ANALISIS FAKTOR - FAKTOR RESIKO KEJADIAN CARPAL TUNNEL SYNDROME PADA PEKERJA KERIPIK DI KAWASAN SENTRA KERIPIK BANDARLAMPUNG

(1)

ANALISIS FAKTOR - FAKTOR RESIKO KEJADIAN CARPAL TUNNEL SYNDROME PADA PEKERJA KERIPIK DI KAWASAN SENTRA

KERIPIK BANDARLAMPUNG

Oleh GITA DEWITA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(2)

ABSTRAK

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR RESIKO TERHADAP ANGKA KEJADIAN CARPAL TUNNEL SYNDROME PADA PEKERJA KERIPIK DI KAWASAN

BANDARLAMPUNG

Oleh GITA DEWITA

Carpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan (Work related Musculosceletal Disorders). Prevalensi tertinggi diamati dibidang manufaktur, konstruksi, industri pelayanan pribadi, dan di sektor perdagangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan usia, jenis kelamin, lama kerja, masa kerja, dan IMT terkait angka kejadian CTS dan faktor yang paling berhubungan pada CTS terhadap produsen keripik di Kawasan Sentra Keripik Bandar Lampung.

Penelitian ini adalah survey analitik dengan pendekatan cross-sectional. Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Sentra Industri Keripik Pisang Kota Bandar Lampung di Jalan Pagar Alam No.1, Kelurahan Segalamider, Kecamatan Kedaton, Kota Bandar Lampung pada bulan Oktober – November 2014. Sampel terdiri dari seluruh pekerja produksi keripik di Kawasan Sentra Keripik Bandarlampung sebanyak 57 pekerja yang diambil secara total sampling dan kemudian dianalisis secara statistik menggunakan uji chi-square dan regresi logistik.

Uji statistic menunjukkan sebanyak 27 responden (47,4%) mengalami Carpal Tunnel Syndrome (CTS). IMT, usia, masa kerja, dan lama kerja mempunyai hubungan bermakna dengan kejadian CTS sedangkan jenis kelamin tidak memiliki hubungan yang bermakna.

Kesimpulan penelitian ini adalah IMT merupakan faktor resiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada pekerja keripik di Kawasan Sentra Keripik Bandarlampung dengan OR=0,33.


(3)

ABSTRACT

RISK FACTORS ANALYSIS OF CARPAL TUNNEL SYNDROME ON CHIPS WORKERS IN CHIPS INDUSTRY CENTER OF BANDARLAMPUNG

by

GITA DEWITA

Carpal Tunnel Syndrome (CTS) is a work related disease (Work related Musculosceletal Disorders) and also called Cumulative Trauma Disorder (CTD). The highest prevalence was observed in manufacturers, construction, personal services industry, and in the trade sector. The purpose of this study was to determine the relation of age , gender, work duration, work periode, and BMI related to incidence of CTS and to determine the factors which is most associated with CTS on chips manufacturers in Bandarlampung’s Center Chips.

Method of this research is analytic survey with cross-sectional approach. The research took place in Chips Industry Center of Bandar Lampung in Pagar Alam Road 1, Village Segalamider, Kedaton, Bandar Lampung on October-November 2014. The population used all workers in the Chips Industry Center in Bandar Lampung, 57 workers. The sampling method used total sampling. The statistical analysis used chi-square and regretion logistic test.

The results of this study are total of 27 respondents (47.4%) who complained of the Carpal Tunnel Syndrome (CTS). There is a significant relation between BMI, age of respondent, work duration and work periode, while gender does not have significant relation.

The conclusion of this study is IMT as a risk factor that most influence on the incidence of Carpal Tunnel Syndrome (CTS) on chips working in the Chips Center Industry Bandarlampung with OR=0,33.


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Metro pada tanggal 28 Juni 1993, sebagai anak tunggal. Ayah bernama Suhiryanto dan Ibu bernama Mariana. Penulis bertempat tinggal di RT 013 RW 004 kelurahan Tejo Agung Kecamatan Metro Timur, Kota Madya Metro.

Penulis mengenyam Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) di TK Pertiwi Metro. Penulis mengenyam pendidikan TK selama satu tahun, yaitu pada tahun 1998-1999. Kemudian pada tahun 1999 melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Pertiwi Teladan Kota Metro hingga tahun 2005.

Pada tahun 2005 penulis melanjutkan sekolah di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Kota Metro (SMPN 1 Kota Metro) hingga tahun 2008.

Pada tahun 2008 penulis melanjutkan sekolah pada Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kota Metro hingga tahun 2011. Selama melanjutkan sekolah di jenjang SMA penulis berhasil menjadi juara 1 Olimpiade UUD RI 1945 Nasional. Pada tahun 2009-2010, penulis menjadi anggota tetap Rohani Islam (Rohis) SMAN 1 Kota Metro.

Pada tahun 2011, atas rahmat Allah SWT dan doa orang tua, penulis melanjutkan pendidikan ke Program Studi Pendidikan Dokter (PSPD) Fakultas Kedokteran


(8)

Universitas Lampung. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif di organisasi FSI Ibnu Sina sebagai anggota bidang humas Forum Studi Ibnu Sina (FSI Ibnu Sina) FK Universitas Lampung tahun 2012/2013.


(9)

If you can’t fly, then run. If you can’t run, then walk.

If you can’t walk, then crawl. But whatever you do, you

have to keep moving forward (Martin Luther King Jr.)

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada

kemudahan ( Al-INsyirah: 6)

This world is like a shadow: run after it and you will never

be able to catch it; turn your back against it and it has no

choice but to follow you (Ibn Al-Qayyim)


(10)

(11)

SANWACANA

Alhamdulillah,segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi dengan judul “Analisis Hubungan Faktor – Faktor Resiko Terhadap Angka Kejadian Carpal Tunnel Syndrome Pada Pekerja Keripik Bandarlampung” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di Universitas Lampung .

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto,M.S selakuRektorUniversitas Lampung;

2. Bapak Dr. Sutyarso, M.Biomed.selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;

3. dr. Fitria Saftarina, M. Sc, DK selaku Pembimbing Utama dan Pembimbing Akademik atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan,ilmu, motivasi, saran, dan kritik selama menjalani perkuliahan dan dalam proses penyelesaian skripsi ini;


(12)

4. dr. Ety Apriliana, M.Biomed selaku Pembimbing Kedua atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan,ilmu, motivasi, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

5. dr.Khairunisa Berawi, M.Kes, AIFOselaku Penguji Utama pada ujian skripsi;terimakasih atas masukan dan saran-saran dalam proses penyelesaian skripsi ini;

6. dr. AgustyasTjiptaningrum, Sp. PK, dr. PutuRistimayang, Sp. PK, danmbak

Novi Nurhayati, AK

terimakasihatasbimbingannyaselamamenjadiasistendosenPatologiKlinik; 7. Seluruh staf pengajardanadministratif di Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung, terimakasihatasilmudanbantuanyang telahdiberikan;

8. Yang tercinta Bapak, Suhiryanto, SE dan Ibu, Mariana,B.Sc terima kasihatas kasih sayang, doa yang tulus,perjuangan yang luarbiasa, kesabaran, motivasidandukungan yang tiadahentiuntukselalumemberikan yang terbaikdanmempercayakanbuahhatinyainiuntukmendapatkanpendidikan yang setinggi-tingginya. InisemuakupersembahkanhanyauntukBapakdanIbu;

9. Untuk keluarga besarkuterimakasihatas doa, harapan, dan motivasinya;

10. Guru-guruku di TK Pertiwi Metro, SD Pertiwi Teladan Metro,SMPN 1 Kota Metro,danSMAN 1 Kota Metroyang telah membimbingku;

11. Keluarga besar Bapak Effendi dan Ibu Murtijah sertamasyarakatDesaSukarajaKecamatanRajabasaLampung

Selatan,terimakasih atas segala doa,dukungan, bantuan dan motivasinya selama menjalani Kuliah Kerja Nyata (KKN)TematikUnila 2014;


(13)

12. Sahabat dan saudaraku senasib seperjuanganJihan dan Gusti Ayu terima kasih atas kebersamaan selama menjalani perjuangan panjang ini dengan tangis, canda, dan tawa.

