HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP OSTEOPOROSIS DENGAN KONSUMSI SUSU PADA WANITA PEGAWAI ADMINISTRASI DI UNIVERSITAS LAMPUNG

(1)

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP OSTEOPOROSIS DENGAN KONSUMSI SUSU PADA WANITA

PEGAWAI ADMINISTRASI DI UNIVERSITAS LAMPUNG

Oleh

Ayu Lestari Nofiyanti

Konsumsi dua gelas susu perhari akan membantu seseorang untuk memenuhi kebutuhan kalsium sehari-hari. Hal ini dikarenakan memasuki usia tiga puluh tahun manusia mulai mengalami pengeroposan tulang sehingga kebutuhan kalsium dalam tubuh meningkat. Jika kondisi ini dibiarkan tanpa dicegah dengan tindakan yang benar, maka tulang tidak hanya akan mengalami kekurangan pembentuknya namun juga sampai ke tahap pengeroposan atau bahkan sampai patah yang disebut dengan osteoporosis.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap terhadap osteoporosis dengan konsumsi susu pada wanita pegawai administrasi di Universitas Lampung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi dalam penelitian ini wanita pegawai administrasi di Universitas Lampung. Jumlah saampel dalam penelitian ini berjumlah 114 orang dengan tekhnik pengambilan sampling dengan metode random sampling. Pengetahuan dan sikap mengenai osteoporosis diukur dengan kuesioner.

Dari hasil analisis menggunakan uji chi square, didapatkan p = 0,001 untuk pengetahuan mengenai osteoporosis, sedangkan untuk sikap p = 0,031. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dan sikap terhadap osteoporosis dengan konsumsi susu pada wanita pegawai administrasi di Universitas Lampung.


(2)

THE CORRELATIONS OF KNOWLEDGE AND ATTITUDE TO OSTEOPOROSIS TO FEMALE ADMINISTRATIVE EMPLOYEES’

MILK CONSUMPTIONS IN LAMPUNG UNIVERSITY

By

Ayu Lestari Nofiyanti

Two glasses of daily milk consumption will help someone to fulfill daily calcium necessity. This is because since thirties, human body will experience porous bone so that calcium body demand will increase. If this condition is left without proper prevention, bone calcium formation will be deficient and even worse going into porous bone disorder or osteoporosis or fractured bone case.

The objective of this research was to find out the correlations of knowledge and attitude to osteoporosis to female administrative employees’ milk consumptions in Lampung University. This was an analytic descriptive research with cross sectional approach. Population was all administrative employees in Lampung University. 114 respondent samples were taken using random sampling. Knowledge and attitude to osteoporosis were measured by using questionnaires.

The chi square test result derived p = 0.001 for osteoporosis knowledge and p = 0.031 for attitude to osteoporosis. The result showed that there were correlations between knowledge and attitude towards osteoporosis with the consumption of milk in female administrative staff at the University of Lampung (p<0.05).


(3)

OSTEOPOROSIS DENGAN KONSUMSI SUSU PADA WANITA PEGAWAI ADMINISTRASI DI UNIVERSITAS LAMPUNG

Oleh

AYU LESTARI NOFIYANTI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

ADMINISTRASI DI UNIVERSITAS LAMPUNG

Nama Mahasiswa : Ayu Lestari Nofiyanti

Nomor Pokok Mahasiswa : 1118011017

Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Kedokteran

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Dr. Dyah Wulan S.R. Wardani, S.K.M, M.Kes dr. Septia Eva Lusina NIP 19720628 199702 2 001 NIP .

2. Dekan Fakultas Kedokteran

Dr. Sutyarso, M.Biomed NIP. 19570424 198703 1 001


(5)

(6)

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya, bahwa

1. Skripsi dengan judul “HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP OSTEOPOROSIS DAN KONSUMSI SUSU PADA WANITA PEGAWAI ADMINISTRASI DI UNIVERSITAS LAMPUNG” adalah hasil karya sendiri dan tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan atas karya penulis lain dengan cara tidak sesuai tata cara etika ilmiah yang berlaku dalam masyarakat akademik atau yang disebut plagiarisme.

2. Hak intelektual atas karya ilmiah ini diserahkan sepenuhnya kepada Universitas Lampung.

Atas pernyataan ini, apabila dikemudian hari ternyata ditemukan adanya ketidakbenaran, saya bersedia menanggung akibat dan sanksi yang diberikan kepada saya.

Bandar Lampung, Januari 2015 Pembuat Pernyataan,

Ayu Lestari Nofiyanti 1118011017


(7)

Penulis dilahirkan di Kotabumi, Lampung Utara pada tanggal 14 November 1993, sebagai anak keempat dari empat bersaudara, dari Bapak Hi. Sutikno dan Ibu Hj. Jumi’ah.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK Tunas Harapan Kotabumi tahun 1999, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 05 Kotabumi pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMP Negeri 07 Kotabumi pada tahun 2008, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA Negeri 03 Kotabumi pada tahun 2011.

Tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Tertulis. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif pada organisasi BEM FK Unila sebagai EA BEM pada tahun 2011, lalu menjadi Staff Ahli Dinas Kajian Strategi dan Advokasi pada tahun 2012, dan menjadi Kepala Dinas Kajian Strategi dan Advokasi BEM FK UNILA KABINET NEURAL pada tahun 2013.


(8)

Mengapa Lelah ?

Sementara Allah Selalu Menyemangati dengan “HAYYA „ALAL FALAH”

Bahwa jarak kemenangan hanya berkisar antara kening dan sejadah.


(9)

Alhamdulillah, puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah S.W.T., karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad S.A.W.

Skripsi dengan judul “Hubungan Pengetahuan dan Sikap Terhadap Osteoporosis dengan Konsumsi Susu Pada Wanita Pegawai Administrasi di Universitas Lampungadalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Sutyarso, M.Biomed., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung yang telah memberikan motivasi dan semangat serta nasihat yang luar biasa.

2. Dr. Dyah Wulan S.R. Wardani, S.K.M., M.Kes., selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan semangat dan motivasi, meluangkan waktu diantara kesibukan-kesibukannya baik melalui telepon, sms, sabar dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan, bersedia membagi ilmunya, memberikan kritik, saran, serta nasihat yang tak saya lupakan;


(10)

bimbingan, saran, kritik, serta nasihat dalam proses penyelesaian skripsi ini;

4. dr. Azelia Nusadewiarti, MPH., selaku Pembahas yang telah memberikan semangat, motivasi dan meluangkan waktu diantara kesibukan-kesibukannya, serta bersedia membagi ilmu, memberikan kritik, saran serta nasihat yang tak akan saya lupakan;

5. dr. Khairun Nisa Berawi, M.Kes AIFO, selaku Pembimbing Akademik sejak semester awal hingga akhir di Fakultas Kedokteran yang telah meluangkan waktu diantara kesibukannya;

6. Papa, Hi. Sutikno, yang selalu mendengarkan keluh kesah, mendoakan, membimbing, menguatkan, menyemangati, memotivasi, dan tidak pernah lupa mengingatkan saya untuk selalu mengingat Allah S.W.T. Semoga Allah selalu melindungi dan menjadikan ladang pahala di akhirat kelak; 7. Mama, Hj. Jumi’ah, yang selalu mendengar segala keluh kesah,

memotivasi, menguatkan, mendoakan, membimbing, dan memberikan kasih sayangnya. Semoga Allah selalu melindungi dan menjadikan ladang pahala di akhirat kelak;

8. Kakak-kakak saya Mbak Hj. Juhairiyah, Mas Hi. Ahmad Damanhuri, Mas Hi. Muhammad Bayu Aji Eko Purnomo, dan Mas Hi. Nugroho Budi Santoso, yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat dan kasih sayangnya;


(11)

Damayanti, yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat, canda, dan kasih sayangnya. Juga keluarga besar saya di Sidoarjo, Jember dan Malang yang selalu memberikan dorongan dan doa;

10.Seluruh staf pengajar Program Studi Pendidikan Dokter Unila atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai cita-cita;

11.Seluruh Staf Tata Usaha, Akademik, pegawai, dan karyawan FK Unila yang telah memberikan doa, semangat, motivasi, dan nasihat selama pembelajaran di FK Unila;

12.Sahabatku Angga Prastyo yang selalu memotivasi, mendoakan, mendukung dan memberikan semangat semoga selalu disayangi dan dilindungi Allah;

13.Keluargaku yang luar biasa Bagus Indra Kurniawan, kak Maytie R Wulan, Shandy Sardjana, Ahmad Junaidi, Handy Ramadhan, Shinta Fitrihanny Sengadji Putri, Anisa Darmastuti, Rahmat Walimbo, Oka Kurniawan, Mas Muhammad Husein Sucipto, Yoga Catur Wicaksono, Yais Daniati, Sonny Setiawan, Ismail Yusuf, Bunda Sri Haryani Sofyan yang selalu memberikan semangat, motivasi, doa dan dukungan dalam mengerjakan skripsi ini;

14.Shandy Sardjana yang selalu memberi dukungan, doa, motivasi, semangat dan waktunya semoga selalu dilindungi dan disayangi Allah;

15.Teman-temanku Tanti Yosella, Fatwa Maratus, Resti Ramdhani, Anisa Ika Pratiwi, Dina Rianti, Made Agung Prasetya Adyana Yoga, Indah


(12)

yang membuat suasana menjadi lebih ceria dan ramai;

16.Teman sejawat 2011 yang tidak bisa disebutkan namanya satu per satu. Terima kasih atas segala suka duka, motivasi, keriuhan, dan kebersamaan yang terjalin selama ini;

17.Kakak-kakak luar biasa, kak Rama Gindo dan kak Heru Sigit Pramono yang telah memberikan doa, semangat dan motivasi;

18.Kakak-kakak dan adik-adik tingkat angkatan 2002-2014 (Khususnya Kak Mono, Kak Bara, Kak Nora, Kak Hani, Kak Raden Dicky, Teteh Putri Rahmawati, Kak Tifanny, Kak Fani Nur Fajri, Indhraswari Dyah) yang sudah memberikan semangat kebersamaan dalam satu kedokteran.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi, sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

Bandar Lampung, Januari 2015 Penulis


(13)

DAFTAR ISI

Abstrak Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Osteoporosis ... 6

B. Susu ... 23

C. Perilaku ... 31

D. Kerangka Teori ... 37

E. Kerangka Konsep ... 38

F. Hipotesis ... 38

III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 39

B. Tempat Dan Waktu Penelitian ... 39

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 39

D. Identifikasi Variabel Penelitian ... 42

E. Definisi Operasional ... 42

F. Alat Penelitian ... 43

G. Pengumpulan Data ... 44

H. Pengolahan Data ... 44

I. Analisis Data ... 45

J. Etika Penelitian ... 46

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ... 47

B. Pembahasan ... 53

V. SIMPULAN DAN PEMBAHASAN A. Simpulan ... 62


(14)

