OPTIMASI KUAT TEKAN DAN DAYA SERAP AIR DARI PEMBUATAN BATA BETON DENGAN PEMANFAATAN ABU DASAR (BOTTOM ASH) (OPTIMIZATION OF COMPRESSIVE AND WATER ABSORTION STRENGTH OF THE CONCRETE BRICK WITH THE UTILIZATION OF BOTTOM ASH)
OPTIMASI KUAT TEKAN DAN DAYA SERAP AIR
DARI PEMBUATAN BATA BETON DENGAN
PEMANFAATAN ABU DASAR (BOTTOM ASH)
Oleh
AYU AGUNG PUSPITASARI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK
Pada
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Lampung
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
(2)
ABSTRAK
OPTIMASI KUAT TEKAN DAN DAYA SERAP AIR DARI PEMBUATAN BATA BETON DENGAN PEMANFAATAN ABU DASAR (BOTTOM ASH)
OLEH
AYU AGUNG PUSPITASARI
Pemakaian batubara sebagai sumber energi pada pembangkit listrik ataupun
industri lainnya mengakibatkan timbulnya limbah padat, yaitu berupa fly ash (abu
terbang) dan bottom ash (abu dasar). Salah satu cara pemanfaatan limbah batubara
adalah dengan memanfaatkannya sebagai bahan bangunan. Pada penelitian ini,
limbah batubara (bottom ash) dimanfaatkan sebagai bahan pengganti sebagian
pasir pada bahan bangunan berupa bata beton berlubang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari pemanfaatan bottom ash
dalam bata beton berlubang terhadap kuat tekan dan daya serap air bata beton
berlubang, serta mengetahui persentase optimum bottom ash dalam pencampuran
bata beton berlubang. Perbandingan komposisi campuran antara semen dan pasir yang digunakan adalah 1 : 5, sedangkan variasi penggunaan bottom ash yang digunakan dalam campuran adalah sebesar 0%, 5%, 10%, 15%, 20%, 25% dan 30% dari berat pasir.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bata beton berlubang dengan komposisi
bottom ash dalam campuran sebesar 25% dari berat pasir, menghasilkan kuat
tekan optimum, yakni 45,46 kg/cm² untuk umur 28 hari dan 48,58 kg/cm² untuk
umur 56 hari. Kedua bata beton berlubang tersebut masuk dalam kelas mutu II SNI 03-0349-1989. Untuk hasil uji penyerapan air, menunjukkan bahwa penyerapan air bata beton berlubang masuk ke dalam mutu II SNI 03-0349-1989, besar kecilnya penyerapan air dipengaruhi oleh nilai kuat tekan bata beton berlubang.
(3)
ABSTRACT
OPTIMIZATION OF COMPRESSIVE AND WATER ABSORTION STRENGTH OF THE CONCRETE BRICK WITH THE UTILIZATION
OF BOTTOM ASH
BY
AYU AGUNG PUSPITASARI
The use of coal as an energy source in power plants or other industries might result emerge of solid waste, in the form of fly ash and bottom ash. One way to utilize the use of coal waste is by using it as building material. In this study, coal waste (bottom ash) is used as a partial replacement of sand in construction materials such as hollow bricks.
This study aimed to determine the effect of the utilization of bottom ash in hollow brick toward the compressive and water absorption strength of hollow brick, as well as to determine the optimum percentage of bottom ash in the mixing of hollow brick. The comparison of the mixture composition of cement and sand used is 1: 5, whereas variations in the usage of bottom ash used in the mixture is at 0%, 5%, 10%, 15%, 20%, 25% and 30% of the weight of the sand.
The results showed that the hollow brick in a mixture with 25% bottom ash composition of the weight of the sand, produce the optimum compressive strength, 45.46 kg / cm ² for 28 days old and 48.58 kg / cm ² for 56 days old. Both of the hollow brick can be classified into the class II of SNI 03-0349-1989. For the water absorption test results, showed that the water absorption strength of Hollow brick can be classified into the class II of SNI 03-0349-1989, the amount of the water absorption strength is affected by the compressive strength of hollow brick.
Key words: hollow brick, bottom ash, compressive strength,
(4)
(5)
(6)
DAFTAR ISI
halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR NOTASI ... vii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 3
D. Batasan Masalah ... 4
E. Manfaat Penelitian ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bata Beton ... 6
A.1 Pengertian Bata Beton ... 6
A.2 Persyaratan Mutu Bata Beton ... 7
A.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mutu Bata Beton ... 9
A.4 Keuntungan dan Kerugian dari Bata Beton Berlubang ... 11
B. Abu Batu Bara ... 12
B.1 Bottom Ash ... 13
B.2 Fly Ash ... 16
C. Semen ... 17
D. Agregat ... 19
E. Air ... 21
(7)
ii
G. Daya Serap Air ... 22
H. Penelitian Terdahulu ... 23
III. METODE PENELITIAN A. Bahan ... 25
B. Peralatan ... 25
C. Variabel Penelitian ... 27
D. Pelaksanaan Penelitian ... 28
D.1 Pengadaan Bahan dan Peralatan ... 28
D.2 Pemeriksaan Bahan ... 28
D.3 Pembuatan Bata Beton Berlubang ... 29
D.4 Pengujian Kuat Tekan Bata Beton Berlubang ... 32
D.5 Pengujian Serapan Air Bata Beton Berlubang ... 33
E. Analisa Hasil Penelitian ... 34
F. Bagan Alir Penelitian ... 35
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Bahan Susun Bata Beton Berlubang ... 37
B. Perancangan Campuran ... 39
C. Pengujian Bata Beton Berlubang ... 40
C.1 Pemeriksaan Dimensi Bata Beton Berlubang ... 40
C.2 Kuat Tekan Bata Beton Berlubang ... 41
C.3 Serapan Air Bata Beton Berlubang ... 52
V. PENUTUP A. Kesimpulan ... ... 62
B. Saran ... 63 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN A (Hasil Uji Pendahuluan)
LAMPIRAN B (Perhitungan Pencampuran Benda Uji) LAMPIRAN C (Hasil Penelitian)
LAMPIRAN D (Foto Dokumentasi Penelitian) LAMPIRAN E (Lembar Asistensi)
(8)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemakaian batubara sebagai sumber energi pada pembangkit listrik ataupun industri lainnya cukup besar. Pemakaian batubara tersebut menghasilkan dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positifnya ialah dapat menghasilkan energi yang diinginkan dalam jumlah besar. Sedangkan dampak negatif dalam penggunaan batubara ialah menghasilkan limbah dari hasil pembakaran batubara
tersebut yaitu berupa fly ash (abu terbang) dan bottom ash (abu dasar). Salah satu
penghasil limbah dari proses pembakaran batubara terbesar dihasilkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Salah satu PLTU di Indonesia yang menggunakan bahan bakar batubara yaitu PLTU Tarahan, Lampung. Berdasarkan
data yang didapat, PLTU Tarahan menghasilkan bottom ash sebesar 32.114
ton/tahun sedangkan fly ash sebesar 17.292 ton/tahun.
Besarnya jumlah limbah tersebut akan menimbulkan masalah, terutama dalam proses pembuangannya karena dapat mencemari lingkungan sekitar, jika limbah tersebut langsung dibuang ke lingkungan lambat laun akan membentuk gas metana yang sewaktu-waktu dapat terbakar atau meledak dengan sendirinya, selain berbahaya bagi lingkungan limbah hasil pembakaran batubara
(9)
2
membutuhkan fasilitas pembuangan yang relatif mahal, untuk itu limbah hasil pembakaran batubara tersebut mulai diolah sebagai bahan bangunan.
Bottom ash yang merupakan bahan buangan dari proses pembakaran batubara pada pembangkit tenaga mempunyai ukuran partikel lebih besar dan lebih berat. Material ini mempunyai kadar bahan semen yang tinggi dan mempunyai sifat pozzolanik, yaitu dapat bereaksi dengan kapur bebas yang dilepaskan semen saat proses hidrasi dan membentuk senyawa yang bersifat mengikat pada temperatur
normal dengan adanya air. Bottom ash ini dapat dijadikan sebagai bahan pengikat
untuk menggantikan semen atau sebagai pengganti sebagian agregat.
Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk Indonesia dan pembangunan di setiap bidang berkorelasi dengan meningkatnya kebutuhan akan perumahan penduduk. Dengan meningkatnya kebutuhan akan perumahan maka kebutuhan akan bahan bangunan semakin meningkat pula. Oleh sebab itu diperlukan pemanfaatan dan penemuan bahan bangunan baru yang mampu memberikan alternatif kemudahan pengerjaan serta penghematan biaya (Prakoso, 2006).
Struktur suatu bangunan terdiri dari pondasi, dinding, lantai, atap, dan lain-lain. Dinding berbahan bata beton merupakan salah satu alternatif kemudahan dan efisien waktu dalam pemasangan dinding. Pengertian bata beton sendiri adalah suatu bahan bangunan yang dibuat dari campuran semen, agregat, dan air dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya. Penggunaan bata beton sebagai bahan dari pemasangan dinding dinilai lebih praktis dan ekonomis. Dinilai praktis karena bahannya mudah didapat, pemasangannya mudah dan tenaga kerja yang dibutuhkanpun relatif sedikit.
(10)
Atas dasar berbagai pertimbangan di atas, maka dilakukan penelitian mengenai pembuatan bata beton yang menggunakan bahan tambahan berupa limbah abu
dasar batubara (bottom ash). Dengan pemanfaatan bottom ash dalam pembuatan
bata beton diharapkan akan diperoleh campuran yang menghasilkan kuat tekan optimum, sehingga didapat bata beton yang lebih efisien serta dapat mengembangkan pemanfaatan limbah batubara dan tidak mengganggu lingkungan hidup setelah diaplikasikan sebagai bahan bangunan.
B. Rumusan Masalah
Sisa pembakaran batubara dalam hal ini bottom ash berpotensi besar dapat
dimanfaatkan untuk campuran bahan bangunan. Oleh karena itu, perlu dikaji lebih lanjut bagaimana optimasi kuat tekan dan daya serap air dari bata beton yang
menggunakan abu dasar (bottom ash).
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini ialah untuk :
1. Mengetahui kuat tekan yang dihasilkan bata beton dengan bahan tambahan
bottom ash.
2. Mengetahui penyerapan air yang dihasilkan dari bata beton dengan bahan
tambahan bottom ash.
3. Mengetahui besarnya perbedaan kuat tekan dan daya serap air bata beton
dengan bahan tambahan bottom ash dan bata beton tanpa bahan tambahan
(11)
4
4. Mengetahui persentase bottom ash optimum yang cocok untuk pencampuran
bata beton yang memenuhi spesifikasi.
D. Batasan Masalah
Batasan masalah dari penelitian ini ialah:
1. Variasi penggunaan bottom ash pada campuran adalah 0%, 5 %, 10%, 15%,
20 %, 25% dan 30 % dari jumlah kebutuhan berat agregat halus yang direncanakan.
2. Jenis bata beton berupa bata beton berlubang.
3. Pengujian dilakukan setelah umur bata beton mencapai waktu 28 hari dan 56
hari.
4. Benda uji dibuat sebanyak 4 kali untuk setiap variasi pencampuran.
5. Bottom ash yang dipakai adalah bottom ash dari PLTU Tarahan, lolos saringan 4,75 mm (No.4).
6. Pengujian yang dilakukan berupa pengujian kuat tekan dan daya serap air.
7. Perencanaan campuran bata beton dengan perbandingan berat semen dan
agregat halus sebesar 1 : 5 dengan faktor air semen sebesar 0,46.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai:
1. Memberikan sumbangsih pemikiran dalam memanfaatkan limbah batubara
(12)
2. Mengetahui persentase limbah batubara yang dapat digunakan secara optimal untuk mendapatkan bata beton yang memenuhi persyaratan, sehingga dapat diinformasikan kepada industri pembuatan bata beton.
3. Memberikan informasi kepada industri pemakai batubara tentang cara
(13)
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Bata Beton
A.1 Pengertian Bata Beton
Bata beton merupakan salah satu bahan bangunan berupa batu-batuan yang pengerasannya tidak dibakar, dengan bahan pembentuk berupa campuran dari semen, agregat halus, air dan bahan tambahan lainnya. Bata beton ini cukup kuat dan dapat disusun lima kali lebih cepat untuk semua penggunaan yang biasanya menggunakan batu bata. Keunggulan yang lain dari dinding bata beton yaitu dapat meredam panas dan suara. Bata beton dapat dibagi atas dua jenis (SK SNI 03-0349-1989), yaitu:
1. Bata beton berlubang yaitu bata yang terbuat dari campuran bahan perekat
hidrolis atau sejenisnya ditambah dengan agregat dan air dengan atau tanpa bahan pembantu lainnya dan mempunyai luas penampang lubang lebih dari 25% luas penampang batanya dan volume lubang lebih besar dari 25% volume batanya.
2. Bata beton pejal adalah bata beton yang mempunyai luas penampang pejal
75% atau lebih luas penampang seluruhnya, dan mempunyai volume pejal lebih dari 75% volume seluruhnya.
(14)
A.2 Persyaratan Mutu Bata Beton Berlubang
Komposisi penyusunan bata beton sangat mempengaruhi kekuatan dari bata beton itu sendiri, antara lain seperti jenis semen dan pasir yang dipakai, dan perbandingan jumlah semen terhadap agregat dan air. Bata beton berlubang seperti yang terlihat pada Gambar 2.1 dikatakan baik jika masing-masing permukaannya rata dan saling tegak lurus serta mempunyai kuat tekan yang tinggi (Haryanto, 2011).
Gambar 2.1 Bata beton berlubang
Menurut SNI 03-0349-1989 mutu bata beton berlubang dibedakan menjadi empat tingkatan mutu, yaitu mulai dari tingkat mutu I hingga mutu IV. Berikut ini merupakan penjelasan dari mutu I sampai mutu IV pada bata beton berlubang :
1. Bata beton berlubang mutu I adalah bata beton berlubang yang digunakan
untuk konstruksi yang memikul beban dan bisa digunakan pula untuk konstruksi yang tidak terlindung (di luar atap).
2. Bata beton berlubang mutu II adalah bata beton berlubang yang digunakan
untuk konstruksi yang memikul beban, tetapi penggunaannya hanya untuk konstruksi yang terlindung dari cuaca luar (di bawah atap).
(15)
8
3. Bata beton berlubang mutu III adalah bata beton berlubang yang digunakan
untuk konstruksi yang tidak memikul beban, dinding penyekat serta konstruksi lainnya yang selalu terlindung dari hujan dan terik matahari, tetapi permukaan dinding dari bata tersebut boleh tidak diplester (di bawah atap).
4. Bata beton berlubang mutu IV adalah bata beton berlubang yang digunakan
untuk konstruksi yang tidak memikul beban, dinding penyekat serta konstruksi lainnya yang selalu terlindung dari hujan dan terik matahari (harus diplester dan di bawah atap).
Persyaratan fisis bata beton berlubang menurut SNI 03-0349-1989 dapat dilihat pada Tabel 2.1 sedangkan persyaratan ukuran standar dan toleransi bata beton berlubang, dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.1 Persyaratan fisis bata beton berlubang
Syarat Fisis Satuan Tingkat mutu bata beton berlubang
I II III IV
Kuat tekan bruto* rata-rata minimum MPa Kg/cm2 7 70 5 50 3,5 35 2 20 Kuat tekan bruto masing-masing
benda uji minimum
MPa Kg/cm2 6,5 65 4,5 45 3 30 1,7 17 Penyerapan air rata-rata
maksimum % 25 35 - -
*) Kuat tekan bruto adalah beban tekan keseluruhan pada waktu benda coba pecah dibagi dengan luas ukuran nyata dari bata termasuk luas lubang serta cekungan tepi.