13. Sahabat dan saudaraku Siska, Dewi, Ica, Alin, Deby, Tiya, Atifah terima kasih atas kebersamaan danmotivasiyang tiada henti;

14. Teman-temanku rifka, ega, neola, muflikhaterima kasih atas bantuan, motivasi, tawa, dan canda yang mengiringi;

15. Teman-teman seperjuangan KKN SukarajaFitri, mbak Dinda, Dyah, Ema, abang Galih, Felix, abang Erwin, Genta terima kasih atas kebersamaan, kebahagiaan, pelajaran dan bantuan selama 40 hari saat KKN;

16. Rekan – rekan Asdos Patologi Klinik, bela, diah, nurul, novita, sakinah, ario, gusti indra, terima kasih atas bantuan dan kerja samanya selama menjabat; 17. Rekan – rekan angkatan 2011, sertaseluruhangkatan 2002-2010 yangtak

bisadisebutkansatu per satu, terimakasih atas kebersamaan, motivasi, dan kerja samanya selama ini;

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bandar Lampung, Januari 2015 Penulis,


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1. Tujuan Umum ... 4

1.3.2. Tujuan Khusus ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

1.5. Kerangka Pemikiran ... 6

1.5.1. Kerangka Teori ... 6

1.5.2. Kerangka Konsep ... 7

1.6. Hipotesis ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Pergelangan ... 9

2.1.1. Fascia Telapak Tangan ... 9

2.1.2. Anatomi Nervus Medianus ... 10

2.2. Carpal Tunnel Syndrome... 13

2.2.1. Definisi... ... ... 13

2.2.2. Epidemiologi . ... 13

2.2.3. Etiologi... ... 15

2.2.4. Patogenesis dan Patofisiologi... ... 18

2.2.5. Manifestasi Klinis... ... 19

2.2.6. Diagnosa ……… ... 20

2.2.7. Tata Laksana ... 24

2.2.8. Prognosa ... 26

2.3. Usia dan Jenis Kelamin ... 27

2.4. Masa dan Lama Kerja ... 27


(15)

ii

2.6. Phalen Test ... 29

III. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian ... 30

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 30

3.3. Populasi dan Sampel ... 30

3.4. Identifikasi Variabel ... 31

3.4.1. Variabel Bebas ... 31

3.4.2. Variabel Terikat ... 31

3.5. Metode Pengumpulan Data ... 32

3.6. Definisi Operasional ... 32

3.7. Instrumen Penelitian ... 33

3.8. Cara Pengambilan Data ... 34

3.9. Alur Penelitian... 35

3.10.Pengolahan dan Analisis data... 36

3.10.1. Pengolahan Data ... 36

3.10.2. Analisis Statistika ... 36

3.11. Etika Penelitian ... ... 37

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Penelitian ... 38

4.2. Hasil 4.2.1. Analisis Univariat a. usia responden.. ... 39

b. jenis kelamin .. ... 39

c. masa kerja.. ... 40

d. lama kerja ... 40

e. Indeks Massa Tubuh... 41

f. Kejadian CTS ... 41

4.2.2. Analisis Bivariat a. Hubungan usia responden dengan kejadian CTS ... 42

b. Hubungan jenis kelamin dengan kejadian CTS ... 43

c. Hubungan masa kerja dengan kejadian CTS ... 44

d. Hubungan lama kerja dengan kejadian CTS ... 45

e. Hubungan IMT dengan kejadian CTS ... 45

4.2.3. Analisis Multivariat a. Regresi Logistik ... 46

4.3. Pembahasan 4.3.1. Analisis Univariat a. usia responden ... 48

b. jenis kelamin ... 48

c. masa kerja ... 49

d. lama kerja ... 50

e. Indeks Massa Tubuh... 51

f. Kejadian CTS ... 51 4.3.2. Analisis Bivariat


(16)

iii

a. Hubungan usia responden dengan kejadian CTS ... 52

b. Hubungan jenis kelamin dengan kejadian CTS ... 53

c. Hubungan masa kerja dengan kejadian CTS ... 54

d. Hubungan lama kerja dengan kejadian CTS ... 55

e. Hubungan IMT dengan kejadian CTS... 56

4.3.3. Analisis Multivariat ... 58

V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1.Simpulan .. ... 62

5.2.Saran .. ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64 LAMPIRAN


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Etiologi Carpal Tunnel Syndrome ... 17

3.1. Definisi Operasional ... 32

4.1. Distribusi frekuensi usia ... 39

4.2. Distribusi frekuensi jenis kelamin... 39

4.3. Distribusi frekuensi masa kerja ... 40

4.4. Distribusi frekuensi lama kerja ... 41

4.5. Distribusi frekuensi IMT ... 41

4.6. Distribusi frekuensi kejadian CTS ... 42

4.7. Hubungan usia dengan kejadian CTS ... 43

4.8. Hubungan jenis kelamin dengan kejadian CTS ... 44

4.9. Hubungan masa kerja dengan kejadian CTS ... 45

4.10. Hubungan lama kerja dengan kejadian CTS ... 46

4.11. Hubungan IMT dengan kejadian CTS ... 47


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Ethical Clearance

Lampiran 2. Lembar Keterangan Penelitian

Lampiran 3. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 4. Kuesioner Seleksi Pendahuluan

Lampiran 5. Clinical Kuesioner Diagnosis CTS Lampiran 6. Formulir A

Lampiran 7. Formulir B Lampiran 8. Interpretasi Data Lampiran 9. Foto Penelitian


(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Teori ... 7

2. Kerangka Konsep ... 8

3. Anatomi pergelangan tangan... ... 10

4. Anatomi Nervus Medianus... ... 12

5. Phalen’s Test... ... 21

6. Tinel’s Test ... 22


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor industri di masa globalisasi saat ini merupakan salah satu faktor penting dari perekeonomian suatu negara. Baik sektor industri formal dan informal dituntut untuk menghasilkan produk yang berkualitas dengan jumlah banyak dan memiliki efisiensi waktu dan biaya guna bersaing dalam kemajuan globalisasi. Oleh karena itu, banyak sektor industri yang menerapkan suatu sistem kerja tetap bagi para pekerjanya, yaitu sistem dimana setiap pekerja ditempatkan pada satu tugas yang dilakukan secara berulang setiap harinya. Tuntutan sistem kerja seperti ini dapat mempengaruhi kesehatan pekerja, antara lain menyebabkan gangguan muskuloskeletal yang berhubungan dengan pekerjaan (Work related Musculosceletal Disorders) atau disebut juga Cumulative Trauma Disorder (CTD). Berbagai aktivitas yang banyak menggunakan tangan dalam waktu yang lama sering dihubungkan dengan terjadinya Carpal Tunnel Syndrome (CTS) (Purwanti, 2011).

CTS merupakan salah satu jenis CTD yang disebabkan karena terjebaknya saraf medianus dalam terowongan karpal pada pergelangan


(21)

2

tangan. Nervus medianus yang ada di pergelangan tangan berjalan melalui terowongan karpal dan menginervasi kulit telapak tangan dan punggung tangan di daerah ibu jari, telunjuk, jari tengah dan setengah sisi radial jari manis. Pada saat berjalan melalui terowongan inilah nervus medianus paling sering mengalami tekanan yang menyebabkan terjadinya neuropati tekanan yang dikenal dengan istilah Sindroma Terowongan Karpal (Jagga, et al., 2011).

Angka kejadian CTS di Amerika Serikat telah diperkirakan mencapai sekitar 1-3 kasus per 1.000 orang setiap tahunnya dengan prevalensi sekitar 50 kasus dari 1.000 orang pada populasi umum (Joseph, et al., 2012). National Health Interview Study (NIHS) memperkirakan bahwa prevalensi CTS yang dilaporkan sendiri diantara populasi dewasa adalah sebesar 1,55% (2,6 juta). CTS lebih sering mengenai wanita daripada pria dengan usia berkisar 25-64 tahun, prevalensi tertinggi pada wanita usia >55 tahun, biasanya antara 40-60 tahun. Prevalensi CTS dalam populasi umum telah diperkirakan 5% untuk wanita dan 0,6% untuk laki-laki. Sindroma tersebut unilateral pada 42% kasus (29% kanan, 13% kiri) dan 58% bilateral (Gorsche, 2001). Sedangkan untuk di Indonesia, angka kejadian CTS sampai tahun 2001 masih sangat sulit diketahui dengan pasti karena sedikitnya data yang masuk (Lusianawaty, dkk, 2004).

Sebuah studi oleh Yves Roouelaurs, et al (2008) memberikan informasi tentang asosiasi pekerjaan dengan CTS. Prevalensi tertinggi diamati dibidang manufaktur (42-93% untuk kedua jenis kelamin), konstruksi (66% untuk pria), industri pelayanan pribadi (66% untuk perempuan) dan


(22)

3

di sektor perdagangan (49% untuk perempuan). Dalam sebuah penelitian lain yang dilakukan oleh Joon Youn Kim, et al (2004) disimpulkan bahwa frekuensi terjadinya CTS lebih tinggi pada pekerja industri. Beberapa faktor seperti kegiatan berulang pada tangan secara berkepanjangan, pengerahan tenaga berlebihan, postur yang canggung atau statis, getaran, suhu ekstrim dan stres mekanik lokal menjadi beberapa etiologi yang diusulkan (Jagga, et al., 2011).

