Metode Likuifikasi Kayu

KARYA TULIS

METODE LIKUIFIKASI KAYU

Disusun Oleh:
Tito Sucipto, S.Hut., M.Si.
NIP. 19790221 200312 1 001

DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2009

Tito Sucipto : Metode Likuifikasi Kayu, 2009

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan
keajaiban-Nya sehingga dapat menyelesaikan karya tulis mengenai “Metode
Likuifikasi Kayu“.
Karya tulis ini berisi tentang gambaran umum mengenai metode likuifikasi

kayu dengan modifikasi kimia. Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat
memperkaya khasanah wawasan dan pengetahuan di bidang ilmu dan teknologi
kayu.
Tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis mengharapkan saran
dan masukan yang konstruktif demi menyempurnakan karya tulis.

Medan, Desember 2009

Penulis

Tito Sucipto : Metode Likuifikasi Kayu, 2009

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL........................................................................................................ iii
Pendahuluan ................................................................................................................. 1
Pembahasan.................................................................................................................. 3

Metode Likuifikasi ....................................................................................................... 4
Kesimpulan .................................................................................................................. 10
Referensi ...................................................................................................................... 11

Tito Sucipto : Metode Likuifikasi Kayu, 2009

DAFTAR TABEL

Halaman
1. Hasil prosedur tahapan likuifikasi untuk kayu dan pati ........................................... 7
2. Persen residu campuran kayu terlikuifikasi pada beberapa diluent ......................... 8

Tito Sucipto : Metode Likuifikasi Kayu, 2009

METODE LIKUIFIKASI KAYU

Pendahuluan
Perekat (adhesive) menurut ASTM adalah suatu zat atau bahan yang
memiliki kemampuan untuk mengikat dua buah benda berdasarkan ikatan
permukaan (Blomquist et al., 1983; Forest Product Society, 1999).


Perekat

merupakan salah satu bahan utama yang sangat penting dalam industri pengolahan
kayu, khususunya komposit. Dari total biaya produksi kayu yang dibuat dalam
berbagai bentuk dan jenis kayu komposit, lebih dari 32% adalah biaya perekatan
(Sellers, 2001).
Di Indonesia telah berdiri lebih dari ratusan industri pengolahan kayu
(komposit) yang sebagian besar menggunakan perekat urea formaldehida (UF),
fenol formaldehida (PF) dan melamin formaldehida (MF). Sebagian besar perekat
yang diproduksi di Indonesia adalah perekat sintetik seperti perekat UF, PF dan
MF, yang peruntukannya memenuhi kebutuhan industri kayu lapis, papan partikel
dan vinir lamina. Sementara untuk produksi kayu pertukangan (wood working),
keperluan struktural atau bangunan dan perkapalan masih menggunkan perekat
impor dari Belgia dan Jepang, yaitu perekat dingin tipe WBP dari jenis fenol
resorsinol formaldehida (PRF) dan resorsinol formaldehida (RF).
Kelemahan perekat sintetis seperti UF, PF dan MF adalah ketersediaan
sumber bahan baku perekat yang semakin berkurang dan timbulnya emisi
formaldehida dari produk material hasil perekatan terhadap lingkungan. Emisi
formaldehida dapat menyebabkan gejala pusing, sakit kepala dan insomnia

(Umemura, 2006). Formaldehida (HCHO) merupakan gas yang tidak berwarna.
Berat molekulnya 30,03, kerapatan 1,067 g/m3, titik lebur -92 0C, titik didih -19,5
0

C dan titik kalor 300 0C. Formaldehida dapat menyebabkan emisi formaldehida

(sick-house syndrome) yaitu reaksi alergi manusia terhadap bahan kimia yang
terdapat pada material konstruksi, terutama formaldehide atau zat kimia lain
sebagai bahan perekat yang diaplikasikan pada bangunan atau furniture.
Tren back to nature (kembali ke alam), seperti pemanfaatan bahan baku
dari alam daripada bahan baku sintetis merupakan isu lingkungan yang sudah

Tito Sucipto : Metode Likuifikasi Kayu, 2009

lama berkembang, termasuk pengembangan bahan baku perekat.

