PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF SILICA CERAMIC BAMBOO LEAVES AND CITRIC ACID LEACHING RESULT COMBUSTION TEMPRATURE 800-1000°C PREPARASI DAN KARAKTERISASI KERAMIK SILIKA DARI DAUN BAMBU HASIL LEACHING ASAM SITRAT DAN SUHU PEMBAKARAN 800 - 1000°C

(1)

ii ABSTRACT

PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF SILICA CERAMIC BAMBOO LEAVES AND CITRIC ACID LEACHING RESULT

COMBUSTION TEMPRATURE 800-1000°C

By Urfha Riandani

Leaching method using citric acid aims to eliminate impurities and substances that are not needed in bamboo leaves. Bamboo leaves before the citric acid leaching were characterized using DTA/TGA. The results of the analysis of the DTA/TGA show that the mass of a very large shrinkage in bamboo leaves, indicating the evaporation of organic substances in the previous high temperature heating process, as well as the contribution of the residual carbon in the samples indicated the presence of considerable mass shrinkage at a temperature of 949°C for 77,02%. Prior to burning, bamboo leaves leached using citric acid 5%. Combustion temperature used is 800°C-1000°C in order to obtain silica powder. Samples of silica ceramic combustion products were analyzed using FTIR, XRD, and SEM. FTIR characterization results indicate the peak wave number of functional groups OH, Si-O-Si and Si-O. XRD characterization results indicate that the pattern of the x-ray crystal structure of silica samples with cristobalite phase and quartz phase. SEM characterization results showed that the surface of the grain size of the sample tested had more equitable, more refined and more granular look even.


(2)

i ABSTRAK

PREPARASI DAN KARAKTERISASI KERAMIK SILIKA DARI DAUN BAMBU HASIL LEACHING ASAM SITRAT DAN SUHU PEMBAKARAN

800 - 1000°C

Oleh Urfha Riandani

Metode Leaching menggunakan asam sitrat bertujuan untuk menghilangkan pengotor dan zat organik dalam daun bambu. Daun bambu sebelum dileaching asam sitrat dikarakterisasi menggunakan DTA/TGA. Hasil analisis DTA/TGA menunjukkan bahwa penyusutan massa yang sangat besar pada daun bambu ini mengindikasikan terjadinya penguapan zat organik dalam proses pemanasan pada suhu sebelumnya, serta kontribusi dari sisa karbon pada sampel yang ditunjukkan dengan adanya penyusutan massa yang cukup besar pada suhu 949°C sebesar 77,02%. Sebelum dilakukan pembakaran, daun bambu dileaching menggunakan asam sitrat 5%. Suhu pembakaran yang digunakan yaitu 800°C-1000°C sehingga diperoleh serbuk silika. Sampel keramik silika hasil pembakaran dianalisis dengan menggunakan FTIR, XRD, dan SEM. Hasil karakterisasi FTIR menunjukkan adanya puncak bilangan gelombang dengan gugus fungsi O-H, Si-O-Si dan Si-O. Hasil karakterisasi XRD menunjukkan bahwa pola sinar-x sampel silika memiliki struktur kristal dengan fasa crystobalite dan quartz. Hasil karakterisasi SEM menunjukkan bahwa permukaan sampel diuji memiliki ukuran butiran yang semakin merata, lebih halus dan bentuk butiran semakin terlihat seragam.

Kata kunci. silika, daun bambu, leaching asam sitrat, DTA/TGA, FTIR, XRD, dan SEM.


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, 31 Oktober 1991. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan berbahagia, Hikmah dan Heriyanti. Jenjang pendidikan penulis dimulai dari pendidikan TK di TK Mathla’ul Anwar di Panjang Bandar Lampung, menyelesaikan SD di SDN 4 Way Laga Panjang Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2003, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SMP Wiyata Karya Natar Lampung Selatan diselesaikan pada tahun 2006, dan dilanjutkan Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Natar Lampung Selatan yang diselesaikan pada tahun 2009.

Penulis masuk perguruan tinggi di Program Studi Fisika Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Universitas Lampung pada tahun 2009 melalui jalur SNMPTN. Penulis memilih bidang keilmuan material sebagai bidang yang terkenal di Jurusan Fisika. Selama menjadi mahasiswa penulis menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Fisika (HIMAFI). Penulis pernah menjadi asisten praktikum Fisika Dasar I dan Fisika Dasar II. Pada tahun 2013 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Pekon Tugu Papak Tanggamus. Penulis melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di LIPI Tanjung Bintang pada tahun 2012.


(8)

viii MOTO

“Gapailah cita-citamu setinggi langit, walaupun anda terjatuh anda akan terduduki di atas bintang-bintang”

“Keinginan, impian, dan cita-cita tidak akan terwujud tanpa adanya usaha, kerja keras, dan do’a”

“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada dalam diri mereka sendiri” (QS.


(9)

ix

PERSEMBAHAN

Tulisan ini kupersembahkan untuk kedua orang tuaku yang sangat ku sayangi, yang tak henti-hentinya selalu mendoakan, memperjuangkan serta mendampingiku untuk memperoleh keberhasilanku didunia dan diakhirat.

Untuk ketiga orang adikku Nadya, Azara dan Aljabbar yang sangat kusayangi yang selalu ada didalam hari-hariku. Untuk mas Dwi yang sangat

kucintai, yang selalu ada dalam setiap keadaanku. Aku berusaha untuk selalu membuat kalian bangga, bahagia dan menjadi yang kalian harapkan.

Serta saudara-saudaraku dan teman-temanku yang selalu mendukungku. Terimaksihku untuk kalian.


(10)

xi

SANWACANA

Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh. Sesungguhnya segala puji bagi

Allah, kami panjatkan kehadirat-Nya dan memohon ampun kepada-Nya. Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah Rasul Allah.

Alhamdulillah penulisan skripsi dengan judul “PREPARASI DAN KARAKTERISASI KERAMIK SILIKA DARI DAUN BAMBU HASIL LEACHING ASAM SITRAT DAN SUHU PEMBAKARAN 800-1000°C”, sebagai salah satu syarat yang harus ditempuh untuk mendapat gelar Sarjana Sains dari Universitas Lampung dapat terselesaikan. Kemudian penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dra. Dwi Asmi, M.Si., Ph.D., atas kesediaannya membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan selalu meluangkan waktunya untuk memberikan ilmu dan nasihatnya kepada penulis.

2. Bapak Drs. Ediman Ginting Suka, M.Si., sebagai dosen penguji yang telah berkenan menguji dan memberikan saran yang membangun kepada penulis. 3. Bapak Arif Surtono, S.Si., M.Si., M.Eng., selaku dosen Pembimbing

Akademik atas konsultasi akademik dan semangat serta nasehat yang selama ini diberikan kepada penulis.


(11)

xii

5. Seluruh dosen Jurusan fisika yang telah memberikan ilmunya kepada penulis. 6. Kedua orang tua yang sangat penulis banggakan, yang tak henti-hentinya

mendoakan (Ayah Hikmah dan Ibu Heriyanti), Adik-adikku tersayang (Nadya, Azara, Aljabbar), terimakasih masih ada selalu disamping penulis dalam keadaan apapun, terimakasih yang tak terhingga.

7. Mas Dwi Musthika, SP terimakasih untuk semua waktu, tenaga, dan perhatian kepada penulis dalam setiap hari-hari berat pembuatan skripsi ini, terimakasih sayang.

8. Sahabat penulis yang selalu penulis sayangi Dini, Melia, Khany dan Ajeng, aku sayang kalian selamanya.

9. Tim KKN Tugu Papak yang selalu dihati Revinia, Mustika, Merly, Nanang, Dedy, Andri, Woro, Satria, Olfredo, terimakasih untuk semuanya guys.

10.Tim satu penelitian Dini Agustini dan Reni, yang telah membantu dan memberi motivasi kepada penulis serta teman-teman Fisika Angkatan 2009 yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Mudah-mudahan skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi para pembaca. Penulis berharap semoga segala yang telah dilakukan dapat bernilai ibadah di sisi

Allah SWT. Amin Ya Robbal’alamin. Wassalamu’alai’kum warahmatullahhi wabarokatuh.

Bandar Lampung, 22 Juli 2014 Penulis,


(12)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK………... i

ABSTRACT ... ii

COVER DALAM SKRIPSI ... iii

LEMBAR PERSETUJUAN……… iv

LEMBAR PENGESAHAN... v

SURAT PERNYATAAN... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

MOTO………... viii

PERSEMBAHAN... ix

KATA PENGANTAR……….. x

SANWACANA………... xi

DAFTAR ISI………... xiii

DAFTAR TABEL……….. ... xvi

DAFTAR GAMBAR….. ... xvii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Tujuan Penelitian………... 3

C. Manfaat Penelitian………... 4

D. Batasan Penelitian……… 4

E. Rumusan Masalah………..…….. 5

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Silika 1. Definisi Silika...………... 6

2. Klasifikasi Silika………..……….. 7

B. Keramik Silika 1. Karakteristik Keramik Silika………..……..……….. 10

2. Struktur Keramik Silika….………..……….. 11

3. Aplikasi Keramik Silika……….………..……….. 12

C. Daun Bambu 1. Definisi Daun Bambu………. 12

2. Komposisi Kimiawi Daun Bambu…..……… 14

3. Pemanfaatan Daun Bambu….……… 14


(13)

xiv

E. Teknik Pengabuan………. 16

F. Karakterisasi 1. X-Ray Diffraction (XRD).………..…………...………. 18

2. Scanning Electron Microscopy (SEM)…….……….. 20

3. Fourier Transform Infra-Red (FTIR)………... 22

4. Differential Thermal Analyzis (DTA)…….……….…... 24

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian………... 27

B. Alat dan Bahan Penelitian……….. 27

C. Prosedur Penelitian………...…….. 28

D. Sintering………...….. 29

E. Karakterisasi 1. X-Ray Diffraction (XRD)………. 31

2. Fourier Transform Infra-Red Spectroscopy (FTIR)…………... 32

3. Scanning Electron Microscopy (SEM)………. 33

4. Differential Thermal Analysis (DTA)……..………. 34

F. Diagram Alir Penelitian…… ... 35

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Karakterisasi Keramik Silika Daun Bambu 1. Analisis DTA/TGA...…………... 36

2. Analisis FTIR a. Analisis FTIR Keramik Silika setelah kalsinasi 800°C... 39

b. Analisis FTIR Keramik Silika setelah kalsinasi 900°C... 40

c. Analisis FTIR Keramik Silika setelah kalsinasi 1000°C... 42

3. Analisis Difraksi Sinar-X a. Analisis Difraksi Sinar-X pada Suhu 800°C...……... 45

b. Analisis Difraksi Sinar-X pada Suhu 900°C...……... 47

c. Analisis Difraksi Sinar-X pada Suhu 1000°C...…... 48

4. Analisis SEM... 50

V. KESIMPULAN A. Kesimpulan... 52

B. Saran... 53 DAFTAR PUSTAKA


(14)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Karakteristik Silika Amorf... 7

2.2. Bentuk kristal utama silika ... 9

2.3. Klasifikasi tanaman bambu ... 13

4.1. Puncak spektrum gugus fungsi keramik silika kalsinasi 800°C ... 40

4.2. Puncak spektrum gugus fungsi keramik silika kalsinasi 900°C... 42

4.3. Puncak spektrum gugus fungsi keramik silika kalsinasi 1000°C ... 44

4.4. Puncak spektrum gugus fungsi semua sampel. ... 45

4.5. Data pencocokan pdf keramik silika pada suhu 800°C... 46

4.6. Data pencocokan pdf keramik silika pada suhu 900°C... 48


(15)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Struktur silika tetrahedral... 8

