SINTESIS KERAMIK SILIKA DARI DAUN BAMBU DENGAN TEKNIK SOL-GEL DAN KARAKTERISASI PADA SUHU KALSINASI 500 OC - 700 OC

(1)

(2)

ABSTRAK

SINTESIS KERAMIK SILIKA DARI DAUN BAMBU DENGAN TEKNIK SOL-GEL DAN KARAKTERISASI PADA SUHU KALSINASI

500 OC - 700 OC

Oleh Neti Noverliana

Dalam penelitian ini dilakukan ekstraksi dan karakterisasi keramik silika dari bahan dasar daun bambu dengan menggunakan teknik sol-gel. Proses ekstraksi silika ini menggunakan kalium hidroksida dan gelasi menggunakan larutan asam. Sampel selanjutnya dikalsinasi pada suhu 500oC - 700oC dan dikarakterisasi menggunakan DTA/TGA, FTIR, XRD, dan SEM. Analisis TG menunjukkan penurunan massa sebesar 49,01% dari massa total dan hasil DTA menunjukkan penguraian bahan organik dan perubahan fase pada sampel. FTIR menunjukkan adanya gugus hidroksil (OH), silanol (Si-O), dan siloxan (Si-O-Si). XRD menunjukkan bahwa pola sinar-x sampel silika memiliki struktur amorf dengan fasa tridymite. SEM menunjukkan bahwa permukaan sampel memiliki bentuk dan ukuran butir yang beragam yaitu bentuk globular dan rectangular.


(3)

(4)

(5)

(6)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Batasan Masalah ... 4

D. Tujuan Penelitian ... 4

E. Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A.Bambu 1. Bambu di Indonesia dan Jenis-jenisnya ... 6

2. Karakteristik Bambu ... 7

B. Silika ... 10

C. Keramik Silika ... 13

D. Metode Sol-Gel ... 15

E. Fourier Transform Infra-Red Spectroscopy (FTIR) 1. Pengertian FTIR ... 17

2. Prinsip Kerja FTIR ... 18

3. Keunggulan Spektrometer FTIR ... 18

F. Differential Thermal Analysis/Thermogravimetry Analysis (DTA/TGA) 1. Pengertian DTA/TGA ... 18

2. Prinsip Kerja DTA/TGA ... 20

3. Aplikasi DTA/TGA ... 21

G. Scanning Electron Microscopy (SEM) 1. Pengertian SEM ... 21

2. Prinsip Kerja SEM ... 22

3. Aplikasi SEM ... 24

H. X-Ray Diffraction (XRD) 1. Pengertian XRD ... 24

2. Prinsip Kerja XRD ... 24


(7)

ii

B. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat ... 26

2. Bahan ... 27

C. Preparasi Sampel 1. Preparasi Daun Bambu ... 27

2. Preparasi Silika Sol ... 28

3. Pembentukan Silika Gel ... 28

4. Kalsinasi ... 29

D. Karakterisasi Sampel 1. Fourier Transform Infra-Red Spectroscopy (FTIR) ... 29

2. Differential Thermal Analysis/Thermogravimetry Analysis (DTA/TG) 31 3. Scanning Electron Microscopy (SEM) ... 31

4. X-Ray Diffraction (XRD) ... 32

E. Diagram Alir Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Preparasi Daun Bambu ... 35

B. Hasil Ekstraksi Silika Daun Bambu Dengan Teknik Sol-Gel ... 37

C. Hasil Karakterisasi 1. Hasil Karakterisasi DTA/TGA ... 41

2. Hasil Spektrum FTIR Keramik Silika ... 43

a. Spektrum FTIR Keramik Silika Sebelum Kalsinasi…….………….. 43

b. Spektrum FTIR Keramik Silika Kalsinasi Pada Suhu 500 oC ... 45

c. Spektrum FTIR Keramik Silika Kalsinasi Pada Suhu 600 oC ... 47

d. Spektrum FTIR Keramik Silika Kalsinasi Pada Suhu 700 oC ... 49

3. Hasil KarakterisasiStruktur Kristal Keramik Silika ... 51

a. Struktur Kristal Keramik Silika Sebelum Kalsinasi…….………….. 51

b. Struktur Kristal Keramik Silika Sebelum Kalsinasi 500 oC ... 53

c. Struktur Kristal Keramik Silika Sebelum Kalsinasi 600 oC ... 54

d. Struktur Kristal Keramik Silika Sebelum Kalsinasi 700 oC ... 56

4. Hasil KarakterisasiMikrostruktur Keramik Silika ... 59

V. KESIMPULAN LAMPIRAN


(8)

A.Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang sangat kaya dengan sumber daya alam yang potensial, didukung dengan keadaan geografis Indonesia. Adapun salah satu sumber daya alam yang ada di Indonesia adalah bambu. Bambu merupakan komoditas lokal yang dikenal oleh masyarakat sejak dulu. Bambu merupakan tanaman yang mudah ditemui di Indonesia terutama di Jawa, Bali, Sulawesi Selatan, dan Sumatera (Dransfield and Widjaya, 1995). Bambu merupakan tanaman Ordo Bambooidae yang pertumbuhannya cepat dan bambu dapat dipanen pada umur 3 tahun (Suhardiman, 2011) dan memiliki jumlah produksi tinggi yaitu sekitar 33,4-109,2 ton/ha/tahun (Dransfield and Widjaya, 1995). Bambu di Indonesia terdiri dari 125 jenis yang tumbuh liar dan belum dimanfaatkan (Anonim A, 2012). Dari umur panen yang singkat dan jumlah bambu yang relatif banyak tersebut maka memungkinkan untuk memanfaatkan bambu lebih optimal dalam berbagai keperluan.

Bambu mengandung silika silika yang cukup tinggi (Suhardiman, 2011; Amu and Adetuberu, 2010). Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan, bambu memiliki kadar selulosa berkisar 42,4% - 53,6% kadar lignin berkisar antara 19,8% - 26,6%, kadar pentosan 1,24% - 3,77%, kadar abu 1,24% - 3,77%, kadar


(9)

(Krisdianto dkk, 2000). Walaupun penelitian bambu terus meningkat namun tanaman ini masih menyimpan banyak hal yang belum diketahui. Penelitian yang berkembang masih meliputi beberapa hal mengenai sifat biologi karena berkaitan dengan teknik-teknik silvikultur (Setiadi, 2009). Dari kandungan silika yang dimiliki oleh bambu, memungkinkan untuk memanfaatkan bambu menjadi lebih optimal dengan mengekstrak kandungan silika dari bambu tersebut. Dari penelitian sebelumnya mengenai daun bambu sebagai bahan pozzolanic diketahui bahwa silika yang berasal dari daun bambu ini bersifat amorf dan menunjukkan sifat pozzolanic yang baik dan aktivitas pozzolanic yang tinggi (Cocina et al., 2011).

Silika merupakan bahan kimia yang pemanfaatannya dan aplikasinya cukup luas berbagai bidang. Salah satu contoh pemanfaatan potensi silika yaitu sebagai bahan baku alternatif pembuatan silika gel dengan metode sol-gel (Laksmono, 2002). Adanya kandungan silika dalam daun bambu memiliki potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan material berbahan dasar silika. Silika dari daun bambu ini dapat diperoleh dengan diekstrak atau dengan metode pengabuan (Amu and Adetuberu, 2010; Cocina et al., 2011; Singh et al.,2007). Seperti penelitian yang telah dilakukan dengan memanfaatan silika dari abu daun bambu yang digunakan dalam bidang konstruksi (Amu and Adetuberu, 2010; Singh et al.,2007).


(10)

Dari potensi silika yang dapat dimanfaatkan sebagai pembuatan bahan baku material dan berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan, maka mendorong gagasan pembuatan keramik silika berbasis silika daun bambu dengan menggunakan metode sol gel. Pemilihan metode sol gel dalam penelitian ini karena berbagai keunggulan yaitu metode sol gel pada prosesnya dapat dilakukan pada suhu rendah (Kurama and Kurama, 2006), dan hasil yang diperoleh memiliki tingkat kemurnian dan homogenitas yang tinggi (Brinker and Sherer, 1990).

Pemanfaatan silika daun bambu sebagai bahan baku pembuatan keramik silika yang digagas dalam penelitian ini didukung oleh adanya fakta bahwa melimpahnya tanaman bambu di Indonesia dimana luas hutan bambu tersebar di berbagai provinsi mencapai 164.312,36 ha (Departemen Perindustrian dan Perdagangan, 2001) dan jumlah produksi yang tinggi mencapai 33,4-109,02 ton/ha/tahun (Dransfield and Widjaya, 1995). Ketersediaan yang melimpah dan pemanfaatan yang belum optimal mengokohkan gagasan pembuatan keramik silika dari silika daun bambu.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas maka masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana sintesis keramik silika dari daun bambu dengan metode sol gel. 2. Bagaimana pengaruh suhu kalsinasi terhadap karakteristik keramik silika dari


(11)

C.Batasan Masalah

Pada penelitian ini dilakukan sintesis keramik silika melalui metode sol gel dengan batasan masalah sebagai berikut:

1. Sampel uji berupa keramik silika berbasis silika daun bambu.

2. Sampel uji disintesis menggunakan metode sol gel dan dikalsinasi pada suhu 500 oC, 600 oC, dan 700 oC.

3. Analisis karakteristik keramik silika berbasis silika daun bambu yang meliputi Forier Transform Infrared (FTIR), Differential Thermal Analysis /Thermogravimetry Analysis (DTA/TG), Scanning Electron Microscopy (SEM), dan X-RayDiffraction (XRD) yang belum dikalsinasi dan yang telah dikalsinasi.

