1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Krisis moneter yang mengguncang dunia bahkan Indonesia pada beberapa waktu lalu telah berimbas pada sektor industri, tidak terkecuali industri garmen
perusahaan yang mengolah bahan baku kain menjadi pakaian dan celana jadi pada khususnya. Hal ini dapat menimbulkan banyaknya perselisihan hubungan
industrial antara pekerja dan pengusaha. Sebagai contoh perselisihan tersebut adalah pemotongan bahkan penghapusan uang transport, uang cuti haid, dan uang
makan bagi pekerja. Perusahaan terpaksa mengambil kebijakan tersebut karena kesulitan keuangan, hal ini disebabkan karena target produksi yang dibebankan
oleh perusahaan kepada pekerja tidak tercapai, sehingga pemasukan perusahaan minim. Selain itu, naiknya bahan baku serta tarif dasar listrik untuk industri juga
mempengaruhi laba yang diperoleh perusahaan akan berujung pada pendapatan yang diterima oleh pekerja.
Secara sosiologis, pekerja memang merupakan pihak yang lemah dibanding dengan pengusaha. Pekerja adalah orang yang tidak bebas dalam menentukan
kehendaknya terhadap pengusaha, karena dalam suatu hubungan kerja industrial pengusaha telah memberikan batasan-batasan yang harus diikuti oleh pihak
pekerja. Sulit bagi pekerja untuk mengatakan tidak, dan apabila mereka berkeras dan bersikukuh mengatakannya, mereka akan kehilangan mata pencaharianya
pekerjaannya yang tentunya akan mengakibatkan pekerja kehilangan
pendapatan. Bagi pengusaha, kehilangan seorang pekerja bukan persoalan karena masih banyak tenaga kerja yang mencari pekerjaan.
Berbicara mengenai ketenagakerjaan tentunya ada pihak yang terlibat di dalamnya yang akan menimbulkan terselenggaranya hubungan industrial, para
pihak yang dimaksud adalah pengusaha, pihak pekerja, dan pemerintah. Dalam hubungan ketenagakerjaan yang baik pastinya harus dapat dicapai keadilan yang
dapat diterima oleh semua pihak baik dari sudut pandang yuridis maupun sudut pandang umum, yaitu terlindunginya hak dan kepentingan kedua belah pihak
sesuai harkat dan martabat manusia. Dari sudut pandang umum, keadilan dan keserasian antara hak dan kewajiban yang dapat dinikmati oleh semua pihak yaitu
pekerja dan pengusaha. Dari sudut pandang yuridis, keadilan merupakan suatu kenyataan yang menjadi hasil renungan dan pengejawantahan pengaturan hukum
yang menjamin terlaksananya keserasian antara penggunaan hak dan kewajiban masing-masing pihak yaitu pihak pekerja dan pihak pengusaha.
“Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan upah atau imbalan dalam bentuk lain” Pasal 1 angka 3 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Sedangkan pengusaha adalah: a.
Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
b. Orang, perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri
sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; dan c.
Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia Pasal 1 angka 5 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
“Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan atau jasa yang terdiri dari unsur
pengusaha, pekerja atau buruh dan pemerintah yang berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945” Undang Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 angka 16. Intervensi pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan melalui perundang-
undangan tersebut telah membawa perubahan mendasar yakni menjadikan sifat hukum ketenagakerjaan menjadi ganda yakni sifat privat dan publik. Sifat privat
melekat pada prinsip dasar adanya hubungan kerja yang ditandai dengan adanya hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha. Sedangkan sifat publik dari
hukum ketenagakerjaan dapat dilihat dari: 1.
Adanya sanksi pidana, sanksi administratif bagi pelanggar ketentuan dibidang ketenagakerjaan;
2. Ikut campur tangan pemerintah dalam menetapkan besarnya standar upah
upah minimum; 3.
Menetapkan kebijakan; 4.
Memberikan pelayanan; dan 5.
Melaksanakan pengawasan. Dalam suatu perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja dan dipimpin oleh
seorang pengusaha, keduanya mempunyai hubungan kerja yang terikat dengan perjanjian kerja dan berlaku pada saat tenaga kerja tersebut mulai bekerja pada
perusahaan dan berakhir pada saat habis masa berlakunya perjanjian kerja,
terutama tenaga kerja harian lepas atau tenaga kerja sistem kontrak yang berlaku selama tiga bulan dan bisa diperpanjang sampai satu tahun.
Berhasil tidaknya suatu perusahaan untuk menghasilkan barang dan jasa yaitu berkat keikutsertaan tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan. Jika tenaga kerja
disiplin, tertib, menaati semua norma–norma dan peraturan yang berlaku dalam perusahaan, maka akan dapat meningkatkan efisiensi, efektifitas dan produktifitas
perusahaan tersebut. Jika sebaliknya, maka tenaga kerja akan menerima konsekuensi dari perusahaan tersebut, misalnya sanksi yang telah ditetapkan.
Mula-mula pekerja dan pengusaha sebelum terjadi hubungan industrial mereka mengadakan perjanjian kerja. Berdasarkan ketentuan di dalam Pasal 1
angka 14 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dapat disimpulkan bahwa perjanjian kerja yang menimbulkan hubungan kerja
mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Dengan demikian, agar dapat disebut perjanjian kerja harus dipenuhi empat unsur, yaitu sebagai berikut:
1. Ada orang dibawah pimpinan orang lain unsur perintah menimbulkan
adanya pimpinan orang lain; 2.
Penunaian kerja melakukan pekerjaan; 3.
Adanya upah; dan 4.
