Esterifikasi Patchouli Alkohol Hasil Isolasi Dari Minyak Daun Nilam (Patchoulli Oil)

ESTERIFIKASI PATCHOULI ALKOHOL HASIL
ISOLASI DARI MINYAK DAUN NILAM
(PATCHOULI OIL)
RUMONDANG BULAN
Jurusan Kimia
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
BABI
PENDAHULUAN
I. PENGANTAR
1.1 Latar Belakang.
Minyak atsiri yang disebut juga minyak eteris atau minyak terbang banyak
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kemajuan teknologi di bidang
minyak atsiri maka usaha penggalian sumber-sumber minyak atsiri dan
pendayagunaannya dalam kehidupan manusia semakin meningkat. Minyak atsiri
tersebut digunakan sebagai bahan pengharum atau pewangi pada makanan, sabun,
pasta gigi, wangi-wangian dan obat-obatan. Untuk memenuhi kebutuhan itu,
sebagian besar minyak atsiri diambil dari berbagai jenis tanaman penghasil minyak
atsiri.
Nilam (Pooostemon cablin BENTH ) merupakan salah satu jenis tanaman yang
dapat menghasilkan, minyak atsiri dan sudah lama dikenal oleh masyarakat

Indonesia yaitu sebagai pengharum pakaian. Di setiap daerah, nilai mempunyai
nama berbeda-beda, di Purwokerto disebut dengan "dilem wangi", di Tapanuli
Selatan disebut "singgolom", sedangkan untuk nilam yang berbunga di Jawa sering
disebut "dilem kembang" dan di Aceh dikenal dengan nama "nilam bukit"
(Poqostemon hevneanus BENTH). Nilam selain dapat dijual dalam bentuk daun
kering juga dapat berupa minyak.
Di pasar perdagangan Internasional, nilam diperdagangkan dalam bentuk
minyak dan dikenal dengan nama "patchouli oil". Di antara berbagai jenis minyak
atsiri yang ada di Indonesia minyak nilamlah yang jadi primadona. Setiap tahun lebih
dari 45% devisa negara yang dihasilkan oleh minyak atsiri berasal dari minyak nilam
(Trubus,1989).
Untuk produk minyak nilam, Indonesia memegang peranan yang cukup
besar, sekitar 90 % kebutuhan minyak nilam dunia berasal dari Indonesia (BPEN,
1983). Salah satu sifat minyak, nilam yang khas adalah daya fiksasinya yang cukup
tinggi. Dengan adanya sifat ini, maka penggantian pemakaian minyak nilam dengan
produk sintetis kurang memungkinkan (Rusli, 1988). Seperti minyak atsiri yang
lainnya minyak nilam mengandung lebih dari satu senyawa. Untuk mengetahui
senyawa yang terdapat dalam minyak nilam dilakukan dengan mengisolasi dan
mengidentifikasi komponen penyusun minyak nilam. Minyak nilam merupakan
minyak atsiri yang mengandung patchouli alkohol dan merupakan penyusun utama

dari pada minyak nilam. Kadar patchouli alkohol dalam minyak nilam ± 50 - 60 %
(Walker, 1968).
Senyawa alkohol merupakan senyawa yang dapat dipakai sebagai bahan
dasar pembuatan senyawa lain melalui beberapa reaksi, seperti reaksi esterifikasi
dan reaksi eliminasi.

© 2004 Digitized by USU digital library

1

1.2. Tujuan Penelitian
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas penelitian ini bertujuan :
Isolasi minyak nilam dari daun nilam.
Isolasi dan identifikasi komponen utama minyak nilam yaitu senyawa patchouli
alkohol.
Mengubah patchouli alkohol menjadi senyawa turunannya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Minyak atsiri
Minyak atsiri merupakan salah satu hasil sisa proses metabolisme dalam
tanaman, yang terbentuk karena reaksi antara berbagai persenyawaan kimia dengan

adanya air. Minyak tersebut disintesis dalam sel kelenjar pada jaringan tanaman dan
ada juga yang terbentuk dalam pembuluh resin, misalnya minyak terpentin dari
pohon pinus (Ketaren,1985). Minyak atsiri selain dihasilkan oleh tanaman dapat juga
terbentuk dari hasil degradasi trigliserida oleh enzim atau dapat dibuat secara
sintesis.
Minyak atsiri umumnya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia
yang terbentuk dari unsur karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O) serta beberapa
persenyawaan kimia yang mengandung unsur unsur nitrogen (N) dan belerang (5).
Umumnya komponen kimia dalam minyak atsiri terdiri dari campuran hidrokarbon
dan turunannya yang mengandung oksigen yang disebut dengan terpen atau
terpenoid. Terpen merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh dan satuan
terkecil dalam molekulnya disebut isopren (CsHa). Senyawa terpen mempunyai
rangka karbon yang terdiri dari 2 atau lebih satuan isopren. Klassifikasi dari terpen
didasarkan atas jumlah satuan isopren yang terdapat dalam molekulnya yaitu :
monoterpen, seskuiterpen, diterpen, triterpen, tetraterpen dan politerpen yang
masing-masing terdiri dari 2,3.4. 6. 8 dan n satuan isopren (Finar, 1959).
Rantai molekul terpen dalam minyak atsiri merupakan rantai terbuka (terpen
alifatis) dan rantai melingkar (terpen siklis).