2.2. Skema difraksi sinar- x... 19

2.3. Skematik Alat SEM... 22

2.4. Skematik perangkat DTA... 25

3.1. Tungku sintering... 30

3.2. Diagram Alir Penelitian... 35

4.1. Kurva DTA daun bambu sebelum dileaching asam sitrat... 36

4.1. Kurva TGA daun bambu sebelum dileaching asam sitrat... 37

4.3. Kurva gabungan DTA dan TGA...………… 37

4.4. Hasil analisis gugus fungsi setelah kalsinasi 800°C...…… 39

4.5. Hasil analisis gugus fungsi setelah kalsinasi 900°C...…… 41

4.6. Hasil analisis gugus fungsi setelah kalsinasi 1000°C...… 43

4.7. Spektrum FTIR masing-masing sampel...……...… 44

4.8. Grafik hasil analisis XRD pada suhu 800°C...………… 46

4.9. Grafik hasil analisis XRD pada suhu 900°C...………… 47

4.10. Grafik hasil analisis XRD pada suhu 1000°C...…...… 48

4.11. Pola difraksi sinar-X masing-masing sampel...……..… 49

4.12. Struktur mikro silika daun bambu pada suhu pembakaran 800°C, 900°C, dan 1000°C...…...…..… 51


(16)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Silika merupakan senyawa yang umum ditemukan dalam kehidupan sehari-hari dan banyak digunakan dalam aplikasi elektronik, keramik, adsorben semen, katalisator dan masih banyak lagi pemanfaatannya (Courtney, 1990). Silika memiliki ciri fisik seperti berbentuk padatan atau serbuk yang halus, berwarna putih, tidak larut dalam air, dan memiliki daya tahan terhadap asam dan basa seperti H2SO4, NaOH, KOH, dan HCl (Katsuki et al, 2005). Silika memiliki stabilitas kimia yang baik, tidak larut dalam air, daya tahan terhadap temperatur tinggi. Secara umum, silika dapat diperoleh dari bahan anorganik dan bahan organik. Untuk bahan anorganik atau sintesis, silika dapat diperoleh dari silika TEOS, dan TMOS yang sudah banyak ditemukan dipasaran (Chartterjee and Naskar, 2004) yang akan dihasilkan melalui reaksi hidrolisis. Kemudian untuk bahan organik, silika dapat diperoleh dari tumbuh-tumbuhan. Silika yang paling banyak dikenal masyarakat adalah silika TEOS dan TMOS, yang memiliki keunggulan dapat mengikat agregat batuan menjadi bahan monolitik. Namun silika ini memiliki kelemahan, yaitu keduanya mempunyai harga yang relatif mahal, sulit didapat, dan tidak ramah lingkungan (Balgis et al, 2009).

Mengingat kelemahan dari silika TEOS dan TMOS, maka para peneliti sebelumnya telah banyak melakukan penelitian untuk mendapatkan silika


(17)

2

alternatif dengan memanfaatkan bahan dasar yang terdapat pada alam. Penelitian terhadap silika alternatif ini diawali oleh sekam padi. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, terungkap bahwa sekam padi mengandung silika dengan kadar yang tinggi, berkisar 95% (Siriluk and Yuttapong, 2005). Para peneliti sebelumnya telah banyak melakukan penelitian dengan memanfaatkan limbah sekam padi menggunakan metode solgel dan metode pengabuan. Perolehan silika sekam padi dengan menggunakan teknik pembakaran ini dilakukan pada suhu tinggi sekitar 400°C. Seiring meningkatnya suhu pembakaran di atas 700°C pada metode ini akan meningkatkan kristalisasi silika sekam padi yang dapat menyebabkan kereaktifan silika sekam padi menjadi berkurang (Krishnarao et al, 2001).

Namun pada penelitian kali ini, kami memanfaatkan daun bambu sebagai bahan dasar untuk mendapatkan silika. Pemilihan daun bambu sebagai bahan dasar pembuatan silika organik dikarenakan banyaknya daun bambu yang ada di Indonesia yang belum dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat baik itu yang dibudidayakan maupun yang tumbuh secara liar (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1999).

Biasanya oleh masyarakat, daun bambu digunakan sebagai bahan bangunan tropis maupun sub tropis, untuk keperluan industri baik kertas, kayu lapis, kerajinan, kesenian dan bahan pembungkus makanan (Muin dkk, 2006). Pemanfaatan bambu lebih difokuskan pada pemanfaatan batang dan akarnya saja. Sedangkan untuk daun bambu kurang dimafaatkan dengan baik.


(18)

3

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik melakukan kajian penelitian tentang silika yang berasal dari daun bambu dengan metode leaching menggunakan larutan asam sitrat dan kemudian dilanjutkan dengan menggunakan metode pembakaran pada suhu kalsinasi 800-1000°C yang kemudian hasilnya akan dikarakterisasi. Leaching asam sitrat dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan zat-zat kimia lainnya yang terkandung di dalam daun bambu serta zat pengotor lainnya yang tidak digunakan dalam penelitian ini. Dengan memanfaatkan daun bambu sebagai bahan dasar penelitian diharapkan dapat memaksimalkan fungsi dan kemanfaatan daun bambu di Indonesia.

Secara garis besar penelitian ini dilakukan untuk mensintesis silika dengan menggunakan silika dari daun bambu. Adapun penelitian ini difokuskan dalam tiga ruang lingkup utama, yakni preparasi bahan, sintering dan karakterisasi. Preparasi bahan keramik silika daun bambu menggunakan teknik leaching asam sitrat dengan konsentrasi sebesar 5% serta menggunakan metode pembakaran dalam preparasinya. Selanjutnya kalsinasi bahan keramik silika daun bambu pada suhu 800°C, 900°C, dan 1000°C. Dan kemudian analisis karakterisasi dengan menggunakan X-Ray Diffraction (XRD), Scanning Electron Microscopy (SEM/EDS), Fourier Transform Infra-Red (FTIR) dan Differential Thermal Analyzis (DTA).

B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:


(19)

4

2. Mengetahui pengaruh suhu pembakaran terhadap struktur kristal, gugus fungsional dan mikrostruktur silika dari daun bambu yang diperoleh dengan teknik pembakaran.

C. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bahwa pemanfaatan bambu tidak hanya untuk bahan bangunan atau kerajinan, tetapi juga memiliki aplikasi lain karena bambu memiliki banyak kandungan kimia, salah satunya memiliki kadar silika;

2. Sebagai sumber informasi yang menjelaskan silika dari daun bambu untuk membuka wawasan serta untuk memberi informasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang silika daun bambu.

D. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagian bambu yang digunakan pada penelitian ini adalah bagian daun;

2. Daun bambu yang digunakan pada penelitian ini adalah daun bambu betung yang banyak terdapat di lingkungan Universitas Lampung;

3. Suhu pembakaran dibatasi pada suhu 800°C, 900°C, dan 1000°C;

4. Karakterisasi silika yang diperoleh dari hasil pembakaran daun bambu dilakukan dengan SEM, XRD, FTIR, dan DTA/TGA.


(20)

5

E. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh suhu pembakaran terhadap gugus fungsional silika dari daun bambu dengan teknik FTIR;

2. Bagaimana pengaruh suhu pembakaran terhadap mikro struktur silika dari daun bambu dengan teknik SEM;

3. Bagaimana pengaruh suhu pembakaran terhadap struktur kristal silika dari daun bambu dengan teknik XRD.


(21)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Silika

1. Definisi Silika

Silika adalah senyawa kimia dengan rumus molekul SiO2 (silicon dioxsida) yang dapat diperoleh dari silika mineral, nabati dan sintesis kristal. Silika mineral adalah senyawa yang banyak ditemui dalam bahan tambang/galian yang berupa mineral seperti pasir kuarsa, granit, dan fledsfar yang mengandung kristal-kristal silika (SiO2) (Bragmann and Goncalves, 2006; Della et al, 2002). Selain terbentuk secara alami, silika dengan struktur kristal tridimit dapat diperoleh dengan cara memanaskan pasir kuarsa pada suhu 870°C dan bila pemanasan dilakukan pada suhu 1470°C dapat diperoleh silika dengan struktur kristobalit (Cotton and Wilkinson, 1989). Silika juga dapat dibentuk dengan mereaksikan silikon dengan oksigen atau udara pada suhu tinggi (Iler, 1979). Karakteristik silika amorf diperlihatkan dalam Tabel 2.1.


(22)

7

Tabel 2.1. Karakteristik Silika Amorf (Surdia dkk, 2000).

Nama lain Silikon Dioksida

Rumus Molekul SiO2

Berat Jenis (g/cm3) 2,6

Bentuk Padat

Daya larut dalam air Tidak larut

Titik cair (°C) 1610

Titik didih (°C) 2230

Kekerasan (Kg/mm2) 650

Kekuatan tekuk (Mpa) 70

Kekuatan tarik (Mpa) 110

Modulus elastisitas (Gpa) 73 - 75

Resistivitas ( m) >1014

Koordinasi geometri Tetrahedral

Struktur kristal Kristobalit, Tridimit, Kuarsa

Silika nabati dapat ditemui pada sekam padi (Dahliana dkk, 2013) dan tongkol jagung (Monalisa dkk, 2013). Silika nabati yang umumnya digunakan saat ini adalah silika sekam padi (Siriluk and Yuttapong, 2005). Dalam mendapatkan silika dari sekam padi dapat dilakukan menggunakan metode ekstraksi alkalis (Kalaphaty et al, 2000; Ginting dkk, 2008) dan metode pengabuan (Haslinawati et al, 2011; Shinohara and Kohyama, 2004). Silika yang diperoleh melalui metode ekstraksi alkalis adalah berupa larutan sol dimana silika pada fase larutan adalah fase amorf atau mudah reaktif. Sedangkan pada metode pengabuan, sekam padi dibakar pada suhu diatas 200°C selama 1 jam untuk mendapatkan arang sekam padi yang berwarna hitam (Haslinawati et al, 2011).

2. Klasifikasi Silika

Silika terbentuk melalui ikatan kovalen yang kuat serta memiliki struktur dengan empat atom oksigen terikat pada posisi sudut tetrahedral di sekitar atom pusat yaitu atom silikon. Gambar 2.1 memperlihatkan struktur silika tetrahedral.


(23)

8

Gambar 2.1. Struktur silika tetrahedral (Anonim B, 2013).

Pada umumnya silika adalah dalam bentuk amorf terhidrat, namun bila pembakaran berlangsung terus-menerus pada suhu diatas 650°C maka tingkat kristalinitasnya akan cenderung naik dengan terbentuknya fasa quartz, crystobalite, dan tridymite (Hara, 1986). Bentuk struktur quartz, crystobalite, dan tridymite yang merupakan jenis kristal utama silica memiliki stabilitas dan kerapatan yang berbeda (Brindley and Brown, 1980). Struktur Kristal quartz, crystobalite, dan tridymite memiliki nilai densitas masing-masing sebesar 2,65×103 kg/m3, 2,27×103 kg/m3, dan 2,23×103 kg/m3 (Smallman and Bishop 2000). Berdasarkan perlakuan termal, pada suhu < 570°C terbentuk low quartz, untuk suhu 570-870°C terbentuk high quartz yang mengalami perubahan struktur menjadi crystobalite dan tridymite, sedangkan pada suhu 870-1470°C terbentuk high tridymite, pada suhu ˃ 1470°C terbentuk high crystobalite, dan pada suhu 1723°C terbentuk silika cair. Silika dapat ditemukan di alam dalam beberapa bentuk meliputi kuarsa dan opal, silika memiliki 17 bentuk kristal (Wikipedia A, 2006), dan memiliki tiga bentuk kristal utama yaitu kristobalit, tridimit, dan kuarsa seperti diperlihatkan pada Tabel 2.2.