Sektor informal industri pembuatan kripik merupakan salah satu sektor industri utama perekonomian terutama bagi daerah Lampung. Bagian produksi sebagai pembuat keripik merupakan faktor risiko terjadinya CTS akibat adanya gerakan berulang pergelangan tangan seperti fleksi, ekstensi dan pronasi serta posisi tubuh yang tidak berubah dalam waktu 2-4 jam setiap hari kerja (Bahrudin, 2011).

Sektor industri keripik sendiri merupakan sektor yang sedang berkembang di daerah Lampung. Terdapat beberapa faktor resiko sesuai dengan teori yang disebutkan dalam beberapa tulisan yang dapat menyebabkan CTS. Keadaan inilah yang menjadi dasar penulis untuk melakukan suatu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor – fator risiko terkait angka kejadian CTS pada produsen keripik di Kawasan Sentra Keripik Bandar Lampung.


(23)

4

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu :

1. Berapakah prevalensi kejadian Carpal Tunnel Syndrome(CTS) pada produsen keripik di Sentra Keripik Bandarlampung?

2. Bagaimanakah hubungan faktor risiko IMT, jenis kelamin, usia, masa kerja dan lama kerja dengan kejadian Carpal Tunnel Syndrome di Sentra Keripik Bandarlampung ?

3. Faktor resiko manakah yang paling berperan dengan angka kejadian Carpal Tunnel Syndrome di Sentra Keripik Bandarlampung?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor risiko yang berperan dalam kejadian Carpal Tunnel Syndrome di Sentra Keripik Bandar Lampung.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui angka kejadian Carpal Tunnel Syndrome pada produsen keripik di Kawasan Sentra Keripik Bandar Lampung. 2. Mengetahui hubungan IMT dengan kejadian Carpal Tunnel


(24)

5

3. Mengetahui hubungan usia dengan kejadian Carpal Tunnel Syndrome.

4. Mengetahui hubungan jenis kelamin dengan kejadian Carpal Tunnel Syndrome.

5. Mengetahui hubungan masa kerja dengan kejadian Carpal Tunnel Syndrome.

6. Mengetahui hubungan lama kerja dengan kejadian Carpal Tunnel Syndrome.

7. Mengetahui faktor resiko yang paling berperan dalam kejadian Carpal Tunnel Syndrome

1.4. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :

a. Bagi peneliti, memperoleh pengetahuan tentang risiko kesehatan kerja dan mampu menerapkan ilmu yang telah didapat tersebut.

b. Bagi masyarakat, sebagai masukan sehingga dapat mengambil tindakan yang sesuai untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan kerja.

c. Bagi institusi, untuk menambah kepustakaan dan sebagai bahan acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya.


(25)

6

1.5. Kerangka Pemikiran

1.5.1. Kerangka Teori

Carpal Tunnel Syndrome adalah neuropati tekanan pada saraf medianus dalam terowongan karpal di pergelangan tangan. Dalam sebuah studi dari Belanda, prevalensi kejadian CTS pada rentang usia 25-74 tahun wanita dari populasi umum adalah 9,2% sedangkan pada pria hanya berkisar 0,6% (Thomson JF, et al., 2008). Lusianawaty dkk (2004) mengemukakan masa kerja sebelum terjadinya CTS minimal berkisar antara 1-4 tahun dengan waktu rata-rata 2 tahun. Suherman B, dkk (2012) mengemukakan proporsi CTS lebih banyak ditemukan pada pekerja yang memiliki lama kerja 4-8 jam dibandingkan dengan pekerja yang memiliki waktu lama kerja ≤4 jam per harinya (Suherman, dkk, 2012). Pekerja dengan IMT minimal 25 lebih memungkinkan terkena CTS. American Obessity Association menemukan bahwa 70% dari penderita obesitas memiliki kelebihan berat badan. Setiap peningkatan nilai IMT 8% resiko CTS meningkat (Bahrudin, 2011).


(26)

7

Gambar 5. Kerangka teori ( AAOS, 2008; Davis, 2005).

1.5.2. Kerangka Konsep

Berdasarkan teori yang telah dijabarkan di atas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Faktor Pekerjaan:

1. Gerakan repetitif 2. Tekanan pada otot 3. getaran

Faktor Pejamu:

1. Umur

2. Tingkat pendidikan 3. Jenis kelamin

4. IMT

5. Merokok 6. Olahraga 7. Lama kerja 8. Masa kerja 9. Kebiasaan lain

Penekana terhadap nervus medianus

Keluhan : Parestesia, nyeri malam hari, bengka, kelemahan gerak jari


(27)

8

Gambar 6. Kerangka konsep

1.6. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka dapat diturunkan suatu hipotesis bahwa:

a. Terdapat hubungan antara IMT, usia, jenis kelamin, masa kerja dan lama kerja pada kejadian Carpal Tunnel Syndrome di Kawasan Sentra Keripik Bandarlampung.

Variabel Independent Variabel Dependent

Jenis kelamin

Usia

IMT

Lama kerja

Masa kerja

Carpal Tunnel Syndrome


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Pergelangan Tangan

2.1.1.Fascia Telapak Tangan

Fascia telapak tangan adalah sinambung dengan fascia punggung tangan ke arah proksimal sinambung dengan fascia lengan bawah. Pada tonjolan – tonjolan thenar dan hypothenar fascia palmaris ini bersifat tipis, tetapi bagian tengahnya bersifat tebal dengan dibentuknya aponeurosis palmaris yang berwujud sebagai lempeng jaringan ikat berserabut, dan pada jari – jari tangan dengan membentuk vagina fibrosa digitimanus. Aponeurosis palmaris, bagian fascia tangan dalam yang kuat dan berbatas jelas, menutupi jaringan lunak dan tendo otot – otot fleksor panjang. Bagian proksimal aponeurosis palmaris bersinambungan dengan retinaculum flexorum dan tendo musculus palmaris longus. Bagian distal aponeurosis palmaris membentuk empat pita digital yang memanjang dan melekat pada basis phalangis proximalis dan membaur dengan vagina fibrosa digiti manus (Moore, 2002).


(29)

10

Sebuah sekat jaringan ikat medial yang menyusup ke dalam tepi medial aponeurosis palmaris untuk mencapai os metacarpal V medial terhadap sekat ini terdapat kompartemen hypothenar yang berisi otot-otot hypothenar. Sesuai dengan ini, sebuah sekat jaringan ikat lateral meluas ke dalam dari tepi lateral aponeurosis palmaris untuk melekat pada os metacarpal I. Sebelah lateral sekat tersebut terdapat kompartemen thenar yang berisi oto-otot thenar. Antara kompartemen hypothenar dan kompartemen thenar terdapat kompartemen tengah yang berisi otot-otot fleksor serta sarung uratnya, musculi lumbrucales, pembuluh darah dan saraf digital. Bidang otot terdalam pada telapak tangan dibentuk oleh kompartemen aduktor yang berisi musculus adductor pollicis (Moore, 2002).

Gambar 3. Anatomi Pergelangan Tangan (Moore, 2002) 2.1.2. Anatomi Nervus medianus

Nervus medianus adalah salah satu saraf lengan bawah yang merupakan saraf utama kompartemen anterior. Nervus ini berasal dari dua radiks yaitu


(30)

11

radiks lateralis dan radiks medialis. Radiks lateralis adalah lanjutan dari fusciculus lateralis yang menerima serabut dari C6 dan C7 sedangkan radiks medialis adalah lanjutan dari fasciculus medialis yang menerima serabut dari C8 dan T1. Radiks lateralis dan radiks medialis bergabung membentuk nervus medianus di sebelah lateral arteri axillaris (Moore, 2013).

Nervus medianus memersarafi otot – otot fleksor di lengan bawah, kecuali m. Flexor carpi ulnaris, bagian ulnar m. Flexor digitorum dan lima otot tangan. Nervus medianus memasuki fossa cubitalis medial dari arteri brachialis, melintas antara caput m. Pronator tere, turun antara m. Flexor digitorum superficialis dan m. Flexor digitorum profundus dan terletak di dekat retinaculum flexorum sewaktu melalui canalis carpi untuk sampai di tangan (Moore, 2013).

