OPTIMASI KUAT TEKAN DAN POROSITAS DARI PEMBUATAN BETON NON-PASIR DENGAN PEMANFAAATAN ABU DASAR (BOTTOM ASH)
OPTIMASI KUAT TEKAN DAN POROSITAS
DARI PEMBUATAN BETON NON-PASIR DENGAN
PEMANFAATAN ABU DASAR (BOTTOM ASH)
Oleh
HARI ZYULI YANI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK
pada
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Lampung
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
(2)
ABSTRAK
OPTIMASI KUAT TEKAN DAN POROSITAS DARI PEMBUATAN BETON NON-PASIR DENGAN PEMANFAAATAN ABU DASAR
(BOTTOM ASH)
Oleh :
Hari Zyuli Yani
Pemakaian batubara sebagai sumber tenaga listrik baik bagi industri maupun pembangkit tenaga listrik semakin meningkat. Peggunaan batubara tersebut menghasilkan limbah padat berupa fly ash (abu terbang) dan bottom ash (abu dasar) sebagai hasil dari proses pembakaran yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan. PLTU Tarahan Lampung Selatan, merupakan salah satu penghasil limbah khususnya bottom ash. Bottom ash sendiri memiliki potensi besar dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan beton non-pasir.
Penelitian ini bertujuan mencari komposisi campuran beton non-pasir dengan bahan tambahan bottom ash yang menghasilkan kuat tekan optimum. Pengujian yang dilakukan adalah pengujian kuat tekan beton dan melihat tingkat porositas yang dihasilkan. Benda uji yang digunakan untuk pengujian kuat tekan berupa silinder beton 150 x 300 mm dengan umur pengujian 28 hari dan 56 hari serta 100 x 150 mm untuk pengujian porositas. Dari hasil penelitian kuat tekan diperoleh
kadar bottom ash optimum pada 20%, yaitu sebesar 59,42 kg/cm2 untuk umur 28
hari dan meningkat sebesar 76,4 kg/cm2 pada umur beton 56 hari. Sedangkan pengujian porositas pada benda uji dengan kadar variasi bottom ash 0%, 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% menghasilkan nilai porositas secara berurutan adalah 12,45%, 12,05%, 11,86%, 12,56%, 11,65% dan 11,61%. Dari hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa bottom ash asal Tarahan Lampung Selatan sangat baik
digunakan sebagai material tambahan pembuatan beton non-pasir karena dapat
meningkatkan kuat tekan betonnya dan menambah nilai ekonomis dari bottom ash
itu sendiri.
(3)
(4)
(5)
(6)
iv
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR NOTASI ... viii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 3
D. Batasan Masalah ... 4
E. Manfaat Penelitian ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Beton Ringan (Lightweight Concrete) ... 6
B. Beton Non-pasir ... 7
C. Abu Batubara ... 10
D. Bottom Ash ... 12
E. Semen Portland ... 15
F. Agregat ... 18
G. Air ... 20
H. Kuat Tekan Beton ... 21
I. Porositas ... 23
J. Penelitian Terdahulu ... 24
III. METODE PENELITIAN A. Bahan ... 25
B. Peralatan ... 26
C. Variabel Penelitian ... 28
(7)
v
3. Perencanaan Campuran ... 30
4. Pembuatan Beton Non-pasir ... 32
5. Pengujian Kuat Tekan Beton Non-pasir ... 33
6. Pengujian Porositas Beton Non-pasir ... 34
E. Analisis Hasil Penelitian ... 35
F. Bagan Alir Penelitian ... 37
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Material ... 38
B. Kebutuhan Bahan Beton Non-pasir ... 40
C. Berat Volume Beton Non-pasir ... 41
1. Hasil Pengukuran Berat Volume Beton Non-pasir ... 41
2. Hubungan Berat Volume terhadap Kadar Bottom Ash ... 44
D. Kuat Tekan ... 44
1. Hasil Pengukuran Kuat Tekan Beton Non-pasir ... 45
2. Hubungan Kuat Tekan terhadap Kadar Bottom Ash ... 51
3. Perbandingan Kuat Tekan Beton Non-pasir dengan Bahan Bangunan Lain ... 54
E. Porositas ... 55
1. Hasil Pengukuran Porositas Beton Non-pasir ... 55
2. Hubungan Porositas terhadap Kadar Bottom Ash dan Kuat Tekan ... 57
V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... ... 60
B. Saran ... ... 61
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN A (Hasil Uji Pendahuluan) LAMPIRAN B (Hasil Penelitian)
LAMPIRAN C (Hasil Analisis)
LAMPIRAN D (Foto Dokumentasi Penelitian) LAMPIRAN E (Lembar Asistensi)
(8)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemakaian batubara sebagai sumber tenaga listrik baik bagi industri maupun pembangkit tenaga listrik semakin meningkat. Peggunaan batubara tersebut
menghasilkan limbah padat berupa fly ash (abu terbang) dan bottom ash (abu
dasar) sebagai hasil dari proses pembakaran. Besarnya jumlah limbah tersebut akan menimbulkan masalah apabila langsung dibuang ke lingkungan, selain karena mengandung bahan berbahaya yang dapat mencemari lingkungan juga mengingat ketersediaan lahan yang terbatas. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tarahan merupakan salah satu penghasil limbah dari proses pembakaran batubara di Lampung. Berdasarkan data yang diperoleh, PLTU Tarahan menghasilkan fly ash sebesar 17,292 ton/tahun sedangkan bottom ash sebesar 32,114 ton/tahun.
Bottom ash merupakan bahan buangan dari proses pembakaran batubara pada unit pembangkit uap (boiler) yang mempunyai ukuran partikel lebih besar dan lebih berat dari fly ash. Bottom ash mengandung bahan pozzolanik, yaitu silika dan alumunium serta sedikit unsur kalsium sehingga baik digunakan sebagai bahan pengikat mortar semen pada adukan beton.
(9)
Sebagai salah satu bahan bangunan yang banyak digunakan, beton bukan saja memiliki keandalan dalam hal kekuatan, keawetan serta kemudahan pelaksanaannya, tetapi juga mempunyai nilai ekonomis yang relatif baik. Kelemahan struktur beton sendiri terletak pada berat per meter kubiknya yang cukup besar, sehingga berpengaruh terhadap besarnya beban yang diterima oleh struktur. Hal ini, dapat diminimalkan dengan penggunaan beton ringan. Pembuatan beton ringan dapat dilakukan dengan membuat gelembung-gelembung udara dalam adukan semen, mengganti kerikil dengan agregat ringan atau beton dibuat tanpa butir-butir agregat halus yang biasa disebut
dengan “beton non-pasir”.
Beton non-pasir memiliki keunikan bila dibandingkan dengan beton normal yang ada, beton ini memiliki pori-pori yang mampu meloloskan air. Dalam proses pembuatannya beton berpori ini tidak menggunakan agregat halus sebagai bahan pengisi rongga, ataupun apabila digunakan agregat halus biasanya hanya dalam kuantitas yang kecil dengan tujuan rongga-rongga pada beton tidak tertutupi. Adanya rongga-rongga tersebut menyebabkan kuat tekan beton relatif rendah. Semakin tinggi porositas beton, maka kemampuan untuk menahan beban akan semakin kecil, jadi apabila semakin besar kuat tekan beton maka porositas beton terhadap air akan semakin kecil.
Di Indonesia aplikasi beton berpori masih belum dirasakan, sehingga penelitian-penelitian lebih lanjut mengenai beton non-pasir harus dilakukan. Atas pertimbangan di atas, maka dilakukan penelitian mengenai pembuatan
(10)
Dengan persentase penggunaan bottom ash yang bervariasi diharapkan akan diperoleh komposisi campuran beton non-pasir yang menghasilkan kuat tekan optimum dan juga melihat tingkat porositas air yang dihasilkan. Sehingga diperoleh beton non-pasir yang lebih efisien dan dapat mengurangi
pencemaran lingkungan akibat bottom ash serta menambah nilai ekonomis
dari bottom ash tersebut.
B. Rumusan Masalah
Sisa pembakaran batubara dalam hal ini bottom ash (abu dasar) berpotensi dapat dimanfaatkan sebagai campuran beton. Oleh karena itu, perlu dikaji lebih lanjut bagaimana optimasi variasi campuran bottom ash terhadap kuat
tekan dan porositas dari beton non-pasir yang menggunakan bottom ash (abu
dasar) sebagai bahan tambahan pada adukan beton.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini ialah untuk :
1. Mengetahui apakah bottom ash dapat difungsikan sebagai bahan tambahan
dalam pembuatan beton non-pasir.
2. Mengetahui komposisi optimum campuran beton non-pasir dengan
tambahan bottom ash.
3. Mengetahui kuat tekan yang dihasilkan beton non-pasir dengan bahan
tambahan bottom ash.
4. Mengetahui nilai porositas yang dihasilkan dari beton non-pasir dengan
(11)
5. Mengetahui besarnya perbedaan kuat tekan dan porositas beton non-pasir
dengan dan tanpa bahan tambahan bottom ash.
D. Batasan Masalah
Batasan masalah dari penelitian ini ialah:
1. Variasi penggunaan bottom ash pada campuran adalah 0%, 10%, 20 %, 30%, 40% dan 50% dari jumlah kebutuhan berat semen yang direncanakan./;
2. Jenis beton berupa beton tanpa agregat halus (beton non-pasir).
3. Pengujian dilakukan setelah umur beton mencapai 28 hari dan 56 hari.
4. Dibuat 3 benda uji untuk setiap variasi pencampuran.
5. Bottom ash yang dipakai berasal dari PLTU Tarahan, lolos saringan 4,75 mm (No.4).
6. Agregat kasar yang digunakan berupa batu pecah dengan ukuran agregat adalah 10 - 20 mm.
7. Pengujian yang dilakukan berupa pengujian kuat tekan dan porositas.
8. Perencanaan perbandingan berat semen dan agregat kasar campuran beton
non pasir adalah 1 : 4 dan faktor air semen sebesar 0,40.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat diantaranya sebagai berikut:
1. Memberikan alternatif pemecahan masalah dalam hal penanganan/
pengelolaan limbah batubara (bottom ash) yang dinilai membahayakan
(12)
2. Produk beton non-pasir dengan bahan tambahan bottom ash dapat digunakan sebagai bahan bangunan yang bermutu dan aman bagi lingkungan.