(24)

9

Tabel 2.2. Bentuk kristal utama silika (Smallman and Bishop, 2000). Bentuk Rentang Stabilitas(°C) Modifikasi

Kristobalit 1470-1723 -(kubik)

-(tetragonal)

Tridmit 870-1470 -(?)

-(heksagonal) -(ortorombik)

Kuarsa <870 -(heksagonal)

-(trigonal)

Silika adalah keramik tahan terhadap temperatur tinggi yang banyak digunakan dalam industri baja dan gelas (Smallman and Bishop, 2000).

Diketahui bahwa satuan struktur primer silika adalah tetrahedron SiO4, dimana satu atom silika dikelilingi oleh empat atom oksigen (seperti terlihat pada Gambar 2.1). Gaya-gaya yang mengikat tetrahedral ini berasal dari ikatan ionik dan kovalen sehingga ikatan tetrahedral ini kuat. Pada silika murni tidak terdapat ion logam dan setiap atom oksigen merupakan atom penghubung antara dua atom silikon (Van and Lawrench, 1992).

Silika mengandung senyawa pengotor yang terbawa selama proses pengendapan. Pasir kuarsa juga dikenal dengan nama pasir putih merupakan hasil pelapukan batuan yang mengandung mineral utama seperti kuarsa dan feldsfar. Pasir kuarsa mempunyai komposisi gabungan dari SiO2, Al2O3, CaO, Fe2O3, TiO2, CaO, MgO,dan K2O, berwarna putih bening atau warna lain bergantung pada senyawa pengotornya. Silika biasa diperoleh melalui proses penambangan yang dimulai dari menambang pasir kuarsa sebagai bahan baku. Pasir kuarsa tersebut kemudian dilakukan proses pencucian untuk membuang pengotor yang kemudian dipisahkan dan dikeringkan kembali sehingga diperoleh pasir dengan kadar silika yang lebih besar bergantung dengan keadaan kuarsa dari tempat


(25)

10

penambangan. Pasir inilah yang kemudian dikenal dengan pasir silika atau silika dengan kadar tertentu (Anonim C, 2013).

B. Keramik Silika

1. Karakteristik Keramik Silika

Mineral silika atau kuarsa merupakan salah satu komponen utama dalam pembentukan badan keramik dan jumlahnya melimpah ruah di permukaan kulit bumi. Bentuk umum fasa kristal silika antara lain adalah tridimit, quartz, dan kristobalit (Worr’al W.E, 1986). Struktur silikat primer adalah tetrahedron SiO4, jadi setiap satu atom silikon dikelilingi empat atom oksigen. Gaya-gaya yang mengikat atom tetrahedral berasal dan ikatan ionik dan kovalen sehingga ikatan tetrahedral sangat kuat.

Fasa yang stabil mencapai tridimit pada suhu 1470°C. Kristobalit mempunyai jangkauan stabil suhu lebur pada suhu 1730°C yang kemudian berubah menjadi cairan (liquid). Sifat-sifat fisik dari berbagai bentuk kuarsa diantaranya adalah:  Densitas kuarsa = 2,65 x 103 kg/m3;

 Densitas tridimit = 2,27 x 103 kg/m3;  Densitas kristobalit = 2,33 x 103 kg/m3.

Disamping itu silika memiliki sifat-sifat (Worr’al, 1986):  Tidak plastis (elastisitasnya rendah);

 Titik lebur tinggi sekitar 1728°C;  Kuat dan keras.


(26)

11

2. Struktur Keramik Silika

Struktur kristal keramik (terdiri dari berbagai ukuran atom yang berbeda atau minimal terdiri dari 2 jenis unsur) merupakan salah satu yang paling kompleks dari semua struktur bahan. Ikatan antara atom-atom ini umumnya ikatan kovalen (berbagi elektron, sehingga ikatan ini kuat) atau ion (terutama ikatan antara ion bermuatan, sehingga ikatan ini kuat). Ikatan ini jauh lebih kuat daripada ikatan logam. Akibatnya, sifat-sifat seperti kekerasan dan ketahanan panas dan listrik secara signifikan lebih tinggi keramik dari pada logam. Keramik dapat berikatan kristal tunggal atau dalam bentuk polikristalin. Ukuran butir mempunyai pengaruh besar terhadap kekuatan dan sifat-sifat keramik; ukuran butir yang halus (sehingga dikatakan keramik halus), semakin tinggi kekuatan dan ketangguhannya. Kebanyakan bahan pembentuk keramik memiliki ikatan ion, ikatan kovalen dan ikatan antara. Sebagai contoh, bagian ikatan ion dalam sistem Mg-O, Al-O, Zn-O dan Si-O dapat dikatakan masing-masing 70%, 60%, 60% dan 50%. Yang sangat menarik adalah bahwa pada ReO3, V2O3 dan TiO, yang merupakan oksida yang dapat di deformasikan, tetapi memiliki hantaran listrik yang relatif dapat disamakan dengan logam biasa.

Dalam Kristal yang rumit, berbagai macam atom berperan dan ikatannya merupakan ikatan campuran dalam banyak hal. Struktur Kristal demikian dapat dimengerti apabila mengingat bahwa Kristal tersusun oleh kombinasi dari polyhedron koordinasi, dimana satuan kecil dari kation dikelilingi oleh beberapa anion. Salah satu contoh adalah silika yang merupakan bahan baku penting bagi keramik.


(27)

12

3. Aplikasi Keramik Silika

Keramik silika dihasilkan untuk memenuhi beberapa keperluan daripada aspek ketahanan terhadap temperatur yang tinggi dan bahan kimia, ciri-ciri mekanik dan elektrik yang istimewa. Bahan-bahan ini terbagi menjadi keramik oksida dan keramik bukan oksida. Beberapa contoh keramik oksida ialah alumina (Al2O3), silika (SiO2), zirkonia (ZrO2) dan barium titanat (BaTiO2). Bahan jenis ini wujud secara alami di dalam batu-batuan dan mineral. Keramik bukan oksida termasuklah nitrida (Si3N4, TiN dan BN) dan karbida (SiC, TiC dan B4C). Bahan– bahan ini di sintesiskan dengan menggunakan bahan mentah alami atau secara kimia (Lubis, 2013).

C. Daun Bambu

1. Definisi Daun Bambu

Bambu banyak menyebar di daerah tropis, subtropis Asia. Dari sekitar 1.000 jenis bambu dalam 80 genera, sekitar 200 jenis dari 20 genera ditemukan di Asia Tenggara (Dransfield and Widjaja, 1995). Di Indonesia, tanaman bambu tumbuh baik di dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian sekitar 3000 m dari permukaan laut dan pada umumnya ditemukan di tempat-tempat terbuka dan daerahnya bebas dari genangan air (Krisdianto dkk, 2000).

Pada tanaman bambu, daunnya merupakan daun tunggal yang lengkap karena mempunyai bagian daun berupa pelepah daun (vagina), tangkai daun (petiolus), dan helaian daun (lamina). Daun ini mempunyai bangun daun garis (Linearis).


(28)

13

Ujung daunnya runcing (acutus), pangkal daunnya membulat, memiliki tepi daun yang rata, daging daun seperti perkamen, pertulangan daun sejajar, permukaan atas dan bawah daun kasap, warna daun bagian atas hijau tua sedangkan warna bagian bawah daun hijau muda. Bangun atau bentuk dari daun bambu adalah berbentuk pita atau bentuk memanjang dari daun dengan perbandingan panjang dan lebar 3-5 : 1, ujung daun pada daun bambu berbentuk runcing yaitu penyempitan ke arah ujung daun dengan sedikit demi sedikit. Sedangkan untuk pangkal daun membulat karena pada pangkal daunnya tidak terdapat sama sekali sudut pangkal daun, daun bambu memiliki tepi yang rata tidak bergerigi dan bertoreh. Daging daunnya bertipe perkamen yaitu tipis namun cukup kaku. Pertulangan daunnya sejajar dari pangkal daun ke arah ujung daun. Permukaan atas dan bawah daun cukup kasar karena disebabkan pertulangan daun yang cukup terasa dan adanya semacam bulu-bulu halus. Warna daun pada bagian atas jauh lebih gelap dibanding dengan yang di bawah dan warna yang kebanyakan ditemukan adalah warna hijau, namun ada beberapa jenis bambu yang lain memilki daun yang berwarna kuning. Klasifikasi tanaman bambu dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Klasifikasi tanaman bambu (Krisdianto dkk, 2000). Kingdom Plantae

Divisio Spermatophyta Sub Divisio Angiospermae Classis Monokotiledoneae Subclasis Commenlinidae

Ordo Poales

Familia Poaceae Sub Famili Bambusoideae

Genus Bambusa


(29)

14

2. Komposisi Kimiawi Daun Bambu

Berdasarkan hasil penelitian, bambu memiliki kadar selulosa yang berkisar antara 42,4%-53,6%, kadar lignin berkisar antara 19,8%-26,6% sedangkan kadar pentosan 1,24%-3,77%, kadar abu 1,24%-3,77%, kadar silika 0,10%-1,28%, kadar ekstraktif (kelarutan dalam air dingin) 4,5%-9,9%, kadar ekstraktif (kelarutan dalam air panas) 5,3%-11,8% dan kadar ekstraktif (kelarutan dalam alkohol benzena) 0,9%-6,9%. Bambu mengandung holoselulosa (selulosa dan hemiselulosa) berkisar antara 73,32-83,80% (Krisdianto dkk, 2000). Dengan kandungan holoselulosa yang cukup tinggi maka bambu sangat cocok untuk dijadikan bahan kertas dan rayon, bahkan China sangat mengandalkan bahan bambu sebagai bahan baku industri kertasnya. Selain itu, dengan kandungan holoselulosa yang sangat tinggi membuat bambu menjadi bahan berlignoselulosa yang mempunyai prospek yang cukup baik untuk dikembangkan sebagai bahan baku produksi bioetanol.

3. Pemanfaatan Daun Bambu

Bambu merupakan jenis hasil bukan kayu yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai penghasil bioenergi seperti briket arang dan bioetanol. Selama ini, produksi bioetanol diarahkan pada bahan berpati dan bergula seperti gula tebu, ubi kayu dan jagung. Meskipun sebenarnya proses produksi bioetanol dengan menggunakan bahan tersebut cukup sederhana dan ekonomis (Saddler, 1996). Selain itu, saat ini, bambu juga telah mulai dimanfaatkan sebagai bahan pembuat pulp dan kertas, arang, sumpit (chopstick), plywood/plybambu, furniture, barang


(30)

15

kerajinan tangan yang merupakan komoditi eksport. Tunas mudanya (rebung) dapat dijadikan bahan makanan dan telah dimanfaatkan sebagai makanan kaleng, daunnya dapat dijadikan sebagai pembungkus makanan. Akarnya yang kuat dapat dijadikan sebagai bahan kerajinan dan bahan pertanian. Selain itu, tanaman bambu dapat dijadikan sebagai tanaman konservasi karena mempunyai daya dukung terhadap ligkungan yang tinggi (Departemen Perindustrian dan Perdagangan, 2001).

