lokasi penelitian. Hal ini diharapkan dapat memberikan informasi guna meningkatkan kesejahteraan petani khususnya petani padi sawah.

  Tujuan dari penelitian yang ingin dicapai adalah: (1) Mengkaji keragaan usahatani padi sawah di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, baik dengan sistem mina padi maupun dengan sistem non mina padi. (2) Menganalisis pendapatan usahatani mina padi dan non mina padi. (3) Menganalisis perbandingan antara pendapatan usahatani dan biaya usahatani sistem mina padi dan sistem non mina padi (RC). Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada bulan Juli sampai September 2007. Data yang diperlukan dalam penelitian ini merupakan data

  (purposive) dengan menggunakan sistem sampel stratifikasi sederhana (stratified sampling). Populasi petani dibagi menjadi 2 populasi, yaitu berdasarkan sistem minapadi dan non minapadi. Kemudian dari masing-masing populasi tersebut diambil masing-masing 15 responden, sehingga total responden sebanyak 30 orang.

  Dari hasil penelitian dapat dikaji bahwa irigasi merupakan faktor yang sangat memiliki peranan penting dalam menentukan luas tanam padi sawah secara umum dan luas penerapan sistem mina padi secara khusus di desa penelitian. Air yang melimpah dan cukup ketersediaannya bagi tanah sangat diperlukan oleh tanaman padi khususnya padi sawah. Lain halnya dengan penerapan sistem mina padi. Sistem ini ternyata tidak hanya memerlukan air yang melimpah atau cukup, namun juga stabil dan konstan ketersediaannya bagi ikan di sawah. Jika ketersediaan air terbatas atau mendadak tidak mengalir di sawah, maka serentak ikan akan mati. Hanya lahan-lahan yang melimpah dan stabil irigasinya yang dapat mengadopsi sistem tumpang sari mina padi ini.

  Hasil analisis pendapatan usahatani dapat diketahui bahwa sistem mina padi pendapatan atas biaya tunai dan atas biaya tidak tunainya lebih besar dari sistem non mina padi jika tidak terserang penyakit. Sedangkan jika terserang penyakit, yang terjadi justru sebaliknya. Dari hasil analisis dengan rata-rata lahan yang sama sistem mina padi menghasilkan pendapatan yang lebih besar dari sistem non mina padi. Demikian halnya dengan perbandingan pendapatan dan biaya usahatani sistem mina padi lebih besar dari sistem non mina padi. Namun pada saat terserang penyakit, sistem non mina padi justru lebih menguntungkan.

  Lahan sawah sistem mina padi umumnya kurang produktif dibanding lahan sawah sistem non mina padi, karena sistem non mina padi didukung oleh volume benih padi yang lebih besar dan penggunaan varietas IR64 yang lebih produktif dibanding varietas Ciherang yang digunakan petani mina padi dan lahan yang umumnya lebih rendah dari lahan mina padi. Meskipun demikian sistem mina padi masih tetap lebih unggul pendapatan kotor maupun pendapatan bersihnya karena dibantu oleh penerimaan dari hasil panen ikan disawah. Sehingga, sistem ini dinilai lebih menguntungkan dan efisien, namun lebih beresiko dibanding sistem non mina padi. Resiko yang dialami pun cenderung tidak terlalu besar, karena jika terserang penyakit pendapatan turun menjadi lebih rendah dari sistem non mina padi namun masih tetap menguntungkan karena nilai perbandingan pendapatan dan biaya (RC) masih diatas satu.

  Dengan berkonsentrasi pada varietas IR64 dan Ciherang, pemerintah dapat meningkatkan kuantitas padi dengan masa tanam yang relatif lebih singkat, sehingga pemerintah dapat meningkatkan pasokan beras dan mendukung ketahanan pangan di Indonesia. Jika penggunaan bibit ini dibarengi dengan penerapan sistem mina padi sebagai penghasil padi sekaligus ikan, dapat lebih memperkuat ketahanan pangan bagi masyarakat.

  Judul Skripsi : Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina

  Padi dan Sistem Non Mina Padi (Kasus di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

  Nama : Gilda Vanessa Tiku NRP : A14103111

  Menyetujui, Dosen Pembimbing

  Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS NIP 131 685 542

  Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

  Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP 131 124 019

  Tanggal Kelulusan:

PERNYATAAN

  DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT SISTEM MINA PADI DAN NON MINA PADI (KASUS DESA TAPOS I DAN DESA TAPOS II, KECAMATAN TENJOLAYA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT)” ADALAH KARYA SENDIRI DAN BELUM DIAJUKAN DALAM BENTUK APAPUN KEPADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN. SUMBER INFORMASI YANG BERASAL ATAU DIKUTIP DARI KARYA YANG DITERBITKAN MAUPUN TIDAK DITERBITKAN DARI PENULIS LAIN TELAH DISEBUTKAN DALAM TEKS DAN DICANTUMKAN DALAM DAFTAR PUSTAKA DI BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI.

  Bogor, Januari 2008

  Gilda Vanessa Tiku NRP A14103111

RIWAYAT HIDUP

  Penulis dilahirkan di Makassar Provinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 26 Oktober 1984. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara, pasangan Dr. Ferry Rita, M.Hum dan Yetty Batong.

  Penulis meyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Inpres Tatura I ,Palu (Provinsi Sulawesi Tengah) yang kemudian dilanjutkan di SLTP Negeri 2 Palu dan lulus pada tahun 1999. Selanjutnya penulis mengenyam pendidikan menengah atas di SMU Kristen Barana, Tana Toraja (Provinsi Sulawesi Selatan) dan lulus pada tahun 2002.

  Pada tahun 2003 penulis diterima pada Program Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru).

  Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam beberapa organisasi diantaranya sebagai anggota Paduan Suara IPB Agria Swara dan Persekutuan Mahasiswa Kristen, Komisi Pelayanan Anak (KPA).

KATA PENGANTAR

  Dengan segala kerendahan hati penulis panjatkan puji dan syukur kepada Allah Bapa yang telah melimpahkan berkat, rahmat, dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Sistem Non Mina Padi (Kasus di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)”. Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

  Penelitian ini ditujukan untuk mengkaji keragaan usahatani padi sawah di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, menganalisis pendapatan usahatani mina padi dan non mina padi, dan menganalisis perbandingan nilai pendapatan dan biaya usahatani untuk sistem mina padi dan sistem non mina padi.

  Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu memberikan bimbingan, bantuan, dukungan, dan doa yang akan selalu penulis kenang dan syukuri. Penulis berusaha mewujudkan kesempurnaan dalam menyajikan skripsi ini. Namun, penulis menyadari bahwa sebagai manusia pasti memiliki kekurangan dan keterbatasan. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

  Bogor, Januari 2008

  Penulis

UCAPAN TERIMA KASIH

  Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah mencurahkan berkat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga skripsi yang berjudul Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Sistem Non Mina Padi (Kasus di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) ini dapat diselesaikan.

  Penulis juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar- besarnya kepada:

  1. Mama dan Papa tersayang, Geritz, Gerald dan Gaby. Paman dan Nenekku yang paling galak tapi baik hati, tidak sombong dan gemar menabung, Om Pedi dan Nenek Ga’deng. Om Alex dan keluarga, keluarga besar Buntu Ria dan keluarga besar Rita. Terima kasih telah membesarkan, mendidik dan menyayangiku selama ini.

  2. Dr. Ir. Rita Nurmalina Suryana, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan kenyamanan dalam membimbing, arahan, informasi, dukungan dan waktu yang sangat berharga kepada penulis selama menyusun skripsi ini.

  3. Ir. Joko Purwono, MS selaku dosen penguji utama.

  4. Tintin Sarianti, SP selaku wakil dari Komisi Pendidikan Departemen Agribisnis.

  5. Para petani dan aparat desa Tapos I dan Tapos II yang telah bersedia menjadi responden dan memberikan informasi, izin, bantuan dan perhatian selama ini.

  6. Teman-temanku AGB 40 yang bersedia menemani pengambilan data dari rumah-ke rumah petani menyisir lokasi kaki Gunung Salak untuk dua desa sekaligus dan membantu sebagai Penerjemah Bahasa Sunda yakni: Tria, Rima (Iboh), Sieska, Ajeng, Arni, Ani Alviah. Terima kasih banyak atas segala bantuan dan pertolongannya.

  7. Pramudia Utama Sofyan yang telah bersedia menjadi pembahas seminar dan atas kritik dan sarannya.

  8. Teman seperjuangan Greth, Mya, Uci, Agus, Rika atas kebersamaannya sejak TPB (tingkat satu) dan semoga tali silahturahmi tetap kita jaga.

  9. Teman seKKP Aini, Amel, Rica, Eko dan Hendrik. Terima kasih atas kerja samanya selama didesa.

  10. Teman seperjuangan dikelas Andi, Lita, Yeyen, Aswab, Rama, Wira plus Galih dan semua teman-teman AGB angkatan 40 lainnya atas kerja sama dan kebersamaannya selama empat tahun masa kuliah.

  11. Teman sekosan Echa, Ani, Nabol, Dina, Ahmed, Sius, Tari, Mega, Joice, Nita, Whelma, Sahat, Dodo, Tigor plus Iwa atas kebersamaan dan bantuannya selama ini, dan semua anak perwira 44 yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu.

  12. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini semoga mendapat balasan yang lebih baik dari Tuhan. Amien

  19. Rata-Rata Perbandingan Pendapatan dan Biaya Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi.......................................120

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

  Pertambahan jumlah penduduk mendorong meningkatnya kebutuhan manusia yang beraneka ragam, oleh karena itu perlu digalakkan usaha peningkatan produksi beras sebagai bahan makanan pokok. Indonesia sudah merintis usaha peningkatan produksi beras sejak Pelita I sampai saat ini. Hasilnya cukup menggembirakan dengan tercapainya swasembada beras pada tahun 1984 (Supriadiputra dan Setiawan, 2005).

  Lahan sawah yang subur sebagai sumber daya lahan utama produksi beras semakin lama semakin berkurang. Hal ini di akibatkan adanya pergeseran fungsi lahan ke fungsi non pertanian. Untuk mengatasi hal itu perlu dilakukan usaha pendayagunaan lahan yang ada melalui intensifikasi (Supriadiputra dan Setiawan, 2005).

  Tabel 1. Keseimbangan Permintaan dan Ketersediaan Beras untuk Konsumsi di Indonesia Tahun 2001- 2004

  Tahun Kebutuhan (ton) Produksi tersedia Defisit (ton)

  (ton)

  Sumber: Statistik Pertanian dan Departemen Pertanian, 2004

  Kemudian, beras bukan hanya berfungsi sebagai komoditi pangan dan ekonomis, tetapi juga merupakan komoditas politik dan keamanan. Beras sebagai Kemudian, beras bukan hanya berfungsi sebagai komoditi pangan dan ekonomis, tetapi juga merupakan komoditas politik dan keamanan. Beras sebagai

  Peningkatan produksi beras nasional cukup menggembirakan. Hal ini terlihat pada Tabel 1. Namun, apabila dilihat secara menyeluruh hal itu belum meningkatkan pendapatan para petani. Pemilikan lahan garapan per kapita yang relatif sempit menjadi alasannya. Salah satu jalan keluar yang dapat ditempuh untuk dapat meningkatkan pendapatan petani, yaitu dengan merekayasa lahan pertanian dengan teknologi yang tepat guna. Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu dengan mengubah strategi pertanian dari sistem monokultur ke arah diversivikasi pertanian, misalnya dengan menerapkan sistem mina padi. Perubahan strategi ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pangan dan meningkatkan pendapatan petani. Sistem budi daya ikan di sawah merupakan salah satu sistem yang praktis untuk meningkatkan efisiensi penggunaan lahan pada areal pertanaman padi sawah yang sempit.

  Manusia memerlukan zat makanan lain untuk meningkatkan kekuatan dan kesehatan tubuhnya selain kebutuhan beras, yaitu protein. Kebutuhan protein dapat dipenuhi oleh sumber protein hewani dan sumber protein nabati. Ikan merupakan salah satu penghasil protein yang sangat baik.

  Lahan sawah dimanfaatkan sebagai tempat memelihara ikan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Dengan adanya pemeliharaan ikan di sawah, maka banyak hal positif yang terkandung didalamnya dan mengikutinya. Misalnya, peningkatan pendapatan petani. Dalam hal ini selain mendapatkan padi, Lahan sawah dimanfaatkan sebagai tempat memelihara ikan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Dengan adanya pemeliharaan ikan di sawah, maka banyak hal positif yang terkandung didalamnya dan mengikutinya. Misalnya, peningkatan pendapatan petani. Dalam hal ini selain mendapatkan padi,

1.2. Perumusan Masalah

  Khairuman dan Amri (2002) menyatakan bahwa pemanfaatan sawah sebagai tempat penanaman padi sekaligus sebagai tempat pemeliharaan ikan, dapat diterima karena pemeliharaan kedua komoditas tersebut bersifat komplementer. Artinya, kegiatan ini dapat berjalan sekaligus tanpa mengganggu keberhasilan satu sama lain sehingga pada akhirnya diperoleh hasil yang optimal. Selain memperoleh keberhasilan dari pemanenan padi, petani sekaligus menerima keuntungan dari pemanenan ikan. Kalaupun terjadi kegagalan dalam pemanenan padi, petani ikan tidak perlu berkecil hati karena masih ada hasil pemanenan ikan yang bisa menutupi kerugian bercocok tanam padi di sawah.