3. Sebagai referensi dalam upaya pengembangan beton non-pasir sebagai
material yang ramah lingkungan dan dapat diaplikasikan sesuai dengan kebutuhan.
(13)
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Beton Ringan (Lightweight Concrete)
Beton adalah campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk masa padat (Surya Sebayang, 2000). Beton normal merupakan bahan bangunan yang relatif cukup berat dengan berat jenis berkisar 2,4 atau
berat 2400 kg/m3. Untuk mengurangi beban mati suatu struktur beton, maka
telah banyak dipakai beton ringan. Berdasarkan SNI 03 - 2847 - 2002, beton ringan adalah beton yang mengandung agregat ringan dan mempunyai berat satuan tidak lebih dari 1900 kg/m3. Pada dasarnya beton ringan diperoleh dengan cara penambahan pori-pori udara ke dalam campuran betonnya.
Menurut Tjokrodimuljo (2007) pembuatan beton ringan dapat dilakukan dengan cara :
1. Membuat gelembung-gelembung gas udara dalam adukan semen. Dengan
demikian akan terjadi banyak pori-pori udara di dalam betonnya. Bahan Tambahan Khusus (pembentuk gelembung udara dalam beton) ditambahkan ke dalam semen dan akan terbentuk gelembung udara.
(14)
2. Dengan menggunakan agregat ringan, misalnya tanah liat bakar dan batu apung. Dengan demikian beton yang terjadi pun akan lebih ringan daripada beton normal.
3. Pembuatan beton tidak dengan butir-butir agregat halus. Dengan demikian
beton ini disebut “beton non-pasir” dan hanya dibuat dari semen dan agregat kasar saja (dengan butir maksimun agregat kasar sebesar 20 mm atau 10 mm). Beton ini mempunyai pori-pori yang hanya berisi udara (yang semula terisi oleh butir-butir agregat halus).
B. Beton Non-pasir
Beton non-pasir (“no-fines concrete”) ialah suatu bentuk sederhana dari jenis beton ringan yang dalam pembuatannya tidak menggunakan agregat halus. Tidak adanya agregat halus dalam campuran menghasilkan beton yang berpori (yang semula diisi agregat halus) sehingga beratnya berkurang (Kardiyono Tjokrodimulyo, 2007). Beton non-pasir juga dapat disebut permeconcrete atau pervious concrete yaitu beton yang dibentuk dari campuran semen, agregat kasar, air dengan atau tanpa bahan tambahan. Beton non-pasir dibuat dengan menghilangkan penggunaan agregat halus. Tidak adanya agregat halus pada campuran menghasilkan suatu sistem berupa keseragaman rongga yang terdistribusi di dalam massa beton, serta berkurangnya berat jenis beton.
Menurut Dwi Kusuma (2012) beton non-pasir mempunyai kelebihan, diantaranya adalah :
(15)
1. Low Shrinkage
Penyusutan total beton non-pasir saat mengeras/kering adalah sekitar setengah dari beton padat yang dibuat dengan agregat yang sama. Tingkat penyusutan juga jauh lebih cepat. Gerakan penyusutan total, telah ditemukan bahwa 50% sampai 80% terjadi dalam 10 hari pertama, dimana untuk beton padat hanya 20 sampai 30 persen akan terjadi pada periode yang sama. Ini berarti bahwa bahaya retak jauh lebih kecil terjadi jika dibandingkan dengan beton normal.
2. Light Weight
Karena penggunaan agregat ringan maka dihasilkan beton dengan bobot yang ringan.
3. Thermal Insulation
Kebaikannya sebagai bahan isolasi panas. 4. Eliminated Segregation
Tidak ada kecenderungan untuk bersegregasi, sehingga dapat dijatuhkan dengan tinggi jatuh yang lebih tinggi.
5. Reduce Cement Demand
Kebutuhan semen sedikit (karena tidak ada pasir maka luas permukaan butir agregat berkurang sehingga kebutuhan pasta semen yang dipakai untuk menyelimuti butir pasir tidak diperlukan lagi, sehingga kebutuhan semen hanya sedikit) dan harganya lebih murah.
6. Simple yaitu berarti cara pembuatannya sederhana dan lebih cepat. 7. Sound Insulation
(16)
8. Environment Friendly, mudah meloloskan air dapat digunakan sebagai bahan pembuat sumur resapan, sehingga meningkatkan resapan ke dalam tanah.
Pada umumnya agregat kasar yang dipakai pada pembuatan beton non-pasir berukuran 10 sampai 20 mm, walaupun ukuran yang lain juga dapat dipakai. Berat jenis beton non-pasir dipengaruhi oleh berat jenis dan gradasi yang dipakai, dan pada umumnya berkisar antara 60-70 persen dari beton biasa. Beton non-pasir sendiri memiliki kuat tekan yang relatif kecil dibandingkan beton normal, menjadikan beton non-pasir memiliki aplikasi yang terbatas.
Menurut ACI (American Concrete Institut) 522R-10 mengenai Pervious
Concrete biasanya beton berpori memiliki kuat tekan sebesar 400 sampai 4000 psi (2,8 Mpa sampai dengan 28 Mpa).
Menurut Dwi Kusuma (2012) kuat tekan dari beton non-pasir dipengaruhi oleh sejumlah faktor, antara lain :
1. Faktor Air Semen
Faktor air semen pada beton non-pasir berkisar 0,36 - 0,46, sedangkan nilai faktor air semen optimum sekitar 0,40. Perkiraan faktor air semen tidak dapat terlalu besar karena jika faktor air semen terlalu besar maka pasta semen akan terlalu encer, sehingga pada waktu pemadatan pasta semen akan mengalir ke bawah dan tidak menyelimuti permukaan agregat. Sedangkan, jika faktor air semen terlalu rendah maka pasta semennya tidak cukup menyelimuti butir butir agregat kasar penyusun
(17)
beton. Dengan nilai faktor air semen optimum akan dihasilkan pula kuat tekan maksimum suatu beton non-pasir.
2. Rasio Volume Agregat dengan Semen
Rasio volume agregat dengan semen merupakan proporsi penggunaan agregat berbanding semen. Pada nilai faktor air semen yang tetap, pengaruh besar rasio agregat dengan semen akan berakibat terhadap pasta yang terbentuk. Semakin besar rasio agregat-semen, maka semakin sedikit pasta semennya, sehingga bahan pengikat antar aggregat akan sedikit pula dan kuat tekan beton non pasir yang terbentuk akan semakin rendah.
Dalam penggunaannya sendiri beton non-pasir ini dapat dicetak sebagai bata beton atau langsung dicetak menjadi dinding tembok atau kolom Aplikasi lain yang sering diantaranya sebagai tempat parkir, trotoar serta area taman. Selain itu, karena beton non-pasir sangan berpori, maka sangat meloloskan air sehingga baik untuk bagian bangunan yang tidak boleh menahan air, misalnya struktur penahan tanah (turap) dan buis beton.
C. Abu Batubara
Proses pembakaran batubara pada pembangkit tenaga uap menghasilkan limbah berupa abu batubara. Abu batubara merupakan bagian dari sisa pembakaran batubara pada boiler pembangkit listrik tenaga uap yang berbentuk partikel halus dan dan merupakan bahan anorganik yang terbentuk dari perubahan bahan mineral karena proses pembakaran. Abu batubara
(18)
alumunium. Pada dasarnya, abu batubara tidak memiliki kemampuan mengikat seperti halnya semen, namun karena ukurannya yang halus dan adanya air, oksida silika yang terkandung dalam abu batubara akan bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida yang terbentuk dari proses hidrasi semen, sehingga akan menghasilkan zat yang memiliki kemampuan mengikat. Abu batubara dapat digunakan pada beton sebagai material terpisah atau sebagai bahan dalam campuran semen dengan tujuan untuk memperbaiki sifat-sifat beton.
Fungsi abu batubara sebagai bahan aditif dalam beton bisa sebagai pengisi (filler) yang akan menambah internal kohesi dan mengurangi porositas daerah transisi yang merupakan daerah terkecil dalam beton, sehingga beton menjadi lebih kuat. Pada umur sampai dengan 7 hari, perubahan fisik abu batubara akan memberikan konstribusi terhadap perubahan kekuatan yang terjadi pada beton, sedangkan pada umur 7 sampai dengan 28 hari, penambahan kekuatan
beton merupakan akibat dari kombinasi antara hidrasi semen dan reaksi
pozzolan. (Jackson, 1977)
Dari proses pembakaran batubara akan terbentuk dua jenis abu yaitu abu terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash). Komposisi abu batubara yang dihasilkan terdiri dari 20% - 30% abu dasar, sedangkan sisanya sekitar 70% - 80% berupa abu terbang.
(19)
D. Bottom ash
Bottom ash merupakan material yang tidak terbakar dengan sempurna dari
pembakaran suatu material, seperti pada pembakaran batubara. Bottom ash ini
diperoleh setelah pembakaran selesai. Biasanya bottom ash menempel pada bagian bawah atau dinding dari tungku pembakaran tersebut. Dengan kata lain bottom ash adalah bahan buangan dari proses pembakaran batubara pada pembangkit tenaga yang mempunyai ukuran partikel lebih besar dan lebih berat dari fly ash, sehingga bottom ash akan jatuh pada dasar tungku
pembakaran (boiler) dan terkumpul pada penampung debu (ash hopper).
Bottom ash mempunyai karakteristik fisik bewarna abu-abu gelap, berbentuk butiran, berporos, mempunyai ukuran butiran antara pasir hingga kerikil.
Terdapat dua kategori bottom ash berdasarkan jenis tungku pembakarannya, yaitu dry bottom boiler yang menghasilkan dry bottom ash dan slag-tap boiler serta cyclone boiler yang menghasilkan wet bottom ash (boiler slag).