D. Metode Leaching

Leaching adalah peristiwa pelarutan terarah dari satu atau lebih senyawa dari suatu campuran padatan dengan cara mengontakkan dengan pelarut cair. Pelarut akan melarutkan sebagian bahan padatan sehingga bahan terlarut yang diinginkan dapat diperoleh. Metode ini memiliki 3 variabel penting, yaitu temperatur, area kontak dan jenis pelarut. Istilah leaching sering juga disebut dengan sebutan ekstraksi, demikian pula alatnya sering disebut sebagai ekstraktor. Untuk memahami konsep leaching maka sangat penting untuk memahami kesetimbangan fasa padat-cair.

Teknologi leaching biasanya digunakan oleh industri logam untuk memisahkan mineral dari bijih dan batuan (ores). Pelarut asam akan membuat garam logam terlarut seperti leaching Cu dengan medium H2SO4 atau NH3. Contoh operasi ini adalah pemisahan emas dari bentuk padatan berongga dengan menggunakan larutan HCN atau H2SO4. Industri gula juga menggunakan prinsip leaching saat memisahkan gula dari bit dengan menggunakan air sebagai pelarut. Industri


(31)

16

minyak goreng menggunakan prinsip operasi ini saat memisahkan minyak dari kedelai, kacang, biji matahari dan lain-lain dengan menggunakan pelarut organik seperti heksana, aseton atau eter. Industri farmasi pun menggunakan teknologi ini untuk mengambil kandungan obat dari dedaunan, akar dan batang tumbuhan. Konsep dasar leaching tidak hanya berlaku dalam dunia industri, tapi juga terjadi di lingkungan sehari-hari seperti erosi unsur hara oleh air hujan atau ketika sedang menyeduh teh/kopi. Secara umum leaching dapat dibagi 2, yaitu: 1. Percolation. Pada metode ini pelarut dikontakkan dengan padatan melalui

proses tunak ataupun tak tunak. Metode ini lebih banyak digunakan untuk pemisahan campuran padat-cair di mana jumlah padatan jauh lebih besar daripada fasa cair.

2. Dispersed Solids. Pada metode ini padatan dihancurkan terlebih dulu menjadi pecahan kecil sebelum dikontakkan dengan pelarut. Metode ini begitu populer karena tingkat kemurnian hasil yang tinggi sehingga dapat mengimbangi biaya operasi pemisahan yang juga tinggi (Firdaus, 2012).

E. Teknik Pengabuan

Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya bergantung pada macam bahan dan cara pengabuan yang digunakan. Kandungan abu dari suatu bahan menunjukkan kadar mineral dalam bahan tersebut. Ada dua macam garam mineral yang terdapat dalam bahan, yaitu: ( Fauzi 1994).

1. Garam organik: garam asam malat, oksalat, asetat, pektat 2. Garam anorganik: garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitrat


(32)

17

Teknik pengabuan dilakukan dengan cara mengeringkan daun bambu yang telah dileaching dengan asam sitrat pada oven pada suhu 100°C selama 2 jam. Untuk mendapatkan silika dari abu daun bambu maka daun bambu yang telah dioven selanjutnya dioven kembali dalam furnace pada suhu 800°C, 900°C dan 1000°C selama 3 jam dengan waktu penahanan 30 menit. Setelah proses pembakaran tersebut dari masing-masing suhu dapat terlihat perbedaan hasil silika yang didapat. Hasil dari pembakaran daun kemudian dikarakterisasi menggunakan X-Ray Diffraction (XRD), Scanning Electron Microscopy (SEM/EDS), Fourier Transform Infra-Red (FTIR) dan Differential Thermal Analyzer (DTA) untuk melihat hasil endapan silika berwarna putih dari daun bambu (Harsono, 2002). Silika yang diperoleh melalui teknik pengabuan memiliki luas permukaan spesifik 68 m2/g dan diameter porinya 121 (Kamath, 1998).

F. Karakterisasi

Karakterisasi merupakan uji analisis yang dilakukan terhadap suatu bahan sampel baik dengan tujuan untuk mengetahui senyawa pembentuk bahan maupun untuk megetahui sifat fisis bahan yang dihasilkan. Pada pembuatan keramik silika daun bambu, pengamatan strukturnya dianalisis menggunakan metode (XRD) X-Ray Diffraction, mikrostrukturnya dianalisis menggunakan (SEM/EDS) Scanning Electron Microscopy, gugus fungsinya dianalisis menggunakan (FTIR) Fourier Transform Infra-Red dan analisis termalnya dianalisis menggunakan (DTA) Differential Thermal Analyzer.


(33)

18

1. X-Ray Diffraction (XRD)

Difraksi sinar X atau yang lebih sering dikenal dengan XRD adalah alat yang digunakan untuk menentukan struktur dan pengenalan bahan-bahan baik keramik, gelas maupun komposit (Widhyastuti dkk, 2009). Teknik XRD ini digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel (Anonim A, 2011).

Prinsip kerja difraksi sinar X dihasilkan disuatu tabung sinar X dengan pemanasan kawat pijar atau filamen untuk menghasilkan elektron-elektron, kemudian elektron-elektron yang berupa sinar X tersebut dipercepat terhadap suatu sampel dengan memberikan suatu voltase, dan menembak sampel dengan elektron. Elektron-elektron yang berupa sinar X akan melewati celah (slit) agar berkas sinar yang sampai ke sampel berbentuk pararel dan memiliki tingkat divergensi yang kecil, serta elektron-elektron tersebut dapat menyebar merata pada sampel. Ketika elektron mempunyai energi yang cukup untuk mengeluarkan elektron-elektron dalam sampel (Anonim D, 2013), maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar X yang memiliki panjang gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Diagram skematik dari XRD dapat ditunjukan pada Gambar 2.2.


(34)

19

Gambar 2.2. Skema difraksi sinar- x (Anonim D, 2013).

Sinar yang dibiaskan dari sampel juga melewati celah (slit) sebelum ditangkap oleh detektor sinar X, sehingga sinar yang dibiaskan tidak menyebar dan kemudian melewati celah soller (soller slit). Celah ini berfungsi untuk mengarahkan sinar X yang akan dicatat oleh detektor dan akan mengeliminasi hamburan yang tidak berguna dalam difraksi. Kemudian sinar tersebut akan melewati penyaringan monokromator sekunder yang berfungsi sebagai penghasil sinar X monokromatik yang diperlukan untuk difraksi. Sinar X yang dihasilkan ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai sebuah puncak difraksi. Makin banyak bidang kristal yang terdapat dalam sampel, makin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkannya. Tiap puncak yang muncul pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam sumbu tiga dimensi. Puncak-puncak yang didapatkan dari data pengukuran ini kemudian dicocokan dengan standar difraksi sinar X untuk hampir semua jenis material. Standar ini disebut JCPDS (Widhyastuti dkk, 2009).


(35)

20

Keuntungan utama penggunaan difraksi sinar X dalam karakterisasi material adalah kemampuan penetrasinya, sebab sinar X memiliki energi sangat tinggi akibat panjang gelombangnya yang pendek (0,5-2,0 mikron) (Widhyastuti dkk, 2009). Kegunaan dan aplikasi difraksi sinar X, yakni dapat membedakan antara material yang bersifat kristal dengan amorf, mengukur macam-macam keacakan dan penyimpangan kristal, karakterisasi material kristal, identifikasi mineral-mineral yang berbutir halus seperti tanah liat, dan penentuan dimensi-dimensi sel satuan (Widhyastuti dkk, 2009; Anonim C, 2011).

2. Scanning Electron Microscopy (SEM/EDS)

SEM (Scanning Electron Microscopy) yang dilengkapi dengan sistem EDS (Energy Dispersive Spectrometry) merupakan bagian dari seperangkat alat instrumen yang digunakan untuk mempelajari mikrostruktur permukaan secara langsung dari bahan atau sampel padat seperti keramik, logam dan komposit, yang diamati secara tiga dimensi (Wikipedia B, 2011). SEM memiliki resolusi (daya pisah) sekitar 0,5 nm dan ketajaman gambar yang hingga 50.000 kali, selain itu cara analisis SEM tidak merusak bahan (Brendon et al, 1991). Kemampuan daya pisah ini disebabkan karena SEM menggunakan elektron sebagai sumber radiasinya. Daya pisah setiap instrumen optik dibatasi oleh difraksi sehingga besarnya berbanding lurus dengan panjang gelombang yang dipakai untuk menyinari benda yang diselidiki (Beiser, 1987).

Pada prinsipnya SEM secara umum terdiri dari beberapa komponen yaitu kolom elektron, ruang sampel, sistem pompa vakum, kontrol elektronik dan sistem


(36)

21

pencitraan bayangan. Diagram skematik dari SEM dapat ditunjukan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Skematik Alat SEM (Anonim E, 2013).

Berdasarkan Gambar 2 di atas, dapat diterangkan bahwa SEM adalah alat instrumen terdiri dari sumber elektron yang ditembakkan (electron Gun), tiga lensa elektrostatik dan kumparan scan elektromagnetik yang terletak diantara lensa kedua dan ketiga serta tabung foto multiplier untuk mendeteksi cahaya pada layar scanner ke TV. SEM menggunakan elektron sebagai pengganti cahaya untuk menghasilkan bayangan. Berkas elektron dihasilkan dengan meanaskan filamen melalui tegangan tinggi, kemudian dikumpulkan melalui lensa kondensor elektromagnetik dan difokuskan oleh lensa objektif. Ketika arus dialirkan pada


(37)

22

filamen maka terjadi perbedaan potensial antara kutub katoda dan anoda yang akhirnya akan menghasilkan elektron. Elektron yang dihasilkan selanjutnya akan melewati celah pelindung pada anoda dan lensa magnetik dan lensa objektif. Berkas elektron tersebut dipercepat oleh medan listrik dan menumbuk sampel atau specimen pada stage melalui scanning coil menghasilkan elektron sekunder (secondary elektron), elektron hambur balik (backscattered elektron) yang dipantulkan dari sampel kemudian dideteksi dan dikuatkan oleh tabung multiplier yang kemudian ditransmisikan ke scanner ke TV, sehingga bentuk dan ukuran sampel terlihat dalam bentuk sinaran (imaging beam). Faktor yang menetukan penampilan dan resolusi adalah arus dan berkas pemercepat (Sampson, 1996).

Dalam SEM, kumparan scan (scanning coil) yang berarus listrik dipakai untuk menimbulkan medan magnetik yang berlaku sebagai lensa untuk memfokuskan berkas elektron pada benda yang diselidiki dan alat ini menghasilkan bayangan yang diperbesar pada layar pendar (fluensen) atau alat fotografik. Untuk menghindari penghamburan bayangan yang dihasilkan dipakai lapisan yang tipis dan seluruh sistem divakumkan (Beiser, 1987).

3. Fourier Transform Infra-Red (FTIR)

Fourier Transform Infra-Red (FTIR) Spectroscopy merupakan alat yang dipergunakan untuk menganalisis secara kuantitatif maupun kualitatif untuk kuantitatif adalah berdasarkan gugus fungsi yang ada dengan menggunakan standar. Pada umumnya sampel yang dianalisis dapat berupa padatan, caran dan gas, masing-masing mempergunakan sel yang berbeda-beda (Stevens, 2011).