  Kegiatan pemeliharaan ikan di sawah ternyata sudah dilakukan sejak lama dan kian hari kian berkembang ke arah pengusahaan yang lebih maju. Ada yang mengusahakannya secara sederhana, ada juga yang sudah melakukannya secara intensif. Usaha semacam ini lebih populer dengan sebutan “Inmindi” atau Intensifikasi Mina Padi. Namun demikian, di beberapa daerah lain kegiatan seperti ini tidak banyak dilakukan bahkan tidak populer sama sekali. Hal ini bisa terjadi karena kurang tersebarnya informasi, baik mengenai seluk beluk kegiatan ini maupun manfaatnya (Khairuman dan Amri, 2002).

  Pola tumpang sari mina padi sangat baik dan efisien dalam penggunaan lahan, namun sangat jarang ditemukan di Indonesia. Tidak semua petani padi Pola tumpang sari mina padi sangat baik dan efisien dalam penggunaan lahan, namun sangat jarang ditemukan di Indonesia. Tidak semua petani padi

  Direktorat Jendral Perikanan dan Kelautan melalui Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Tasikmalaya saat ini sedang bekerja sama memperkenalkan Program Pemerintah yang sudah setahun berjalan yang dilaksanakan di daerah tersebut yakni di Tasikmalaya yaitu program GEMPAR (Gerakan Mina Padi Rakyat). Kebijakan pemerintah ini cukup berhasil bagi 73 petani mina padi di daerah Tasikmalaya dengan memberikan bantuan permodalan bagi setiap petani berdasarkan luas lahan garapan (Barniati, 2007).

  Intensifikasi Mina Padi sejauh ini belum pernah diteliti secara ilmiah apakah benar-benar menguntungkan atau tidak bagi para petani padi sawah di Kabupaten Bogor khususnya di Kecamatan Tenjolaya Desa Tapos I dan Desa Tapos II yang merupakan sentra komoditi padi di Bogor (Badan Pusat Statistik

  Bogor, 2003 a ). Sebab selain output berupa hasil panen ikan, pola ini pun dibarengi dengan input berupa biaya-biaya berupa benih, pakan, tenaga kerja. Selain itu

  belum pernah dibuktikan secara nyata bahwa dengan adanya ikan di sawah maka performa ikan mempengaruhi hasil produksi padi atau tidak.

  Desa Tapos I dan Tapos II dapat dijadikan lokasi rujukan bagi pemerintah untuk melanjutkan keberhasilan program GEMPAR-nya di daerah lain jika sistem Intensifikasi Mina Padi dinilai layak dan cukup menguntungkan untuk dikembangkan. Diharapkan pula program ini dapat memajukan pertanian di Indonesia.

  Sehubungan dengan hal tersebut, maka masalah yang dapat dirumuskan adalah :

  1. Bagaimana keragaan usahatani padi sawah di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, baik dengan sistem mina padi maupun dengan sistem non mina padi?

  2. Bagaimana pengaruh sistem mina padi terhadap pendapatan usahatani padi sawah?

  3. Bagaimana perbandingan antara pendapatan dan biaya pada sistem mina padi dan non mina padi?

1.3. Tujuan Penelitian

  Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka adapun tujuan penelitian ini adalah:

  1. Mengkaji keragaan usahatani padi sawah di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, baik dengan sistem mina padi maupun dengan sistem non mina padi.

  2. Menganalisis pendapatan usahatani mina padi dan non mina padi.

  3. Menganalisis perbandingan antara pendapatan dan biaya usahatani (RC).

1.4. Kegunaan Penelitian

  Penelitian ini diharapkan berguna bagi beberapa pihak sebagai berikut :

  1. Sebagai bahan kajian dalam merumuskan program dan kebijakan di bidang pertanian dan usaha penyempurnaan sistem pertanian.

  2. Sebagai masukan bagi petani agar dapat mengelola usahataninya secara produktif dan efisien.

  3. Sebagai bahan penelitian yang akan datang untuk memperbaiki dan lebih menyempurnakan perkembangan usahatani padi sawah.

  4. Sebagai bahan kajian dan informasi tingkat kesejahteraan dan pendidikan petani padi sawah di Kabupaten Bogor.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Komoditas Padi

  Padi (Oryza sativa) merupakan tanaman pangan yang dihasilkan dalam jumlah terbanyak di dunia dan menempati daerah terbesar di wilayah tropika (Sanchez, 1993 dalam Sumiati, 2003).

  Siregar (1981) menyatakan bahwa begitu banyak kontroversi mengenai asal usul tanaman padi. Namun berdasarkan beberapa pihak, tanaman padi berasal dari Cina, karena di wilayah tersebut banyak ditemukan jenis-jenis padi liar, terlebih dibagian negara Cina yang berbatasan dengan negara India sebelah utara. Hal ini didasarkan pada teori vavilov yang menyatakan bahwa daerah asal-usul suatu tanaman ditandai dengan terdapatnya pemusatan jenis-jenis tanaman liar tersebut (Manurung, 1998 dalam Sumiati, 2003). Sastra-sastra Cina, menyatakan bahwa tanaman padi telah dibudidayakan oleh kaisar SHEN-MUNG di Cina 5000 tahun sebelum Masehi. Jenis-jenis padi liar inilah yang memelopori, mendahului dan menjadi saudara dari tanaman padi yang kita kenal sekarang yaitu tanaman padi tergolong Oryza sativa L. dan yang dibudidayakan oleh umat manusia diseluruh dunia penanam padi.