D.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Mensintesis keramik silika berbasis silika daun bambu dengan metode sol gel. 2. Mendapatkan keramik silika berbasis silika daun bambu dengan metode sol

gel.

3. Mengetahui pengaruh suhu kalsinasi terhadap karakteristik keramik silika berbasis silika daun bambu dengan metode sol gel.

E.Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan melalui penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Memberikan informasi mengenai daun bambu di Indonesia.


(12)

2. Memberikan informasi bagi pihak-pihak yang ingin melakukan penelitian mengenai keramik silika berbasis daun bambu.

3. Sebagai media pembuka wawasan dalam upaya pemanfaatan daun bambu yang jumlahnya sangat melimpah di Indonesia namun belum dimanfaatkan secara optimal.

4. Memberikan informasi kelayakan silika daun bambu sebagai bahan baku pembuatan bahan keramik silika.

5. Sebagai informasi ilmiah yang menjelaskan pengaruh silika daun bambu pada bahan keramik silika dan menjelaskan pengaruh kalsinasi terhadap karakteristik dari keramik silika berbasis daun bambu yang meliputi Forrier Transform Infrared (FTIR),Differential Thermal Analysis /Thermogravimetry Analysis (DTA/TG), Scanning Electron Microscopy (SEM), dan X-Ray Diffraction (XRD).


(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Teori yang dibahas pada Tinjauan Pustaka ini terdiri dari beberapa konsep dasar yang mendukung penelitian ini yatitu mengenai bambu meliputi jenis-jenis dan sifat-sifat bambu, silika, ekstraksi silika, keramik silika, dan beberapa penjelasan mengenai karakterisasinya yaitu Forier Transform Infrared (FTIR), Differential Thermal Analysis /Thermogravimetry Analysis (DTA/TGA), Scanning Electron Microscopy (SEM), dan X-RayDiffraction (XRD).

A.Bambu

1. Bambu di Indonesia dan Jenis-jenisnya

Tanaman bambu termasuk kedalam famili Graminae Bambusoidae, Ordo Graminales dan kelas monokotil (Anonim A, 2012). Di Indonesia terdapat sekitar 125 jenis bambu termasuk yang masih tumbuh liar dan belum banyak dimanfaatkan. Terdapat sekitar 20 jenis bambu yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat seperti bambu apus, bambu ater/apel, bambu andong, bambu betung, bambu kuning, bambu hitam/wulung, bambu tutul, bambu cendani, bambu cangkoreng, bambu perling, bambu taminang, bambu loleba, bambu batu, bambu balangke, bambu sian, bambu jepang, bambu gendang, bambu bali, dan bambu pagar (Depertemen Kehutanan dan perkebunan, 1999). Tanaman bambu merupakan tanaman yang serba guna, mulai dari akarnya, batangnya hingga


(14)

daunnya dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari (Anonim B, 2012). Adapun beberapa jenis bambu dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Beberapa jenis bambu (Anonim C, 2013).

No Nama botanis Sinonim Nama lokal dan

penyebaran 1. Bambusa atra Lindley Bambusa lineata

Munro Bambusa

rumphiana Kurz Dendrocalamus latifolius Laut & K.

Shum

Loleba (Maluku, Nena (Shanghai)

2. Bambusa multiplex (Lour)

Arundo multiplex

(Lour.) Bambusa nana (Roxb) Bambusa glaucescens (Willd)

Sieb ex Munro

Bambu krisik hijau, Krisik putih, Bambu pagar, Bambu cina (Indonesia), Aor selat (Kalimantan Barat) 3. Bambusa vulgaris Bambusa thouarsii

Kunth Bambusa surinamensis Ruprecht

Ampel hijau tua, Ampel hijau muda, Pring gading, Pring tutul (Indonesia) 4. Dendrocalamus asper Bambusa

asperaSchultes Dendrocalamus flagelifer Gigantochloa aspera Schultes F.

Kurtz Dendrocalamus merrilianus (Elmer)

Elmer Bambu petung (Indonesia), Petung coklat (Bengkulu), Petung hijau (Lampung), Petung hitam (Banyuwangi) 5. Dinochloa scadens - Cangkoreh (Sunda)

6. Gigantochloa apus Bambusa apus J.A. &

Schultes Gigantochloa

Kurzii Gamble

Bambu tali (Indonesia) 7. Gigantochloa

atroviolaceae

Gigantochloa verticillata (Willd)

sensu Backer

Bambu hitam (Indonesia), Pring wulung (Jawa), Awi hideung (Sunda 8. Gigantochloa atter Bambusa thouarsii

Kunth var atter Hassk Gigantochloa

verticillata (Wild) Munro sensu Backer

Bambu ater (Indonesia), Pring benel, Pring jawa (Jawa), Awi temen (Sunda)

2. Karakteristik Bambu

Dari penelitian yang telah dilakukan diketahui hal yang mempengaruhi sifat fisis dan mekanis dari bambu yaitu umur, posisi ketinggian, diameter, tebal daging


(15)

bambu, posisi beban (pada buku atau ruas), posisi radial dari luas sampai ke bagian dalam dan kadar air bambu (Krisdianto dkk, 2006). Adapun sifat fisis dan mekanIs dari bambu terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Sifat fisis dan mekanis bambu apus dan bambu hitam (Anonim C, 2013).

No. Sifat Bambu

hitam

Bambu apus 1. Keteguhan lentur statik

a. Tegangan pada batas proporsi (kg/cm2) 447 327

b. Tegangan pada batas patah (kg/cm2) 663 546

c. Modulus elastisitas (kg/cm2) 99000 101000

d. Usaha pada batas proporsi (kg/dcm3) 1,2 0,8

e. Usaha pada batas patah (kg/dm3) 3,6 3,3

2. Keteguhan tekan sejajar serat (tegangan

maximum, kg/cm2) 489 504

3. Keteguhan geser (kg/cm2) 61,4 39,5

4. Keteguhan tarik tegak lurus serat (kg/cm2) 28,7 28,3

5. Keteguhan belah (kg/cm2) 41,4 58,2

6. Keteguhan pukul

a. Pada bagian dalam (kg/dm3) 32,53 45,1

b. Arah tangensial (kg/dm3) 31,76 31,9

c. Pada bagian luar (kg/dm3) 17,23 31,5

Dari penelitian sebelumnya diketahui beberapa sifat kimia dari bambu yaitu meliputi penetapan kadar selulosa, lignin, pentosan, abu, silika, serta kelarutan dalam air dingin, air panas dan alkohol benzen. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kadar selulosa berkisar antara 42,4% - 53,6%, kadar lignin bambu berkisar antara 19,8% - 26,6%, sedangkan kadar pentosan 1,24% - 3,77%, kadar abu 1,24% - 3,77%, kadar silika 0,10% - 1,78%, kadar ektraktif (kelarutan dalam air dingin) 4,5% - 9,9%, kadar ekstraktif (kelarutan dalam air panas) 5,3% - 11,8%, kadar ekstraktif (kelarutan dalam alkohol benzene) 0,9% - 6,9% (Krisdianto dkk, 2006; Fatriasari dan Hermiati, 2008). Hasil analisis kimia 5 jenis bambu terdapat pada Tabel 3.


(16)

Tabel 3. Analisis kimia 5 jenis bambu (Anonim D, 2013). Jenis Bambu Selulosa

(%) Ligni n (%) Pentosan (%) Abu (%) Silika (%) Kelarutan dalam (%) Air dingin Air panas Alkohol benzene NaO H 1% Phyllostachys reticulat

48,3 22,2 21,2 1,2 0,54 5,3 9,4 4,3 24,5

Dendrocalam us asper

52,9 24,8 18,8 2,6 0,20 4,5 6,1 0,9 22,,2

Gigantochloa apus

52,1 24,9 19,3 2,7 0,37 5,2 6,4 1,4 25,1

Gigontochloa nigrociliata

52,2 26,6 19,2 3,7 1,09 4,6 5,3 2,5 23,1

Gigantochloa verticillata

49,5 23,9 17,8 1,8 0,52 9,9 10,7 6,9 28,0

Banyak hubungan antara komposisi kimia dan penggunaannya. Bambu terdiri atas sekitar 50-70% helulosa, 30% pentosan, dan 20-25% lignin. Kadar silika 0,5-5% dan mempengaruhi pemotongan dan kulitas pulping. Kadar silika yang tinggi terdapat pada epidermis (Anonim D, 2012). Adapun hasil penelitian lain yang menjelaskan kandungan kimia dari abu daun bambu yaitu terdapat pada Tabel 4. Dari kandungan silika yang terdapat pada bambu khususnya daun bambu maka tumbuhan bambu dapat dimanfaatkan lebih optimal lagi.