(38)

23

Beberapa spektrum sampel yang dapat dianalisis menggunakan FTIR adalah organik, aromatik, alifatik dan karbonil. Spektrofotometri Fourier Transform Infra Red (FTIR) merupakan perkembangan baru dari spektro-fotometri infra merah. Pada prinsipnya FTIR/IR digunakan untuk menentukan gugus-gugus fungisional yang ada pada suatu senyawa, sehingga dapat digunakan untuk menentukan suatu senyawa yang belum diketahui identitasnya.

FTIR merupakan teknik pengukuran untuk mengumpulkan spektra infra merah, yang merupakan pengganti dari pencatatan jumlah energi yang diserap menyebabkan kenaikan dalam amplitude getaran atom-atom yang terikat sehingga molekul berada dalam keadaan vibrasi tereksitasi. Spektrum infrared telah banyak digunakan pada penelitian dan industri sebagai teknik yang mudah untuk pengukuran, uji kualitas dan pengukuran dinamik sebuah sampel. Memiliki instrumen yang kecil dan dapat didistribusikan. Dengan kecanggihan teknologi komputer untuk pengolahan data yang dihasilkan, sampel dalam bentuk larutan sekarang dapat diukur dengan akurat. Alat ini akan secara otomatis menjelaskan subtansi pada hasil data yang diperoleh (Fresenden, 1999).

Kawasan spektrum inframerah yang terpenting ialah yang terletak diantara 4000 dan 660 cm-1. Jalur serapan dalam spektrum terjadi akibat perubahan tenaga yang timbul akibat getaran molekul jenis peregangan dan pembengkokan (cacat bentuk) ikatana. Kedudukan atom dalam molekul boleh dianggap sebagai kedudukan keseimbangan minimal, dan ikatan antara atom boleh diandaikan sebagai beranalog dengan spring apabila dikenakan peregangan dan pembengkokan.


(39)

24

Beberapa penelitian yang menggunakan FTIR (Fourier Transform Infra Red) telah dilakukan, diantaranya mengamati gugus fungisional pada silika yang diperoleh dari sekam padi. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa puncak utama yang berkaitan dengan gugus fungsi pada silika adalah pada bilangan gelombang 3444,6 cm-1 yang merupakan gugus –OH (gugus hidroksil) yang menunjukkan adanya gugus hidroksil dari molekul air yang terhidrasi (Daifullah, 2004). Selain itu puncak bilangan gelombang 1095,5 cm-1 menunjukkan adanya gugus fungsi Si-O-Si (Adam, 2006). Adanya gugus fungsi Si-O-Si diperkuat dengan adanya puncak bilangan gelombang 470,6 cm-1 yaitu ikatan Si-O (Lin, 2001).

4. Differential Thermal Analyzis (DTA)

Analisis termal merupakan suatu analisis yang melibatkan pengukuran sifat fisik dan sifat kimia sebagai sebuah fungsi temperatur. Teknik-teknik yang dicakup dalam metode analisis termal ini adalah analisis termometri (thermomegravimetric analysis = TGA) dan analisis diferensial termal (differential thermal analysis = DTA). Analisis DTA merupakan teknik analisis yang digunakan untuk mengukur perubahan kandungan panas dengan cara merekam secara terus-menerus perbedaan temperatur antara sampel yang di uji materi pembanding yang inert sebagai suatu fungsi dari perubahan temperatur (Khopkar, 1990).

Adapun komponen peralatan utama dari DTA yaitu: pemegang sampel yang dilengkapi dengan termokopel, wadah sampel, furnace, program temperatur dan sistem perekam. Pada setiap pemegang sampel yaitu sampel uji dan sampel


(40)

25

pembanding terdiri dari sebuah termokopel untuk menjamin sebuah distribusi panas yang rata. Termokopel ini tidak dapat ditempatkan secara langsung dengan sampel, hal ini digunakan untuk menghindari terjadinya kontaminasi dan degradasi. Berikut ini adalah Gambar 2.4 yang merupakan skema dari perangkat DTA.

Gambar 2.4. Skematik perangkat DTA (Bhadeshia, 2002).

Adapun cara untuk memperoleh data DTA yaitu keadaan sebuah tabung yang berisi sampel (berdiameter 2 mm, kapasitas 0,1-10 mg sampel) dimasukkan sebuah termokopel sangat tipis, begitu juga selanjutnya, hal yang sama juga dilakukan pada tabung atau wadah yang berisi sampel pembanding. Untuk pemanasan atau wadah yang berisi sampel pembanding. Untuk pemanasan atau pendinginan sampel dilakukan dengan laju seragam. Untuk memperoleh hasil data yang produksibel maka materi sampel harus halus yaitu dengan ukuran 100 mesh (Khopkar, 1990). Sedangkan hasil pengukuran antara T sebagai fungsi T merupakan suatu petunjuk perolehan ataupun kehilangan energi dari sampel yang diuji. Bila dalam pengamatan ternyata suhu bahan acuan lebih tinggi daripada suhu sampel maka diperoleh T negatif atau terjadi perubahan endotermis dan sebaliknya jika suhu bahan acuan lebih rendah daripada suhu sampel maka diperoleh T positif atau terjadi perubahan eksotermis. Bila suhu sampel dengan


(41)

26

suhu acuan sama berarti tidak terjadi perubahan, dalam hal ini hanya ditunjukkan berupa garis lurus (base line) (Robert, 1994).

Penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan TGA/DTA, diantaranya silika mengindikasi bahwa silika pada sintering 950°C lebih mudah melepaskan atau menyerap molekul air dalam sampel dibandingkan suhu 750°C dan 1050°C (Rajarathnam, 2009). Selain itu, pada penelitian lain dimana sampel yang dikarakterisasi berupa silika hasil ekstraksi tanpa dan dengan perlakuan sintering, dijelaskan bahwa sampel tanpa perlakuan sintering lebih mudah menyerap panas (endotem) dibandingkan sampel yang diberian perlakuan sintering 750°C (endotem pada suhu 662°C) dan sintering 1050°C (endoterm pada suhu 657°C). Sebaliknya sampel yang diberikan perlakuan sintering lebih mudah untuk melepaskan panas dibandingkan sampel tanpa sintering (Naskar, 2004).


(42)

27

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai selesai. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material FMIPA Universitas Lampung. Uji DTA/TGA dilakukan di Laboratorium Biomassa Kimia Universitas Lampung. Sintering dilakukan di PT Semen Baturaja Lampung. Karakterisasi SEM dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Laut (P3GL) Bandung. Karakterisasi XRD dan FTIR dilakukan di Laboratorium Teknik Pertambangan ITB Bandung.

B. Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca digital, gelas kimia, batang pengaduk/spatula, aluminium foil, mortar dan peestel, magnetic stirrer, oven, furnace, ayakan, pressing hidrolik, alat cetak/die, cawan, kertas label, plastic, X-Ray diffraction (XRD), Scanning Electron Microscopy (SEM), Fourier Trnasform infra-Red (FTIR), DTA/TGA, dan XRF. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah asam sitrat, daun bambu, dan aquades.


(43)

28

C. Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode leaching menggunakan asam sitrat dengan teknik pengabuan dengan cara membakar bahan baku yaitu daun bambu yang kemudian akan dikarakterisasi..

Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengekstrak silika dari daun bambu adalah sebagai berikut ;

1. Mengeringkan daun bambu yang baru di ambil dan masih berwarna hijau di bawah sinar matahari sampai warna daun bambu berubah menjadi kecoklatan; 2. Membersihkan daun bambu yang sudah kering dan mengeringkan daun

bambu kembali dibawah sinar matahari selama kurang lebih 24 jam;

3. Memotong daun bambu dengar ukuran yang kecil kira-kira 2 cm2 dan daun bambu yang sudah dipotong kecil-kecil di oven pada suhu 120 C selama 1 jam;

4. Menyiapkan larutan asam sitrat 5% ke dalam aquades sebanyak 500 ml; 5. Menimbang 20 gram daun bambu yang sudah dioven lalu merendam daun

bambu ke dalam larutan asam sitrat selama 30 menit pada suhu 50 C sambil di aduk;

6. Mencuci daun bambu yang sudah direndam asam sitrat dengan menggunakan aquades sebanyak 5 kali lalu ditiriskan;

7. Mengeringkan daun bambu yang sudah di rendam dan dicuci dalam oven selama 2 jam pada suhu 100 C;

8. Daun bambu yang sudah dikeringkan di dalam oven kemudian diblender hingga menjadi serbuk;


(44)

29

9. Serbuk daun bambu akan dianalisis dengan menggunakan DTA/TGA untuk mendeteksi pelepasan atau penerapan panas yang berhubungan dengan perubahan kimia dan sifat fisik pada daun bambu, sehingga dapat ditentukan suhu pembakaran terhadap daun bambu;

10. Membakar daun bambu pada rentang suhu 800–1000 C dengan waktu penahanan 3 jam dalam furnace;

11. Silika dari daun bambu yang diperoleh dari hasil pembakaran digerus 2 jam atau sampai diperoleh serbuk yang halus;

12. Serbuk silika dari daun bambu kemudian dianalisis dengan menggunakan: XRD, SEM, dan FTIR.

D. Sintering

Proses sintering dilakukan menggunakan tungku listrik (furnace) yang diprogram sesuai dengan perlakuan yang diinginkan pada sampel, seperti terlihat pada Gambar 3.1. Dimana suhu yang digunakan adalah 800oC, 900oC dan 1000oC dengan waktu penahanan masing-masing 3 jam untuk tiap sampel. Sintering dapat meningkatkan kekuatan sampel karena terjadinya pertumbuhan butiran dan butir-butir tersebut melebur menjadi satu. Langkah-langkah untuk melakukan proses sintering adalah sebagai berikut:

1. Menyiapkan sampel yang akan disintering;

2. Memasukkan sampel ke dalam tungku pembakaran dengan menggunakan cawan tahan panas;


(45)

30

4. Mengatur suhu pembakaran yang diinginkan dan pada puncaknya ditahan selama 3 jam;

5. Mematikan tungku setelah proses sintering selesai; 6. Mengeluarkan sampel dari tungku pembakaran.

Gambar 3.1. Tungku sintering (furnace).

E. Karakterisasi

Karakterisasi sampel dilakukan dengan menggunakan alat X-ray (XRD), Fourier Transform Infra-Red (FTIR) dan Scanning Electron Microscopy (SEM). Karakterisasi dilakukan pada sampel yang sudah disintering pada suhu 800oC, 900oC dan 1000oC.


(46)

31

1. X-Ray Diffraction (XRD)

Karakterisasi dengan XRD bertujuan untuk mengetahui struktur kristal dengan komposisi dasar pembentuk senyawa pada sampel setelah proses sintering. Langkah-langkah yang dilakukan pada proses XRD adalah:

a. Menyiapkan sampel yang akan dianalisis, yaitu sampel yang sudah disinterring pada suhu 800oC, 900oC dan 1000oC. Kemudian direkatkan pada kaca dan dipasang pada tempatnya berupa lempeng tipis berbentuk persegi panjang (sampel holder) dengan lilin perekat;

b. Memasang sampel yang telah disimpan pada sampel holder kemudian diletakkan pada sampel stand di bagian goniometer;

c. Memasukkan parameter pengukuran pada software pengukuran melalui computer pengontrol, yaitu meliputi penentuan scan mode, penentuan rentang sudut, kecepatan scan cuplikan, member nama cuplikan dan member nomor urut file data;

d. Mengoperasikan alat difraktometer dengan perintah ”start” pada menu computer, dimana sinar-x akan meradiasi sampel yang terpancar dari target Cu dengan panjang gelombang ฀;

e. Melihat hasil difraksi pada komputer dan intensitas difraksi pada sudut 2Ѳ tertentu dapat dicetak oleh mesin printer;

f. Mengambil sampel setelah pengukuran cuplikan selesai;

g. Data yang terekam berupa sudut difraksi (2Ѳ), besarnya intensitas (I), dan waktu pencatatan per langkah (t).