Hal ini

berkaitan dengan beberapa kelebihan bahan baku alam, seperti lebih ramah
lingkungan (environment friendly) dan potensinya yang cukup banyak dan dapat

diperbaharui (renewable). Saat ini tren pengembangan perekat adalah perekat
yang sedikit atau tidak mengandung formaldehida serta perekat yang sedikit atau
tidak menggunakan pelarut berbahan dasar air, sehingga dampak negatif terhadap
lingkungan akan berkurang.

Penelitian dan pengembangan mengenai perekat

terus dilakukan untuk mengeksplorasi perekat alami baru yang kualitasnya tinggi
dan dampak negatif terhadap lingkungan yang rendah.
Perekat berbahan dasar minyak bumi (formaldehida) memiliki sifat
perekatan yang baik, tapi ketersediannya semakin terbatas dan sebagian
mengandung zat kimia yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan.
Perekat alami merupakan alternatif pengganti perekat berbahan dasar minyak
bumi, tetapi sifat perekatannya masih kurang baik. Studi tentang perekat alami
perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas perekatannya (Umemura, 2006).
Perekat berbahan formaldehida merupakan perekat sintetis yang bahan
bakunya diperoleh sebagai hasil olahan minyak bumi yang tidak dapat pulih
(Maloney, 1993).

Karena kegiatan pembangunan minyak bumi yang terus


menerus, maka kemungkinan sumber minyak semakin lama semakin berkurang
bahkan habis sehingga perlu adanya bahan pengganti dalam pembuatan perekat.
Salah satu sumber yang memiliki potensi yang dapat menyamai kualitas bahan
perekat fenol formaldehida adalah perekat yang bahan asalnya dari lignin
(Gillespie, 1987; Nimz dalam Pizzi, 1983).
Konversi bahan berlignoselulosa menjadi perekat dapat dilakukan dengan
memodifikasi kimia kayu, yaituvreaksi kimia antara beberapa bagian komponen
kimia yang reaktif dengan pereaksi kimia sederhana untuk membentuk ikatan
kovalen antara keduanya. Bahan berlignoselulosa dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku perekat likuida melalui proses likuifikasi. Likuifikasi lignoselulosa
adalah suatu prosedur untuk memproduksi minyak dari biomass dalam kondisi
konversi tertentu (Appel et al., 1975; Vanasse et al., 1988 dalam Yoshioka et al.,
1992).

Tito Sucipto : Metode Likuifikasi Kayu, 2009

Pembahasan
Beberapa penelitian telah dapat menghasilkan perekat likuida, tapi
kualitasnya tidak sebaik perekat sintetis. Agar tumbuhan berlignoselulosa dapat

dimanfaatkan sebagai bahan baku industri perekat likuida secara optimal, perlu
dilakukan penelitian peningkatan kualitas perekat likuida.

Pengetahuan

peningkatan mutu perekat likuida harus dikaji lebih lanjut agar pemanfataannya
lebih optimal serta menghasilkan produk perekat likuida yang berkualitas dan
memenuhi standar.
Istilah liquefaction of lignocellulosic (likuifikasi lignoselulosa) sampai
sekarang diartikan sebagai prosedur untuk memproduksi minyak dari biomass di
bawah kondisi yang sangat keras selama konversi (Hon, 1996; Appel et al., 1975;
Vanasse et al., 1988 dalam Yoshioka et al., 1992). Sebagai contoh, Appel et al.
mengkonversi selulosa menjadi minyak menggunakan katalis Na2CO3 homogen
dalam air, dengan titik didih campuran pelarut (anthracene oil, cresol, dan lainlain) tinggi pada tekanan 140-240 atm dengan gas sintetis CO/H2. Perlakuan
selama 1 jam pada 300-350 oC menghasilkan rendemen 40-60% benzena terlarut
(minyak) dan konversi material awal 95-99%. Tipe likuifikasi ini lebih tepat
disebut sebagai oilification of lignocellulosics.