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kandungan Gizi Susu Sapi per 100 gram ... 24 Tabel 3.1. Distribusi Wanita Pegawai Administrasi Universitas Lampung 40 Tabel 3.2. Definisi Operasional ... 42 Tabel 3.3. Tabel Dummy ... 46 Tabel 4.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Usia... 47 Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Terhadap

Osteoporosis ... 48 Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Terhadap

Osteoporosis ... 49 Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Mengonsumsi

Susu ... 50 Tabel 4.5. Tabulasi Silang Pengetahuan Mengenai Osteoporosis dengan Kebisaaan Konsumsi Susu ... 51 Tabel 4.6. Tabulasi Silang Sikap Mengenai Osteoporosis dengan


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kerangka Teori ... 37 Gambar 2.2 Kerangka Konsep ... 38 Gambar 3.1 Alur Penelitain ... 43


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konsumsi dua gelas susu perhari akan membantu seseorang untuk memenuhi kebutuhan kalsium sehari-hari. Bagi orang dewasa kebiasaan seperti mengonsumsi dua gelas susu perhari sangat dibutuhkan. Hal ini dikarenakan memasuki usia tiga puluh tahun manusia mulai mengalami pengeroposan tulang sehingga kebutuhan kalsium dalam tubuh meningkat. Jika kondisi ini dibiarkan tanpa dicegah dengan tindakan yang benar, maka tulang tidak hanya akan mengalami kekurangan kandunganya namun juga sampai ke tahap pengeroposan atau bahkan sampai patah yang disebut dengan osteoporosis (Cosman, 2009).

Hasil analisis data dari risiko osteoporosis oleh Puslitbang Gizi depkes bekerjasama dengan Fonttera Brands Indonesia tahun 2006 menyatakan bahwa dua dari lima orang di Indonesia memiliki faktor risiko terkena osteoporosis, hasil ini lebih tinggi dari prevalensi dunia, dimana satu dari tiga orang berisiko mengalami osteoporosis. Penelitian oleh Ailinger (2005) mendapatkan bahwa perempuan lebih banyak mengalami osteoporosis jika dibandingkan dengan pria. Hasil ini juga didukung oleh pernyataan Indonesian White Paper yang dikeluarkan oleh perhimpunan osteoporosis Indonesia (Perosi) dalam Depkes


(18)

2009 yang menyatakan bahwa osteoporosis terjadi pada perempuan diatas 50 tahun yaitu 32,3% sedangkan pada pria mencapai 28,8%.

Osteoporosis dapat disebabkan oleh rendahnya kadar esterogen, paparan sinar matahari, rendahnya aktivitas fisik, obat-obatan dan rendahnya asupan kalsium (Sudoyo, 2007). Di Indonesia rata-rata konsumsi kalsium sangatlah rendah dari standar internasional, hanya 254 mg perhari dari 1000-1200 mg (Depkes, 2005). Bahkan Indonesia masih tertinggal dalam mengonsumsi susu perkapita jika dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lainnya, Indonesia tahun 2012 menghabiskan 11,09 L/Kapita /Tahun yang berarti hanya separuh dari negara Asean lainnya yang berada dikisaran 20L/Kapita/Tahun (Kemenperin, 2012).

Salah satu orang yang berisiko untuk mengalami osteoporosis adalah orang yang bekerja dikantor, termasuk pegawai administrasi. Hal ini diakibatkan karena mereka lebih banyak menghabiskan waktu duduk di depan meja kerjanya sehingga kurang aktivitas fisik. Penyebab lain adalah kurangnya paparan sinar matahari yang mengandung UV B untuk pembentukan vitamin D yang berperan dalam penyerapan kalsium dan pembentukan kepadatan tulang (Holick, 2004). Hal tersebut utamanya dikarenakan jam kerja kantor dan alat transportasi yang digunakan. Alasan ini diperkuat oleh penelitian Profesor Rebeca dari University of Sydney terhadap 104 pekerja kantor yang menyimpulkan bahwa 42% para pekerja kekurangan vitamin D (Nestle Australia, 2011).

Wanita pegawai administrasi di Universitas Lampung merupakan salah satu kelompok yang memiliki risiko tinggi untuk terjadinya osteoporosis. Selain


(19)

karena jenis kelamin, aktifitas yang di dominasi di depan meja kerja membuat mereka memiliki risiko yang besar untuk terjadinya osteoporosis. Dari hasil observasi langsung wanita pegawai administrasi di Universitas Lampung bekerja dari pukul 08.00 – 16.00. Dari hasil studi pendahuluan pada wanita pegawai administrasi di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung menunjukkan 50% dari mereka tidak mengonsumsi susu.

Green menyatakan terdapat tiga faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan perilaku yaitu faktor Predisposing, Enabling dan Reinforcing. Salah satu faktor predisposing terjadinya perubahan perilaku adalah pengetahuan dan sikap. Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan seseorang menentukan perilakunya, semakin baik pengetahuannya maka semakin baik pula perilaku seseorang. Green juga menambahkan bahwa pengetahuan adalah salah satu faktor predisposing terjadinya perubahan dari sikap menjadi perilaku. Dapat disimpulkan bahwa sebelum menjadi suatu perilaku akan ada perubahan sikap yang berasal dari sebuah pengetahuan. Pengetahuan dan sikap adalah dua faktor yang dapat diamati atau dinilai serta mungkin untuk diintervensi. Oleh karena itu penulis menyadari pentingnya dilakukan penelitian mengenai hubungan pengetahuan dan sikap terhadap osteoporosis dengan konsumsi susu pada wanita pegawai administrasi di Universitas Lampung.

B. Perumusan Masalah

Salah satu masalah kesehatan yang harus mendapat perhatian khusus pada lansia adalah osteoporosis (Siagian, 2004). Osteoporosis dapat disebabkan oleh rendahnya kadar esterogen, rendahnya aktivitas fisik, obat-obatan dan rendahnya


(20)

asupan kalsium (Sudoyo, 2007). Osteoporosis sebenarnya dapat dicegah atau setidaknya ditunda kejadiannya dengan menerapkan pola hidup yang sehat. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengonsumsi makanan yang kaya akan kandungan kalsium seperti susu. Menurut Green perubahan perilaku berasal dari perubahan sikap yang berasal dari pengetahuan.

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini yaitu “apakah ada hubungan pengetahuan dan sikap terhadap osteoporosis dengan konsumsi susu pada wanita pegawai administrasi di Universitas Lampung?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap terhadap osteoporosis dengan konsumsi susu pada wanita pegawai administrasi di Universitas Lampung.

2. Tujuan Khusus

 Mengetahui gambaran pengetahuan terhadap osteoporosis pada pegawai wanita pegawai administrasi di Universitas Lampung.

 Mengetahui gambaran sikap terhadap osteoporosis pada pegawai wanita pegawai administrasi di Universitas Lampung.

 Mengetahui gambaran konsumsi susu pada wanita pegawai administrasi di Universitas Lampung.


(21)

 Mengetahui hubungan pengetahuan terhadap osteoporosis dengan konsumsi susu pada wanita pegawai administrasi di Universitas Lampung.

 Mengetahui hubungan sikap terhadap osteoporosis dengan konsumsi susu pada wanita pegawai administrasi di Universitas Lampung.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

 Bagi peneliti/penulis, menambah pengalaman dalam menulis karya ilmiah serta dapat menerapkan ilmu yang telah didapat selama perkuliahan.

 Bagi wanita pegawai administrasi di Universitas Lampung, sebagai sarana promosi kesehatan untuk pengetahuan mengenai osteoporosis.

2. Manfaat Teoritis

 Menjadi dasar pengetahuan mengenai penyakit osteoporosis dan perilaku yang baik untuk mencegah osteoporosis.

 Penelitian ini juga diharapkan dapat berguna sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Osteoporosis

1. Definisi

Osteoporosis merupakan penyakit yang harus di waspadai oleh semua orang. Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik mikroarsitektur tulang, sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah (Sudoyo, 2007). Sedangkan secara harfiah, osteoporosis di definisikan sebagai keropos tulang yaitu gangguan metabolik penurunan massa tulang, meningkatnya kerapuhan tulang, dan meningkatnya risiko terjadi fraktur tulang. Dari dua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa osteoporosis merupakan penyakit tulang yang ditandai dengan penurunan massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang rapuh dan meningkatkan risiko terjadinya fraktur. Sebenarnya sebelum terjadi osteoporosis tulang secara perlahan mengalami penurunan masa tulang. Kondisi penurunan masa tulang ini disebut dengan osteopenia. Kondisi ini biasanya tidak memberikan manifestasi sebelum terjadinya osteoporosis (Lemon, 2008).


(23)

2. Patogenesis

Penyakit osteoporosis sangat berbahaya karena merupakan silent disease yang terkadang tidak memiliki gejala sampai penderita osteoporosis mengalami patah tulang. Osteoporosis terjadi ketika proses pengikisan tulang dan pembentukan tulang menjadi tidak seimbang. Sel-sel yang menyebabkan pengikisan tulang (osteoklas) mulai membuat kanal dan lubang dalam tulang lebih cepat daripada kerja sel-sel pemicu pembentukan tulang (osteoblas) yang membuat tulang baru untuk mengisi lubang tersebut. Sehingga tulang menjadi rapuh kemudian patah (Alexander, 2010).

Osteoporosis terbagi dalam dua kelompok, yaitu osteoporosis primer dan osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya. Sedangkan osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang dapat terjadi pada umur berapapun dan berhubungan dengan gangguan endokrin, misalnya multiple myeloma (kanker sel plasma pada sumsum tulang), hyperthyroidisme (kelenjar tiroid yang terlalu aktif), menopause dini atau operasi pengangkatan rahim (oophorectomy), hypogonadisme (tingkat testosteron rendah) pada pria, operasi perut dengan mengangkat sebagian isi perut (subtotal gastrectomy), cushingsindrome (tumor kelenjar pituitary yang menyebabkan produksi hormon glukokortikoid yang berlebihan sehingga mengontrol metabolisme glukosa dan kelebihan glukokortikoid menyebabkan massa tulang berkurang), faktor genetik, dan akibat penggunaan obat-obatan (Sudoyo, 2007).

Osteoporosis primer kemudian dibagi menjadi dua tipe, yaitu tipe I dan tipe II. Osteoporosis tipe I, disebut juga osteoporosis pasca menopause. Sedangkan


(24)

osteoporosis tipe II disebut juga osteoporosis senilis. Esterogen menjadi faktor yang sangat berperan pada timbulnya osteoporosis tipe I maupun tipe II.

