ANALISA PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN KONSTRUKSI SARANG LABA-LABA DIMODIFIKASI UNTUK BEBAN SKALA BESAR (Studi Kasus Tangki BBM Kapasitas 1.000.000 liter)

(1)

DIMODIFIKASI UNTUK BEBAN SKALA BESAR

(Studi Kasus Tangki BBM Kapasitas 1.000.000 Liter)

Oleh :

AKHMAD HASTOMO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2014


(2)

ABSTRAK

ANALISA PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN

KONSTRUKSI SARANG LABA-LABA

DIMODIFIKASI UNTUK BEBAN SKALA BESAR

(Studi Kasus Tangki BBM Kapasitas 1.000.000 liter)

Oleh

AKHMAD HASTOMO

Dalam perancangan dan model pondasi yang digunakan untuk mendukung tangki

pada umumnya mengalami perubahan sesuai kebutuhan. Kebutuhan yang

diinginkan dan menjadi target utama adalah peningkatan efisiensi dan keamanan

tangki serta mampu memberikan informasi yang akurat terhadap kinerja tangki

yang ada diatas pondasi. Proses perencanaan pelat dan profil baja tangki

penimbun bahan bakar minyak sangat penting, karena menyangkut optimasi

penggunaan material. Dalam penelitian ini dasar atau pijakan pemikiran yang

digunakan adalah merancang dan menghitung sistem konstruksi pondasi laba-laba

untuk menampung beban tangki BBM kapasitas 10000 kilo liter

,

namun

dilakukan pemodelan untuk memberikan modifikasi demi tercapainya efisiensi

dan efektifitas struktur pondasi laba-laba.

Sampel tanah yang diuji pada penelitian ini yaitu tanah pasir berlempung yang

berasal dari daerah Pertamina Panjang, Bandar Lampung. Setelah dilakukan

pengujian fisik tanah dilanjutkan dengan membuat pembebanan dengan

menggunakan program SAP 2000.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil dari pembebanan dengan

menggunakan SAP 2000 didapatkan nilai momen maksimum sebesar 70911 Knm,

dan didesain menggunakan tulangan D16-200. Jadi hasilnya sangat akurat dan

dapat dipakai untuk pembuatan

pile cap

pada Konstruksi Sarang Laba-Laba.

Setelah itu melakukan analisis terhadap daya dukung tanah didapat hasil sebesar

153,6011 t/m².


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... i

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR NOTASI ... vii

I.

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang ... 1

B.

Rumusan Masalah ... 4

C.

Batasan Masalah ... 4

D.

Tujuan Penelitian... 4

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Konstruksi Sarang Laba-Laba ... 6

B.

Tanah

... 14

C.

Klasifikasi Tanah ... 15

D.

Macam-Macam Pondasi ... 22

E.

Penurunan ... 23

F.

Pembebanan ... 27

G.

Pemodelan Dalam SAP 2000 ... 29

H.

Daya Dukung Tanah ... 30

I.

Metode Analisis Kekakuan Pelat ... 32

III.

METODE PENELITIAN

A.

Pekerjaan Lapangan ... 34

B.

Pelaksanaan Pengujian ... 35

C.

Pengambilan Data Sekunder ... 41

D.

Metode Analisis ... 42

E.

Urutan Prosedur Penelitian ... 43


(7)

A. Hasil Pengujian Sifat Fisik Tanah Asli ... 44

1.

Hasil Pengujian Nilai

Kadar Air (ω)

... 44

2.

Hasil Pengujian Analisis Saringan ... 44

3.

Hasil Pengujian Nilai Berat Jenis (Gs) ... 45

4.

Hasil Pengujian Nilai Batas

Atterberg

... 45

5.

Hasil Pengujian

Direct Shear

... 45

B. Klasifikasi Tanah Asli ... 46

C. Langkah Pembebanan Dengan SAP 2000 ... 49

D.Analisis Daya Dukung Pondasi ... 69

E. Perhitungan Penurunan / Settlement

... 72

V. PENUTUP

A.

Kesimpulan ... 73

B.

Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA


(8)

I.

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Pada perencanaan pembangunan sebuah pondasi harus diperhatikan beberapa

aspek penting, seperti lingkungan, sosial, ekonomi, serta aspek keamanan.

Untuk itu diperlukan suatu perencanaan yang matang sehingga setiap

hambatan yang mungkin terjadi dimasa yang akan datang dapat teratasi

dengan baik. Hal tersebut haruslah menjadi landasan utama dalam setiap

pekerjaan khususnya dibidang Teknik Sipil seperti pembuatan gedung, jalan,

waduk, bendung, saluran irigasi, jembatan dan struktur-struktur yang lainnya.

Dalam perancangan dan model pondasi yang digunakan untuk mendukung

tangki pada umumnya mengalami perubahan sesuai kebutuhan. Kebutuhan

yang diinginkan dan menjadi target utama adalah peningkatan efisiensi dan

keamanan tangki serta mampu memberikan informasi yang akurat terhadap

kinerja tangki yang ada diatas pondasi.

Tangki dibangun untuk suatu tujuan penyimpanan fluida, yang memenuhi

persyaratan / kriteria desain yang yang berlaku. Proses perencanaan pelat dan

profil baja tangki penimbun bahan bakar minyak sangat penting, karena

menyangkut optimasi penggunaan material.


(9)

Persyaratan dalam perancangan bangunan konstruksi suatu tangki adalah

sebagai berikut:

1.

Memenuhi persyaratan kekuatan, kestabilan konstruksi dan standar.

2.

Memenuhi persyaratan keamanan terhadap bahaya kebakaran dan

pencemaran lingkungan.

3.

Memperkecil terjadinya

losses

pada produk atau bahan baku yang

disimpan.

4.

Dapat digunakan dalam waktu yang cukup lama.

5.

Kapasitasnya mencukupi.

6.

Tidak meninggalkan segi

segi keindahannya.

7.

Faktor pemeliharaan, serta ekonomis dalam pembuatannya.

Salah satu kendala terbesar yang dihadapi dalam perancangan konstruksi

tangki timbun adalah tidak adanya keseragaman struktur atau pedoman teknis

tentang pola perencanaan dan perancangan yang ditetapkan. Satu hal yang tak

kalah pentingnya adalah peningkatan kemampuan dari sisi keselamatan

konstruksi tangki baik dari bahaya kegagalan konstruksi maupun bahaya

kebakaran akibat kebocoran yang tidak terdeteksi

.

Pemilihan jenis pondasi merupakan salah satu tahap penting dalam

perencanaan sebuah bangunan. Pondasi merupakan bagian dari suatu sistem

rekayasa yang meneruskan beban yang ditopang oleh pondasi dan beratnya

sendiri kepada dan ke dalam tanah dan batuan yang terletak dibawahnya

(Bowles, 1997).


(10)

Secara umum, pondasi dapat didefinisikan sebagai suatu bagian dari

konstruksi bangunan yang berfungsi untuk menempatkan bangunan dan

meneruskan beban yang disalurkan dari struktur atas ke tanah dasar pondasi

yang cukup kuat menahannya tanpa terjadinya keruntuhan geser tanah dan

differential settlement

pada sistem strukturnya.

Suatu sistem pondasi harus dapat menjamin dan harus mampu mendukung

beban bangunan di atasnya, termasuk gaya

gaya luar seperi gaya angin,

gempa dan lain

lain. Jika terjadi kegagalan konstruksi pada pondasi,

misalnya retak atau patah, dapat terjadi hal

hal seperti :

1.

Kerusakan pada dinding, retak, miring.

2.

Lantai pecah, retak, bergelombang.

3.

Penurunan atap dan bagian

bagian bangunan lain

.

Semua struktur bangunan yang ada di atas tanah didukung oleh sistem

pondasi pada permukaan tanah. Pondasi merupakan bagian dari suatu sistem

rekayasa yang meneruskan beban yang ditopang dan beratnya sendiri kepada

dan kedalam tanah dan batuan yang terletak dibawahnya. Pemilihan sistem

pondasi yang digunakan pada dasarnya merupakan studi alternatif ekonomis.

Hal

hal yang ikut dipertimbangkan tidak hanya material dan tenaga kerja,

tetapi juga biaya

biaya lain seperti mengendalikan air tanah, bagaimana cara

mengurangi kerusakan pada bangunan didekatnya dan berapa lama waktu

yang digunakan untuk membangun suatu bangunan. Selain itu perlu juga

diperhatikan bahwa pada waktu pelaksanaan pembangunan struktur tidak

boleh merusak lingkungan sekitar.


(11)

Dalam penelitian ini dasar atau pijakan pemikiran yang digunakan adalah

merancang dan menghitung sistem Konstruksi Sarang Laba-Laba untuk

menampung beban tangki BBM kapasitas 10000 kilo liter, namun dilakukan

modifikasi demi tercapainya efisiensi dan efektifitas Konstruksi Sarang

Laba-Laba.

B.

Rumusan Masalah

Adapun perumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.

Merancang dan memperhitungkan Konstruksi Sarang Laba-Laba yang

dimodifikasi untuk beban skala yang besar dengan aman dan efisien.

2.

Mengetahui besarnya penurunan Konstruksi Sarang Laba-Laba (KSLL)

dimodifikasi.

C.

Batasan Masalah

Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.

Menghitung momen yang bekerja pada struktur bangunan tangki dengan

menggunakan SAP 2000.

2.

Menghitung daya dukung Konstruksi Sarang Laba-Laba.

3.

Menghitung penurunan yang terjadi pada Konstruksi Sarang Laba-Laba.

D.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :

1.

Mendapatkan metode analisa dan perancangan pondasi yang sesuai untuk

mampu mendukung beban cairan dengan kapasitas besar.


(12)

2.

Menganalisa perhitungan perancangan Konstruksi Sarang Laba-Laba

dimodifikasi.

3.

Untuk mengetahui besarnya daya dukung pondasi laba-laba dan penurunan

yang terjadi.


(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.