Yang memimpin pekerja disebut pengusaha atau pemberi kerja. Kewajiban utama dari pekerja adalah melakukan pekerjaan, menaati
peraturan perusahaan dan bertindak sebagai pekerja yang baik. Sedangkan kewajiban utama dari pengusaha adalah membayar upah. Adapun kewajiban
pokok dari pengusaha selain membayar upah adalah juga mengatur tempat kerja,
memberi hari istirahat, dan hari libur resmi, memberi surat keterangan serta bertindak sebagai pengusaha yang baik.
Membahas perselisihan identik dengan membahas masalah konflik. Secara sosiologis perselisihan dapat terjadi dimana-mana,
seperti di lingkungan rumah tangga, di lingkungan kerja dan sebagainya. Secara psikologis perselisihan merupakan luapan
emosi yang mempengaruhi hubungan seseorang dengan orang lain. Jadi masalah perselisihan merupakan hal yang lumrah karena telah
menjadi kodrat manusia itu sendiri” Asyhadi dalam Abdul Khakim 2007:145. Langkah strategis adalah bagaimana seseorang
me-manage perselisihan itu dengan baik untuk memperoleh solusi yang tepat dan akurat. Demikian pula mengenai perselisihan
hubungan industrial dahulu disebut perselisihan perburuhan terkadang tidak dapat dihindari. Oleh sebab itu, semua pihak yang
terlibat dalam perselisihan harus bersifat dan bersikap lapang dada serta berjiwa besar untuk menyelesaikan permasalahan yang
sedang dihadapi tersebut.
“Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan
pekerja atau buruh atau Serikat Pekerja SP atau Serikat Buruh SB karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan
Pemutusan Hubungan Kerja PHK serta perselisihan antar Serikat Pekerja SP atau Serikat Buruh SB hanya dalam satu perusahaan” Pasal 1 angka 22 Undang
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam hubungan industrial, pekerja atau buruh dan pengusaha mempunyai
peran dan fungsi yang saling terikat. Apabila dalam hubungan industrial tersebut terjadi perselisihan, maka akan mengganggu jalannya proses produksi yang
akibatnya akan berdampak pada pekerja dan pengusaha itu sendiri. Seiring dengan laju perkembangan pembangunan dan proses industrialisasi
serta meningkatnya jumlah angkatan kerja, maka masalah perselisihan hubungan
industrial yang timbul antara pekerja dan pengusaha merupakan suatu kejadian yang wajar mengingat berbagai tipe manusia yang bekerja di perusahaan selalu
akan berhadapan dengan kebijaksanaan pengusaha. Di satu pihak kebijaksanaan tersebut mungkin dirasakan sebagai aktifitas yang memuaskan, tetapi dilain pihak
akan dirasakan sebagai aktifitas yang kurang memuaskan. Salah satu bentuk perlindungan dan kepastian hukum pekerja dan pengusaha
tersebut adalah melalui penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Karena dengan adanya penyelesaian perselisihan hubungan industrial tersebut, pekerja
dan pengusaha sebagai pihak yang berkepentingan dapat terjamin hak dan kepentingannya tanpa mengesampingkan kewajiban masing-masing pihak.
Sehubungan dengan hal tersebut, meski bagaimana baiknya suatu hubungan kerja yang telah diperjanjikan dan disepakati bersama oleh pekerja dan pengusaha,
tetapi masalah perselisihan antara keduanya akan selalu ada dan bahkan sulit untuk dihindari.
Sebagai institusi yang bertanggung jawab terhadap masalah ketenagakerjaan, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga melakukan tindakan preventif atau
pencegahan, yaitu: 1.
Sosialisasi tentang peraturan ketenagakerjaan; 2.
Pembinaan; dan 3.
Pencegahan keresahan hubungan industrial. Lahirnya berbagai undang-undang yang mengatur masalah
ketenagakerjaan adalah untuk menciptakan hubungan industrial yang berkeadilan. Untuk mewujudkan hal ini, harus ada jaminan
perlindungan bagi pihak yang lemah sehingga terwujud keseimbangan equality Sehat Damanik 2006:3.
PT. Sai Apparel Industries Semarang adalah salah satu perusahaan yang bergerak dibidang garmen perusahaan yang mengolah bahan baku kain menjadi
pakaian dan celana jadi. Perusahaan ini terletak di Semarang Timur tepatnya Kecamatan Pedurungan, Jalan Brigjend Sudiarto Km. 11, dan berbatasan secara
langsung dengan Kabupaten Demak, yaitu Kecamatan Mranggen. PT. Sai Apparel Industries memiliki pekerja yang jumlahnya kurang lebih 9100, dengan rincian
400 orang berjenis kelamin laki-laki dan 8700 berjenis kelamin perempuan Sumber: wawancara langsung dengan Manager Personalia PT. Sai Apparel
Industries Semarang, Ibu Efi Damayanti, S.E.. Seperti yang sudah diuraikan di atas, pekerja dan pengusaha sebagai pihak yang berkepentingan dapat terjamin
hak dan kepentingannya tanpa mengesampingkan kewajiban masing-masing pihak. Di perusahaan tersebut terjadi beberapa jenis perselisihan antara pekerja
dan pengusaha beberapa tahun terakhir. Sebagai contohnya adalah mengenai keterlambatan gaji pekerja. Contoh lain dari perselisihan hubungan industrial
antara pekerja dan pengusaha di PT. Sai Apparel Industries Semarang adalah pemotongan uang transport, uang cuti haid, dan uang makan Sumber: Risalah
Perundingan Bipartit antara pihak perusahaan atau manajemen dengan pihak pekerja yang berselisih.
Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin mengetahui cara penyelesaian dari masing-masing perselisihan hubungan industrial tersebut, maka peneliti tertarik
untuk mengadakan penelitian yang berjudul “Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial antara Pekerja dan Pengusaha di PT. Sai Apparel Industries Semarang”.
1.2 Identifikasi dan Pembatasan Masalah