Yoshioka et al. (1992),


menyatakan bahwa likuifikasi lignoselulosa juga dapat dilakukan pada suhu 240270 °C tanpa katalis, 80-150 °C dengan katalis asam, bahkan pada suhu ruang
(untuk kayu termodifikasi kimia).
Beberapa kemajuan yang telah dicapai adalah likuifikasi lignoselulosa
dibawah kondisi yang lebih lembut, seperti pada suhu 240-270 oC tanpa katalis,
atau pada suhu 80-150 oC dengan katalis asam. Satu gugus khusus dari kayu
termodifikasi kimia dapat dilarutkan (dissolved) dalam cresols bahkan pada
temperatur ruang.

Likuifikasi kayu tanpa perlakuan dapat juga dibandingkan

dengan organosolve pulping pada kayu, yang menunjukkan bahwa kondisi
likuifikasi lebih keras daripada organosolve pulping.
Setelah penemuan fenomena likuifikasi kayu, beberapa percobaan telah
dilakukan untuk meningkatkan konsentrasi biomassa dalam campuran likuifikasi,
menghasilkan tingkat likuifikasi dalam hubungannya dengan sifat kelarutan
biamassa tercairkan dalam pelarut organik, serta mengetahui mekanisme

Tito Sucipto : Metode Likuifikasi Kayu, 2009

likuifikasi.


Aplikasi likuifikasi kayu telah dikembangkan dalam pembuatan

perekat, kayu bentukan (molding), busa (foam), dan seterusnya.

Metode Likuifikasi
Likuifikasi kayu termodifikasi kimia dapat dilakukan dengan tiga metode,
yaitu:
1.

Likuifikasi dari kayu teresterifikasi.
Kayu yang diesterifikasi dengan serangkaian asam alifatik, dapat dilikuifikasi
dalam benzil eter, stirena oksida, phenol, resolsinol, benzaldehida, phenol
cair, campuran kloroform dan dioksan, atau campuran benzena-aseton setelah
perlakuan pada suhu 200-270 oC selama 20-150 menit (Hon, 1996; Shiraishi
1989, Patent dalam Yoshioka et al., 1992). Kayu dapat dilikuifikasi dalam
phenol (atau larutannya), resorsinol (atau larutannya) dan formalin setelah
perendaman atau pengadukan pada suhu 170°C selama 30-60 menit (Hon,
1996; Shiraishi et al., 1984 dalam Yoshioka et al., 1992).


2.

Penggunaan pelarut polihidrat alkohol (solvolisis).
Dengan kondisi yang memungkinkan phenolisis dari bagian lignin,
khususnya dalam melibatkan katalis, likuifikasi kayu termodifikasi kimia ke
dalam phenol dapat dipenuhi di bawah kondisi yang lebih lunak (pada 80 oC
selama 30-150 menit). Kayu terallilasi, kayu termetilasi, kayu teretilasi, kayu
terhidroksietilasi, kayu terasetilasi dan lainnya dapat dilarutkan dalam
polihidrat alkohol seperti 1,6-hexanediol, 1,4-butanediol, 1,2-ethanediol,
1,2,3-propantriol (glycerol), dengan adanya katalis yang sesuai, pada suhu
80°C selama 30-150 menit. Tiap reaksi tersebut menyebabkan lepasnya fraksi
alkohol (alkoholisis) dari makromolekul lignin (Hon, 1996; Shiraishi et.al.
1985 dalam Yoshioka et al. 1992). Proses likuifikasi dapat menghasilkan
larutan pasta dengan mempertimbangkan konsentrasi larutan kayu yang tinggi
(70%).