Tabel 4. Komposisi kimia abu daun bambu (Amu and Adetuberu, 2010)

Composition (Wt %) Abu Daun Bambu

SiO2 75,90

Al2O3 4,13

Fe2O3 1,22

CaO 7,47

MgO 1,85

K2O 5,62

Na2O 0,21

TiO2 0,20

SO3 1,06

IR -


(17)

B.Silika

Senyawa kimia silikon dioksida yang dikenal dengan nama silika merupakan oksida silikon dengan rumus kimia SiO2 (Hildayati dkk, 2009). Bahan kimia silika

memiliki pemanfaatan dan aplikasi yang sangat luas mulai dari bidang elektronik, mekanis, medis, seni hingga bidang-bidang lainnya. Salah satu pemanfaatan serbuk silika yang cukup luas adalah sebagai penyerap kadar air di udara sehingga memperpanjang masa simpan bahan dan sebagai bahan campuran untuk membuat keramik seni (Sitorus, 2009). Silika (Si) juga merupakan salah satu unsur hara yang dibutuhkan tanaman,dimana silika merupakan unsur kedua terbesar di kerak bumi, dan sebagian besar Si terdapat di dalam tanah (Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2010).

Silika secara alami terkandung dalam pasir, kerikil dan batu-batuan. Senyawa ini merupakan bahan baku untuk memproduksi gelas dan keramik. Silika adalah senyawa oksida yg paling melimpah ketersediaannya di alam. Senyawa ini terdapat dalam bentuk amorf (tak beraturan) atau polimerfisme kristal (bentuk kristal yg berbeda-beda) (Hindryawati dan Alimudin, 2010). Dari hasil penelitian menunjukkan perubahan silika amorf menjadi fasa kristal terjadi pada pemanasan dengan temperatur berkisar 8000C dan optimal pada temperatur 9000C (Sugita, 1993).

Silika memiliki sifat hidrofilik (dapat menyerap air) atau hidrofobik (tidak dapat menyerap air) sesuai dengan struktur atau morfologinya serta silika juga bersifat inert dan transparan (Taslimah, 2005). Selain itu juga bersifat non konduktor, memiliki ketahanan terhadap oksidasi dan degresi termal yang baik (Hildayati


(18)

dkk, 2009). Secara teoritis, unsur silika mempunyai sifat menambah kekuatan lentur adonan keramik dan kekuatan produk keramik. Penguatan badan keramik terjadi karena adanya pengisian ruang kosong yang ditinggalkan akibat penguapan dari proses pembakaran adonan dengan leburan silika sedemikian rupa hingga produk menjadi lebih rapat (Hanafi dan Nandang, 2010).

Atom silikon dapat membentuk empat ikatan secara serentak tersusun secara tetrahedral. Unsur Si mengkristal dengan struktuk kubus berpusat dimuka. Dalam silika setiap atom Si terikat pada empat atom O dan tiap atom O terikat pada dua sisi atom Si. Penyusunan struktur tersebut meluas menjadi jaringan yang sangat besar (Petrucci, 1987). Adapun struktur silika ini ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur kristal Silika (Dobkin, 1992).

Dalam mineral silika terdapat 3 jenis kristal yaitu crystobalite, tridymite, dan quartz seperti pada Tabel 5 dan Gambar 3 berikut ini:


(19)

Tabel 5. Jenis-jenis kristal utama silika (SiO2) (Shriver, 1999; Cahnam, 2002).

Jenis Kristal Rentang Stabilitas (oC)

Struktur Kerapatan (kg/m3)

Crystobalite >1470-1723 β-(kubik) 2210

α-(tetragonal) 2330

Tridymite 870-1470 β-(heksagonal) 2330

Quartz <570-870 - α-(otorhombik)

β-(heksagonal) α-(trigonal) - 2300 2270 2650

(a) (b) (c)

Gambar 2. Bentuk krital silika (a) Crystobalite, (b) Tridymite, dan (c) Quartz (Shriver, 1999 dan Cahnam, 2002).

Adapun ekstraksi silika daun bambu yang pernah dilakukan yaitu dengan metode pengabuan. Sintesis silika dengan metode pengabuan ini diambil dari metode yang digunakan oleh Singh et al., (2007), Lorlian et al., (2012)., Amu and Adetuberu, (2010) yaitu dilakukan dengan cara pemanasan dengan suhu 6000C selama 2 jam dan pada suhu berkisar 8000C-10000C. Adapun pemanfaatan silika berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan sekam padi yaitu untuk pembuatan keramik, zeolit sintesis, katalis dan berbagai jenis komposit organik-anorganik (Suka dkk, 2008), sebagai bahan penunjang industri (Prastikharisma dkk, 2010). Selain dalam produk olahan, silika juga telah dimanfaatkan secara langsung untuk pemurnian minyak sayur, sebagai aditif dalam produk farmasi dan deterjen, sebagai fase diam dalam kolom kromatografi, bahan pengisi (filler) polimer dan sebagai adsorben (Taslimah dkk, 2005).


(20)

C.Keramik Silika

Bahan keramik terdiri dari fasa yang merupakan senyawa unsur logam dan bukan logam. Senyawa ini mempunyai ikatan ionik atau ikatan kovalen. Jadi, sifat-sifatnya berbeda dengan logam. Biasanya merupakan isolator, tembus cahaya (atau bening), tidak dapat dirubah bentuknya dan sangat stabil dalam lingkugan (Vlack, 1992). Dalam pembuatan produk kramik konvensional seperti ubin keramik, ada yang berglasir dan ada yang non-glasir (Suparyo dan Subari, 2010). Dengan perkembangan teknologi pada masa sekarang ini, keramik tidak hanya terbuat dari bahan tanah liat, melainkan dapat digunakan beberapa bahan lain seperti silika, oksida, borat, oksida fosfor, dan oksida arsen (bahan pengikat), felspart, natrium, kalium, magnesium, dan lithium (bahan pelebur), serta sebagai bahan penolong dan bahan conditioner dalam proses pembakaran (Suharto, 1993 dan Hartomo, 1994).

Bahan keramik maju biasanya berupa serbuk yang telah mengalami proses sedemikian rupa sehingga mudah untuk diproses lanjut (ditekan, disintering, dan dipoles) (Anonim E, 2012). Adapun teknik pemerosesan keramik menurut Indiani, (2009) yaitu sebagai berikut:

a. Pembubukan

Bahan-bahan dasar keramik umumnya berbentuk bubukan. Bahan dasar tersebut dapat diperoleh dengan metode konvensional berupa kalsinasi meliputi milling dan mixing. Sedangkan metode non-konvensional misalnya teknik larutan sepaerti metode sol-gel, metode fase uap, atau dekomposisi garam.


(21)

b. Peletisasi

Penekanan atau disebut juga kompaksi dilakukan untuk membentuk serbuk keramik menjadi suatu bentuk padatan berupa pelet mentah. Pelet mentah adalah serbuk yang telah menjadi bentuk padat tetapi belum disinter. Prosedur dasar penekanan dibagi menjadi 3 yaitu:

Uniaxial

Serbuk dibentuk dalam cetakan logam dengan penekanan satu arah. Penenkanan ini dapat memproduksi banyak pelet dan tidak mahal dibanding metode lain. Isostatik: Penekanan serbuk dilakukan dengan menggunakan cairan.

Hot pressing:Penekanan dilakukan secar simultan denga perlakuan panas pada serbuk.

c. Sintering atau Kalsinasi

Sintering adalah proses pemadatan atau konsolidasi dari sekumpulan serbuk pada suhu tinggi hingga melebihi titik leburnya atau dibawah suhu leleh dan dalam bentuk padat untuk membentuk fasa tertentu.

Kalsinasi adalah penghilangan air, karbon dioksida, atau gas lain yang mempunyai ikatan dengan suatu sampel. Kalsinasi dikerjakan pada suhu tinggi namun tidak terjadi pelelehan. Kalsinasi biasa disebut Dekomposisi Thermal (penguraian dengan temperatur), (Anonim F, 2013)

d. Annealing dan Aging

Annealing adalah proses pemanasan yang lebih rendah dari sebelumnya. Dengan maksud agar parameter dan sifat yang diinginkan mencapai optimum. Sedangkan aging adalah proses pendinginan selama beberapa waktu tertentu.


(22)

e. Tahap akhir

Pada tahap ini, bahan keramik dikenakan berbagai perlakuan akhir sehingga bisa diaplikasikan sesuai dengan sifat bahan yang diinginkan (Indiani dan Umiati, 2009).