Adapun karakteristik bottom ash diantaranya : 1. Karakteristik fisik
Bottom ash mempunyai butiran partikel sangat berpori pada
permukaannya. Partikel bottom ash mempunyai batasan ukuran dari
kerikil sampai pasir. Bottom ash merupakan material dengan gradasi yang
baik, dengan variasi ukuran partikel yang berbeda-beda. Ukuran bottom
ash lebih mendekati ukuran pasir, biasanya 50 - 90 % lolos pada saringan
(20)
lolos pada saringan 0.075 mm (No. 200), dan ukuran paling besar berkisar antara 19 mm (3/4 in) sampai 38.1 mm (1-1/2 in).
Sifat fisik bottom ash berdasarkan bentuk, warna, tampilan, ukuran,
specific gravity, dry unit weight dan penyerapan dari wet dan dry bottom ash dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Sifat fisik dari dry dan wet bottom ash Sifat Fisik
Bottom Ash Wet Dry
Bentuk Angular/bersiku Berbutir kecil / granular
Warna Hitam Abu-abu gelap
Tampilan Keras, mengkilap Seperti pasir halus,
Sangat berpori Ukuran
(% lolos ayakan)
No. 4 (90 - 100%) 1,5 s/d ¾ in (100%)
No. 10 (40 - 60%) No. 4 (50 - 90%)
No. 40 (≤ 10%) No. 10 (10 - 60%)
No. 200 (≤ 5%) No. 40 (0 - 10%)
Specific gravity 2,3 – 2,9 2,1 – 2,7
Dry Unit Weight 960 – 1440 kg/m3 720 – 1600 kg/m3
Penyerapan 0,3 – 1,1 % 0,8 – 2,0 %
Sumber : Indriani Santoso, 2003
2. Karakteristik kimia
Komposisi kimia dari bottom ash sebagian besar terdiri dari silika (Si), alumina (Al) dan besi (Fe) dengan sedikit magnesium (Mg), kalsium (Ca), sulfat (S), natrium (Na) dan unsur kimia lain.
(21)
Tabel 2. Hasil analisis bottom ash
Senyawa Kimia Persentase Kadar (%)
SiO3 26,98
Al2O3 39,40
Fe2O3 10,62
CaO 0,63
MgO 0,56
Na2O 0,15
SO3 0,59
Sumber : I Wayan Suarnita, 2012
3. Karakteristik Mekanis
Adapun sifat mekanis dari dry dan wet bottom ash dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3. Sifat mekanis dari dry dan wet bottom ash Sifat Mekanis
Bottom Ash Dry Bottom Ash Boiler Slag
Maximum dry density 1210 - 1620 kg/m3 961 - 1440 kg/m3
Kelembaban optimum 12 - 24%
(umumnya < 20%) 8 - 20%
Test abrasi LA
(% kehilangan) 30 – 50 24 – 48
Sodium Sulfat
(% kehilangan) 1,5 – 10 1 – 9
Soundness test 38 - 42o 38 - 42o
Kuat geser (sudut geser)
38 - 45o
(ukuran butir < 9,5 mm)
38 - 46o
(ukuran butir < 9,5 m)
CBR (%) 40 – 70 40 – 70
Koefisien permeabilitas 10-2 - 10-3 cm/det 10-2 - 10-3 cm/det
Friable partikel Ada Tidak ada
(22)
Secara umum, abu dasar dapat langsung dimanfaatkan di pabrik semen atau
dapat juga dimanfaatkan menjadi campuran beton (concrete). Salah satu yang
mempengaruhi kuat tekan beton adalah adanya porositas. Porositas dapat diakibatkan karena adanya pertikel-partikel bahan penyusun beton yang relatif besar, sehingga kerapatan tidak maksimal. Partikel terkecil bahan penyusun beton adalah semen. Untuk mengurangi porositas semen dapat digunakan bahan tambahan mineral yang bersifat pozzolan dan mempunyai partikel yang halus. Salah satu bahan tambahan yang dapat digunakan adalah bottom ash (abu dasar). Bottom ash yang digunakan pada pembuatan beton non pasir ini berasal dari PLTU Tarahan, Lampung. Ukuran agregat yang digunakan adalah lolos saringan 4,75 mm.
E. Semen Portland
Semen Portland ialah semen hidrolis yang dengan cara menghaluskan klinker, yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis, dan gips sebagai bahan pembantu (SK SNI-S-04-1989-F). Fungsi utama semen pada adukan beton adalah mengikat butir-butir agregat hingga membentuk suatu massa yang padat dan mengisi rongga-rongga udara diantara butir-butir agregat.
Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil. Jika ditambah air, semen akan menjadi pasta semen. Jika ditambah agregat halus, pasta semen akan menjadi mortar yang jika digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran
(23)
beton segar yang setelah mengeras akan menjadi beton keras (concrete). (Tri Mulyono, 2003)
Pada proses pembuatannya material yang mengandung kapur (misalnya batu kapur), silika dan alumina (misalnya lempung) dihaluskan sampai menjadi bubuk, kemudian dicampur dalam proporsi tertentu dan dibakar pada temperatur ± 1400°C sehingga menjadi klinker, didinginkan dan dihaluskan serta ditambahkan gips sebesar 4% (Surya Sebayang, 2000).
Berdasarkan SNI S-04-1989-F semen portland dibagi menjadi lima jenis kategori sesuai dengan tujuan pemakaiannya, yaitu :
1. Tipe I
Semen portland untuk konstruksi umum, yang tidak memerlukan persyaratan-persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis lain.
2. Tipe II
Semen portland untuk konstruksi pada yang agak tahan terhadap sulfat. 3. Tipe III
Semen portland untuk konstruksi dengan syarat kekuatan awal yang tinggi.
4. Tipe IV
Semen portland untuk kostruksi dengan syarat panas hidrasi yang rendah.
5. Tipe V
Untuk konstruksi-konstruksi yang menuntut persyaratan yang sangat tahan terhadap sulfat. Penggunaan semen jenis ini sama dengan pada semen jenis II dengan kontaminasi sulfat yang lebih pekat.
(24)
Sedangkan semen PCC (Portland Composite Cement) sendiri berdasarkan SNI 15-7064-2004, didefinisikan sebagai bahan pengikat hidrolis hasil penggilingan bersama-sama terak semen portland dan gips dengan satu atau lebih bahan anorganik, atau hasil pencampuran antara bubuk semen portland dengan bubuk bahan anorganik lain. Bahan anorganik tersebut antara lain terak tanur tinggi (blast furnace slag), pozzolan, senyawa silikat, batu kapur, dengan kadar total bahan anorganik 6 - 35 % dari massa semen portland komposit.
Karakteristik dari Portland Composite Cement antara lain : a. Memiliki panas hidrasi yang relatif rendah.
b. Memiliki ketahanan beton terhadap korosi
c. Memiliki ketahanan beton terhadap reaksi alkali agregat
d. Memiliki ketahanan beton terhadap sulfur.
e. Memiliki kuat tekan beton yang tinggi.
f. Memiliki durability yang baik. g. Bersifat kedap terhadap air.
Semen yang satu dapat dibedakan dengan semen yang lainnya berdasarkan susunan kimianya maupun kehalusan butirnya. Berdasarkan SNI
15-7064-2004, syarat kimia semen portland komposit tidak boleh mengandung SO3
lebih dari 4 % dari komposisi total semen. Secara umum, terdapat empat senyawa kimia utama sebagai penyusun semen portland komposit (Mulyono, 2003), yaitu :
(25)
a. Trikalsium Silikat (3CaO.SiO2) yang disingkat menjadi C3S.
b. Dikalsium Silikat (2CaO.SiO2) yang disingkat menjadi C2S.
c. Trikalsium Aluminat (3CaO.Al2O3) yang disingkat menjadi C3A.
d. Tertrakalsium Aluminoferrit (4CaO.Al2O3 Fe2O3) yang disingkat menjadi
C4AF.
F. Agregat
Agregat adalah material granular, misalnya pasir, kerikil, batu pecah, dan kerak tungku pijar, yang dipakai bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk suatu beton atau adukan semen hidraulik (SK SNI 03 - xxxx - 2002). Agregat menempati 60% sampai 80% volume beton, sehingga karakteristik agregat akan menentukan kualitas beton.
Bentuk, tekstur, dan gradasi agregat mempengaruhi sifat pengikatan dan pengerasan beton segar. Sedangkan sifat fisik, kimia, dan mineral mempengaruhi kekuatan, kekerasan dan ketahanan dari beton. Secara umum, menurut ukuran agregat diklasifikasikan dapat dibedakan menjadi :
1. Agregat Halus
Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butir terbesar 5 mm dengan gradasi agregat terlihat pada Tabel 4.
(26)
Tabel 4. Gradasi standar agregat halus (ASTM C-33)
Diameter Saringan (mm) Persentase Lolos (%)
9,5 100
4,75 95 – 100
2,36 (No. 8) 80 – 100
1,18 (No.16) 50 – 85
0,6 (No. 30) 25 – 60
0,3 (No. 50) 10 – 30
0,15 (No. 100) 2 – 10
Sumber : Annual Book of ASTM Standards Volume 04.02 “Concrete and
Agregates”. 1997.
2. Agregat Kasar
Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirannya antara 5 mm sampai 40 mm dengan gradasi agregat terlihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Gradasi agregat kasar menurut ASTM C33 (agregat maks-19)
Diameter Saringan Persentase Lolos
25 mm 100
19 mm 90 – 100
9,5 mm 20 – 55
4,75 mm 0 – 10
2,36 mm 0 – 5
Sumber : Annual Book of ASTM Standards Volume 04.02 “Concrete
and Agregates”. 1997.
Pada pembuatan beton non-pasir ukuran agregat maksimum yang dipakai adalah 10 mm sampai 20 mm. Berat beton non pasir umumnya berkisar 60% - 75% dari beton biasa (Kardiyono Tjokrodimulyo, 2007). Berat beton non-pasir berkisar 2/3 dari beton biasa dengan agregat yang sama.