(16)
Tabel 2.2 Persyaratan ukuran standar dan toleransi bata beton berlubang
Jenis Ukuran + Toleransi (mm)
Tebal dinding sekatan lubang, minimum (mm)
Panjang Lebar Tebal Luar Dalam
Kecil 400 + 3
- 5
190 + 3
- 5 100 ± 2 20 15
Besar 400 + 3
- 5
190 + 3
- 5 200 ± 2 25 20
A.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mutu Bata Beton Berlubang
Berikut ini merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi mutu bata beton berlubang, antara lain:
1. Faktor air semen
Faktor air semen merupakan perbandingan berat air dan semen dalam suatu
mix design. Faktor air semen ini sangat mempengaruhi mix design bata beton
berlubang dalam hal kekuatan dan kemudahan pengerjaan (workability).
Pada dasarnya nilai faktor air semen ini berkisar antara 0,3 sampai 0,6 atau disesuaikan dengan kondisi adukan agar mudah dikerjakan. Kekuatan bata beton berlubang dapat berkurang jika kondisi di atas tidak dikerjakan. Oleh karena itu, nilai faktor air semen yang dibutuhkan untuk memudahkan pembuatan bata beton berlubang ini dibuat pada batas kondisi adukan legas tanah, sehingga adukan ini dapat dipadatkan dengan optimal. Mengetahui hal tersebut, maka dalam pembuatan bata beton berlubang tidak memiliki patokan angka untuk faktor air semen, karena sangat bergantung dengan campuran penyusunannya (Sari, 2010).
(17)
10
2. Sifat agregat
a. Kekerasan agregat
Bata beton berlubang memiliki kekerasan dan kekuatan yang tinggi, untuk itu diperlukan pula penggunaan agregat yang memiliki kekerasan yang tinggi pula. Kekerasan agregat bergantung pada kandungan silikanya, maka semakin tinggi kandungan silika yang ada pada agregat, semakin keras pula agregat tersebut.
b. Susunan besar butir agregat
Dalam pembuatan bata beton berlubang agregat yang digunakan haruslah tersusun dari berbagai macam ukuran (ukuran butir agregat tidak sama). Hal ini dapat mengurangi pengunaan air dan semen dalam pembuatannya, karena celah antar butiran yang agak besar dapat terisi oleh butiran yang lebih kecil. Ukuran butiran yang diperlukan adalah yang lebih besar dari saringan nomor 200 (0,074 mm).
c. Kebersihan agregat
Kebersihan agregat sangat penting untuk diperhatikan, agregat tidak boleh mengandung zat organik, garam sulfat, lemak, lumpur dan sebagainya. Bahan organik dan lemak yang berlebihan dapat menghambat pengikatan semen dan agregat selain itu dapat menurunkan kekuatan bata beton berlubang. Sedangkan garam sulfat yang berlebih dapat menyebabkan keretakan pada bata beton berlubang.
3. Umur bata beton berlubang
Seiring dengan bertambahnya umur bata beton berlubang, maka kuat tekannya pun bertambah tinggi. Sebagai standar kekuatan bata beton berlubang dipakai
(18)
kekuatan pada umur 28 hari. Apabila diinginkan untuk mengetahui kekuatan bata beton berlubang pada umur 28 hari, maka dapat dillakukan pengujian kuat tekan pada umur 3 atau 7 hari dan hasilnya dapat dikalikan dengan faktor tertentu untuk mendapatkan perkiraan kuat tekan bata beton berlubang pada umur 28 hari.
4. Kepadatan bata beton berlubang
Kepadatan bata beton berlubang mempengaruhi kekuatannya, maka campurannya harus dibuat sepadat mungkin. Adanya kepadatan yang lebih ini dapat memungkinkan bahan menjadi semakin keras, serta untuk membantu merekatnya bahan campuran pembuatan bata beton berlubang dengan semen yang dibantu dengan air (Haryanto, 2011).
A.4 Keuntungan dan Kerugian dari Bata Beton Berlubang
Bata beton berlubang merupakan bahan bangunan yang digunakan sebagai pasangan dinding. Dalam pemakaiannya bata beton berlubang mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya adalah :
1. Pemasangan bata beton berlubang umumnya memberikan penghematan waktu
dan biaya upah pemasangan dibandingkan dengan bata merah.
2. Apabila pekerjaan pemasangan dinding bata beton berlubang dilakukan dengan
baik dan rapi, maka pasangan dinding pun tidak perlu diplester dan dapat diperoleh penyelesaian arsitektonis yang menarik (Prakoso, 2006).
3. Lubang-lubang pada bata beton berlubang dapat dimanfaatkan untuk
(19)
12
4. Bata beton berlubang dikenal sifatnya sebagai bahan bangunan tahan api yang
efektif dan ekonomis.
5. Dinding bata beton berlubang dapat menyekat perambatan suara dengan baik.
Sedangkan kerugian pemakaian bata beton berlubang adalah sebagai berikut (Wijanarko, 2008) :
1. Karena proses pengerasannya butuh waktu yang cukup lama, maka butuh
waktu yang lama untuk menyimpan sebelum memakainya.
2. Apabila diinginkan lebih cepat mengeras/membatu perlu ditambah dengan
semen, sehingga menambah biaya pembuatan.
3. Mengingat ukurannya cukup besar serta proses pengerasan yang cukup lama,
mengakibatkan pada saat pengangkutan banyak terjadi bata beton berlubang pecah.
B. Abu Batubara
Abu batubara adalah bagian dari sisa pembakaran batubara pada boiler
pembangkit listrik tenaga uap yang berbentuk partikel halus dan bersifat pozzolan.
Pozzolan adalah bahan yang mengandung senyawa silika dan alumina dimana
bahan pozzolan itu sendiri tidak mempunyai sifat seperti semen, akan tetapi
dengan bentuknya yang halus dan dengan adanya air, maka senyawa-senyawa tersebut akan bereaksi secara kimiawi dengan kalsium hidroksida (senyawa hasil reaksi antara semen dan air) pada suhu kamar membentuk senyawa kalsium aluminat hidrat yang mempunyai sifat seperti semen.
(20)
Abu batubara dapat digunakan pada beton sebagai material terpisah atau sebagai bahan dalam campuran semen dengan tujuan untuk memperbaiki sifat-sifat beton.
Fungsi abu batubara sebagai bahan aditif dalam beton bisa sebagai pengisi (filler)
yang akan menambah internal kohesi dan mengurangi porositas daerah transisi yang merupakan daerah terkecil dalam beton, sehingga beton menjadi lebih kuat. Pada umur sampai dengan 7 hari, perubahan fisik abu batubara akan memberikan konstribusi terhadap perubahan kekuatan yang terjadi pada beton, sedangkan pada umur 7 sampai dengan 28 hari, penambahan kekuatan beton merupakan akibat
dari kombinasi antara hidrasi semen dan reaksi pozzolan.
Dari proses pembakaran batubara akan terbentuk dua jenis abu yaitu abu terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash). Komposisi abu batubara yang dihasilkan terdiri dari 20 % - 30 % abu dasar, sedangkan sisanya sekitar 70 % - 80 % berupa abu terbang.
B.1 Bottom Ash
Bottom ash merupakan bagian yang tidak terbakar dengan dari batubara atau
material lain, pada umumnya bottom ash menempel pada bagian bawah atau
dinding dari tungku pembakaran yang ditemukan setelah proses pembakaran (wikipedia, 2012).
Menurut Sutrisno (2005), bottom ash adalah limbah sisa dari pembakaran batu
bara. Pada waktu pembakaran batu bara pada suatu pembangkit tenaga batubara,
akan menghasilkan sisa pembakaran yang terdiri dari 80% berupa fly ash dan
(21)
14
mempunyai karakteristik fisik bewarna abu-abu gelap, berbentuk butiran, berporos, mempunyai ukuran butiran antara pasir hingga kerikil.
Bottom ash mempunyai butiran partikel yang cukup berat untuk dapat melayang
di udara seperti fly ash, sehingga bottom ash jatuh pada tungku pembakaran.
Terdapat dua jenis tungku perapian yang digunakan untuk pembakaran batubara, yaitu tungku perapian jenis kering dan basah. Setiap jenis tungku perapian
menghasilkan bottom ash yang berbeda (Sunarko & Manuel, 2011).