(47)

32

Setelah data diperoleh analisis kualitatif dengan menggunakan search match analisys yaitu membandingkan data yang diperoleh dengan data standar (data base PDF = Powder Diffraktion File data Base).

2. Fourier Transform Infra Red (FTIR)

Karakterisasi menggunakan FTIR dilakukan untuk mengetahui gugus fungsi silika dari daun bambu yang sudah disintering pada suhu 800oC, 900oC dan 1000oC. Langkah-langkah yang dilakukan pada proses FTIR adalah:

a. Menimbang sampel yang sudah halus; b. Menimbang sampel padat (bebas air);

c. Mencampur KBr dan sampel ke dalam mortar dan mengaduk hingga keduanya rata;

d. Menyiapkan cetakan pellet, mencuci bagian sampel, base dan tablet frame dengan kloroform;

e. Memasukkan sampel KBr yang telah dicampur dengan set cetakan pellet; f. Menghubungkan dengan pompa vakum untuk meminimalkan kadar air; g. Meletakkan cetakan pompa hidrolik dan memberikan tekanan sebesar 8

gauge;

h. Menghidupkan pompa vakum selama 15 menit;

i. Mematikan pompa vakum, kemudian menurunkan tekanan dalam cetakan dengan cara membuka keran udara;

j. Melepaskan pellet KBr yang telah terbentuk dan menempatkan pellet KBr pada tablet holder;


(48)

33

k. Menghidupkan alat dengan mengalirkan sumber arus listrik, alat interferometer dan computer;

l. Mengklik “shortcut FTIR 8 ” pada layar komputer yang menandakan program interferometer;

m. Menempatkan sampel dalam alat interferometer, kemudian mengklik FTIR 8400 pada komputer dan mengisi data;

n. Mengklik “sampel start” untuk memulai dan untuk memunculkan harga bilangan gelombang mengklik “clac” pada menu, kemudian mengklik “peak table” kemudian mengklik “OK”;

o. Mematikan komputer, alat interferometer dan sumber listrik.

3. Scanning Electron Microscopy (SEM)

Karakterisasi SEM dilakukan untuk mengetahui mikrostruktur silika dari daun bambu untuk sampel setelah disintering. Langkah-langkah pada proses SEM adalah:

a. Memasukkan sampel yang akan dianalisa ke vacuum column, dimana udara akan dipompa keluar untuk menciptakan kondisi vakum. Kondisi vakum ini diperlukan agar tidak ada molekul gas yang dapat mengganggu jalannya elektron selama proses berlangsung;

b. Elektron ditembakkan dan akan melewati berbagai lensa yang ada menuju ke satu titik di sampel;

c. Sinar elektron tersebut akan dipantulkan ke detektor lalu ke amplifier untuk memperkuat sinyal sebelum masuk ke komputer untuk menampilkan gambar yang diinginkan.


(49)

34

4. Differential Thermal Analysis (DTA)

Karakterisasi menggunakan DTA (Differential Thermal Analysis) dilakukan untuk menganalisis sifat termal dan stabilitas silika dari daun bambu. Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses DTA adalah:

a. Menyiapkan cawan platina kosong untuk digunakan sebagai sampel referensi dan memasukkan serbuk sampel natrium karbonat ke dalam cawan platina sebagai sampel yang akan diuji;

b. Meletakkan kedua cawan platina pada posisi vertikal di sampel holder dengan memutar posisi furnace ke arah sampel holder yang dilanjutkan dengan mengatur setting temperatur yaitu Tstart= 500C, Tpengukuran= 13000C heating read (kenaikan suhu = 30C/menit);

c. Kemudian menekan tombol power furnace pada posisi “ON” untuk pemanasan akan bekerja sesuai dengan program yang telah diatur, saat inilah grafik pada monitor komputer akan terlihat dan akan diamati sampai temperatur Tpengukuran tercapai menurut program yang telah diatur. Apabila T

pengukuran telah tercapai maka power furnace dapat dimatikan yaitu pada posisi


(50)

35

F. Diagram Alir

Diagram alir penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.2.

Gambar 3.2. Diagram Alir Penelitian. Mulai

Preparasi bahan (Daun Bambu)

Pembersihan dan Pengeringan daun bambu sampai berubah warna menjadi kecoklatan

Memotong daun bambu sampai berukuran kecil

Mengeringkan daun bambu di dalam oven selam jam pada suhu ฀C

Menyiapkan larutan asam sitrat 5% sebanyak 500ml dan menimbang daun bambu sebanyak

20 gram kemudian memasukkannya ke dalam larutan dan merendamnya selama menit

pada suhu ฀C sambil di aduk.

Mencuci daun bambu yang sudah direndam sebanyak 5 kali dengan menggunakan aquades.

Mengeringkan daun bambu di dalam oven selama jam pada suhu ฀C, kemudian daun bambu yang sudah kering diblender sampai daun bambu menjadi serbuk.

Serbuk daun bambu di uji DTA/TGA

Proses pembakaran dengan variasi suhu dari 8 – ฀C

Penggerusan dan pengayakan

Karakterisasi XRD, SEM, dan FTIR


(51)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. Analisis DTA menunjukkan adanya 3 puncak eksoterm (pelepasan panas) yaitu pada suhu 316°C, 429°C dan pada suhu 509°C, serta adanya 1 puncak endoterm yang terjadi pada suhu 67°C;

2. Analisis TGA menunjukkan adanya penurunan massa. Penurunan massa yang sangat besar terjadi pada suhu 949,5°C yaitu sebesar 77,02%;

3. Analisis FTIR menunjukkan gugus fungsi yang terbentuk yaitu -OH, Si-O-Si dan Si-O;

4. Analisi SEM menunjukkan bahwa hasil yang didapat semakin bagus dengan bertambahnya suhu pembakaran. Semakin tinggi suhu pembakaran maka semakin bagus juga struktur sampel yang diperoleh. Terbukti dengan semakin sedikitnya pertumbuhan pori serta semakin halusnya butiran pada sampel; 5. Analisis XRD menunjukkan bahwa fasa yang terbentuk adalah fasa kristalin.


(52)

B. Saran

Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk mempelajari konsentrasi larutan asam sitrat terhadap karakteristik silika dari daun bambu dan mencoba untuk menggunakan asam lainnya.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Adam, F.K., Kandasamy, and S, Batakrishnan. 2006. Rice Husk Ash Silica AS a Support Material for Ruthenium Based Heterogenous Catalyst. Journal of Physical Science. Vol. 17, No.2, pp. 1-13.

Adam, F. Chew, T.S. Andas, J. 2011. A Simple Template Free Sol-Gel Synthesis of Spherical Nanosilica from Agricultural Biomass. Journal Sol-Gel Science Technology. Vol. 59, pp. 580-583.

Anonim A. 2011. Difraksi Sinar X. http://www.scribd.com/doc/4570990/XRD-I. Diakses 5 November 2013 pukul 20.30 WIB.

Anonim B. 2013. http:// Wikipedia.org/wiki/Silika. Diakses 5 November 2013 pukul 20.30 WIB.

Anonim C. 2013. http://www.scribd.com/doc/57982095/Silika. Diakses 5 November 2013pukul 20.30 WIB.

Anonim D. 2013. http:// Wikipedia.org/wiki/difraksi sinar-x. Diakses 5 November 2013 pukul 20.30 WIB.

Anonim E. 2013. http:// Wikipedia.org/wiki/scanning electron microscopy. Diakses 5 November 2013 pukul 20.30 WIB.

Balgis, R., Purwanto, A., Winardi, S., Setyawan, H., and Affandi, S. 2009. A Facille Method For Production Of High-Purity Silica Xerogels From Bagasse Ash. Advanced Powder Technology. Vol. 20, pp. 468-472.

Beiser, A. 1987. Konsep Fisika Modern. Penelitian Erlangga. Jakarta.

Bhadeshia, H.K. 2002. Differential Thermal Analysis (DTA). Material Science and Metallurgy. University of Cambridge

Bragmann, C.P and Goncalves, M.R.F. 2006. Thermal Insulators Made With Rice Husk Ashes: Production and Correlation Between Properties and Microstructure. Department of materials, school of engineering, federal university of rio grande do sul, Brasil.


(54)

Brendon, J. Griffin and A.V. Rissen. 1991. Scanning Electron Microscopy Course Notes. The University of Perth. Western Australia.

Brindley, G.W and Brown, G. 1980. Crystal Structures of Clay Minerals and Their X-Ray Identification. Mineralogical Society. No. 5, pp. 312-316, 378-380.

Cotton, F. A. and Walkinson,G. 1989. Kimia Anorganik. UI Press. Jakarta.

Courtney, T.H. 1990. Mechanical Behaviour of Materials. McGraw-Hill Incorporated. United States of America. USA.

Dahliana, D., Sembiring, S., dan Simanjuntak, W. 2013. Pengaruh Suhu Sintering Terhadap Karakteristik Fisis Komposit MgO-Si Berbasis Silika Sekam Padi. Jurnal Teori dan Aplikasi Fisika. Vol. 1, No. 1, hal. 49-52.

Daifullah, A.A.M., Awward, N.S., and El-Reefy, S.A. 2004. Purification of Wet Phosphoric Acid From Ferric Ions Using Modified Rice Husk. Chemical Engineering and Processing. Vol. 43, pp. 193-201.

Della, V.P., Kuhn, I., and Hotza, D. 2002. Rice Husk Ash an Alternate Source For Active Silica Production. Materials Leters. Vol. 57, pp. 818-821.

Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Panduan Kehutanan Indonesia. Koperasi Karyawan Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta.

Departemen Perindustrian dan Perdagangan. 2001. Rencana Pengembangan Industri Anyaman Bambu di Indonesia dengan Sistem Cluster. Direktorat Jenderal dan Industri dan Dagang Kecil Menengah, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Republik Indonesia.

Dransfield, S., and Widjaja, E.A. 1995. Plant Resources of South East Asia (PROSEA) No. 7: Bamboos. Yayasan Prosea: Bogor.

Essien, E.R. Oluyemi, A. Olaniyi. Adams, L.A. Shaibu. 2012. Sol-Gel Derived Porous Silica: Economic Synthesis and Characterization. Journal of Minerals and Materials Characterization and Engineering. Vol. 11, pp. 976-981.

Fauzi. 1994. http://kazucandylandy.blogspot.com/2011/10/mikro-preparasi-sampel-untuk-penetapan.html. Diakses 8 November 2013 pukul 20.30 WIB. Fiqrotul

2011.http://fiqrotul.wordpress.com/2011/12/14/karakteristik-struktur-dan-sifat-keramik/. Diakses 8 November 2013 pukul 20.30 WIB.

Firdaus, M. Y. 2012. http://muhammadyusuffirdaus.wordpress.com/2012/01/28/ leaching/. Diakses 5 November 2013 pukul 20.30 WIB.


(55)

Fresenden, R.J., dan Fresenden, J.S. 1999. Kimia Organik, edisi 1, Jilid 1. Diterjemahkan oleh H. Pujaatmaka. Erlangga. Jakarta.

Frias, M., Savastano, H., Villar, E., Isabel, M.S.D.R., and Santos, S. 2012. Characterization and Properties of Blended Cement Matrices Containing Activated Bamboo Leaf Wastes. Jounal Cement and Concrete Composites. Vol. 34, pp. 1019-1023.