  Tumbuhan padi (Oryza sativa L.) termasuk golongan tumbuhan Gramineae yang ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Ruas- ruas itu merupakan bubung kosong. Pada kedua ujung bubung kosong itu bubungnya ditutup oleh buku. Panjang ruas tidak sama. Ruas yang terpendek terdapat pangkal batang. Ruas yang kedua, ruas yang ketiga, dan seterusnya Tumbuhan padi (Oryza sativa L.) termasuk golongan tumbuhan Gramineae yang ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Ruas- ruas itu merupakan bubung kosong. Pada kedua ujung bubung kosong itu bubungnya ditutup oleh buku. Panjang ruas tidak sama. Ruas yang terpendek terdapat pangkal batang. Ruas yang kedua, ruas yang ketiga, dan seterusnya

  Tepat pada buku bagian atas ujung dari daun pelepah memperlihatkan percabangan di mana cabang yang terpendek menjadi apa yang disebutkan ligulae (lidah) daun, dan bagian yang terpanjang dan terbesar menjadi daun kelopak. Dimana daun pelepah itu menjadi ligulae dan daun kelopak terdapat dua embel sebelah kiri dan kanan embel-embel mana disebutkan auricle. Warna dari ligulae dan auricle kadang-kadang hijau dan kadang-kadang ungu dan dengan demikin auricle itu dapat dipergunakan sebagai determinatie identitas suatu varietas.

  Gambar 1. Tanaman Padi di Areal Sawah

  Tumbuhan padi bersifat merumpun, artinya tanaman-tanamannya anak- beranak. Demikianlah misalnya jika bibit yang hanya sebatang saja ditanamkan dalam waktu yang sangat singkat telah dapat membentuk satu dapuran, dimana terdapat 20-30 atau lebih anakantunas-tunas baru (Siregar, 1981).

  Tanaman padi pada umumnya merupakan tanaman semusim dengan empat fase pertumbuhan, yaitu fase vegetatif cepat, vegetatif lambat, reproduktif dan pemasakan. Secara garis besar, tanaman padi terbagi kedalam dua bagian yaitu bagian vegetatif dan bagian generatif, dimana bagian vegetatif terdiri dari akar, Tanaman padi pada umumnya merupakan tanaman semusim dengan empat fase pertumbuhan, yaitu fase vegetatif cepat, vegetatif lambat, reproduktif dan pemasakan. Secara garis besar, tanaman padi terbagi kedalam dua bagian yaitu bagian vegetatif dan bagian generatif, dimana bagian vegetatif terdiri dari akar,

  Tanaman padi memerlukan unsur hara, air dan energi. Unsur hara merupakan unsur pelengkap dari komposisi asam nukleit, hormon dan enzim yang berfungsi sebagai katalis dalam merombak fotosintesis atau respirasi menjadi senyawa yang lebih sederhana. Air diperoleh tanaman padi dari dalam tanah dan energi diperoleh dari hasil fotosintesis dengan bantuan cahaya matahari.

  Surono (2001) menyatakan bahwa sebagai salah satu Tim Pengkaji Kebijakan Perberasan Nasional produksi padi pada prinsipnya tergantung pada dua variabel, yaitu luas panentanam dan hasil per hektar (produktivitas). Musim panen raya berlangsung dari bulan Februari sampai dengan bulan Mei. Diperkirakan luas panen pada periode tersebut mencapat 55,5 persen. Panen berikutnya (disebut panen gadu) antara bulan Juni-September mengambil porsi sebanyak 30 persen, sisanya disebut musim paceklik berlangsung antara bulan Oktober-Januari tahun berikutnya. Pola produksi ini juga mengikuti pola panen, curah hujan dan proses pertumbuhan tanaman. Pola tanaman seperti itu akan terus berlangsung sampai sekarang maupun masa mendatang.

  Budaya konsumsi beras cukup sulit untuk dihilangkan dari masyarakat Indonesia. Alasan yang sangat mendasar ialah karena telah menjadi kebiasaan masyarakat. Jika belum mengkonsumsi beras, maka belum dikatakan makan oleh sebagian besar penduduk Indonesia. Selain itu, makan nasi merupakan budaya yang telah mengakar sejak zaman nenek moyangnya dahulu.

  Beras bukan hanya berfungsi sebagai komoditi pangan dan ekonomis, tetapi juga merupakan komoditas politik dan keamanan. Betapa pentingnya beras Beras bukan hanya berfungsi sebagai komoditi pangan dan ekonomis, tetapi juga merupakan komoditas politik dan keamanan. Betapa pentingnya beras

2.2. Mina Padi

  Sistem Mina Padi ialah sistem pemeliharaan ikan yang dilakukan bersama padi di sawah (Afrianto dan Liviawaty, 1998). Usaha semacam ini lebih populer dengan sebutan “Inmindi” atau Intensifikasi Mina Padi. Umumnya sistem ini hanya digunakan untuk memelihara ikan yang berukuran kecil (fingerling) atau menumbuhkan benih ikan yang akan dijual sebagai ikan konsumsi. Ikan mas dan jenis karper lainnya merupakan jenis ikan yang paling baik dipelihara di sawah, karena ikan tersebut dapat tumbuh dengan baik meskipun di air yang dangkal, serta lebih tahan terhadap panas matahari (Suharti, 2003).

2.2.1. Penggolongan Budi Daya Ikan di Sawah

  Djiwakusumah (1980) menyatakan bahwa sawah merupakan tempat yang baik untuk memelihara ikan, khususnya ikan mas, karena disawah terdapat jasad- jasad hewani dan nabati yang langsung dimanfaatkan oleh ikan. Pemeliharaan ikan bersama dengan padi ternyata dapat menaikkan produksi padi, karena ekskresi ikan dapat memupuk kesuburan tanah dan demikian pula sisa-sisa makanan tambahan yang diberikan kepada ikan, umumnya dedak, dapat bertindak sebagai pupuk. Di beberapa daerah di Indonesia khususnya di Jawa Barat, Djiwakusumah (1980) menyatakan bahwa sawah merupakan tempat yang baik untuk memelihara ikan, khususnya ikan mas, karena disawah terdapat jasad- jasad hewani dan nabati yang langsung dimanfaatkan oleh ikan. Pemeliharaan ikan bersama dengan padi ternyata dapat menaikkan produksi padi, karena ekskresi ikan dapat memupuk kesuburan tanah dan demikian pula sisa-sisa makanan tambahan yang diberikan kepada ikan, umumnya dedak, dapat bertindak sebagai pupuk. Di beberapa daerah di Indonesia khususnya di Jawa Barat,

  Menurut Khairuman dan Amri (2002), bahwa belakangan ini di daerah Parahyangan atau Jawa Barat muncul variasi lain yang populer dengan istilah parlabek. Dalam praktiknya parlabek dilakukan tidak hanya terkait antara ikan dan tanaman padi tetapi dengan memadukan tiga komoditas sekaligus, yaitu pemeliharaan ikan, padi, dan pemeliharaan ternak unggas. Sehingga saat ini budi daya ikan di sawah semakin beragam yakni :

(1) Penyelang

  Penyelang adalah usaha pemeliharaan ikan di sawah sebelum penanaman padi. Waktunya tidak terlalu lama, sekitar 3-4 minggu, menunggu padi di persemaian sampai siap untuk ditanam di sawah. Umumnya kegiatan penyelang lebih cocok dan banyak dilakukan pada saat musim hujan atau awal masuk musim hujan, saat petani sudah menyemai benih padi di persemaian. Interval waktu menunggu padi di persemaian sampai mencapai ukuran siap tanam inilah yang dimanfaatkan untuk pemeliharaan ikan. Selanjutnya, setelah dipelihara beberapa minggu, pemanenan ikan dilakukan bertepatan dengan pengolahan tanah sawah menjelang pertanaman padi baru.