Agregat kasar yang digunakan untuk pembuatan beton non-pasir ini dari
(27)
G. Air
Air merupakan bahan dasar yang diperlukan untuk bereaksi dengan semen, serta sebagai bahan pelumas antar butir-butir agregat agar mudah dikerjakan dan dipadatkan. Apabila air yang digunakan dalam proses pembuatan beton terlalu sedikit, maka akan menyebabkan beton sulit untuk dikerjakan, tetapi jika terlalu banyak tentu akan mengurangi nilai kekuatan dari beton itu sendiri. Nilai banding berat air dan semen untuk suatu adukan beton disebut dengan Water Cement Ratio (W/C) atau faktor air semen (fas). Agar terjadi proses hidrasi yang sempurna dalam adukan beton, pada umumnya dipakai nilai Water Cement Ratio 0,40 - 0,60. Sedangkan untuk beton non-pasir faktor air semen berkisar anatara 0,36 - 0,46 (Kardiyono Tjokrodimulyo, 2007). Semakin tinggi mutu beton yang akan dicapai umumnya
menggunaakan nilai Water Cement Ratio semakin rendah, sedangkan untuk
menambah daya workability (kelecakan atau sifat mudah dikerjakan)
diperlukan nilai Water Cement Ratio yang lebih tinggi.
Menurut SK SNI 03 - 2847 - 2002, air yang digunakan untuk campuran beton harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari bahan-bahan merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan organik, atau bahan-bahan lainnya yang merugikan terhadap beton atau tulangan.
2. Air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau pada beton
(28)
terkandung dalam agregat, tidak boleh mengandung ion klorida dalam jumlah yang membahayakan.
3. Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton, kecuali
ketentuan berikut terpenuhi:
a. Pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada campuran
beton yang menggunakan air dari sumber yang sama.
b. Hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji mortar yang dibuat dari adukan dengan air yang tidak dapat diminum harus mempunyai kekuatan sekurang-kurangnya sama dengan 90% dari kekuatan benda uji yang dibuat dengan air yang dapat diminum. Perbandingan uji kekuatan tersebut harus dilakukan pada adukan serupa, terkecuali pada air pencampur, yang dibuat dan diuji sesuai
dengan “Metode uji kuat tekan untuk mortar semen hidrolis
(Menggunakan spesimen kubus dengan ukuran sisi 50 mm)” (ASTM C
-109 ).
H. Kuat Tekan Beton
Kuat tekan beton adalah besarnya beban persatuan luas, yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tertentu, yang dihasilkan oleh mesin uji tekan. Kekuatan beton ini tergantung beberapa faktor, seperti proporsi campuran maupun kondisi kelembaban tempat dimana beton akan mengeras. Untuk memperoleh kuat tekan yang diinginkan maka beton yang masih muda perlu dilakukan proses perawatan/curing, dengan tujuan agar proses hidrasi pada semen berjalan dengan sempurna. Pada proses hidrasi
(29)
semen dibutuhkan kelembaban tertentu. Apabila beton cepat mengering maka akan timbul retak pada permukaannya yang menyebabkan kekuatan beton menurun.
Dalam Diktat Konstruksi Beton I (Pratikto, 2009) disebutkan beberapa cara yang dapat dilakukan untuk perawatan beton, antara lain :
1. Beton dibasahi dengan air secara terus menerus.
2. Beton direndam dalam air.
3. Beton ditutup dengan karung basah.
4. Dengan menggunakan perawatan gabungan acuan membran cair untuk
mempertahankan uap air semula beton basah.
5. Perawatan uap untuk beton yang dihasilkan dari kondisi pabrik, seperti balok pracetak, tiang, girder pratekan, dll. Temperatur perawatan sekitar 150oF.
Pada umumnya kuat tekan beton diukur dengan menggunakan benda uji silinder dengan diameter 15 cm den tinggi 30 cm atau dengan benda uji kubus dengan dimensi 15 x 15 x 15 cm. Besarnya kuat tekan beton dapat dihitung dengan cara membagi beban maksimum pada saat benda uji hancur dengan luas penampang benda uji.
Kuat tekan beton tersebut dapat dicari dengan menggunakan rumus :
(30)
Keterangan:
f’c = kuat tekan beton, MPa
P = beban maksimum, N
1)
A = luas penampang, mm2 = , dimana 2)D = diameter
I. Porositas
Porositas beton menggambarkan besar kecilnya kekuatan beton dalam menyangga suatu konstruksi. Semakin padat beton, maka kekuatannya juga akan semakin besar sehingga dapat menyangga konstruksi yang lebih berat. Sebaliknya, semakin renggang beton, maka kekuatannya juga akan semakin lemah sehingga hanya bisa menyangga konstruksi yang ringan dan ketahanannya juga tidak terlalu lama. Porositas dapat diakibatkan adanya partikel-partikel bahan penyusun beton yang relatif besar, sehingga kerapatan tidak maksimal. Penggunaan bottom ash dapat mengurangi rata-rata ukuran pori pada beton sehingga diperoleh permeabilitas beton (kemampuan beton untuk meloloskan air) yang lebih kecil.
Nilai porositas dihitung dengan menggunakan rumus berdasarkan standar ASTM, yaitu :
Voids (%) =
...(2)
Keterangan :
3)
A = massa kering benda uji setelah dioven
C = massa kering permukaan benda uji setelah perendaman dan pendidihan
4)
D = massa benda uji kondisi jenuh setelah perendaman dan pendidihan
1)
Luas penampang silinder beton, A = mm2
2)
Diameter penampang silinder benda uji
3)
Massa kering benda uji porositas setelah dioven
4)
(31)
J. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai beton non-pasir yang dicampur dengan bahan atau menggunakan agregat tertentu telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Hasil penelitian Ferdiyanti (2012), menunjukkan bahwa batu silika dari Padangratu, Lampung Tengah, secara umum memenuhi syarat
untuk digunakan sebagai agregat beton. Berat beton non-pasir per m3 dengan
perbandingan volume semen : agregat 1 : 4, 1 : 6, 1 : 8, 1 : 10 berkisar antara 1830 - 2120 kg/m3, rongga udara beton non pasir berkisar antara 8,64% - 25,10%, kuat tekan beton non pasir berkisar antara 6,77Mpa - 21,77 Mpa.
Kardiyono T., dkk., (2011) meneliti beton non-pasir dari agregat batu alam
(batu ape) Sungai Lua, Sulawesi Utara. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa rasio volume semen-agregat pada campuran beton non-pasir yang ideal adalah 1 : 6 dimana kuat tekan pada benda uji silinder sebesar 7,67 MPa dengan berat beton non pasir per m³ adalah 1,962 ton.
Ermiyati H. Gussyafri (2008) meneliti beton non-pasir dengan agregat dari Desa Salo, Kecamatan Bangkinang, Kabupaten Kampar. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan berat jenis beton non-pasir ini berkisar dari 1963,04 kg/m³ (minimum) sampai dengan 2047,34 kg/m³ (maksimum). Kuat tekan beton non-pasir minimum diperoleh pada variasi berdiameter agregat 15 mm adalah 5,66 Mpa; dan kuat tekan maksimum diperoleh pada variasi diameter 10 mm adalah 7,45 MPa.
(32)
III. METODE PENELITIAN
A. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Semen
Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC (Portland Composite Cement) Merek Holcim, didapatkan dari toko bahan bangunan dalam kondisi baik, dalam zak dengan satuan 50 kg/zak.
2. Agregat kasar
Agregat kasar yang digunakan berupa batu pecah berasal dari PT. Sumber Batu Berkah, Tanjungan, yang merupakan hasil produksi stone crusher. Agregat kasar ini terlebih dahulu diuji berat jenis dan penyerapan agregat kasar serta analisa saringannya (memenuhi standar ASTM C-33). Diameter yang dipakai adalah yang berukuran 10 mm - 20 mm (lolos saringan 19 mm tertahan 9,5 mm).
3. Bottom ash (abu dasar)
Bottom ash (abu dasar) berasal dari PLTU Tarahan Lampung dengan ukuran butir lolos saringan 4,75 mm.
(33)
4. Air
Air yang digunakan berasal dari instalasi air bersih Laboratorium Bahan dan Konstruksi, Universitas Lampung.
B. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Compression Testing Machine
Mesin ini berkapasitas beban maksimum 150 ton dengan ketelitian 0,5 ton. Alat ini digunakan untuk menguji kuat tekan beton non-pasir dengan kecepatan pembebanan sebesar 0,14 - 0,34 Mpa/det.
2. Mesin pengaduk beton (concrete mixer)
Concrete mixer yang digunakan memiliki kapasitas 0,125 m3 dengan kecepatan 20 - 30 putaran per menit yang digerakkan dengan menggunakan diesel. Alat ini berfungsi untuk mengaduk bahan campuran beton non-pasir.
3. Cetakan silinder
Cetakan beton silinder dengan ukuran diameter 15 cm dengan tinggi 30 digunakan untuk mencetak benda uji kuat tekan dan diameter 10 cm dengan tinggi 15 digunakan untuk mencetak benda uji porositas.
4. Satu set saringan
Alat ini digunakan untuk menentukan gradasi agregat, sehingga dapat ditentukan nilai modulus kehalusan butir agregat kasar dan bottom ash (sesuai standar ASTM C-33). Saringan yang dipakai dengan diameter
(34)
berturut-turut 19 mm, 9,5 mm, 4,75 mm, 2,36 mm, 1,18 mm, 0,60 mm, 0,30 mm, 0,15 mm yang dilengkapi dengan tutup (pan).
5. Piknometer
Alat ini digunakan untuk mengukur berat jenis bottom ash.
6. Le Chatelier
Alat ini digunakan untuk mengukur berat jenis semen.
7. Timbangan
Timbangan berkapasitas 12 kg dan 50 kg digunakan untuk mengukur berat masing-masing campuran komposisi beton non-pasir dan pemeriksaan seluruh material.
8. Oven
Alat ini digunakan untuk mengeringkan bahan pada saat pengujian material yang membutuhkan kondisi kering.