© 2004 Digitized by USU digital library


2

II.1.2 Minyak nilam
Minyak nilam yang diperoleh dengan cara destilasi air dan uap daun nilam
dan dalam perdagangan disebut patchouli oil. Kata patchouli berasal dari kata
"pacholi" yaitu nama sejenis tanaman yang banyak terdapat di tanah Hindustan.
Pada mulanya tanaman nilam dipakai sebagai pewangi selendang oleh orang India,
karena baunya yang khas (Guenther, 1949). Standar mutu minyak nilam belum
seragam untuk seluruh dunia, karena setiap negara penghasil dan pengimpor
menentukan standar mutu minyak nilam sendiri, misalnya standar mutu minyak
nilam dari Indonesia (SII-0069.75).
Standar mutu minyak nilam
Karakteristik
BJ 25
25
Indeks bias 25°C (nD25) dengan
Putaran optik (fD25) dengan
tabung 1 dm
Bilangan asam

Kelarutan dalam alkohol 95 %

Syarat
0,950 – 0983
1,506 – 1,520
-47 s.d. –66
maksimum 3,0
larut
(jernih)
perbandingan 1
bagian isi

dalam
s.d. 10

Minyak nilam terdiri dari campuran persenyawaan terpen dengan alkoholalkohol. aldehid dan ester-ester yang memberikan bau khas misalnya patchouli
alkohol.
Patchouli alkohol merupakan senyawa yang menentukan bau minyak nilam
(Albert, 1980) dan merupakan komponen yang terbesar (Trifilieff, 1980). Menurut
Trifilieff yang memberikan bau pada minyak nilam adalah norpatchoulenol yang

terdapat dalam jumlah sedikit.
Menurut penelitian Hernani dan Budi Tangendjaja (1988) bahwa komponenkomponen penyusun minyak nilam adalah benzaldehid, karyofilen, ∝-patchoulena,
bulnesen dan patchouli alkohol.
Patchouli alkohol merupakan seskuiterpen alkohol dapat diisolasi dari minyak
nilam. Tidak larut dalam air, larut dalam alkohol, eter atau pelarut organik yang lain,
mempunyai titik didih 140oC pada tekanan 8 m Hg. Kristal yang terbentuk
mempunyai titik lebur 56oC. Patchouli alkohol disebut juga patchouli camphor atau
oktahidro-4,8a,9,9-tetrametil-1,6-metanonaftalen, mempunyai berat molekul 222,36
dengan rumus molekul C12H26O.
Struktur patchouli alkohol menurut W.Treibs (1949) adalah:

Sedang menurut Buchi dan Erickson (1961) adalah :

© 2004 Digitized by USU digital library

3

dan menurut Merck Index (1983) adalah :

Cara ekstraksi, biasanya dilakukan terhadap bahan berupa bunga, yang jika

diisolasi dengan destilasi menghasilkan minyak sangat sedikit. Ekstraksi minyak dari
bunga dapat juga dilakukan dengan lemak dingin (enfleurasi) dan lemak panas
(maserasi) atau menggunakan pelarut yang mudah menguap (Guenther, 1948).
Isolasi minyak atsiri dengan cara pengempaan umumnya dilakukan terhadap
bahan berupa biji, buah atau kulit buah tanaman yang komponen minyaknya akan
mengalami kerusakan pada pemanasan. Pada proses pengempaan sel-sel yang
mengandung minyak akan pecah dan minyak akan mengalir kepermukaan bahan.
campuran minyak dan air disaring dan dilakukan pemusingan untuk memisahkan
lapisan air dan minyak (Ketaren, 1975).
II.1.4 Identifikasi komponen minyak
Salah satu cara identifikasi komponen minyak atsiri adalah dengan
kromatografi gas (GC). Kromatografi gas adalah tehnik pemisahan suatu
persenyawaan yang mudah menguap didasarkan pada distribusi antara dua fasa
yaitu fasa tetap (stationer) dan fasa bergerak (mobil). Berdasarkan fasa diam,
kromatografi gas dapat dibagi dua, yaitu Kromatografi gas padat (G.S.C.) dengan
fasa diam berupa bahan padat dan kromatografi gas cair (G.L.C.) dengan fasa diam
berupa zat cair yang tidak mudah menguap yang disokong oleh zat pembantu yang
dikenal dengan kromosorb.
Bagian-bagian dari kromatografi gas yaitu :
a. tangki gas pembawa

b. pengatur aliran dan pengatur tekanan gas
c. termostat untuk tempat injeksi cuplikan, kolom dan detektor.
d. tempat injeksi cuplikan
e. kolom
f. detektor
g. pencatat