Osteoporosis tipe I biasanya terjadi pada usia 50-75 tahun dengan perbandingan penderita perempuan dan laki-laki sebesar 6:1. Pada osteoporosis tipe ini, fungsi paratiroid menurun dan pergantian tulang tinggi tetapi terjadi ketidakseimbangan antara osteoblas dan osteoklas pada proses. Tipe kerusakan tulang yang terjadi terutama trabecular dengan lokasi fraktur terbanyak pada vertebra dan radius distal. Sedangkan osteoporosis tipe II merupakan osteoporosis yang disebabkan oleh penuaan dan kekurangan esterogen dalam tubuh. Pada osteoporosis tipe II, fungsi paratiroid, yang merupakan hormon utama tubuh yang mengatur kalsium, meningkat sebagai respon kurangnya kalsium akibat malabsorbsi kalsium dalam usus. Kalsium yang rendah, menyebabkan pergantian tulang pun menjadi rendah. Osteoporosis tipe ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dengan perbandingan penderita perempuan dan laki-laki sebesar 2:1. Tipe kerusakan tulang yang terjadi terutama trabekular dan kortikal dengan lokasi fraktur terbanyak pada vertebra dan kolum femoralis (Sudoyo, 2007).

3. Penyebab

Penyebab atau etiologi osteoporosis bersumber dari faktor-faktor risiko yang dapat dikendalikan dan tidak dapat dikendalikan yang dimiliki oleh seorang individu.


(25)

1. Faktor Risiko Yang Tidak Dapat Dikendalikan a) Jenis Kelamin

Osteoporosis dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan. Akan tetapi, perempuan lebih berisiko terkena penyakit ini. Penyebab perempuan lebih berisiko terkena osteoporosis adalah mulai menurunnya kadar esterogen dalam tubuh perempuan sejak usia 35 tahun, adanya keterlambatan pubertas (dapat pula terjadi pada laki-laki) dan terhentinya siklus menstruasi selama tiga bulan atau lebih (amenorrhea) pada wanita, baik yang disebabkan oleh gangguan makan, olahraga berlebihan, dan lain sebagainya. Fase tidak mengalami menstruasi (amenorrhea) juga dialami oleh perempuan yang pada masa mengandung dan menyusui. Walaupun keropos yang dialami pada masa mengandung hanya sementara, tetapi apabila tidak diimbangi dengan konsumsi kalsium yang cukup juga akan berisiko menyebabkan osteoporosis (Alexander, 2010).

b) Usia

Faktor penuaan berkaitan erat dengan risiko oeteoporosis. Tiap peningkatan satu dekade, risiko osteoporosis meningkat 1,4-1,8. Hal tersebut dipicu oleh menurunnya massa tulang seiring penuaan. Laki-laki dan perempuan biasanya akan mencapai puncak massa tulang pada usia 25 tahun. Penurunan massa tulang akan sedikit menurun pada usia 30 tahun hingga 40 tahun dan jauh berkurang menjelang osteoporosis. Selain itu, pada usia lanjut juga terjadi penurunan kadar kalsitriol (bentuk vitamin D yang aktif dalam tubuh) yang disebabkan berkurangnya intake vitamin D baik dalam diet, karena gangguan


(26)

absorpsi, maupun berkurangnya vitamin D dalam kulit karena penuaan (Lane, 2003).

c) Ras

Orang berkulit putih lebih berisiko mengalami osteoporosis dibanding orang berkulit hitam. Orang berkulit putih, khusunya keturunan Eropa bagian utara atau bangsa Asia berisiko tinggi terhadap osteoporosis dibanding orang Hispanik atau berkulit hitam (Alexander, 2010).

d) Riwayat Keluarga

Riwayat keluarga juga memiliki peran terhadap terjadinya osteoporosis. Jika seseorang memiliki keluarga kandung (ibu, ayah, saudara laki-laki, saudara perempuan, anak laki-laki, anak perempuan) yang memiliki riwayat osteoporosis, maka orang tersebut berisiko mengalami osteoporosis.

e) Tipe Tubuh

Tipe tubuh mempengaruhi risiko osteoporosis. Semakin kecil rangka tubuh, semakin besar risiko seseorang mengalami osteoporosis. Pada perempuan, berat badan dapat mempengaruhi massa terutama melalui efeknya terhadap rangka tubuh. Perempuan yang kelebihan berat badan menempatkan tekanan yang lebih besar pada tulangnya. Peningkatan meningkatnya tekanan merangsang pembentukan tulang baru untuk mengatasi hal tersebut, sehingga massa tulang dapat ditingkatkan. Hal tersebut juga dapat berlaku pada laki-laki. Selain itu pada jaringan lemak atau adipose, hormon androgen dapat diubah menjadi esterogen yang dapat mempengaruhi pembentukan massa tulang.


(27)

Akan tetapi, tubuh yang terlalu gemuk tidak baik karena rentan penyakit-penyakit lain, seperti diabetes, jantung koroner, dan sebagainya (Lane, 2003).

f) Peranan esterogen pada tulang

Esterogen merupakan regulator pertumbuhan pada tulang dan homeostasis tulang yang penting. Esterogen memiliki efek langsung dan tak langsung pada tulang. Efek tak langsung meliputi esterogen terhadap tulang berhubungan dengan homeostasis kalsium yang meliputi regulasi absorbsi kalsium diusus, ekskresi Ca di ginjal dan sekresi hormon paratiroid (PTH). Terhadap sel-sel tulang, esterogen memiliki beberapa efek seperti meningkatkan formasi tulang dan juga menghambat resorbsi tulang oleh osteoklas. Terapi esterogen menyebabkan penurunan sebesar 50% pada angka fraktur tulang paha pada wanita pascamenopause (Marya, 2008).

g) Menopause

Menopause merupakan faktor paling signifikan sehubungan dengan risiko terhadap osteoporosis. Hilangnya esterogen saat menopause merupakan alasan yang paling umum wanita terkena osteoporosis. Menopause adalah suatu masa dimana siklus menstruasi seorang wanita telah berakhir (tidak mengalami menstruasi lagi).

Siklus remodelling tulang berubah dan pengurangan jaringan dimulai ketika tingkat esterogen turun. Salah satu fungsi esterogen adalah mempertahankan tingkat remodelling tulang yang normal. Ketika tingkat esterogen turun, tingkat pengikisan tulang (resorbsi) menjadi lebih tinggi daripada pembentukan tulang (formasi), yang mengakibatkan berkurangnya massa tulang (Lane, 2008).


(28)

Perempuan yang mengalami menopause dini atau defisiensi esterogen akibat sebab lain, misalnya penyakit jantung, memiliki risiko lebih tinggi terkena osteoporosis. Perempuan yang tidak mendapatkan haid (amonerrhea) sebelum menopause karena beberapa hal, seperti anoreksia nervosa, perempuan kurus yang melakukan olahraga berat, penyakit kronis (penyakit hati atau radang usus), dan penyakit sistem reproduksi yang mengakibatkan tidak terbentuknya hormon seks pada masa pubertas, juga menjadi faktor risiko penting terjadinya osteoporosis. Amenorrhea dikaitkan dengan rendahnya produksi hormon esterogen (Compston, 2002). Sebanyak 80% pasien osteoporosis di Inggris merupakan perempuan yang kehilangan hingga 20% massa tulang selama 5-7 tahun setelah menopause (Field, 2011).

2. Faktor Risiko Yang Dapat Dikendalikan

a) Kurang Aktivitas atau Olahraga

Kurang aktivitas atau olahraga juga dapat berisiko menyebabkan osteoporosis walaupun seseorang tidak memiliki faktor lainnya. Karena dengan banyaknya aktivitas akan menyebabkan peningkatan massa tulang, hal ini diakibatkan oleh otot yang berkontraksi sehingga merangsang pembentukan tulang. Aktivitas atau olahraga, khususnya olahraga dengan beban dapat meningkatkan massa tulang. Olahraga dengan beban akan menekan rangka tulang dan menyebabkan tulang berkontraksi sehingga merangsang pembentukan tulang (Lane, 2003).

b) Pola Makan Kurang Baik

Banyak faktor dalam pola makan yang dapat mempengaruhi tulang. Kekurangan gizi atau malnutrisi pada waktu anak-anak, yang mempengaruhi


(29)

pemasukan protein, dapat memperlambat pubertas. Pubertas yang tertunda atau terlambat merupakan faktor risiko dari osteoporosis. Malnutrisi dan kecilnya asupan kalsium semasa kecil dan remaja bisa menyebabkan rendahnya puncak massa tulang. Puncak massa tulang yang rendah dapat meningkatkan risiko osteoporosis pada perempuan. Akan tetapi, asupan protein yang berlebih dapat menyebabkan risiko osteoporosis karena akan meningkatkan pengeluaran kalsium melalui urin.

Kekurangan vitamin D dapat menyebabkan tulang lunak (osteomalasia), meningkatkan penurunan massa tulang, dan risiko patah tulang. Hal ini disebabkan karena vitamin D berperan untuk penyerapan kalsium dan fosfor dari saluran usus. Jika tubuh tidah memiliki cukup vitamin D, maka kalsium dan fosfor tidak dapat diserap dari usus sehingga tubuh akan mengambil dari tulang untuk mencukupi kebutuhannya. Padahal kalsium dalam tulang sangat penting untuk meningkatkan massa tulang dan mencapai puncak massa tulang. Sedangkan fosfor bersama magnesium berperan penting bagi pengerasan tulang dalam proses remodelling. Vitamin D juga penting untuk kekuatan tulang, karena akan diubah menjadi hormon kalsitriol oleh enzim-enzim hati dan ginjal untuk membantu menyeimbangkan aktivitas osteoblas dan osteoklas (Alexander, 2008).

c) Merokok

Tembakau dapat meracuni tulang dan menurunkan kadar esterogen. Merokok juga dapat mempengaruhi berat badan. Biasanya, berat badan perokok lebih ringan dibanding bukan perokok. Berat badan yang ringan dan kadar esterogen


(30)

yang rendah pada perempuan dapat berisiko mengalami menopause dini sehingga berisiko pula mengalami osteoporosis. Rokok juga berpengaruh buruk pada sel pembentuk tulang atau osteoblas.

d) Minum Alkohol

Konsumsi alkohol yang berlebihan selama bertahun-tahun mengakibatkan berkurangnya massa tulang dan pada wanita pasca menopause, jumlah massa tulang yang berkurang akan semakin besar. Alkohol juga dapat secara langsung meracuni jaringan tulang atau mengurangi massa tulang melalui nutrisi yang buruk sebab peminum berat biasanya tidak mengonsumsi makanan sehat dan mendapatkan hampir seluruh kalori dari alkohol. Selain itu, penyakit liver karena konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu penyerapan kalsium. Oleh karena itu, alkohol yang berlebihan juga meningkatkan risiko jatuh yang mengakibatkan patah tulang (Alexander, 2010).

e) Penggunaan Obat-obatan

Penggunaan obatan juga dapat menyebabkan osteoporosis. Beberapa obat-obatan jika digunakan dalam waktu lama ternyata dapat mengubah pergantian tulang dan meningkatkan osteoporosis. Obat-obatan tersebut mencakup steroid, obat-obatan tiroid, GNRH agonit, diuretik, dan antacid (Lane, 2003).