Canalis carpi berukuran hampir sebesar ruas jari jempol dan terletak di bagian distal lekukan dalam pergelangan tangan dan berlanjut ke lengan bawah di regio cubiti sekitar 3cm. Sembilan ruas tendon fleksor dan n.medianus berjalan di dalam canalis carpi yang dikelilingi dan dibentuk oleh tiga sisi dari tulang – tulang carpal. Di bagian proksimal tulang karpal bersendi dengan bagian distal tulang radius dan tulang ulna, sedangkan bagian distal bersendi dengan metacarpal (Pecina,et al., 2001).

Pada canalis carpi, N. Medianus mungkin bercabang menjadi komponen radial dan ulnar. Komponen radial dari N. Medianus akan menjadi cabang sensorik pada permukaan palmar jari-jari pertama dan kedua dan cabang


(31)

12

motorik m. abductor pollicis brevis, m. opponens pollicis, dan bagian atas dari m. flexor pollicis brevis (Pecina, et al., 2001).

Komponen ulnaris dari N. Medianus memberikan cabang sensorik ke permukaan jari kedua, ketiga dan sisi radial jari keempat. Selain itu, saraf median dapat memersarafi permukaan dorsal jari kedua, ketiga, dan keempat bagian distal sendi interphalangeal proksimal (Pecina, et al., 2001).

N. Medianus terdiri dari serat sensorik 94% dan hanya 6% serat motorik pada canalis carpi. Namun, cabang motorik menyajikan banyak variasi anatomi yang menciptakan variabilitas patologi yang besar dalam kasus Capal Tunnel Syndrome (AAOS, 2008).


(32)

13

2.2. Carpal Tunnel Syndrom (CTS)

2.2.1. Definisi

CTS merupakan neuropati tekanan atau cerutan terhadap nervus medianus di dalam terowongan karpal pada pergelangan tangan, tepatnya di bawah fleksor retinakulum. Sindroma ini juga disebut dengan nama acroparesthesia. CTS spontan pertama kali dilaporkan oleh Pierre Marie dan C.Foix pada taboo 1913. Istilah CTS diperkenalkan oleh Moersch pada tabun 1938 (Campbell, 2012). Menurut Aroori (2008), CTS merupakan neuropati tekanan saraf medianus dalam terowongan karpal di pergelangan tangan dengan kejadian yang paling sering, bersifat kronik dan ditandai dengan nyeri tangan pada malam hari, parestesia jari-jari yang mendapat inervasi dari saraf medianus, kelemahan dan atrofi otot thenar. CTS ini merupakan salah satu gangguan pada lengan tangan karena adanya penyempitan di terowongan karpal, baik karena edema fasia pada terowongan atau karena kelainan pada tulang – tulang kecil tangan sehingga terjadi penekanan pada nervus medianus (Viera, 2003).

2.2.2. Epidemiologi

CTS adalah salah satu gangguan saraf yang umum terjadi. Angka kejadian CTS di Amerika Serikat telah diperkirakan sekitar 1-3 kasus per 1.000 orang setiap tahunnya dengan prevalensi sekitar 50 kasus dari 1.000 orang pada populasi umum (Joseph, et al., 2012).


(33)

14

National Health Interview Study (NIHS) mencatat bahwa CTS lebih sering mengenai wanita daripada pria dengan rentang usia berkisar antara 25-64 tahun, prevalensi tertinggi pada wanita usia >55 tahun, biasanya antara 40-60 tahun. Prevalensi CTS dalam populasi umum telah diperkirakan 5% untuk wanita dan 0,6% untuk laki-laki. Dalam penelitiannya, Tana, et al (2004), menyimpulkan bahwa jumlah tenaga kerja dengan CTS dibeberapa perusahaan garmen di Jakarta sebanyak 20,3% responden dengan besar gerakan biomekanik berulang sesaat yang tinggi pada tangan pergelangan tangan kanan 74,1% dan pada tangan kiri 65,5% (Tana, et al., 2004).

Jagga, et al (2011) meneliti bahwa pekerjaan yang beresiko tinggi mengalami CTS adalah :

1. Pekerja yang terpapar getaran 2. Pekerja perakitan

3. Pengolahan makanan & buruh pabrik makanan beku 4. Pekerja Toko

5. Pekerja Industri, dan 6. Pekerja tekstil 7. Pengguna komputer


(34)

15

2.2.3. Etiologi

Terdapat beberapa kunci co-morbiditas atau human factor yang berpotensi meningkatkan risiko CTS. Pertimbangan utama meliputi usia lanjut, jenis kelamin perempuan dan adanya diabetes dan obesitas. Faktor risiko lain termasuk kehamilan, pekerjaan yang spesifik, cedera karena gerakan berulang dan kumulatif, sejarah keluarga yang kuat, gangguan medis tertentu seperti hipotiroidisme, penyakit autoimun, penyakit rematologi, arthritis, penyakit ginjal, trauma, predisposisi anatomi di pergelangan tangan dan tangan, penyakit menular dan penyalahgunaan zat (AAOS, 2008).

CTS juga mempunyai etiologi, antara lain:

1. Herediter: neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure.

2. Trauma: dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah, pergelangan tangan dan tangan.

3. lnfeksi: tenosinovicis, tuberkulosis, dan sarkoidosis. 4. Metabolik: arniloidosis, gout.

5. Endokrin: akromegali, terapi estrogen atau androgen, diabetes mellitus, hipotiroidisme, kehamilan.

6. Neoplasma: kista ganglion, lipoma, infiltrasi metastase, myeloma.


(35)

16

reumatika, skleroderma, lupus eriternarosus sisternik. 8. Degeneratif: osteoartritis.

9. 'Iatrogenik: pungsi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untuk dialisis, hematoma, dan terapi anti koagulan

10. Penggunaan tangan atau perge1angan tangan yang berlebihan dan repetitif diduga berhubungan dengan sindroma ini. (Barnardo, 2004).

Sedangkan menurut Arroori (2008) etiologi CTS dibagi dalam beberapa penyebab yaitu penyebab lokal, regional dan sistemik. Penyebab lokal bisa berupa akibat reaksi inflamasi, trauma tumor dan kelainan anatomi. Penyebab regional lebih disebakan karena penyakit – penyakit yang menyerang sendi. Secara sistemik, CTS lebih disebabkan komplikasi dari berbagai penyakit yang menyerang organ atau imun tubuh.


(36)

17

Tabel 2.1. Etiologi CTS

A. Local cause

Inflammatory : tenosynovitis,hypertrophic synovium,histoplasma fungal infection Trauma : Colles fracture,dislocation one

of the carpal bones

Tumours : Haemangioma, cyst, neuroma Anatomical anomalies : bony

abnormalities,persistent median artery B. Regional cause

Ostheoarthritis Rheumatoid arthritis Gout

Amyloidosis C. Systemic cause Diabetes Obesity Pregnancy Menopause Scleroderma Renal failure Acromegaly Leukimia Haemophilia Alcoholism


(37)

18

2.2.4. Patogenesis dan Patofisiologis

Patogenesis CTS masih belum jelas namun beberapa teori telah diajukan untuk menjelaskan gejala dan gangguan studi konduksi saraf. Yang paling populer adalah kompresi mekanik, insufisiensi mikrovaskular dan teori getaran. Menurut teori kompresi mekanik, gejala CTS adalah karena kompresi nervus medianus di terowongan karpal. Kelemahan utama dari teori ini adalah ia menjelaskan konsekuensi dari kompresi saraf tetapi tidak menjelaskan etiologi yang mendasari kompresi mekanik. Kompresi diyakini dimediasi oleh beberapa faktor seperti ketegangan, tenaga berlebihan, hyperfunction dan ekstensi pergelangan tangan berkepanjangan atau berulang (Tana, et al., 2004).

Teori insufisiensi mikro - vaskular menyatakan bahwa kurangnya pasokan darah menyebabkan penipisan nutrisi dan oksigen ke saraf yang menyebabkan ia perlahan-lahan kehilangan kemampuan untuk mengirimkan impuls saraf. Scar dan jaringan fibrotik akhirnya berkembang dalam saraf. Tergantung pada keparahan cedera, perubahan saraf dan otot mungkin permanen. Karakteristik gejala CTS, terutama kesemutan, mati rasa dan nyeri akut, bersama dengan kehilangan konduksi saraf akut dan reversibel dianggap gejala untuk iskemia (Tana, et al., 2004).

Menurut teori getaran gejala CTS bisa disebabkan oleh efek dari penggunaan jangka panjang alat yang bergetar pada saraf median di carpal tunnel. Lundborg mencatat edema epineural pada saraf


(38)

19

median dalam beberapa hari berikut paparan alat getar genggam. Selanjutnya, terjadi perubahan serupa mengikuti mekanik, iskemik, dan trauma kimia (Tana,et al., 2004).