© 2004 Digitized by USU digital library

4

Pada kromatografi gas cair, cuplikan diinjeksikan ke dalam injektor dan
cuplikan akan diuapkan, selanjutnya dibawa gas pengangkut masuk ke dalam kolom.
Dalam kolom komponen-komponen cuplikan dipisahkan kemudian dideteksi oleh
detektor dan sinyal dalam bentuk puncak akan dihasilkan oleh pencatat (rekorder).

Gambar 4. Rangkaian Kromatografi Gas
Kromatografi gas cair yang lebih dikenal dengan kromatografi gas (GC)
mempunyai dasar pemisahan partisi cuplikan pada lapisan tipis fasa diam tersebut.
Dengan menganggap bahwa waktu penahanan untuk setiap senyawa berbeda maka

kromatografi gas ini dapat digunakan sebagai analisis kualitatif dan analisis
kuantitatif.
Analisis kualitatif
Analisis kualitatif berdasarkan pada perbandingan waktu retensi yaitu waktu
yang diperlukan untuk mengelusikan senyawa setelah diinjeksikan. Waktu retensi
dibandingkan dengan waktu retensi senyawa standar dan metoda ini disebut metoda
spiking yaitu dengan menambahkan senyawa cuplikan kepada senyawa yang akan
dianalisis.
Analisis Kuantitatif
Pada analisis kuantitatif jumlah (%) suatu senyawa dihitung berdasarkan
pada pengukuran luas puncak kromatogram. Puncak-puncak pada Kromatogram
mirip seperti segitiga (Hardjono, 1985). Salah satu cara pengukuran luas puncak.
yang sering digunakan dengan cara mendekatkan puncak (bentuk bel) sebagai
segitiga adalah :

© 2004 Digitized by USU digital library

5

Persentase relatif salah satu senyawa (komponen) dalam cuplikan dapat dihitung

dengan membandingkan luas komponen dengan jumlah luas semua cuplikan.
luas komponen
% komponen = ---------------------------------------jumlah luas semua cuplikan

x 100 %

II.1.5 Reaksi esterifikasi
Reaksi esterifikasi adalah suatu reaksi antara asam karboksilat dan alkohol
membentuk ester. Turunan asam karboksilat membentuk ester asam karboksilat.
Ester asam karboksilat ialah suatu senyawa yang mengandung gugus -CO2 R dengan
R dapat berupa alkil maupun aril. Esterifikasi dikatalisis asam dan bersifat dapat
balik (Fessenden, 1981).

Laju esterifikaasi asam karboksilat tergantung pada halangan sterik dalam
alkohol dan asam karboksilat. Kekuatan asam dari asam karboksilat hanya
mempunyai pengaruh yang kecil dalam laju pembentukan ester.
Reaktifitas alkohol terhadap esterifikasi
CH3OH > primer > sekunder > tersier
Reaktifitas asam karboksilat terhadap esterifikasi
HCO2H > CH3CO2H > RCH2CO2H > R2CHCO2H > R3CCO2H

Sebagaimana halnya reaksi aldehid dan keton, reaksi esterifikasi
berlangsung melalui beberapa tahap reaksi

© 2004 Digitized by USU digital library

6

Mengingat esterifikasi bersifat dapat balik maka dengan bertambahnya halangan
sterik dalam zat antara, maka laju reaksi pembentukan ester akan menurun
sehingga rendemen esternya akan berkurang. Jika suatu ester yang banyak harus
dibuat lebih baik digunakan cara sintesis, misalnya reaksi antara alkohol dengan
anhidrida asam atau suatu klorida asam, yang bersifat lebih reaktif dari pada asam
karboksilat dan yang bereaksi dengan alkohol secara tak dapat balik.

Anhidrida asam lebih reaktif dari pada asam karboksilat dan dapat digunakan untuk
mensintesis ester. Sebagai campuran reaksi dapat ditambahkan piridin atau amina
tersier untuk mengikat asam (Fessenden, 1981).