3.

Post-chlorination dari kayu termodifikasi kimia.
Kayu termodifikasi kimia yang diklorinasi, akan meningkat kelarutannya

dalam pelarut. Pada suhu ruang, hanya 9,25% kayu tercyanoetilasi, dapat
dilarutkan dalam o-cresol. Namun setelah reaksi klorinasi, hampir seluruh

Tito Sucipto : Metode Likuifikasi Kayu, 2009

kayu tercyanoetilasi tersebut dapat larut dalam o-cresol, pada suhu ruang
(Hon, 1996; Yoshioka et al., 1992). Kayu tercyanoetilasi klorinasi dapat juga
dilarutkan dalam resolsinol, phenol dan larutan LiCl-dimetilasetamida dengan
pemanasan.
Likuifikasi kayu termodifikasi kimia menggunakan pelarut phenols,
bisphenols, dan polihydric alcohols, dan dikombinasikan dengan penggunaan
cross-linking

agent

atau

hardener,

menghasilkan

resin

(resin

phenol-

formaldehyda, polyurethane, epoxy, dll) dengan daya rekat yang baik (Shiraishi,
1986; Shiraishi et al.,1986; 1987b dan 1988; Kishi et al., 1986 dalam Yoshioka et
al., 1992). Pu et al. (1991) dalam Yoshioka et al. (1992) melakukan penelitian
mengenai likuifikasi kayu dalam fenol yang hasilnya digunakan sebagai perekat.
Likuifikasi kayu tanpa perlakuan pendahuluan dapat dilakukan dengan
cara:
a.

Perlakuan pada suhu di atas 250 0C selama 15-180 menit, dalam phenol,
bisphenol, beberapa alkohol seperti benzil alkohol, beberapa polihidrik
alkohol seperti 1,6-heksanediol dan 1,4-butanediol, oksieter seperti metil
sellosolve, etil sellosolve, dietilena glikol, trietilena glikol, polietilena glikol,
1,4-dioksan, sikloheksanon, dietil ketone, dan etil n-propil ketone (Hon,
1996; Shiraishi et al., 1986, Patent dalam Yoshioka et al., 1992).

b.

Perlakuan pada suhu 150 °C, tekanan atmosfir, dengan katalis phenolsulfonic
acid dan sulfuric acid (Hon, 1996; Pu et al., 1991 dalam Yoshioka et al.,
1992). Pada metode katalis asam ini, phenol dan polihidrik alkohol dapat
juga digunakan bersama-sama sebagai pelarut organik.

Phenol, creosol,

bisphenol A da F, dan lainnya berhasil diadopsi sebagai phenol. Polietilen
glikol, polieter poliol (penambahan epoksi yang direaksikan poli eter poliol,
polietilena terephthalate polyol) telah ditemukan untuk melikuifikasi kayu
dalam larutan poliol.
Likuifikasi kayu juga telah disempurnakan dengan tambahan
carprolactone, gliserin, dan asam sulfur.

-

Dalam proses likuifikasi dan

polimerisasi, polimerisasi menghasilkan policarprolactona, berlangsung dalam
sistem reaksi pada waktu yang sama. Selain kayu, batang dan bagian kelapa

Tito Sucipto : Metode Likuifikasi Kayu, 2009

sawit, kulit, bagasse, limbah biji kopi, dan kertas bekas dapat juga dilikuifikasi
(Hon, 1996).
Likuifikasi kayu tanpa perlakuan akan menghasilkan resol-type phenol
resin. Penelitian yang telah dilakukan adalah:
a.

Kayu dilarutkan dalam phenol pada suhu 150 °C dengan katalis
phenolsulfonic acid (Pu et al., 1991 dalam Yoshioka et al., 1992).

b.