4. Tanda dan Gejala

Osteoporosis merupakan silent disease, dimana kehilangan massa tulang tidak disertai gejala dan keluhan. Seseorang tidak akan menyadari bahwa mereka


(31)

mengalami osteoporosis hingga mereka jatuh, menabrak sesuatu, atau terpeleset dan mengalami patah tulang. Akan tetapi, ada beberapa tanda yang harus diwaspadai, antara lain seperti:

a) Deformitas

b) Nyeri dan memar yang terjadi setelah jatuh, dimana proses jatuh tanpa terjadi banyak tekanan atau trauma.

c) Sakit punggung yang datang tiba-tiba pada tulang punggung yang dirasakan walaupun hanya membungkuk untuk meraih sesuatu atau tergelincir di dalam bak mandi.

Oleh karena osteoporosis tidak menunjukkan tanda dan gejala yang jelas, maka untuk mendiagnosis osteoporosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan Densitas Massa Tulang atau Bone Mass Density (BMD). Tes BMD ini aman, tidak menyakitkan dan tanpa bedah. Alat pengukuran BMD dengan metode Dual-Energy X-ray Absorptiometry (DEXA) akan mendapatkan hasil terbaik. Hal ini dikarenakan pinggul, punggung, atau seluruh tubuh bisa dievaluasi menggunakan DEXA. Alat ini memberikan hasil pengukuran yang tepat dan menggunakan radiasi yang sangat kecil. Pemeriksaan menggunakan DEXA dapat: (1) diperoleh diagnosa osteoporosis, (2) mendeteksi kekuatan tulang, dan (3) menilai keberhasilan pengobatan osteoporosis (Alexander, 2008).

5. Dampak

Osteoporosis dapat memberikan dampak kesehatan melalui beberapa cara baik langsung maupun tidak langsung. Beberapa dampak osteoporosis, antara lain:


(32)

a) Orang yang mengalami osteoporosis rentan terhadap fraktur. Fraktur dapat menyebabkan imobilitas fisik dan gangguan kesehatan secara umum serta masalah keuangan dan pengucilan sosial.

b) Osteoporosis juga dapat menyebabkan deformitas tulang punggung yang disebut kifosis atau kadang disebut dowager’s hump. Hal tersebut timbul jika bagian terluar tulang punggung patah karena osteoporosis dan fraktur kecil. Deformitas tulang punggung tidak membuat bertambah pendek, tapi dapat menekan organ di dada dan perut, membuat sulit bernapas dan mencerna makanan dengan benar. Seseorang yang mengalami kecacatan ini akan merasa rendah diri sehingga menyebabkan isolasi sosial dan depresi.

c) Depresi, merupakan akibat langsung dari osteoporosis, fraktur, ketakutan akan terjatuh, dan pengucilan sosial.

d) Penurunan status kesehatan terjadi karena hilangnya kekuatan tulang. Hal ini terjadi akibat fraktur yang menyebabkan aktivitas fisik menurun, sehingga menyebabkan tulang dan otot bertambah lemah.

e) Akibat terparah dari osteoporosis adalah kecacatan dan kematian.

6. Pencegahan

Pencegahan penyakit osteoporosis sebaiknya dilakukan pada usia muda maupun masa reproduksi. Berikut ini hal-hal yang dapat mencegah osteoporosis, yaitu:


(33)

a) Mengurangi faktor resiko

Salah satu faktor penting dalam pencegahan osteoporosis adalah mengurangi atau bahkan menghilangkan faktor resiko, antara lain:

1. Konsumsi alkohol dan rokok 2. Konsumsi kopi

3. Memakai obat-obatan yang dapat mempengaruhi kesehatan tulang, mengurangi pencapaian massa tulang maksimum atau meningkatkan pengeroposan tulang.

b) Asupan kalsium cukup

Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dapat dilakukan dengan mengonsumsi kalsium yang cukup. Minum 2 gelas susu dan vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah baya yang sebelumya tidak mendapatkan cukup kalsium. Sebaiknya konsumsi kalsium setiap hari. Dosis yang dianjurkan untuk usia produktif adalah 1000 mg kalsium per hari, sedangkan untuk lansia 1200 mg per hari (Cosman, 2009). Kebutuhan kalsium dapat terpenuhi dari makanan sehari-hari yang kaya kalsium seperti ikan teri, brokoli, tempe, tahu, keju dan kacang-kacangan.

c) Paparan sinar matahari

Sinar matahari terutama UVB membantu tubuh menghasilkan vitamin D yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa tulang. Berjemur dibawah sinar matahari selama 20-30 menit, 3x/minggu. Sebaiknya dilakukan pada pagi hari sebelum jam 9 dan sore hari sesudah jam 4. Sinar


(34)

matahari membantu tubuh menghasilkan vitamin D yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa tulang (Almsted, 2007).

d) Melakukan olahraga dengan beban

Selain olahraga menggunakan alat beban, berat badan sendiri juga dapat berfungsi sebagai beban yang dapat meningkatkan kepadatan tulang. Olahraga beban misalnya senam aerobik, berjalan dan menaiki tangga. Olahraga yang teratur merupakan upaya pencegahan yang penting. Tinggalkan gaya hidup santai, mulailah berolahraga beban yang ringan, kemudian tingkatkan intensitasnya. Yang penting adalah melakukannya dengan teratur dan benar. Latihan fisik atau olahraga untuk penderita osteoporosis berbeda dengan olahraga untuk mencegah osteoporosis. Latihan yang tidak boleh dilakukan oleh penderita osteoporosis adalah sebagai berikut:

1) Latihan atau aktivitas fisik yang berisiko terjadi benturan dan pembebanan pada tulang punggung. Hal ini akan menambah risiko patah tulang punggung karena ruas tulang punggung yang lemah tidak mampu menahan beban tersebut. Hindari latihan berupa lompatan, senam aerobik dan jogging.

2) Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan membungkuk kedepn dengan punggung melengkung. Hal ini berbahaya karena dapat mengakibatkan cedera ruas tulang belakang. Juga tidak boleh melakukan sit up, meraih jari kaki, dan lain-lain.


(35)

3) Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan menggerakkan kaki kesamping atau menyilangkan dengan badan, juga meningkatkan risiko patah tulang, karena tulang panggul dalam kondisi lemah. Berikut ini latihan olahraga yang boleh dilakukan oleh penderita osteoporosis:

1) Jalan kaki secara teratur, karena memungkinkan sekitar 4,5 km/jam selama 50 menit, lima kali dalam seminggu. Ini diperlukan untuk mempertahankan kekuatan tulang. Jalan kaki lebih cepat (6 km/jam) akan bermanfaat untuk jantung dan paru-paru.

2) Latihan beban untuk kekuatan otot, yaitu dengan mengangkat ”dumbbell” kecil untuk menguatkan pinggul, paha, punggung, lengan dan bahu.

3) Latihan untuk meningkatkan keseimbangan dan kesigapan.

4) Latihan untuk melengkungkan punggung ke belakang, dapat dilakukan dengan duduk dikursi, dengan atau tanpa penahan. Hal ini dapat menguatkan otot-otot yang menahan punggung agar tetap tegak, mengurangi kemungkinan bengkok, sekaligus memperkuat punggung. Untuk pencegahan osteoporosis, latihan fisik yang dianjurkan adalah latihan fisik yang bersifat pembebanan, terutama pada daerah yang mempunyai risiko tinggi terjadi osteoporosis dan patah tulang.

e) Hindari rokok dan minuman beralkohol

Menghentikan kebiasaan merokok merupakan upaya penting dalam mengurangi faktor risiko terjadinya osteoporosis. Terlalu banyak minum alkohol juga bisa merusak tulang.


(36)

f) Suplemen dan vitamin

Mengonsumsi suplemen kalsium dan vitamin D setiap hari dapat membantu menyediakan mineral dan vitamin yang dibutuhkan oleh tulang. Hal tersebut disebabkan karena terkadang asupan kalsium dan vitamin D dari makanan belum mencukupi kebutuhan harian.

g) Deteksi dini osteoporosis

Karena osteoporosis merupakan suatu penyakit yang biasanya tidak diawali dengan gejala, maka langkah yang paling penting dalam mencegah dan mengobati osteoporosis adalah pemeriksaan secara dini untuk mengetahui apakah kita sudah terkena osteoporosis atau belum, sehingga dari pemeriksaan ini kita akan tahu langkah selanjutnya.

7. Pentingnya Susu Pada Wanita

Sumber utama kalsium untuk masyarakat pada negara-negara maju adalah susu dan hasil olahannya yang mengandung sekitar 1150 mg kalsium per liter. Sumber lain kalsium adalah sayuran berwarna hijau dan kacang-kacangan, roti dan biji-bijian, menyumbang asupan kalsium yang nyata karena konsumsi yang sering. Ikan dan makanan sumber laut mengandung kalsium lebih banyak dibanding daging sapi maupun ayam.

Tubuh manusia dewasa mengandung sekitar 1200 g kalsium, jumlah tersebut sekitar 1 – 2% dari berat tubuh. Sebanyak 99% kalsium terdapat pada jaringan yang mengandung mineral seperti tulang dan gigi, yang berada dalam bentuk kalsium fosfat (bersama dengan sejumlah kecil


(37)

kalsium karbonat), yang berfungsi membentuk kekuatan dan struktur tulang. Seiring dengan pernyataan tersebut, menurut Ernes(2006), tubuh manusia dewasa mengandung sekitar 1000 hingga 1500 gram kalsium (tergantung pada jenis kelamin, ras, ukuran tubuh), yang mana 99% ditemukan pada tulang dalam bentuk hidroksiapatit. Kebutuhan kalsium sangat ditentukan oleh kebutuhan tulang dan aktivitas fisik. Kalsium merupakan zat gizi mikro yang sangat penting. Zat gizi ini pada umumnya memperlihatkan pengaruh menguntungkan pada tulang untuk segala usia, walaupun hasilnya tidak selalu konsisten.