Konstruksi Sarang Laba-Laba

Konstruksi Sarang Laba-Laba (KSLL) ialah kombinasi konstruksi bangunan

bawah konvensional yang merupakan perpaduan pondasi plat beton pipih

menerus yang diisi dengan perbaikan tanah sehingga menjadi satu kesatuan

komposit konstruksi beton bertulang. Kombinasi ini menghasilkan kerja sama

timbal balik yang saling menguntungkan sehingga membentuk sebuah pondasi

yang memiliki kekakuan jauh lebih tinggi dibandingkan pondasi dangkal

lainnya.

Konstruksi Sarang Laba-Laba merupakan sistem

pondasi dangkal yang lebih

kaku dan hemat, bila dilihat dari segi materialnya. Kelebihan lain dari sistem

ini merupakan daya tahan horizontal yang cukup bagus. Karena mempunyai

kestabilan yang baik, dimana bila ada gerakan kearah horizontal sistem ini

dapat ditahan oleh tahanan samping, dimana tekanan samping dari sistem ini

cukup besar.

Konstruksi Sarang Laba-Laba ditemukan oleh Ir. Ryantori dan Ir. Soetjipto,

pada tahun 1975. Konstruksinya terdiri dari pelat beton tipis bermutu K-225

berukuran 10-15 cm yang dibawahnya dikakukan oleh rib

rib tegak yang

tipis dan relatif tinggi, biasanya, 50-150 cm. Penempatan rib

rib diatur


(14)

sedemikian rupa sehingga dari atas kelihatan membentuk peta

petak segitiga,

sedangkan rongga

rongga dibawah pelat dan diantara rib

rib diisi dengan

tanah / pasir yang dipadatkan lapis demi lapis

.

Konstruksi Sarang Laba-Laba ini memiliki kelebihan jika dibandingkan

dengan pondasi konvensional yang lain diantaranya yaitu memiliki kekuatan

lebih baik dengan penggunaan bahan bangunan yang hemat dibandingkan

dengan pondasi rakit (

full plate

) lainnya, mampu memperkecil penurunan

bangunan karena dapat membagi rata kekuatan pada seluruh pondasi dan

mampu membuat tanah menjadi bagian dari struktur pondasi, berpotensi

digunakan sebagai pondasi untuk tanah lunak dengan mempertimbangkan

penurunan yang mungkin terjadi dan tanah dengan sifat kembang susut yang

tinggi, menggunakan lebih sedikit alat

alat berat dan bersifat padat karya,

waktu pelaksanaan yang relatif cepat dan dapat dilaksanakan secara industri

(pracetak), lebih ekonomis karena terdiri dari 80% tanah dan 20% beton

bertulang dan yang paling penting adalah ramah lingkungan karena dalam

pelaksanaan hanya menggunakan sedikit menggunakan kayu dan tidak

menimbulkan kerusakan bangunan serta tidak menimbulkan kebisingan

disekitarnya.

Pada dasarnya Konstruksi Sarang Laba-Laba bertujuan untuk memperkaku

sistem pondasi itu sendiri dengan cara berinteraksi dengan tanah

pendukungnya.

Seperti diketahui bahwa jika pondasi semakin fleksibel, maka distribusi

tegangan /

stress

tanah yang timbul akan semakin tidak merata, terjadi


(15)

konsentrasi tegangan pada daerah beban terpusat. Dan sebaliknya, jika pondasi

semakin kaku /

rigid

, maka distribusi tegangan /

stress

tanah akan semakin

merata. Hal ini mempengaruhi kekuatan pondasi dalam hal penurunan yang

dialami pondasi.

Dengan KSLL yang mempunyai tingkat kekakuan yang lebih tinggi, maka

penurunan yang terjadi akan merata karena masing

masing kolom dijepit

dengan rib

rib beton yang saling mengunci.

Sesuai dengan definisinya, maka Konstruksi Sarang Laba-Laba terdiri dari 2

bagian konstruksi, yaitu :

1. Konstruksi beton

a.

Konstruksi beton pondasi KSLL berupa pelat pipih menerus yang

dibawahnya dikakukan oleh rib

rib tegak yang pipih tetapi tinggi.

b.

Ditinjau dari segi fungsinya, rib

rib tersebut ada 3 macam yaitu rib

konstruksi, rib

settlement

dan rib pengaku.

c.

Bentuknya bisa digambarkan sebagai kotak raksasa yang terbalik

(menghadap kebawah).

d.

Penempatan / susunan rib

rib tersebut sedemikian rupa, sehingga

denah atas membentuk petak

petak segitiga dengan hubungan yang

kaku (

rigid

).


(16)

COMPACTED SAND FILL COMPACTED SAND FILL

COMPACTED SAND FILL COMPACTED SAND FILL

CLAY BRICK WALL (BATA MERAH) THICKNESS 200 mm

CLAY BRICK WALL (BATA MERAH) THICKNESS 200 mm

CLAY BRICK WALL (BATA MERAH) THICKNESS 200 mm CLAY BRICK WALL (BATA MERAH) THICKNESS 200 mm

3839 mm

3763 mm

69

80 m

m

497

4 m

m

511

6 m

m

12950 m m

TANK SUMP

Gambar 1. Contoh Konstruksi Sarang Laba-Laba dan

rencana modifikasi KSLL

2.

Perbaikan tanah / pasir

a.

Rongga yang ada diantara rib

rib / di bawah pelat diisi dengan

lapisan tanah / pasir yang memungkinkan untuk dipadatkan dengan

sempurna.

b.

Untuk memperoleh hasil yang optimal, maka pemadatan dilaksanakan

lapis demi lapis dengan tebal tiap lapis tidak lebih dari 20 cm,

sedangkan pada umumnya 2 atau 3 lapis teratas harus melampaui

batas 90% atau 95% kepadatan maksimum (

Standart Proctor

).

Adanya perbaikan tanah yang dipadatkan dengan baik tersebut dapat

membentuk lapisan tanah seperti lapisan batu karang sehingga bisa

memperkecil dimensi pelat serta rib

ribnya. Sedangkan rib

rib

serta pelat KSLL merupakan pelindung bagi perbaikan tanah yang

sudah dipadatkan dengan baik.


(17)

Kelebihan

kelebihan pondasi Konstruksi Sarang Laba-Laba adalah sebagai

berikut :

1.

KSLL memiliki kekakuan yang lebih baik dengan penggunaan bahan

bangunan yang hemat dibandingkan dengan pondasi rakit (

raft

foundation

).

2.

KSLL memiliki kemampuan memperkecil

settlement settlement

dan

mengurangi

irregular settlement settlement

apabila dibandingkan dengan

pondasi rakit.

3.

KSLL mampu membuat tanah menjadi bagian dari struktur pondasi

karena proses pemadatannya akan meniadakan pengaruh lipat atau lateral

buckling pada rib.

4.

KSLL berpotensi untuk digunakan sebagai pondasi untuk bangunan

bertingkat rendah ( 2 lantai ) yang dibangun di atas tanah lunak dengan

mempertimbangkan total settlement yang mungkin terjadi.

5.

Pelaksanaannya tidak menggunakan alat-alat berat dan tidak

mengganggu lingkungan sehingga cocok diterapkan baik di lokasi padat

penduduk maupun di daerah terpencil.

6.

KSLL mampu menghemat pengunaan baja tulangan maupun beton.

7.

Waktu pelaksanaan yang diperlukan relatif lebih cepat.

8.

KSLL lebih ekonomis dibandingkan pondasi konvensional rakit atau

tiang pancang, apalagi dengan pondasi dalam, sehingga cocok digunakan

oleh negara

negara sedang berkembang karena murah, padat karya dan

sederhana.


(18)

Keistimewaan pondasi KSLL dapat dilihat dari aspek teknis, ekonomis dan

dari segi pelaksanaan.

1.

Aspek Teknis

a.

Pelat pipih menerus yang di bawahnya dikakukan oleh rib

rib tegak,

pipih dan tinggi. Bentuk konstruksi seperti ini, dengan bahan yang

relatif sedikit akan diperoleh pelat yang memiliki kekakuan / tebal

ekivalen yang tinggi.

b.

Susunan rib

rib yang membentuk titik

titik pertemuan dan

penempatan kolom / titik beban pada titik pertemuan rib

rib. Pada titik

pertemuan rib

rib diperoleh ketebalan maksimum, sedangkan makin

jauh dari titik pertemuan rib

rib ketebalan ekivalen makin berkurang.

Dalam perencanaan pondasi KSLL sebagai pondasi bangunan gedung

arus sedemikian rupa sehingga titik pertemuan rib

rib berimpit dengan

titik kerja beban / kolom

kolom tersebut. Hal ini menghasilkan grafik

penyebaran beban yang identik bentuknya dengan grafik ketebalan

ekivalen, sehingga dimensi konstruksi yang dihasilkan (pelat dan rib)

lebih ekonomis.Susunan rib yang membentuk petak

petak segitiga

dengan hubungan yang kaku menjadikan hubungan antar rib menjadi

hubungan yang stabil terhadap pengaruh gerakan / gaya horisontal.

c.

Rib

Rib

Settlement

Yang Cukup Dalam

Penempatan rib yang cukup dalam diatur sedemikian rupa sehingga

membagi luasan konstruksi bangunan bawah dalam petak

petak

segitiga yang masing

masing luasnya tidak lebih dari 200 m2. Adanya

rib

rib

settlement

memberi keuntungan yaitu mereduksi total


(19)

penurunan, mempertinggi kestabilan bangunan terhadap kemungkinan

terjadinya kemiringan, mampu melindungi perbaikan tanah terhadap

kemungkinan bekerjanya pengaruh

pengaruh negatif dari lingkungan

sekitar, misalnya kembang susut tanah dan kemungkinan timbulnya

degradasi akibat aliran tanah dan yang terakhir yaitu menambah

kekakuan pondasi dalam tinjauannya secara makro.

d.

Kolom Mencengkeram Pertemuan Rib

Rib Sampai Ke Dasar Rib

Hal ini membuat hubungan konstruksi bagian atas (

upper structure

)

dengan konstruksi bangunan bawah (

sub structure

) menjadi lebih kokoh.

Sebagai gambaran, misal tinggi rib konstruksi 120 cm, maka hubungan

antara kolom dengan pondasi KSLL juga akan setinggi 120 cm. Untuk

perbandingan, pada pondasi tiang pancang, hubungan antara kolom

dengan pondasi hanya setebal pondasinya (kisarannya antara 50-80 cm).

e.