Gambar 2.2 Bottom Ash
Adapun karakteristik fisik dan kimia dari bottom ash adalah sebagai berikut :
1. Karakteristik fisik
Bottom ash memiliki butiran partikel sangat berpori pada permukaannya.
Butiran partikel bottom ash mempunyai batasan dari kerikil sampai pasir.
Variasi ukuran partikel bottom ash biasanya 50% - 90% lolos pada saringan
4,75 mm (No.4), 10% - 60% lolos saringan 0,6 mm (No. 40), 0% - 10% lolos saringan 0,075 mm (No. 200), dan ukuran paling besar berkisar antara 19 mm
(3/4 in) sampai 38,1 mm (1-1/2 in) (Sutrisno, 2005). Sifat fisik bottom ash
berdasarkan bentuk, warna, tampilan, ukuran, specific gravity, dry unit weight
(22)
Tabel 2.3 Sifat fisik khas dari bottom ash
Sifat fisik bottom ash Wet Dry
Bentuk Angular / bersiku Berbutir kecil / granular
Warna Hitam Abu-abu gelap
Tampilan Keras, mengkilap Seperti pasir halus, sangat berpori
Ukuran
(% lolos ayakan)
No. 4 (90-100%) 1,5 s/d ¾ in (100%)
No. 10 (40-60%) No. 4 (50-90%)
No. 40 (≤ 10%) No. 10 (10-60%)
No. 200 (≤ 5%) No. 40 (0-10%)
Specific gravity 2,3 – 2,9 2,1 – 2,7
Dry Unit Weight 960 – 1440 kg/m3 720 – 1600 kg/m3
Penyerapan 0,3 – 1,1 % 0,8 – 2,0 %
Sumber: Coal bottom ash/boiler slag-material description, 2000 (Santoso, 2003).
2. Karakteristik kimia
Komposisi kimia dari bottom ash sebagian besar terdiri dari silika, alumina dan
besi dengan sedikit magnesium, kalsium, sulfat dan unsur kimia lain yang dapat dilihat pada Tabel 2.4
Tabel 2.4 Hasil analisis bottom ash
Senyawa kimia Persentase kadar (%)
SiO3 26,98
Al2O3 39,40
Fe2O3 10,62
CaO 0,63
MgO 0,56
Na2O 0,15
SO3 0,59
(23)
16
Keuntungan dari pemakaian beton dengan bottom ash adalah dapat mengurangi
berat jenisnya sehingga lebih ringan dan lebih cocok apabila dipakai untuk konstruksi yang non struktural (Hartanto & Pratomo, 2011).
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan, didapatkan hasil bahwa kuat tekan
beton dengan campuran bottom ash pada usia 7 hari rendah. Akan tetapi, pada
usia 28 hari kuat tekan beton yang menggunakan bottom ash hampir sama dengan
kuat tekan beton tanpa bottom ash. Hal tersebut disebabkan bottom ash yang
dipakai bersifat pozzolan. Bottom ash yang digunakan ini memiliki specific
gravity sebesar 1,68 (Aggarwal, 2007).
B.2 Fly Ash
Fly ash atau abu terbang seperti yang terlihat pada Gambar 2.3 adalah bagian dari abu bakar yang berupa bubuk halus, berwarna keabu-abuan dan ringan yang diambil dari campuran gas tungku pembakaran yang menggunakan bahan batu bara.
Gambar 2.3 Fly Ash
Menurut ASTM C618 fly ash dibagi menjadi dua kelas yaitu fly ash kelas F yakni
(24)
bituminous, dan kelas C yakni abu terbang yang dihasilkan dari pembakaran batu
bara jenis lignit atau sub bituminous.Adapun sifat fisik fly ash dapat dilihat pada
Tabel 2.5 (ASTM C618-91), sedangkan sifat kimianya dapat dilihat pada Tabel 2.6 (Rahmi, 2005).
Tabel 2.5 Sifat fisik abu terbang
Sifat Fisik Fly Ash Kelas F (%) Kelas C (%)
Kehalusan sisa diatas ayakan 45 um, maks 34 34
Indeks keaktifan pozzolon dengan PC I, pada umur 28 hari, min
75 75
Air, maks 105 105
Pengembangan dengan Autoclave, maks 0,8 0,8
Sumber : ASTM C 618 – 91
Tabel 2.6 Komposisi kimia abu terbang
Senyawa Kimia Persentase kadar (%)
SiO2 62,49
Al2O3 6,36
Fe2O3 16,71
CaO 5,69
MgO 0,79
S(SO4) 7,93
Sumber : PLTU Paiton (Rahmi, 2005)
C. Semen
Semen terbagi menjadi 2 macam, yaitu semen hidrolis dan semen non hidrolis. Semen non hidrolis ialah semen yang dapat mengikat dan mengeras di udara, akan tetapi tidak stabil di dalam air, contoh dari semen non hidrolis ini yaitu gypsum.
(25)
18
Semen hidrolis adalah semen yang dapat mengikat dan mengeras di dalam air, sehingga tahan dan stabil di dalam air, contoh dari semen hiraulik ini yaitu semen portland.
Semen portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker, yang terutama terdiri dari silika-silika kalsium yang bersifat hidrolis dengan tambahan gips sebagai bahan tambahan (SK SNI-04-1989-F). Semen portland mempunyai empat senyawa penyusun utama dan sedikit senyawa lainnya sebagai tambahan. Kelima bahan penyususn utama tersebut, yaitu (Prakoso, 2006) :
1. Trikalsium Silikat (C3S)
2. Dikalsium Silikat (C2S)
3. Trikalsium Aluminat (C3A)
4. Tetrakalsium Aluminoferrit (C4AF)
Komposisi trikalsium silikat dan dikalsium silikat sebesar 70 – 80 % dari berat
semen dan merupakan bagian yang paling dominan memberikan sifat semen. Trikalsim silikat berperan untuk pembentukan kekuatan awal dan dikalsium silikat untuk pembentukan kekuatan pada tahap berikutnya.
Semen portland dibagi menjadi lima jenis kategori sesuai dengan tujuan pemakaiannya (PUBI, 1982) yaitu :
1. Tipe I, untuk konstruksi pada umumnya, dimana tidak memerlukan persyaratan
khusus.
2. Tipe II, untuk konstruksi pada umumnya, dimana diinginkan perlawanan
(26)
3. Tipe III, untuk konstruksi-konstruksi yang menuntut persyaratan kekuatan awal yang tinggi dan dipergunakan pada daerah yang bersuhu rendah.
4. Tipe IV, untuk konstruksi-konstruksi yang persyaratan panas hidrasi rendah
dan digunakan untuk pekerjaan besar dan masif.
5. Tipe V, untuk konstruksi-konstruksi yang menuntut persyaratan sangat tahan
terhadap sulfat.
D. Agregat
Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton. Hampir sebanyak 70 - 75% volume beton ditempati oleh agregat, sehingga agregat menjadi suatu bagian penting dalam pembuatan beton. Dengan agregat yang baik, beton dapat dikerjakan, kuat tahan lama dan ekonomis.
Agregat terbagi menjadi dua macam yaitu agregat kasar seperti kerikil, batu pecah dan agregat halus seperti pasir. Agregat memiliki nilai yang lebih ekonomis apabila dibandingkan dengan semen, sehingga pemakaian agregat sebaiknya digunakan lebih banyak daripada semen. Macam-macam agregat menurut proses pengolahannya yaitu (Hartanto & Pratomo, 2011) :
1. Agregat alam
Agregat yang berasal dari alam terbentuk dari proses erosi dan degradsi. Bentuk partikelnya ditentukan oleh proses pengolahannya.
2. Agregat buatan
Agregat buatan adalah suatu agregat yang dibuat dengan tujuan penggunaan tertentu (khusus). Agregat buatan yang umum dibuat adalah agragat ringan.
(27)
20
Dalam pembuatan bata beton berlubang, pasir yang digunakan harus bermutu baik sesuai dengan persyaratan menurut SK SNI 04-1989- F, diantaranya yaitu:
1. Agregat halus terdiri dari butiran yang tajam dan keras dengan indeks
kekerasan < 2,2.
2. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% dan apabila mengandung
lumpur lebih dari 5% maka pasir harus dicuci.