Lima bagian chips kayu dilarutkan dalam dua bagian phenol pada suhu 250
°C tanpa katalis (Pu et.al., 1992 dalam Yoshioka et al., 1992).
Resol-type phenol resin yang dihasilkan dapat memberikan hasil perekatan

tahan air yang memuaskan bila dilakukan pengempaan panas pada suhu 120 0C
dan kecepatan 0,5 menit per 1 mm kayu lapis (Yoshioka et al., 1992).
Dalam metode tanpa menggunakan katalis, memungkinkan untuk
menghasilkan larutan pasta dengan konsentrasi kayu terlarut yang tinggi mencapai
70%.

Konsentrasi kayu 70% merupakan kondisi ekstrim, likuifikasi yang

dihasilkan dengan adanya phenol biasanya konsentrasinya akan menjadi lebih
rendah. Beberapa nilai menjadi lebih rendah ketika polihidrik alkohol digunakan.
Dalam rangka menghasilkan larutan likuifikasi yang diperkaya kandungan
biomassa, gabungan likuifikasi kayu dan pati dalam sistem campuran polietilena
glikol/gliserin telah berhasil dipelajari.
Seperti pengamatan pada proses exploison (ledakan) dan proses
autohidrolisis untuk kayu, rekondensasi komponen kayu terdegradasi juga terjadi
lebih mudah sebagai perbandingan antara cairan terhadap kayu (liquid ratio/rasio
cairan) menjadi kecil. Fenomena ini menyulitkan dalam menghasilkan larutan
kayu pekat. Setelah ditemukan bahwa pati dapat dilikuifikasi secara mudah pada
rasio cairan rendah tanpa rekondensasi, yang kemudian disebut sebagai metode
tahapan likuifikasi telah diusulkan untuk persiapan campuran likuifikasi yang
mengandung biomassa tinggi. Dalam hal ini, setelah kayu dilikuifikasi dengan
memuaskan, artinya sejumlah pati yang ditambahkan dan dilikuifikasi
menghasilkan larutan yang sangat pekat, seperti disajikan pada Tabel 1.

Tito Sucipto : Metode Likuifikasi Kayu, 2009

Tabel 1. Hasil prosedur tahapan likuifikasi untuk kayu dan pati
Komposisi reakasi
Waktu likuifikasi^
Kayu Pati Pelarut* Kandungan
Pra
Waktu likuifikasi Tingkat
biomassa total likuifikasi
terkombinasi
likuifikasi
(bgn) (bgn) (bgn)
(%)
kayu (mnt)
(mnt)
(%)
1,0 2,0
3
50,0
90
20
98,2
1,5

1,5

3

50,0

90

20

93,8

1,5

3,0

3

60,0

90

20

96,0

2,0

1,0

3

50,0

80

15

84,5

2,0

2,0

3

57,0

80

15

88,3

2,0

3,0

3

62,5

80

15

90,7

* komposisi pelarut likuifikasi PEG-400/gliserin/H2SO4 = 80:20:3 (dalam berat).
^ temperatur reaksi 150 oC.
Sumber: Hon (1996)

Karena larutan terlikuifikasi yang telah diperoleh berbentuk pasta, maka
perlu mencairkannya dengan beberapa pelarut yang cocok untuk pengukuran
tingkat likuifikasi. Dalam hal ini, sifat-sifat terlarut kayu dan pati terlikuifikasi
(biomassa terlikuifikasi) telah diamati menggunakan beberapa rangkaian pelarut
pencampur.

Ditemukan bahwa campuran likuifikasi terdiri dari sejumlah

komponen kayu terdegradasi dan termodifikasi yang rumit. Pada sebagian besar
keadaan, beberapa larutan tunggal tidak dapat melarutkan semua komponen
terlikuifikasi secara sempurna.