  Gambar 2. Salah Satu Lahan Sawah di Desa Tapos I

  Pada Gambar 2 diatas dapat dilihat bahwa lahan tersebut telah bersih atau telah selesai diolah dan sedang digenangi sambil memelihara benih ikan. Pada latar belakang gambar juga tampak garis hijau terang yang merupakan lahan persemaian untuk lahan ini nantinya.

(2) Palawija

  Palawija adalah usaha pemeliharaan ikan disawah yang dilakukan setelah padi dipanen dan sawah belum segera digunakan untuk penanaman padi. Umumnya, pemeliharaan sistem palawija dilakukan setelah selesai panen padi pada musim kemarau. Sambil menunggu datangnya musim hujan sebagai awal musim tanam berikutnya, sawah dimanfaatkan untuk pemeliharaan ikan. Dengan begitu, pemeliharaan ikan sistem palawija ini dapat dilakukan lebih lama daripada sistem penyelang, yaitu bisa berkisar 2-3 bulan, dari selesai panen padi pada musim hujan berikutnya. Pemeliharaan sistem palawija lebih cocok dilakukan pada lokasi yang suplai airnya tersedia sepanjang tahun.

(3) Mina Padi

  Mina padi biasa juga disebut tumpang sari. Istilah mina padi berasal dari bahasa Sansekerta yaitu mina (yang berarti ikan). Mina padi dapat diartikan sebagai sistem pemeliharaan ikan di sawah yang dilakukan bersamaan dengan penanaman atau pemeliharaan padi. Batas masa pemeliharaan ikan pada sistem mina padi berkisar 45-65 hari. Batas masa pemeliharaan ikan ini terkait erat dengan umur padi. Dalam praktiknya, waktu pemanenan ikan disesuaikan dengan tujuan penanaman ikan, untuk pendederan atau pembesaran.

  Parlabek

  Parlabek sebenarnya merupakan variasi pemeliharaan ikan di sawah dari sistem mina padi. Parlabek merupakan singkatan dari bahasa sunda (Jawa Barat), par dari kata pare atau padi, la dari kata lauk atau ikan, dan bek dari kata bebek atau itik. Jadi, parlabek adalah pemeliharaan ikan sistem mina padi yang dikombinasikan denga pemeliharaan bebek atau itik dalam satu unit persawahan. Itik dalam sistem parlabek dilepas dan bebas berkeliaran di sawah mina padi dan dapat dikandangkan disekitar sawah atau halaman rumah atau pekarangan.

  Oka, Swastika dan Sudana (1992) mengemukakan bahwa usahatani sistem mina padi dapat mengurangi pemakaian insektisida maupun tumbuhnya rumput. Hal ini terjadi karena terciptanya hubungan yang harmonis antara padi, ikan, air, dan tanah. Sehingga tercapai kondisi keseimbangan ekologis yang baik, dengan demikian serangan hama dan rumput menjadi berkurang.

  Fagi, Permana dan Syamsiah (1991) mengemukakan bahwa dengan mina padi, penggunaan pupuk akan lebih rendah dari pemupukan padi tanpa perlakuan Fagi, Permana dan Syamsiah (1991) mengemukakan bahwa dengan mina padi, penggunaan pupuk akan lebih rendah dari pemupukan padi tanpa perlakuan

2.2.2. Jenis-jenis Padi untuk Mina Padi

  Menurut Supriadiputra dan Setiawan (2005), padi yang akan ditanam sebaiknya dipilih yang cocok dengan lahan mina padi. Varietas padi itu harus memenuhi kriteria berikut :

  - Tahan genangan pada awal pertumbuhan - Ketinggian tanaman sedang

  - Perakaran dalam

  Karena sawah merupakan lahan yang terendam, maka tanaman padi yang ditanam sebaiknya mempunyai perakaran yang dalam dan kuat agar tidak mudah roboh.

  - Cepat beranak

  Kurang lebih 7 hari setelah penanaman padi, areal akan digenang air. Untuk menghindari keterlambatan pertumbuhan tunas akibat genangan tadi, sebaiknya dipilih tanaman padi yang cepat bertunas banyak.

  - Batang kuat dan tidak mudah rebah

  Karena banyak air disekitar perakaran, maka kemungkinan air yang diserap tanaman lebih banyak. Akibatnya, batang tanaman padi menjadi lemah. Untuk mencegah masalah itu, sebaiknya padi yang ditanam mempunyai batang yang kuat dan tidak mudah rebah.

  - Tahan hama dan penyakit

  Semua tanaman yang akan ditanam harus mempunyai sifat tahan terhadap hama penyakit.

  - Produksi tinggi - Daun tegak

  Untuk memperbanyak sinar matahari yang dapat diterima oleh permukaan daun, sehingga diharapkan hasil fotosintesis besar dan hasil padi tentunya akan meningkat.

  - Rasanya enak sehingga disukai masyarakat

  Gambar 3. Padi Varietas IR64 yang Sedang di Tanam di Sawah

  Dengan menilik sifat-sifat yang dikehendaki dalam sistem mina padi, maka tanaman padi yang dianjurkan untuk ditanam pada areal mina padi antara lain IR 64, Ciliwung, Citanduy, Dodokan, Cisadane.

2.2.3. Jenis-jenis Ikan untuk Mina Padi

  Menurut Supriadiputra dan Setiawan (2005), agar mendapatkan hasil yang tinggi, ikan yang akan ditebarkan sebaiknya memenuhi persyaratan berikut :

  Hal ini untuk menghindari hewan pemangsa sebab warna yang mencolok akan menarik perhatian hewan pemangsa. Sebaiknya dihindari warna merah dan kuning keemasan. Paling baik adalah warna gelap.

  - Tahan hidup di air dangkal dan panas

  Ketinggian air pada sistem mina padi biasanya sekitar 20-30 cm dan bersuhu tinggi. Oleh karena itu, harus dicari jenis ikan yang tahan terhadap dua kondisi tersebut agar pertumbuhan ikan tidak terganggu.