9. Bejana silinder
Bejana silinder beserta tongkat pemadat digunakan untuk pemeriksaan berat volume agregat kasar, bottom ash dan semen.
10. Alat bantu
Selama proses pembuatan benda uji digunakan beberapa alat bantu diantaranya adalah sendok semen, mistar, kontainer, panci dan tungku pembakaran.
(35)
C. Variabel Penelitian
Pada penelitian ini jenis beton ringan yang diteliti ialah jenis beton non-pasir, selain itu dilakukan pengujian kuat tekan pada 28 hari dan 56 hari serta pengujian porositas. Perencanaan perbandingan berat semen dan agregat kasar campuran beton non-pasir adalah 1 : 4 dan faktor air semen rencana sebesar 0,40. Adapun variabel penelitian pada tiap pengujian seperti tercantum pada Tabel 6.
Tabel 6. Variabel penelitian
Kode
Sampel Fas
Komposisi Campuran Pengujian dan Jumlah Benda Uji
Ak PC Bottom ash Uji Kuat Tekan Uji Porositas 28 hari 56 hari
B0 0,40 4 1 0% 3 3 3 B1 0,40 4 1 10% 3 3 3 B2 0,40 4 1 20% 3 3 3 B3 0,40 4 1 30% 3 3 3 B4 0,40 4 1 40% 3 3 3 B5 0,40 4 1 50% 3 3 3 Jumlah Benda Uji (buah) 18 18 18
D. Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Bahan dan Konstruksi, Fakultas Teknik, Universitas Lampung, Bandar Lampung. Penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa tahap yaitu : pengadaan bahan material, pemeriksaan bahan beton non pasir, pembuatan beton non pasir, perawatan (curring time) serta pemeliharaan beton non-pasir, pelaksanaan pengujian benda uji, dan analisis hasil penelitian.
(36)
1. Pengadaan Bahan dan Peralatan
Sebelum penelitian dilakukan, maka bahan dan peralatan yang akan digunakan dipersiapkan terlebih dahulu. Bahan-bahan beton non-pasir adalah semen, batu pecah, abu dasar (bottom ash) dari PLTU Tarahan Lampung, dan air dari instalasi air bersih laboratorium. Setelah bahan-bahan tersebut tersedia, maka dilakukan pengujian material.
2. Pemeriksaan Material yang Digunakan
Sebelum bahan-bahan penyusun beton dicampur menjadi satu, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan bahan agar dapat dihasilkan beton dengan mutuyang baik yang sesuai dengan perencanaan. Pemeriksaan serta pengujian terhadap bahan beton non-pasir terdiri dari :
a. Agregat kasar
Pemeriksaan terhadap agregat kasar dilakukan secara visual serta dilakukan uji, sebagai berikut :
1) Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan (ASTM C-127).
2) Pemeriksaan kadar air (ASTM C-556).
3) Berat volume agregat kasar (ASTM C 29), untuk mengetahui berat
volume kondisi SSD (Saturated Surface Dry).
4) Analisis saringan atau gradasi agregat sesuai dengan ASTM C-33 mengenai gradasi standar agregat kasar, untuk mengetahui distribusi
(37)
b. Semen
Pemeriksaan terhadap semen dilakukan secara visual serta dilakukan uji, sebagai berikut :
1) Berat jenis semen (ASTM C-127).
2) Berat volume semen (ASTM C-29).
b. Air
Pemeriksaan terhadap air juga dilakukan secara visual yaitu air harus bersih, tidak mengandung lumpur, minyak dan garam sesuai dengan persyaratan.
c. Abu dasar (bottom ash)
Pemeriksaan terhadap bottom ash dilakukan dengan cara visual yaitu bottom ash yang berwarna abu-abu gelap, serta dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :
1) Pemeriksaan berat jenis (ASTM C-127).
2) Pemeriksaan kadar air (ASTM C-556).
3) Analisis saringan atau gradasi agregat sesuai dengan ASTM C-33 mengenai gradasi standar agregat halus, untuk mengetahui distribusi butiran (gradasi) bottom ash menggunakan saringan.
4) Berat volume bottom ash (ASTM C 29), untuk mengetahui berat
volume kondisi SSD (Saturated Surface Dry).
3. Perencanaan Campuran
Pada penelitian ini rencana komposisi campuran beton (mix design)
(38)
pada thesis Ferdiyanti, 2012 (Pemanfaatan Batu Silika Dari Padangratu Lampung Tengah, Propinsi Lampung sebagai Agregat untuk Pembuatan Bata Beton Non-pasir). Perbandingan antara semen dan agregat kasar sebesar 1 : 4 serta faktor air semen 0,4 dengan nilai slump diabaikan. Ukuran agregat kasar yang digunakan adalah 10 - 20 mm. Penggunaan bottom ash yaitu dengan variasi 0%, 10%, 20%, 30%, 40% dan 50%.
Langkah-langkah pembuatan rencana campuran beton dengan
menggunakan perbandingan berat volume adalah sebagai berikut :
1. Menentukan ukuran agregat maksimum sesuai dengan persyaratan
beton non-pasir. Agregat yang digunakan pada penelitian ini hanya yang berukuran 10 mm- 20 mm.
2. Menentukan perbandingan antara semen dengan agregat kasar yaitu
sebesar 1 : 4. Dengan besaran ini, maka dapat ditentukan berat agregat kasar per m3 dari perkalian berat volume padat agregat kasar.
3. Berat semen diperoleh dari perkalian berat volume padat semen dengan
angka perbandingan semen dan agregat.
4. Faktor air semen ditentukan dan harus disesuaikan dengan faktor air semen untuk beton non-pasir. Faktor air semen yang digunakan sebesar 0,4.
5. Berat air dihitung dengan cara mengalikan jumlah kebutuhan berat
semen dengan faktor air semen.
6. Berat bottom ash diperoleh dengan mengalikan persentase penggunaan
bottom ash dengan berat semen. Sehingga berat keseluruhan material pembentuk beton per m3 telah dapat ditentukan.
(39)
4. Pembuatan Beton Non-pasir
Adapun langkah-langkah pembuatan beton non-pasir, yaitu :
a. Persiapan bahan beton non-pasir
Adapun persiapan yang dilakukan antara lain :
1) Menimbang bahan-bahan beton non-pasir yaitu semen, agregat
kasar, bottom ash dan air dengan berat yang telah ditentukan dalam
perencanaan campuran beton non-pasir. Agregat kasar diayak terlebih dahulu dengan menggunakan ayakan diameter berturut-turut
19 mm dan 9,5 mm, sedangkan bottom ash dengan menggunakan
ayakan 4,75.
2) Mempersiapkan cetakan silinder beton non-pasir dan peralatan lain yang dibutuhkan.
b. Pengadukan campuran beton non-pasir
Pembuatan benda uji dibuat berdasarkan perhitungan proporsi campuran dari hasil rancangan campuran beton. Pembuatan benda uji dilakukan untuk menentukan kuat tekan dan porositas. Bahan pengisi (agregat), bahan ikat (semen) dan abu dasar (bottom ash) dicampur dalam komposisi yang direncanakan dalam keadaan SSD. Langkah ini dilakukan agar pencampuran antara bahan-bahan tersebut dapat lebih homogen, sehingga diharapkan hasil yang diperoleh maksimal. Dilanjutkan dengan memasukan air yang dibutuhkan ke dalam campuran. Pengadukan dilakukan sebanyak satu kali untuk setiap macam campuran dan setiap pengadukan dilakukan pemeriksaan.
(40)
c. Pencetakan beton non-pasir
Setelah pengadonan selesai dilakukan pencetakan dengan cara memasukkan adukan beton ke dalam cetakan silinder dengan dibagi ke dalam tiga lapisan masing-masing setinggi 1/3 tinggi cetakan, kemudian dilakukan pemadatan untuk setiap lapisan dengan ditumbuk sebanyak 25 kali dengan tongkat pemadat dari baja untuk menjamin kepadatan susunan campuran. Kemudian dilakukan pula pemadatan dengan menggunkan palu karet dengan cara memukul-mukul tepi cetakan. Setelah selesai dicetak dan dipadatkan, beton non-pasir dibiarkan selama ± 24 jam dan cetakan dapat dibuka. Setelah itu, beton non-pasir diberi kode sampel, lalu diletakkan di ruang perawatan selama 28 dan 56 hari.
d. Perawatan serta pemeliharaan
Proses perendaman beton dengan merendam beton dalam bak air sesuai umur beton yaitu 28 hari dan 56 hari. Benda uji akan diangkat dari bak saat 7 hari menjelang pengujian. Perendaman berfungsi untuk mengurangi proses hidrasi berlebih, sehingga menghindarkan beton agar tidak retak.
5. Pengujian Kuat Tekan Beton Non-pasir (Compresive Strength)
Pengujian kuat tekan beton dilakukan terhadap benda uji silinder setelah berumur 28 hari dan 56 hari. Benda uji dikeluarkan seminggu sebelum hari pengujian. Sebelum pengujian kuat tekan dimulai, maka terlebih dahulu dilakukan penimbangan berat beton non-pasir tersebut. Dari hasil
(41)
pengukuran ketiga benda uji diambil rata-ratanya. Setelah itu, dilanjutkan
dengan palaksanaan capping menggunakan bahan belerang pada
permukaan atas dan bawah silinder beton. Capping ini bertujuan untuk meratakan permukaan beton, agar saat dilakukan uji kuat tekan diperoleh hasil yang maksimal.
Pengujian kuat tekan beton dilakukan menggunakan mesin uji kuat tekan Compression Testing Machine berkapasitas 150 ton. Pengujian tekan dilakukan sampai beton silinder runtuh (retak dan dicatat beban maksimumnya. Kecepatan pembebanan sebesar 0,14 - 0,34 Mpa/det. nilai kuat tekan beton dengan menggunakan Persamaan 1 pada Bab II sebelumnya.