Ditemukan bahwa sistem biner disusun oleh

pelarut polar berbeda, pelarut polar moderat donor-satu-elektron, seperti dioksan,
tetrahidrofuran, aseton dan lainnya, serta pelarut polar hiroksil lainnya yang
mengandung donor-akseptor elektron yang sangat besar, seperti metanol, etilen
glikol, air, dan lainnya merupakan pelarut campuran yang baik untuk biomassa
terlikuifikasi yang disiapkan dalam berbagai pelarut likuifikasi.
Tabel 2 memperlihatkan beberapa kelarutan kayu terlikuifikasi yang
disiapkan dari pelarut likuifikasi yang berbeda dalam satu jenis pelarut biner,
yaitu dioksan/air (8:2). Dapat dilihat bahwa residu tidak terlarut yang terukur
secara nyata dalam pelarut biner sama dengan pengukuran pada pelarut likuifikasi
itu sendiri.

Fenomena ini dapat diilustrasikan dengan melibatkan sifat

physicochemical pada sistem pelarut biner, seperti penyimpangan positif aktivitas
setiap unsur dari perilaku ideal.

Tito Sucipto : Metode Likuifikasi Kayu, 2009

Tabel 2. Persen residu campuran kayu terlikuifikasi pada beberapa diluent
Pelarut likuifikasi
PEG-400

Persen residu (%)
Pelarut
Dioksan/air
likuifikasi
21.4
21.0

PEG-400/gliserin (8:2)

12.8

13.7

PEG-400/1.1.1-tris(hidroksimetil)propana (8:2)

18.9

19.3

Policaprolacton 303

14.0

14.3

-

8.5

-

17.1

-Caprolacton/gliserin (75:25)
Phenol
Sumber: Hon (1996)

Setelah likuifikasi, komponen kayu menjadi terdegradasi dan menjadi
reaktif. Hasil kayu terlarut (solute) dapat digunakan untuk membuat perekat,
molding, dan produk yang lain, membuka bidang baru yang praktis untuk
penggunaan bahan kayu. Lebih lanjut untuk menjelaskan mekanisme likuifikasi
kayu dengan phenol, beberapa percobaan telah dilanjutkan. Dari konversi tak
berarti berupa kayu menjadi zat gas selama perlakuan likuifikasi, penurunan berat
molekul, pemutusan ikatan dalam komponen kayu melalui pirolisis dan phenolasi
bagian komponen kayu yang terdegradasi secara signifikan telah dapat dilihat.
Pu et al. (1991) melakukan penelitian mengenai likuifikasi kayu dalam
fenol yang hasilnya digunakan sebagai perekat. Sebanyak 5 sampai 20 gram fenol
dan sejumlah katalis ditempatkan dalam labu pada suhu 50 0C, kemudian
ditambahkan 5 gram tepung birch tanpa perlakuan awal.

Proses likuifikasi

berlangsung pada suhu 150 0C selama 15-120 menit tanpa pengadukan sehingga
didapatkan hasil likuifikasi berbentuk pasta. Pembuatan perekat resin resol yang
dilakukan adalah dengan menambahkan sejumlah formalin pada pasta hasil
likuifikasi kayu birch. Kondisi pH disesuaikan hingga mencapai pH 9 dengan
meneteskan larutan sodium hidroksida (NaOH). Kemudian reaksi metilasi dan
kondensasi parsial dari larutan kayu terlikuifikasi phenol dilakukan pada suhu 90
0

C selama 20-60 menit dengan pengadukan konstan. Jika menggunakan suhu

ruang, kondisi pH disesuaikan hingga mencapai pH 11 dengan menambahkan
larutan 40% NaOH dan dilakukan pengadukan.

Jumlah formalin yang

ditambahkan sebanyak 1,8-3,0 mol formaldehida per mol fenol yang digunakan

Tito Sucipto : Metode Likuifikasi Kayu, 2009

dalam tahap likuifikasi. Ke dalam 100 bagian perekat ditambahkan 5 bagian
tepung sabut kelapa sebagai fillers.
Metode pembuatan perekat dari biomassa mengandung lignin (Russel and
Riemath, 1985) adalah:
a.