Sistem Perbaikan Tanah Setelah Pengecoran Rib

Rib

Pemadatan tanah baru dilakukan setelah rib

rib selesai dicor dan

berumur sedikitnya 3 hari. Pemadatan sendiri harus dilaksanakan lapis

demi lapis dan harus dijaga agar perbedaan tinggi antara petak yang

sedang dipadatkan dengan petak petak yang bersebelahan tidak lebih

dari 25 cm, sehingga mudah untuk mencapai kepadatan yang tinggi. Di

samping hasil kepadatan yang tinggi pada lapisan tanah di dalam petak

rib

rib, lapisan tanah asli di bawahnya akan ikut terpadatkan walaupun

tidak mencapai kepadatan setinggi tanah yang berada dalam petak rib

rib. Hal itu pun sudah memberikan hasil yang cukup memuaskan bagi


(20)

peningkatan kemampuan daya dukung dan bagi ketahanan kestabilan

terhadap penurunan (

settlement

).

f.

Adanya Kerja Sama Timbal Balik Saling Menguntungkan Antara

Konstruksi Beton Dan Sistem Perbaikan Tanah

Rib

rib beton, di samping sebagai pengaku pelat dan sloof, juga

sebagai dinding penyekat dari sistem perbaikan tanah, sehingga

perbaikan tanah dapat dipadatkan dengan tingkat kepadatan yang tinggi

(mencapai 100% kepadatan maksimum

Standar Proctor

), dan

setelahnya rib

rib akan berfungsi sebagai pelindung bagi perbaikan

tanah terhadap pengaruh dari banjir, penguapan dan degradasi.

Perbaikan tanah akan memberi dampak lapisan tanah menjadi seperti

lapisan batu karang sehingga dapat memperkecil dimensi ribnya.

2.

Aspek Ekonomis

Di atas telah dijelaskan aspek

aspek teknis yang juga memberi keuntungan

dilihat dari aspek ekonomis, seperti dimensi rib yang relatif kecil,

penggunaan tanah sebagai bagian dari konstruksi yang menghemat

pemakaian beton dan sebagainya.

Aspek ekonomis yang juga dapat dilihat pada pondasi KSLL adalah

pengerjaan pondasi yang memerlukan waktu yang singkat karena

pelaksanaannya mudah dan padat karya serta sederhana dan tidak menuntut

keahlian yang tinggi. Selain itu pembesian pada rib dan plat, cukup dengan

pembesian minimum, pada umumnya, hanya diperlukan volume beton

0,2-0,35 m3 beton/m2 luas pondasi, dengan pembesian 90-120 kg/m3 beton.

Pondasi KSLL memanfaatkan tanah

h

ingga mampu berfungsi sebagai


(21)

struktur bangunan bawah dengan komposisi sekitar 85 persen tanah dan 15

persen beton.

B. Tanah

Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral

mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain

dan dari bahan

bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat)

disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang

ruang kosong diantara

partikel

partikel padat tersebut (Das, 1995).

Tanah adalah kumpulan-kumpulan dari bagian-bagian yang padat dan tidak

terikat antara satu dengan yang lain (diantaranya mungkin material organik)

rongga-rongga diantara material tersebut berisi udara dan air. Sedangkan

menurut Craig (1991) tanah merupakan akumulasi partikel mineral atau ikatan

antar partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan dari batuan.

Tanah mempunyai peranan yang penting pada suatu lokasi pekerjaan

konstruksi yaitu sebagai pondasi pendukung untuk konstruksi bangunan, jalan

(

subgrade

), tanggul dan bendungan. Namun tidak semua tanah mampu

mendukung konstruksi. Hanya tanah yang mempunyai stabilitas baik yang

mampu mendukung konstruksi yang besar. Sedangkan tanah yang kurang baik

harus distabilisasi terlebih dahulu sebelum dipergunakan sebagai pondasi

pendukung.


(22)

C. Klasifikasi Tanah

Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah

yang berbeda-beda tetapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam

kelompok-kelompok dan subkelompok-kelompok-subkelompok-kelompok berdasarkan pemakaiannya. Sistem

klasifikasi memberikan suatu bahasa yang mudah untuk menjelaskan secara

singkat sifat-sifat umum tanah yang sangat bervariasi tanpa penjelasan yang

terinci (Das, 1995).

Klasifikasi tanah berfungsi untuk studi yang lebih terinci mengenai keadaan

tanah tersebut serta kebutuhan akan pengujian untuk menentukan sifat teknis

tanah seperti karakteristik pemadatan, kekuatan tanah, berat isi, dan sebagainya

(Bowles, 1989).

Sistem klasifikasi dimaksudkan untuk menentukan dan mengidentifikasikan

tanah dengan cara sistematis guna menentukan kesesuaian terhadap pemakaian

tertentu dan juga berguna untuk menyampaikan informasi tentang karakteristik

dan sifat-sifat fisik tanah serta mengelompokkannnya berdasarkan suatu

kondisi fisik tertentu dari tanah tersebut dari suatu daerah ke daerah lain dalam

bentuk suatu data dasar.

Sistem klasifikasi tanah dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

a.

Klasifikasi Berdasarkan Tekstur dan Ukuran

Sistem klasifikasi ini didasarkan pada keadaan permukaan tanah yang

bersangkutan, sehingga dipengaruhi oleh ukuran butiran tanah dalam

tanah. Klasifikasi ini sangat sederhana di dasarkan pada distribusi ukuran


(23)

tanah saja. Pada klasifikasi ini tanah dibagi menjadi kerikil

(gravel)

,

pasir

(sand)

, lanau

(silt)

dan lempung

(clay)

(Das,1993).

b.

Klasifikasi Berdasarkan Pemakaian

Pada sistem klasifikasi ini memperhitungkan sifat plastisitas tanah dan

menunjukkan sifat-sifat tanah yang penting. Pada saat ini terdapat dua

sistem klasifikasi tanah yang sering dipakai dalam bidang teknik. Kedua

sistem klasifikasi itu memperhitungkan distribusi ukuran butir dan

batas-batas

Atterberg.

Ada beberapa macam sistem klasifikasi tanah sebagai hasil pengembangan dari

sistem klasifikasi yang sudah ada. Tetapi yang paling umum digunakan

adalah:

a.

Sistem Klasifikasi Tanah

Unified

(

Unified Soil Classification System/

USCS

)

Sistem klasifikasi tanah

unified

atau

Unified Soil Classification System

(USCS) diajukan pertama kali oleh Prof. Arthur Cassagrande pada tahun

1942 untuk mengelompokkan tanah berdasarkan sifat teksturnya dan

selanjutnya dikembangkan oleh

United State Bureau of Reclamation

(USBR) dan

United State Army Corps of Engineer

(USACE). Kemudian

American Society for Testing and Materials

(ASTM) memakai USCS

sebagai metode standar untuk mengklasifikasikan tanah. Menurut sistem

ini tanah dikelompokkan dalam tiga kelompok yang masing-masing

diuraikan lebih spesifik lagi dengan memberi simbol pada setiap jenis

(Hendarsin, 2000), yaitu:


(24)

1)

Tanah berbutir kasar, yaitu tanah yang mempunyai prosentase lolos

ayakan No. 200 < 50 %.

2)

Klasifikasi tanah berbutir kasar terutama tergantung pada analisa

ukuran butiran dan distribusi ukuran partikel. Tanah berbutir kasar

dapat berupa salah satu dari hal di bawah ini :

a)

Kerikil (G) apabila lebih dari setengah fraksi kasar tertahan pada

saringan No. 4

b)

Pasir (S) apabila lebih dari setengah fraksi kasar berada diantara

ukuran saringan No. 4 dan No. 200

3)

Tanah berbutir halus, adalah tanah dengan persentase lolos ayakan No.

200 > 50 %.

Tanah berbutir ini dibagi menjadi lanau (M). Lempung Anorganik (C)

dan Tanah Organik (O) tergantung bagaimana tanah itu terletak pada

grafik plastisitas.

4)

Tanah Organis

Tanah ini tidak dibagi lagi tetapi diklasifikasikan dalam satu kelompok

Pt. Biasanya jenis ini sangat mudah ditekan dan tidak mempunyai sifat

sebagai bahan bangunan yang diinginkan. Tanah khusus dari

kelompok ini adalah peat, humus, tanah lumpur dengan tekstur organis

yang tinggi. Komponen umum dari tanah ini adalah partikel-partikel

daun, rumput, dahan atau bahan-bahan yang regas lainnya.


(25)

Tabel 1. Sistem Klasifikasi Tanah

Unified

Jenis Tanah

Simbol

Sub Kelompok

Simbol

Kerikil

Pasir

Lanau

Lempung

Organik

Gambut

G

S

M

C

O

Pt

Gradasi Baik

Gradasi Buruk

Berlanau

Berlempung

WL<50%

WL>50%

W

P

M

C

L

H

Sumber : Bowles, 1989.

Dimana :

W =

Well Graded

(tanah dengan gradasi baik),

P =

Poorly Graded

(tanah dengan gradasi buruk),

L =

Low Plasticity

(plastisitas rendah, LL<50),

H =

High Plasticity

(plastisitas tinggi, LL> 50).

Faktor-faktor yang harus diperhatikan untuk mendapatkan klasifikasi yang

benar adalah sebagai berikut :

a.

Persentase butiran yang lolos saringan No. 200.

b.

Persentase fraksi kasar yang lolos saringan No. 40.

c.

Batas cair (LL) dan indeks plastisitas (PI).