Ginting S, Irwan., Washinton S., Simon S., dan Evi Trisnawati. 2008. Karakteristik Silika Sekam Padi dari Provinsi Lampung yang diperoleh dengan Metode Ekstraksi. MIPA dan Pembelajarannya. Vol. 37, No.1, hal. 47-52.

Gulipalli, S., Prasad, B., Wasewar, K.L. 2011. Batch Study, Equilibirum and Kinetics of Adsorption of Selenium Using Rice Husk Ash (RHA). Journal of Engineering Science and Technology. Vol. 6, No. 5, pp. 586 – 605. Hara. 1986. Utilization of Agrowastes for Bulding Materials. International

Reseach and Development Coorperation Division. Tokyo. Japan.

Harsono, H. 2002. Pembuatan Silika Amorf dari Limbah Sekam Padi. Jurnal Ilmu Dasar. Vol. 3, No. 2, hal. 98-103.

Haslinawati, M.M., K.A. Matori., Z.A. Wahab., H.A. Sidek., and A. T. Zainal. 2011. Effect of Temperature on Ceramic from Rice Husk Ash. International Journal of Basic and Applied Science. Vol. 9, No. 9, pp. 22-25.

Iler, R.K. 1979. Silica gels and powders. In: The Chemistry of Silica. John Wiley and Sons, New York. pp. 462–599.

Kalapathy, U., A. Proctor., and J. Shultz. 2000. A Simple Method for Production of Pure Silica From Rice Hull Ash. Bioresource Technology. Vol. 73, pp. 257-262.

Kalapathy, U., A. Proctor., and J. Shultz. 2002. An Improved Method for Production of Silica From Rice Hull Ash. Bioresource Technology. Vol. 85, pp. 285-289.

Kamath, S. R., and A. Proctor. 1998. Silica Gel From Rice Husk Ash: Preparation and Characterization. Cereal Chemistry. Vol. 75, No. 4, pp. 484 – 487. Katsuki, H., Furuta, S., Watari, T., and Komarneni, S. 2005. ZSM-5

Zeolite/Porous Carbon Composite: Conventional and Microwave-Hydrothermal Syntesis from Carbonized Rice Husk. Microporous and Mesoporous Materials. Vol. 86, No. 1-3, pp. 145-151.

Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia. Jakarta.


(56)

Krisdianto, G. Sumarni, dan A. Ismanto. 2000. Sari Hasil Penelitian Bambu. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor. hal 3 dan 14. Krishnarao, R.V., J. Subrahmanyam., and T.J. Kumar. 2001. Studies on The

Formation of Black Particles in Rice Husk Silica Ash. Journal of the European Ceramic Society. Vol. 21, pp. 99-104.

Lin, J., Siddiqui, J.A., and Ottenbrite, M. 2001. Surface Modification of Inorganic Oxide Particles with Silane Coupling Agent and Organic Dyes. Polymers For Advanced Technologies. Vol. 12, No. 5, pp. 285-292.

Lubis, Sobron. 2013. http://sobronlubis.blogspot.com/2013/05/penggunaan-bahan-keramik-dalam-bidang.html. Diakses 5 November 2013 pukul 21.00 WIB.

Monalisa, Y., Djamas, D., dan Ratnawulan. 2013. Pengaruh Suhu Variasi Annealing Terhadap Struktur dan Ukuran Butir Silika dari Abu Tongkol Jagung Menggunakan X-Ray Diffractometer. Pillar of Physics. Vol. 1, hal 102-110.

Muin, M., Suhasman, Oka, N.P., Putranto, B., Baharuddin, dan Millang, S. 2006. Pengembangan Potensi dan Pemanfaatan Bambu sebagai Bahan Baku Konstruksi dan Industri di Sulawesi Selatan. Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Propinsi Sulawesi Selatan.

Naskar, M. K., and M, Chatterjee. 2004. A Novel Process for the Synthesis of Cordierite (Mg2Al4Si5O18) Powders from Rice Husk Ash and Other Sources of Silica and their Comparative Study. Journal of the European Ceramics Society. Vol. 24, No. 13, pp. 3499-3908.

Rajarathman, D. 2009. Instrumental Chemical Analysis: Basic Principles and Techniques. Departement of Chemical and Biomoleculer Engineering Faculty of Engineering, University of singapura. hal 39.

Robert, F. S. 1994. Thermal Analysis of Materials. Marcell Dekker, Inc. Madison Avenue. New York.

Saddler, J. N. 1993. Bioconversion of Forest and Agricultural Plant Residues. C.A.B. International, United Kingdom. London.

Sampson, A. R. 1996. Scanning Electron Microscopy. Advanced Research System. http://advressys.com/. Analytical instrument service.

Shinohara, Y. and Kohyama, N. 2004. Quantitative Analysis of Tridymite and Cristobalite Crystallized in Rice Husk Ash by Heating. Industrial Health. Vol. 42, pp. 227-285.


(57)

Siriluk and Yuttapong. 2005. Structure of Mesoporous MCM-41 Prepared from Rice Husk Ash. Asian Symposium on Visualization. Chaingmai. Thailand. Smallman, R. E. and Bishop, R. J. 2000. Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa

Material. Edisi keenam. Terjemahan Sriati Djaprie. Erlangga. Jakarta. Stevens, M. P. 2001, Kimia Polimer, Edisi Pertama. Pradnya Paramita. Jakarta. Sumadiwangsa, S dan Gusmailina. 1988. Analisis Kimia Sepuluh Jenis Bambu

dari Jawa Timur. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. No. 5, hal. 290-293. Surdia, T dan Saito, S. 2000. Pengetahuan Bahan Teknik. Pradanya Pramita.

Jakarta.

Stuart, B. 2004. Infrared Spectroscopy: Fundamentals and Applications. John Wiley Sons. New York.

Taslimah, S. Nuryono., dan Narsito. 2005. Pengaruh Keasaman Medium Dan Imobilisasi Gugus Organik Pada Karakter Silika Gel Dari Abu Sekam Padi. Jurnal Sains Kimia dan Aplikasi. Vol. 8, No. 3, hal. 1-12.

Ummah, S., Prasetyo, A., Baroroh, H. 2010. Kajian Penambahan Abu Sekam Padi dari Berbagai Suhu Pengabuan Terhadap Plastisitas Kaolin. Alchemy. Vol. 1, No. 2, Hal. 53-103.

Uzunova, S.A., Uzunov, I.M., Vassilev, S.V., Alexandrova, A.K., Staykov, S.G., and Angelova, D.B. 2010. Preparation of Low Ash Content Porous Carbonaceous Material from Rice Husks. Journal of Chemical, Vol. 42, No. 2. pp, 130-137.

Vlack Van and H. Lawrench. 1992. Ilmu dan Teknologi Bahan (Ilmu Logam dan Non Logam). Edisi kelima. Alih Bahasa: Sriati Djaprie. Fakultas Teknik Metalurgi, Universitas Indonesia. Erlangga. Jakarta.

Widhyastuti, Y., Novita M., dan R. Maharini. 2009. X-Ray Difractometer (XRD). Fakultas Teknik. Universitas Sebelas Maret.

Wikipedia A. 2006. Silicon dioxide. http://err.wikipedia.org.wiki/silicon_dioxide. Diakses 5 November 2013 pukul 21.00 WIB.

Wikipedia B. 2011. Scanning Electron Microscope. http://www.wikipwedia.org/wiscanning_electron_microscope. Diakses 5 November 2013 pukul 21.00 WIB.

Worr’al. W. E. 1986. Clays and Ceramics Raw. London. Aplied Science Publisher. Vol. 4, No. 7, pp. 3-7.


(1)

B. Saran

Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk mempelajari konsentrasi larutan asam sitrat terhadap karakteristik silika dari daun bambu dan mencoba untuk menggunakan asam lainnya.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Adam, F.K., Kandasamy, and S, Batakrishnan. 2006. Rice Husk Ash Silica AS a Support Material for Ruthenium Based Heterogenous Catalyst. Journal of Physical Science. Vol. 17, No.2, pp. 1-13.

Adam, F. Chew, T.S. Andas, J. 2011. A Simple Template Free Sol-Gel Synthesis of Spherical Nanosilica from Agricultural Biomass. Journal Sol-Gel Science Technology. Vol. 59, pp. 580-583.

Anonim A. 2011. Difraksi Sinar X. http://www.scribd.com/doc/4570990/XRD-I. Diakses 5 November 2013 pukul 20.30 WIB.

Anonim B. 2013. http:// Wikipedia.org/wiki/Silika. Diakses 5 November 2013 pukul 20.30 WIB.

Anonim C. 2013. http://www.scribd.com/doc/57982095/Silika. Diakses 5 November 2013pukul 20.30 WIB.

Anonim D. 2013. http:// Wikipedia.org/wiki/difraksi sinar-x. Diakses 5 November 2013 pukul 20.30 WIB.

Anonim E. 2013. http:// Wikipedia.org/wiki/scanning electron microscopy. Diakses 5 November 2013 pukul 20.30 WIB.

Balgis, R., Purwanto, A., Winardi, S., Setyawan, H., and Affandi, S. 2009. A Facille Method For Production Of High-Purity Silica Xerogels From Bagasse Ash. Advanced Powder Technology. Vol. 20, pp. 468-472.

Beiser, A. 1987. Konsep Fisika Modern. Penelitian Erlangga. Jakarta.

Bhadeshia, H.K. 2002. Differential Thermal Analysis (DTA). Material Science and Metallurgy. University of Cambridge

Bragmann, C.P and Goncalves, M.R.F. 2006. Thermal Insulators Made With Rice Husk Ashes: Production and Correlation Between Properties and Microstructure. Department of materials, school of engineering, federal university of rio grande do sul, Brasil.


(3)

Brendon, J. Griffin and A.V. Rissen. 1991. Scanning Electron Microscopy Course Notes. The University of Perth. Western Australia.

Brindley, G.W and Brown, G. 1980. Crystal Structures of Clay Minerals and Their X-Ray Identification. Mineralogical Society. No. 5, pp. 312-316, 378-380.

Cotton, F. A. and Walkinson,G. 1989. Kimia Anorganik. UI Press. Jakarta.

Courtney, T.H. 1990. Mechanical Behaviour of Materials. McGraw-Hill Incorporated. United States of America. USA.

Dahliana, D., Sembiring, S., dan Simanjuntak, W. 2013. Pengaruh Suhu Sintering Terhadap Karakteristik Fisis Komposit MgO-Si Berbasis Silika Sekam Padi. Jurnal Teori dan Aplikasi Fisika. Vol. 1, No. 1, hal. 49-52.

Daifullah, A.A.M., Awward, N.S., and El-Reefy, S.A. 2004. Purification of Wet Phosphoric Acid From Ferric Ions Using Modified Rice Husk. Chemical Engineering and Processing. Vol. 43, pp. 193-201.

Della, V.P., Kuhn, I., and Hotza, D. 2002. Rice Husk Ash an Alternate Source For Active Silica Production. Materials Leters. Vol. 57, pp. 818-821.

Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Panduan Kehutanan Indonesia. Koperasi Karyawan Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta.

Departemen Perindustrian dan Perdagangan. 2001. Rencana Pengembangan Industri Anyaman Bambu di Indonesia dengan Sistem Cluster. Direktorat Jenderal dan Industri dan Dagang Kecil Menengah, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Republik Indonesia.

Dransfield, S., and Widjaja, E.A. 1995. Plant Resources of South East Asia (PROSEA) No. 7: Bamboos. Yayasan Prosea: Bogor.

