Penelitian Terhadap Kegagalan Struktur Rangka Atap Kayu Bentang 12 Meter Dan Metode Perbaikan Strukturnya (Studi Kasus)

(1)

PENELITIAN TERHADAP KEGAGALAN STRUKTUR

RANGKA ATAP KAYU BENTANG 12 METER DAN

METODE PERBAIKAN STRUKTURNYA

(STUDI KASUS)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian sarjana teknik sipil

Disusun oleh: HARDIANSYAH

06 0404 141

Dosen Pembimbing:

Ir.BESMAN SURBAKTI, MT

19520901 198112 1 001

SUBJURUSAN STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011


(2)

ABSTRAK

Dalam perencanaan struktur rangka atap kayu, sering terjadi kegagalan struktur (failure of structure) baik berupa kegagalan ringan maupun kegagalan berat yang dapat menyebabkan runtuhnya struktur rangka atap. Kerusakan yang terjadi pada struktur disebabkan oleh beberapa penyebab, yaitu kesalahan dalam perencanaan berupa pendimensi batang tarik, batang tekan, dimensi sambungan yang dibutuhkan, maupun dalam pengaplikasian data yang didapat pada perencanaan di lapangan, yang berdampak pada kerugian material dan korban jiwa.

Tugas akhir yang berjudul “Penelitian terhadap Kegagalan Struktur Rangka Atap Kayu Bentang 12 Meter dan Metoda Perbaikan Strukturnya” ini bertujuan untuk meneliti penyebab kegagalan struktur rangka atap kayu bentang 12 meter yang terjadi berupa koyaknya penampang kayu, serta lendutan pada struktur rangka atap, dan juga metoda perbaikan yang dilakukan pada struktur rangka atap tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan section properties penampang existing berupa penampang, sambungan dengan section properties yang didapat dari perhitungan berdasarkan Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia 2002 (PPKI – NI 5 2002).

Dari hasil penelitian yang dilakukan didapat bahwa penampang kayu yang digunakan aman terhadap kombinasi beban yang bekerja. Namun, sambungan tidak aman terhadap gaya yang bekerja dikarenakan jumlah alat sambung baut yang digunakan lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah alat sambung yang dibutuhkan. Metoda perbaikan yang dapat dilakukan adalah dengan mengaplikasikan sambungan baut antara kayu dengan pelat besi dengan jumlah baut yang didapat berdasarkan perhitungan.


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan nikmat yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “ Penelitian Terhadap Kegagalan Struktur Rangka Atap Kayu Bentang 12 Meter dan Metode Perbaikan Strukturnya “ ini dengan baik dan tepat pada waktunya.Tugas akhir ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam Ujian Sarjana Teknik Sipil Bidang Studi Struktur pada Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan dikarenakan keterbatasan pemahaman dan pengetahuan penulis sendiri. Masih banyak terdapat kekurangan dan kekhilafan yang tidak disadari baik dalam teknik penulisan, penyajian serta isi dari tugas akhir ini. Oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan yang membangun dari bapak / ibu dosen, rekan – rekan mahasiswa, maupun teman – teman sekalian untuk kesempurnaan Tugas Akhir ini. Penulis berharap agar kedepannya penelitian tugas akhir ini dapat dilanjutkan lagi. Penulis juga mengharapkan agar Tugas Akhir ini dapat menambah referensi tugas akhir tentang Struktur Kayu di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara serta bermanfaat bagi adik – adik Departemen Teknik Sipil.

Penulis sangat menyadari bahwa selesainya Tugas Akhir ini dikarenakan bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar – besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MS ME selaku Dekan Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.


(4)

2. Bapak Prof. DR. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Syahrizal, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Besman Surbakti MT, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan yang tiada hentinya kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

5. Bapak Ir Rajamin Tanjung dan Ir Robert Panjaitan MT, selaku Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan bimbingan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

6. Bapak DR. Ir. Roesyanto Msc, selaku Dosen Wali yang telah banyak memberikan bimbingan serta nasehat yang begitu berarti bagi penulis.

7. Bapak / Ibu Dosen Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu dan bimbingannya.

8. Pegawai Administrasi Departemen Teknik Sipil yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian administrasi.

9. Kedua orangtuaku tercinta yang telah memberikan doa dan dukungannya yang tiada terhingga kepada penulis dan adikku Rizka Nurhaliza atas doa dan dukungannya hingga terselesaikanya Tugas Akhir ini.

10.Sorraya Chairani yang selalu memberikan motivasi dan dukungannya sehingga terselesaikannya Tugas Akhir ini.

11.Buat saudara/i seperjuangan Angga, Anggi, Agung, Andi, Alfi, Rivan, Rahmat, Riky, Atha, Najib, Risa Rokhadi, Ani, Avril, Zul, Haikal, Farqi, Choir, Wynda, Yovanka, Irin, Nurul, Ade, Fauzi, Herry, Ucup, Fahim, Tami, Ghafar, Ajo, Syawal, Royhan, teman – teman mahasiswa/i angkatan 2006,


(5)

serta adik-adik mahasiswa/i angkatan 2007 dan 2009 yang tidak bisa disebutkan semuanya atas semangat dan bantuannya selama ini.

12.Seluruh rekan – rekan yang tidak mungkin saya tuliskan satu – persatu ats dukungannya selama ini.

Saya menyadari dalam penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari kata sempurna, disebabkan karena keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahaman saya sendiri. Untuk itu, saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi perbaikan di masa yang akan datang. Akhir kata saya mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya dan semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, April 2011

Hardiansyah Penulis


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ……… i

KATA PENGANTAR ……….i ii DAFTAR ISI ………. v

DAFTAR GAMBAR ……….viii

DAFTAR NOTASI ………xiii

DAFTAR TABEL ………. xvii

DAFTAR TABEL ………. xxi

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH ………. 1

1.2 PERUMUSAN MASALAH ……… 2

1.3 TUJUAN PENELITIAN ……….. 2

1.4 BATASAN MASALAH ……….. 3

1.5 METODOLOGI PENELITIAN ……… 4

1.6 DOKUMENTASI KERUSAKAN PADA STRUKTUR RANGKA ATAP KAYU BENTANG 12 METER ………..6

BAB II STUDI PUSTAKA ……… 8

2.1 UMUM ……… 8

2.2 SIFAT –SIFAT KAYU……… 16

A. SIFAT UMUM ……….. 16

B. SIFAT FISIS ……….. 17

C. SIFAT MEKANIS ………. 2λ D. KAYU DAMAR ………... 35


(7)

2.3 TEGANGAN BAHAN KAYU ……… 38

2.4 KUAT ACUAN ……….………..442

A. Kuat Acuan Berdasarkan atas Pemilahan secara Mekanis ……. 42

B. Kuat Acuan Berdasarkan atas Pemilahan secara Visual ………. 43

2.5 TATA CARA PERENCANAAN BERDASARKAN PERATURAN KONSTRUKSI KAYU INDONESIA (PKKI – NI 5 2002) ……… ……….. 45

A. Beban dan Kombinasi Pembebanan ……….. 45

B. Dasar Perencanaan ………. 47

2.6 SAMBUNGAN ………..……….. 56

A. Umum ……… 56

B. Jenis –Jenis Sambungan ……… 58

C. Jenis –Jenis Alat Sambung ……… 5λ BAB III PENINJAUAN RANGKA ATAP KAYU BENTANG 12 METER ... 68

3.1 UMUM ……….……. 68

3.2 MACAM STRUKTUR RANGKA BATANG ……… 71

3.3 KONSEP GEOMETRI ………. 75

3.4 PRINSIP KESETIMBANGAN STATIKA ……….. 7λ 3.5 DERAJAT KETIDAKJENUHAN ……… 81

3.6 MENCARI GAYA INTERNAL BATANG ………. 82

A. Metode Kesetimbangan Titik Buhul ………. 83

B. Metode Grafis ……… 83

C. Metode Pemotongan Batang ……….. 86


(8)

E. Metode Persamaan Simultan ………. 8λ

BAB IV HASIL DAN ANALISA PENELITIAN ………. 92

4.1 HASIL PEMERIKSAAN DIMENSI PENAMPANG DAN PEMBEBANAN EXISTING ……… 92

4.2 PERENCANAAN STRUKTURRANGKA ATAP KAYU BERDASARKAN PERATURAN KONSTRUKSI KAYU INDONESIA (PKKI – NI 5 2002) ………... …...100

A. Kuat Acuan Kayu Damar Laut ……….…..101

B. Perhitungan Pembebanan ………..……..102

C. Analisa Gaya Batang Aksial ………..…….113

D. Kontrol Dimensi Batang ……….………125

E. Kontrol Sambungan Titik Buhul ……….143

F. Metoda Perbaikan Struktur ……….…153

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………...161

5.1 KESIMPULAN ……….……….…..….161

5.2 SARAN ……….……162


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.01 Tampak samping struktur rangka atap

Gambar 1.02 Lendutan yang terjadi pada struktur rangka atap

Gambar 1.03 Kegagalan sambungan yang menyebabkan koyak pada kayu

Gambar 1.04 Koyak pada batang tarik bawah

Gambar 2.01 Bidang simetris kayu

Gambar 2.02 Bagian – bagian kayu

Gambar 2.03 Kuat tarik searah dan melintang serat kayu

Gambar 2.04 Tekanan searah dan melintang serat kayu

Gambar 2.05 Geser searah dan melintang serat kayu

Gambar 2.06 Kurva beban sesaran alat sambung

Gambar 2.07 Distribusi tegangan tumpu kayu pada sambungan baut

Gambar 2.08 Geometrik sambungan kayu

Gambar 3.01 Bentuk struktur rangka batang bidang

Gambar 3.01a Balok

Gambar 3.01b Portal pelengkung

Gambar 3.01c Pelengkung


(10)

Gambar 3.03 Evolusi struktur dasar rangka batang

Gambar 3.04 Pengembangan rangka batang melampaui syarat minimal

Gambar 3.05 Contoh pengembangan rangka batang sederhana

Gambar 3.06 Penambahan batang antara

Gambar 3.07 Kesetimbangan statika DBL titik buhul

Gambar 3.08 Derajat ketidaktentuan rangka batang

Gambar 3.09 Kesetimbangan titik buhul

Gambar 3.10 Poligon keseimbangan gaya titik buhul

Gambar 3.10a Struktur rangka batang

Gambar 3.10b Poligon gaya batang pada titik buhul

Gambar 3.10c Diagram Cremona

Gambar 3.11 Metode pemotongan batang

Gambar 3.12 Skema penyelesaian metode tukar batang

Gambar 3.13 Penyelesaian rangka batang gabungan

Gambar 3.13a Rangka batang lengkap

Gambar 3.13b Rangka batang komponen

Gambar 4.01 Layout rangka batang existing


(11)

Gambar 4.03 Layout rangka batang

Gambar 4.04 Layout sambungan

Gambar 4.05 Sambungan buhul A

Gambar 4.06 Koyak pada sambungan A

Gambar 4.07 Sambungan buhul B

Gambar 4.08 Sambungan buhul C

Gambar 4.09 Sambungan buhul D

Gambar 4.10 Sambungan buhul A

Gambar 4.11 Sambungan buhul I

Gambar 4.12 Sambungan buhul J

Gambar 4.13 Sambungan batang perpanjangan

Gambar 4.14 Total beban mati yang bekerja pada struktur

Gambar 4.15 Beban mati yang bekerja pada struktur

Gambar 4.16 Beban angin kiri yang bekerja pada struktur

Gambar 4.17 Beban angin kanan yang bekerja pada struktur

Gambar 4.18 Reaksi perletakan akibat beban mati (D)

Gambar 4.19 Reaksi perletakan akibat kombinasi 1 (1,4D)


(12)