  - Dipilih dari induk unggul dan sehat

  Apabila ikan yang ditebar berasal dari induk yang unggul dan sehat, maka diharapkan pertumbuhannya akan baik. Induk yang unggul dan sehat untuk ikan mas, misalnya, yaitu yang berasal dari strain majalaya.

  - Disukai oleh masyarakat dan mempunyai harga jual yang memuaskan

  Selain ikan mas dan tawes, jenis ikan lain yang juga baik dibudidayakan dengan sistem ini yaitu ikan tambakan, mujair, nila, dan nilem. Menurut Khairuman dan Amri (2002) waktu penebaran benih ikan di

  sawah dataran rendah berbeda dengan penebaran di sawah dataran sedang. Di sawah dataran rendah, ikan ditebarkan 5-7 hari setelah tanaman padi, sedangkan di sawah dataran sedang ikan ditebar 10-12 hari setelah tanam padi. Hal ini disebabkan kecepatan pertumbuhan padi di sawah dataran sedang relatif lebih lambat. Jika ikan ditebar lebih awal, resiko kemungkinan merusak tanaman padi lebih besar.

  Padat penebaran benih ikan disesuaikan dengan tujuan pemeliharaan. Ukuran padat penebaran ikan mas yang disarankan untuk ditebar di sawah tercantum di Tabel 2. Untuk ikan jenis lainnya dapat memakai patokan tersebut.

  Cara penebaran benih, pada prinsipnya sama dengan cara penebaran yang dilakukan pada sistem penyelang dan palawija, yaitu melalui proses aklimatisasi atau adaptasi terlebih dahulu.

  Tabel 2. Padat Penebaran Benih Ikan Mas

  Golongan Benih

  Ukuran (cm)

  Berat (g

  Padat Penebaran

  ekor)

  (ekor ha)

  Kebul (larva stadia akhir)

  0,5 - 1,0

  10 - 12 liter

  Sumber : Suryapermana, dkk. 1994.

2.2.4. Kamalir

  Menurut Khairuman dan Amri (2002), dalam budi daya sawah sistem usahatani mina padi terdapat perbedaan bentuk sawah dengan sistem non mina padi. Pada sistem mina padi, sawahnya terdapat kamalir atau caren yang merupakan saluran yang dibuat dibagian paling dalam petakan sawah. Ada juga kamalir yang dibuat membelah bagian tengah sawah tegak lurus sejajar sisi lebar pematang.

  Di sawah yang dijadikan tempat pemeliharaan ikan, kamalir dibutuhkan sekali. Fungsi utama kamalir dalam pemeliharaan ikan bersama padi di sawah sebagai berikut:

  1. Melindungi ikan dari kekeringan. Dengan adanya kamalir, sekalipun bagian tengah sawah sudah kering, ikan akan bertahan dikamalir dengan sisa air yang masih tertinggal di kamalir.

  2. Melindungi ikan dari hama. Kamalir yang memiliki kedalaman memadai akan menjadi tempat berlindung yang aman bagi ikan dari serangan hama, seperti sero atau linsang dan ular.

  3. Memudahkan proses pemanenan. Saat panen, sawah disurutkan sampai tinggal sedikit sehingga ikan akan berkumpul di kamalir yang masih menyisakan air macak-macak. Ikan yang sudah berkumpul di kamalir akan mudah dipanen.

  4. Tempat memberi makan ikan. Kamalir menjadi tempat memberi makan ikan yang baik karena terletak dibagian pinggiran sawah, sehingga pemberian pakan akan efektif.

  5. Memudahkan mobiltas ikan. Kamalir merupakan tempat ikan bergerak secara leluasa dan dengan mudah bisa berpindah-pindah ke seluruh petakan sawah. Kamalir umumnya dibuat dengan lebar 40-45 cm, tinggi 25-30 cm, dan

  panjangnya tergantung dari panjang atau lebar petakan sawah. Berdasarkan hasil penelitian, luas kamalir yang optimum adalah 2-4 dari luas petakan sawah. Produksi padi di sawah tidak akan berkurang walaupun penggunaan lahan sawah untuk tanaman padi menurun karena digunakan untuk kamalir. Berkurangnya penggunaan lahan sawah diimbangi dengan tingginya produksi padi yang ditanam dibarisan pinggir. Menurut Jangkaru (2002), konstruksi kamalir cukup bervariasi antara lain keliling, silang dan salib.

2.3. Usahatani Padi

  Usahatani menurut Soekartawi (1986) adalah organisasi yang pelaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial baik yang terikat geneologis, politis maupun teritorial sebagai pengelolanya. Menurut Soeharjo dan Patong (1973) usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan oleh perorangan ataupun sekumpulan orang untuk menghasilkan output yang dapat memenuhi kebutuhan keluarga ataupun orang lain disamping motif mencari keuntungan.

  Pada dasarnya usahatani padi memiliki dua faktor yang akan mempengaruhi proses produksi, yaitu faktor internal penggunaan lahan, tenaga kerja dan modal serta faktor-faktor eksternal yang meliputi faktor produksi yang tidak dapat dikontrol oleh petani seperti iklim, cuaca, perubahan harga dan sebagainya. (1) Tanah

  Tanah memiliki beberapa sifat antara lain : (1) luas relatif tetap atau dianggap tetap, (2) tidak dapat dipindahkan, dan (3) dapat dipindahtangankan dan atau diperjualbelikan. Dalam usahatani, lahan didefinisikan sebagai tempat produksi dan tempat tinggal keluarga petani. Tingkat kesuburan dan luas lahan mempunyai pengaruh yang nyata dalam peningkatan produksi padi.

  Besarnya luas lahan usahatani mempengaruhi petani dalam menerapkan cara-cara berproduksi. Luas lahan usahatani yang relatif kecil membuat petani sukar mengusahakan cabang usaha yang bermacam-macam, karena ia tidak dapat memilih kombinasi-kombinasi cabang usaha yang paling menguntungkan.

  (2) Tenaga Kerja

  Dalam ilmu ekonomi, tenaga kerja didefinisikan sebagai sumber daya manusia untuk melakukan usaha menghasilkan atau memproduksi barang atau jasa. Angkatan kerja (labour force) ialah bagian dari penduduk yang sanggup menghasilkan barang atau jasa dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

  Dalam usahatani primitif, alam memegang peranan utama sebagai penghasil produksi, akan tetapi dengan berkembangnya usahatani, alam dan tenaga kerja menjadi sangat berperan dalam proses produksi usahatani. Adapun sifat pekerjaan dalam usahatani adalah: (1) Pekerjaan dalam usahatani sifatnya tidak kontinu, banyak dan lamanya waktu kerja tergantung dari jenis tanaman, waktu dan musim, (2) Dalam usahatani tidak terdapat spesialis pekerjaan, sehingga seorang petani harus mengetahui tahap pekerjaan dari awal sampai akhir hingga memperoleh produksi, dan (3) Dalam usahatani terdapat ikatan yang erat antar pekerjaan yang diupah dengan petani sebagai pelaksana.