3. Sifat kekal apabila diuji dengan larutan jenuh garam sulfat.
4. Pasir tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak.
5. Pasir laut tidak boleh digunakan sebagai agragat halus untuk semua mutu beton
kecuali dengan petunjuk dari lembaga pemerintahan bahan bangunan yang diakui.
Dilihat dari syarat batas gradasinya, agregat halus (pasir) dibagi menjadi empat zona seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.7 di bawah ini (Prakoso, 2006)
Tabel 2.7 Syarat gradasi pasir Lubang
Ayakan (mm)
Berat Tembus Kumulatif (%)
Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zona 4
Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas
10 4,8 2,4 1,2 0,6 0,3 0,15 100 90 60 30 15 5 0 100 100 95 70 34 20 10 100 90 75 55 35 8 0 100 100 100 100 59 30 10 100 90 85 75 60 12 0 100 100 100 100 79 40 10 100 95 95 90 80 15 0 100 100 100 100 100 50 15 Sumber : Teknologi Beton (Samekto & Rahmadiyanto, 2003).
(28)
E. Air
Air merupakan bahan dasar yang sangat penting dalam pembuatan bata beton berlubang. Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen, serta untuk menjadi bahan pelumas antar butir-butir agregat agar dapat mudah dikerjakan dan dipadatkan. Tetapi perlu dicatat bahwa tambahan air untuk pelumas ini tidak boleh terlalu banyak karena kekuatan bata beton berlubang akan rendah.
Air yang digunakan untuk pencampuran beton haruslah bersih dan yang paling baik adalah yang memenuhi syarat air minum. Air yang digunakan dalam proses pembuatan beton jika terlalu sedikit maka akan menyebabkan beton sulit untuk dikerjakan, tetapi jika terlalu banyak tentu akan mengurangi nilai kekuatan dari beton itu sendiri. Menurut SK SNI S 04-1989-F, air yang digunakan untuk campuran beton harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Air harus bersih
2. Tidak mengandung lumpur minyak dan benda terapan lain yang bisa dilihat
secara visual.
3. Tidak mengandung garam yang dapat merusak beton (asam organik) lebih dari
15 gram/liter.
4. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 2 gram/liter.
5. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.
(29)
22
F. Kuat Tekan
Pengertian kuat tekan bata beton dianologikan dengan kuat tekan beton. Yang dimaksud dengan kuat tekan beton adalah besarnya beban persatuan luas yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tekan tertentu dihasilkan oleh mesin tekan. Dalam teori teknologi beton dijelaskan bahwa faktor-faktor yang sangat mempengaruhi kekuatan beton adalah faktor-faktor air semen, kepadatan, umur beton, jenis semen, jumlah semen, dan sifat agregat. Untuk memperoleh kuat tekan yang tinggi maka diperlukan agregat sudah diuji melalui uji agregat sehingga kuat tekannya tidak lebih rendah daripada pastanya.
Sifat agregat yang paling berpengaruh terhadap kekuatan beton adalah kekasaran permukaan dan ukuran maksimumnya. Jumlah semen dapat menentukan kuat tekan dari bata beton, tetapi banyak sedikitnya jumlah semen yang dimaksud untuk meningkatkan kuat tekan bata beton harus diperhatikan nilai faktor air semen yang dihasilkan oleh adukan semen tersebut. Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan akhir adalah bahwa kuat tekan bata beton adalah kekutan yang dihasilkan dari pengujian tekan oleh mesin uji tekan yang merupakan beban tekan keseluruhan pada waktu benda uji pecah dibagi dengan
ukuran luas nominal batako atau besarnya beban persatuan luas. Untuk
pengukuran kuat tekan bata beton mengacu pada standar ASTM C -133-97.
G. Daya Serap Air
Persentase berat air yang mampu diserap agregat di dalam air disebut serapan air, sedangkan banyaknya air yang terkandung dalam agregat disebut kadar air. Besar
(30)
kecilnya penyerapan air sangat dipengaruhi pori atau rongga yang terdapat pada beton. Semakin banyak pori yang terkandung dalam beton maka akan semakin besar pula penyerapan sehingga ketahanannya akan berkurang. Rongga (pori) yang terdapat pada beton terjadi karena kurang tepatnya kualitas dan komposisi material penyusunannya. Pengaruh rasio yang terlalu besar dapat menyebabkan rongga, karena terdapat air yang tidak bereaksi dan kemudian menguap dan meninggalkan rongga. Untuk pengukuran penyerapan air bata beton menggunakan mengacu pada standar ASTM C 20-93.
H. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai bata beton yang dicampur dengan limbah abu batubara baik
fly ash maupun bottom ash telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Dion
Stefanus Haryanto (2011) meneliti pemanfaatan bottom ash sebagai material
konstruksi dalam pembuatan bata beton berlubang untuk dinding. Dari
penelitiannya ini diperoleh kesimpulan bahwa penggantian bottom ash yang
paling optimum sebesar 10 % dari berat pasir, dimana bata beton berlubang yang dihasilkan dapat dikategorikan ke dalam mutu IV, dan untuk hasil uji penyerapan air, bata beton berlubang yang dibuat masuk ke dalam mutu I.
Julius Sunarko dan Edo Manuel (2011) meneliti pengaruh metoda pemadatan
batako berlubang yang memanfaatkan fly ash dan bottom ash. Dari hasil
penelitiannya diperoleh kesimpulan bahwa jumlah berat fly ash dan bottom ash
optimum yang dapat digunakan adalah sebesar 30,72 % untuk fly ash dan 24,32 %
(31)
24
metode vibrate mengasilkan nilai kuat tekan tertinggi dan masuk ke dalam kelas
mutu III, sedangkan tingkat penyerapan air batako termasuk dalam kelas mutu I.
Andy Hartanto dan Andrew Pratomo (2011) meneliti pengaruh metoda perawatan
batako berlubang yang memanfaatkan fly ash dan bottom ash. Dari hasil
penelitiannya diperoleh kesimpulan bahwa didapati komposisi optimum kadar
pemakaian fly ash 30,72 % berat semen, bottom ash 24,32 % berat pasir, serta
perbandingan berat semen : pasir yaitu 1 : 8,75. Perawatan siram 1 kali/hari
sampai umur 28 hari, diperoleh kuat tekan 53,83 kg/cm2 lebih besar dari metoda
perawatan lainnya.
Efran Yorky Yulianto (2007) meneliti tentang pemanfaatan limbah batubara (bottom ash) sebagai bata beton ditinjau dari aspek teknik dan lingkungan. Dari
hasil penelitiannya diperoleh kesimpulan bahwa proporsi limbah batubara (bottom
ash) optimum sebesar 10 % dari berat agregat halus dengan nilai kuat tekan
(32)
III. METODE PENELITIAN
A.Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit
merek Holcim, didapatkan dari toko bahan bangunan dalam kondisi baik, dalam zak dengan satuan 50 kg/zak.
2. Pasir yang digunakan berasal dari Way Seputih, daerah Gunung Sugih,
Lampung Tengah.
3. Air yang digunakan adalah air dari instalasi air bersih Laboratorium Bahan dan
Konstruksi Universitas Lampung.
4. Bottom ash (abu dasar) batu bara berasal dari PLTU Tarahan Lampung.
B.Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
1. Satu set saringan
Alat ini digunakan untuk mengukur gradasi agregat sehingga dapat ditentukan nilai modulus kehalusan butir agregat. Saringan yang dipakai dengan diameter berturut-turut 4,75 mm, 2,63 mm, 1,18 mm, 0,60 mm, 0,30 mm, 0,15 mm yang dilengkapi dengan tutup (pan).
(33)
26
2. Timbangan
Timbangan berkapasitas maksimum 50 kg dengan ketelitian pembacaan 10 gr digunakan untuk mengukur berat beton. Timbangan berkapasitas 12 kg dengan ketelitian pembacaan 1 gr digunakan untuk mengukur berat bahan campuran bata beton berlubang.
3. Oven
Alat ini digunakan untuk mengeringkan bahan-bahan pada saat pengujian material yang membutuhkan kondisi kering. Oven juga sebagai pendukung yang dipakai untuk pengujian daya serap air bata beton berlubang.