D.Metode Sol-Gel

Metode sol-gel merupakan metode yang sedang dikembangkan saat ini,yaitu dengan penambahan bahan yang dilakukan pada saat matriks berbentuk sol, kemudian menuju ke arah pembentukan padatan (gel) bersamaan dengan terbentuknya padatan pendukung. Metode ini relatif mudah dilakukan, tidak memerlukan waktu yang lama dan interaksi antara padatan dan bahan yang dimobilkan relatif kuat (Taslimah, 2005), prosesnya lebih sederhana, pengontrolan operasinya lebih mudah dan luas permukaan spesifik silika berkisar antara 30 m2/g hingga 900 m2/g (Prastikharisma, 2010). Pada metode sol-gel terjadi perubahan fase menjadi sol dan kemudian menjadi gel (Fernandez, 2012). Silika gel merupakan salah satu jenis adsorben yang banyak digunakan untuk berbagai keperluan, kandungan utama silika gel adalah silika (Hindryawati, 2010). Silika gel sebagai adsorben ini telah dikenal luas dalam dunia kimia. Stuktur polimernya yang amorf (tidak tertata), gabungan dari agregat-agregat Si-OH yang membentuk polimer Si-O-Si, menjadikan senyawa adsorben ini memiliki kestabilan yang cukup baik (Rahmawati, 2012).

Selain sebagai adsorben, silika gel dapat juga digunakan untuk menyerap ion-ion logam dengan prinsip pertukaran ion, namun kemampuannya untuk menyerap ion logam terbatas (Mujiyanti dkk, 2010). Silika gel memiliki kelebihan dan


(23)

kelemahan, diantaranya yaitu kelebihan dari silika gel yaitu sebagai zat inert (sukar bereaksi) sehingga tidak merusak tempat sekitarnya. Kelemahannya yaitu silika gel adalah higroskopis (mudah menyerap air). Silika gel mempunyai afinitas yang tinggi terhadap air. Jika pengambilan sampel dilakukan pada atmosfer yang lembab, maka uap air akan diadsorpsi pada silika gel, sehingga mengurangi kapasitas adsorpsinya (Rahmah, 2012).

Adapun sifat-sifat dari silika gel yaitu: a. Sifat kimia dari silika gel

Simbol : Si

Radius Atom : 1.32 Å Volume Atom : 12.1 cm3/mol Massa Atom : 28.0856 Titik Didih : 2630 K Radius Kovalensi : 1.11 Å Struktur Kristal : FCC Massa Jenis : 2.33 g/cm3 Elektronegativitas : 1.9

Konfigurasi Elektron : [Ne]3 S2 P2

Formasi Entalpi :50.2 kJ/mol Potensial Ionisasi : 8.151 V Titik Lebur : 1683 K Bilangan Oksidasi : 4,2


(24)

b. Sifat fisika dari silika gel Kapasitas Panas : 0.7 Jg-1K-1 Konduktivitas Panas : 148 Wm-1K-1 Konduktivitas Listrik : 4 x 106 ohm-1cm-1 c. Sifat mekanika silika gel

Kenyal, tahan terhadap keausan, dan tahan terhadap gaya tekan yang rendah (Rahmah, 2012).

Pemanfaatan silika gel dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam kehidupan sehari-hari silika gel dapat digunakan dalam dunia kesehatan, dunia fotografi (Anonim E, 2012), dunia industri (Prastikharisma dkk, 2010), dan silika juga telah banyak dimanfaatkan untuk pembuatan keramik (Suka dkk, 2008).

E.Fourier Transform Infra-Red Spectroscopy (FTIR)

1. Pengertian FTIR

FTIR merupakan singkatan dari Forier Transform Infra Red. Dimana FTIR ini adalah teknik yang digunakan untuk mendapatkan spektrum inframerah dari absorbansi, emisi, fotokonduktivitas atau Raman Scattering dari sampel padat, cair, dan gas. Karakterisasi dengan menggunakan FTIR bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis vibrasi antar atom. FTIR juga digunakan untuk menganalisa senyawa organik dan anorganik serta analisa kualitatif dan analisa kuantitatif dengan melihat kekuatan absorpsi senyawa pada panjang gelombang tertentu (Hindrayawati, 2010; Mujiyanti dkk, 2010).


(25)

2. Prinsip Kerja FTIR

Spectroscopy FTIR menggunakan sistem optik dengan laser yang berfungsi sebagai sumber radiasi yang kemudian diinterferensikan oleh radiasi inframerah agar sinyal radiasi yang diterima oleh detektor memiliki kualitas yang baik dan bersifat utuh (Giwangkara,2006). Prinsip kerja FTIR berupa infrared yang melewati celah kesampel, dimana celah tersebut berfungsi mengontrol jumlah energi ysng disampaikan kepada sampel. Kemudian beberapa infrared diserap oleh sampel dan yang lainnya ditransmisikan melalui permukaan sampel sehingga sinar infrared lolos ke detektor dan sinyal yang terukur kemudian dikirim kekomputer seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3 dibawah ini (Thermo, 2001)

Gambar 3. Skematik prinsip kerja FTIR (Thermo, 2001)

3. Keunggulan Spektrometer FTIR

Analisis menggunakan spektrometer FTIR memiliki beberapa kelebihan utama dibandingkan dengan metode konvensional yaitu:


(26)

a. Dapat digunakan pada semua frekuensi dari sumber cahaya secara simultan, sehingga analisis dapat dilakukan lebih cepat dari pada menggunakan cara scanning.

b. Sensitivitas FTIR adalah 80-200 kali lebih tinggi dari instrumentasi dispersi standar karena resolusinya lebih tinggi (Razi, 2012). Sensitifitas dari metoda Spektrofotometri FTIR lebih besar dari pada cara dispersi, sebab radiasi yang masuk ke sistim detektor lebih banyak karena tanpa harus melalui celah (slitless) (Giwangkara S, 2012).

c. Pada FTIR, mekanik optik lebih sederhana dengan sedikit komponen yang bergerak dibanding spektroskopi infra merah lainnya, dapat mengidentifikasi meterial yang belum diketahui, serta dapat menentukan kualitas dan jumlah komponen sebuah sampel (Hamdila, 2012).

F. Differential Thermal Analysis /Thermogravimetry Analysis (DTA/TGA)

1. Pengertian DTA/TGA

DTA merupakan teknik analisis termal yang mengguakan perbedaan temperatur sampel dan referensi untuk menganalisis perubahan sifat kimia dan fisika (Harsanti, 2010). Analisis diferensial termal (DTA), di dasari pada perubahan kandungan panas akibat perubahan temperatur dan titrasi termometrik. Dalam DTA (Differential Thermal Analysis), panas diserap atau diemisikan oleh sistem kimia bahan yang dilakukan dengan pembanding yang inert (Alumina, Silikon, Karbit atau manik kaca) karena suhu keduanya ditambahkan dengan laju yang konstan. Analisis termogravimetri termogravimetric analysis (TGA), didasari pada perubahan berat akibat pemanasan (Klancnik et al., 2010). TGA merupakan


(27)

teknik pengukuran variasi massa (kehilangan massa, emisi uap, dan penambahan massa atau fraksi gas) sampel yang mengalami perubahan temperatur dalam lingkunganyang terkontrol. Teknik analisis ini dapat digunakan untuk menentukan kemurnian sampel, gejala dekomposisi, dan kinetik kimia (Suherman, 2009).

2. Prinsip Kerja DTA/TGA

Adapun prinsip kerja DTA yaitu sebagai berikut:

Mengukur perbedaan temperatur antara sampel dan referensi yang dihubungkan secara berlawanan dengan termokopel (Harsanti, 2010).

Dengan DTA/TGA meterial dipanaskan dengan suhu tinggi dan mengalami reaksi dekomposisi dimana reaksi ini dipengaruhi oleh efek spesi lain, rasio ukuran, dan volum serta komposisi materi (Hamdila, 2012).

Prinsip analisis dari DTA ini yaitu mengukur perbedaan suhu sampel dengan suhu acuan, dimana jika dalam pengamatan suhu acuan lebih besar dari pada suhu sampel maka T negatif, sedangkan jika suhu acuan lebih kecil dari pada suhu sampel maka T positif, dan jika suhu acuan sama dengan suhu sampel berarti tidak terjadi perubahan dan ditunjukkan berupa garis lurus (Suherman, 2009).

Adapun komponen utama yang terdapat pada DTA/TGA yaitu pemegang sampel yang terdiri dari termokopel, wadah sampel, furnace, program temperatur, dan sistem perekam. Termokopel yang terdapat pada sampel uji dan pembanding berfungsi untuk menjamin sebuah distribusi panas yang rata (Suherman, 2009).


(28)

3. Aplikasi DTA/TGA

Adapun salah satu dari kegunaan DTA adalah untuk mengetahui perubahan yang terjadi berupa pelepasan panas (eksoterm) dan penyerapan panas (endoterm), dimana peristiwa ini menunjukkan adanya peristiwa yang terjadi pada bahan yang diuji. Sedangkan TGA biasanya digunakan riset dan pengujian untuk menentukan karakteristik material seperti polymer, untuk menentukan penurunan temperatur, kandungan material yang diserap, komponen anorganik dan organik di dalam material, dekomposisi bahan yang mudah meledak, dan residu bahan pelarut. TGA juga sering digunakan untuk kinetika korosi pada oksidasi temperatur tinggi (Subama, 2010).