Peranan utama kalsium adalah untuk pembentukan dan pemeliharaan tulang dan gigi, selain itu kalsium juga berperan dalam berbagai proses dalam tubuh. Kalsium berperan penting dalam proses pembekuan darah dan kontraksi otot. Kalsium membutuhkan lingkungan yang asam agar dapat diserap secara efisien. Penyerapan terutama terjadi pada bagian atas usus halus. Usus halus cenderung selalu dalam kondisi asam karena menerima keasaman dari perut yang kadangkala menjadi netral oleh karena adanya pelepasan cairan dari pankreas. Penyerapan kalsium pada permukaan usus halus tergantung pada keaktifan hormon vitamin D. Tubuh manusia menyerap sekitar 20% hingga 40% kalsium dari makanan yang dikonsumsi, akan tetapi apabila tubuh membutuhkan kalsium dalam jumlah ekstra tinggi (bayi dan ibu hamil), penyerapan meningkat mencapai 50% hingga 70%. Remaja cenderung menyerap kalsium lebih banyak daripada orang lanjut usia.


(38)

Kekurangan kalsium memang sangat sering dialami oleh wanita pada masa premenopouse hal ini diakibatkan oleh berkurangnya hormon esterogen. Ketika terjadi kekurangan kalsium maka kepadatan tulang akan berkurang dan mulai terjadi gejala osteoporosis, kehilangan kepadatan tulang merupakan masalah yang penting. Tulang yang rapuh bisa mengakibatkan postur tubuh yang buruk, sakit di punggung, patah tulang panggul, dan masih banyak lagi masalah kesehatan lainnya. Karena itulah fungsi kalsium amat penting untuk tulang kita. Kristal pada kalsium di dalam tulanglah yang menjaga tulang tetap kuat.

Namun, layaknya jaringan lain di dalam tubuh, tulang kita juga melepas jaringannya, dan kembali membentuk diri ketika tubuh menyerap kalsium dan menutup kekurangan pada tulang tersebut. Sejak kecil kita sudah diajarkan pentingnya membangun tulang yang kuat sedini mungkin. Tetapi, ketika kita bertambah dewasa pun kalsium tetap harus dikonsumsi dalam menu harian. Sebab, ketika level kalsium dalam darah menurun, makin banyak kalsium yang diambil dari tulang, ini yang menyebabkan seseorang menderita osteoporosis. Wanita memerlukan lebih banyak zat besi dan kalsium, karena mereka memiliki siklus haid yang memungkinkan kalsium keluar bersamaan dengan darah yang keluar. Asupan kalsium ini biasa didapat dari konsumsi susu yang kaya akan kalsium dan nutrisi lainnya yang dibutuhkan oleh tubuh. Selain susu kekurangan hormon esterogen pada wanita masa ini dapat diatasi dengan konsumsi bahan pangan yang kaya


(39)

akan fitoesterogen. Zat ini biasanya terkandung dalam jenis kacang-kacangan dan berbagai sayuran dan buah.

Status kalsium yang rendah menggambarkan terjadinya pengurangan massa tulang yang banyak terjadi di negara-negara barat. Dari hasil perkiraan yang diperoleh dari kriteria diagnosis WHO (berdasarkan pada kandungan mineral tulang), sekitar 4-6 juta wanita dan 1-2 juta pria manula di Amerika Serikat menderita osteoporosis.

B. Susu

1. Susu Kandungan Gizi Susu

Susu merupakan bahan makanan yang kadar kapurnya tertinggi diantara bahan makanan lainnya dan diperlukan untuk keperluan tulang serta untuk memperlambat pengeroposan tulang. Susu juga merupakan bahan makanan sumber protein berkualitas tinggi dan mengandung semua asam amino esensial, namun sulit diperoleh dari bahan makanan lain (Husaini, 1988). Selain itu, susu mengandung lemak essensial, vitamin, dan mineral yang dibutuhkan tubuh untuk mempertahankan kesehatan. Berikut ini kandungan gizi susu sapi per 100 gram seperti pada Tabel 2.1


(40)

Tabel 2.1 Kandungan Gizi Susu Sapi per 100 gram

Kandungan Zat Gizi Komposisi

Energi (kkal) 61

Protein (g) 3,2

Lemak (g) 3,5

Karbohidrat (g) 4,3

Kalsium (mg) 143

Fosfor (mg) 60

Besi (mg) 1,7

Vitamin A (µg) 39

Vitamin B1 (mg) 0,03

Vitamin C (mg) 1

Air (g) 88,3

Sumber: Daftar komposisi Makanan (Depkes RI, 2005)

2. Jenis-jenis Susu 2.1. Susu Segar

Susu sapi segar adalah hasil pemerasan sapi secara langsung, tanpa ditambah zat-zat lain ataupun mengalami pengolahan. Susu ini tidak begitu manis dan mengandung protein kira-kira tiga kali konsentrasinya dalam ASI. Dalam 100 gr susu segar terkandung 115 mg kalsium.

2.2. Susu Asam

Susu asam adalah susu segar yang diolah dengan diasamkan mempergunakan bakteri Laktobacillus spp. Ada pendapat bahwa kondisi


(41)

asam ini menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri pembusuk didalam rongga usus sehingga produk pembusukan yang lebih merugikan konsumen (terutama bayi) dapat dihindarkan atau setidaknya dihambat. Untuk orang dewasa susu asam ini terdapat dalam bentuk yougurt dimana dalam 100 gr tepung susu asam mengandung 981 mg kalsium (Hardiansyah dan Rimbawan, 2000)

2.3. Susu Skim

Susu ini sebenarnya limbah produksi mentega, setelah lemak dalam susu tersebut diambil untuk dijadikan mentega. Susu skim mengandung energi lebih rendah, karena diambil lemaknya. Jenis susu ini masih baik dikonsumsi sebagai suplemen protein, yang masih tetap berkualitas baik dan bahkan konsentrasinya meningkat dengan pengurangan lemak tersebut. Kerugian lain dari susu skim adalah kurangnya vitamin-vitamin yang larut lemak, terutama vitamin A dan D ( Hardiansyah dan Rimbawan, 2000). Dalam 100 gr susu skim ini mengandung 123 mg kalsium.

2.4. Susu Bubuk

Susu bubuk terjadi dengan mengeringkan susu sehingga tertinggal komponen terpadat dari susu tersebut. Karenanya komponen padat ini merupakan sekitar 14% dari susu asalnya. Pada proses pengeringan ini terjadi perubahan atau kerusakan pada beberapa zat gizi komponennya, diantaranya vitamin A dan beberapa vitamin anggota B kompleks. Karena itu pada susu bubuk ditambahkan berbagai zat gizi yang rusak atau


(42)

berkurang itu (Hardiansyah dan Rimbawan, 2000). Dalam 100 gr susu bubuk mengandung 770 mg kalsium.

2.5. Susu Kental Manis

Susu ini biasanya dikemas dalam kaleng dan dihasilkan dengan menguapkan sebagian airnya dari susu segar. Susu ini tidak baik diberikan pada bayi, tetapi masih dapat dikonsumsi oleh orang dewasa. Karena sangat manis, biasanya susu ini dipakai campuran dalam air kopi, air teh atau air cokelat. Susu kental manis lebih tahan bila dibuka kalengnya, karena adanya gula kadar tinggi tersebut. Namun demikian jangan dibiarkan terlalu lama karena dapat juga terjadi pembusukkan (Hardiansyah dan Rimbawan, 2000). Susu ini mengandung 300 mg kalsium dalam 100 gr susu kental manis.

2.6. Susu kaleng tanpa perubahan atau penambahan zat lain

Susu ini sama dengan susu segar komposisinya, hanya mengalami proses pensterilan sebelum dikemas. Susu ini harus segera dihabiskan, jangan dibiarkan diudara terbuka karena akan cepat menjadi rusak. Proses yang dialami disebut pasteurisasi yaitu dipanaskan pada suhu dibawah 100 C.

3. Konsumsi Susu di Indonesia

Susu telah menjadi minuman sehari-hari di negara maju. Riset yang dilakukan Canadean, sebuah lembaga riset minuman yang mempunyai kantor di beberapa Negara, menyimpulkan bahwa konsumsi susu dunia


(43)

meningkat dari tahun ke tahun. Di Indonesia, tingkat konsumsi susu masih sangat rendah. Perbandingan yang sangat jauh terjadi apabila kita lihat tingkat konsumsi susu Indonesia dengan Kamboja, Malaysia, Singapura, dan India yang merupakan negara-negara tetangga kita di Asia. Tingkat konsumsi susu Indonesia pada tahun 2003 hanya 6,5 kg/kapita/tahun hanya separuh dari Kaboja yaitu 12,5 kg/kapita/tahun, Malaysia yang saat itu telah mencapai 23 kg/kapita/tahun sementara Singapura 26 kg/kapita/tahun, India sudah mencapai 75 kg/kapita/tahun. Tahun 2007 disebutkan bahwa konsumsi susu di Indonesia saat itu telah mencapai 11 kg/kapita/tahun (Anonim, 2004).

Jika dilihat dari proporsi bentuk komoditi susu yang dikonsumsi, maka masyarakat Indonesia merupakan konsumen susu cair yang sangat kecil di banding negara-negara lain bahkan di Asia. Konsumsi susu cair di Indonesia hanya 18 % apabila dibandingkan dengan India yang 98% , Thailand 88%, Cina 76,5%. Hal yang perlu menjadi perhatian kita dan pemerintah khususnya adalah upaya mencapai kemandirian produksi susu sehingga terlepas dari ketergantungan dari negara lain. Selain dari kemandirian dan dari segi kuantitas, hal yang tidak kalah penting adalah kualitas dari sapi perah dan susu yang dihasilkan. Susu merupakan produk hewan yang sangat mudah tercemar oleh mikroba khususnya bakteri termasuk bakteri patogen seperti Staphylococcus aureus, Streptococcus agalctiae, Salmonella sp., Tuberculosis, E.coli, dll yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas susu


(44)

dan berpotensi menimbulkan penyakit bagi konsumen (milkborne disease) (Wirawan, 2006).

Wanita dewasa (21-55 tahun) mengonsumsi susu minimal satu kali setiap bulannya dan hampir seluruh wanita menyatakan mengonsumsi susu karena alasan kesehatan. Hampir 60% sampel mempunyai pengetahuan tentang susu pada kategori menengah dan hampir separuh sampel menerima informasi tentang susu dari media, terutama iklan di televisi. Jenis susu yang dikonsumsi wanita dewasa adalah susu bubuk batik full cream, skim maupun susu kalsium ; susu segar dan susu kental manis. Hampir separuh sampel dikategorikan sering mengonsumsi susu, yaitu 4-7 kali per minggu dan hampir 60% sampel mengonsumsi susu dalam jumlah tinggi, yaitu lebih dari 840 g per bulan (Retnaningsih, 2002).