4. Piknometer
Alat ini digunakan untuk mengukur berat jenis pasir dan berat jenis bottom ash.
5. Kerucut Abrams
Kerucut Abrams beserta tilam pelat baja dan tongkat besi digunakan untuk
mengukur konsistensi atau secara sederhana workability adukan dengan
percobaan Slump Test.
6. Cetakan bata beton
Cetakan bata beton berlubang seperti pada gambar 3.1 dengan ukuran 10 x 20 x 40 cm, digunakan untuk mencetak benda uji.
(34)
7. Mesin uji tekan
Alat ini digunakan untuk menguji kuat tekan bata beton berlubang. Dalam
penelitian ini akan dipakai Compression Testing Machine (CTM).
8. Alat bantu
Selama proses pembuatan benda uji digunakan beberapa alat bantu
diantaranya adalah sendok semen, mistar, jangka sorong, dan container.
C.Variabel Penelitian
Pada penelitian ini jenis bata beton yang diteliti ialah jenis bata beton berlubang, selain itu dilakukan pengujian kuat tekan dan penyerapan air bata beton berlubang sebanyak dua kali, yakni pada umur 28 hari dan 56 hari. Perencanaan perbandingan berat semen dan agregat halus campuran bata beton berlubang adalah 1 : 5 dan faktor air semen rencana sebesar 0,46. Adapun variabel penelitian pada tiap pengujian seperti tercantum pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Variabel penelitian
Kode
Sampel Fas
Komposisi Campuran Macam Pengujian, Umur Bata
Beton, dan Jumlah Benda Uji
Pc Pasir Bottom ash
(%)
Uji Kuat Tekan & Uji Serapan Air
Umur 28 hari Umur 56 hari
BB0BA 0,46 1 5 0 4 4
BB5BA 0,46 1 5 5 4 4
BB10BA 0,46 1 5 10 4 4
BB15BA 0,46 1 5 15 4 4
BB20BA 0,46 1 5 20 4 4
BB25BA 0,46 1 5 25 4 4
BB30BA 0,46 1 5 30 4 4
(35)
28
D.Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Bahan dan Konstruksi, Fakultas Teknik, Universitas Lampung, Bandar Lampung. Penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa tahap yaitu : pengadaan bahan material, pemeriksaan bahan susun bata beton berlubang, pembuatan bata beton berlubang,
perawatan (curing time) serta pemeliharaan bata beton berlubang, pelaksanaan
pengujian benda uji, dan analisis hasil penelitian.
Adapun langkah-langkah pelaksanaan penelitian adalah :
D.1 Pengadaan Bahan dan Peralatan
Sebelum penelitian mulai dilakukan, maka bahan dan peralatan yang akan digunakan dipersiapkan terlebih dahulu. Bahan-bahan susun bata beton berlubang
adalah semen, pasir, abu dasar (bottom ash) dari PLTU Tarahan Lampung, dan air
dari instalasi air bersih laboratorium. Setelah bahan-bahan tersebut tersedia, maka dilakukan pengujian material.
D.2 Pemeriksaan Bahan
Pemeriksaan serta pengujian terhadap bahan susun bata beton berlubang terdiri dari :
1. Pasir
Adapun pemeriksaan yang dilakukan antara lain :
a. Pemeriksaan berat jenis agragat
b. Pemeriksaan berat volume agregat
(36)
d. Pemeriksaan kadar lumpur
e. Pemeriksaan kadar air
2. Semen
Pemeriksaan terhadap semen dilakukan dengan cara visual yaitu semen dalam keadaan tertutup rapat dan setelah dibuka tidak ada gumpalan serta butirannya halus.
3. Air
Pemeriksaan terhadap air juga dilakukan secara visual yaitu air harus bersih, tidak mengandung lumpur, minyak dan garam sesuai dengan persyaratan untuk minum.
4. Abu dasar (Bottom ash)
Pemeriksaan terhadap bottom ash dilakukan dengan cara visual yaitu bottom
ash yang berwarna abu-abu gelap, pemeriksaan gradasi bottom ash,
pemeriksaan berat jenis, dan pemeriksaan berat volume.
D.3 Pembuatan Bata Beton Berlubang
Adapun langkah-langkah pembuatan bata beton berlubang, yaitu :
1. Persiapan bahan susun bata beton berlubang
Adapun persiapan yang dilakukan antara lain :
a. Menimbang bahan-bahan susun bata beton berlubang yaitu semen, pasir,
bottom ash dan air dengan berat yang telah ditentukan dalam perencanaan campuran bata beton berlubang. Pasir dan bottom ash yang digunakan, diayak terlebih dahulu dengan menggunakan ayakan no.4 (4,75 mm).
(37)
30
b. Mempersiapkan cetakan bata beton berlubang dan peralatan lain yang
dibutuhkan.
2. Pengadukan campuran bata beton berlubang
Mencampurkan bahan pengisi (agregat), bahan ikat (semen portland) dan abu
dasar (bottom ash) dalam komposisi yang direncanakan dalam keadaan kering.
Langkah ini dilakukan agar pencampuran antara bahan-bahan tersebut dapat lebih homogen, sehingga diharapkan hasil yang diperoleh maksimal. Dilanjutkan dengan memasukan air yang dibutuhkan kedalam campuran bahan-bahan. Pengadukan dilakukan sebanyak satu kali untuk setiap macam campuran dan setiap pengadukan dilakukan pemeriksaan.
3. Pencetakan bata beton berlubang
Setelah bahan-bahan campuran bata beton berlubang tercampur merata, campuran tersebut dimasukkan ke dalam cetakan bata beton berlubang yang telah dipersiapkan, seperti yang terlihat pada gambar 3.2. Proses memasukkan bahan susun ke dalam cetakan dibagi ke dalam beberapa lapisan.
Gambar 3.2 Pencetakan benda uji
Proses pemadatan bata beton berlubang dilakukan dengan cara ditumbuk sebanyak 200 - 300 tumbukan untuk setiap lapisan. Setelah selesai dicetak dan
(38)
dipadatkan, maka cetakan langsung dapat dibuka seketika itu juga, seperti yang terlihat pada gambar 3.3.
Gambar 3.3 Pelepasan cetakan dari benda uji
Kemudian bata beton berlubang dibiarkan selama ± 24 jam dengan tujuan agar bata beton berlubang memiliki kekuatan untuk dapat diangkat tanpa dengan bantuan alas. Setelah 24 jam, bata beton berlubang dapat diangkat dan diletakkan di area penyimpanan serta perawatan selama 28 hari dan selama 56 hari.
4. Perawatan serta Pemeliharaan
Perawatan bata beton berlubang dilakukan selama 28 hari dan 56 hari dengan disimpan di dalam ruangan dengan kondisi yang lembab dan disiram dengan air satu kali sehari selama masa perawatan. Hal ini dimaksudkan untuk memperlambat proses penguapan air yang ada di dalam bata beton berlubang sehingga semen dapat berhidrasi dengan sempurna. Selama proses pemeliharaan, perawatan tetap dilakukan dengan cara penyiraman satu kali sehari.
(39)
32
D.4 Pengujian Kuat Tekan Bata Beton Berlubang
Sebelum pengujian kuat tekan dimulai, maka dilakukan terlebih dahulu pengukuran dimensi bata beton berlubang (standar spesifikasi bahan bangunan) dengan cara mengukur dimensi panjang, lebar dan tinggi tiap-tiap benda uji bata beton berlubang dalam satu komposisi pencampuran seperti yang terlihat pada gambar 3.4. Dari hasil pengukuran keempat benda uji diambil rata-ratanya. Setelah itu boleh dilanjutkan dengan pengujian kuat tekan bata beton berlubang (SNI 03-0349-1989).