Umumnya CTS terjadi secara kronis dimana terjadi penebalan fleksor retinakulum yang menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan peninggian tekanan intrafasikuler, akibatnya aliran darah vena intrafasikuler melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intrafasikuler diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema epineural. Hipotesa ini menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan sembab yang timbul terutarna pada malam atau pagi hari akan berkurang setelah tangan yang terlibat digerak-gerakkan atau diurut, mungkin akibat terjadinya perbaikan sementara pada aliran darah. Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Lama- kelamaan saraf menjadi atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi nervus medianus·terganggu secara menyeluruh (Davis, 2005).

2.2.5. Manifestasi Klinis

Komar dan Ford membahas dua bentuk CTS yaitu akut dan kronis. Bentuk akut mempunyai gejala dengan nyeri parah, bengkak pergelangan tangan atau tangan, tangan dingin dan gerak jari


(39)

20

menurun. Kehilangan gerak jari disebabkan oleh kombinasi dari rasa sakit dan paresis. Bentuk kronis mempunyai gejala baik disfungsi sensorik yang mendominasi atau kehilangan motorik dengan perubahan trofik. Nyeri proksimal mungkin ada dalam CTS (Pecina, et al., 2001).

Kebanyakan sindrom ini bersifat idiopatik. Penderita mengeluh kelemahan atau kekakuan tangan, terutama bila melakukan pekerjaan halus menggunakan jari. Selain gangguan motorik, terdapat akroparestesia, serangan nyeri, gelenyar, mati rasa dan tangan terasa bengkak. Pada tahap dini, biasanya terdapat hiperparestesia di daerah kulit yang dipersarafi oleh nervus medianus. Pada penderita yang sudah lama terkena radang terdapat hipotrofi tenar. Parestesia bertambah berat bila pergelangan tangan difleksikan semaksimal mungkin selama satu menit, uji ini disebut uji Phalen (Moore, 2002).

2.2.6. Diagnosa

Diagnosa CTS ditegakkan selain berdasarkan gejala klinis seperti di atas dan diperkuat dengan pemeriksaan yaitu :

1) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan. Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnosa CTS


(40)

21

adalah:

a) Phalen test : Penderita diminta melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosis. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosis CTS.

Gambar 5. Phalen’s Test (www.mediastore.com)

b) Torniquet test : Pada pemeriksaan ini dilakukan pemasangan torniquet dengan menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Bila dalam kurun waktu 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosis. c) Tinel test : Tes ini mendukung diagnosa bila timbul

parestesia atau nyeri pada daerah distribusi nervus medianus jika dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.


(41)

22

Gambar 6.Tinel’s Test (www.medscape.com)

d) Flick's sign : Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong diagnosis CTS. Harus diingat bahwa tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud. e) Thenar wasting : Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan

adanya atrofi otot-otot thenar.

f) Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual maupun dengan alat dynamometer.

g) Wrist extension test : Penderita diminta melakukan ekstensi tangan secara maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat dibandingkan. Bila dalam waktu 60 detik timbul gejala-gejala seperti CTS, maka tes ini menyokong diagnosis CTS.

h) Pressure test : Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari


(42)

23

120 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosis.

i) Luthy's sign (bottle's sign) : Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif dan mendukung diagnosis.

j) Pemeriksaan sensitibilitas : Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (two-point discrimination) pada jarak lebih dari 6mm di daerah nervus medianus, tes dianggap positif dan menyokong diagnosis.

k) Pemeriksaan fungsi otonom : Pada penderita diperhatikan apakah ada perbedaan keringat, kulit yang kering atau licin yang terbatas pada daerah innervasi nervus medianus. Bila ada akan mendukung diagnosis CTS.

Dari pemeriksaan provokasi diatas Phalen test dan Tinel tes adalah test yang patognomonis untuk CTS (Tana,et al.2004).

2) Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan sinar-X terhadap pergelangan tangan untuk melihat kemungkinan adanya penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto polos leher berguna untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT-scan, dan MRI dilakukan pada kasus yang selektif (Latov, 2007).


(43)

24

3) Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik)

Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot lumbrikal. EMG bisa normal pada 31% kasus CTS. Pada 15-25% kasus, kecepatan hantar saraf (KHS) bisa normal. Pada yang lainnya KHS akan menurun dan masa laten distal (distal latency) memanjang, menunjukkan adanya gangguan pada konduksi saraf di pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa laten motorik (Latov, 2007).

2.2.7. Tata Laksana

Terapi CTS dibagi atas 2 kelompok, yaitu (Helmi, 2012) : a) Terapi konservatif

1. Istirahatkan pergelangan tangan. 2. Obat anti inflamasi non steroid.

3. Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai dapat dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3 minggu.

4. Nerve Gliding, yaitu latihan terdiri dari berbagai gerakan (ROM) latihan dari ekstremitas atas dan leher yang menghasilkan ketegangan dan gerakan membujur sepanjang saraf median dan lain dari ekstremitas atas. Latihan-latihan ini


(44)

25

didasarkan pada prinsip bahwa jaringan dari sistem saraf perifer dirancang untuk gerakan dan bahwa ketegangan dan meluncur saraf mungkin memiliki efek pada neurofisiologi melalui perubahan dalam aliran pembuluh darah dan axoplasmic. Latihan dilakukan sederhana dan dapat dilakukan oleh pasien setelah instruksi singkat.

5. Injeksi steroid. Deksametason 1-4mg atau hidrokortison sebanyak 10-25mg atau metilprednisolon 20mg atau 40mg diinjeksikan ke dalam terowongan karpal dengan menggunakan jarum no.23 atau 25 pada lokasi 1cm ke arah proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah medial tendon musculus palmaris longus. Sementara suntikan dapat diulang dalam w a k t u 7 sampai 10 hari untuk total tiga atau empat suntikan. Tindakan operasi dapat dipertimbangkan bila hasil terapi belum memuaskan setelah diberi 3 kali suntikan. Suntikan harus digunakan dengan hati-hati untuk pasien dibawah usia 30 tahun. 6. Vitamin B6 (piridoksin). Beberapa penulis berpendapat bahwa

salah satu penyebab CTS adalah defisiensi piridoksin sehingga mereka menganjurkan pemberian piridoksin sebanyak 100-300mg/hari selama 3 bulan. Tetapi beberapa ahli berpendapat bahwa pemberian piridoksin tidak bermanfaat dan dapat menimbulkan neuropati jika diberikan dalam dosis besar. 7. Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan


(45)

26

b) Terapi Operatif

Terapi operatif pada CTS disebut neurolisis nervus medianus pada pergelangan tangan. Operasi hanya dilakukan pada kasus yang berat dan tidak mengalami perbaikan dengan terapi konservatif atau adanya atrofi otot-otot thenar. Pada CTS bilateral biasanya operasi pertama dilakukan pada tangan yang paling nyeri walaupun sekaligus dapat dilakukan bilateral sedangkan indikasi relatif tindakan operasi adalah hilangnya sensitibilitas yang persisten (Helmi, 2012).

Biasanya tindakan operasi ini dilakukan secara terbuka dengan anestesi lokal, tetapi sekarang telah dikembangkan teknik operasi secara endoskopi. Operasi endoskopi memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan jaringan parut yang minimal, tetapi karena terbatasnya lapamgan operasi, tindakan ini lebih sering menimbulkan komplikasi seperti cedera pada saraf. Beberapa penyebab CTS seperti adanya massa atau anomali maupun tenosinovitis pasca CTS lebih baik dioperasi secara terbuka (Helmi, 2012).

2.2.8. Prognosa

Pada kasus CTS ringan, dengan terapi konservatif umumnya prognosa baik. Bila setelah dilakukan tindakan operasi, tidak juga diperoleh perbaikan maka dipcrtimbangkan kernbali kemungkinan berikut ini :


(46)

27

a. Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin jebakan/ tekanan terhadap nervus rnedianus terletak ditempat yang lebih proksimal.

b. Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus.

c. Terjadi CTS yang baru sebagai akibat kornplikasi operasi seperti akibat edema, perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan hipertrofik (Bahrudin, 2011).

Sekalipun prognosa CTS dengan terapi konservatif maupun operatif cukup baik, tetapi resiko untuk kambuh kembali masih tetap ada. Bila terjadi kekambuhan, prosedur terapi baik konservatif atau operatif dapat diulangi kcmbali (Rambe, 2004).