Gambar 4.21 Reaksi perletakan akibat kombinasi 4 (1,2D + 1,6L + 0,8WR)

Gambar 4.22 Gaya batang akibat beban mati (D)

Gambar 4.23 Gaya batang akibat kombinasi 1 (1,4D))

Gambar 4.24 Gaya batang akibat kombinasi 3 (1,2D + 1,6L + 0,8WL)

Gambar 4.25 Gaya batang akibat kombinasi 4 (1,2D + 1,6L + 0,8WR)

Gambar 4.26 Detail sambungan existing buhul A

Gambar 4.27 Detail sambungan gigi pada buhul D

Gambar 4.28 Layout kap kayu existing

Gambar 4.29 Layout kap kayu perbaikan

Gambar 4.30 Perbandingan sambungan existing dengan sambungan berdasarkan perhitungan pada buhul A

Gambar 4.30a Sambungan existing

Gambar 4.30b Sambungan perbaikan

Gambar 4.31 Perbandingan sambungan existing dengan sambungan berdasarkan perhitungan pada buhul D

Gambar 4.31a Sambungan existing

Gambar 4.31b Sambungan perbaikan

Gambar 4.32 Perbandingan sambungan existing dengan sambungan berdasarkan perhitungan pada buhul F


(13)

Gambar 4.32a Sambungan existing

Gambar 4.32b Sambungan perbaikan

Gambar 4.33 Perbandingan sambungan existing dengan sambungan berdasarkan perhitungan pada buhul G

Gambar 4.33a Sambungan existing


(14)

DAFTAR NOTASI

A adalah luas brutto, mm²

adalah luas netto

adalah jarak ujung optimum

b adalah lebar balok

adalah faktor aksi kelompok

adalah faktor pengawetan kayu, untuk memperhitungkan pengaruh pengawetan terhadap produk – produk kayu dan sambungan. Nilai faktor koreksi ditetapkan berdasarkan spesifikasi pemasok, ketentuan, atau standar yang berlaku

adalah faktor kestabilan kolom

adalah faktor layan basah, untuk memperhitungkan kadar air masa layan yang lebih tinggi daripada 19% untuk kayu massif dan 16% untuk produk kayu yang dilem

adalah faktor tahan api, untuk memperhitungkan pengaruh perlakuan tahan api terhadap produk – produk kayu dan sambungan. Nilai faktor koreksi

ditetapkan berdasarkan spesifikasi pemasok, ketentuan, atau standar yang berlaku

adalah faktor temperature, untuk memperhitungkan temperature layan lebih tinggi daripada 38°C secara bekerlanjutan


(15)

adalah faktor geometri

adalah diameter baut

adalah modulus elastisitas lentur, Mpa

adalah modulus elastisitas lentur rerata terkoreksi, Mpa

adalah kuat lentur, Mpa

adalah nilai modulus elastisitas lentur terkoreksi pada persentil ke lima, Mpa adalah kuat tekan sejajar serat, Mpa

adalah kekakuan aksial modulus elastisitas lentur rerata komponen struktur utama dikalikan dengan luas bruto penampang utama sebelum dilubangi atau dicoak

adalah kekakuan aksial modulus elastisitas lentur rerata komponen struktur sekunder dikalikan dengan luas bruto penampang utama sebelum dilubangi atau dicoak

adalah kuat lentur, Mpa

adalah kuat lentur terkoreksi, Mpa

adalah kuat tekan sejajar serat, Mpa

adalah kuat tekan terkoreksi sejajar serat (setelah dikalikan semua faktor koreksi kecuali )

adalah kuat tekan tegak lurus serat, Mpa


(16)

adalah kuat tumpu kayu sekunder

adalah kuat tarik sejajar serat, Mpa

adalah kuat tarik sejajar serat terkoreksi

adalah kuat tekan tegak lurus serat, Mpa

adalah kuat geser, Mpa

adalah kuat geser terkoreksi, Mpa

adalah tahanan lentur baut

G adalah berat jenis kayu

adalah faktor panjang tekuk

adalah 1+(θ/360°)

adalah panjang batang tekan

adalah panjang kayu muka

adalah faktor tekan

adalah momen inersia terhadap sumbu kuat

adalah momen inersia terhadap sumbu lemah

L adalah beban hidup akibat pekerja dan peralatan atau hujan

m adalah kadar air, %


(17)

P adalah tahanan tekan terkoreksi

adalah tahanan tekuk kritis (Euler) pada arah yang ditinjau

adalah tahanan tekan aksial terkoreksi sejajar serat

adalah gaya tekan akibat beban terfaktor

adalah gaya tekan terkoreksi akibat beban terfaktor

R adalah tahanan acuan

R’ adalah tahanan terkoreksi

adalah

adalah jari – jari girasi

adalah spasi dalam baris alat pengencang, jarak pusat – ke – pusat antar alat pengencang di dalam satu baris

adalah spasi minimum yang diizinkan

adalah spasi yang diperlukan sepanjang sumbu penyambung

adalah tebal penampang utama

adalah tebal penampang sekunder

adalah gaya tarik akibat beban – beban terfaktor

adalah tahanan tarik terkoreksi


(18)

adalah gaya angin kanan

adalah gaya perlu pada sambungan

adalah tahanan terkoreksi sambungan

λ adalah faktor waktu

α adalah sudut antara sumbu dua batang

γ adalah modulus beban

adalah faktor tahanan lentur = 0,85

adalah faktor tahanan tekan = 0,90

adalah faktor tahanan stabilitas = 0,85

adalah faktor tahanan tarik sejajar serat = 0,80

adalah faktor tahanan geser / puntir = 0,75

adalah faktor tahanan sambungan = 0,65

ρ adalah kerapatan kayu dalam kondisi basah, kg/m³


(19)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.01 Kelas awet kayu

Tabel 2.02 Kelas kuat kayu

Tabel 2.03 Nilai kuat acuan (Mpa) berdasarkan pemilahan secara mekanis pada kadar air 15%

Tabel 2.04 Nilai rasio tahanan berdasarkan kelas mutu

Tabel 2.05 Cacat maksimum untuk setiap kelas mutu kayu

Tabel 2.06 Faktor tahanan

Tabel 2.07 Faktor waktu

Tabel 2.08 Nilai faktor koreksi layan basah

Tabel 2.09 Nilai faktor koreksi temperatur

Tabel 2.10 Faktor koreksi untuk sambungan

Tabel 2.11 Faktor tekuk untuk berbagai kelas kayu

Tabel 2.12 Tahanan lateral acuan satu baut (Z) pada sambungan dengan satu irisan yang menyambung dua komponen

Tabel 2.13 Tahanan lateral acuan satu baut (Z) pada sambungan dengan dua irisan yang menyambung tiga komponen


(20)

ABSTRAK

Dalam perencanaan struktur rangka atap kayu, sering terjadi kegagalan struktur (failure of structure) baik berupa kegagalan ringan maupun kegagalan berat yang dapat menyebabkan runtuhnya struktur rangka atap. Kerusakan yang terjadi pada struktur disebabkan oleh beberapa penyebab, yaitu kesalahan dalam perencanaan berupa pendimensi batang tarik, batang tekan, dimensi sambungan yang dibutuhkan, maupun dalam pengaplikasian data yang didapat pada perencanaan di lapangan, yang berdampak pada kerugian material dan korban jiwa.

Tugas akhir yang berjudul “Penelitian terhadap Kegagalan Struktur Rangka Atap Kayu Bentang 12 Meter dan Metoda Perbaikan Strukturnya” ini bertujuan untuk meneliti penyebab kegagalan struktur rangka atap kayu bentang 12 meter yang terjadi berupa koyaknya penampang kayu, serta lendutan pada struktur rangka atap, dan juga metoda perbaikan yang dilakukan pada struktur rangka atap tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan section properties penampang existing berupa penampang, sambungan dengan section properties yang didapat dari perhitungan berdasarkan Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia 2002 (PPKI – NI 5 2002).

Dari hasil penelitian yang dilakukan didapat bahwa penampang kayu yang digunakan aman terhadap kombinasi beban yang bekerja. Namun, sambungan tidak aman terhadap gaya yang bekerja dikarenakan jumlah alat sambung baut yang digunakan lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah alat sambung yang dibutuhkan. Metoda perbaikan yang dapat dilakukan adalah dengan mengaplikasikan sambungan baut antara kayu dengan pelat besi dengan jumlah baut yang didapat berdasarkan perhitungan.


(21)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini, konstruksi bangunan modern banyak didominasi oleh beton dan baja. Akan tetapi kayu yang juga merupakan salah satu bahan konstruksi konvensional penggunaanya pada bangunan – bangunan modern tidak bisa ditinggalkan. Kayu merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable) walaupun ketersediaannya di alam dapat terjamin selama pelestariannya di lakukan dengan baik. Walaupun demikian kayu tetap saja jadi pilihan dalam bahan konstruksi. Karena kayu memiliki nilai estetika yang baik jika di bandingkan dengan bahan konstruksi lainnya, ditambah lagi kayu termasuk bahan konstruksi yang ramah lingkungan. Awal perkembangannya, kayu digunakan masih dalam bentuk asli.. Seiring perkembangan teknologi yang pesat akhir – akhir ini maka penggunaan kayu dapat disesuaikan dan dikreasikan. Sehingga dengan memanfaatkan berbagai kelebihan dan keistimewaanya kayu telah berhasil digunakan sesuai dengan keperluannya mengikuti perkembangan teknologi.

Sama halnya seperti konstruksi baja, sambungan dan alat – alat penyambung merupakan hal yang penting dalam teknik konstruksi kayu. Penggunaan sambungan baut pada konstruksi kayu harus diperhatikan sedemikian rupa sesuai dengan hasil perhitungan yang diperoleh, begitu juga dengan pengaplikasiannya di lapangan, harus mengikuti data data yang didapat dalam perhitungan, sehingga pekerjaan yang kita lakukan dapat dipertanggungjawabkan dengan baik.

Dalam perencanaan struktur rangka atap kayu, sering terjadi kegagalan struktur (failure of structure) baik berupa kegagalan ringan maupun kegagalan berat


(22)

yang dapat menyebabkan runtuhnya struktur rangka atap. Kerusakan yang terjadi pada struktur disebabkan oleh beberapa penyebab, yaitu kesalahan dalam perencanaan berupa pendimensi batang tarik, batang tekan, dimensi sambungan yang dibutuhkan, maupun dalam pengaplikasian data yang didapat pada perencanaan di lapangan, yang berdampak pada kerugian material dan korban jiwa.

1.2 Perumusan Masalah

Penelitian dilakukan dengan pengambilan data penampang struktur rangka atap kayu bentang 12 meter pada kondisi existing yang akan kemudian akan dibandingkan dengan data properties yang didapatkan berdasarkan Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI NI-5 2002).

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulis dalam penelitian untuk tugas akhir ini adalah :

Mengetahui penyebab kegagalan struktur yang terjadi pada struktur rangka atap kayu bentang 12 meter serta memberikan solusi metode perbaikan strukturnya.

1.4 Batasan Masalah

Dengan banyaknya permasalahan dalam penelitian yang akan dilakukan terhadap struktur rangka atap kayu bentang 12 meter tersebut dan terbatasnya pengetahuan yang dimiliki oleh penulis sendiri mengenai permasalahan yang akan diteliti, maka diperlukan pembatasan masalah dalam penulisan skripsi ini :

1. Kayu bersifat homogen dan ortrotropis.

2. Sifat mekanis kayu diambil berdasarkan jenis kayu yang digunakan pada struktur rangka atap.


(23)

3. Jenis sambungan yang digunakan dalam penyelesaian masalah adalah :

a. Sambungan kayu dengan kayu yaitu dengan alat sambung baut dan sambungan gigi (takikan).

b. Sambungan kayu dengan pelat besi yaitu dengan alat sambung baut.