Gambar 3.4 Pengukuran dimensi benda uji
Pertama-tama mengambil benda uji bata beton berlubang dalam satu komposisi pencampuran yang sama sebanyak empat buah. Lalu dilanjutkan dengan meletakkan benda uji pada mesin tekan secara simetris, bagian atas dari benda uji diletakan pula pelat kayu atau pelat besi seperti yang terlihat pada gambar 3.5. Kemudian alur penekanan alat uji tekan dikencangkan hingga mengenai dan menekan bata beton berlubang, lalu kunci RAM dan kalibrasikan jarum penunjuk kuat tekan pada mesin uji. Setelah itu menjalankan mesin uji kuat tekan dengan
pembebanan yang konstan berkisar antara 2 sampai 4 kg/cm2 per detik. Lakukan
(40)
Gambar 3.5 Pengujian kuat tekan benda uji
Hasil kuat tekan benda uji dicatat saat jarum penunjuk kuat tekan mencapai nilai
tertinggi. Ulangi langkah-langkah tersebut untuk berbagai komposisi
pencampuran yang ada dalam penelitian ini hingga selesai. Berikut ini adalah cara untuk mencari besarnya kuat tekan, yaitu dengan rumus:
Kuat Tekan (kg/cm2) = �
�
... (1)
Dimana: P = beban maksimum (kg)
A = luas bruto permukaan bata beton berlubang (cm2)
Gambar 3.6 Permukaan bata beton berlubang
D.5 Pengujian Serapan Air Bata Beton Berlubang
Setelah benda uji selesai diuji kuat tekannya (dalam kondisi pecah dan retak), bata beton berlubang tersebut diletakkan ke tempat yang lapang untuk kemudian dihancurkan menjadi beberapa bongkahan yang selanjutnya diambil satu dari
(41)
34
beberapa bongkahan tersebut. Kemudian bongkahan dari benda uji tersebut direndam selama ± 24 jam. Setelah direndam benda uji diangkat, ditiriskan selama 1 menit dan diseka permukaannya dengan lap kering hingga mencapai kondisi kering permukaan. Setelah itu ditimbang dan dicatat beratnya. Kemudian bongkahan benda uji tersebut (dalam kondisi kering permukaan) dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 110ºC selama ± 24 jam. Setelah benda uji kering di oven, lalu ditimbang dan dicatat beratnya. Berikut merupakan cara untuk mencari besarnya penyerapan air, yaitu dengan rumus :
Penyerapan Air (%) = ( �1−�2 )
�2 � 100%
... (2)
Dimana : W1 = berat benda uji bata beton dalam kondisi basah (kg)
W2 = berat benda uji bata beton dalam kondisi kering oven (kg).
E.Analisa Hasil Penelitian
Analisa hasil dari penelitian ini dilakukan dengan cara :
1. Menghitung kuat tekan bata beton berlubang dengan menggunakan persamaan
(1) dan disajikan dalam bentuk tabel.
2. Mengetahui ada tidaknya pengaruh dari variabel yang digunakan terhadap
hubungan kuat tekan dengan komposisi material bottom ash yang bervariasi
dan disajikan dalam bentuk grafik.
3. Menghitung besarnya penyerapan air bata beton berlubang dengan persamaan
(2) dan disajikan dalam bentuk tabel.
4. Mengetahui ada tidaknya pengaruh dari variabel yang digunakan terhadap
hubungan serapan air dengan komposisi persentase bottom ash yang bervariasi
(42)
5. Mengetahui ada tidaknya pengaruh dari variabel yang digunakan terhadap hubungan antara perkembangan kekuatan bata beton berlubang selama 28 hari
dan selama 56 hari dengan penambahan bottom ash didalamnya.
F. Bagan Alir Penelitian
Secara keseluruhan bagan alir metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.7
mulai
Studi Pustaka
Persiapan Material
Pembuatan Bata Beton Berlubang Kontrol
Pengujian Bata Beton
A
Pembuatan Bata Beton dengan Beberapa Komposisi Bottom Ash
(43)
36
A
Proses Curing time
atau Perawatan
Uji Kuat Tekan
Uji Penyerapan Air
Analisis Hasil
Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Selesai
(44)
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Dari hasil pengujian/pemeriksaan pasir dan bottom ash, didapat nilai berat
jenis kondisi SSD sebesar 2,62 untuk pasir dan 2,58 untuk bottom ash, nilai
berat jenis yang didapat digunakan dalam perancangan campuran. Selain itu didapat pula nilai modulus kehalusan agregat sebesar 2,83 untuk pasir dan
1,68 untuk bottom ash, campuran antar gradasi dalam komposisi
mempengaruhi kekuatan bata beton.
2. Hasil uji kuat tekan rata-rata bata beton berlubang tanpa bottom ash pada
umur 28 hari sebesar 20,81 kg/cm² dan 56 hari sebesar 26,95 kg/cm²
mencapai kualifikasi mutu IV SNI 03-0349-1989.
3. Bata beton berlubang dengan komposisi bottom ash sebesar 25% dari berat
pasir, menghasilkan kuat tekan optimum, yakni 45,46 kg/cm² untuk umur 28
hari dan 48,58 kg/cm² untuk umur 56 hari. Kedua bata beton berlubang
tersebut mencapai mutu II. Penggunaan bottom ash sebagai pengganti
sebagian pasir sebanyak 25% dari berat pasir merupakan penggunaan bahan yang optimum.
(45)
63
4. Nilai kuat tekan bata beton berlubang yang dihasilkan mengalami
peningkatan dari umur 28 hari ke umur 56 hari.
5. Bata beton berlubang dengan penggunaan bottom ash sebagai pengganti
sebagian pasir mampu menghasilkan kuat tekan yang melebihi bata beton
berlubang tanpa penggunaan bottom ash pada komposisi campurannya.
6. Hasil uji serapan air yang dilakukan pada bata beton berlubang yang
menggunakan bottom ash sebagai pengganti pasir sebesar 25%, memenuhi
syarat ketentuan SNI 03-0349-1989, yaitu mutu II (maks 35 %).
7. Nilai serapan air dalam bata beton berlubang dipengaruhi oleh nilai kuat
tekannya. Bata beton dengan nilai kuat tekan yang tinggi memiliki kepadatan yang baik, sehingga akan menghasilkan volume rongga yang sedikit, semakin sedikit rongga di dalam bata beton, menyebabkan nilai kuat tekan bata beton menjadi tinggi.
B. Saran
Dari penelitian yang telah dilakukan, penulis dapat memberikan beberapa saran, antara lain :
1. Perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai pemanfaatan
bottom ash dalam bata beton berlubang untuk bahan konstruksi lainnya.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai bata beton berlubang yang
memanfaatkan bottom ash sebagai bahan campuran pada komposisinya
menggunakan metode pemadatan dengan mesin, karena pada penelitian ini metode pemadatan yang digunakan ialah metode manual, sehingga kurang efisien dan konsisten dalam pemadatannya.
(46)
3. Perlu tempat yang permukaannya rata pada saat melepas benda uji dari cetakannya, agar benda uji tidak pecah.
4. Jumlah benda uji sebaiknya lebih banyak, sehingga diharapkan kemudian
didapat hasil penelitian yang jauh lebih akurat dari penelitian yang telah dilakukan.
(47)
DAFTAR PUSTAKA
Aggarwal, P., Y. Aggarwal, et al. 2007. Effect of Botoom Ash as Replacement
Fine Aggregat in Concrete. Asian Journal of Civil Engineering (Building and Housing) 8. No.1 : 49 – 62.
Badan Standar Nasional Indonesia. SK SNI 03-0349-1989 Bata Beton untuk
Pasangan dinding.
Hartanto, Andy dan Andrew, Pratomo. 2011. Evaluasi Efektifitas Beberapa
Metoda Perawatan Batako Berlubang yang Memanfaatkan Fly Ash dan Bottom Ash. Skripsi. Universitas Kristen Petra. Surabaya.
Haryanto, Dion Stefanus. 2011. Penelitian Pendahuluan Studi Pemanfaatan
Bottom Ash sebagai Material Konstruksi dalam Pembuatan Bata Beton Berlubang untuk Dinding. Skripsi. Universitas Kristen Petra. Surabaya.
Haryono, Sri dan Luky, Primantari. 2005. Pemanfaatan Limbah Ampas Tebu
sebagai Bahan Substitusi Semen untuk Meningkatkan Kuat Tekan dan Durabilitas Beton pada Lingkunag Agresif. Majalah Ilmiah Kopertis Wilayah VI. Vol. XV No. 23 tahun 2005.