Mempersiapkan liquefaction oil dari material tanaman yang mengandung
lignin, dengan memanaskannya pada suhu 290-350 0C, selama 0,25-1 jam
pada tekanan 1500-3000 psi, dengan keberadaan air sebanyak 60–80 persen
berat dan katalis alkali.

b.

Mereaksikan liquefaction oil dengan dietil eter, sehingga diperoleh fraksi
terlarut dan tidak terlarut pertama.

c.

Fraksi terlarut pertama kemudian direaksikan dengan basa lemah (aqueous
NaHCO3) sehingga diperoleh fraksi terlarut dan tidak terlarut kedua.

d.

Fraksi tidak terlarut kedua direaksikan dengan basa kuat (aqueous NaOH)
sehingga menghasilkan fraksi terlarut dan tidak terlarut ketiga.

e.

Fraksi terlarut ketiga direaksikan dengan asam (HCl) sehingga menghasilkan
fraksi terlarut dan tidak terlarut keempat.

f.

Fraksi tidak terlarut keempat direaksikan dengan dietil eter sehingga
menghasilkan fraksi terlarut dan tidak terlarut kelima.

g.

Fraksi terlarut kelima ditambahkan air sehingga menghasilkan fraksi terlarut
yang disebut dengan fraksi fenolik dari liquefaction oil.

h.

Campurkan (dengan perbandingan berat), 100 bagian fraksi fenolik, 1330
bagian formaldehida 37%, 660 bagian air dan 460 bagian NaOH.

i.

Panaskan campuran tersebut pada suhu 70-80 0C selama 6 jam sehingga
diperoleh resin fenol formaldehida.

j.

Campurkan

(dengan

perbandingan

berat),

100

bagian

resin

fenol

formaldehida, 3 bagian tepung kulit kayu, 6 bagian NaOH 50% dan 3 bagian
aqueous Na2CO3.
k.

Panaskan campuran tersebut pada suhu 60 0C selama 0,5 jam sehingga
diperoleh perekat.
Perkembangan likuifikasi kayu untuk perekat antara lain:

Tito Sucipto : Metode Likuifikasi Kayu, 2009

1.

Likuifikasi bambu dalam fenol menggunakan katalis HCl 5% pada suhu 115
o

C menghasilkan perekat liquefied bamboo formaldehyde (BLF) (Shenyuan et

al., 2006).
2.

Likuifikasi kayu german spruce dalam fenol atau resorcinol pada suhu 250oC
dalam tabung yang kedap tekanan menghasilkan pasta yang merupakan
prekursor untuk membuat resin epoksi (Kishi et al., 2005).

3.

Likuifikasi kayu Birch dalam fenol dengan menggunakan katalis asam sulfat
(Alma et al., 2004).

4.

Likuifikasi corn stover (daun jagung) untuk perekat papan partikel (Yu et al.,
2004).

5.

Likuifikasi corn bran (kulit jagung) dalam fenol, dilanjutkan dengan
kondensasi hasil likuifikasi corn bran dengan formaldehida dalam kondisi
basa, menghasilkan perekat resol fenolik untuk perekat kayu lapis (Lee,
2003).

6.

Hasil likuifikasi hazelnut shell (tempurung/kulit hazelnut) dengan katalis
potasium hidroksida (KOH) digunakan sebagai ko-polimer dalam perekat
lignin formaldehyde (LF) (Demirbas, 2002).

7.

Likuifikasi serbuk gergajian kayu southern pine dengan perlakuan creosote
menghasilkan fenolik resin (Shiraishi et al., 2000).

Kesimpulan

1.

Likuifikasi lignoselulosa adalah suatu prosedur untuk memproduksi minyak
dari biomass dalam kondisi konversi tertentu.

2.

Likuifikasi kayu termodifikasi kimia dapat dilakukan dengan tiga metode,
yaitu likuifikasi dari kayu teresterifikasi, penggunaan pelarut polihidrat
alkohol (solvolisis) dan post-chlorination dari kayu termodifikasi kimia.