2.3. Usia dan Jenis kelamin

CTS adalah lesi saraf perifer yang paling sering ditemukan. Wanita memiliki resiko 3–10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Dalam sebuah studi dari Belanda, prevalensi kejadian CTS pada usia 25-74 tahun wanita dari populasi umum adalah 9,2%. Sekitar 5,8% dari populasi tersebut memiliki gejala dan temuan positif pada pengujian neurologis tetapi tidak memiliki riwayat CTS sebelumnya. Prevalensi keseluruhan pada pria usia 25-74 tahun jauh lebih rendah, yaitu di angka 0,6% (Thomson JF, et al., 2008).

2.4. Masa dan Lama kerja

Masa kerja adalah jangka waktu seseorang bekerja dalam suatu organisasi atau unit produksi. Masa kerja perlu dihitung karena merupakan indikator


(47)

28

kecenderungan pekerja terkena paparan faktor risiko lain selama bekerja dalam kurun waktu tertentu. Lusianawaty, dkk (2004) mengemukakan masa kerja sebelum terjadinya CTS minimal berkisar antara 1-4 tahun dengan rata-rata 2 tahun (Lusianawaty, et al., 2004).

Lama kerja diartikan sebagai lama seseorang terkena pajanan faktor resiko dalam bekerja selama kurun waktu tertentu. Bambang S, dkk (2012) mengemukakan proporsi CTS lebih banyak ditemukan pada pekerja yang memiliki lama kerja 4-8 jam dibandingkan dengan pekerja yang memiliki lama kerja ≤4 jam per harinya (Suherman, dkk, 2012).

2.5. Indeks Massa Tubuh (IMT)

IMT dihitung sebagai berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam meter dikuadratkan (m2) dan tidak terikat pada jenis kelamin. IMT secara signifikan berhubungan dengan kadar lemak total dalam tubuh. IMT saat ini secara internasional telah diterima sebagai alat ukur kelebihan berat badan dan obesitas (Hill, 2005). Penelitian yang dilakukan Kouyumdijan (2004) menyatakan CTS terjadi karena kompresi saraf median di bawah ligamentum karpal transversal berhubungan dengan naiknya berat badan dan IMT. IMT yang rendah merupakan kondisi kesehatan yang baik untuk melindungi nervus medianus (Werner, 2004). Pekerja dengan IMT minimal 25 lebih memungkinkan terkena CTS. American Obessity Association menemukan bahwa 70% dari penderita obesitas memiliki kelebihan berat


(48)

29

badan. Setiap peningkatan nilai IMT 8% resiko CTS meningkat (Bahrudin, 2011).

2.6.Phalen Test

Brüske J (2002), melakukan penelitian untuk mengevaluasi sensistivitas dan spesifisitas dari Phalen tes dan Tinel tes. Metode penelitian yang dipakai adalah prospectif study dengan kelompok klinis terdiri dari 112 pasien atau 147 tangan dengan CTS yang dikonfirmasi dengan studi konduksi saraf klinis dan kelompok kontrol dari 50 pasien (100 tangan) yang dipilih dari relawan rumah sakit yang tidak mengeluh gejala. Sensitivitas dan spesifisitas tes Phalen ternyata masing-masing 85-89% dan tes Tinel berkisar 67-68% (Brüske J, et al., 2002).

Penelitian terbaru oleh Khalid A.O. Al-Dabbagh (2013), dengan menggunakan prospective study membandingkan antara 100 kasus CTS positif dan 100 orang yang tidak mengeluhkan gejala selama 8 bulan menyatakan bahwa spesifisitas dan sensitivitas Phalen tes untuk masing-masing kasus adalah 94% dan 78%, sedangkan hasil untuk Tinel test berkisar 77% dan 66%. Berdasarkan hasil tersebut, maka Phalen test lebih potensial untuk mendiagnosis CTS ketika Nerve Conductive Study (NCS) tidak tersedia (Al-Dabbagh, 2013).


(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1.Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey analitik dengan pendekatan cross-sectional, yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor - faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach) (Notoatmodjo, 2010).

3.2.Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Sentra Industri Keripik Kota Bandarlampung di Jalan Pagar Alam No.1, Kelurahan Segalamider, Kecamatan Kedaton, Kota Bandarlampung. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober – November 2014.

3.3.Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh produsen penghasil keripik yang diambil dari 15 toko keripik home industri di Kawasan Sentra Keripik Bandar Lampung sebanyak 63 pekerja.


(50)

31

Sampel diambil menggunakan metode total sampling, yaitu keseluruhan populasi diambil sebagai subjek penelitian dengan kriteria berikut (Rebekka, 2005) :

a. Kriteria inklusi :

1. Bersedia mengisi informed consent. 2. Seluruh pekerja bagian produksi. 3. Minimal masa kerja 1 tahun.

b. Kriteria Eksklusi :

1. Pernah mengalami cedera dibagian pergelangan tangan. 2. Menderita diabetes melitus.

3. Sedang hamil.

4. Tidak hadir saat penelitian.

5. Melakukan pekerjaan dibeberapa bagian.

3.4.Identifikasi Variabel

3.4.1. Variabel bebas (independent variable) penelitian ini adalah masa kerja, lama kerja,IMT,umur, dan jenis kelamin.

3.4.2. Variabel terikat (dependent variable) penelitian ini adalah Carpal Tunnel Syndrome.


(51)

32

3.5.Metode Pengumpulan Data

Pengamatan dilakukan secara sistematis berdasarkan kerangka dan struktur yang jelas. Data diambil secara langsung kepada responden dengan karakteristik :

1. Masa kerja, lama kerja, umur dan jenis kelamin diperoleh dari kuesioner yang dibagikan.

2. IMT diperoleh dari penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan.

3. CTS diperoleh dari anamnesis dan pemeriksaan Phalen test.

3.6.Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi operasional penelitian

Variabel Definisi Alat ukur Hasil Skala

Masa kerja Lamanya responden bekerja dibagian produksi sampai diadakannya penelitian

kuesioner 1 = 1-5 tahun 2 = >5 tahun (Sitorus R, 2005)

Ordinal Lama kerja Lamanya responden bekerja dalam satu hari produksi

kuesioner 1 = 1-2 jam 2 = 2-4 jam 3 = >4 jam (Bahrudin, 2011)

Ordinal

Umur Lama hidup responden sampai saat penelitian

kuesioner 1 = 20-30tahun 2 = > 30tahun (Thomson, 2008) Ordinal Jenis kelamin Dibedakan antara jenis

Kuesioner 1 = wanita 2 = pria


(52)

33

kelamin laki – laki atau perempuan

Pengamat

an (Thomson,2008) IMT

(indeks masa tubuh)

Perbandingan antara berat badan (kg) dan tinggi badan dalam meter kuadrat

Timbanga n

Meteran

1= Kurus bila IMT 17- 18,4

2= Normal bila IMT 18,5- 25

3=overweight bila IMT >25 (Werner, 2004) Ordinal Carpal Tunnel Syndrom Gangguan muskuloskeleta l akibat adanya tekanan nervus medianus di dalam terowongan karpal Anamne- sis Pemeriksa an fisik mengguna kan Phalen Test

1= Ya bila phalen test +

2= Tidak bila phalen test –

(Bahrudin, 2011)

Nominal

3.7.Instrumen Penelitian

1. Alat tulis

Adalah alat – alat berupa pensil, pulpen dan kertas untuk mencatat hasil pemeriksaan.

2. Kamera

Digunakan untuk mengabadikan sistem kerja responden dan mengambil data penelitian.

3. Timbangan berat badan

Digunakan untuk mengambil data penelitian dari responden berupa berat badan.


(53)

34

4. Pengukur tinggi badan

Digunakan untuk mengambil data penelitian dari responden berupa tinggi badan.

5. Kuesioner

Angket berisikan beberapa pertanyaan untuk mengambil data penelitian dari responden.

3.8. Cara Pengambilan Data

Dalam penelitian ini,data yang diperoleh langsung diambil dari responden, meliputi :

1. Penjelasan maksud dan tujuan penelitian,

2. Responden mengisi data informed consent sebagai bukti persetujuan, 3. Responden diberikan kuesioner dan dijelaskan tentang isi

pertanyaannya sebelum responden menjawab, 4. Pengisian kuesioner,

5. Pemeriksaan Carpal Tunnel Syndrom dengan cara Phalen test oleh peneliti,

6. Penimbangan berat badan responden, 7. Pengukuran tinggi badan responden,


(54)

35

3.9.Alur Penelitian

Gambar 7. Alur penelitian. Tahap persiapan

Pembuatan proposal, perijinan, koordinasi

Pemeriksaan dan pengambilan data

Analisis data dengan program komputer

Output data sebagai hasil penelitian

Tahap pengolahan data Tahap penelitian

Penjelasan maksud dan tujuan penelitian

Pengisian informed consent

Penjelasan kuesioner dan pengisian kuesioner

Pencatatan hasil


(55)

36

3.10. Pengolahan dan Analisis Data

3.10.1.Pengolahan Data

Data yang sudah diperoleh dari responden kemudian diolah menggunakan aplikasi komputer untuk diubah ke dalam bentuk tabel. Pengolahan data menggunakan aplikasi komputer memerlukan beberapa langkah,yaitu :

1. Coding, yaitu menerjemahkan persyaratan logika dari pseudocode atau diagram alur ke dalam suatu bahasa pemograman baik huruf, angka, dan simbol yang membentuk program untuk keperluan analisis.