6. Pengujian Porositas Beton Non-pasir
Pengujian porositas dilakukan pada benda uji silinder dengan tahapan sebagai berikut :
a. Benda uji yang telah berumur 28 hari, kemudian dikeringkan dalam
oven dengan suhu 100oC selama tidak kurang dari 24 jam. Setelah itu,
mengeluarkan benda uji dari oven dan dinginkan di udara sampai suhu
20oC sampai 25oC dan menimbang benda uji. Kemudian kembali
memasukkan benda uji ke oven dan menimbangnya pada interval 24 jam kedua (48 jam) dan menimbangnya. Perbedaan nilai massa dari kedua benda uji tidak boleh melebihi 0,5% dari nilai yang lebih rendah. Apabila melebihi batas tersebut maka, ulangi prosedur sampai nilai yang diperoleh tidak melebihi 0,5% dari nilai terendah.
(42)
c. Setelah langkah pertama selesai dilakukan, benda uji direndam dalam
air dengan suhu sekitar 21oC selama 48 jam. Pada tiap interval 24 jam
dilakukan penimbangan massa benda uji dalam kondisi SSD dengan mengelap permukaan menggunakan handuk. Peningkatan antara kedua nilai massa benda uji tidak boleh melebihi 0,5% dari nilai terbesar.
d. Benda uji yang telah melalui proses perendaman kemudian, dididihkan
selama 5 jam. Setelah itu, dinginkan selama tidak kurang dari 14 jam sampai suhu akhir dari 20oC sampai 25oC. Permukaan sampel yang telah dingin dilap dengan handuk dan menentukan massa sampel dengan menimbangnya.
e. Langkah terakhir yaitu benda uji ditimbang di dalam air (kondisi jenuh)
dengan cara memasukkan ke dalam keranjang yang terendam air dan
telah terikat dengan kawat yang terhubung dengan timbangan.
Nilai porositas dihitung dengan menggunakan rumus berdasarkan standar ASTM, sesuai Persamaan 2 dada Bab II sebelumnya
E. Analisis Hasil Penelitian
Analisa hasil dari penelitian ini dilakukan dengan cara :
1. Menghitung nilai berat volume dari beton non-pasir dan disajikan dalam bentuk tabel.
2. Mengetahui ada tidaknya pengaruh penambahan kadar bottom ash
terhadap berat volume beton non-pasir, kemudian disajikan dalam bentuk grafik.
(43)
3. Menghitung kuat tekan beton non-pasir dengan menggunakan persamaan (1) dan disajikan dalam bentuk tabel.
4. Mengetahui ada tidaknya pengaruh kadar bottom ash terhadap kuat tekan
beton non-pasir umur 28 hari dan 56 hari dan disajikan dalam bentuk grafik.
5. Menghitung besarnya porositas dengan persamaan (2) dan disajikan dalam
bentuk tabel.
6. Mengetahui ada tidaknya pengaruh kadar bottom ash terhadap porositas dan disajikan dalam bentuk grafik.
(44)
F. Bagan Alir Penelitian
Secara keseluruhan bagan alir metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Bagan alir penelitian
NO YES
Perawatan
Uji kuat tekan dan porositas
Analisis data
Menimbang kebutuhan campuran agregat kasar : semen = 4 : 1
Dengan fas = 0,4 dan persentase penambahan bottom ash
0%, 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%
Pengecoran Pengujian Material
Bottom Ash dari PLTU Tarahan
Batu Pecah dari PT. SBB Semen PCC
Merek Holcim
Mulai
Studi Pustaka
Persiapan
(45)
V. SIMPULAN DAN SARAN
A.Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Bottom ash dapat dimanfaatkan sebgai bahan tambahan pembuatan beton non-pasir dengan komposisi optimum per 1 m3 adukan, adalah :
Agregat kasar = 1410,093 kg
Semen = 282,534 kg
Bottom ash = 56,5068 kg
Air = 113,0136 kg
2. Kuat tekan beton optimum terjadi pada kadar bottom ash 20%, yaitu sebesar 59,42 kg/cm2 untuk umur 28 hari dan meningkat sebesar 76,4 kg/cm2 pada umur beton 56 hari.
3. Terjadi penurunan kuat tekan beton untuk kadar bottom ash 30 %, 40 % dan 50 %. Hal ini menunjukkan bahwa setelah mencapai nilai optimum, penambahan kadar bottom ash akan menyebabkan penurunan kuat tekan beton.
4. Berdasarkan perhitungan statistika nilai kuat tekan maksimum rata-rata pada umur 28 hari sebesar 55,2822 kg/cm2 dan pada umur 56 hari sebesar 64,6949 kg/cm2.
(46)
5. Berat volume beton non-pasir untuk kadar bottom ash 10%, 20%,30%,40% dan 50% pada umur 56 hari berturut-turut, yakni 1787,74 kg/m3, 1820,19 kg/m3, 1850,50 kg/m3, 1806,92 kg/m3, 1809,75 kg/m3 dan 1841,19 kg/m3. Nilai ini telah memenuhi syarat SNI 03-2847-2002, yaitu berat volume beton non-pasir tidak boleh melebihi 1900 kg/m3.
6. Nilai porositas beton non-pasir untuk kadar bottom ash 10%, 20%,30%,40% dan 50% pada umur 56 hari berturut-turut, yakni 12,45%, 12,05%, 11,86%,
12,56%, 11,65% dan 11,61%.
7. Semakin besar kadar bottom ash yang ditambahkan dalam adukan beton, maka
nilai porositas semakin kecil. Sebaliknya nilai kuat tekan akan semakin meningkat
sampai kadar tertentu penambahan bottom ash.
8. Dari aspek ekonomi, penggunaan bottom ash akan meningkatkan nilai ekonomis bahan tersebut karena dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pembuatan beton non-pasir.
9. Pemanfaatan limbah bottom ash berdampak positif pada pengendalian pencemaran lingkungan, terutama pada lingkungan PLTU Tarahan.
B.Saran
Dalam penelitian ini, peneliti memberikan saran dan masukan kepada para peneliti selanjutnya dan praktisi sipil sebagai berikut :
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang variasi optimum kadar bottom ash, yaitu dengan memperkecil range menjadi 10 % sampai 35 %, sehingga didapatkan variasi optimum kadar bottom ash yang lebih spesifik.
2. Perlu dilakukan penelitian ulang mengenai pembuatan beton non-pasir dengan perhitungan campuran berdasarkan data berat jenis materialnya.
(47)
3. Perlu ketelitian yang tepat pada saat pemadatan adukan beton non-pasir agar tidak terjadi bleeding (turunnya air ke dasar cetakan sehingga buturan-butiran semen ikut terbawa) yang dapat menurunkan kuat tekan beton.
4. Perlu diadakan penelitian secara kimia untuk mengetahui reaksi atau pengaruh penambahan bottom ash terhadap semen dan pengaruhnya dalam jangka panjang terutama pada kuat tekan beton.
(48)
DAFTAR PUSTAKA
, 1989. Standar Nasional Indonesia S-04-1989-F ”Spesifikasi Bahan Bangunan Bagian A (Bahan Bangunan Bukan Logam)”. Badan Standarisasi Nasional. Bandung.
, 1989. Standar Nasional Indonesia 03-0348-1989 ”Syarat-syarat Fisis Batako”. Badan Standarisasi Nasional. Bandung.
, 2002. Standar Nasional Indonesia 03-2847-2002 ”Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung”. Badan Standarisasi Nasional. Bandung.
, 2002. Standar Nasional Indonesia 03-xxxx-2002 ”Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung”. Badan Standarisasi Nasional. Bandung.
, 2004.Standar Nasional Indonesia 15-7064-2004 ”Semen Portland”.Badan Standarisasi Nasional. Bandung.
, 1978. Bata Merah sebagai Bahan Bangunan, Edisi ke-2. Yayasan Dana Normalisasi Indonesia NI-10. Bandung.
ACI Committee 522. 1982. Pervious Concrete. Report No. ACI 522 R-10.
Annual Book of ASTM Standards Volume 04. 02. 1997. ”Concrete and Agregates” Diarto, T., dkk, Beton Non Pasir Dengan Agregat Dari Batu Alam (Batu Ape)
Sungai Lua Kabupaten Kepulauan Talaud Sulawesi Utara. Jurnal Teknik Sipil. Yogyakarta
Ferdiyanti, 2012. Pemanfaatan Batu Silika Dari Padangratu Lampung
Tengahpropinsi Lampung Sebagai Agregat Untuk Pembuatan Bata Beton Non Pasir. Jurnal MTBB Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Gussyafri H. E., 2008. Beton Non-pasir Dengan Agregat Dari Desa Salo
Kecamatan Bangkinang Kabupaten Kampar. Jurnal Sains dan Teknologi, Universitas Riau. Pekanbaru.
(49)
Kusuma, D. 2012. Beton Non-pasir (No Fines Concrete). dwikusumadpu.wordpress.com./2012/11/21/beton-non-pasir-no-fines-concrete/ Posted on : 21 November 2012
Made Alit K. I, 2007. Perbandingan Kuat Tekan dan Permeabilitas Beton yang enggunakan Seman Portland Pozzolan dengan yang Menggunakan Seman Portland Tipe I, Bahan Seminar Konstruksi Tahan Gempa di Indonesia, Yogyakarta.
Mulyono, T., 2003. Teknologi Beton. Andi Yogyakarta.
Pratikto, 2009. Konstruksi bBeton I, Diktat. Jurusan Teknik Sipil. Politeknik Negeri Jakarta.
Santoso, Indriani. 2003. Pengaruh Penggunaan Bottom Ash Terhadap
Karakteristik Campuran Aspal Beton. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Kristen Petra.
Sebayang, Surya. 2000. “Diktat Bahan Bangunan” (vol. 1-Teknologi Beton). Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Tjokrodimulyo, K., 2007. Teknologi Beton, Buku Ajar. Yogyakarta : Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada.
Tjokrodimulyo, K, dkk., 1994. Beton Non Pasir dengan Agregat dari Batu Alm
(Batu Ape) Sungai Lua Kabupaten Kepulauan Talaud Sulawesi Utara. Jurnal Teknik Sipil UGM. Yogyakarta.