(26)

Tabel 2. Sistem Klasifikasi Tanah USCS

Ta na h be rb ut ir ka sa r≥ 5 0% b ut ira n te rt ah an s ar in g an N o . 2 0

0 Ker

ik il 50 %≥ fr ak si k as ar te rt ah an s ar in g an N o . 4 K er ik il b er si h (h an y a k er ik il ) GW

Kerikil bergradasi-baik dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

K la si fi k as i b er d as ar k an p ro se n ta se b u ti ra n h al u s ; K u ra n g d ar i 5 % l o lo s sa ri n g an n o .2 0 0 : G M, G P , S W, S P . L eb ih d ar i 1 2 % l o lo s sa ri n g an n o .2 0 0 : G M , G C , S M, S C . 5 % - 1 2 % l o lo s sa ri n g an N o .2 0 0 : B at as an k la si fi k as i y an g m em p u n y ai s im b o l d o b el

Cu = D60 > 4

D10

Cc = (D30)2 Antara 1 dan 3

D10 x D60

GP

Kerikil bergradasi-buruk dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW K er ik il d en g an B u ti ra n h al u

s GM Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasir-lanau

Batas-batas

Atterberg di

bawah garis A atau PI < 4

Bila batas Atterberg berada didaerah arsir dari diagram plastisitas, maka dipakai dobel simbol GC Kerikil berlempung, campuran

kerikil-pasir-lempung

Batas-batas

Atterberg di

bawah garis A atau PI > 7

Pa si r≥ 5 0% fr ak si k as ar lo lo s sa ri n g an N o . 4 P as ir b er si h ( h an y a p as ir

) SW

Pasir bergradasi-baik , pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Cu = D60 > 6

D10

Cc = (D30)2 Antara 1 dan 3

D10 x D60

SP

Pasir bergradasi-buruk, pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW P as ir d en g an b u ti ra n h al u s

SM Pasir berlanau, campuran pasir-lanau

Batas-batas

Atterberg di

bawah garis A atau PI < 4

Bila batas Atterberg berada didaerah arsir dari diagram plastisitas, maka dipakai dobel simbol SC Pasir berlempung, campuran

pasir-lempung

Batas-batas

Atterberg di

bawah garis A atau PI > 7

T an ah b er b u ti r h al u s 5 0 % at au l eb ih l o lo s ay ak an N o . 2 0 0 L an au d an l em p u n g ba ta s c ai r ≤ 50% ML

Lanau anorganik, pasir halus sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung

Diagram Plastisitas:

Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar. Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol.

60

50 CH

40 CL

30 Garis A CL-ML

20

4 ML ML atau OH

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Garis A : PI = 0.73 (LL-20) CL

Lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai dengan sedang lempung berkerikil, lempung berpasir, lempung berlanau, lempung “kurus” (lean clays) OL

Lanau-organik dan lempung berlanau organik dengan plastisitas rendah L an au d an l em p u n g b at as ca ir ≥ 50% MH

Lanau anorganik atau pasir halus diatomae, atau lanau diatomae, lanau yang elastis

CH

Lempung anorganik dengan plastisitas tinggi, lempung “gemuk” (fat clays) OH

Lempung organik dengan plastisitas sedang sampai dengan tinggi

Tanah-tanah dengan kandungan organik sangat tinggi

PT

Peat (gambut), muck, dan tanah-tanah lain dengan kandungan organik tinggi

Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488

Sumber : Hary Christady, 1996.

Batas Cair (%)

B at as P la st is (%)


(27)

b.

Sistem klasifikasi AASHTO

Sistem Klasifikasi AASHTO (

American Association of State Highway and

Transportation Official

) dikembangkan pada tahun 1929 dan mengalami

beberapa kali revisi hingga tahun 1945 dan dipergunakan hingga sekarang,

yang diajukan oleh

Commite on Classification of Material for Subgrade

and

Granular Type Road of the Highway Research Board

(ASTM Standar

No. D-3282, AASHTO model M145). Sistem klasifikasi ini bertujuan

untuk menentukan kualitas tanah guna pekerjaan jalan yaitu lapis dasar

(

sub-base

) dan tanah dasar (

subgrade

).

Dalam sistem ini tanah dikelompokkan menjadi tujuh kelompok besar yaitu

A1 sampai dengan A7. Tanah yang termasuk dalam golongan A-1 , A-2,

dan A-3 masuk kedalam tanah berbutir dimana 35% atau kurang dari

jumlah butiran tanah yang lolos ayakan No.200, sedangkan tanah yang

masuk dalam golongan A-4, A-5, A-6 dan A-7 adalah tanah lanau atau

lempung. A-8 adalah kelompok tanah organik yang bersifat tidak stabil

sebagai bahan lapisan struktur jalan raya, maka revisi terakhir oleh

AASHTO diabaikan (Sukirman, 1992). Percobaan yang dibutuhkan untuk

mendapatkan data yang diperlukan adalah analisis saringan, batas cair, dan

batas plastis.


(28)

Tabel 3. Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASTHO

Klasifikasi umum

Tanah berbutir

(35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan

No.200

Klasifikasi

kelompok

A-1

A-3

A-2

A-1-a

A-1-b

A-2-4

A-2-5

A-2-6

A-2-7

Analisis ayakan

(% lolos)

No.10

No.40

No.200

Maks

50

Maks

30

Maks

15

Maks

50

Maks

25

Min

51

Maks

10

Maks

35

Maks

35

Maks

35

Maks

35

Sifat fraksi yang

lolos ayakan

No.40

Batas Cair (LL)

Indeks

Plastisitas (PI)

Maks 6

NP

Maks

40

Maks

10

Min 41

Maks

10

Maks

40

Min 11

Min 41

Min 41

Tipe material

yang paling

dominan

Batu pecah,

kerikil dan

pasir

Pasir

halus

Kerikil dan pasir yang berlanau atau

berlempung

Penilaian sebagai

bahan tanah dasar

Baik sekali sampai baik

Klasifikasi umum

Tanah berbutir

(Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200

Klasifikasi

kelompok

A-4

A-5

A-6

A-7

Analisis ayakan

(% lolos)

No.10

No.40

No.200

Min 36

Min 36

Min 36

Min 36

Sifat fraksi yang

lolos ayakan

No.40

Batas Cair (LL)

Indeks

Plastisitas (PI)

Maks 40

Maks 10

Maks 41

Maks 10

Maks 40

Maks 11

Min 41

Min 11

Tipe material

yang paling

dominan

Tanah berlanau

Tanah Berlempung

Penilaian sebagai

bahan tanah dasar

Biasa sampai jelek

Sumber: Das (1995).


(29)

Sistem klasifikasi ini didasarkan pada kriteria di bawah ini :

1)

Ukuran Butir

Kerikil

:

Bagian tanah yang lolos saringan dengan

diameter 75 mm dan tertahan pada saringan

diameter 2 mm (No.10).

Pasir

: Bagian tanah yang lolos saringan dengan

diameter 2 mm dan tertahan pada saringan

diameter 0,075 mm (No. 200).

Lanau dan lempung :

Bagian tanah yang lolos saringan dengan

diameter 0,075 (No. 200).

2)

Plastisitas

Nama berlanau dipakai apabila bagian-bagian yang halus dari tanah

mempunyai indeks plastis sebesar 10 atau kurang. Nama berlempung

dipakai bilamana bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks

plastis, indeks plastisnya 11 atau lebih.

3)

Apabila batuan (ukuran lebih besar dari 75 mm) di temukan di dalam

contoh tanah yang akan ditentukan klasifikasi tanahnya, maka

batuan-batuan tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu. Tetapi, persentase dari

batuan yang dikeluarkan tersebut harus dicatat.

D. Macam

Macam Pondasi

Pondasi dapat didefinisikan sebagai suatu bagian dari konstruksi bangunan

yang berfungsi untuk menempatkan bangunan dan meneruskan beban yang

disalurkan dari struktur atas ke tanah dasar pondasi yang cukup kuat


(30)

menahannya tanpa terjadinya keruntuhan geser tanah dan

settlement settlement

pada sistem strukturnya.

Berdasarkan kedalaman tertanam di dalam tanah, maka pondasi dibedakan

menjadi pondasi dangkal (

shallow foundation

) dan pondasi dalam (

deep

foundation

) (Das, 1995).

1.

Pondasi Dalam (Deep Foundation)

Menurut Dr.Ir.L.D.Wesley dalam bukunya Mekanika Tanah 1, pondasi

dalam seringkali diidentikkan sebagai pondasi tiang yaitu suatu struktur

pondasi yang mampu menahan gaya orthogonal ke sumbu tiang dengan

menyerap lenturan. Pondasi tiang dibuat menjadi satu kesatuan yang

monolit dengan menyatukan pangkal tiang yang terdapat dibawah

konstruksi dengan tumpuan pondasi.

2.

Pondasi Pelat / Rakit (Raft / Mat Foundation)

Merupakan pondasi gabungan yang sekurang-kurangnya memikul tiga

kolom yang tidak terletak dalam satu garis lurus, jadi seluruh bangunan

menggunakan satu telapak bersama. Jika jumlah luas seluruh telapak

melebihi setengah luas bangunan, lebih ekonomis digunakan pondasi rakit,

dan juga untuk mengatasi tanah dasar yang tidak homogen, misal ada

lensa-lensa tanah lunak, supaya tidak terjadi perbedaan penurunan cukup

besar.

E. Penurunan /

settlement

Deformasi tanah atau penurunan terjadi apabila suatu beban dikerjakan pada

benda yang elastis, kemudian akan dihasilkan suatu regangan. Panjang


(31)

regangan yang teijadi akibat tegangan disebut deformasi atau penurunan

(settlement).

Secara umum penurunan diartikan sebagai perpindahan vertikal

permukaan tanah sehubungan dengan pengurangan volume pori yang berakibat

bertambahnya berat volume kering akibat beban yang bekerja dalam periode

tertentu.

Beberapa penyebab

settlement

adalah sebagai:

1.

Capacity Bearing

, kegagalan atau ketidakstabilan tanah yang

mencakup tanah longsor.

2.

Kegagalan atau defleksi struktur pondasi.

3.

Elastis atau penyimpangan tanah atau batu.

4.

Konsolidasi (kompresi) tanah atau batu.

5.

Penyusutan sehubungan dengan pengeringan.

6.

Perubahan pada kepadatan sehubungan dengan goncangan atau getaran.

7.

Perubahan Kimia yang mencakup peluruhan.

8.

Erosi Bawah tanah.

9.

Kehancuran pembukaan bawah tanah seperti gua atau tambang.

10.

Kehancuran Struktural sehubungan dengan melemah dari sementasi

ketika saturasi.