G.Scanning Electron Microscopy (SEM)

1. Pengertian SEM

SEM merupakan alat yang digunakan untuk uji mikrostruktur pada sebuah sampel (Febriany, 2010). SEM adalah suatu tipe mikroskop elektron yang menggambarkan permukaan sampel melalui proses scan dengan menggunakan pancaran energy yang tinggi dari electron dalam suatu pola scan raster (Razi, 2012). Pada SEM dilengkapi dengan mikroskop optik yang digunakan untuk mempelajari tekstur, topografi, dan sifat permukaan bubuk atau padatan dan karena ketajaman fokus dari alat SEM sehingga gambar yang dihasilkan memiliki kualitas tiga dimensi yang pasti (West, 1999).


(29)

2. Prinsip Kerja SEM

SEM mempunyai keunggulan dalam proses pengoprasian yaitu pengoprasian berawal dari kemudahan dalam penyiapan sampel sehingga dapat menghasilkan beragam sinyal karena adanya interaksi antara berkas elektron dengan sampel, dimana dari proses tersebut menghasilkan beragam tampilan data dari permukaan lapisan. Informasi yang akan diberikan dari hasil SEM ini yaitu berupa topologi, morfologi, komposisi, dan informasi mengenai kekristalan suatu bahan (Goldstein et al., 1981).

Elektron yang dihasilkan oleh SEM ini berasal dari electron gun, yang bersifat monokromatik, dimana pancaran dari elektron tersebut diteruskan ke anoda. Pada proses ini elektron mengalami penyerahan menuju titik fokus. Anoda berfungsi membatasi pancaran elektron yang memiliki sudut hambur yang terlalu besar. Berkas elektron yang telah melewati anoda diteruskan menuju lensa magnetik, scanning coils, dan akhirnya menembak spesimen (Sampson, 1996). Adapun Gambar 4 dibawah ini menunjukkan prinsip kerja SEM yaitu sumber elektron yang berasal dari filamen katoda ditembakkan menuju sampel. Berkas elektron tersebut kemudian difokuskan oleh lensa magnetik sebelum sampai pada permukaan sampel. Lensa magnetik memiliki lensa kondenser yang berfungsi memfokuskan sinar elektron. Berkas elektron kemudian menghasilkan backscattred Electron (BSE) dan Secondary Electron (SE) menuju sampel, dimana SE akan terhubung dengan amplifier yang kemudian dihasilkan gambar pada monitor (Reed, 1993).


(30)

Gambar 4. Skematik prinsip kerja SEM (Sampson, 1996).

3. Aplikasi SEM

SEM digunakan untuk menghasilkan gambar dengan resolusi yang tinggi sehingga dapat mengidentifikasi logam-logam dan material, mengklasifikasi material. Selain itu SEM umumnya digunakan untuk aplikasi yang cukup bervariasi pada permasalahan eksplorasi dan produksi migas, termasuk didalamnya: evaluasi kualitas batuan reservoirmelalui studi diagnosa yang meliputi identifikasi dan interpretasi keadaan mineral dan distribusinya pada sistem porositas batuan (Mifta, 2011)

Kontrol perbesaran

Scan generator

Display

amplifier SE

Elektron gun

Berkas elektron Lensa kondensor

Detektor BSE


(31)

H.X-Ray Diffraction (XRD)

1. Pengertian Sinar-X

Pada tahun 1895 W. Rontgen menemukan bahwa sinar dari tabung dapat menembus bahan yang tak tembus cahaya dan mengaktifkan layar pendar atau film foto. Sinar ini berasal dari titik dimana elektron dalam tabung mengenai sasaran didalam tabung tersebut atau tabung kacanya sendiri. Rontgen tidak dapat menyimpangkan siar-sinar ini didalam medan magnetik, sebagaimana yang diharapkan jika sinar tersebut berupa partikel bermuatan, tidak juga dapat mengamati difraksi atau interferensi, sebagaimana yang diharapkan jika sinar tersebut berupa gelombang. Rontgen memberi nama sinar tersebut yaitu sinar-X. Ia menyelidiki sinar ini secara intensif dan menemukan bahwa semua bahan tertembus oleh sinar tersebut dalam derajat tertentu dan bahwa derajat ketertembusan berkurang dengan meningkatkan densitas bahannya (Tippler, 1996).

2. Prinsip Kerja XRD

Prinsip kerja XRD secara umum yaitu XRD terdiri dari tiga bagian utama, yaitu tabung sinar-X, tempat objek yang teliti, dan detekter sinar-X. Sinar-X dihasilkan di tabung sinar-X yang berisi katoda untuk memenaskan filamen, sehingga menghasilkan elektron. Perbedaan tegangan menyebabkan percepatan elektron akan menembaki objek. Ketika elektron mempunyai tingkat energi yang tinggi dan menabrak elektron dalam objek sehingga dihasilkan pancaran sinar-X. Objek dan detektor berputar untuk menangkap dan merekam intensitas refleksi sinar-X.


(32)

Detektor merekam dan memproses sinyal sinar-X dan mengolahnya dalam bentuk grafik.

3. Aplikasi XRD

Sinar-X memiliki beberapa kegunaan dalam berbagai bidang diantaranya yaitu : 1. Perobatan

Sinar-X lembut digunakan untuk mengambil gambar foto yang dikenal sebagai radioaktif. Sinar-X menembus badan manusia tetapi sinar diserap oleh bagian tulang. Gambar foto sinar-X digunakan untuk menscan kecacatan pada tulang, menscan tulang yang patah dan menyiasat keadaan organ-organ dalam tubuh. Sedangkan sinar-X keras digunakan untuk memusnahkan sel-sel kanker yang dikenal dengan radioterapi.

2. Perindustrian

Dalam bidang perindustrian, sinar-X digunakan untuk:

a. Menscan kecacatan dalam struktur binaan atau bagian-bagian dalam mesin. b. Menyelidiki struktur hablur dan jarak pemisahan antara atom-atom dalam suatu

bahan hablur.


(33)

III. METODE PENELITIAN

A.Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai dengan Oktober 2013. Pembuatan sampel dilakukan di Laboratorium Fisika Material Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Universitas Lampung, uji DTA/TGA dilakukan di Laboratorium Biomassa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Universitas Lampung, uji FTIR dan XRD dilakukan di Laboratorium Material Universitas Islam Negeri Jakarta dan uji SEM EDS dilakukan di Laboratorium Material Institut Teknologi Bandung.

B.Alat dan Bahan

1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu terdiri dari neraca, oven, beaker glass, kompor listrik, pipet tetes, botol semprot, spatula, gelas ukur, alat penyaring, ayakan, pressing, magnetic stirrer, furnace, mortar dan pestel, Forrier Transform Infrared (FTIR)dengan tipe alat yang digunakan Perkin Elmer FTIR Spektrum One, Differential Thermal Analysis/Thermogravimetry (DTA/TG) dengan tipe alat yang digunakan Seiko Axtar TGA/DTA 7300, Scanning Electron Microscopy (SEM) dengan tipe alat yang digunakan Philip XL20 EDX XL 40,


(34)

dan X-Ray Diffraction (XRD) dengan tipe alat yang digunakan Shimadzu X-ray Diffractometer 7000.

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain yaitu daun bambu, aquades, larutan KOH (Ragent for Laboratory 90 %) larutan HCl (Ragent for Laboratory 35-37 %), pemutih dan kertas saring.

C.Preparasi Sampel

1. Preparasi Daun Bambu

Pemetikan dan pemilihan daun bambu dari batangnya kemudian dibersihkan dari kotoran, debu-debu atau pasir yang menempel pada daun bambu satu persatu. Daun bambu diambil dari pohon bambu yang ada disekitar kampus Universitas Lampung.

Daun bambu yang telah dibersihkan selanjutnya dijemur dibawah sinar matahari hingga kering dan berwarna kecoklatan. Selama proses penjemuran daun bambu dipisahkan satu sama lain agar daun kering secara merata. Setelah pengeringan dengan sinar matahari, daun bambu kemudian dicuci dan dikeringkan kembali. Daun bambu yang telah bersih dan kering, dibuang tulang tengah daunnya secara satu persatu kemudian daun dipotong kecil-kecil dan dikeringkan kembali ke dalam oven dalam waktu 60 menit pada suhu 120 oC agar daun bambu benar-benar kering.


(35)

2. Preparasi Silika Sol

Preparasi silika sol dilakukan dengan cara merendam 50 gram daun bambu dengan larutan KOH 1,5% dalam beaker glass, campuran daun bambu dan KOH diaduk-aduk hingga daun bambu terendam seluruhnya dan selanjutnya campuran dipanaskan selama 60 menit dengan menggunakan kompor listrik. Selama proses pemanasan, dilakukan pengadukan agar silika yang terkandung dalam daun dapat terekstrak secara optimal. Setelah proses pemanasan selesai, filtrat (silika sol) dipisahkan dengan menggunakan penyaring. Selanjutnya filtrat (silika sol) didiamkan selama 24 jam agar terjadi proses penjenuhan (aging).