  Gambar 4. Tenaga Kerja Ternak dan Tenaga Kerja Pria

  Sumber: FAO (Food and Agriculture Organization), 2005

  Jenis tenaga kerja dalam usahatani meliputi tenaga kerja manusia, ternak dan mesin. Tenaga kerja manusia dibedakan atas tenaga kerja pria, wanita dan anak-anak. Tenaga kerja pria biasanya dapat mengerjakan seluruh pekerjaan. Tenaga kerja wanita umumnya digunakan untuk menanam, memelihara tanamanmenyiang dan panen, sedangkan tenaga kerja anak-anak digunakan untuk menolong pekerjaan pria dan wanita. Beberapa pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh manusia, digantikan dengan tenaga mesin dan hewan. Kemampuan kerja dari masing-masing tenaga kerja ini diperhitungkan dengan setara kerja pria atau Hari Orang Kerja (HOK).

  Tenaga kerja usahatani dapat diperoleh dari dalam keluarga dan luar keluarga petani. Tenaga luar keluarga dapat diperoleh dengan cara upahan, dimana upah pekerja pria, wanita dan anak-anak berbeda. Pembayaran upah dapat harian atau mingguan ataupun setelah usai pekerjaan, atau bahkan borongan. Tenaga upahan ini ada juga yang dibayar dengan natura atau hasil panen. Tenaga kerja dalam keluarga umumnya tidak diperhitungkan karena sulit dalam pengukuran penggunaannya, biasanya tenaga kerja ini lebih banyak digunakan pada petani yang menggarap lahan sempit. (3) Modal

  Modal merupakan unsur pokok usahatani yang penting. Dalam pengertian ekonomi, modal adalah barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta pengelolaan menghasilkan barang-barang baru, yaitu berupa produksi pertanian.

  Menurut Hernanto dalam Handayani (2006) dalam usahatani modal meliputi tanah, bangunan-bangunan (gudang, kandang, lantai jemur, pabrik dan Menurut Hernanto dalam Handayani (2006) dalam usahatani modal meliputi tanah, bangunan-bangunan (gudang, kandang, lantai jemur, pabrik dan

  Modal menurut sifatnya dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) Modal tetap (fixed capital) yang diartikan sebagai modal yang tidak habis pada satu periode produksi atau dapat digunakan berkali-kali dalam proses satu kali produksi, modal tetap ini meliputi tanah dan bangunan, dan (2) Modal bergerak (working capital), yaitu jenis modal yang habis atau dianggap terpakai habis dalam satu periode proses produksi. Modal bergerak ini meliputi alat-alat pertanian, bibit, pupuk, obat-obatan dan uang tunai.

2.4. Analisis usahatani

  Analisis usahatani bertujuan untuk melihat keberadaan suatu aktivitas usahatani. Usahatani dapat dikatakan berhasil dari segi finansial, apabila usahatani tersebut telah dapat menunjukkan hal-hal sebagai berikut (Kurniati, 1995 dalam Hartono, 2000): (1)

  Usahatani tersebut menghasilkan penerimaan yang dapat menutupi semua biaya atau pengeluaran.

  Usahatani tersebut dapat menghasilkan penerimaan tambahan untuk membayar bunga modal yang dipakai, baik modal sendiri maupun modal yang dipinjam.

  Usahatani tersebut dapat memberikan balas jasa pengelolaan yang wajar kepada petani itu sendiri.

  Usahatani tetap produktif pada akhir tahun, seperti halnya pada awal tahun produksi. Dalam melakukan analisis usahatani harus mengetahui besarnya biaya

  yang dikeluarkan dan nilai produksi yang akan dicapai selama umur proyek, yang keduanya dapat dihitung dari usahatani tersebut.

  Menurut Pandia dkk, 1986 dalam Nugroho, 2001 ditinjau dari segi bisnis, petanipengusaha akan dapat menikmati hasil usahanya jika memiliki :

  a. Kemampuan berproduksi

  b. Kemampuan memasarkan produknya

  c. Kemampuan mengelola usahataninya secara efisien

2.5. Biaya Usahatani

  Biaya adalah korbanan yang dicurahkan dalam proses produksi semula fisik, kemudian diberi nilai rupiah (Hernanto, 1988 dalam Handayani, 2006). Sedangkan menurut Soekartawi, et.al. (1986) menyebutkan bahwa biaya atau pengeluaran usahatani adalah semua nilai masuk yang habis dipakai atau dikeluarkan di dalam proses produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani.

  Menurut Daniel (2004), dalam usahatani dikenal dua macam biaya, yaitu biaya tunai atau biaya yang dibayarkan dan biaya tidak tunai atau biaya yang tidak dibayarkandiperhitungkan. Biaya tunai atau biaya yang dibayarkan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar upah tenaga kerja luar keluarga, biaya untuk pembelian input produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan dan bawon panen juga termasuk biaya iuran pemakaian air dan irigasi, pembayaran zakat dan lain-lain.

  Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani jika modal dan nilai kerja keluarga diperhitungkan. Selain itu, biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung nilai penyusutan dari penggunaan suatu peralatan.

  Budi daya ikan di sawah merupakan suatu kegiatan pertanian yang memadukan budi daya ikan dengan budi daya padi di sawah. Diharapkan dengan sistem ini dapat meningkatkan pendapatan para petani karena banyak hal yang menguntungkan dalam kegiatan ini.

  Komponen biaya yang digunakan untuk pemeliharaan ikan di sawah relatif murah, sebab biaya yang dikeluarkan untuk penyediaan lahan, pengairan dan pengolahan tanah sudah termasuk ke dalam biaya penanaman padi (Supriadiputra dan Setiawan, 2000). Lahan dan air yang digunakan untuk memelihara ikan sama dengan lahan yang digunakan untuk menanam padi. Demikian pula biaya pengolahan tanah sudah termasuk ke dalam biaya pengolahan tanah untuk menanam padi.

  Menurut Afrianto dan Liviawati (1998), sistem perikanan terpadu dapat memperkecil resiko kehilangan sumber penghasilan, karena dari sistem ini tidak mengandalkan pada satu sumber saja, sehingga kegagalan salah satu jenis usaha dapat ditopang oleh keberlangsungan usaha yang lainnya.