Satu dari tiga wanita mempunyai kecenderungan terkena osteoporosis. Susu merupakan salah satu sumber kalsium yang memberikan dampak positif bagi kesehatan terutama untuk mencegah osteoporosis. Konsumsi susu rata-rata penduduk Indonesia mengalami penurunan dibandingkan angka konsumsi sebelum krisis ekonomi. Pengetahuan, persepsi ancaman osteoporosis dan tingkat ekonomi memiliki hubungan yang bermakna dengan penggunaan susu tinggi kalsium. Disarankan untuk dilakukan penelitian lanjutan dan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang osteoporosis terutama mengenai sebab, akibat dan cara pencegahannya. Wanita membutuhkan asupan kalsium yang cukup untuk


(45)

mencegah osteoporosis dan dinyatakan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan tentang osteoporosis dengan asupan kalsium pada wanita premenopouse (Yulia,2005).

4. Osteoporosis dan Pola Konsumsi

Pola makan pada remaja akan menentukan pertumbuhan fisik optimal yang akan dapat dicapai sesuai dengan potensi genetik yang dimiliki (Khomsan 2004). Dari hasil penelitian Tucker et al. (2002), pola makan yang lebih banyak buah dan sayuran dapat mempertahankan tulang dari kerusakan pada pria, sedangkan yang banyak mengonsumsi manisan diketahui mempunyai kepadatan tulang yang rendah baik pada pria maupun wanita manula (umur 69 – 93 tahun). Peranan asupan protein pangan pada osteoporosis masih kontroversial. Protein adalah suatu komponen struktural penting dari tulang dan suplementasi protein dapat memperbaiki hasil medis pada pasien patah tulang panggul. Akan tetapi alasan kenapa asupan protein dapat mengurangi risiko patah pada tulang panggul belum diketahui dengan jelas. Beberapa peneliti menyatakan bahwa makanan yang relatif tinggi fosfor dan protein di negara-negara industri diketahui mengurangi absorpsi kalsium dan memperburuk masalah defisiensi protein.

Hasil penelitian Sellmeyer et al. (2001), menunjukkan bahwa wanita usia tua (>65 tahun) dengan konsumsi bahan pangan yang lebih tinggi protein hewani daripada nabati, lebih cepat menderita keropos tulang paha dan lebih besar menderita risiko kerusakan tulang panggul daripada yang


(46)

mengonsumsi lebih rendah pangan hewani. Kenyataan ini menunjukkan bahwa peningkatan konsumsi protein nabati (sayuran) dan penurunan asupan protrein hewani akan dapat menurunkan kerapuhan tulang dan risiko kerusakan tulang panggul. Akan tetapi, menurutnya, hasil ini masih harus diperkuat dengan hasil penelitian prospektif lainnya dan diuji secara percobaan acak.

Munger et al. (1999), yang melakukan suatu studi porspektif mengenai asupan protein dan resiko patah tulang panggul pada wanita pasca menopause, menunjukkan bahwa dengan mengosumsi lebih banyak protein hewani dapat menurunkan angka kejadian patah tulang panggul pada wanita pasca menopause.

Sementara itu, konsumsi kopi dilaporkan dapat menyebabkan adanya risiko tinggi dalam pengurangan massa tulang pada wanita. Akan tetapi, pada umumnya studi hanya memfokuskan perhatian pada kandungan kafein yang ada. Sedangkan pada teh, yang juga mengandung kafein, mempunyai kandungan zat yang lain seperti flavonoid, yang dapat mempengaruhi massa tulang dengan cara yang berbeda.

Dari hasil penelitian Hegarty et al. (2000), diketahui bahwa wanita manula (65-76 tahun) yang meminum teh, ternyata mempunyai ukuran kepadatan tulang yang lebih tinggi daripada yang tidak meminum teh. Kondisi ini


(47)

diduga karena adanya kandungan flavonoid yang dapat melindungi tulang dari serangan osteoporosis pada wanita manula.

Kebiasaan merokok merupakan suatu faktor risiko terjadinya penurunan kepadatan tulang, akan tetapi mekanismenya belum diketahui dengan baik. Hasil penelitian Krall dan Dawson-Hughes (1999), yang dilakukan pada pria dan wanita manula, menunjukkan bahwa kebiasaan merokok berkaitan dengan kerapuhan tulang pada pangkal paha dan seluruh tubuh dan salah satu faktor yang berkontribusi adalah kurang efisiennya absorpsi kalsium. Selanjutnya hasil penelitian Vogt (1999), menemukan adanya zat antiesterogenik akibat merokok yang berperanan penting pada kerusakan tulang.

C. Perilaku

1. Perilaku

1.1. Definisi Perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai tumbuh-tumbuhan, hewan sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktifitas masing-masing.

1.2. Batasan Perilaku

Secara aspek biologis, perilaku adalah segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Secara


(48)

singkat, aktivitas manusia dikelompokkan menjadi 2 yaitu Aktivitas-aktivitas yang dapat diamati orang lain misalnya: berjalan bernyanyi, tertawa, dan sebagainya dan aktivitas yang tidak dapat diamati orang lain (dari luar) misalnya berfikir, berfantasi, bersikap dan sebagainya. Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati pihak luar (Notoatmojo, 2007).

a. Teori Skiner (S-O-R)

Skinner (1938), yang dikutip oleh (Notoatmodjo, 2007), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Dengan demikian perilaku manusia terjadi melalui proses: Stimulus-Organisme-Respon sehingga teori

Skinner ini disebut teori “S-O-R”.

2 jenis respon dalam teori Skinner:

1. Respondent respons atau reflexive, merupakan respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan atau stimulus tertentu yang disebut eliciting stimulation, karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap. Misalnya, makanan lezat akan menimbulkan nafsu untuk makan, cahaya terang akan menimbulkan reaksi mata tertutup, dan sebagainya. Respondent respons juga mencakup perilaku emosional, misalnya mendengar berita kecelakaan akan menimbulkan rasa sedih, mendengar berita gembira akan menimbulkan rasa suka cita, dan sebagainya.


(49)

2. Operant respons atau instrumental respons, merupakan respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau rangsangan tertentu, yang disebut reinforcing stimulation atau reinforce karena berfungsi untuk memperkuat respon. Misalnya, apabila seorang petugas kesehatan melakukan tugasnya dengan baik adalah sebagai respon terhadap gaji yang cukup, kemudian karena kerja yang baik tersebut menjadi stimulus untuk memperoleh promosi pekerjaan. Jadi kerja yang baik tersebut sebagai reinforce untuk memperoleh promosi pekerjaan.

Berdasarkan teori “S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Perilaku tertutup (covert behavior)

Merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, dan sikap orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain atau disebut juga unobservable behavior.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Merupakan respon seseorang terhadap stimulus sudah dalam bentuk tindakan nyata atau praktik yang dapat diamati orang lain dari luar. Meskipun perilaku dibedakan antara perilaku tertutup (covert behavior) dan perilaku terbuka (overt behavior), tetapi sebenarnya perilaku adalah totalitas yang terjadi pada orang yang bersangkutan. Dengan perkataan lain, perilaku adalah keseluruhan pemahaman dan aktivitas seseorang yang


(50)

merupakan hasil bersama antara faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi perilaku meliputi: pengetahuan, kecerdasan, persepsi emosi, motivasi, dan sebagainya, yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar. Sedangkan faktor external meliputi lingkungan sekitar baik fisik maupun non fisik seperti: iklim, manusia, sosial ekonomi, kebudayaan dan sebagainya.

b. Teori Green

Menurut Green dan Kreuter (2005), kesehatan seseorang dipengaruhi oleh faktor perilaku dan faktor non perilaku. Perilaku sendiri dipengaruhi oleh 3 domain utama, yaitu

1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) adalah proses sebelum perubahan perilaku yang memberikan rasional atau motivasi terjadinya perilaku individu atau kelompok. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan untuk mempermudah terjadinya perilaku seseorang atau kelompok, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai-nilai, kebutuhan yang dirasakan, kemampuan dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat. Dari sisi domain psikologis, seseorang termasuk dimensi kognitif dan afektif mulai mengetahui, merasakan, meyakini, menilai dan punya percaya diri sehingga mempermudah terjadinya perilaku kesehatan. Proses faktor mempermudah perilaku menunjukkan interaksi dari pengalaman dengan mempelajari sejarah alami manusia dengan keyakinan, nilai-nilai, sikap dan perjalanan hidup.


(51)

2. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), adalah proses sebelum terjadinya perubahan perilaku harus ada faktor pendukung untuk memfasilitasi perilaku tersebut seperti tersedianya sarana dan prasarana atau fasilitas yang mudah dicapai.

3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors), adalah faktor pendorong yang memberi dukungan secara terus menerus untuk kelangsungan perilaku individu atau kelompok seperti keluarga, teman, guru, pengambil kebijakan dan petugas kesehatan.

1.3. Bentuk-bentuk Perubahan Perilaku

Menurut WHO yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), perubahan perilaku itu dikelompokkan menjadi tiga yaitu:

a. Perubahan alamiah

Sebagian perubahan alamiah disebabkan oleh perubahan alam yang terjadi. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota masyarakat di dalamnya juga akan mengalami perubahan.

b. Perubahan terencana

Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek.


(52)

c. Kesediaan untuk berubah

Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di dalam masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang akan mengadopsi inovasi tersebut dengan cepat dan sebagian mengadopsi secara lambat. Hal ini menegaskan bahwa setiap orang di dalam suatu masyarakat mempunyai kesediaan untuk berubah.

2. Pengetahuan

2.1. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui telinga. Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman, bisa juga didapat dari informasi yang disampaikan oleh guru, orang tua, teman, buku dan surat kabar (Notoatmodjo, 2007).

2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Pengetahuan antara individu satu dengan lainnya berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti faktor internal (misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan penghasilan) dan faktor eksternal (misalnya media massa).


(53)

3. Sikap

3.1. Definisi Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulasi atau obyek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu (Notoatmodjo, 2007).

D. Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori modifikasi dari Lawrance Green, 1980 (Notoatmojo, 2007) Faktor Predisposisi

(Predisposing factors):

- Pengetahuan

- Sikap

Faktor Pendukung

(Enabling factors):

- Ketersediaan fasilitas atau

Faktor Penguat(Reinforcing factors):

- Sikap dan Perilaku petugas kesehatan dan referensi dari perilaku masyarakat.

Perilaku

Komponen pendidikan kesehatan dari program kesehatan

Non perilaku Masalah Kesehatan

Kualitas hidup Masalah non


(54)

E. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel dependen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

F. Hipotesis

1 : Terdapat hubungan pengetahuan terhadap osteoporosis dengan konsumsi susu pada wanita pegawai administrasi di Universitas Lampung.

2 : Terdapat hubungan sikap terhadap osteoporosis dengan konsumsi susu pada wanita pegawai administrasi di Universitas Lampung.