Penurunan pondasi akibat beban yang bekerja pada pondasi dapat

diklasifikasikan dalam dua jenis penurunan, yaitu :

1. Penurunan Seketika

/ Immediately Settlement

Penurunan seketika adalah penurunan yang langsung terjadi begitu

pembebanan bekerja atau dilaksanakan, biasanya terjadi berkisar antara 0


(32)

7 hari dan terjadi pada tanah lanau, pasir dan tanah liat yang mempunyai

derajat kejenuhan (Sr %) < 90%.

2. Penurunan Konsolidasi /

Consolidation Settlement

Yaitu penurunan yang diakibatkan keluarnya air dalam pori tanah akibat

beban yang bekerja pada pondasi, besarnya ditentukan oleh waktu

pembebanan dan terjadi pada tanah jenuh (Sr = 100%), mendekati jenuh (Sr

= 90%-100%) atau pada tanah berbutir halus (K 10-6 m/s).

Terzaghi (1925) memperkenalkan teori konsolidasi satu arah (

one way

)

untuk tanah lempung jenuh air. Teori ini menyajikan cara penentuan

distribusi kelebihan tekanan hidrostatis dalam lapisan yang sedang

mengalami konsolidasi pada sembarang waktu setelah bekerjanya beban.

Beberapa asumsi dasar dalam analisis konsolidasi satu arah antara lain :

1. Tanah bersifat homogen,

2. Derajat kejenuhan tanah 100 % (jenuh sempurna)

3. Partikel / butiran tanah dan air bersifat inkompresibel (tak termampatkan)

4. Arah pemampatan dan aliran air pori terjadi hanya dalam arah vertikal

Ketebalan lapisan tanah yang diperhitungkan adalah setebal lapisan tanah

lempung jenuh air yang ditinjau.

Penurunan konsolidasi yang tejadi dibagi dua, yaitu :

1) Penurunan Konsolidasi Primer

Penurunan yang terjadi ketika gradien tekanan pori berlebihan akibat

perubahan tegangan didalam stratum yang ditinjau. Pada akhir

konsolidasi primer kelebihan tekanan pori mendekati nol dan perubahan

tegangan telah beralih dari keadaan total ke keadaan efektif. Penurunan


(33)

tambahan ini disebut penurunan sekunder yang terus berlanjut untuk

suatu waktu tertentu, Penurunan konsolidasi primer dibedakan menjadi

2 jenis, yaitu :

a.

Tanah Normal Konsolidasi

Apabila lengkungan bertambah secara tajam (patah) mendekati

tekanan tanah efektif akibat beban yang berada diatasnya (Po),

maka dapat dianggap bahwa tanah tersebut terkonsolidasi normal.

Artinya struktur tanah terbentuk akibat akumulasi tekanan pada

saat deposit yang ada bertambah dalam

b.

Tanah Over Konsolidasi

Sedangkan apabila patahan yang terjadi pada tekanan yang lebih

besar dari Po, maka dapat dianggap tanah tersebut mengalami over

konsolidasi. Tanah over konsolidasi adalah tanah yang pernah

menderita beban tekanan efektif yang lebih besar daripada

tegangan yang sekarang.

2) Penurunan konsolidasi sekunder

Penurunan sekunder didefinisikan sebagai tekanan yang terjadi pada

saat terdapatnya tekanan pori yang berlebih pada lapisan yang ditinjau

(atau pada contoh di laboratorium). Pada tanah yang jenuh tidak akan

mungkin terdapat pengurangan angka pori tanpa terbentuknya sejumlah

tekanan pori yang berlebih. Tingkat penurunannya sangat rendah

sehingga tekanan pori yang berlebih tidak dapat diukur. Tekanan

sekunder merupakan penyesuaian kerangka tanah yang berlangsung

beberapa saat sesudah tekanan pori yang berlebih menghilang

.


(34)

F. Pembebanan

Dalam perencanaan struktur pondasi, harus diketahui terlebih dahulu

pembebanan pada struktur bangunan atas (

upper structure

), setelah itu didapat

beban yang bekerja pada struktur bawah (

sub structure

) yaitu pondasi tersebut.

Besar dan macam beban yang bekerja pada struktur sangat tergantung dari

jenis struktur.

1.

Beban Mati (

Dead Load

)

Beban mati ialah beban yang bekerja akibat gravitasi yang bekerja tetap

pada posisinya secara terus menerus dengan arah ke bumi tempat struktur

didirikan. Yang termasuk beban mati ialah berat struktur sendiri dan juga

semua benda yang tetap posisinya selama struktur berdiri.

2.

Beban Hidup (

Live Load

)

Beban hidup ialah beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan

suatu gedung dan barang-barang yang dapat berpindah, mesin dan

peralatan lain yang dapat digantikan selama umur gedung.

3.

Beban Angin (

Wind Load

)

Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian

gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. Beban angin

ditunjukan dengan menganggap adanya tekanan positip dan tekanan

negatif (isapan), yang bekerja tegak lurus pada bidang

bidang yang

ditinjau. Besarnya tekanan positif dan tekanan negatif ini dinyatakan

dalam kg/m2, ditentukan dengan mengalikan tekanan tiup yang telah

ditentukan dengan koefisien

koefisien angin yang telah ditentukan dalam

peraturan ini.


(35)

Tabel 4.

Combined Height, Exposure and Gust Factor Coefficient

Tabel 5. Koefisien Tekanan Cg

4.

Beban Gempa (

Earthquake Load

)

Besarnya beban gempa dasar nominal horizontal akibat gempa menurut

Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Rumah dan

Gedung (SNI

03

1726

2002), dinyatakan sebagai berikut :


(36)

... (2.1)

Dimana :

V

= beban gempa dasar nominal ( beban gempa rencana )

Wi

= kombinasi dari beban mati dan beban hidup vertikal yang

direduksi

C

= faktor respons gempa

I

= faktor keutamaan struktur

R

= faktor reduksi gempa

G. Pemodelan dalam SAP 2000

Program komputer rekayasa (SAP2000, GT-Strudl, ANSYS, dll) berbeda

dengan program komputer umum (EXCEL, AutoCAD, Words, dll), karena

pengguna dituntut untuk memahami latar belakang metoda maupun batasan

dari program tersebut. Developer program secara tegas menyatakan tidak mau

bertanggung jawab untuk setiap kesalahan yang timbul dari pemakaian

program. Umumnya manual yang melengkapi program cukup lengkap , bahkan

terlalu lengkap sedangkan semakin hari program yang dibuat menjadi semakin

mudah digunakan tanpa harus membaca manual maka mempelajari secara

mendalam materi manual program sering terabaikan. Oleh karena itu dengan

disajikannya contoh penyelesaian program dan hitungan manual pembanding

yang detail tetapi ringkas tentu sangat berguna.

Dalam SAP 2000 pondasi pelat tunggal dan pondasi pelat gabungan dimodel

dengan elemen

shell

( 2D ), dengan pembagian jumlah segmen antara 6 sampai

16 tergantung dari lebar pondasi pada kedua sumbunya. Tanah dimodel sebagai


(37)

kumpulan pegas yang berdiri sendiri (

spring constant

) yang bekerja pada tiap

tiap nodal segmen.

H. Daya Dukung Tanah

Daya dukung tanah (

bearing capacity

) adalah kemampuan tanah untuk

mendukung beban baik dari segi struktur pondasi maupun bangunan di atasnya

tanpa terjadi keruntuhan geser. Daya dukung batas (

ultimate bearing capacity

)

adalah daya dukung terbesar dari tanah. Daya dukung ini merupakan

kemampuan tanah untuk mendukung beban dengan asumsi tanah mulai

mengalami keruntuhan. Besar daya dukung yang diijinkan sama dengan daya

dukung batas dibagi angka keamanan.

Daya dukung tanah bisa kita dapat dengan cara mekanis seperti dengan

bantuan alat berat. Ada beberapa cara seperti melakukan penggilasan dengan

alat penggilas, menjatuhkan benda berat, ledakan, melakukan tekanan stastis,

melakukan proses pembekuan, pemanasan dan sebagainya.

Tanah yang memiliki daya dukung yang baik memiliki tingkat kerapatan yang

besar. Tanah pada kondisi ini memiliki penurunan tanah yang sangat kecil dan

dalam jangka waktu yang sangat lama. Penurunan muka air tanah juga sangat

besar sehingga pada drainase tanah kondisinya tidak terlalu tergenang air.

Tujuan perbaikan daya dukung tanah yang paling utama adalah untuk

memadatkan tanah yang memiliki sifat-sifat yang sesuai dengan spesifikasi

pekerjaan tertentu. Perbaikan daya dukung juga merupakan usaha untuk

mempertinggi kerapatan tanah dengan pemakaian energi mekanis untuk


(38)

menghasilkan pemampatan partikel (Bowless, 1989). Energi pemadatan

dilapangan dapat diperoleh dari alat-alat berat, pemadat getaran, mesin gilas

dan dari benda-benda berat yang dijatuhkan. Di laboratorium untuk

mendapatkan daya dukung dilakukan dengan gaya tumbukan (dinamik), alat

penekan, alat tekan statik yang memakai piston dan mesin tekan

Besar daya dukung yang diijinkan sama dengan daya dukung batas dibagi

angka keamanan :

qu

=

... (2.2)

Dimana nilai FK berkisar 1,5

3,0.

Analisa daya dukung tanah pada konstruksi sarang laba-laba ditentukan

berdasarkan perumusan sebagai berikut :

q

a ( KSLL ) = 1,5 x

q

a (pondasi rakit) ... (2.3)

Dimana :

q

a (pondasi rakit) =

,

dimana n

= angka keamanan = 3

q

ult = c

.

Nc

.

Sc

.

ic

.

dc + γ

.

D

.

Nq

.

sq

.

iq

.

dq + 0,5

.

γ.B

.

.

.

.

... (2.4)

Kapasitas daya dukung tanah dasar dipengaruhi oleh parameter

φ

, c dan

γ

serta bentuk alas pondasi. Terdapat berbagai metode untuk menghitung

kapasitas dukung tanah dasar dan metode yang sering digunakan dalam

mekanika tanah adalah analisis Terzaghi yang kemudian disempurnakan oleh


(39)

I. Metode Analisis Kekakuan Pondasi Pelat

1.