4. Perhitungan secara teoritis berdasarkan Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI NI-5 2002).

1.5 Metodologi Penelitian

1. Meneliti properties existing rangka atap kayu bentang 12 meter yaitu: a. Jenis kayu yang digunakan pada struktur

b. Dimensi penampang yang digunakan.

c. Jenis sambungan dan jumlah alat sambung yang digunakan. e. Jenis kerusakan yang terjadi dan lokasi kerusakan yang terjadi.

2. Perhitungan secara analitis berdasarkan Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI NI-5 2002) berupa :

a. Perencanaan dimensi batang tarik kayu. b. Perencanaan dimensi batang tekan kayu. c. Perencanaan sambungan baut.

3. Membandingkan data properties yang digunakan pada kondisi existing dengan data properties yang yang didapatkan pada perhitungan.

Dalam perencanaan struktur rangka atap, struktur rangka atap memikul beberapa jenis beban yaitu :

1. Beban tetap berupa :


(24)

b. Berat sendiri plafond dan penggantung. 2. Beban bergerak

a. Beban bergerak akibat hujan

b. Beban bergerak akibat pekerja dan peralatan sewaktu perbaikan atap. 3. Beban angin

a. Angin kanan yaitu berupa angin tekan dan angin hisap b. Angin kiri yaitu berupa angin tekan dan angin hisap.


(25)

1.6 Dokumentasi Kerusakan Pada Struktur Rangka Atap Kayu Bentang 12 meter.

Gambar 1.01 Tampak samping struktur rangka atap

Gambar 1.02 Lendutan yang terjadi pada struktur rangka atap


(26)

Gambar 1.03 Kegagalan sambungan yang menyebabkan

koyak pada kayu

Gambar 1.04 Koyak pada batang tarik bawah


(27)

BAB II STUDI PUSTAKA

II.1 Umum

Kebutuhan kayu sebagai salah satu bahan konstruksi selain material beton dan baja terus meningkat, terutama dalam penggunaan kayu sebagai material yang memiliki nilai estetika tinggi.

Kayu merupakan material yang berasal dari tumbuh – tumbuhan yang banyak terdapat di hutan. Kayu yang digunakan sebagai material struktur pada umumnya diambil kayu yang berasal dari pepohonan. Menurut Peraturan Konstruksi Kayu 2002 (PKKI 2002), dari 3000-4000 jenis pohon yang ada di Indonesia baru sekitar 150 jenis yang telah diselidiki dan dianggap penting dalam perdagangan. Dari jumlah tersebut sebagian merupakan jenis kayu yang penting sebagai bahan struktur. Lembaga Pusat Penyelidikan Kehutanan telah menyusun daftar kayu Indonesia yang terdiri dari 90 jenis kayu penting di Indonesia.

Dari berbagai jenis kayu yang ada di hutan alam kita, hanya ada beberapa jenis saja yang digunakan dan tersedia di pasaran. Kayu sebagai bahan bangunan merupakan alasan mayoritas hadirnya kayu di berbagai perusahaan kayu seperti panglong. Industri pengolahan kayu hilir seperti seperti moulding, mebel, mengolah bahan baku yang berasal dari industri kayu gergajian, demikian juga panglong yang merupakan industri sekunder yang mengolah kayu bail itu kayu gergajian maupun produk kayu lanjutan.

Beberapa jenis kayu yang sering dipakai adalah kayu damar (Agathisalba), meranti merah, (Shorea leprosula) dan durian (Durio zibethinus) adalah jenis – jenis


(28)

kayu yang banyak digunakan di industri – industri penggergajian dan pengerjaan kayu. Sifat pemesinan kayu yang baik dan mudah diolah serta kualitas hasil pengolahan yang baik adalah alasan banyak pengusaha industri dan masyarakat gemar memakai jenis kayu ini. Sebagaimana diketahui bahan ketersediaan kayu semakin menurun baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Pada tahun 1980-an kayu bangunan didominasi jenis - jenis kayu tertentu seperti kapur, kempas, jati, merbau, ulin yang termasuk jenis – jenis kayu kelas kuat dan kelas awet cukup (Rudi, 2002). Menurut Benny (1992), di dalam perdagangan, kayu umumnya mempunyai ukuran – ukuran tertentu yang biasanya banyak dipakai ntuk bangunan rumah . Masing- masing bentuk dan ukuran dikenal dengan nama – nama sebagai berikut :

1. Balok : Mempunyai ukuran tinggi lebih besar dari lebarnya, biasanya terbentuk empat persegi panjang atau bujur sangakar , misalnya b/h (cm) = 6/12, 6/15, 8/12, 8/14, 10/10, 12/12.

2. Papan : Berupa lembaran tipis yang lebarnya jauh lebih besar dari tebalnya misalnya (cm) = 2/20, 3/20, 3/25.

3. Ram : Yaitu papan untuk membuat rangka daun pintu dengan ukuran (cm) =3/10, 3/12

4. Kaso/usuk : Yaitu balok kecil dengan ukuran (cm) = 4/6, 5/7

5. Reng : Yaitu kecil dengan ukuran (cm) = 2/3, biasa dipakai untuk penumpu genteng.

6. Plepet : Kayu kecil dengan ukuran (cm) = 1/3, 1/5 biasanya untuk klem kaca pada kosen jendela atau lis penutup sambungan eternit.

Material kayu memiliki 4 unsur esensial bagi manusia yaitu :

1. Selulosa, unsur ini merupakan komponen terbesar pada kayu, meliputi 70 % berat kayu.


(29)

2. Lignin, merupakan komponen pembentuk kayu yang meliputi 18% - 28% dari berat kayu. Komponen tersebut berfungsi sebagai pengikat satuan srtukturil kayu dan memberikan sifat keteguhan kepada kayu.

3. Bahan-bahan ekstrasi, komponen ini yang memberikan sifat pada kayu, seperti : bau, warna, rasa, dan keawetan. Selain itu, karena adanya bahan ekstrasi ini, maka kayu bisa didapatkan hasil yang lain misalnya: tannin, zat warna, minyak, getah, lemah, malam, dan lain sebagainya.

4. Mineral pembentuk abu, komponen ini tertinggal setelah lignin dan selulosa terbakar habis. Banyaknya komponen ini 0.2% - 1% dari berat kayu. Sebagai salah satu bahan yang digunakan sebagai konstruksi, kayu memliki beberapa keunggulan dan kekurangan dibandingkan dengan bahan konstrusi lainnya seperti beton dan baja.

Keunggulan Kayu :

1. Material kayu merupakan material yang murah dan mudah untuk dikerjakan.

2. Mempunyai kekuatan yang cukup tinggi dan bobotnya lebih rendah jika dibandingkan dengan material beton dan baja.

3. Mempunyai daya penahan tinggi terhadap pengaruh listrik karena bersifat isolasi.

4. Bila terjadi kerusakan pada struktur, konstruksi kayu dapat lebih mudah diperbaiki dan waktu yang dibutuhkan lebih cepat dibandingkan konstruksi baja dan beton.

5. Bila perawatannya dilakukan secara teratur, maka material kayu dapat tahan lama.


(30)

1. Material kayu merupakan material yang kurang homogen, karena merupakan hasil dari alam.

2. Material kayu merupakan material yang terdapat cacat – cacat.

3. Jika dibandingkan material beton dan baja, material kayu merupakan material yang lebih mudah terbakar, sehingga penggunaanya sebagai bahan untuk konstruksi industri tidak tepat.

4. Dapat memuai dan menyusut sesuai dengan perubahan kelembaban pada materialnya.

5. Lendutan yang terjadi dengan pembebanan yang sama pada material beton dan baja lebih besar.

Penilaian dan perbandingan teknis antara kayu dengan bahan – bahan konstruksi lain seperti baja dan beton berdasarkan anggapan – anggapan dalam perhitungan dapat kita lihat sebagai berikut :

1. Homogenitas (Serba kesamaan)

Untuk keperluan – keperluan praktis, baja dianggap homogeny artinya bagian – bagian dalam baja mempunyai sifat – sifat fisis yang sama,walaupun mikroskopis baja sebenarnya tidak homogeny karena terdiri dari bermacam – macam kristal dengan sifat – sifat yang berlainan. Sedangkan kayu yang terdiri dari serat – serat, tentunya tidak dapat disebut homogen. Namun dalam prakteknya kayu dianggap bersifat homogen tentunya dengan memperhatikan cacat – cacat yang terdapat pada kayu tersebut.

2. Dalam segi batas proporsional, kayu dan beton lebih menguntungkan dibandingkan dengan baja. Berdasarkan penyelidikan – penyelidikan yang telah di lakukan, pada pembebanan tekan, batas proporsional dicapai pada


(31)

75% dari tegangan patah. Untuk pembebanan tariknya, penyelidikan menunjukkan angka yang lebih menguntungkan lagi.

3. Pada pembebanan tekan kayu bersifat elastis sampai batas proporsionalnya. Sedangkan pada pembebanan tarik, elastisitas kayu bergantung kepadakadar air / kadar lengas kayu itu sendiri. Untuk kayu dengan kadar air kecil, kayu memiliki batas elastisitas yang rendah, sedangkan untuk kayu dengan kadar air tinggi, kayu dapat mengalami perubahan bentuk yang permanen walau dengan pembebanan yang kecil.

4. Dari beberapa penyelidikan yang dilakukan, terdapat perbedaan antara masing – masing penyelidikan. Ada penyelidikan yang menyebutkan bahwa angka modulus kenyal untuk tarikan lebih tinggi 4 – 5% daripada tekanan. Ada juga penyelidikan yang menyebutkan bahwa angka modulus kenyal untuk tarikan lebih rendah 10 % dibandingkan tekanan. Tetapi kedua penyelidikan tersebut sama – sama menegaskan bahwa kekuatan tarik kayu lebih tinggi daripada kekuatan tekan yaitu yang satu angka – angka 2 – 2.5 kali lebih besar dan yang lain angka – angka yang 2.5 – 3 lebih besar. Meskipunadanya perbedaan dalam modulus kenyal antara tarik dan tekan, namun sangat penting penggunaan teori elastisitas. Pada keadaaan praktis, atau di lapangan, perbedaan antara modus kenyal tersebut akan ditiadakan oleh efek perbedaan dalam penentuan tegangan – tegangan izin tarik dan tekan kayu.

5. Penyelidikan – penyelidikan yang telah dilakukan menunjukkan terdapat penyimpangan dari anggapan yang menyebutkan bahwa tampang tetap rata dalam analisa balok terlentur guna mempermudah perhitungan.


(32)

6. Material kayu merupakan bahan nonisotropis seperti baja, sifat – sifat elastisitasnya tergantung dari arah gaya terhadap arah serat – serat dan cincin – cincin pertumbuhan. Untuk keperluan – keperluan praktis, kayu dapat dianggap ortotropis, yaitu mempunyai tiga bidang simetri elastis yang tegak lurus satu dengan lainnya, yaitu longitudional, tangensial, dan radial,dimana sumbu longitudinal adalah sejajar serat – serat, sumbu tangensial adalah garis singgung cincin – cincin pertumbuhan dan sumbu radial adalah tegak lurus pada cincin – cincin pertumbuhan.

Susunan kayu terdiri dari susunan sel-sel, dan sel-sel tersebut terdiri dari susunan “cellose” yang diikat dan disatukan oleh “lignine”. Perbedaan susunan sel-sel inilah yang menyebabkan perbedaan sifat-sifat dari berbagai jenis.

Berikut akan di uraikan bagian – bagian kayu yang terlihat pada potongan melintang kayu yaitu :

Gambar 2.01 Bidang simetris kayu


(33)

1. Kulit Kayu (Bark)

Merupakan bagian terluar kayu yang berfungsi melindungi bagian dalam kayu.