2.6. Analisis Pendapatan

  Pendapatan usahatani merupakan selisih biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh (Tjakrawiralaksana, 1983). Besarnya pendapatan yang diterima merupakan balas jasa untuk tenaga kerja, modal kerja keluarga yang Pendapatan usahatani merupakan selisih biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh (Tjakrawiralaksana, 1983). Besarnya pendapatan yang diterima merupakan balas jasa untuk tenaga kerja, modal kerja keluarga yang

  Soeharjo dan Patong (1977) juga menyebutkan bahwa analisis pendapatan usahatani mempunyai kegunaan bagi pemilik faktor produksi dimana ada dua tujuan utama dari analisis pendapatan, yaitu (1) menggambarkan keadaan sekarang dari suatu kegiatan usahatani, dan (2) menggambarkan keadaan yang akan datang dari suatu kegiatan usahatani. Analisis pendapatan usahatani sendiri sangat bermanfaat bagi petani untuk mengukur tingkat keberhasilan dari usahataninya.

  Bagi seorang petani, analisis pendapatan membantunya untuk mengukur apakah usahataninya pada saat itu menguntungkan atau tidak menguntungkan. Usahatani dikatakan sukses apabila pendapatan yang diperoleh memenuhi syarat- syarat sebagai berikut:

  a. Cukup untuk membayar semua pembelian sarana produksi termasuk biaya angkutan dan biaya administrasi yang mungkin melekat pada pembelian tersebut.

  b. Cukup untuk membayar bunga modal yang ditanamkan (termasuk pembayaran sewa tanah atau pembayaran dana depresi modal).

  c. Cukup untuk membayar tenaga kerja yang dibayar atau bentuk-bentuk upah lainnya untuk tenaga kerja yang tidak diupah.

  Analisis pendapatan usahatani memerlukan dua informasi, yaitu informasi keadaan seluruh penerimaan dan informasi seluruh pengeluaran selama waktu yang telah ditetapkan (Soekartawi, 1986).

2.7. Analisis Profitabilitas

  Keberhasilan dari suatu usahatani selain diukur dengan nilai mutlak (analisis pendapatan), juga diukur dari analisis efisiensinya (Soeharjo dan Patong, 1977). Salah satu ukuran efisiensinya adalah penerimaan untuk tiap rupiah yang dikeluarkan (revenue cost ratio). Dalam analisis RC akan diuji seberapa jauh nilai rupiah yang dipakai dalam kegiatan usahatani yang bersangkutan dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Semakin tinggi nilai RC rasio, menunjukkan semakin besar keuntungan yang diperoleh dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan. Sehingga dengan perolehan nilai RC rasio yang semakin tinggi maka tingkat efisiensi pendapatan pun semakin baik.

2.8. Penelitian Terdahulu

  Menurut hasil penelitian Setiawan (1994) sistem budi daya ikan di sawah merupakan alternatif usaha yang dapat meningkatkan pendapatan petani. Persentase peningkatan tersebut lebih besar dari persentase tambahan biaya. Pola tanam budi daya ikan di sawah yang optimal adalah dengan mengusahakan penyelang ikan ditambah dengan sistem mina padi baik musim tanam 1 maupun musim tanam 2. Pola tanam tersebut cukup menguntungkan bila dibanding pola tanam yang lain di daerah penelitian.

  Berdasarkan hasil penelitian Sari (2007), yang berjudul ‘Analisis Dampak Kenaikan Harga Beras Terhadap Pola Konsumsi Beras Rumah Tangga di Cipinang Jakarta Timur’ didapat hasil bahwa terjadi perubahan pada masyarakat Indonesia khususnya diJakarta terhadap komoditi beras pada saat terjadi kenaikan harga pada perubahan jenis beras dan perubahan frekuensi pembelian terutama pada masyarakat Kelas Menengah dan Kelas Bawah. Bagi Kelas Atas tidak terjadi perubahan jenis beras dan frekuensi pembelian. Sedangkan bagi Kelas Menengah cenderung menurunkan kualitas beras agar pengeluaran untuk makanan khususnya beras tetap sama seperti harga beras naik. Responden pada kelas ini mengkonsumsi beras dengan kualitas sedang yakni jenis Sentra, Ramos, Rojolele dan Cianjur. Kelas Menengah cenderung untuk mengurangi frekuensi pembelian beras karena khawatir harga beras akan semakin meningkat sehingga pembelian dilakukan dalam jumlah besar agar dapat mencukupi kebutuhan dalam sebulan.

  Berdasarkan penelitian tersebut, masyarakat Kelas Bawah juga menurunkan kualitas jenis berasnya menjadi kualitas yang rendah dan murah karena keterbatasan ekonomi yakni jenis IR64. Untuk kelas ini pun terjadi perubahan frekuensi pembelian setelah harga naik dan pembelian beras dalam sebulan menjadi lebih sering bahkan sebagian responden bahkan setiap hari. Hal ini karena dengan pendapatan yang rendah dan tidak menentu,sehingga mereka hanya mampu untuk mencukupi kebutuhan beras untuk satu hari saja.

  Dari penelitian tersebut terdapat gambaran kecil pola konsumsi sebagian masyarakat Indonesia akan komoditi beras pada saat sedang mahal sekalipun, masyarakat akan selalu berusaha mengkonsumsi beras karena sangat tergantung pada komoditi ini. Terutama bagi rakyat miskin dan yang berada pada kelas Dari penelitian tersebut terdapat gambaran kecil pola konsumsi sebagian masyarakat Indonesia akan komoditi beras pada saat sedang mahal sekalipun, masyarakat akan selalu berusaha mengkonsumsi beras karena sangat tergantung pada komoditi ini. Terutama bagi rakyat miskin dan yang berada pada kelas

  Dalam Barniati (2007), sistem mina padi yang dilakukan didaerah Tasikmalaya tersebut menggunakan benih padi varietas IR64 dan Bagendit. Varietas benih jenis ini dianggap dapat disandingkan dengan ikan mas disawah dengan baik. Sedangkan menurut Djiwakusumah (1980), pemeliharaan ikan mas dapat dilakukan dibeberapa tempat yakni di kolam (tradisional maupun intensif), di sawah dan didalam keramba. Namun diantara beberapa alternatif tersebut sawah merupakan tempat terbaik bagi ikan jenis mas karena di sawah terdapat jasad-jasad hewani dan nabati yang langsung dimanfaatkan oleh ikan khususnya ikan mas sebagai pemakan segala (omnivor) dan pemakan jasad dasar (bottom feeder).