Filtrat (silika sol) yang telah dihasilkan pada proses preparasi silikasol kemudian diukurdengan menggunakan neraca. Pengukuran filtrat ini bertujuan untuk mengetahui volume dari silika sol.

3. Pembentukan Silika Gel

Filtrat sol yang telah dihasilkan dan yang telah diketahui massanya dimasukkan ke dalam beaker glass, filtrat kemudian ditambahkan HCL 10% secara perlahan-lahan dengan menggunakan pipet tetes dan distirer hingga terbentuk silika gel, silika gel kemudian didiamkan selama 24 jam agar terjadi proses penjenuhan (aging), silika gel kemudian disaring dan dicuci dengan menggunakan air hangat yang telah dicampur dengan pemutih, selanjutnya silika gel disaring dengan menggunakan kertas saring, hasil penyaringan kemudian dipanaskan menggunakan oven dengan temperatur pemanasan 110 0C selama delapan jam hingga diperoleh silika dalam bentuk padat. Silika padat selanjutnya ditimbang


(36)

menggunakan neraca untuk diketahui massanya dan kemudian digerus selama 3 jam hingga diperoleh serbuk silika.

4. Kalsinasi

Proses kalsinasi dilakukan dengan menggunakan furnace dan dilakukan pada pellet sampel dengan suhu kalsinasi 500 oC - 700 oC dalam waktu 180 menit. Proses kalsinasi ini dilakukan dengan memasukkan sampel kedalam furnace, furnace dihubungkan dengan jaringan listrik, mengatur suhu kalsinasi, setelah proses kalsinasi selesai furnace dimatikan dan sampel dikeluarkan.

D.Karakterisasi Sampel

Karakterisasi dilakukan pada sampel keramik silika yang telah dikalsinasi. Dimana keramik silika hasil sintesis ini kemudian dikarakterisasi menggunakan Forrier Transform Infrared FTIR, Differential Thermal Analysis/Thermogravimetry (DTA/TG), Scanning Electron Microscopy (SEM), dan X-Ray Diffraction (XRD) dengan perlakuan sebelum dikalsinasi dan setelah dikalsinasi.

1. FTIR (Fourier Transform Infrared)

Uji FTIR ini dilakukan untuk menganalisis gugus fungsi silika yang terdapat pada sampel. Adapun langkah-langkah dalam uji FTIR ini adalah sebagai berikut: a. Menghaluskan kristal KBr murni dalam mortar dan pestle kemudian mengayak


(37)

b. Menimbang KBr halus yang sudah diayak seberat ± 0,1 gram, kemudian menimbang sampel padat (bebas air) dengan massa ± 1% dari berat KBr. c. Mencampur KBr dan sampel kedalam mortar dan pestle aduk sampai keduanya

tercampur rata.

d. Menyiapkan cetakan pellet.

e. Mencuci bagian sampel, base dan tablet frame dengan kloroform.

f. Memasukkan sampel KBr yang telah dicampur dengan set cetakan pellet. g. Menghubungkan dengan pompa vakum untuk meminimalkan kadar air.

h. Meletakkan cetakan pada pompa hodrolik kemudisn diberi tekanan ± 8 Gauge. i. Menghidupkan pompa vakum selama 1 menit.

j. Mematikan pompa vakum.Menurunkan tekanan dalam cetakan dengan cara membuka keran udara.

k. Melepaskan pellet KBr yang sudah terbentuk dan menempatkan pellet KBr pada tablet holder.

l. Menghidupkan alat dengan mengalirkan sumber arus listrik, alat interferometer dan komputer.

m.Klik “shortcut FTIR 8400” pada layar komputer yang menandakan program

interferometer.

n. Menempatkan sampel dalam alat interferometer pada komputer klik FTIR 8400 dan mengisis data file.

o. Klik “Sample Start” untuk memulai, dan untuk memunculkan harga bilangan

gelombang klik “clac” pada menu, kemudian klik “Peak Table” lalu klik

OK”.


(38)

2. DTA/TG (Differential Thermal Analysis/Thermogravimetry)

Karakterisasi DTA/TG dilakukan untuk menganalisissifat termal dan stabilitas bahan hidroksiapatit. Langkah-langkah yang dilakukan dalam uji DTA ini adalah sebagai berikut:

a. Menyiapkan cawan platina kosong untuk digunakan sebagai sampel referensi dan memasukkan serbuk sampel kedalam cawan patina sebagai sampel yang akan diuji.

b. Meletakkan kedua cawan platina pasa posisi vertikal di sampel holder dengan memutar posisi furnace kearah sampel holder yang dilanjutkan dengan mengatur setting temperatur yaitu Tstart = 50 oC, Tpengukuran = 1100 oC heating

read (kenaikan suhu = 3 oC/menit).

c. Kemudian menekan tombol power furnace pada posisi “ON” untuk pemanasan akan bekerja sesuai dengan program yang telah diatur, saat inilah grafik pada monitor komputer akan diamati sampai temperatur Tpengukuran tercapai menurut

program yang telah diatur. Apabila Tpengukuran telah tercapai maka power

furnace dapat dimatikan yaitu pada posisi “OFF” dan selanjutnya melakukan print hasil pengukuran.

3. SEM (Scanning Electron Microscopy)

Uji SEM dilakukan untuk mengetahuikarakteristik mikrostruktur pada sampel keramik silika yang hasil tampilannya berupa gambar dalam bentuk tiga dimensi. Adapun langkah-langkah dalam proses SEM ini adalah sebagai berikut:

a. Menyiapkan sampel yang akan dianalisis dan merekatkannya pada specimen holder (dolite, double sticy tape).


(39)

b. Membersihkan sampel yang telah terpasang pada holder dengan hand blower. c. Memasukkan sampel dalam mesin coating untuk diberi lapisan tipis yang

berupa gold-poladium selama 4 menit sehingga menghasilkan lapisan dengan ketebalan 200-400 Å.

d. Memasukkan sampel kedalam specimen chamber.

e. Mengamati dan mengambil gambarpada layar SEM dengan mengatur pebesaran yang diinginkan.

f. Menentukan spot untuk analisis layar SEM.

4. XRD (X-Ray Diffraction)

Uji XRDdilakukan untuk mengidentifikasi struktur sampel dengan mengetahui komposisi dasar senyawa pada sampel. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam uji XRD adalah sebagai berikut:

a. Menyiapkan sampel yang akan dianalisis dan merekatkannya pada kaca, kemudian memasang pada tempatnya yang berupa lempeng tipis berbentuk persegi panjang (sampel holder) dengan bantuan lilin perekat.

b. Memasang sampel yang disimpan pada sampel holder kemudian meletakkannya pada sampel stand dibagian goniometer.

c. Memasukkan parameter pengukuran pada software pengukuran melalui komputer pengontrol yang meliputi penentuan scan mode, penentuan rentang sudut, kecepata scan cuplikan, memberi nama cuplikan dari nomor urut file data.


(40)

d. Mengoprasikan alat difraktometer dengan perintah “Start” pada menu komputer, dimana sinar-X akan meradiasi sampel yang terpancar dari target Cu dengan panjang gelombang 1,5406 Å.

e. Mencetak hasil difraksi dan intensitas difraksi pada sudut 2 .

E.Diagram Alir Penelitian

Secara garis besar, langkah kerja pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5. Dimulai dari preparasi daun bambu, pembentukan sol silika, pembentukan gel silika, hingga karakterisasi dan analisis data sampel.


(41)

Gambar 5. Diagram alir penelitian. Daun bambu

Pengeringan dibawah sinar matahari Pembersihan dan pemotongan

Pengeringan pada suhu 120 oC

Pemanasan selama 60 menit

Penyaringan silika sol

Perendaman daun bambu dengan KOH

Penjenuhan (aging) selama 24 jam

Penetesan larutan HCl 10 % Penjenuhan (aging) selama 24 jam

Gel silika

Penyaringan dan pemutihan gel Pemanasan pada suhu 110 oC selama 8

Penggerusan serbuk silika selama 3 jam

kalsinasi pada suhu 500 oC, 600 oC, dan 700 oC

Analisis data

Karakterisasi DTA/TG, FTIR, SEM, dan XRD


(42)

A.Kesimpulan

Berdasarkan analisis hasil karakterisasi sampel keramik silika dari daun bambu dengan teknik solgel maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Preparasi daun bambu dilakukan sebelum ekstraksi silika daun bambu, hal ini bertujuan untuk mengurangi pengotor yang terdapat pada daun bambu ketika diekstraksi, sehingga hasil ekstraksi silika lebih optimal.