Terdiridari :

a. Kulit Dalam (Phloem / Bast)

Merupakan lapisan yang lunak, basah, berpori besar seperti spon dan berfungsi untuk menyaluran makanan dari daun ke bagian bawah. Pada lapisan dalam ini terdapat bebapa zat kimia seperti : getah, tannis dan sebagainya.

b. Kulit luar (Cortex / Outer Bark)

Merupakan lapisan yang sudah mati dank eras, berfungsi sebagai pelindung lapisan di dalamnya.

Gambar 2.02 Bagian – bagian kayu


(34)

2. Kambium

Lapisan yang berada di sebelah dalam kulit, berupa lapisan yang sangat tipis, tebalnya hanya berukuran mikroskopik. Bagian inilah yang memproduksi sel – sel kulit dan sel – sel kayu. Pada lapisan ini, sel – sel mampu berkembang biak dengan membelah diri. Bagian yang sebelah luar berkembang membentuk sel – sel jangat (kulit), sedangkan bagian dalam berkembang membentuk kayu baru.

3. Kayu Gubal (Sap wood)

Merupakan lapisan yang memiliki tebal bervariasi antara 1 – 20 cm tergantung dari jenis kayunya, bewarna keputih – putihan, berfungsi sebagai pengangkut air (berikut zat – zat) dari tanah ke daun. Untuk keperluan struktur umumnya kayu perlu diawetkan dengan memasukkan bahan – bahan kimia kedalam lapisan kayu gubal ini.

4. Kayu teras atau galih (heart wood)

Lapisan yang lebih tebal dari kayu gubal yang tidak bekerja lagi. Kayu teras terjadi dari perubahan kayu gubal secara perlahan – lahan . Kayu teras merupakan bagian utama pada struktur kayu yang biasanya lebih awet (terhadap serangan serangga, bubuk, jamur) daripada kayu gubal. 5. Hati (puh)

Merupakan lapisan yang terletak di pusat lingkaran tahun. Pada mulanya hati kayu merupakan pohon muda yang pertama kali dibentuk kambium yang kemudian menjadi pusat dari pohon yang tumbuh selanjutnya, yang merupakan komposisi lunak dari sel – sel yang telah mati. Hati kayu bersifat rapuh dan lunak, sehingga tidak berguna sebagai kayu untuk konstruksi.


(35)

6. Lingkaran tahun (Annual ring)

Batas antara kayu yang terbentuk pada permulaan dan pada akhir suatu musim. Melalui lingkaran-lingkaran tahun ini dapat diketahui umur pohon. Apabila pertumbuhan diameter (membesar) terganggu oleh musim kering karena pengguguran daun, ataupun serangga/hama, maka lingkaran tahun dapat terdiri lebih dari satu lingkaran tahun (lingkaran tumbuh) dalam satu musim yang sama. Hal ini disebut lingkaran palsu. Lingkaran tahun dapat mudah dilihat pada beberapa jenis kayu daun lebar. Pada jenis- jenis lain, lingkaran tahun ada kalanya sulit dibedakan terutama di daerah tropic, karena pertumbuhan praktis berlangsung sepanjang tahun.

7. Jari – jari kayu (Rays)

Merupakan lapisan yang dari luar ke dalam berpusat pada sumbu batang, berfungsi sebagai tempat saluran bahan makanan yang mudah diproses di daun guna pertumbuhan pohon.

II.2 Sifat – sifat Kayu

Kayu berasal dari berbagai jenis pohon yang memiliki sifat-sifat yang berbeda-beda. Bahkan dalam satu pohon, kayu mempunyai sifat yang berbeda-beda. Untuk itu, dalam penggunaan kayu sebagai bahan konstruksi, diperlukan pemilihan berdasarkan sifat – sifat yang dimiliki kayu tersebut.

A. Sifat Umum

Secara umum, kayu memiliki beberapa sifat yaitu :

1. Kayu tersusun dari sel-sel yang memiliki tipe bermacam-macam dan susunan dinding selnya terdiri dari senyawa kimia berupa selulosa dan hemi selulosa (karbohidrat) serta lignin (non karbohidrat).


(36)

2. Semua kayu bersifat anisotropik, yaitu memperlihatkan sifat-sifat yang berlainan jika diuji menurut tiga arah utamanya (longitudinal, radial dan tangensial). Tetapi untuk keperluan – keperluan praktis kayu dapat dianggap sebagai Ortotropis, yang artinya mempunyai tiga bidang simetri elastis yang tegak lurus, yaitu Longitudinal (aksial), Tangensial, dan Radial. Dimana sumbu Longitudinal (aksial) adalah sejajar serat – serat, sumbu Tangensial adalah garis singgung cincin – cincin pertumbuhan, dan sumbu Radial adalah tegak lurus pada cincin – cincin pertumbuhan. Perubahan dimensi kayu akibat dari pengeringan dari perubahan suhu, kelembaban, pembebanan mekanis juga menunjukkan sifat kayu anisotropis.

3. Kayu merupakan bahan yang bersifat higroskopis, yaitu dapat menyerap atau melepaskan kadar air (kelembaban) sebagai akibat perubahan kelembaban dan suhu udara disekelilingnya.

4. Kayu dapat diserang oleh hama dan penyakit dan dapat terbakar terutama dalam keadaan kering. Sifat Fisik Kayu

B. Sifat Fisis.

Sifat fisis kayu meliputi : 1. Berat Jenis Kayu

Berat jenis adalah rasio antara kerapatan suatu bahan dengan kerapatan air. Berat jenis disebut juga kerapatan relative (Tsoumis, 1991). Simpson, et.al, (1999) mengemukakan bahwa berat jenis adalah rasio antara kerapatan kayu dengan kerapatan air pada kondisi anomali air (4,4 °C), dimana kerapatan air pada kondisi tersebut besarnya adalah 1 g/cm³. Untuk


(37)

menentukan berat jenis digunakan berat kering oven dan volume pada (a) basah, (b) kering oven, dan (c) pada kadar air 12% (Forest Products Laboratory, 1999). Di Amerika lebih disukai ukuran berat jenis kayu menurut volume berat basah, sedang di Eropa lebih senang dengan volume berat kering tanur. Besarnya berat jenis pada tiap-tiap kayu berbeda-beda dan tergantung dari: kandungan zat-zat dalam kayu, kandungan ekstraktif serta kandungan air kayu.

Berdasarkan volume basahnya, berat jenis kayu akan mencerminkan berat kayunya. Klasifikasi yang ada terdiri dari :

a. Kayu dengan berat ringan, bila BJ kayu < 0,3 b. Kayu dengan berat sedang, bila BJ kayu 0,36 – 0,56 c. Kayu dengan berat berat, bila BJ kayu > 0,56

Faktor-faktor yang mempengaruhi berat jenis kayu yaitu umur pohon, tempat tumbuh, posisi kayu dalam batang dan kecepatan tumbuh. Berat jenis kayu merupakan salah satu sifat fisik kayu yang penting sehubungan dengan penggunaannya (Pandit dan Hikmat, 2002). Berat suatu kayu tergantung dari jumlah zat kayu, rongga sel, kadar air dan zat ekstraktif didalamnya, Berat suatu jenis kayu berbanding lurus dengan BJ-nya. Pada umumnya Kayu mempunyai berat jenis yang berbeda-beda, berkisar antara BJ minimum 0,2 (kayu balsa) sampai BJ 1,28 (kayu nani), makin tinggi BJ kayu, kayu semakin berat dan semakin kuat pula.

Kayu yang berasal dari bagian pangkal umumnya sudah terbentuk kayu dewasa (mature wood), yaitu massa kayu yang didominasi oleh kayu akhir dengan sel-sel penyusunnya memiliki didnding sel yang tebal dan


(38)

rongga sel yang kecil, sehingga kerapatannya juga lebih tinggi. Selain itu kayu pada bagian pangkal juga sudah terbentuk kayu teras yang lebih banyak. Pada bagian ujung tersusun atas jaringan yang masih muda, dimana secara fisiologis jaringan tersebut masih berfungsi aktif sehingga dinding selnya relatif lebih tipis dibanding dengan dinding sel jaringan yang sudah tua. Haygreen dan Bowyer (2003) mengemukakan bahwa semakin tinggi berat jenis dan kerapatan kayu, semakin banyak kandungan zat kayu pada dinding sel yang berarti semakin tebal dinding sel tersebut.

Percobaan untuk mendapatkan berat jenis biasanya dilakukan dengan cara menimbang suatu benda pada suatu timbangan dengan tingkat keakuratan yang diperlukan. Untuk praktisnya , digunakan timbangan dengan ketelitian 20 % , yaitu sebesar 20 gr / kg . Sedangkan untuk menentukan volume , ada beberapa cara untuk memperoleh besarnya volume suatu benda . Cara yang umum dan mudah dilakukan adalah dengan mengukur panjang , lebar dan tebal suatu benda dan mengalikan ketiganya .

Untuk kayu , sebaiknya ukuran sampel tidak kurang dari ukuran dari 7.5 cm x 5 cm x 2.5 cm, tetapi bila ukuran sampel kurang dari tersebut, maka cara yang digunakan untuk mendapatkan volume adalah dengan metode pencelupan. Pada metode ini penggunaan pan berisi air yang diletakkan pada timbangan ayun. Kemudian timbangan diseimbangkan dengan meletakkan pemberat pada sisi lainnya. Sampel lalu dimasukkan kedalam pan dan dibenamkan kedalam air . Diatur agar air tidak keluar dari dalam pan , dan diatur juga agar sampel tidak menyentuh sisi – sisi samping dan bawah pan dengan memasang jarum sebagai kaki – kaki sampel . Seimbangkan timbangan dengan menambah pemberat pada sisi lain . Berat pemberat yang


(39)

ditambahkan untuk mencapai keseimbangan ( dalam Gr ) adalah sama dengan nilai volume sampel ( dalam cm 3 ) .

Karena kayu sebagai material dengan daya serap yang tinggi, maka diperlukan bahan lain untuk melapisi sampel sehingga air tidak ada yang masuk ke dalam kayu. Bahan tersebut haruslah bahan yang tipis, kedap air, serta memiliki berat yang sangat kecil. Parafin merupakan bahan yang sesuai. Sebelum sampel dimasukkan kedalam air, terlebih dahulu sampel dimasukkan kedalam cairan parafin yang mendidih sampai keseluruhan permukaan sampel ditutupi parafin . Kelebihan parafin pada permukaan yang dihaluskan dan diratakan sehingga permukaan parafin tidak terlalu tebal .

2. Kadar Air

Kadar air merupakan banyaknya air yang terdapat dalam kayu yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanurnya. Air dalam kayu terdapat dalam dua bentuk yaitu air bebas yang terdapat pada rongga sel dan air terikat (imbibisi) yang terdapat pada dinding sel. Kondisi dimana dinding sel jenuh dengan air sedangkan rongga sel kosong, dinamakan kondisi kadar air pada titik jenuh serat. (Simpson, et.al, 1999; Brown, et al., 1952). Kadar air titik jenuh serat besarnya tidak sama untuk setiap jenis kayu, hal ini disebabkan oleh perbedaan struktur dan komponen kimia. Pada umumnya kadar air titik jenuh serat besarnya berkisar antara 25-30% (Panshin, et.al,1964). Tsoumis (1991) mengemukakan bahwa besarnya titik jenuh serat berkisar antara 20-40%.