ILO. 2006. Modul Pelatihan Pembuatan Ubin atau Paving Blok dan Batako.
Kantor Perburuhan Internasional. Jakarta.
Murdock, L. J. and Brook K, M. 1991. Bahan dan Praktek Beton (alih bahasa
Stephanus Hendarko). Erlangga. Jakarta.
Mulyono, Tri. 2003. Teknologi Beton. Andi Offset. Yogyakarta.
Prakoso, Joko. 2006. Pengaruh Penambahan Abu Terbang terhadap Kuat Tekan
dan Serapan Air pada Bata Beton Berlubang. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Semarang.
(48)
Samekto,W. Dan C. Rahmadiyanto. 2003. Teknologi Beton. Kanisius. Yogyakarta.
Santoso, I., Roy, S. K., et al. 2003. Pengaruh Penggunaan Bottom Ash terhadap
Karakteristik Campuran Aspal Beton. Dimensi Teknik Sipil 5. No.2 75 -81.
Sari, D.T. 2010. Pembuatan dan Karakterisasi Batako Menggunakan Abu Tandan
Kosong Kelapa Sawit. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Sunarko, Julius dan Edo, Manuel. 2011. Evaluasi Beberaoa Metoda Pemadatan
Batako Berlubang yang Memanfaatkan Fly Ash dan Bottom Ash. Skripsi. Universitas Kristen Petra. Surabaya.
Wijanarko, W. 2008. Metode Penelitian Jerami Padi sebagai Pengisi Batako.
Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Wikipedia the Free Encyelopedia. Bottom Ash. August 10, 2012. http:// en
wikipedia. Org/wiki/bottom ash.
(1)
36
A
Proses Curing time atau Perawatan
Uji Kuat Tekan
Uji Penyerapan Air
Analisis Hasil
Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Selesai
(2)
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Dari hasil pengujian/pemeriksaan pasir dan bottom ash, didapat nilai berat
jenis kondisi SSD sebesar 2,62 untuk pasir dan 2,58 untuk bottom ash, nilai berat jenis yang didapat digunakan dalam perancangan campuran. Selain itu didapat pula nilai modulus kehalusan agregat sebesar 2,83 untuk pasir dan 1,68 untuk bottom ash, campuran antar gradasi dalam komposisi mempengaruhi kekuatan bata beton.
2. Hasil uji kuat tekan rata-rata bata beton berlubang tanpa bottom ash pada umur 28 hari sebesar 20,81 kg/cm² dan 56 hari sebesar 26,95 kg/cm² mencapai kualifikasi mutu IV SNI 03-0349-1989.
3. Bata beton berlubang dengan komposisi bottom ash sebesar 25% dari berat pasir, menghasilkan kuat tekan optimum, yakni 45,46 kg/cm² untuk umur 28 hari dan 48,58 kg/cm² untuk umur 56 hari. Kedua bata beton berlubang tersebut mencapai mutu II. Penggunaan bottom ash sebagai pengganti sebagian pasir sebanyak 25% dari berat pasir merupakan penggunaan bahan yang optimum.
(3)
63
4. Nilai kuat tekan bata beton berlubang yang dihasilkan mengalami peningkatan dari umur 28 hari ke umur 56 hari.
5. Bata beton berlubang dengan penggunaan bottom ash sebagai pengganti sebagian pasir mampu menghasilkan kuat tekan yang melebihi bata beton berlubang tanpa penggunaan bottom ash pada komposisi campurannya. 6. Hasil uji serapan air yang dilakukan pada bata beton berlubang yang
menggunakan bottom ash sebagai pengganti pasir sebesar 25%, memenuhi syarat ketentuan SNI 03-0349-1989, yaitu mutu II (maks 35 %).
7. Nilai serapan air dalam bata beton berlubang dipengaruhi oleh nilai kuat tekannya. Bata beton dengan nilai kuat tekan yang tinggi memiliki kepadatan yang baik, sehingga akan menghasilkan volume rongga yang sedikit, semakin sedikit rongga di dalam bata beton, menyebabkan nilai kuat tekan bata beton menjadi tinggi.
B. Saran
Dari penelitian yang telah dilakukan, penulis dapat memberikan beberapa saran, antara lain :
1. Perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai pemanfaatan bottom ash dalam bata beton berlubang untuk bahan konstruksi lainnya. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai bata beton berlubang yang
memanfaatkan bottom ash sebagai bahan campuran pada komposisinya menggunakan metode pemadatan dengan mesin, karena pada penelitian ini metode pemadatan yang digunakan ialah metode manual, sehingga kurang efisien dan konsisten dalam pemadatannya.
(4)
64
3. Perlu tempat yang permukaannya rata pada saat melepas benda uji dari cetakannya, agar benda uji tidak pecah.
4. Jumlah benda uji sebaiknya lebih banyak, sehingga diharapkan kemudian didapat hasil penelitian yang jauh lebih akurat dari penelitian yang telah dilakukan.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Aggarwal, P., Y. Aggarwal, et al. 2007. Effect of Botoom Ash as Replacement Fine Aggregat in Concrete. Asian Journal of Civil Engineering (Building and Housing) 8. No.1 : 49 – 62.
Badan Standar Nasional Indonesia. SK SNI 03-0349-1989 Bata Beton untuk Pasangan dinding.
Hartanto, Andy dan Andrew, Pratomo. 2011. Evaluasi Efektifitas Beberapa Metoda Perawatan Batako Berlubang yang Memanfaatkan Fly Ash dan Bottom Ash. Skripsi. Universitas Kristen Petra. Surabaya.
Haryanto, Dion Stefanus. 2011. Penelitian Pendahuluan Studi Pemanfaatan Bottom Ash sebagai Material Konstruksi dalam Pembuatan Bata Beton Berlubang untuk Dinding. Skripsi. Universitas Kristen Petra. Surabaya. Haryono, Sri dan Luky, Primantari. 2005. Pemanfaatan Limbah Ampas Tebu
sebagai Bahan Substitusi Semen untuk Meningkatkan Kuat Tekan dan Durabilitas Beton pada Lingkunag Agresif. Majalah Ilmiah Kopertis Wilayah VI. Vol. XV No. 23 tahun 2005.
ILO. 2006. Modul Pelatihan Pembuatan Ubin atau Paving Blok dan Batako. Kantor Perburuhan Internasional. Jakarta.
Murdock, L. J. and Brook K, M. 1991. Bahan dan Praktek Beton (alih bahasa Stephanus Hendarko). Erlangga. Jakarta.
Mulyono, Tri. 2003. Teknologi Beton. Andi Offset. Yogyakarta.
Prakoso, Joko. 2006. Pengaruh Penambahan Abu Terbang terhadap Kuat Tekan dan Serapan Air pada Bata Beton Berlubang. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Semarang.
(6)
Rahmi, L. A. 2005. Pemanfaatan Abu Layang Batu Bara untuk Stabilisasi Ion Logam Berat Besi (Fe 3+) dan Seng (Zn 2+) dalam Limbah Cair Buangan Industri. Tugas Akhir. Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Samekto,W. Dan C. Rahmadiyanto. 2003. Teknologi Beton. Kanisius. Yogyakarta.
Santoso, I., Roy, S. K., et al. 2003. Pengaruh Penggunaan Bottom Ash terhadap Karakteristik Campuran Aspal Beton. Dimensi Teknik Sipil 5. No.2 75 -81. Sari, D.T. 2010. Pembuatan dan Karakterisasi Batako Menggunakan Abu Tandan
Kosong Kelapa Sawit. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Sunarko, Julius dan Edo, Manuel. 2011. Evaluasi Beberaoa Metoda Pemadatan Batako Berlubang yang Memanfaatkan Fly Ash dan Bottom Ash. Skripsi. Universitas Kristen Petra. Surabaya.
Wijanarko, W. 2008. Metode Penelitian Jerami Padi sebagai Pengisi Batako. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Wikipedia the Free Encyelopedia. Bottom Ash. August 10, 2012. http:// en wikipedia. Org/wiki/bottom ash.