Metode Pondasi Kaku (

rigid footing method

) yaitu metode analisis suatu

pondasi yang didasarkan pada anggapan bahwa distribusi reaksi tanah yang

terjadi sepanjang penampang bawah pondasi adalah linier.

Menurut

Bowles

( 1983 ), konsep dasar untuk menganalisis pondasi kaku,

baik untuk pondasi pelat tunggal ( kolom tunggal ) maupun pondasi pelat

gabungan dengan dua kolom adalah :

a.

Pondasi Pelat Tunggal

Pondasi pelat tunggal bisa dianggap sebagai balok fleksibel, dengan

beban kolom sebagai beban terpusat.

Reaksi tanah :

... (2.5)

Tebal efektif pelat pondasi :

4d² + 2 (b + c) c³ =

... (2.6)

Momen lentur / lebar :

M

... (2.7)

b.

Pondasi Pelat Gabungan

Pondasi pelat gabungan adalah termasuk dalam kategori balok terhingga

dengan ujung bebas yang dibebani dua buah beban terpusat.

Reaksi tanah :


(40)

Tebal efektif dari pondasi pelat dapat dihitung dari Persamaan (2.6).

Momen lentur dan gaya lintang yang terjadi pada pondasi didapat dengan

memperlakukan pondasi tersebut sebagai balok menerus yang ditumpu

oleh dua kolom.

2.

Metode pondasi fleksibel (

flexible footing method

) yaitu metode analisis

yang didasarkan pada distribusi reaksi tanah yang terjadi di bawah pondasi

tidak linier atau bervariasi sepanjang bidang kontak pondasi.


(41)

III. METODE PENELITIAN

A.

Pekerjaan Lapangan

Pekerjaan lapangan yang dilakukan adalah pengambilan sampel tanah.

Sampel tanah yang diambil meliputi tanah tidak terganggu (

undistrub soil

).

Sampel tanah diambil di beberapa titik pada lokasi pengambilan sampel, hal

ini dilakukan agar sampel tanah yang diambil merupakan sampel tanah yang

mewakili tanah di lokasi pengambilan sampel.

Pengambilan sampel tanah tidak terganggu berlokasi di Pertamina BBM

Panjang, Bandar Lampung. Pengambilan sampel tanah menggunakan tabung

contoh seperti pipa besi sebanyak 6 buah untuk mendapatkan data-data

primer. Pipa ditekan perlahan-lahan tiap kedalaman 5 m, kemudian diangkat

ke permukaan sehingga terisi penuh oleh tanah dan ditutup dengan plastik

agar terjaga kadar air aslinya.

Sampel tanah yang diambil menggunakan uji bor mesin. Sampel tanah

tersebut digunakan untuk pengujian kadar air, berat volume, berat jenis,

analisis saringan, batas cair dan batas plastis dan uji geser langsung (

direct


(42)

B.

Pelaksanaan Pengujian

Pelaksanaan pengujian dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah Jurusan

Teknik Sipil, Universitas Lampung. Pengujian yang dilakukan yaitu

pengujian untuk tanah asli, adapun pengujian-pengujian tersebut adalah

sebagai berikut :

1.

Uji Kadar Air

Pengujian ini digunakan untuk mengetahui kadar air suatu sampel tanah

yaitu perbandingan antara berat air dengan berat tanah kering. Pengujian

ini menggunakan standar ASTM D-2216.

Bahan : Sampel tanah asli seberat 30

50 gram sebanyak 3 sampel.

Adapun cara kerja berdasarkan ASTM D-2216, yaitu :

a.

Menimbang cawan yang akan digunakan dan memasukkan benda uji

kedalam cawan dan menimbangnya.

b.

Memasukkan cawan yang berisi sampel ke dalam oven dengan suhu

110

o

C selama 24 jam.

c.

Menimbang cawan berisi tanah yang sudah di oven dan menghitung

prosentase kadar air.

Perhitungan :

a.

Berat cawan + berat tanah basah = W1 (gr)

b.

Berat cawan + berat tanah kering = W2 (gr)

c.

Berat air = W1

W2 (gr)

d.

Berat cawan = Wc (gr)


(43)

f.

Kadar air (

ω

) = W1

W2 (%)

W2

Wc

2.

Uji Analisis Saringan

Analisis saringan adalah mengayak atau menggetarkan contoh tanah

melalui satu set ayakan di mana lubang-lubang ayakan tersebut makin

kecil secara berurutan. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui

prosentase ukuran butir sampel tanah yang dipakai. Pengujian ini

menggunakan standar ASTM D-422, AASHTO T88 (Bowles, 1991).

Langkah Kerja :

a.

Mengambil sampel tanah sebanyak 500 gram, memeriksa kadar

airnya.

b.

Meletakkan susunan saringan diatas mesin penggetar dan

memasukkan sampel tanah pada susunan yang paling atas kemudian

menutup rapat.

c.

Mengencangkan penjepit mesin dan menghidupkan mesin penggetar

selama kira-kira 15 menit.

d.

Menimbang masing-masing saringan beserta sampel tanah yang

tertahan di atasnya.

Perhitungan :

a.

Berat masing-masing saringan (Wc)

b.

Berat masing-masing saringan beserta sampel tanah yang tertahan di

atas saringan (Wcs)


(44)

d.

Jumlah seluruh berat tanah yang tertahan di atas saringan (

Ws

Wtot)

e.

Persentase berat tanah yang tertahan di atas masing-masing saringan

(Pi)

f.

Persentase berat tanah yang lolos masing-masing saringan (q) :

qi 100% pi%

q

 

1

1

qi

p

 

i

1

Dimana : i = l (saringan yang dipakai dari saringan dengan diameter

maksimum sampai saringan No. 200)

3.

Uji Batas

Atterberg

a. Batas Cair (

Liquid Limit

)

Tujuan pengujian ini adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis

tanah pada batas antara keadaan plastis dan keadaan cair. Pengujian

ini menggunakan standar ASTM D-4318. Adapun cara kerja

berdasarkan ASTM D-4318, antara lain :

1.

Mengayak sampel tanah yang sudah dihancurkan dengan

menggunakan saringan No. 40.

2.

Mengatur tinggi jatuh mangkuk cassagrande setinggi 10 mm.

3.

Mengambil sampel tanah yang lolos saringan No. 40, kemudian

diberi air sedikit demi sedikit dan aduk hingga merata,

kemudian dimasukkan kedalam mangkuk casagrande dan

meratakan permukaan adonan sehingga sejajar dengan alas.

%

100

x

W

Wc

Wcs

Pi

total






(45)

4.

Membuat alur tepat ditengah-tengah dengan membagi benda uji

dalam mangkuk cassagrande tersebut dengan menggunakan

grooving tool.

5.

Memutar tuas pemutar sampai kedua sisi tanah bertemu

sepanjang 13 mm sambil menghitung jumlah ketukan dengan

jumlah ketukan harus berada diantara 10

40 kali.

6.

Mengambil sebagian benda uji di bagian tengah mangkuk untuk

pemeriksaan kadar air dan melakukan langkah kerja yang sama

untuk benda uji dengan keadaan adonan benda uji yang berbeda

sehingga diperoleh 4 macam benda uji dengan jumlah ketukan

yang berbeda yaitu 2 buah dibawah 25 ketukan dan 2 buah di

atas 25 ketukan.

Perhitungan :

1.

Menghitung kadar air masing-masing sampel tanah sesuai

jumlah pukulan.

2.

Membuat hubungan antara kadar air dan jumlah ketukan pada

grafik semi logritma, yaitu sumbu x sebagai jumlah pukulan dan

sumbu y sebagai kadar air.

3.

Menarik garis lurus dari keempat titik yang tergambar.

4.

Menentukan nilai batas cair pada jumlah pukulan ke 25.

b. Batas Plastis (

Plastic limit

)

Tujuannya adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah pada

keadaan batas antara keadaan plastis dan keadaan semi padat. Nilai

batas plastis adalah nilai dari kadar air rata-rata sampel. Pengujian ini


(46)

menggunakan standar ASTM D-4318. Adapun cara kerja berdasarkan

ASTM D-4318 :

1.

Mengayak sampel tanah yang telah dihancurkan dengan saringan

No. 40.

2.

Mengambil sampel tanah kira-kira sebesar ibu jari kemudian

digulung-gulung di atas plat kaca hingga mencapai diameter 3 mm

sampai retak-retak atau putus-putus.

3.

Memasukkan benda uji ke dalam container kemudian ditimbang

4.

Menentukan kadar air benda uji.

Perhitungan :

1.

Nilai batas plastis (PL) adalah kadar air rata-rata dari ketiga

benda uji.

2.

Indeks Plastisitas (PI) adalah harga rata-rata dari ketiga sampel

tanah yang diuji, dengan rumus :

PI

=

LL

PL

Dimana :

PI

=

Indeks Plastisitas

LL

=

Nilai Batas Cair

PL

=

Nilai Batas Plastis

4.

Uji Berat Jenis

Pengujian ini mencakup penentuan berat jenis (

specific gravity

) tanah

dengan menggunakan botol piknometer. Tanah yang diuji harus lolos

saringan No. 4. Bila nilai berat jenis dan uji ini hendak digunakan dalam


(47)

perhitungan untuk uji

hydrometer

, maka tanah harus lolos saringan # 200

(diameter = 0,074 mm). Uji berat jenis ini menggunakan standar ASTM

D-854. Adapun cara kerja berdasarkan ASTM D-854, antara lain :

a.

Menyiapkan benda uji secukupnya dan mengoven pada suhu 60

o

C

sampai dapat digemburkan atau dengan pengeringan matahari.

b.

Mendinginkan tanah dengan Desikator lalu menyaring dengan

saringan No. 4 dan apabila tanah menggumpal ditumbuk lebih dahulu.

c.

Mencuci labu ukur dengan air suling dan mengeringkannya.

d.

Menimbang labu tersebut dalam keadaan kosong.

e.

Mengambil sampel tanah.

f.

Memasukkan sampel tanah kedalam labu ukur dan menambahkan air

suling sampai menyentuh garis batas labu ukur.

g.