Pengujian untuk mengetahui kadar air kayu dilakukan dengan menyiapkan benda uji yang berukuran 7 x 50 x 50 mm yang diambil dari contoh uji menurut bagian kayu (juvenil, gubal dan teras) dan posisi batang


(40)

(pangkal, tengah dan ujung), ditimbang beratnya (Bo), kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 103 ± 2 °C ditimbang kembali untuk mengetahui berat akhir kering oven (B1). Perhitungan kadar air adalah sebagai berikut :

Kadar air basah = x 100 %

Kadar air kering udara= x 100 %

Apabila kayu mengering dibawah titik jenuh serat , dinding sel menjadi semakin padat sehingga mengakibatkan serat – seratnya menjadi kokoh dan kuat . Maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa turunnya kadar air mengakibatkan bertambahnya kekuatan kayu . Pada umumnya kayu – kayu di Indonesia yang kering udara mempunyai kadar air ( kadar lengas ) antara 12 % - 18 % , atau rata – rata adalah 15 %.

3. Cacat Kayu

Secara material, cacat kayu dapat mempengaruhi kekuatan kayu, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kekuatan struktur kita. Sebagai bahan alami, ada beberapa cacat fisik kayu yang tidak bisa kita hindari, namun bisa dikurangi. Sulit dihindari karena cacat tersebut adalah sebagai bagian dari kayu, alami terbentuk dan terbuat pada waktu pertumbuhan pohon. Secara umum, cacat fisik kayu berupa :

1. Mata kayu

Kayu dikatakan kasar apabila mengandung mata kayu. Mata kayu ini tidak sama sifatnya dengan kayu-kayu di sekelilingnya. Kadang-kadang keras sekali kadang-kadang lunak, selalu mengadakan perubahan arah serat.


(41)

Cacat retak-retak ini terdapat di dekat hati, retak lingkaran tahun dan retak angin.

3. Hati yang busuk

Cacat ini sukar dilihat sebelum pohon ditebang. Biasanya terdapat pada pohon yang sudah tua dan besar batangnya

4. Cacat lapuk

Kayu yang masih muda bilamana ditumpuk terlalu lama dan belum dikuliti cepat menjadi cacat lapuk. Kelapukan ini dipengaruhi oleh susunan penumpukan dan kelembaban udara.

5. Cacat lapuk

Kayu memiliki warna-warna alami yang sangat bervariasi. Umumnya kayu gubal berwarna lebih muda atau lebih terang dibandingkan kayu teras. Sedangkan kayu teras memiliki variasi warna yang lebih banyak, utamanya coklat dengan berbagai macam corak. Karena warna tersebut kayu teras biasanya lebih disukai daripada kayu gubal. Beberapa jenis kayu diberi perlakuan khusus misalnya direndam atau diberi uap untuk menggelapkan warnanya. Selanjutnya Mandang dan Pandit (1997) menyatakan bahwa warna kayu berkisar dari hampir putih sampai hitam, ada yang polos dan ada pula yang terdiri atas dua macam warna atau lebih, sehingga tampak seperti ada coraknya. Corak yang ada pada suatu jenis kayu dapat ditimbulkan oleh :

1. Perbedaan warna antara kayu awal dan kayu akhir dari lingkar tumbuh, seperti pada kayu jati dan tusam.

2. Perbedaan warna jaringan. Pada kayu bintangur misalnya, parenkim pita berwarna coklat merah, sedangkan warna jaringan lainnya


(42)

merah muda.Parenkim pita pada kayu bintangur ini menimbulkan corak bergaris pada bidang radial dan tangensial.

3. Perbedaan intensitas pewarnaan pada lapisan-lapisan kayu yang dibentuk dalam jangka waktu yang berlainan. Pada kayu ebony misalnya, ada lapisan-lapisan yang berwarna coklat atau coklat merah dan ada lapisan-lapisan yang berwarna hitam. Pada bidang radial dan tangensial akan tampak sebagai jalur-jalur warna coklat merah dan hitam bergantian. Kayu yang berasal dari pohon yang lebih tua dapat mempunyai warna yang lebih tua (lebih gelap) bila dibandingkan dengan bagian kayu yang berasal dari pohon yang lebih muda dari jenis yang sama. Kayu yang kering berbeda warnanya bila dibandingkan dengan warna kayu yang basah. Kayu yang sudah lama tersimpan di tempat terbuka warnanya bisa lebih gelap atau lebih terang dibandingkan dengan kayu yang segar, ini tergantung kepada keadaan (cuaca, angin, sinar dan sebagainya). Pada umunya warna dari suatu jenis kayu bukan merupakan warna yang murni, tetapi merupakan warna campuran dari beberapa jenis warna, sehingga dalam penampilannya sulit untuk dapat dinyatakan secara tepat dengan kata-kata (Pandit dan Ramdan, 2002). Zat Ekstraktif Sebagai Pemberi Warna Alami Kayu

Tsoumis (1991) menyatakan bahwa warna kayu disebabkan oleh bahan yang dapat diekstrak (tanin dan sebagainya) yang disebut ekstraktif. Ekstraktif adalah bahan kimia dalam kayu yang dapat dilarutkan dalam pelarut netral seperti air, eter, alkohol, benzen dan aseton. Kandungan ekstraktif dalam kayu bervariasi mulai kurang


(43)

dari 1% hingga lebih dari 10% dan dapat mencapai 20% untuk kayu-kayu tropis. Selanjutnya Brown et al (1952) menyatakan bahwa setiap jenis pohon mengandung satu atau beberapa macam zat ekstraktif dan hanya sedikit jenis pohon yang mengandung semua zat ekstraktif. Achmadi (1990) menyatakan bahwa flavonoid, stilbena, tanin dan antosianin merupakan golongan zat warna ekstraktif kayu. Kemudian Hillis (1987) menyatakan bahwa flavonoid merupakan senyawa yang menyebabkan kayu teras berwarna merah, kuning, coklat atau biru. Begitu juga Uprichard (1993) yang menyatakan bahwa polifenol dan tanin pada kayu daun lebar memiliki kontribusi yang besar pada warna kayu, khususnya warna kayu teras dan pada waktu dulu beberapa kayu daun lebar dijadikan bahan pencelup. Sedangkan Sjostrom (1981) menyatakan bahwa fenolik yang terdapat di dalam kayu teras, kulit dan sedikit di dalam xilem mempunyai fungsi sebagai fungisida dan selain itu juga berfungsi meningkatkan pewarnaan kayu. Zat ekstraktif dipengaruhi oleh kondisi pertumbuhan. Sebagai contoh, perbedaanperbedaan warna pada kayu walnut dari lokasi geografis yang berbeda, berhubungan dengan sifat-sifat tanah. Perbedaan zat kimia ekstraktif memungkinkan untuk membedakan antara jenis kayu atau membuat pewarnaan terhadap kayu teras tidak berwarna dengan aplikasi zat-zat kimia. Beberapa kayu seperti black locust, honey locust dan beberapa jenis kayu tropis mengalami fluorescent karena zat ekstraktifnya (Tsoumis, 1991).


(44)

Arah serat adalah arah umum sel-sel kayu terhadap sumbu batang pohon. Arah serat dapat dibedakan berdasarkan oleh alur – alur yang tedapat pada permukaan kayu menjadi serat lurus, serat berpadu, serat berombak, serta terpilin dan serat diagonal (serat miring). Jika alurnya sejajar sumbu batang maka kayu berserat lurus. Jika serat agak menyimpang sumbu batang dikatakan serat mencong. Serat mencong dibagi lagi menjadi serat berpadu, serat berombak, serat berpilin dan serat diagonal. Serat dikatakan berpadu jika arah serat menyimpang berselang seling kekiri dan kekanan secara bergantian terhadap sumbu batang. Serat berombak, arah seratnya menggambarkan permukaan yang berbentuk ombak. Serat berpilin jika arah seratnya membuat gambaran terpilin seolah – olah batang kayu mengelilingi sumbu. Serat diagonal yaitu serat yamg dapat pada potongan kayu atau papan yang digergaji sedmikian rupa sehingga tepinya tidak sejajar arah sumbu tetapi memebentuk sudut dengan sumbu.

Tekstur adalah ukuran relatif sel-sel kayu. Berdasarkan teksturnya, kayu digolongkan kedalam kayu bertekstur halus (contoh: giam, kulim dll), kayu bertekstur sedang (contoh: jati, sonokeling dll) dan kayu bertekstur kasar (contoh: kempas, meranti dll).

Kesan raba adalah kesan yang diperoleh pada saat meraba permukaan kayu (kasar, halus, licin, dingin, berminyak dll). Kesan raba tiap jenis kayu berbeda-beda tergantung dari tekstur kayu, kadar air, kadar zat ekstraktif dalam kayu.


(45)

Keawetan adalah ketahanan kayu terhadap serangan dari unsur-unsur perusak kayu dari luar seperti jamur, rayap, bubuk dll. Keawetan kayu tersebut disebabkan adanya zat ekstraktif didalam kayu yang merupakan unsur racun bagi perusak kayu. Zat ekstraktif tersebut terbentuk pada saat kayu gubal berubah menjadi kayu teras sehingga pada umumnya kayu teras lebih awet dari kayu gubal. Lembaga Penelitian hasil Hutan membagi keawetan kayu di Indonesia dalam lima kelas awet. Ang dimasukkan dalam kelas-kelas awet dibawah ini harus dapat bertahan.

Tabel 2.01 Kelas awet kayu

Kelas Awet I II III IV V

Selalu berhubungan dengan

tanah lembab 8 tahun 5 tahun 3 tahun

Sangat pendek

Sangat pende

k Hanya terbuka terhadap

angin dan iklim tetapi dilindungi terhadap

20 tahun 15 tahun 10 tahun Beberap a tahun

Sangat pende

k Dibawah atap tidak

berhubungan dengan tanah lembab dan dilindungi

Tak terbatas Tak terbatas Tak terbatas Beberap a tahun Sangat pende k Seperti diatas tetapi tidak

dipelihara dengan baik

Tak terbatas

Tak terbatas

Tak

terbatas 20 tahun

20 tahun

8. Bau dan rasa

Bau dan rasa kayu mudah hilang bila kayu lama tersimpan di udara terbuka. Beberapa jenis kayu mempunyai bau yang merangsang dan untuk menyatakan bau kayu tersebut, sering digunakan bau sesuatu benda yang umum dikenal misalnya bau bawang (kulim), bau zat penyamak (jati), bau kamper (kapur) dsb.


(46)

Gambar kayu tergantung dari pola penyebaran warna, arah serat, tekstur, dan pemuncula n riap-riap tumbuh dalam pola-pola tertentu. Pola gambar ini yang membuat sesuatu jenis kayu mempunyai nilai dekoratif.

10. Higroskopis

Kayu mempunyai sifat dapat menyerap atau melepaskan air. Makin lembab udara disekitarnya makin tinggi pula kelembaban kayu sampai tercapai keseimbangan dengan lingkungannya. Dalam kondisi kelembaban kayu sama dengan kelembaban udara disekelilingnya disebut kandungan air keseimbangan (EMC = Equilibrium Moisture Content).

11. Sifat Kayu terhadap Suara

- Sifat akustik, yaitu kemampuan untuk meneruskan suara berkaitan erat dengan elastisitas kayu.

- Sifat resonansi, yaitu turut bergetarnya kayu akibat adanya gelombang suara. Kualitas nada yang dikeluarkan kayu sangat baik, sehingga kayu banyak dipakai untuk bahan pembuatan alat musik (kulintang, gitar, biola dll).

12. Daya Hantar Panas

Sifat daya hantar kayu sangat jelek sehingga kayu banyak digunakan untuk membuat barang-barang yang berhubungan langsung dengan sumber panas.


(47)

Pada umumnya kayu merupakan bahan hantar yang jelek untuk aliran listrik. Daya hantar listrik ini dipengaruhi oleh kadar air kayu. Pada kadar air 0 %, kayu akan menjadi bahan sekat listrik yang baik sekali, sebaliknya apabila kayu mengandung air maksimum (kayu basah), maka daya hantarnya boleh dikatakan sama dengan daya hantar air.