Wayan Suarnita, I, 2012. Pemanfaatan Abu Dasar (Bottom Ash) Sebagai
Pengganti Sebagian Agregat Halus Pada Campuran Beton. Jurnal Teknik Sipil Universitas Tadulako. Palu.
(50)
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Hasil Pemeriksaan Gradasi Bottom Ash (Abu Dasar)
Asal bottom ash : PLTU Tarahan
Diameter saringan (mm) Berat tertahan (gram) % Berat Tertahan
Kumulatif % Berat tertahan
(%)
Lolos (%)
9,5 0 0 0 100
4,75 23 2,3 2,3 97,7
2,36 32,8 3,28 5,58 94,42
1,18 21,6 2,16 7,74 92,26
0,6 58 5,8 13,54 86,46
0,3 493,8 49,38 62,92 37,08
0,15 347,3 34,73 97,65 2,35
Pan 23,5 2,35 100 0
Jumlah 1000 289,73
Modulus Kehalusan (FM) =
= 1,8973... (Tidak memenuhi standar ASTM C-33 untuk agregat halus), tergolong ke dalam Daerah IV (kategori halus)
100 95 80 50 25 5 100 100 85 60 97.7 94.42 92.26 86.46 37.08 0 20 40 60 80 100 120
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Lol os Sa ri n g a n (%)
Diameter Saringan (mm)
Grafik Gradasi
Bottom Ash
ASTM C-33
ASTM C-33 Min ASTM C-33 Max Hasil Pengujian
(51)
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Hasil Pemeriksaan Gradasi Agregat Kasar (Batu Pecah)
Asal batu pecah : Daerah Tanjungan Diameter saringan Berat Tertahan (gram) % Berat Tertahan Kumulatif tertahan (%) Lolos (%)
25 0 0 0 100
19 13 0,4333 0,4333 99,5667
9,5 2244 74,8 75,2333 24,7667
4,75 741 24,7 99,9333 0,0667
2,36 2 0,0667 100 0
1,18 0 0 100 0
0,6 0 0 100 0
0,3 0 0 100 0
0,15 0 0 100 0
Pan 3000 675,6
Modulus Kehalusan (FM) =
= 6,756 ……(Memenuhi standar ASTM C-33)
tergolong sebagai agregat bergradasi sedang 100 90 20 100 55 10 5 100 25 0 20 40 60 80 100 120
0 5 10 15 20 25 30
Lolos S ar in g an (% )
Diameter Saringan (mm)
Grafik Gradasi Agregat Kasar ASTM C-33
ASTM C-33 Min ASTM C-33 Max Hasil Pengujian
(52)
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Hasil Pemeriksaan Berat Jenis Dan Penyerapan Bottom Ash
Asal Bottom Ash : PLTU Tarahan
Berat pasir dalam kondisi SSD (B) = 500 gram
Berat picnometer + air + sampel (C) = 989 gram
Berat picnometer + air (D) = 690 gram
Berat pasir kering (E) = 480 gram
1. Berat Jenis Kondisi SSD =
=
= 2,4876
2. Berat Jenis Kering =
=
= 2,3881
3. Berat Jenis Semu =
=
= 2,6519
4. % Absorbsi = 100%
=
100%
(53)
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Hasil Pemeriksaan Berat Jenis Dan Penyerapan Agregat Kasar (Batu Pecah)
Asal batu pecah : Tanjungan
Berat batu pecah = 7000 gram
Berat batu pecah kondisi SSD (A) = 6865 gram
Berat batu kondisi jenuh (B) = 4285,5 gram
Berat batu kering oven (C) = 6706 gram
1. Berat Jenis Kondisi SSD =
=
= 2,6614
2. Berat Jenis Kering =
=
= 2,5997
3. Berat Jenis Semu =
=
= 2,7705
4. % Absorbsi = 100%
=
100%
(54)
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Hasil Pemeriksaan Berat Jenis Semen
Jenis Semen : : Portland Composite Cement, Merek Holcim
Pembacaan pertama pada skala botol (V1) = 0,1
Pembacaan kedua pada skala botol (V2) = 20,6
Berat isi air pada suhu 4oC (d) = 1 gr/cm3
Berat semen = 64 gram
Berat Jenis Semen =
=
(55)
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Hasil Pemeriksaan Berat Volume Bottom Ash
Berat Volume Bottom Ash
Volume Silinder = 4889 cm3
Berat Mold (B1) = 3545 gram
Berat Mold + Bottom Ash (B2) = 10872 gram
Berat Mold + Bottom Ash (setelah dipadatkan) (B3) = 11109 gram
1. Berat Bottom Ash Gembur (B4) = B2 – B1
= 10872 – 3545 = 7327 gram
Berat Volume Bottom Ash Gembur = B4/Volume
= 7327/4889 = 1,499 gr/cm3
= 1499 kg/m3
2. Berat Bottom Ash Padat (B5) = B3 – B1
= 11109 – 3545 = 7564 gram
Berat Volume Bottom Ash Padat = B4/Volume
= 7327/4889 = 1,547 gr/cm3
(56)
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Hasil Pemeriksaan Berat Volume Agregat Kasar
Berat Volume Agregat Kasar
Volume Silinder = 10621 cm3
Berat Mold (B1) = 3892 gram
Berat Mold + Batu Pecah (B2) = 17890 gram
Berat Mold + Batu Pecah (setelah dipadatkan) (B3) = 19280 gram
1. Berat Batu Pecah Gembur (B4) = B2 – B1
= 17890 - 3892 = 13998 gram
Berat Volume Batu Pecah Gembur = B4/Volume
= 1317,955/10621 = 1,318 gr/cm3
= 1317,955 kg/m3
2. Berat Batu Pecah Padat (B5) = B3 – B1
= 19280 - 3892 = 15388 gram
Berat Volume Batu Pecah Padat = B4/Volume
= 15388/10621
= 1,4488 gr/cm3
(57)
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Hasil Pemeriksaan Berat Volume Semen
Berat Volume Semen
Volume Silinder = 4889 cm3
Berat Mold (B1) = 3545 gram
Berat Mold + Semen (B2) = 9021 gram
Berat Mold + Semen (setelah dipadatkan) (B3) = 9022 gram
1. Berat Semen Gembur (B4) = B2 – B1
= 9021 – 3545 = 5476 gram
Berat Volume Semen Gembur = B4/Volume
= 5476/4889 = 1,1207 gr/cm3
= 1120,0655 kg/m3
2. Berat Bottom Ash Padat (B5) = B3 – B1
= 9022 – 3545 = 5677 gram
Berat Volume Bottom Ash Padat = B4/Volume
= 5677/4889 = 1,1612 gr/cm3
(58)
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Hasil Pemeriksaan Kadar Air Bottom Ash dan Agregat Kasar
1. Asal Bottom Ash : PLTU Tarahan
Berat Bottom Ash sebelum Dioven (Ws) = 1000 gram
Berat Bottom Ash setelah Dioven (Wd) = 988 gram
Kadar Air (ω) = 100%
1 1 1 x Wd Wd Ws = = 0,1%
2. Asal Agregat Kasar : Daerah Tanjungan
Berat Bottom Ash sebelum Dioven (Ws) = 3000 gram
Berat Bottom Ash setelah Dioven (Wd) = 1995 gram
Kadar Air (ω) = 100%
1 1 1 x Wd Wd Ws = = 0,25%
(59)
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
PERHITUNGAN CAMPURAN BETON (MIX DESIGN)
Bahan-bahan yang dipakai :
Semen : Portland Composite Cement, Merek Holcim
Agregat : Batu Pecah (10-20 mm)
Air : Air dari Lab. Bahan Teknik Sipil, Universitas Lampung
Faktor Air Semen (fas) ditetapkan = 0,4
Berat Jenis Air = 1
Berat Jenis Agregat = 2,6614
Berat Jenis Semen = 3,122
Berat Volume Agregat = 1448,828 kg/m3
Berat Volume Semen = 1161,18 kg/m3
Berat Volume Bottom Ash = 1575,147 kg/m3
Diameter Silinder, D1 = 0,15 m
D2 = 0,1 m
Tinggi Silinder, T1 = 0,3 m
(60)
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Perbandingan (Semen : Agregat) = 1 : 4
Variasi Bottom Ash = 0%
Kebutuhan Bahan untuk 1 m3 Adukan
Agregat Kasar = 1 x 1 m3 x 1448,828 kg/m3
= 1448,828 kg
Semen = x 1 m3 x 1161,18 kg/m3
= 290,295 kg
Air = 0,4 x 290,295 kg
= 116,118 kg
Bottom Ash = 0% x 333,8393 kg
= 0 kg
Volume untuk 1 Kali Pengecoran
Volume 6 Silinder (1), V1 = 6 2
= 2 0,3 = 0,0318 m3
(61)
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Volume 3 Silinder (2), V2 = 3 2
= 2 0,15 = 0,0036 m3
Volume Total, Vtotal = V1 + V2
= 0,0318 + 0,0036 = 0,0354 m3
Kebutuhan Bahan untuk 1 Kali Pengecoran (Volume 0,0354 m3)
Agregat Kasar = 0,0354 m3 x 1448,828 kg/ m3
= 51,2264 kg
Semen = 0,0354 m3 x 290,295 kg/m3
= 10,2640 kg
Air = 0,0354 m3 x 116,118 kg/m3
= 4,1056 kg
Bottom Ash = 0,0354 m3 x 0 kg/m3
(62)
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Perhitungan selanjutnya ditabelkan.