Essien, E.R. Oluyemi, A. Olaniyi. Adams, L.A. Shaibu. 2012. Sol-Gel Derived Porous Silica: Economic Synthesis and Characterization. Journal of Minerals and Materials Characterization and Engineering. Vol. 11, pp. 976-981.

Fauzi. 1994. http://kazucandylandy.blogspot.com/2011/10/mikro-preparasi-sampel-untuk-penetapan.html. Diakses 8 November 2013 pukul 20.30 WIB. Fiqrotul

2011.http://fiqrotul.wordpress.com/2011/12/14/karakteristik-struktur-dan-sifat-keramik/. Diakses 8 November 2013 pukul 20.30 WIB.

Firdaus, M. Y. 2012. http://muhammadyusuffirdaus.wordpress.com/2012/01/28/ leaching/. Diakses 5 November 2013 pukul 20.30 WIB.


(4)

Fresenden, R.J., dan Fresenden, J.S. 1999. Kimia Organik, edisi 1, Jilid 1. Diterjemahkan oleh H. Pujaatmaka. Erlangga. Jakarta.

Frias, M., Savastano, H., Villar, E., Isabel, M.S.D.R., and Santos, S. 2012. Characterization and Properties of Blended Cement Matrices Containing Activated Bamboo Leaf Wastes. Jounal Cement and Concrete Composites. Vol. 34, pp. 1019-1023.

Ginting S, Irwan., Washinton S., Simon S., dan Evi Trisnawati. 2008. Karakteristik Silika Sekam Padi dari Provinsi Lampung yang diperoleh dengan Metode Ekstraksi. MIPA dan Pembelajarannya. Vol. 37, No.1, hal. 47-52.

Gulipalli, S., Prasad, B., Wasewar, K.L. 2011. Batch Study, Equilibirum and Kinetics of Adsorption of Selenium Using Rice Husk Ash (RHA). Journal of Engineering Science and Technology. Vol. 6, No. 5, pp. 586 – 605. Hara. 1986. Utilization of Agrowastes for Bulding Materials. International

Reseach and Development Coorperation Division. Tokyo. Japan.

Harsono, H. 2002. Pembuatan Silika Amorf dari Limbah Sekam Padi. Jurnal Ilmu Dasar. Vol. 3, No. 2, hal. 98-103.

Haslinawati, M.M., K.A. Matori., Z.A. Wahab., H.A. Sidek., and A. T. Zainal. 2011. Effect of Temperature on Ceramic from Rice Husk Ash. International Journal of Basic and Applied Science. Vol. 9, No. 9, pp. 22-25.

Iler, R.K. 1979. Silica gels and powders. In: The Chemistry of Silica. John Wiley and Sons, New York. pp. 462–599.

Kalapathy, U., A. Proctor., and J. Shultz. 2000. A Simple Method for Production of Pure Silica From Rice Hull Ash. Bioresource Technology. Vol. 73, pp. 257-262.

Kalapathy, U., A. Proctor., and J. Shultz. 2002. An Improved Method for Production of Silica From Rice Hull Ash. Bioresource Technology. Vol. 85, pp. 285-289.

Kamath, S. R., and A. Proctor. 1998. Silica Gel From Rice Husk Ash: Preparation and Characterization. Cereal Chemistry. Vol. 75, No. 4, pp. 484 – 487. Katsuki, H., Furuta, S., Watari, T., and Komarneni, S. 2005. ZSM-5

Zeolite/Porous Carbon Composite: Conventional and Microwave-Hydrothermal Syntesis from Carbonized Rice Husk. Microporous and Mesoporous Materials. Vol. 86, No. 1-3, pp. 145-151.

Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia. Jakarta.


(5)

Krisdianto, G. Sumarni, dan A. Ismanto. 2000. Sari Hasil Penelitian Bambu. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor. hal 3 dan 14. Krishnarao, R.V., J. Subrahmanyam., and T.J. Kumar. 2001. Studies on The

Formation of Black Particles in Rice Husk Silica Ash. Journal of the European Ceramic Society. Vol. 21, pp. 99-104.

Lin, J., Siddiqui, J.A., and Ottenbrite, M. 2001. Surface Modification of Inorganic Oxide Particles with Silane Coupling Agent and Organic Dyes. Polymers For Advanced Technologies. Vol. 12, No. 5, pp. 285-292.

Lubis, Sobron. 2013. http://sobronlubis.blogspot.com/2013/05/penggunaan-bahan-keramik-dalam-bidang.html. Diakses 5 November 2013 pukul 21.00 WIB.

Monalisa, Y., Djamas, D., dan Ratnawulan. 2013. Pengaruh Suhu Variasi Annealing Terhadap Struktur dan Ukuran Butir Silika dari Abu Tongkol Jagung Menggunakan X-Ray Diffractometer. Pillar of Physics. Vol. 1, hal 102-110.

Muin, M., Suhasman, Oka, N.P., Putranto, B., Baharuddin, dan Millang, S. 2006. Pengembangan Potensi dan Pemanfaatan Bambu sebagai Bahan Baku Konstruksi dan Industri di Sulawesi Selatan. Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Propinsi Sulawesi Selatan.

Naskar, M. K., and M, Chatterjee. 2004. A Novel Process for the Synthesis of Cordierite (Mg2Al4Si5O18) Powders from Rice Husk Ash and Other Sources

of Silica and their Comparative Study. Journal of the European Ceramics Society. Vol. 24, No. 13, pp. 3499-3908.

Rajarathman, D. 2009. Instrumental Chemical Analysis: Basic Principles and Techniques. Departement of Chemical and Biomoleculer Engineering Faculty of Engineering, University of singapura. hal 39.

Robert, F. S. 1994. Thermal Analysis of Materials. Marcell Dekker, Inc. Madison Avenue. New York.

Saddler, J. N. 1993. Bioconversion of Forest and Agricultural Plant Residues. C.A.B. International, United Kingdom. London.

Sampson, A. R. 1996. Scanning Electron Microscopy. Advanced Research System. http://advressys.com/. Analytical instrument service.

Shinohara, Y. and Kohyama, N. 2004. Quantitative Analysis of Tridymite and Cristobalite Crystallized in Rice Husk Ash by Heating. Industrial Health. Vol. 42, pp. 227-285.


(6)

Siriluk and Yuttapong. 2005. Structure of Mesoporous MCM-41 Prepared from Rice Husk Ash. Asian Symposium on Visualization. Chaingmai. Thailand. Smallman, R. E. and Bishop, R. J. 2000. Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa

Material. Edisi keenam. Terjemahan Sriati Djaprie. Erlangga. Jakarta. Stevens, M. P. 2001, Kimia Polimer, Edisi Pertama. Pradnya Paramita. Jakarta. Sumadiwangsa, S dan Gusmailina. 1988. Analisis Kimia Sepuluh Jenis Bambu

dari Jawa Timur. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. No. 5, hal. 290-293. Surdia, T dan Saito, S. 2000. Pengetahuan Bahan Teknik. Pradanya Pramita.

Jakarta.

Stuart, B. 2004. Infrared Spectroscopy: Fundamentals and Applications. John Wiley Sons. New York.

Taslimah, S. Nuryono., dan Narsito. 2005. Pengaruh Keasaman Medium Dan Imobilisasi Gugus Organik Pada Karakter Silika Gel Dari Abu Sekam Padi. Jurnal Sains Kimia dan Aplikasi. Vol. 8, No. 3, hal. 1-12.

Ummah, S., Prasetyo, A., Baroroh, H. 2010. Kajian Penambahan Abu Sekam Padi dari Berbagai Suhu Pengabuan Terhadap Plastisitas Kaolin. Alchemy. Vol. 1, No. 2, Hal. 53-103.

Uzunova, S.A., Uzunov, I.M., Vassilev, S.V., Alexandrova, A.K., Staykov, S.G., and Angelova, D.B. 2010. Preparation of Low Ash Content Porous Carbonaceous Material from Rice Husks. Journal of Chemical, Vol. 42, No. 2. pp, 130-137.

Vlack Van and H. Lawrench. 1992. Ilmu dan Teknologi Bahan (Ilmu Logam dan Non Logam). Edisi kelima. Alih Bahasa: Sriati Djaprie. Fakultas Teknik Metalurgi, Universitas Indonesia. Erlangga. Jakarta.

Widhyastuti, Y., Novita M., dan R. Maharini. 2009. X-Ray Difractometer (XRD). Fakultas Teknik. Universitas Sebelas Maret.

Wikipedia A. 2006. Silicon dioxide. http://err.wikipedia.org.wiki/silicon_dioxide. Diakses 5 November 2013 pukul 21.00 WIB.

Wikipedia B. 2011. Scanning Electron Microscope. http://www.wikipwedia.org/wiscanning_electron_microscope. Diakses 5 November 2013 pukul 21.00 WIB.

Worr’al. W. E. 1986. Clays and Ceramics Raw. London. Aplied Science Publisher. Vol. 4, No. 7, pp. 3-7.


Dokumen yang terkait

SINTESIS KERAMIK SILIKA DARI DAUN BAMBU DENGAN TEKNIK SOL-GEL DAN KARAKTERISASI PADA SUHU KALSINASI 500 OC - 700 OC

25 85 66

Preparasi dan Karakterisasi Keramik Silika dari Daun Bambu Hasil Leaching Asam Sitrat dan Suhu Pembakaran 800-1000°C

5 31 57

Pyrite and weathered jarosite inactivation of acid sulphate soil by leaching and biofilter use

1 16 187

Preparation And Characterization Of Ceramic Porcelain Prepared Through Slip Casting.

0 3 24

KARAKTERISASI SILIKA SEKAM PADI DENGAN VARIASI TEMPERATUR LEACHING MENGGUNAKAN ASAM ASETAT.

1 1 6

PREPARASI DAN KARAKTERISASI NANO KOMPOSIT KITOSAN-SILIKA DAN KITOSAN-SILIKA TITANIA (Preparation and Characterisation of Chitosan-Silica and Chitosan Silica Titania Nano Composites) | Maharani | Jurnal Manusia dan Lingkungan 18452 37065 1 PB

0 0 4

PENGARUH PEREBUSAN DAN PENGUKUSAN TERHADAP KANDUNGAN VITAMIN C, KALSIUM, ASAM OKSALAT, DAN WARNA PADA DAUN BAYAM (Amaranthus tricolor L.) EFFECT OF BOILING AND STEAMING TO THE CONTENTS OF VITAMIN C, CALCIUM, OXALIC ACID, AND THE COLOUR OF SPINACH LEAVES (

0 0 11

POTENSI PROBIOTIK DAN AKTIVITAS BAKTERIOSIN BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FERMENTASI REBUNG BAMBU AMPEL (Bambusa vulgaris) DALAM KADAR GARAM 2,5 DAN SUHU 15°C PROBIOTIC POTENCY AND BACTERIOCIN ACTIVITY OF LACTIC ACID BACTERIA FROM AMPEL BAMBOO SHOOTS FERMENTAT

0 0 12

SELEKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI ASINAN REBUNG BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper) SEBAGAI INOKULUM PADA DAGING SAPI CINCANG PROBIOTIK SELECTION AND CHARACTERIZATION OF LACTIC ACID BACTERIA ISOLATED FROM YELLOW BAMBOO SHOOT PICKLES (Dendr

0 1 13

IMPLANTASI ION YTTRIUM UNTUK MENGHAMBAT LAJU OKSIDASI PADUAN TiAl PADA SUHU 800 °C

0 0 11