14. Pengerutan dan Pengembangan Kayu

Pengerutan dan pengembangan kayu dimaksudkan adalah suatu keadaan perubahan bentuk pada kayu yang disebabkan oleh tegangan-tegangan dalam, sebagai akibat dari berkurangnya atau bertambahnya kadar air kayu. Pengerutan terjadi karena dinding-dinding maupun isi sel kehilangan sebagian besar kadar airnya, ini juga terjadi pada serat-seratnya. Begitu pula sebaliknya. Besarnya pengerutan maupun pengembangan pada berbagai jenis kayu dan arah kayu adalah tidak

sama. T = Pengerutan kayu arah tangensial ± 7 % - 10 %. R = Pengerutan kayu arah radial ± 5 %. A = Pengerutan kayu arah

aksial (longitudinal) ± 0.1 % (sangat kecil, dapat diabaikan). Pengerutan kayu dalam arah lingkaran-lingkaran pertumbuhan (tangensial) lebih besar daripada arah radial, karena dapat ditemui bahwa di sebelah luar batang, sel-selnya masih muda dan banyak mengandung kadar air. Pada pengeringan batang kayu glondong, keliling mengerut hampir dua kali jari-jari yaitu sebanyak garis tengah, sehingga terjadi rengat-rengat pengeringan. Jika pada batang yang belum dikeringkan (basah) digergaji menjadi papan atau balok akan melipat atau melentur. Secara teoritis, besarnya pengerutan berbanding


(48)

lurus dengan banyaknya air yang keluar setelah dikeringkan. Contohnya, bila suatu batang kayu mempunyai lebar asal pada arah tangensial, pada kadar air 20 % adalah 26 cm. Setelah dikeringkan lebarnya menjadi 24 cm, maka pengerutan kayu arah tangensial dalam persen (%) adalah =

C. Sifat Mekanis Kayu

Sifat mekanika biasanya merupakan syarat-syarat terpenting bagi pemilihan kayu sebagai bahan struktural misalnya untuk konstruksi bangunan, palang-palang lantai, tiang listrik, kerangka perabot rumah tangga, alat-alat olah raga, alat kedok-teran dan lain-lain. Panshin dan de Zeeuw (1980) mendefinisikan sifat mekanika kayu sebagai kekuatan atau kemampuan kayu untuk menahan gaya gaya atau beban dari luar yang mengenainya. Gaya adalah setiap usaha yang cenderung untuk menggerakkan benda yang diam, atau mengubah bentuk dan ukurannya, atau mengubah arah dan kecepatan benda yang bergerak. Ada beberapa macam gaya yang dapat bekerja pada benda yang disebut gaya primer yaitu :

1. Gaya yang mengakibatkan pemendekan ukuran atau memperkecil volume benda disebut gaya tekan (compressive stress).

2. Gaya yang cenderung untuk menambah dimensi atau volume benda disebut gaya tarik (tensile stress).

3. Gaya yang mengakibatkan satu bagian benda bergeser terhadap bagian benda yang lain disebut gaya geser (shearing stress).

4. Gaya lengkung (bending stress) adalah hasil kombinasi semua gaya primer yang menyebabkan terjadinya pelengkungan.


(49)

Sifat – sifat mekanis kayu meliputi : 1. Keteguhan Tarik

Keteguhan tarik adalah kekuatan kayu untuk menahan gaya-gaya yang berusaha menarik kayu.

Terdapat 2 (dua) macam keteguhan tarik yaitu : a. Keteguhan tarik sejajar arah serat dan

b. Keteguhan tarik tegak lurus arah serat.

Kekuatan tarik terbesar pada kayu ialah keteguhan tarik sejajar arah serat. Kekuatan tarik tegak lurus arah serat lebih kecil daripada kekuatan tarik sejajar arah serat. Gaya tarik berusaha melepas ikatan antara serat – serat kayu tersebut. Sebagai akibat dari gaya tarik (P), maka timbullah didalam kayu tegangan - tegangan tarik, yang harus berjumlah sama dengan gaya – gaya luar P. Bila gaya tarik ini membesar sedemikian rupa, serat – serat kayu terlepas dan terjadilah patahan. Dalam suatu konstruksi bangunan, hal ini tidak boleh terjadi untuk menjaga keamanan . Tegangan tarik yang masih diizinkan dimana tidak timbul suatu perubahan atau bahaya pada kayu, disebut tegangan tarik yang diizinkan dengan notasi : tr // dalam satuan kg / cm ². Misalnya ,

Gambar 2.03 Kuat tarik searah dan melintang serat


(50)

Untuk kayu dengan mutu E24 tegangan tarik yang diizinkan dalam arah serat adalah 560 kg / cm² ( tr // = 560 kg / cm² )

2. Keteguhan Tekan

Keteguhan tekan/kompresi adalah kekuatan kayu untuk menahan muatan/beban. Terdapat 2 (dua) macam keteguhan tekan yaitu :

a. Keteguhan tekan sejajar arah serat

Gaya tekan yang bekerja sejajar serat kayu akan menimbulkan bahaya tekuk pada kayu tersebut . Pada semua kayu, keteguhan tegak lurus serat lebih kecil daripada keteguhan kompresi sejajar arah serat, namun dapat menimbulkan retak pada kayu

Batang – batang yang panjang dan tipis seperti papan, bahaya kerusakan karena menerima gaya tekan sejajar serat adalah lebih besar, jika dibandingkan dengan gaya tekan tegak lurus serat kayu. Sebagai akibat adanya gaya tekan ini akan menimbulkan tegangan tekan pada kayu. Tegangan tekan yang terbesar dimana tidak menimbulkan adanya bahaya disebut tegangan tekan yang diizinkan, dengan notasi , tr dalam satuan kg / cm ²

Gambar 2.04 Tekanan searah dan melintang serat


(51)

3. Keteguhan Geser

Keteguhan geser adalah kemampuan kayu untuk menahan gaya-gaya yang membuat suatu bagian kayu tersebut turut bergeser dari bagian lain di dekatnya. Akibat gaya geser ini, maka akan timbul tegangan geser pada kayu.

Terdapat 3 (tiga) macam keteguhan yaitu : a.Keteguhan geser sejajar arah serat

b.Keteguhan geser tegak lurus arah serat dan c.Keteguhan geser miring

Keteguhan geser tegak lurus serat jauh lebih besar dari pada keteguhan geser sejajar arah serat.Tegangan geser terbesar yang tidak akan menimbulkan bahaya pada pergeseran serat kayu disebut tegangan geser yang diizinkan , dengan notasi dengan satuan kg/cm².

Gambar 2.05 Geser searah dan melintang serat kayu


(52)

4. Keteguhan Lengkung (Lentur)

Keteguhan lengkung/lentur adalah kekuatan untuk menahan gaya-gaya yang berusaha melengkungkan kayu atau untuk menahan beban mati maupun hidup selain beban pukulan. Terdapat 2 (dua) macam keteguhan yaitu : a. Keteguhan lengkung statik, yaitu kekuatan kayu menahan gaya yang mengenainya secara perlahan-lahan.

b. Keteguhan lengkung pukul, yaitu kekuatan kayu menahan gaya yang mengenainya secara mendadak.

5. Keteguhan Belah

Keteguhan belah adalah kemampuan kayu untuk menahan gaya-gaya yang berusaha membelah kayu. Sifat keteguhan belah yang rendah sangat baik dalam pembuatan sirap dan kayu bakar. Sebaliknya keteguhan belah yang tinggi sangat baik untuk pembuatan ukir-ukiran (patung). Pada umumnya kayu mudah dibelah sepanjang jari-jari (arah radial) dari pada arah tangensial. Ukuran yang dipakai untuk menjabarkan sifat-sifat keku-atan kayu atau sifat mekaniknya dinyatakan dalam kg/cm2. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat mekanik kayu secara garis besar digolongkan menjadi dua kelompok : a. Faktor luar (eksternal): pengawetan kayu, kelembaban lingkungan, pembebanan dan cacat yang disebabkan oleh jamur atau serangga perusak kayu.

b. Faktor dalam kayu (internal): BJ, cacat mata kayu, serat miring dsb. 6. Kekakuan

Kekakuan adalah kemampuan kayu untuk menahan perubahan bentuk atau lengkungan. Kekakuan tersebut dinyatakan dalam modulus elastisitas.


(53)

Keuletan adalah kemampuan kayu untuk menyerap sejumlah tenaga yang relatif besar atau tahan terhadap kejutan-kejutan atau tegangan-tegangan yang berulang-ulang yang melampaui batas proporsional serta mengakibatkan perubahan bentuk yang permanen dan kerusakan sebagian.

8. Kekerasan

Kekerasan adalah kemampuan kayu untuk menahan gaya yang membuat takik atau lekukan atau kikisan (abrasi). Bersama-sama dengan keuletan, kekerasan merupakan suatu ukuran tentang ketahanan terhadap pengausan kayu.

9. Kekuatan

Kekuatan adalah kemampuan kayu untuk menahan perubahan bentuk. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa kayu-kayu yang berat sekali juga kuat sekali, dan bahwa kekuatan, kekerasan dan sifat tekik lainnya adalah berbanding lurus dengan berat jenisnya. Tetapi perbandingan ini tidak selalu cocok.

Lembaga Pusat Penyelidikan Kehutanan membagi kekuatan kayu Indonesia dalam 5 kelas kuat didasarkan kepada jenis kayu tersebut:

Tabel 2.02 Kelas kuat kayu

Kelas Kuat Berat Jenis Kuat Tarik

Absolute (kg/m³)

Kuat Tekan Absolute (kg/m³)

Kelas I ≥ 0.λ0 ≥ 1100 ≥ 650

Kelas II

0.90 – 0.60 1100 – 725 650 – 425

Kelas III

0.60 – 0.40 725 – 500 425 – 300

Kelas IV

0.40 – 0.30 500 – 360 300 – 215

Kelas V


(54)

D. Kayu Damar

Genus Agathis, umumnya disebut damar, atau dalam bahasa Maori disebut kauri, adalah genus dari 21 spesies pohon yang berdaun sepanjang tahun dari famili konifer purba Araucariaceae. Meskipun dahulunya menyebar luas selama periode Jurasik, sekarang mereka hanya ditemukan di daerah yang lebih kecil di belahan Bumi selatan. Pohon-pohon ini bercirikan batang yang sangat besar dan percabangan sedikit atau tidak pada beberapa bagian ke atas. Pohon muda biasanya berbentuk kerucut; hanya saat dewasa tajuknya menjadi lebih membulat atau tidak beraturan. Kulit kayunya lembut dan berwarna abu-abu muda atau cokelat abu-abu, biasanya mengelupas menjadi serpihan-serpihan yang menebal pada pohon yang lebih tua. Struktur cabangnya seringkali horizontal, atau menaik saat lebih besar. Cabang paling bawah seringkali meninggalkan luka cabang melingkar bila mereka tanggal dari batang yang berada lebih di bawah. Daun muda pada semua spesies Agathis lebih besar daripada daun tua, lebih atau kurang lancip, bermacam-macam bentuknya di antara spesies dari bentuk ovata (membulat telur) hingga lanceolata (panjang, lebar di tengah). Daun tua berlawanan, bentuk elips hingga linier, sangat kasar dan cukup tebal. Daun muda seringkali berwarna merah tembaga, kontras dengan dedaunan musim sebelumnya yang biasanya hijau atau hijau-berserbuk. Damar laut termasuk ke dalam famili Dipterocarpaceae. Memiliki habitus yakni tinggi 20-50 m, panjang batang bebas cabang 10-35 m, diameter sampai 160 cm, banir dapat mencapai tinggi 3,5 m. Kayu teras berwarna coklat muda atau kuningcoklat muda yang lambat laun menjadi coklat tua. Kayu gubal berwarna lebih muda dari kayu teras, tebal 2-12 cm, biasanya 4 cm. Permukaan kayu umumnya licin. Pada bidang radial kayu yang mempunyai arah serat berpadu nampak bagian yang licin dan bagian yang kesat. Permukaan kayu sedikit mengkilap sampai mengkilap. Pada bidang radial kayu yang


(55)

mempunyai arah serat berpadu nampak gambar berupa garis-garis. Pori sebagian besar soliter, sebagian bergabung 2-4 dalam arah radial, kadang-kadang dalam gabungan tangensial atau miring, berbentuk bundar atau lonjong, diameter 100-300 , frekuensi 2-10 per mm2, kadang-kadang sampai 14 pori per mm2, banyak berisi tilosis, bidang perforasi berbentuk sederhana. Parenkim termasuk tipe paratrakeal berbentuk selubung lengkap atau tidak lengkap yang sering kali bergabung dengan parenkim yang tersebar atau parenkim apotrakeal yang berbentuk pita tangensial pendek. Jari-jari homogen, sempit dan pendek, frekuensi 6-8 per mm, kadang-kadang berisi endapan berwarna coklat. Saluran interselular hampir selalu lebih kecil dari pada pori, hanya terdapat dalam arah aksial merupakan deretan tangensial panjang atau kadang-kadang pendek, biasanya berisi endapan berwarna putih. Penyusutan sampai kering udara pada S.leavis 1,5% (R) dan 3,1 (T); S.maxwelliana 1,7 % (R) dan 3,5 % (T).(Martawijaya.,dkk 1981).