2. Hasil analisis keramik silika dari daun bambu dengan DTA/TGA menunjukkan kurva TGA semakin menurun seiring dengan meningkatnya suhu pemanasan dan kurva DTA menunjukkan adanya puncak endoterm yang menerangkan terjadi penguapan air dan adanya senyawa organik yang terurai di rentang suhu 100-200oC, dan pada suhu 900-1000oC terjadi kristalisasi pada sampel silika. 3. Hasil analisis keramik silika dari daun bambu dengan FTIR menunjukkan

puncak bilangan gelombang yang memiliki gugus fungsi relatif sama antara sampel sebelum kalsinasi, kalsinasi pada suhu 500oC, 600oC, dan 700oC diantaranya gugus –OH, gugus Si-O-Si, gugus dan Si-O.

4. Dari hasil analisis FTIR tersebut diketahui bahwa senyawa OH dan senyawa pengotor, mulai menguap sehingga puncaknya kecil dan mungkin hilang seiring dengan peningkatan termal yang diberikan pada sampel.


(43)

(44)

5. Hasil analisis dari pola sinar-x menunjukkan bahwa semua sampel yang diuji pada penelitian ini memiliki struktur amorf dan memiliki fasa tridymite.

6. Hasil analisis SEM menunjukkan bahwa permukaan sampel yang diuji memiliki bentuk butir yang beragam seperti bentuk bulat (globular) dan parsegi panjang (rectangular).

B.Saran

1. Melakukan ekstraksi dengan memvariasikan konsentrasi KOH.

2. Melakukan uji karakterisasi seperti uji kekerasan, uji ketangguhan, uji densitas dan porositas terhadap keramik silika berbasis daun bambu dengan membandingkan hasil uji pada keramik silika berbasis sekam padi.


(45)

DAFTAR PUSTAKA

Amu, O. O and Adetuberu, A. A. 2010. Characteristics of Bamboo Leaf Ash Stabilization on Lateritic Soil in Higway Construction. International Jurnal of Enginering and Technology. Vol. 2 Vol. 4. Pp. 212-219.

Anonim A. 2012. Bambu. http://www. Bambu. Html. Diakses 30 Desember 2012. Anonim B. 2012. Pemanfaatan Bambu. http://www. Pemanfaatan Bambu. Html.

Diakses 30 Desember 2012.

Anonim C. 2012. Tugas Teknologi Bambu dan Serat “Bambu dan Manfaatnya”. http://www. Bambu. Html. Diakses 30 Desember 2012.

Anonim D. 2012. Sifat Kimia Bambu. http://www. Bambu. Html. Diakses 30 Desember 2012.

Anonim E. 2012. Silika. http://www. Silika. Diakses 30 Desember 2012.

Anonim F. 2013. Pengaruh Kalsinasi. http://www. Pengaruh Kalsinasi. Html. Diakses 20 Desember 2013.

Brinker, L.J and Sherer, G.W.1990. Sol Gel Science The Physic and Chemistry of Sol Gel Processing. Akademic Press New York. Pp.108.

Canham, G.R. dan Overton,T. 2002. Descriptive Inorganik Chemistry. Third Edition, W.H. Freeman Company. New York. Pp 302.

Cocina, E.V., Morales, E.V., Santos, S., and Savastaro, H. 2011. Bamboo Leaf Ash as Pozzolanic Material; Study of The Reactor Kinetics and Determination of The Kinetic Parameters. Cement and Concrete Composites. Vol. 33. Pp. 68-73

Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Panduan Kehutanan Indonesia. Koperasi Karyawan Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta. Departemen Perindustrian dan Perdagangan. 2001. Rencana Pengembangan

Industri Anyaman Bambu di Indonesia dengan Sistem Cluster. Direktorat Jendral dan Industri dan Dagang Kecil Menengah. Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Republik Indonesia.


(46)

Dominic, M.C.D., Begum, S.P.M., Joseph, R., Joseph, D., Kumar, P., Ayswarya, E.P. 2013. Synthesis, Characterization and Application of Rice Husk Nanosilica in Natural Rubber. International Journal of Science, Environment and Technology. Vol. 2. No 5. Pp. 1027–1035.

Dransfield, S and E.A, Widjaya. 1995. Bamboos. Plant Resources of East Asia (PROSEA) Backhugs Publisher Leiden. No. 7.

Enimia., Suhanda., dan Sulistarihani, N. 1998. Pembuatan Gel Kering dari Sekam Padi Untuk Bahan Pengisi Karet Ban. Jurnal Keramik dan Gelas Indonesia. Vol 7. No 1dan 2. Hal 1-12.

Fartriasari, W., dan Hermiati, E. 2008. Analisis Morfologi Serat dan Sifat Fisis Kimia Beberapa Jenis Bambu Sebagai Bahan Baku Pulp dan Kertas. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan.Vol. 1. No. 2. Pp. 67-72.

Febriany, Y. 2010. Kuat Tekan Keramik Berbahan Dasar Feldsfer (70%-90%), Kaolin (5%-25%), dan Silika (5%-25%) dalam Segitiga Segger. (Abstrak). Universitas Malang. Malang.

Fernandez, B.R. 2012. Sintesis Nanopartikel SiO2 Menggunakan Metode Sol Gel Dan Aplikasinya Terhadap aktifitas gel. (Review Jurnal). Universitas Andalas. Padang. Hal 1-23.

Frias,M., Savastano, H., Villar, E., Rojas, M.I.S.D., dan Santos, S. 2012. Characterization and Properties of Blanded Cement Matrices Containing Activated Bamboo Leaf Waste. Cement and Composites. Vol. 34. Pp. 1019-1023

Goldstein, J.I., Newberry, D.E., Echlin, P., Joy, D.C., Fiori, C., and Lifshin, E. 1981. Scanning Electron Microscopy and X-Ray Microanalysis. A Textbook for Biologist, Materials Scientists and Geologist, Plenum Press. New York. Pp. 673.

Giwangkara S, E.G. 2006. Aplikasi Logika Syaraf Fuzzy pada Analisis Sidik Jari Minyak Bumi Menggunakan FTIR. Sekolah Tinggi Energi dan Mineral. Cepu Jawa Tengah.

Hadipramana, J., Samad, A.A.A. Zaidi., A.M.K. Mohammad, N., and Riza, F.V. 2013. Effect Of Uncontrolled Burning Rice Husk Ash In Foamed Concrete. Advance Materials Research. Vol.626. Pp. 769-775.

Hamdila, J.D. 2012. Pengaruh Variasi Massa Terhadap Karakteristik Fungsionalitas dan Termal Komposit MgO-SiO2 Berbasis Silika Sekam Padi Sebagai Katalis. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.


(47)

Harsanti, D. 2010. Sintesis dan Karakterisasi Boron Karbida dari Asam Borat, Asam Sitrat dan Karbon Aktif. Jurnal Sains dan Teknologi Modifikasi Cuaca. Vol. 11. No 1. Hal. 29-40.

Hartomo, A.A.J. 1994. Mengenal Keramik Modern. Andi Ofset. Yogyakarta. Hildayati., Triwikantoro., Faisal, H dan Sudirman. 2009. Sintesis dan

Karakterisasi Bahan Komposit Karet Alam Silika. Seminar Nasional Pasca Sarjana IX. Departemen Fisika MIPA Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya.

Hindryawati, N dan Alimuddin. 2010. Sintesis Dan Karakterisasi Silika Gel Dari Abu Sekam Padi Dengan Menggunakan Natrium Hidroksida (NaOH). Jurnal Kimia Mulawarman. Vol. 7. No. 2. Hal. 75-77.

Indiani, E dan Umiati, N.A.K. Keramik Porselen Berbasis Feldspar Sebagai Bahan Isolator Listrik. International Standard Serial Number (ISSN). Vol 7. No 2. Hal 83-92.

Ramadhansyah, J.P.W., Mahyun, A.M.Z.M., Salwa, H., Abu Bakar, B.A., Megat Johari M.H., Wan Ibrahim,M. 2012. Thermal Analisys and Pozzolanic Index of Rice Husk Ash at Different Grinding Time. International Conference on Advances and Contemporary Enginering. Pp 1-9

Kalapathy, U., Proctor, A. & Schultz, J. 2000. A Simple Method for Production of Pure Silica from Rice Hull Ash. Bioresource Technology. Vol. 73. Pp. 257– 260.

Kasmayadi, W., dan Murwani, I.K. 2007. Analisis Termal dan Transformasi Fase Sistem Badan Keramik Lempung Batu Kumbung Lombok, Feldspar. Akta Kimia Indonesia. Vol. 3. No. 1. Hal. 43-48.

Klancnik, B., Madued, J., and Mruar, P. 2010. Diffrential Termal Analisys (DTA) in DSC Kot Metoda Zz Razis Kavomaterialoz. RMZ-Materials and geoevironment. Vol 51. No 1. Pp. 127-142.

Krisdianto, S., Sumarni., dan Ismiarto, A. 2006. Sari Hasil Penelitian Bambu. Departemen Kehutanan Jakarta. Jakarta.

Kurama, S and Kurama, H. 2008. The Reaction Kinetics of Rice Husk Based Cordirite Ceramic. Ceramic International. Vol 34. No 2.Pp 269-272.