Tabel Kubutukan Bahan Beton Non-pasir untuk 1 m3 Adukan
Variasi bottom ash 0% 10% 20% 30% 40% 50%
Rasio perbandingan agregat - semen 1 : 4
Fas 0.4
Jenis semen PCC Merek Holcim
Volume Adukan (m3) 1 1 1 1 1 1
Kebutuhan agregat per m3 beton (kg) 1448.828 1429.198 1410.093 1391.493 1373.376 1355.725 Kebutuhan semen per m3 beton (kg) 290.295 286.3619 282.534 278.807 275.1771 271.6405 Kebutuhan air per m3 beton (kg) 116.118 114.5448 113.0136 111.5228 110.0708 108.6562 Kebutuhan bottom ash per m3 beton (kg) 0 28.63619 56.50679 83.6421 110.0708 135.8202 Berat 1 m3 silinder beton non pasir (kg) 1855.241 1858.741 1862.148 1865.464 1868.695 1871.842
Tabel Kubutukan Bahan Beton Non-pasir untuk 1 kali Adukan Volume 0,0354 m3
Variasi bottom ash 0% 10% 20% 30% 40% 50% Rasio perbandingan agregat - semen 1 : 4
Fas 0.4
Jenis semen PCC Merek Holcim
Faktor Koreksi (0,15)
= 0,0354 + (0,15 x 03543) 0.0407 0.0407 0.0407 0.0407 0.0407 0.0407
Kebutuhan agregat per m3 beton 58.9104 58.1122 57.3354 56.5791 55.8425 55.1248
Kebutuhan semen per m3 beton 11.8036 11.6437 11.4880 11.3365 11.1889 11.0451
Kebutuhan air per m3 beton 4.7214 4.6575 4.5952 4.5346 4.4756 4.4180
Kebutuhan bottom ash per m3 beton 0.0000 1.1644 2.2976 3.4009 4.4756 5.5225
(63)
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
PERHITUNGAN CAMPURAN BETON
(MIX DESIGN) BERDASARKAN BERAT JENIS MATERIAL
Faktor air semen ditetapkan = 0,4
Berat jenis bottom ash (ba) = 2,4876
Berat jenis agregat kasar(ak) = 2,6614
Berat jenis semen(s) = 3.122
Persen udara dalam mortar (Vu) = 2%
Diameter Silinder, D1 = 0,15 m
D2 = 0,1 m
Tinggi Silinder, T1 = 0,3 m
T2 = 0,15 m
Volume untuk 1 Kali Pengecoran
Volume 6 Silinder (1), V1 = 6 2
= 2 0,3 = 0,0318 m3
Volume 3 Silinder (2), V2 = 3 2
= 2 0,15 = 0,0036 m3
(64)
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Volume Total, Vtotal = V1 + V2
= 0,0318 + 0,0036
= 0,0354 m3
Perbandingan (Semen : Agregat Kasar) = 1 : 4
Variasi Bottom Ash = 10%
Kebutuhan Bahan untuk 1 m3 Adukan (1 PCC : 4 AK : 10%BA)
x +
0,1x +
4x
+
x(w/c)
= 1 s ba ak a
x
+ 0,1x + 4x + 0,4x = 1
3,122 2,4876 2,6614 1
6,6205x
+ 0,8309x + 31,0651x + 8,2677x = 1
20,6692 20,6692 20,6692 20,6692
2.2635 x = 1
x = 0,4417985
(65)
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Kebutuhan untuk 1 m3
Semen = 1 m3 x 441,7985 kg = 441,7985 kg
Bottom Ash = 0,1 x 441,7985 kg = 44,1799 kg
Agregat Kasar = 4 x 441,7985 kg = 1767,194 kg
Air = 0,4 x 441,7985 kg = 176,7194 kg
Kebutuhan untuk 1 kali pengecoran (0,0354 m3)
Semen = 0,0354 m3 x 441,7985 kg 15,6207 kg
Bottom Ash = 0,0354 m3 x 44,1799 kg = 1,5621 kg
Agregat Kasar = 0,0354 m3 x 1767,194 kg = 62,4829 kg
Air = 0,0354 m3 x 176,7194 kg =6,2429 kg
Perhitungan selanjutnya ditabelkan.
Tabel Kebutukan Bahan Adukan Beton Non-pasir
Variasi bottom ash 0% 10% 20% 30% 40% 50%
Kebutuhan agregat (kg) 73.1546 70.6015 70.6015 69.3906 68.2206 67.0893
Kebutuhan semen (kg) 18.2887 17.6504 17.6504 17.3477 17.0551 16.7723
Kebutuhan air (kg) 7.3155 7.0601 7.0601 6.9391 6.8221 6.7089
(66)
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Tabel Hasil Pengukuran Berat Volume Beton Non Pasir Umur 28 Hari
Kandungan Benda
Uji
Berat Berat Volume Berat Volume Rata-rata
Bottom Ash (kg) (kg/m3) (kg/m3)
0%
1 9.132 1722.6024
1724.4888
2 9.106 1717.6980
3 9.188 1733.1659
10%
1 9.511 1794.0946
1791.1393
2 9.455 1783.5311
3 9.520 1795.7923
20%
1 9.569 1805.0353
1845.9688
2 9.900 1867.4731
3 9.889 1865.3981
30%
1 9.694 1828.6145
1813.9640
2 9.538 1799.1877
3 9.617 1814.0898
40%
1 9.093 1715.2457
1797.6786
2 9.702 1830.1236
3 9.795 1847.6665
50%
1 9.860 1859.9277
1819.4344
2 9.542 1799.9422
(67)
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Tabel Hasil Pengukuran Berat Volume Beton Non Pasir Umur 56 Hari
Kandungan Benda
Uji Berat (kg)
Berat Volume Berat Volume Rata-rata
Bottom Ash (kg/m3) (kg/m3)
0%
1 9.572 1805.6012
1787.7439
2 9.279 1750.3316
3 9.581 1807.2989
10%
1 9.555 1802.3945
1820.3147
2 9.755 1840.1212
3 9.640 1818.4283
20%
1 9.931 1873.3207
1850.4960
2 9.711 1831.8213
3 9.788 1846.3461
30%
1 9.540 1799.5650
1806.9217
2 9.636 1817.6738
3 9.561 1803.5263
40%
1 9.335 1760.8951
1809.7512
2 9.807 1849.9301
3 9.640 1818.4283
50%
1 9.908 1868.9821
1841.1901
2 9.714 1832.3872
(68)
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Tabel Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton Non Pasir Umur 28 hari
Kandungan Benda
Uji
Beban Maks Kuat Tekan Kuat Tekan Rata-rata
Bottom Ash (KN) (kg/cm2) (kg/cm2)
(KN)
1 75 42.4426
40.5562
2 80 45.2721
3 60 33.9541
10%
1 95 53.7606
50.9311
2 85 48.1016
3 90 50.9311
20%
1 100 56.5901
59.4196
2 105 59.4196
3 110 62.2491
30%
1 85 48.1016
56.5901
2 90 50.9311
3 125 70.7376
40%
1 50 28.2950
41.4994
2 80 45.2721
3 90 50.9311
50%
1 110 62.2491
54.7038
2 55 31.1246
(69)
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Tabel Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton Non Pasir Umur 56 hari
Kandungan Benda
Uji
Beban Maks Kuat Tekan Kuat Tekan Rata-rata
Bottom Ash (KN) (kg/cm2) (kg/cm2)
0%
1 65 36.7836
50.9311
2 95 53.7606
3 110 62.2491
10%
1 80 45.2721
43.3857
2 90 50.9311
3 60 33.9541
20%
1 155 87.7146
76.3966
2 150 84.8851
3 100 56.5901
30%
1 100 56.5901
57.5333
2 100 56.5901
3 105 59.4196
40%
1 70 39.6131
64.1354
2 105 59.4196
3 165 93.3737
50%
1 100 56.5901
54.7038
2 90 50.9311
(70)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Tabel Hasil Pengujian Porositas Beton Non Pasir
Kadar Bottom Ash
(%)
Benda Uji
Berat Beton Non-pasir (gram)
Porositas (%)
Porositas Rata-rata (%)
Kering Oven Selisih
(%) SSD Selisih
Pendidihan Kondisi
Jenuh 24
Jam
48
Jam < 5%
24 Jam
48 Jam
(B) < 5%
0
1 1949 1953 0.0021 2082 2089 0.0034 2054 1227 12.2128
12.4531
2 1988 1994 0.0030 2125 2132 0.0033 2097 1240 12.0187
3 2026 2026 0.0000 2177 2180 0.0014 2141 1265 13.1279
10
1 1952 1954 0.0010 2068 2074 0.0029 2046 1218 11.1111
12.0536
2 1932 2004 0.0373 2138 2144 0.0028 2116 1240 12.7854
3 1985 1991 0.0030 2119 2123 0.0019 2095 1247 12.2642
20
1 1998 1940 0.0299 2059 2064 0.0024 2037 1215 11.8005
11.8537
2 2049 2057 0.0039 2188 2192 0.0018 2161 1276 11.7514
3 2029 2033 0.0020 2161 2168 0.0032 2137 1271 12.0092
30
1 2006 2009 0.0015 2142 2148 0.0028 2120 1247 12.7148
12.5559
2 2034 2043 0.0044 2176 2177 0.0005 2150 1278 12.2706
3 2032 2041 0.0044 2178 2184 0.0028 2154 1263 12.6824
40
1 2004 2009 0.0025 2130 2187 0.0268 2103 1263 11.1905
11.6527
2 2009 2014 0.0025 2137 2142 0.0023 2112 1267 11.5976
3 2066 2048 0.0088 2180 2134 0.0216 2154 1283 12.1699
50
1 2013 2021 0.0040 2139 2144 0.0023 2115 1272 11.1507
11.6091
2 2045 2050 0.0024 2177 2180 0.0014 2147 1278 11.1623
(71)
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
BAHAN
Gambar 1. Semen
(72)
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Gambar 3. Kerikil
(73)
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
PERALATAN
Gambar 5. Saringan
(74)
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Gambar 7. Timbangan
(75)
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
(76)
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
PELAKSANAAN PENELITIAN
Gambar 10. Memasukkan material ke concrete mixer
(77)
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Gambar 12. Mencetak adukan beton non-pasir
(78)
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Gambar 14. Benda uji sebelum mengeras
(79)
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Gambar 16. Pengujian Kuat Tekan
(80)
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Gambar 18. Perendaman benda uji porositas
(81)
(Bottom Ash)
Pelaksana/Peneliti : Hari Zyuli Yani
Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil
Universitas Lampung
Gambar 20. Pendidihan benda uji porositas
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)