Mengeluarkan gelembung-gelembung udara yang terperangkap di

dalam butiran tanah dengan menggunakan pompa vakum.

h.

Mengeringkan bagian luar labu ukur, menimbang dan mencatat

hasilnya dalam temperatur tertentu.

Perhitungan :

Dimana :

Gs = Berat jenis

W

1

= Berat

picnometer

(gram)

W

2

= Berat

picnometer

dan tanah kering (gram)

W

3

=

Berat

picnometer

, tanah, dan air (gram)

) W W ( ) W W (

W W Gs

2 3 1 4

1 2

  

 


(48)

W

4

= Berat

picnometer

dan air bersih (gram)

5.

Uji Geser Langsung (

Direct Shear Test

)

Pengujian ini bertujuan untuk menentukan sudut geser dalam ( ø ) dan nilai

kohesi ( c ) suatu jenis tanah.

C.

Pengambilan Data Sekunder

Data sekunder merupakan data pendukung yang dipakai dalam proses dan

penyusunan Laporan Tugas Akhir. Yang merupakan klasifikasi data sekunder

adalah data tanah, literatur-literatur penunjang, grafik, tabel, dan peta/denah

yang berkaitan erat dengan proses perancangan struktur bangunan.

Langkah yang dilakukan setelah mengetahui data-data yang diperlukan

adalah menentukan metode pengumpulan data. Adapun metode pengumpulan

data

yang dilakukan adalah :

a.

Observasi

Observasi yaitu pengumpulan data melalui peninjauan dan pengamatan

langsung di lapangan.

b.

Dokumentasi

Dokumentasi yaitu pengumpulan data dengan mengambil data-data dari

hasil penyelidikan, tes, uji laboratorium, pedoman, bahan acuan, maupun

standar yang diperlukan dalam perencanaan bangunan.


(49)

D.

Metode Analisis

1.

Melakukan

review

dan studi kepustakaan terhadap buku

buku dan

jurnal

jurnal terkait dengan Konstruksi Sarang Laba-Laba.

2.

Pengumpulan data

data tanah dan struktur.

3.

Menghitung kapasitas daya dukung Konstruksi Sarang Laba-Laba.

4.

Menghitung penurunan pondasi KSLL.

5.

Melakukan perhitungan dan perencanaan pondasi KSLL.

6.

Melakukan analisis terhadap hasil perhitungan yang dilakukan dan

membuat kesimpulan.


(50)

Gambar 2. Bagan Alir Penelitian

Mulai

Pengumpulan Data Tanah

Pengujian Sifat Fisik Tanah

Perhitungan dan analisa

pembebanan dengan SAP 2000

Analisis Hasil

Kesimpulan

Selesai

Perhitungan daya dukung

Konstruksi Sarang Laba-Laba

Perhitungan penurunan pondasi

KSLL dimodifikasi


(51)

V. PENUTUP

A.

Kesimpulan

Beberapa hasil penelitian tentang Konstruksi Sarang Laba-Laba (KSLL)

dimodifikasi, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1.

Hasil pemodelan KSLL dengan menggunakan program SAP 2000,

menunjukkan bahwa momen dan lintang yang didapat dalam keadaan

aman.

2.

Daya dukung tanah KSLL (qa) sebesar 153,6011 t/m². Terlihat bahwa

daya dukung yang dihasilkan menjadi lebih besar dari 1,5 kali daya

dukung pada pondasi rakit.

3.

Kondisi yang didapat pada kesimpulan No.2 disebabkan oleh

faktor-faktor sebagai berikut :

a.

Memiliki kekakuan lebih tinggi dibandingkan dengan pondasi rakit.

b.

Adanya pemadatan tanah yang efektif didalam Konstruksi Sarang

Laba-Laba.

c.

Bekerjanya tegangan geser pada rib

settlement

terluar dari

Konstruksi Sarang Laba-Laba.

4. Penyebaran beban dalam jumlah beban tersebut dimulai dari dasar pelat

yang terletak di bagian atas rib, sehingga beban yang timbul sudah


(52)

merata pada lapisan pendukung. Dan memiliki kemampuan melindungi

secara permanen stabilitas dari perbaikan tanah didalamnya

.

B.

Saran

1.

Perlu melakukan analisis terhadap detail penulangan pada pondasi KSLL

tersebut.

2.

Penambahan jumlah tulangan kemungkinan besar akan memberikan nilai

yang lebih baik.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Bowles, Joseph E. 1992.

Analisa dan Desain Pondasi Edisi Keempat Jilid I

,

Erlangga. Jakarta.

Bowles, J.E. 1989.

Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah

. Erlangga. Jakarta, hal

90-94.

Craig, R.F. 1991.

Mekanika Tanah Edisi Keempat

. PT. Erlangga. Jakarta.

Das, B.M. 1995.

Mekanika Tanah I

. Erlangga. Jakarta, hal 1-5.

Hardiyatmo, H.C. 1992.

Mekanika Tanah 1

. PT. Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta, hal 2-6.

Hardiyatmo, H.C. 2003.

Mekanika Tanah 2

. Gajah Mada University Press.

Yogyakarta.

Hendarsin, S. L. 2000.

Penuntun Praktis Perencanaan Teknik Jalan Raya

.

Politeknik Negeri Bandung. Bandung.

Hetenyi M. 1964.

Beams On Elastic Foundation ; Theory With Applications In

The Field Of Civil and Mechanical Engineering

. Univ. Of Michigan Press.

Michigan.

Nathania, Lucia. 2013.

Analisis Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang Pada

Proyek Pembangunan Gedung Hotel 25 Lantai

. Skripsi. Universitas

Lampung. Bandar Lampung.

Peck, Ralph B. 1986.

Teknik Fondasi

. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Ryantori, Ir., dan Sutjipto, Ir. 1984.

Konstruksi Sarang Laba-Laba

. PT. Dasaguna.

Surabaya.

Terzaghi, Karl. 1987.

Mekanika Tanah Dalam Praktek Rekayasa Jilid 1

.

Erlangga, Jakarta.

Universitas Lampung. 2012.

Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas


(54)

(55)

(56)

(57)

(m) % (gr/cm3) Gs Saringan

200 LL PL PI

c

(kg/cm2) φ 5 21,3 1,566 2,643 28,28

26,44 15,21 11,21

0,025 30,6

10 26,35 1,691 2,654 23,81 0,044 37,4

15 23,57 1,653 2,613 24,22 0,059 33

20 36,37 1,538 2,617 29,23 0,074 31,6

25 54,6 1,514 2,576 41,31 0,079 30,6


(58)

Text Text Text Text Text Text KN/m KN/m KN/m 17 1 Shell-Thick 33 DEAD LinStatic 74,41 -34,19 81,66 17 1 Shell-Thick ~1 DEAD LinStatic 83,64 -149,62 93,92 17 1 Shell-Thick ~2 DEAD LinStatic 115,66 -206,37 49,01 17 1 Shell-Thick ~3 DEAD LinStatic 113,29 22,46 40,17 17 2 Shell-Thick ~3 DEAD LinStatic 64,91 -133,99 -22,57 17 2 Shell-Thick ~2 DEAD LinStatic 73,74 -138,15 -13,87 17 2 Shell-Thick 35 DEAD LinStatic 47,26 -140,3 -16,27 17 3 Shell-Thick ~1 DEAD LinStatic 142,84 97,68 165,45 17 3 Shell-Thick 34 DEAD LinStatic -49,51 110,9 -21,78 17 3 Shell-Thick ~4 DEAD LinStatic -38,42 -390,89 -157,09 17 3 Shell-Thick ~2 DEAD LinStatic 213,19 -139,66 80,14 17 4 Shell-Thick ~2 DEAD LinStatic 146,8 -93,38 17,28 17 4 Shell-Thick ~4 DEAD LinStatic 136,76 -118,22 8,23 17 4 Shell-Thick 35 DEAD LinStatic 163,57 -77,9 30,61 18 5 Shell-Thick 35 DEAD LinStatic 116,24 -76,03 19,34 18 5 Shell-Thick ~4 DEAD LinStatic 115,89 -181,87 -16,06 18 5 Shell-Thick ~5 DEAD LinStatic 103,15 -193,86 -79,2 18 5 Shell-Thick ~6 DEAD LinStatic 128,39 7,36 -3,71 18 6 Shell-Thick ~6 DEAD LinStatic 19,82 -88,9 -86,28 18 6 Shell-Thick ~5 DEAD LinStatic 32,9 -97,31 -84,72 18 6 Shell-Thick 36 DEAD LinStatic 8,29 -101,33 -77,82 18 7 Shell-Thick ~4 DEAD LinStatic 253,22 -12,7 101,02 18 7 Shell-Thick 34 DEAD LinStatic -41,42 102,81 41,31 18 7 Shell-Thick ~7 DEAD LinStatic -201,12 -228,19 -235,7 18 7 Shell-Thick ~5 DEAD LinStatic 218,18 -144,65 -68,09 18 8 Shell-Thick ~5 DEAD LinStatic 123,85 -70,42 -72,7 18 8 Shell-Thick ~7 DEAD LinStatic 105,24 -86,7 -84,33 18 8 Shell-Thick 36 DEAD LinStatic 149,86 -64,18 -63,73 19 9 Shell-Thick 36 DEAD LinStatic 101,76 -61,55 -54,3 19 9 Shell-Thick ~7 DEAD LinStatic 60,93 -126,91 -116,63 19 9 Shell-Thick ~8 DEAD LinStatic 3,66 -94,37 -161,01 19 9 Shell-Thick ~9 DEAD LinStatic 108,04 27,71 -45,41 19 10 Shell-Thick ~9 DEAD LinStatic -57,11 -11,97 -99,45 19 10 Shell-Thick ~8 DEAD LinStatic -46,07 -18,34 -105,94 19 10 Shell-Thick 37 DEAD LinStatic -62,79 -30,25 -93,78 19 11 Shell-Thick ~7 DEAD LinStatic 285,71 -45,19 -22,58 19 11 Shell-Thick 34 DEAD LinStatic 8,91 52,48 80,21 19 11 Shell-Thick ~10 DEAD LinStatic -371,75 -57,56 -176,24 19 11 Shell-Thick ~8 DEAD LinStatic 116,9 -43,37 -176,42 19 12 Shell-Thick ~8 DEAD LinStatic 43,99 9,43 -120,09 19 12 Shell-Thick ~10 DEAD LinStatic 17,5 1,03 -127,49 19 12 Shell-Thick 37 DEAD LinStatic 73,45 12,22 -120,74