Pengetahuan Osteoporosis

Perilaku Konsumsi Susu Sikap


(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan Cross Sectional, dimana data pengukuran pengetahuan, sikap dan kebiasaan minum susu pada wanita pegawai administrasi di Universitas Lampung di ambil dalam waktu yang bersamaan (Dahlan, 2008).

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1.Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Lampung.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2014.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subyek atau obyek penelitian yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Dahlan, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah


(56)

wanita pegawai administrasi di Universitas Lampung Kecamatan Kedaton Bandar Lampung yang didapatkan dari Biro Umum dan Kepegawaian dengan distribusi per fakultas sebagai berikut :

Tabel 3.1. Distribusi Wanita Pegawai Administrasi Universitas Lampung

Fakultas Jumlah Pegawai

Wanita

Biro Umum dan Kepegawaian 35

Fakultas Kedokteran/ Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

18

Fakultas Hukum 16

Fakultas Pertanian 11

Fakultas Ekonomi dan Bisnis 17

Fakultas Teknik 15

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan 14 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 12

Jumlah 138

Besar sampel ditentukan berdasarkan rumus slovin.


(57)

Keterangan : n = Jumlah Sampel

N= Populasi (138 orang berdasarkan catatan BUK Universitas Lampung)

d = Interval kepercayaan (0,05)

= 102,60 ~ 103 Orang

= 103 + 10% populasi

= 103 + 10,3 = 113,3~114 orang

Sehingga jumlah sampel minimal dalam penelitian ini berjumlah 114 orang. Adapun cara pengumpulan sampel dalam penelitian ini adalah random sampling dengan kriteria sebagai berikut:

Kriteria Inklusi :

1. Wanita berusia 20 – 55 tahun

2. Bekerja sebagai pegawai administrasi

3. Bersedia berpartisipasi dalam penelitian yang ditandai dengan mengisi informconsent.

Kriteria Eksklusi :


(58)

D. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel bebas adalah variabel yang apabila nilainya berubah akan mempengaruhi variabel terikat(Dahlan, 2008). Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah kebiasaan minum susu. Variabel bebasnya adalah pengetahuan dan sikap mengenai osteoporosis.

E. Definisi Oprasional

Untuk memudahkan pelaksanaan penelitian ini dan agar penelitian tidak terlalu luas maka dibuat definisi oprasional sebagai berikut :

Tabel 3.2. Defnisi oprasional

Variabel Definisi Hasil ukur Skala

Pengetahuan Hasil ‘tahu’ dan ini terjadi setelah orang melakukan Pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

a. Kurang: ≤40 % Jawaban benar b. Baik :> 40 % Jawaban benar (Shinathamby, 2010)

Ordinal

Sikap Suatu kecenderungan untuk mengadakan

tindakan terhadap suatu objek, dengan

suatu cara yang menyatakan adanya

a. Positif : jika responden memiliki jumlah nilai> 15 b. Negatif: : jika responden memiliki jumlah nilai< 15


(59)

tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi objek tersebut

(Angelina, 2010)

Kebiasaan Minum Susu

Perilaku minum susu dalam keseharian responden (Tidak termasuk Produk Olahan susu).

a. Ya b. Tidak

Nominal

F. Alur Penelitian

Gambar 3.1. Alur penelitian

Pembuatan proposal, perijinan, koordinasi 1. Tahap Persiapan

2. tahap Pelaksanaan

3. tahap Pengolahan Data

Pengisian informed consent Penghitungan sampel

Pengisian kuisioner pencatatan


(60)

G. Pengumpulan data

Pada penelitian ini data primer dan sekunder dikumpulkan secara langsung :

Data sekunder dikumpulkan untuk mengumpulkan data mengenai jumlah dan nama pegawai administrasi di Universitas Lampung dengan pihak Kepegawaian Universitas Lampung. Sedangkan data primer dikumpulkan dengan bertanya langsung pada subjek penelitian menggunakan alat bantu berupa kuisioner yang telah dilakukan uji validitas dan realibilitas oleh peneliti sebelumnya.

H. Pengolahan data 1. Pengolahan data

Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah kedalam bentuk tabel-tabel, kemudian data diolah menggunakan software statistik for Windows.

Kemudian, proses pengolahan data menggunakan program komputer ini terdiri beberapa langkah :

i. Editing, untuk memperbaiki dan atau menambah data dan isi yang dikumpulkan selama penelitian.

ii. Coding, untuk mengkonversikan (menerjemahkan) data yang dikumpulkan selama penelitian kedalam simbol yang cocok untuk keperluan analisis.


(61)

iv. Verifikasi, memasukkan data pemeriksaan secara visual terhadap data yang telah dimasukkan kedalam komputer.

v. Output komputer, hasil yang telah dianalisis oleh komputer kemudian dicetak.

I. Analisis Data

Analisis statistika untuk mengolah data yang diperoleh akan menggunakan software statistic for Windows dimana akan dilakukan 2 macam analisis data, yaitu analisis univariat dan analisis bivariat.

i. Analisis Univariat

Analisis univariat adalah analisa yang digunakan untuk menentukan distribusi frekuensi variabel bebas dan variabel terikat.

ii. Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisa yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dengan menggunakan uji statistik :

Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Chi Square dengan α = 0, 05. Apabila syarat-syarat penggunaan Uji Chi Square tidak terpenuhi maka akan dilakukan uji alternatif yaitu Uji Fisher exact.


(62)

J. Etika Penelitian

Penelitian ini telah disetujui oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dan telah mendapatkan surat keterangan lolos kaji etik sehingga penelitian dapat dilaksanakan.


(63)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Sebagian besar responden 99 (86,86%) orang mempunyai pengetahuan baik dan sebagian responden 15 (13,16%) orang mempunyai pengetahuan kurang.

2. Sebagian besar responden 103 (90,4%) orang mempunyai sikap positif terhadap osteoporosis dan sebagian responden 11 (9,6%) orang yang memiliki sikap yang negatif terhadap osteoporosis.

3. Sebagian besar responden telah mengonsumsi susu sebanyak 61 (53,5%) orang sedangkan sisanya menjawab tidak mengonsumsi susu yaitu sebanyak 53 (46,5%) orang.

4. Terdapat hubungan pengetahuan dengan konsumsi susu pada wanita pegawai administrasi di Universitas Lampung denganp-value <0,001 ( =0,05) dengan OR 21,53.

5. Ada hubungan antara sikap dengan konsumsi susu pada wanita pegawai administrasi di Universitas Lampung dengan p-value 0,031 dengan OR 6,03.


(64)

B. Saran

1. Bagi responden untuk mempertahankan upaya pencegahan Osteoporosis secara kontinyu dan lebih memperhatikan gejala yg timbul akibat rapuhnya tulang.

2. Bagi institusi kesehatan perlu lebih meningkatkan upaya promotif dengan meningkatkan pengetahuan dan sikap agar tercipta perilaku kesehatan yang baik.

3. Bagi masyarakat terutama kaum wanita untuk lebih memberikan perhatian serius pada konsumsi susu sebagai sumber kalsium tubuh untuk


(65)

✂✄☎✆✝di✞✟✠✡✡ ✟☛☞ ✌☞✟ ✍✆ekolhPintu Masuk Perbaikan Pengetahuan, Sikap, dan

Perilaku Gizi Seimbang Masyarakat. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. Volume 5. Halaman 44.

Ailinger, rita L., et al. 2005. Factor Influencing Osteoporosis Knowledge: a community study. Journal of community health nursing, 22(3), 135-142.

Alexander, I.M. & Knight, K.A. 2010. 100 tanya jawab mengenai osteoporosis dan osteopenia (ed. ke-2). Jakarta: Indeks.

Almstedt, H.C. et al. 2011. Changes in bone mineral density in response to 24 weeks of resistance training in college-age men and women. American journal of strength and conditioning research, 25(4), 1098-1103.

Angelina Nining. 2010. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Wanita Terhadap Osteoporosis di Desa Arapayung Dusun II Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2010. Skripsi. Medan. USU.

Astutiningrum. 2012. Gambaran Tingkat Pengetahuan osteoporosis Pada pegawai Administrasi Perempuan di Universitas Indonesia. Skripsi. Jakarta. UI. Compston, J. 2002. Osteoporosis. (Lisa Budiharjo, Penerjemah.). Jakarta: PT Dian

Rakyat.

Consensus Development Conference, 1993. Am J Med. 1993;94(6):646.

Cosman, F. 2009. Osteoporosis. (Lisa Budiharjo, penerjemah). Jakarta: Pt Dian Rakyat.

Dahlan, Sopiyudin M . 2008. Langkah-Langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang. Kedokteran dan Kesehatan ed. Jakarta : Sagung Seto.

Depkes. 2005. 1 dari 3 wanita Indonesia Memiliki Kecendrungan Menderita

Osteoporosis. Dibuka Tanggal 29 September 2014 dari


(66)

Garden-Robinson, J; et.all. 2005. The Kids' Calcium Project: An In-School Educational Intervention. The Journal of Child Nutrition & Management.

Green, Lawrence. 1980. Health Education Planning A Diagnostic Approach. Baltimore. The John Hopkins University, Mayfield Publishing Co. Hardiansyah, T dan Rimbawan. 2000. Kecukupan Energi, Protein, lemak dan

Serat makanan. Widya karya Nasional Pangandan Gizi VII. Jakarta.

Hegarty Vm, May HM, K-T Khaw. 2000. Tea drinking and Bone Mineral density in Older Women. AmjClinNutr 71: 1003-1007.

Holick, M.F. 2004. Vitami D. Importance in The Prevention Of Cancer, type 1 Diabetes, heart Disease, And Osteoporosis. The American Journal Of Clinical Nutrition. 79. 362-371.

Indriani, dkk. 2009. Kebiasaan Makan yang Berhubungan dengan Kesehatan

Reproduksi Remaja Putri di Kabupatan Bogor. Jurnal Gizi dan Pangan. Volume 3 Halaman 132.

Karolina MS. 2009. Hubungan Pengetahuan Dan Pencegahan Osteoporosis yang Dilakukan Lansia di Kecamatan Medan Selayang. Skripsi. Medan. USU. Kemenperin. 2012. Konsumsi susu Nasional Masih Jauh Tertinggal. Dibuka

Tanggal 29 September 2014 dari http://www.Kemenperin.go.id.

Khomsan A. 2004. Peranan Pangan dan Gizi Untuk Kualitas Hidup. Gramedia. Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Krall EA, Dawson-Hughes B. 1999. Smoking Increase Bone Loss and Decrease Intestinal calciumAbsorption

Lane, N.E. 2003. Lebih lengkap tentang: osteoporosis (ed. ke-2). (Eri D. Nasution, Penerjemah.). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Marya, RK. 2008. Buku Ajar Patofisiologi Mekanisme terjadinya penyakit. Tangerang Selatan: Binarupa Aksara.