2. Data entry, yaitu menginput atau memasukkan data-data penelitian yang diperoleh ke dalam komputer melalui program software komputer.

3. Verifikasi, yaitu proses pengecekan kembali data yang dimasukkan ke dalam komputer dengan data yang diperoleh secara visual.

4. Output, proses dimana hasil yang telah didapat dengan analisis komputer dicetak dan disertakan sebagai hasil penelitian.

3.10.2.Analisis Statistika

Dalam penelitian ini,data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan 3 jenis analisis statistik,yaitu :


(56)

37

1. Analisis univariat

Analisis ini disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi sehingga terlihat gambaran deskriptif semua variabel.

2. Analisis bivariat

Analisis ini digunakan untuk melihat hubungan antara dua variabel, dengan menggunakan uji statistik Chi-square sebagai uji parametrik namun bila tidak memenuhi syarat parametrik dimana nilai expected count >20% maka digunakan uji alternatif, yaitu uji kolmogrov-smirnov untuk tabel 2x3 dan digunakan uji Fisher exact bila tabel 2x2. Nilai kemaknaan(α) yang digunakan sebesar 0,05 dengan tingkat kepercayaan 95%.

3. Analisis multivariat

Analisis ini digunakan untuk mengetahui faktor resiko yang paling bermakna terhadap kejadian Carpal Tunnel Syndrome. Uji yang digunakan adalah uji Regresi logistik.

3.11. Etika Penelitian

Penelitian ini telah melewati ethical clearence dan dalam pelaksanaannya melalui informed consent dengan Nomor Surat Etik 2117/UN26/8/DT/2014.


(57)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

5.1.1. Simpulan Umum

Faktor – faktor resiko yang berperan dalam kejadian CTS adalah IMT, usia, lama kerja, dan masa kerja.

5.1.2. Simpulan Khusus

1. Angka kejadian Carpal Tunnel Syndrome di kawasan sentra keripik Bandarlampung adalah 27 responden (47,4%).

2. Terdapat hubungan bermakna antara IMT dengan kejadian CTS di Kawasan Sentra Keripik Bandarlampung.

3. Terdapat hubungan bermakna antara usia dengan kejadian CTS di Kawasan Sentra Keripik Bandarlampung.

4. Tidak terdapat hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian CTS di Kawasan Sentra Keripik Bandarlampung. 5. Terdapat hubungan bermakna antara masa kerja dengan

kejadian CTS di Kawasan Sentra Keripik Bandarlampung. 6. Terdapat hubungan bermakna antara lama kerja dengan kejadian


(58)

63

7. Faktor resiko yang paling berperan pada kejadian CTS adalah IMT.

5.2. Saran

1. Bagi Dinas Kesehatan/Instansi Terkait, diharapkan memberikan pelayanan kesehatan seperti konseling atau penyuluhan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pada pekerja informal termasuk pekerja keripik di Kawasan Sentra Keripik Bandar Lampung, sehingga dapat meminimalkan penyakit akibat kerja terutama Carpal Tunnel Syndrome (CTS).

2. Bagi pekerja keripik di Kawasan Sentra Keripik Bandar Lampung, agar bekerja dengan rileks agar terhindar dari Carpal Tunnel Syndrome (CTS). Selain itu perlu melakukan penurunan berat badan jika IMT telah melampaui nilai normal dan peregangan otot atau olahraga ringan disela-sela waktu kerja dengan maksimal lama kerja 1-2 jam, segera berobat ke dokter jika keluhan nyeri pergelangan tangan semakin berat, serta lakukanlah rotasi kerja jika masa kerja sudah lebih dari 4 tahun. 3. Bagi peneliti lain, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai

faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan Carpal Tunnel Syndrome (CTS) dengan menggunakan tes lainnya serta metode lain seperti case control dan perlu melakukan penelitian terhadap Carpal Tunnel Syndrome (CTS) secara tepat agar hasil lebih akurat dan baik lagi.


(59)

DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Orthopaedic Surgeons.2008. Clinical Practice Guideline on the Treatment of Carpal Tunnel Syndrome.

Aroori, s. Spence, RAJ. 2008. Carpal Tunnel Syndrome. Ulster Med J;77(1) 6-17.

Bahrudin, M. 2011.Carpal Tunnel Syndrome. Staff Pengajar FK UMM. Medan.

Badriyah, S. 2001. Beberapa Faktor Resiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Carpal Tunnel Syndrome Pad Tenaga Kerja Laki-laki Bagian Produksi di Industri Penolahan Kayu dan Meubel CV. Bakti-Batang Bulan September 2001.[Jurnal].Semarang : FK UNDIP

Barnardo, J. 2004. Carpal Tunnel Syndrome in Hands On Practical advise on management of rheumatic disease. June No 3:1-3.

Campbell, William W. 2005. DeJong's The Neurologic Examination, 6th Edition.

Center for Disease control and prevention (CDC).1995. Cumulative Trauma Disorders in the workplace. Bibliography.

Davis, EL.Molly, K.K. et al. 2005. Carpal Tunnel Syndromes in Fundamentals of Neurologic disease. Demos Medical. New York.

Gorsche, R. 2001. Carpal Tunnel Syndrome. The Canadian Journal of CME. Helmi, ZN. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Salemba Medika.

Jakarta.

Huldani. 2013. Referat Carpal Tunel Syndrome. Universitas Lambung Mangkurat. Fakultas Kedokteran. Banjarmasin.


(60)

65

Jagga,V. Lehri, A et al.2011. Occupation and its association with Carpal Tunnel Syndrome-A Review. Journal of Exercise Science and Physiotherapy.

Joseph J. Biundo. Perry J. Rush. 2012. Carpal Tunnel Syndrome. American Kurniawan, Bina. et al.2008. Faktor Risiko Kejadian Carpal Tunnel Syndrome

(CTS) pada Wanita Pemetik Melati di Desa Karangcengis, Purbalingga. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia. Vol. 3, No. 1.

Kouyoumdijan, JA. Morita. Rocha, PRF. 2000. Body Mass Index and Carpal Tunnel Syndrome. Arq Neuropsiquatri,(58):252-56.

Lusianawaty T, 2003. Bartillon Sindrom Terowongan Karpal pada Pekerja: Pencegahan dan Pengobatannya. Jakarta : Depkess RI.

Latov, Norman.2007. Peripheral Neuropathy. Demos Medical Publishing. New York.

Lie, TM. 2004. Hubungan Sindroma Terowongan Karpal dengan Gerakan Repetitif Pergelangan Tangan dan Faktor Lain pada Pekerja Wanita Pabrik Pengolahan Makanan. Program Pascasarjana Kedokteran Kerja. UI.

Moore, KL. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Hipokrates. Jakarta.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Pecina, Marko M. Markiewitz, Andrew D. 2001. Tunnel Syndromes:Peripheral Nerve Compression Syndrome Third edition. CRC PRESS. New York.

Purwanti. 2011. Pengaruh Lama Mengetik Terhadap Resiko Terjadinya Carpal Tunel Syndrome (CTS) pada Pekerja Rental.

Rambe,AS. 2004. Sindroma Terowongan Karpal. Bagian Neurologi FK USU. Rampen-Harsono, WJB. 1995. Sindrome Terowongan Karpal pada Pekerja

Yang Terpajan Tekanan Biomekanika Berulang Pada Tangan dan Pergelangan Tangan di Pabrik Ban PT.BSIN. Program Pascasarjana Kesehatan dan Keselamatan Kerja. UI.


(61)

66

Suherman, B. Maywati, S. 2012. Beberapa Faktor Kerja yang Berhubungan Dengan Kejadian Carpal Tunnel Syndrome Pada Petugas Rental Komputer Di Kahuripan Tasikmalaya. Universitas Siliwangi.