Secara umum kayu damar memiliki ciri – cirri sebagai berikut :

1. Kayu teras berwarna keputíh-putihan sampaí kuning-coklat, kadang-kadang semu-semu merah jambu. Kayu gubal tidak berbeda dengan kayu teras.

2. Tekstur kayu halus dan merata, Panjang serat 5.737 M dengan diameter 49,4 M tebal dindìng 8,5 p dan diameter lumen 32,414. Arah serat Arah serat Iurus atau kadang-kadang terpilín, Kesan raba Permukaan kayu Iícin, Permukaan kayu mengkilap, Pada bìdang radial nampak jelas bìntik-bintìk berwarna coklat dalam sel jan-jarì.

3. Pori Kayu tidak berpori, Parenkim tersebar dan berisì damar berwarna, Jari-jari homoselular, uniseriat, sangat sempìt sangat pendek dan jarang (6 per mm).


(56)

4. Kelas kuat kayu damar pada kelas II – III dan kelas awet pada kelas IV - V Kegunaan kayu meranti secara umum baik untuk meranti merah, meranti kuning dan meranti putih pada konstruksi ringan, perkakas rumah tangga, kayu lapis dan digunakan pada industri perkapalan digunakan pada kulit dan dudukan mesin. Untuk keperluan Tugas Akhir ini jenis meranti yang digunakan adalah meranti putih.

II. 3 Tegangan Bahan Kayu

Istilah kekuatan atau tegangan pada bahan seperti kayu adalah kemampuan bahan untuk mendukung beban luar atau beban yang berusaha merubah bentuk dan ukuran bahan tersebut. Akibat beban luar yang bekerja ini menyebabkan timbulnya gaya – gaya dalam pada bahan yang berusaha menahan perubahan ukuran dan bentuk bahan. Gaya dalam ini disebut dengan tegangan yang dinyatakan dalam Pound / ft 2 . Dibeberapa negara satuan tegangan ini mengacu ke sistem Internasional ( SI ) yaitu N / mm 2 .

Perubahan ukuran atau bentuk ini dikenal sebagai deformasi atau regangan. Jika tegangan yang bekerja kecil maka regangan atau deformasi yang terjadi juga kecil dan jika tegangan yang bekerja besar maka deformasi yang terjadi juga besar. Jika kemudian tegangan dihilangkan maka bahan akan kembali kebentuk semula. Kemampuan bahan untuk kembali kebentuk semula tergantung pada besar sifat elastisitasnya. Jika tegangan yang diberikan melebihi daya dukung serat maka serat – serat akan putus dan terjadi kegagalan atau keruntuhan.

Deformasi sebanding dengan besarnya beban yang bekerja sampai pada satu titik . Titik ini adalah Limit Proporsional. Setelah melewati titik ini besarnya deformasi akan bertambah lebih cepat dari besarnya beban yang diberikan . Hubungan antara beban dan deformasi ditunjukkan pada gambar II.7 berikut .


(57)

Kayu memiliki beberapa tegangan, pada satu jenis tegngan nilainya besar dan untuk jenis tegangan yang lain nilainya kecil. Sebagai contoh tegangan tekan cenderung memperpendek kayu sedangkan tegangan tarik akan memperpanjang kayu. Biasanya kayu akan menderita kombinasi dari beberapa tegangan yang terjadi secara bersamaan meski salah satu jenis tegangan lebih mendominasi. Kemampuan untuk melentur bebas dan kembali kebentuk semula tergantung kepada elastisitas, dan kemampuan untuk menahan terjadinya perubahan bentuk disebut dengan kekakuan.

Modulus elastisitas adalah ukuran hubungan antara tegangan dan regangan dalam limit proporsional yang memberikan angka umum untuk menyatakan kekakuan atau elastis suatu bahan. Semakin besar modulus elastisitas kayu, maka kayu tersebut semakin kaku.

Istilah getas digunakan untuk mendeskripsikan deformasi yang terjadi sebelum patah. Dapat diperhatikan bahwa sifat getas ini bukan menyatakan kelemahan. Sebagai contoh, besi tuang dan kapas adalah bahan yang getas, walaupun besarnya beban yang dibutuhkan untuk mengakibatkannya hancur sangat berbeda.

Dalam mencari karakteristik kekuatan kayu ada dua cara yang dapat dilakukan. Pertama, dengan pengujian langsung di lapangan. Kedua, dengan penelitian. Karena pelaksanaan pengujian di lapangan memerlukan biaya yang besar maka pengujian dengan penelitian merupakan alternatif pemilihan.

Pada penelitian ada 2 (dua) jenis pengujian yang dapat dilakukan. Pengujian dengan menggunakan sampel kecil dan pengujian kayu sebagai struktural. Pengujian dengan menggunakan sampel penting untuk tujuan komparatif, yang memberikan indikasi bahwa sifat-sifat kekuatan setiap jenis-jenis kayu berbeda. Karena pengujian dirancang untuk menghindari pengaruh kerusakan lain, sehingga hasilnya tidak menunjukkan beban aktual yang mampu diterima dan faktor yang harus digunakan


(58)

untuk mendapatkan tegangan kerja yang aman. Pengujian kayu dengan bentuk struktural lebih mendekati kondisi penggunaan yang sebenarnya. Secara khusus dianggap penting karena dapat mengamati kerusakan seperti pecah-pecah. Kelemahan pada pengujian ini adalah memerlukan biaya yang besar dan pekerjaannya sulit karena membutuhkan kayu dalam jumlah yang besar dan butuh waktu yang lebih lama. Selain itu, faktor pemilihan bahan dalam ukuran yang besar dengan kualitas yang seragam menjadi sangat penting dibandingkan dengan pemilihan sampel dalam ukuran kecil.

Pengujian dengan menggunakan sampel kecil telah memiliki standar pengujian. Karena sifat kekuatan kayu sangat dipengaruhi oleh kandungan air, pengujian dapat dilakukan dalam kondisi terpisah. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan material kayu yang memiliki kandungan standar. Pengujian dilakukan pada bahan kering udara dengan kadar air yang diketahui dan angka-angka kekuatan tersebut dikoreksi terhadap kandungan air standar. Ketelitian dibutuhkan untuk mengeliminasi faktor-faktor yang dapat membuat variasi sifat kekuatan.

Pengujian dengan sampel kecil dari jenis-jenis kayu yang berbeda-beda kini telah dilakukan, dan banyak batasan data yang diperoleh. Angka-angka yang diterbitkan untuk kayu yang berbeda-beda dapat dibandingkan dengan metode pengujian yang telah distandarkan. Angka-angka ini sendiri dapat dipakai dalam memperhitungkan tegangan kerja karena faktor koreksi telah diperhitungkan.

Umumnya secara empiris hanya sedikit karakteristik kekuatan kayu yang diketahui. Sebagai contoh adalah kualitas kayu oak, kayu jati, dan kayu damar sebagai bahan struktur. Hasil pengujian berdasarkan nilai tegangan dan regangan dari kayu tersebut. Nilai tegangan diperoleh dari besarnya beban per luas penampang yang dibebani, dinyatakan dalam N/mm².


(59)

Ada beberapa jenis tegangan yang dapat dialami oleh suatu material, yaitu tegangan tekan (Compression Strength), tegangan tarik (Tensile Strength), dan tegangan lentur (Bending Strength). Pada tegangan tekan, material mengalami tekanan pada luasan tertentu yang menyebabkan timbulnya tegangan pada material dalam menahan tekanan tersebut sampai batas keruntuhan dan diambil sebagai nilai tegangan tekan. Demikian pula dengan tarikan, tegangan tarik timbul akibat adanya gaya dalam pada material yang berusaha menahan beban tarikan yang terjadi. Kemampuan maksimum material menahan tarikan adalah sebagai sebagai tegangan tarik.

Secara teoritis, semakin ringan kayu maka semakin kurang kekuatannya, demikian juga sebaliknya. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa kayu-kayu yang berat sekali juga kuat sekali. Kekuatan, kekerasan dan sifat teknik lainnya adalah berbanding lurus dengan berat jenisnya. Tentunya hal ini tidak terlalu sesuai, karena susunan dari kayu tidak selalu sama.

Salah satu sifat mekanik kayu yang sangat penting dalam analisis tahanan sambungan adalah kuat tumpu kayu disekitar alat sambung (dowel bearing strength). Pengujian kuat tumpu kayu dapat dilakukan dengan cara seperti pada gambar berikut. Beban tumpu kayu ditentukan dengan metoda offset pada sesaran 0,05D (D adalah diameter alat sambung). Kemudian kuat tumpu kayu diperoleh dengan membagi beban tumpu pada metoda offset dengan luas bidang tekan yaitu diameter alat sambung dikalikan dengan tebal kayu.

Kuat tumpu kayu dipengaruhi oleh kandungan air, berat jenis kayu, dan diameter alat sambung. Hasil pengujian Rammer dan Winistorfer (2001) menunjukkan bahwa kuat tumpu kayu pada kandungan air 15%,, 12%, 6%, dan 4% adalah berturut – turut sebesar 1,23 , 1,36, 1,63, 1,72 kali kuat tumpu kayu pada


(60)

kandungan air 20%. Smith (1988) melakukan pengujian kuat tumpu kayu dengan beberapa macam nilai berat jenis yang tergolong pada kayu lunak (soft woods) dan kayu keras (hard woods). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kuat tumpu kayu meningkat seiring dengan peningkatan berat jenis kayu. Wilkinson (1991) mengusulkan Persamaan (1) untuk menghitung kuat tumpu kayu. Persamaan (1) kemudian dipakai secara luas oleh banyak peraturan termasuk SNI-5 Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu (2002).

II.3 Kuat Acuan

A. Kuat Acuan Berdasarkan atas Pemilahan secara Mekanis

Pemilahan secara mekanis untuk mendapatkan modulus elastisitas lentur harus dilakukan dengan mengikuti standar pemilahan mekanis yang baku. Berdasarkan modulus elastisitas lentur yang diperoleh secara mekanis, kuat acuan lainnya dapat diambil mengikuti Tabel 2.03. Kuat acuan yang berbeda dengan Tabel 2.03 dapat digunakan apabila ada pembuktian secara eksperimental yang mengikuti standar – standar eksperimen yang baku.