Munger RG, Cherhan JR, C-H Chiu B. 1999. Prospective Study of Dietary Protein Intake and Risk of Hip Fracture In Postmenopausal Women. AmjClinNutr 69: 147-152.

Nadimin, S. Ayu, D. 2009. Pengaruh Program Gizi Sekolah Dalam


(67)

Level of Vitamin D. Diakses 21 Sepetember 2014. http://nestle.com.au/mediacenter/documents/australian%20office%20worker %20very%20low%20in%20 vit%20D.pdf.

Norcross, J.C ; et.all. 2011. Stages of Change. Journal of Clinical Psychology : InSession. Vol. 67. Page 2.

Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta.

Lemon & Burke. 2008. Medical-surgical nursing:critical thinking in client care 4th ed. USA: Pearson Prentice Hall.

Purwati, A. 2011. Pengaruh Status Sosial Ekonomi Orang Tua, Persepsi atas

Lingkungan, dan Prestasi Belajar Ekonomi terhadap Perilaku Konsumsi.

Jurnal Ekonomi Bisnis. Volume 1. Halaman 11.

Sellmeyer D E, Stone KL, Sbastian A, Cumings SR. 2001. A High Ratio of Dietary Animal To Vegetabel Protein Increase The Rate of Bone Loss And The Risk of fracture in Postmenopouse Women. AmjClinNutr 73:118-122. Siagian, A. 2004. Besi berperan mencegah osteoporosis. Diakses 1 Oktober 2014

darihttp://www2.kompas.com

Sinnathamby. 2010. Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap Terhadap Osteoporosis dan Asupan Kalsium Pada Wanita Premenopouse di Kecamatan Medan Selayang II. Skripsi. Medan. USU.

Sudoyo, A.W., et al. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II. (Ed. Ke-4) Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedoteran Indonesia.

Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta:EGC.

Tambunan CN . 2012. Hubungan Pengetahuan Tentang osteoporosis Dengan Konsumsi Susu Pada Wanita Premenopouse di lingkungan I Kelurahan padang Bulan Medan Tahun 2012. Skripsi. Medan. USU.

Tucker KL. 2002. Dietary Intake and Bone Status With Aging. Current Pharmaceutical Dersign 9(31): 1-18.

Vogt, MT. 1999. The Effect of Cigarette Smoking on The Devolopment of Osteoporosis and Related Fractures. Medscape Orthopaedic & Sport Medicine3 No. 5.


(68)

(1)

62

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Sebagian besar responden 99 (86,86%) orang mempunyai pengetahuan baik dan sebagian responden 15 (13,16%) orang mempunyai pengetahuan kurang.

2. Sebagian besar responden 103 (90,4%) orang mempunyai sikap positif terhadap osteoporosis dan sebagian responden 11 (9,6%) orang yang memiliki sikap yang negatif terhadap osteoporosis.

3. Sebagian besar responden telah mengonsumsi susu sebanyak 61 (53,5%) orang sedangkan sisanya menjawab tidak mengonsumsi susu yaitu sebanyak 53 (46,5%) orang.

4. Terdapat hubungan pengetahuan dengan konsumsi susu pada wanita pegawai administrasi di Universitas Lampung denganp-value <0,001 ( =0,05) dengan OR 21,53.

5. Ada hubungan antara sikap dengan konsumsi susu pada wanita pegawai administrasi di Universitas Lampung dengan p-value 0,031 dengan OR 6,03.


(2)

63

B. Saran

1. Bagi responden untuk mempertahankan upaya pencegahan Osteoporosis secara kontinyu dan lebih memperhatikan gejala yg timbul akibat rapuhnya tulang.

2. Bagi institusi kesehatan perlu lebih meningkatkan upaya promotif dengan meningkatkan pengetahuan dan sikap agar tercipta perilaku kesehatan yang baik.

3. Bagi masyarakat terutama kaum wanita untuk lebih memberikan perhatian serius pada konsumsi susu sebagai sumber kalsium tubuh untuk


(3)

FTAR PUSTAKA

✂✄☎✆✝di✞✟✠✡✡ ✟☛☞ ✌☞✟ ✍✆ekolh Pintu Masuk Perbaikan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Gizi Seimbang Masyarakat. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. Volume 5. Halaman 44.

Ailinger, rita L., et al. 2005. Factor Influencing Osteoporosis Knowledge: a community study. Journal of community health nursing, 22(3), 135-142.

Alexander, I.M. & Knight, K.A. 2010. 100 tanya jawab mengenai osteoporosis dan osteopenia (ed. ke-2). Jakarta: Indeks.

Almstedt, H.C. et al. 2011. Changes in bone mineral density in response to 24 weeks of resistance training in college-age men and women. American journal of strength and conditioning research, 25(4), 1098-1103.

Angelina Nining. 2010. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Wanita Terhadap Osteoporosis di Desa Arapayung Dusun II Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2010. Skripsi. Medan. USU.

Astutiningrum. 2012. Gambaran Tingkat Pengetahuan osteoporosis Pada pegawai Administrasi Perempuan di Universitas Indonesia. Skripsi. Jakarta. UI. Compston, J. 2002. Osteoporosis. (Lisa Budiharjo, Penerjemah.). Jakarta: PT Dian

Rakyat.

Consensus Development Conference, 1993. Am J Med. 1993;94(6):646.

Cosman, F. 2009. Osteoporosis. (Lisa Budiharjo, penerjemah). Jakarta: Pt Dian Rakyat.

Dahlan, Sopiyudin M . 2008. Langkah-Langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang. Kedokteran dan Kesehatan ed. Jakarta : Sagung Seto.

Depkes. 2005. 1 dari 3 wanita Indonesia Memiliki Kecendrungan Menderita Osteoporosis. Dibuka Tanggal 29 September 2014 dari http://www.depkes.go.id.


(4)

Field, L. 2011. Osteoporosis: the silent epidemic. Proquest nursing and alliend health source, 24-28.

Garden-Robinson, J; et.all. 2005. The Kids' Calcium Project: An In-School Educational Intervention. The Journal of Child Nutrition & Management.

Green, Lawrence. 1980. Health Education Planning A Diagnostic Approach. Baltimore. The John Hopkins University, Mayfield Publishing Co. Hardiansyah, T dan Rimbawan. 2000. Kecukupan Energi, Protein, lemak dan

Serat makanan. Widya karya Nasional Pangandan Gizi VII. Jakarta.

Hegarty Vm, May HM, K-T Khaw. 2000. Tea drinking and Bone Mineral density in Older Women. AmjClinNutr 71: 1003-1007.

Holick, M.F. 2004. Vitami D. Importance in The Prevention Of Cancer, type 1 Diabetes, heart Disease, And Osteoporosis. The American Journal Of Clinical Nutrition. 79. 362-371.

Indriani, dkk. 2009. Kebiasaan Makan yang Berhubungan dengan Kesehatan Reproduksi Remaja Putri di Kabupatan Bogor. Jurnal Gizi dan Pangan. Volume 3 Halaman 132.

Karolina MS. 2009. Hubungan Pengetahuan Dan Pencegahan Osteoporosis yang Dilakukan Lansia di Kecamatan Medan Selayang. Skripsi. Medan. USU. Kemenperin. 2012. Konsumsi susu Nasional Masih Jauh Tertinggal. Dibuka

Tanggal 29 September 2014 dari http://www.Kemenperin.go.id.

Khomsan A. 2004. Peranan Pangan dan Gizi Untuk Kualitas Hidup. Gramedia. Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Krall EA, Dawson-Hughes B. 1999. Smoking Increase Bone Loss and Decrease Intestinal calciumAbsorption

Lane, N.E. 2003. Lebih lengkap tentang: osteoporosis (ed. ke-2). (Eri D. Nasution, Penerjemah.). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Marya, RK. 2008. Buku Ajar Patofisiologi Mekanisme terjadinya penyakit. Tangerang Selatan: Binarupa Aksara.

Munger RG, Cherhan JR, C-H Chiu B. 1999. Prospective Study of Dietary Protein Intake and Risk of Hip Fracture In Postmenopausal Women. AmjClinNutr 69: 147-152.

Nadimin, S. Ayu, D. 2009. Pengaruh Program Gizi Sekolah Dalam Meningkatkan Perilaku Sehat. Media Gizi Pangan. Volume 8. Halaman 7.


(5)

Nestle Australia. 2011. Australian-First-Study-of-office-Worker-Reveals-Low-Level of Vitamin D. Diakses 21 Sepetember 2014. http://nestle.com.au/mediacenter/documents/australian%20office%20worker %20very%20low%20in%20 vit%20D.pdf.

Norcross, J.C ; et.all. 2011. Stages of Change. Journal of Clinical Psychology : InSession. Vol. 67. Page 2.

Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta.

Lemon & Burke. 2008. Medical-surgical nursing:critical thinking in client care 4th ed. USA: Pearson Prentice Hall.

Purwati, A. 2011. Pengaruh Status Sosial Ekonomi Orang Tua, Persepsi atas

Lingkungan, dan Prestasi Belajar Ekonomi terhadap Perilaku Konsumsi. Jurnal Ekonomi Bisnis. Volume 1. Halaman 11.

Sellmeyer D E, Stone KL, Sbastian A, Cumings SR. 2001. A High Ratio of Dietary Animal To Vegetabel Protein Increase The Rate of Bone Loss And The Risk of fracture in Postmenopouse Women. AmjClinNutr 73:118-122. Siagian, A. 2004. Besi berperan mencegah osteoporosis. Diakses 1 Oktober 2014

darihttp://www2.kompas.com

Sinnathamby. 2010. Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap Terhadap Osteoporosis dan Asupan Kalsium Pada Wanita Premenopouse di Kecamatan Medan Selayang II. Skripsi. Medan. USU.

Sudoyo, A.W., et al. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II. (Ed. Ke-4) Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedoteran Indonesia.

Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta:EGC.

Tambunan CN . 2012. Hubungan Pengetahuan Tentang osteoporosis Dengan Konsumsi Susu Pada Wanita Premenopouse di lingkungan I Kelurahan padang Bulan Medan Tahun 2012. Skripsi. Medan. USU.

Tucker KL. 2002. Dietary Intake and Bone Status With Aging. Current Pharmaceutical Dersign 9(31): 1-18.

Vogt, MT. 1999. The Effect of Cigarette Smoking on The Devolopment of Osteoporosis and Related Fractures. Medscape Orthopaedic & Sport Medicine3 No. 5.


(6)

Zulferza J. 2014. Hubungan Pengetahuan dan sikap Siswa Terhadap Perilaku konsumsi Susu di SMPN 1 Natar Lampung Selatan [Skripsi]. Bandar Lampung. Universitas Lampung.