Tana, Lusyanawati. 2004. Carpal Tunnel Syndrome pada Pekerja Garmen di Jakarta. Puslitbang, Pemberantasan Penyakit vol.32. P:73-82.

Thomsen JF, Gerr F, Atroshi I: Carpal tunnel syndrome and the use of computer mouse and keyboard: a systematic review. BMC Musculoskelet Disord 2008; 9: 134.

Viera. 2003. Management of Carpal Tunnel Syndrome. American Academy of Family Physicians;68(2):265-72.

Werner, RA. Jacobson, JA. Jurnadar DA. 2004. Influence of Body Mass INDex in Median Nerve Funation Calpar Cannar Pressure and Crossectional area of The Median Nerve. Muscul Nerve;30:451-85.


(1)

37

1. Analisis univariat

Analisis ini disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi sehingga terlihat gambaran deskriptif semua variabel.

2. Analisis bivariat

Analisis ini digunakan untuk melihat hubungan antara dua variabel, dengan menggunakan uji statistik Chi-square sebagai uji parametrik namun bila tidak memenuhi syarat parametrik dimana nilai expected count >20% maka digunakan uji alternatif, yaitu uji kolmogrov-smirnov untuk tabel 2x3 dan digunakan uji Fisher exact bila tabel 2x2. Nilai kemaknaan(α) yang digunakan sebesar 0,05 dengan tingkat kepercayaan 95%.

3. Analisis multivariat

Analisis ini digunakan untuk mengetahui faktor resiko yang paling bermakna terhadap kejadian Carpal Tunnel Syndrome. Uji yang digunakan adalah uji Regresi logistik.

3.11. Etika Penelitian

Penelitian ini telah melewati ethical clearence dan dalam pelaksanaannya melalui informed consent dengan Nomor Surat Etik 2117/UN26/8/DT/2014.


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

5.1.1. Simpulan Umum

Faktor – faktor resiko yang berperan dalam kejadian CTS adalah IMT, usia, lama kerja, dan masa kerja.

5.1.2. Simpulan Khusus

1. Angka kejadian Carpal Tunnel Syndrome di kawasan sentra keripik Bandarlampung adalah 27 responden (47,4%).

2. Terdapat hubungan bermakna antara IMT dengan kejadian CTS di Kawasan Sentra Keripik Bandarlampung.

3. Terdapat hubungan bermakna antara usia dengan kejadian CTS di Kawasan Sentra Keripik Bandarlampung.

4. Tidak terdapat hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian CTS di Kawasan Sentra Keripik Bandarlampung. 5. Terdapat hubungan bermakna antara masa kerja dengan

kejadian CTS di Kawasan Sentra Keripik Bandarlampung. 6. Terdapat hubungan bermakna antara lama kerja dengan kejadian


(3)

63

7. Faktor resiko yang paling berperan pada kejadian CTS adalah IMT.

5.2. Saran

1. Bagi Dinas Kesehatan/Instansi Terkait, diharapkan memberikan pelayanan kesehatan seperti konseling atau penyuluhan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pada pekerja informal termasuk pekerja keripik di Kawasan Sentra Keripik Bandar Lampung, sehingga dapat meminimalkan penyakit akibat kerja terutama Carpal Tunnel Syndrome (CTS).

2. Bagi pekerja keripik di Kawasan Sentra Keripik Bandar Lampung, agar bekerja dengan rileks agar terhindar dari Carpal Tunnel Syndrome (CTS). Selain itu perlu melakukan penurunan berat badan jika IMT telah melampaui nilai normal dan peregangan otot atau olahraga ringan disela-sela waktu kerja dengan maksimal lama kerja 1-2 jam, segera berobat ke dokter jika keluhan nyeri pergelangan tangan semakin berat, serta lakukanlah rotasi kerja jika masa kerja sudah lebih dari 4 tahun. 3. Bagi peneliti lain, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai

faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan Carpal Tunnel Syndrome (CTS) dengan menggunakan tes lainnya serta metode lain seperti case control dan perlu melakukan penelitian terhadap Carpal Tunnel Syndrome (CTS) secara tepat agar hasil lebih akurat dan baik lagi.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Orthopaedic Surgeons.2008. Clinical Practice Guideline on the Treatment of Carpal Tunnel Syndrome.

Aroori, s. Spence, RAJ. 2008. Carpal Tunnel Syndrome. Ulster Med J;77(1) 6-17.

Bahrudin, M. 2011.Carpal Tunnel Syndrome. Staff Pengajar FK UMM. Medan.

Badriyah, S. 2001. Beberapa Faktor Resiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Carpal Tunnel Syndrome Pad Tenaga Kerja Laki-laki Bagian Produksi di Industri Penolahan Kayu dan Meubel CV. Bakti-Batang Bulan September 2001.[Jurnal].Semarang : FK UNDIP

Barnardo, J. 2004. Carpal Tunnel Syndrome in Hands On Practical advise on management of rheumatic disease. June No 3:1-3.

Campbell, William W. 2005. DeJong's The Neurologic Examination, 6th Edition.

Center for Disease control and prevention (CDC).1995. Cumulative Trauma Disorders in the workplace. Bibliography.

Davis, EL.Molly, K.K. et al. 2005. Carpal Tunnel Syndromes in Fundamentals of Neurologic disease. Demos Medical. New York.

Gorsche, R. 2001. Carpal Tunnel Syndrome. The Canadian Journal of CME. Helmi, ZN. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Salemba Medika.

Jakarta.

Huldani. 2013. Referat Carpal Tunel Syndrome. Universitas Lambung Mangkurat. Fakultas Kedokteran. Banjarmasin.


(5)

65

Jagga,V. Lehri, A et al.2011. Occupation and its association with Carpal Tunnel Syndrome-A Review. Journal of Exercise Science and Physiotherapy.

Joseph J. Biundo. Perry J. Rush. 2012. Carpal Tunnel Syndrome. American Kurniawan, Bina. et al.2008. Faktor Risiko Kejadian Carpal Tunnel Syndrome

(CTS) pada Wanita Pemetik Melati di Desa Karangcengis, Purbalingga. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia. Vol. 3, No. 1.

Kouyoumdijan, JA. Morita. Rocha, PRF. 2000. Body Mass Index and Carpal Tunnel Syndrome. Arq Neuropsiquatri,(58):252-56.

Lusianawaty T, 2003. Bartillon Sindrom Terowongan Karpal pada Pekerja: Pencegahan dan Pengobatannya. Jakarta : Depkess RI.

Latov, Norman.2007. Peripheral Neuropathy. Demos Medical Publishing. New York.

Lie, TM. 2004. Hubungan Sindroma Terowongan Karpal dengan Gerakan Repetitif Pergelangan Tangan dan Faktor Lain pada Pekerja Wanita Pabrik Pengolahan Makanan. Program Pascasarjana Kedokteran Kerja. UI.

Moore, KL. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Hipokrates. Jakarta.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Pecina, Marko M. Markiewitz, Andrew D. 2001. Tunnel Syndromes:Peripheral Nerve Compression Syndrome Third edition. CRC PRESS. New York.

Purwanti. 2011. Pengaruh Lama Mengetik Terhadap Resiko Terjadinya Carpal Tunel Syndrome (CTS) pada Pekerja Rental.

Rambe,AS. 2004. Sindroma Terowongan Karpal. Bagian Neurologi FK USU. Rampen-Harsono, WJB. 1995. Sindrome Terowongan Karpal pada Pekerja

Yang Terpajan Tekanan Biomekanika Berulang Pada Tangan dan Pergelangan Tangan di Pabrik Ban PT.BSIN. Program Pascasarjana Kesehatan dan Keselamatan Kerja. UI.


(6)

Suherman, B. Maywati, S. 2012. Beberapa Faktor Kerja yang Berhubungan Dengan Kejadian Carpal Tunnel Syndrome Pada Petugas Rental Komputer Di Kahuripan Tasikmalaya. Universitas Siliwangi.

Tana, Lusyanawati. 2004. Carpal Tunnel Syndrome pada Pekerja Garmen di Jakarta. Puslitbang, Pemberantasan Penyakit vol.32. P:73-82.

Thomsen JF, Gerr F, Atroshi I: Carpal tunnel syndrome and the use of computer mouse and keyboard: a systematic review. BMC Musculoskelet Disord 2008; 9: 134.

Viera. 2003. Management of Carpal Tunnel Syndrome. American Academy of Family Physicians;68(2):265-72.

Werner, RA. Jacobson, JA. Jurnadar DA. 2004. Influence of Body Mass INDex in Median Nerve Funation Calpar Cannar Pressure and Crossectional area of The Median Nerve. Muscul Nerve;30:451-85.