Tito Sucipto : Metode Likuifikasi Kayu, 2009

Referensi

Alma, MH, M Yoshioka, Y Yao & N Shirashi. 1998. Preparation of Sulfuric Acid
-Catalyzed Phenolated Wood Resin. J. Wood Sci&Tec 32:297-308, 1998.
Blomquist, RF, AW Christiansen, RH Gillespie and GE Myers. 1983. Adhesive
Bonding of Wood and Other Structural Materials.
Technology USDA Forest Service.

Forest Product

Wisconsin: The University of

Wisconsin-Extension.
Demirbaş, A. 2002. Utilization of Lignin Degradation Products from Hazelnut
Shell via Supercritical Fluid Extraction. J. 24 : 891-897, 2002.
[FPS] Forest Products Society. 1999. Wood Handbook: Wood as An Engineering
Material. USA: Forest Products Society.
Gillespie, RH. 1987. Durable Wood Adhesives from Kraft Lignin. In Hemingway,
RW, Cornner and SJ Branham (eds.). 1987. Adhesives from Renewable
Resources. New Orlean, Lousiana: Symposium in the Cellulose, Paper and
Textile.
Hon, DN-S. 1996. Chemical Modification of Lignocellulosic Materials. Marcel
Dekker. New York.
Kishi, H, A Fujita, H Miyazaki, S Matsuda and A Murakami. 2005. Natural Fiber
Reinforced Wood-Based Epoxy Composites. Proceeding of The 8th
Polymers for Advanced Technologies International Symposium. Budapest,
Hungary, 13-16 September 2005.
Lee, S.H. 2003. Phenolic Resol Resin from Phenolated Corn Bran and Its
Characteristics. J. Appl. Polym Sci 87 : 1365 - 1370, 2003.
Maloney, TM. 1993. Modern Particle Board an dry Proces Fiberboard
Manufacturing. San Fransisco: Miller Freeman Inc.
Pizzi, A. 1983. Wood Adhesives, Chemistry and Technology. New York: Marcel
Dekker, Inc.
Pu, S, M Yoshioka, Y Tanihara and N Shiraishi. 1991. Liquefaction of Wood in
Phenol and Its Application to Adhesives.

Tito Sucipto : Metode Likuifikasi Kayu, 2009

Russel, JA and WF Riemath. 1985. Method for Making Adhesive from Biomass
US Patent 4.508.886, 2 April 1985.
Sellers, T.

2001.

Wood Adhesive: Innovation and Applications in North

America. Forest Product Journal, June 2001: 51 (6).
Shenyuan, F, M Lingfei, L Wenzhu and C Shuna. 2006. Liquefaction of Bamboo,
Preparation of Liquefied Bamboo Adhesives and Properties of The
Adhesives. Journal of Frontiers of Forestry in China No. 2, 2006.
Shiraishi, N and CY Hse. 2000. Liquefaction of The Used Creosate-Treated Wood
in The Presence of Phenol and Its Application to Phenolic Resin. Wood
Adhesives 2000, pages 259-266.
Umemura, K. 2006. Wood-based materials and wood adhesives: Recent trend in
Japan. Cibinong: Makalah Wood Science School di UPT Biomaterial LIPI.
Yoshioka, M, Y Aranishi & N Shiraishi. 1992. Liquefaction of Wood and Its
Applications. Rotorua, New Zealand: Forest Research Institute Bulletin No.
176, 7-8 November 1992.
Yu, F, R Ruan, E Hare, Y Liu, P Chen, X Lin, S Deng, V Morey, T Yang, C
Chen, C Liu & Y Gao. 2004. Preparation of Biopolymer from Liquefied
Corn Stover.

The American Society of Agricultural and Biological

Engineers.

Tito Sucipto : Metode Likuifikasi Kayu, 2009