(59)

20 13 Shell-Thick ~11 DEAD LinStatic -124,55 33,84 -148,51 20 13 Shell-Thick ~12 DEAD LinStatic 64,16 71,58 -60,51 20 14 Shell-Thick ~12 DEAD LinStatic -120,82 51,74 -54,36 20 14 Shell-Thick ~11 DEAD LinStatic -116,93 52,52 -65,11 20 14 Shell-Thick 38 DEAD LinStatic -124,34 31,3 -54,81 20 15 Shell-Thick ~10 DEAD LinStatic 221,29 19,24 -132,96 20 15 Shell-Thick 34 DEAD LinStatic 72,01 -10,62 72,12 20 15 Shell-Thick ~13 DEAD LinStatic -450,35 21,04 -13,54 20 15 Shell-Thick ~11 DEAD LinStatic -31,32 104,85 -181,41 20 16 Shell-Thick ~11 DEAD LinStatic -45,99 99,41 -97,13 20 16 Shell-Thick ~13 DEAD LinStatic -75,06 93,59 -95,97 20 16 Shell-Thick 38 DEAD LinStatic -20,89 106,56 -107,02 21 17 Shell-Thick 38 DEAD LinStatic -34,19 74,41 -81,66 21 17 Shell-Thick ~13 DEAD LinStatic -149,62 83,64 -93,92 21 17 Shell-Thick ~14 DEAD LinStatic -206,37 115,66 -49,01 21 17 Shell-Thick ~15 DEAD LinStatic 22,46 113,29 -40,17 21 18 Shell-Thick ~15 DEAD LinStatic -133,99 64,91 22,57 21 18 Shell-Thick ~14 DEAD LinStatic -138,15 73,74 13,87 21 18 Shell-Thick 39 DEAD LinStatic -140,3 47,26 16,27 21 19 Shell-Thick ~13 DEAD LinStatic 97,68 142,84 -165,45 21 19 Shell-Thick 34 DEAD LinStatic 110,9 -49,51 21,78 21 19 Shell-Thick ~16 DEAD LinStatic -390,89 -38,42 157,09 21 19 Shell-Thick ~14 DEAD LinStatic -139,66 213,19 -80,14 21 20 Shell-Thick ~14 DEAD LinStatic -93,38 146,8 -17,28 21 20 Shell-Thick ~16 DEAD LinStatic -118,22 136,76 -8,23 21 20 Shell-Thick 39 DEAD LinStatic -77,9 163,57 -30,61 22 21 Shell-Thick 39 DEAD LinStatic -76,03 116,24 -19,34 22 21 Shell-Thick ~16 DEAD LinStatic -181,87 115,89 16,06 22 21 Shell-Thick ~17 DEAD LinStatic -193,86 103,15 79,2 22 21 Shell-Thick ~18 DEAD LinStatic 7,36 128,39 3,71 22 22 Shell-Thick ~18 DEAD LinStatic -88,9 19,82 86,28 22 22 Shell-Thick ~17 DEAD LinStatic -97,31 32,9 84,72 22 22 Shell-Thick 40 DEAD LinStatic -101,33 8,29 77,82 22 23 Shell-Thick ~16 DEAD LinStatic -12,7 253,22 -101,02 22 23 Shell-Thick 34 DEAD LinStatic 102,81 -41,42 -41,31 22 23 Shell-Thick ~19 DEAD LinStatic -228,19 -201,12 235,7 22 23 Shell-Thick ~17 DEAD LinStatic -144,65 218,18 68,09 22 24 Shell-Thick ~17 DEAD LinStatic -70,42 123,85 72,7 22 24 Shell-Thick ~19 DEAD LinStatic -86,7 105,24 84,33 22 24 Shell-Thick 40 DEAD LinStatic -64,18 149,86 63,73 23 25 Shell-Thick 40 DEAD LinStatic -61,55 101,76 54,3 23 25 Shell-Thick ~19 DEAD LinStatic -126,91 60,93 116,63 23 25 Shell-Thick ~20 DEAD LinStatic -94,37 3,66 161,01 23 25 Shell-Thick ~21 DEAD LinStatic 27,71 108,04 45,41


(60)

23 26 Shell-Thick 41 DEAD LinStatic -30,25 -62,79 93,78 23 27 Shell-Thick ~19 DEAD LinStatic -45,19 285,71 22,58 23 27 Shell-Thick 34 DEAD LinStatic 52,48 8,91 -80,21 23 27 Shell-Thick ~22 DEAD LinStatic -57,56 -371,75 176,24 23 27 Shell-Thick ~20 DEAD LinStatic -43,37 116,9 176,42 23 28 Shell-Thick ~20 DEAD LinStatic 9,43 43,99 120,09 23 28 Shell-Thick ~22 DEAD LinStatic 1,03 17,5 127,49 23 28 Shell-Thick 41 DEAD LinStatic 12,22 73,45 120,74 24 29 Shell-Thick 41 DEAD LinStatic 0,76 39,45 96,13 24 29 Shell-Thick ~22 DEAD LinStatic -16,94 -49,05 148,88 24 29 Shell-Thick ~23 DEAD LinStatic 33,84 -124,55 148,51 24 29 Shell-Thick ~24 DEAD LinStatic 71,58 64,16 60,51 24 30 Shell-Thick ~24 DEAD LinStatic 51,74 -120,82 54,36 24 30 Shell-Thick ~23 DEAD LinStatic 52,52 -116,93 65,11 24 30 Shell-Thick 42 DEAD LinStatic 31,3 -124,34 54,81 24 31 Shell-Thick ~22 DEAD LinStatic 19,24 221,29 132,96 24 31 Shell-Thick 34 DEAD LinStatic -10,62 72,01 -72,12 24 31 Shell-Thick ~25 DEAD LinStatic 21,04 -450,35 13,54 24 31 Shell-Thick ~23 DEAD LinStatic 104,85 -31,32 181,41 24 32 Shell-Thick ~23 DEAD LinStatic 99,41 -45,99 97,13 24 32 Shell-Thick ~25 DEAD LinStatic 93,59 -75,06 95,97 24 32 Shell-Thick 42 DEAD LinStatic 106,56 -20,89 107,02 25 33 Shell-Thick 42 DEAD LinStatic 74,41 -34,19 81,66 25 33 Shell-Thick ~25 DEAD LinStatic 83,64 -149,62 93,92 25 33 Shell-Thick ~26 DEAD LinStatic 115,66 -206,37 49,01 25 33 Shell-Thick ~27 DEAD LinStatic 113,29 22,46 40,17 25 34 Shell-Thick ~27 DEAD LinStatic 64,91 -133,99 -22,57 25 34 Shell-Thick ~26 DEAD LinStatic 73,74 -138,15 -13,87 25 34 Shell-Thick 43 DEAD LinStatic 47,26 -140,3 -16,27 25 35 Shell-Thick ~25 DEAD LinStatic 142,84 97,68 165,45 25 35 Shell-Thick 34 DEAD LinStatic -49,51 110,9 -21,78 25 35 Shell-Thick ~28 DEAD LinStatic -38,42 -390,89 -157,09 25 35 Shell-Thick ~26 DEAD LinStatic 213,19 -139,66 80,14 25 36 Shell-Thick ~26 DEAD LinStatic 146,8 -93,38 17,28 25 36 Shell-Thick ~28 DEAD LinStatic 136,76 -118,22 8,23 25 36 Shell-Thick 43 DEAD LinStatic 163,57 -77,9 30,61 26 37 Shell-Thick 43 DEAD LinStatic 116,24 -76,03 19,34 26 37 Shell-Thick ~28 DEAD LinStatic 115,89 -181,87 -16,06 26 37 Shell-Thick ~29 DEAD LinStatic 103,15 -193,86 -79,2 26 37 Shell-Thick ~30 DEAD LinStatic 128,39 7,36 -3,71 26 38 Shell-Thick ~30 DEAD LinStatic 19,82 -88,9 -86,28 26 38 Shell-Thick ~29 DEAD LinStatic 32,9 -97,31 -84,72 26 38 Shell-Thick 44 DEAD LinStatic 8,29 -101,33 -77,82 26 39 Shell-Thick ~28 DEAD LinStatic 253,22 -12,7 101,02


(1)

~27 -0,408206 -0,610927 -2,433E+12

~28 -0,264945 -0,264944 -1,13E+12

~29 -0,478537 -0,275796 -1,651E+12

~30 -0,610925 -0,408209 -2,328E+12

~31 -0,346167 -0,143386 -9,742E+11

~32 -0,547653 -0,071674 -1,235E+12

~33 -0,720636 -0,143345 -1,834E+12

~34 -0,374688 7,323E-07 -6,361E+11

~35 -0,533394 0,14336 -5,97E+11

~36 -0,720636 0,143342 -1,027E+12

~37 -0,346167 0,143388 -1,671E+11

~38 -0,437931 0,336568 1,661E+11

~39 -0,610927 0,408206 -29320000000

~40 -0,264944 0,264945 3,615E+11

~41 -0,275796 0,478537 9,379E+11

~42 -0,408209 0,610925 1,007E+12

~43 -0,143386 0,346167 8,69E+11

~44 -0,071674 0,547653 1,601E+12

~45 -0,143345 0,720636 1,924E+12

~46 7,323E-07 0,374688 1,278E+12

~47 0,14336 0,533394 2,054E+12

~48 0,143342 0,720636 2,582E+12

-3E+12 -2E+12 -1E+12 0 1E+12 2E+12 3E+12 4E+12

0 10 20 30 40 50 60 70

U1 m U2 m U3 m


(2)

(3)

(4)

(5)

Pengujian Tanah Asli

Pengujian Kadar Air

Pengujian Batas Cair


(6)

Uji Geser Langsung

Pengujian Berat Volume