(61)

Tabel 2.03 Nilai kuat acuan (Mpa) berdasarkan pemilahan secara mekanis pada kadar air 15% Kode Mutu Modulus Elastisitas Lentur Ew Kuat Lentur Fb Kuat tarik sejajar serat Ft Kuat tekan sejajar serat Fc Kuat Geser Fv Kuat tekan Tegak lurus Fc

E26 26000 66 60 46 6.6 24

E25 25000 62 58 45 6.5 23

E24 24000 59 56 45 6.4 22

E23 23000 56 53 43 6.2 21

E22 22000 54 50 41 6.1 20

E21 21000 56 47 40 5.9 19

E20 20000 47 44 39 5.8 18

E19 19000 44 42 37 5.6 17

E18 18000 42 39 35 5.4 16

E17 17000 38 36 34 5.4 15

E16 16000 35 33 33 5.2 14

E15 15000 32 31 31 5.1 13

E14 14000 30 28 30 4.9 12

E13 13000 27 25 28 4.8 11

E12 12000 23 22 27 4.6 11

E11 11000 20 19 25 4.5 10

E10 10000 18 17 24 4.3 9

Dimana : Ew adalah Modulus elastisitas lentur Fb adalah Kuat lentur

Fc⁄⁄ adalah Kuat tekan sejajar serat Ft⁄⁄ adalah Kuat tarik sejajar serat Fv adalah Kuat geser


(62)

B. Kuat Acuan Berdasarkan atas Pemilahan secara Visual

Pemilahan secara visual mengikuti standar pemilahan secara visual yang baku. Apabila pemeriksaan visual dilakukan berdasarkan pengukuran berat jenis, maka kuat acuan untuk kayu berserat lurus tanpa cacat dapat dihitung dengan menggunakan langkah – langkah sebagai berikut :

a. Kerapatan ρ pada kondisi basah (berat dan volume diukur pada kondisi basah, tetapi kadar airnya lebih kecil dari 30%) dihitung dengan mengikuti prosedur baku. Gunakan satuan kg/m³ untuk ρ.

b. Kadar air, m% (m<30), diukur dengan prosedur baku c. Hitung berat jenis pada m% (Gm) dengan rumus :

Gm = ρ / [1.000 (1+m/100)]

d. Hitung berat jenis dasar (Gb) dengan rumus : Gb = Gm / [1+0.265aGm] dengan a = (30-m)/30

e. Hitung berat jenis pada kadar air 15% (G₁₅) dengan rumus : G₁₅ = Gb/(1-0,133 Gb)

f. Hitung estimasi kuat acuan dengan modulus elastisitas lentur (Ew) = 16500 G⁰⁷, dimana G = G₁₅ = berat jenis kayu pada kadar ai 15%

Untuk kayu dengan serat tidak lurus dan/atau mempunyai cacat kayu, estimasi nilai modulus elastis lentur acuan pada point f harus direduksi dengan mengikuti ketentuan pada SNI (Standar Nasional Indonesia) 03-3527-1994 UDC (Universal Decimal Classification) 6λ1.11 tentang “Mutu Kayu Bangunan“ yaitu Henny Sahara μ Kombinasi Alat Penyambung Paku Dan Baut Pada Kolom Pendek Kayu Meranti Dengan Pembebanan Aksial Tekan Berdasarkan Pkki Ni-5 2002 (Eksperimen), 2010.


(63)

Dengan mengalikan estimasi nilai modulus elastis lentur acuan tersebut dengan nilai rasio tahanan yang ada pada Tabel 2.04 yang bergantung pada kelas mutu kayu . Kelas mutu kayu ditetapkan dengan mengacu pada Tabel 2.05

Tabel 2.04 Nilai rasio tahanan berdasarkan kelas mutu

Kelas Mutu Nilai Rasio Tahanan

Kelas A 0,80

Kelas B 0,63

Kelas C 0,50

Tabel 2.05 Cacat maksimum untuk setiap kelas mutu kayu

Macam Cacat Kelas Mutu A Kelas Mutu B Kelas Mutu C

Mata Kayu : Terletak di muka

lebar 1/6 lebar kayu 1/4 lebar kayu 1/2 lebar kayu Terletak di muka

sempit 1/8 lebar kayu 1/5 lebar kayu 1/4 lebar kayu Retak 1/5 tebal kayu 1/6 tebal kayu 1/2 tebal kayu Pinggul 1/10 tebal atau lebar

kayu

1/6 tebal atau lebar kayu

1/4 tebal atau lebar kayu

Arah serat 1 : 13 1 : 9 1 : 6

Saluran damar

1/5 tebal kayu eksudasi tidak diperkenankan

2/5 tebal kayu 1/2 tebal kayu

Gubal Diperkenankan Diperkenankan Diperkenankan

Lubang serangga

Diperkenankan asal terpencar dan ukuran dibatasi dan

tidak ada tanda – tanda serangga

hidup

Diperkenankan asal terpencar dan ukuran dibatasidan tidak ada tanda –

tanda serangga hidup

Diperkenankan asal terpencar

dan ukuran dibatasi dan tidak

ada serangga hidup Cacat lain (lapuk,

hati rapuh, retak melintang) Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan


(64)

II.4 Tata Cara Perencanaan Berdasarkan Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia 2002.

Kekuatan / tahanan sambungan dianalisis berdasarkan moda kelelehan sambungan yang mungkin terjadi. Tahanan yang diperoleh kemudian disebut sebagai tahanan ultimit. Untuk mendapatkan tahanan ijin sambungan, maka tahanan ultimit harus dikalikan dengan faktor koreksi yang sesuai berdasarkan, jenis pembebanan, masa layan, dan jenis alat sambung itu sendiri.

A. Beban dan Kombinasi Pembebanan * Beban nominal

Beban nominal adalah beban yang ditentukan didalam Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung, SKBI – 1.3.53.1987, SNI 03-1727-1989.

Beban nominal yang harus ditinjau adalah sebagai berikut :

- D beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk dinding, lantai,atap, plafon, partisi tetap, tangga dan peralatan layan tetap. - L beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk

pengaruh kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan lain – lain.

- La beban hidup atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja, peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak.


(65)

- W beban angin termasuk dengan memperhitungkan bentuk aerodinamika bangunan dan peninjauan terhadap pengaruh angin topan, puyuh,dan tornado bila diperlukan.

- E beban gempa,yang ditentukan menurut SNI 03-1726-1969, atau penggantinya.

* Kombinasi Pembebanan

Kecuali apabila ditetapkan lain,struktur, komponen struktur, dan sambungannya harus direncanakan dengan menggunakan kombinasi pembebanan berikut ini :

1. 1,4D

2. 1,2D + 1,6L + 0,5 (La atau H)

3. 1,2D + 1,6 (La atau H) + (0,5L atau 0,8W) 4. 1,2D + 1,3W + 0,5L + 0,5 (La atau H) 5. 1,2D ± 1,0 W + 0,5L

6. 0,9D ± (1,3 atau 1,0E)

B. Dasar Perencanaan

* Modulus Elastisitas Lentur

Modulus elastisitas lentur rerata terkoreksi, Ew’ yang digunakan dalam perencanaan, bergantung pada penggunaannya. Dalam kasus perencanaan dimana tahanan structural atau stabilitas ditentukan berdasarkan perhitungan maka harus digunakan nilai persentil ke lima terkoreksi,


(66)

Dengan 1,03 adalah factor koreksi dari nilai yang ditabelkan kepada nilai bebas geser, dan = adalah koefisien variasi nilai , yaitu penyimpangan deviasi standar dibagi dengan nilai rerata .

Pengecualian : Untuk glulam (kayu laminasi structural), faktor penyesuaian tersebut adalah 1,05 dan bukan 1,03. Modulus elastisitas lentur tidak perlu dikoreksi terhadap faktor waktu,

* Modulus Elastisitas Lentur

Tahanan rencana dihitung untuk setiap keadaan batas yang berlaku sebagai hasil kali antara tahanan terkoreksi, R’, faktor tahanan, Ø dan faktor waktu . Tahanan rencana harus sama dengan atau melebihi beban terfaktor,Ru’.

Dengan R’ adalah tahanan terkoreksi untuk komponen struktur, elemen, atau sambungan, seperti tahanan lentur terkoreksi, M’,tahanan geser terkoreksi, V’ dan lain – lain. Begitu juga dengan Ru diganti dengan Mu, Vu, dan sebagainya untuk gaya – gaya pada komponen struktur atau sambungan. Tabel 2.06 Faktor tahanan

Jenis Simbol Nilai

Tekan 0,90

Lentur 0,85

Stabilitas 0,85

Tarik 0,80

Geser / Puntir 0,75


(1)

Gambar 4.31 Perbandingan sambungan existing dengan sambungan berdasarkan perhitungan pada buhulF


(2)

Gambar 4.32 Perbandingan sambungan existing dengan sambungan berdasarkan perhitungan pada buhulG


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada kondisi existing dan perhitungan yang dilakukan berdasarkan Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia 2002, maka dapat disimpulkan :

1. Dimensi penampang existing berupa batang tarik dan batang tekan aman terhadap beban – beban yang bekerja pada struktur rangka atap kayu bentang 12 meter existing.

Teg. yang terjadi < Teg. tekan proporsional < Teg. Patah < λ . . P’ < 1,333 . λ . . P’

2. Sambungan pada buhul A tidak aman terhadap beban – beban yang bekerja pada struktur rangka atap kayu bentang 12 meter existing, dikarenakan jumlah alat sambung yang digunakan lebih sedikit daripada jumlah alat sambung yang dibutuhkan.

Jumlah alat sambung digunakan = 1 buah ( sambungan kayu-kayu ) Jumlah alat sambung butuh = 6 buah (sambungan kayu-plat besi ) 3. Metoda Perbaikan

Perbaikan terhadap sambungan di buhul A dan simetrisnya dilakukan dengan mengaplikasikan sambungan kayu dengan plat besi, dikarenakan luas bidang kontak kayu tidak mencukupi untuk jumlah alat sambung jika dengan menggunakan sambungan kayu dengan kayu. Detail sambungan perbaikan dapat dilihat pada lampiran.


(4)

V.2 Saran

Dalam kegiatan konstruksi seharusnya perencanaan struktur harus dilakukan dengan baik dengan mengacu pada peraturan – peraturan yang berlaku, dan dalam pelaksanaannya harus diawasi dengan ketat sesuai dengan perencanaan yang telah dilakukan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Awaluddin, Ali. 2005. Dasar – dasar Perencanaan Sambungan Kayu. Yogyakarta : Biro Penerbit Teknik Sipil Universitas Gajah Mada.

Awaluddin, Ali. 2005. Konstruksi Kayu. Yogyakarta : Biro Penerbit Teknik Sipil Universitas Gajah Mada.

Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara. Medan.

Ginting, Andi Samudra. 2005. Sambungan Kayu dengan Alat Sambung Baut Berdasarkan Revisi PKKI NI-5 2002 Dibandingkan dengan Eksperimental. Medan : Unpublisheed Script. Program Sarjana Teknik Sipil USU.

J. M. Dinwoodie. Timber. London : Macmillian Education.

Moeljono, Soerjanto Basar.1974. Pengantar Perkayuan. Yogyakarta : Kanisius.

Panitia Normalisasi Bagian Konstruksi Kayu. 1973. Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia NI-5 PKKI 1961. Penerbitan Ketujuh. Departemen Pekerjaan Umum Dan Tenaga Listrik Direktorat Jenderal Ciptakarya Lembga Penyelidikan Masalah Bangunan.

Panitia Teknik Konstruksi dan Bangunan. 2002. Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia ( PKKI NI – 5 ). Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

Surbakti, Besman. 2005. “Pengantar Mata Kuliah Struktur Kayu”. Fakultas Teknik.


(6)

Yulismawati, Riza.2007. “Eksperimen Sambungan Paku Memikul Momen Murni Menurut PKKI 2002 “.Medan : Unpublisheed Script. Program Sarjana Teknik Sipil USU.