Laksmono, J.A. 2002. Pemanfaatan Abu Sekam Padi Sebagai Bahan Baku Silika. (Abstrak). LIPI.


(48)

Mifta, N.R. 2011. Scanning Electron Microscope (SEM) and Energy Dispersive X-Ray (EDX). http://www.teenagermoesleam.blogspot.com. Diakses 10 Juni 2013. Pukul 21.45.

Mujiyanti, R.D., Nuryono., dan Kunarti, E.S. 2010. Sintesis dan Karakterisasi Silika Gel dari Abu Sekam Padi Yang Dimobilisasi dengan 3-(Trimetoksil)-1-Propanol. Sains dan Terapan Kimia. Vol 4. No 2. Hal. 150- 167.

Nayak, J. and Bera. J. 2009. A Simple Method for Production of Humidity Indicating Silica Gel From Rice Husk Ash. Journal of Metals, Materials, and Minerals. Vol.19. No. 2 Pp. 15-19.

Nuryono and Narsito. 2004. Effect of Acid Concentration on Characterers of Silica Gel Syntesized from Sodium Silicate. Indonesian Journal Chemistery.Vol. 5. No. 1. Hal. 25-30.

Petrucci, R.H. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Edisis Keempat. Erlangga. Jakarta. Hal 115.

Prastikharisma, R., Meida, I., dan Setiawan, H. 2010 Sintesis Hibrida Silika Karbon dengan Metode Sol Gel Untuk Aplikasi Adsorbent. International Standard Serial Number (ISSN). Hal. 1411-4216.

Rahmah, H. 2012 Silika Gel.http://Coretan mbon.blogspot.com/2010-06/Jaringan Ikatan Kovalen. Html. Diakses pada 26-01-2013. Pukul 19:00.

Rahmawati,S.R. 2012. Struktur Padatan Silikon Dioksida. (Makalah). ITB. Bandung. Hal 1-7.

Razi. 2012. Prinsip FTIR. http://little-Razi.blogspot.com/2012/03-04-2012/Prinsip FTIR. Html. Diakses pada 24-01-2013. Pukul 13.00.

Reed, S.J.B. 1993. Electron Microprobe Analysis and Scanning Electron Microscopy in Geology Second Edition. Zone Naylor. Cambridge University Press.

Sampson, A.R. 1996. Scanning Electron Microscopy: Advanced Research System. www.sem.com. Diakses pada 02-01-2013. Pukul 19.58 WIB.

Setiadi, A. 2009. Sifat Kimia dari Beberapa Bambu pada Empat Tipe Ikatan Pembuluh. (Skripsi). Departemen Hasil Hutan IPB. Bogor.


(49)

Shriver, D. And Atkins,P.W. 1999. Inorganic Chemistry. Third Edition. W.H. Freeman and Company. New York. Pp 365-366.

Singh, N. B., Singh, N. P., and Divendi, U.N. 2007. Hydration of Bamboo Leaf Ash Blended Portland Cement. Indian Jurnal of Engineering dan Methods Science. Vol 14. Hal 69-76.

Sitorus, T.K. 2009. Pengaruh Penambahan Silika Amorf dari Sekam Padi Terhadap Sifat Mekanis dan Sifat Fisis Mortar. (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan.

Sriluk, C and Yuttapong, S. 2005. Structure of Mesoporus MCM-41 Prepared from Rice Husk Ash. Asian Symposium on Visualization Chaingmay, Thailand. Pp. 1-7.

Subama, E. 2010. Pengsruh Penambahan 20% Berat Fly Ash Terhadap Sifat Fisis Keramik Tradisional Berbasis Mineral Lempung Dengan Suhu Penyinteran 1100oC. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Sugita, S. 1993. On The Economic Production of Large Quantities of Higly Reactive Rice Husk Ash. International Symposium on Innovative Wart of Concrete. (ICI-IWC-93). No.2. Pp. 3-71.

Suhardiman, M. 2011. Kajian Pengaruh Penambahan Serat Bambu Ori Terhadap Kuat Tekan dan Tarik Beton. Jurnal Teknik. Vol 1. No 2.

Suherman. 2009. Karakteristik Fungsionalitas dan Termal Bahan Keramik Cordierite (Mg2Al4Si5O18) Berbasis Silika Sekam Padi Akibat Perlakuan Kalsinasi. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Suka, I.G., Simanjuntak, W., Sembiring, S. 2008. Karakterisasi Silika Sekam Padi dari Provinsi Lampung yang Diperoleh dengan Metode Ekstraksi. MIPA Unila. Vol.37. No. 1.Hal 47-52.

Suparman. 2010. Sintesis Silika Karbida (SiC) dari Silika Sekam Padi dan Karbon Kayu dengan Metode Reaksi Fasa Padat. (Tesis). IPB. Bogor. Hal 1-95.

Suparyo, Y dan Subari. 2010. Pengaruh Penggunaan Silika dan Zirkon Pada Komposisi Glasir Keramik dan Gelas. Informasi Teknologi Keramik dan Gelas. Vol. 31. No 2. Hal. 110-115.


(50)

Therno, N. 2001. Introduction to Fourier Transform Infrared Spectrometry. Thermonicolet Corporation. USA.

Tipler, P.A. 1996. Fisika Untuk Sains dan Teknik Edisis Ketiga Jilid 2. Erlangga. Jakarta.

Vlack, V.L.H. 1992. Ilmu dan Teknologi Bahan Edisi kelima. Erlangga. Jakarta. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2010. Mengenal Silika Sebagai

Unsur Hara. Vol. 32. No. 3.


(51)

(52)

Gambar L.1.1 Labu Elenmeyer.

Gambar L.1.2 Saringan.


(53)

Gambar L.1.5 Oven.

Gambar L.1.6 Stirer.


(54)

Gambar L.1.9 Kompor listrik.

Gambar L.1.10 Cawan.


(55)

Gambar L.2.1 Daun bambu.

Gambar L.2.2 Larutan HCl.

Gambar L.2.3 KOH.


(56)

(57)

Gambar L.4.1 FTIR silika daun bambu sebelum kalsinasi.

Gambar L.4.2 FTIR silika daun bambu kalsinasi pada suhu 5000C.

4000.0 3000 2000 1500 1000 450.0

0.69 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0 2.2 2.4 2.6 2.8 3.0 cm-1 A 3839.47 3666.92 3503.56 3481.83 3459.36 2920.75 2851.41 2360.51 2342.22 1869.56 1637.55 1102.93 1094.87 1091.18 965.01 800.15 704.89 517.51 477.90 471.85

4000.0 3000 2000 1500 1000 450.0

0.74 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0 2.2 2.4 2.6 2.8 3.0 3.20 cm-1 A

Laboratory Test Result

3785.563675.07 3633.543571.92 3514.00 3464.00 3450.81 3441.95 2926.97 2727.97 2323.27 2239.37 1957.02 1870.16 1637.20 1633.36 1123.09 1111.19 1099.27 1090.97 1084.01 1072.06 969.44 800.68 530.32 480.55 470.69 459.16


(58)

Gambar L.4.3 FTIR silika daun bambu kalsinasi pada suhu 6000C.

Gambar L.4.4 FTIR silika daun bambu kalsinasi pada suhu 7000C.

4000.0 3000 2000 1500 1000 450.0

0.63 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0 2.2 2.4 cm-1 A 3835.77 3503.65 3481.76 3448.65 3156.38 3132.70 2374.03 2360.93 1869.62 1772.80 1638.48 803.25 704.83 516.86 479.90 473.41

4000.0 3000 2000 1500 1000 450.0

0.35 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0 2.2 2.4 2.6 2.8 3.0 3.2 3.35 cm-1 A

Laboratory Test Result

3782.04 3436.01

3370.36 3019.64 2536.04 2368.50

2346.50

2139.30 1872.90 1636.91

1111.47 1103.80 1099.25 1091.11 1084.13 1075.18 1063.32 808.29 722.74 532.13 488.00 480.71 475.64


(59)

Gambar L.5.1 Pola difraksi sinar-X sampel sebelum kalsinasi.


(60)

(61)

(62)

(63)

(64)

(65)

(66)

Jadi untuk membuat larutan KOH 1,5 % dari kadar KOH 90 % dalam 500 ml larutan dibutuhkan KOH sebanyak 8,33 gr.

 Perhitungan HCl 10 % dalam 100 ml

Jadi untuk membuat larutan HCl 10 % dari kadar HCl 35-37 % dalam 100 ml larutan dibutuhkan HCl sebanyak 27,78 ml.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

 Perhiungan KOH 1,5 % dalam 500 ml

Jadi untuk membuat larutan KOH 1,5 % dari kadar KOH 90 % dalam 500 ml larutan dibutuhkan KOH sebanyak 8,33 gr.

 Perhitungan HCl 10 % dalam 100 ml

Jadi untuk membuat larutan HCl 10 % dari kadar HCl 35-37 % dalam 100 ml larutan dibutuhkan HCl sebanyak 27,78 ml.