© 2004 Digitized by USU digital library

7

III. CARA PENELITIAN
III. Bahan yang Digunakan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun nilam yang berasal
dari Sumatera Utara, akuades,dietil eter, CHL3, NaHCO3, Na2S04, asam asetat,glasial,
H2SO4, H3PO4, silika gel biru, batu didih, kertas lakmus, CDCl3, carbowax 20 M,
garam dapur perdagangan, asam bensoat.
III.2 Alat yang digunakan
Alat destilasi air dan uap satu set
Alat destilasi fraksinasi dengan pengurangan tekanan
satu set
Alat refluks satu set
Timbangan listrik Chyo Jupiter C3-100 ND
Evaporator Buchi satu set
Polarimeter -Atago Polax D
Reftaktometer -Bellingham & Stanley Limited
Alat penyaring dengan pengurangan tekanan
Alat penentu titik lebur -Fisher Johns
Kromatografi gas-Hitachi
Spektrometer infra merah -Jasco
Spektrometer 1H NMR-YEOUL PMX-60
III.3 Cara Kerja
III.3.1. Penentuan kadar air
Daun nilam setelah dipetik dikeringkan dengan cara diangin-anginkan,
kemudian ditentukan kadar airnya. Mula-mula botol timbang dikeringkan dalam oven
pada temperatur 105°C. Didinginkan dalam eksikator dan ditimbang kembali.
Pekerjaan ini diulangi lagi sampai diperoleh berat botol timbang yang konstan,
kemudian daun nilam ditimbang sebanyak 2 gram dalam botol timbang tersebut.
Lalu dikeringkan dalam oven pada temperatur 105°C, selama 3 jam. Kemudian

© 2004 Digitized by USU digital library

8

didinginkan dalam eksikator dan ditimbang kembali. Pekerjaan ini diulangi lagi
sampai diperoleh berat botol timbang yang berisi sampel konstan (Sudarmaji,1984).
Kadar air

=

Kehilangan berat
-------------------------------berat sampel

x 100 %

Data hasil percobaan tercantum pada tabel 1.
III.3.2 Destilasi daun nilam
Daun nilam yang telah dikeringkan dengan cara diangin-anginkan, ditimbang
sebanyak 1000 g lalu dimasukkan ke dalam ketel suling. Kemudian dipanaskan
hingga diperoleh destilat yang mengandung minyak. Destilat yang mengandung
minyak dan air membentuk dua lapisan. Minyak dan air dipisahkan dengan corong
pisah. Destilasi diakhiri hingga destilat tidak lagi mengandung minyak.
Minyak yang diperoleh dikeringkan dengan menambah Na2SO4 anhidrous
secukupnya untuk mengikat air yang masih terdapat dalam minyak, kemudian
disaring untuk memperoleh minyaknya (Lampiran 1). Minyak yang diperoleh
ditentukan indeks bias, berat jenis dan putaran optik (Tabel 4) dan diidentifikasi
dengan kromatografi gas (Lampiran 2).
III.3.3 Penentuan tetaoan fisis minyak nilam
III.3.3.1 Penentuan indes bias minyak nilam
Penentuan indeks bias dilakukan dengan refraktometer Bellingham & Stanley
Limited pada temperatur 30°C. Indeks bias pada temperatur 25°C dihitung dengan
memakai rumus (Sudarmadji, 1984).
R = R -k (T -T)
R = indeks bias pada temperatur ToC .
R= pembacaan indeks bias pada tempertur Toc
T = temperatur yang dikehendaki (temperatur standar)
T'= temperatur pembacaan
k = faktor koreksi = 0,00045
111.3.3.2 Penentuan berat jenis minyak nilam
Penentuan berat jenis minyak nilam dilakukan dengan memakai piknometer
dan ditimbang dengan timbangan listrik. Mula-mula ditimbang piknometer kosong.
Kemudian ke dalam piknometer dimasukkan air yang telah didinginkan dan
ditimbang pada temperatur 25°C, dan diperoleh berat air pada temperatur 250C.
Selanjutnya minyak nilam yang telah didinginkan dalam piknometer yang sama pada
temperatur 250C dan diperoleh berat minyak nilam. Berat jenis dihitung dengan
rumus (SII 0069-75):
BJ

=

Keterangan : BJ
To

Berat sampel (To )
-----------------------------Berat H2O (To )/BJ H2O (T0 )
= Berat jenis
= Temperatur pengukuran

© 2004 Digitized by USU digital library

9

111.3.3.3 Penentuan putaran optik minyak nilam
Sebanyak 5 ml minyak hasil destilasi dipipet ke dalam labu ukur 25 ml dan
diencerkan dengan kloroform sampai tanda garis. Kemudian larutan dimasukkan ke
dalam tabung polarimeter 1 dm dan putaran optik dibaca (diamati; dengan alat
polarimeter -Atago Polax D dan dihitung dengan rumus (SII 069-75) :
fD = [α]tD = pengenceran x pembacaan
III.3.4 Destilasi fraksinasi minyak nilam
Sebanyak 200 g minyak nilam yang diperoleh dari destilasi air dan uap
dimasukkan ke dalam labu didih leher tiga 500 ml. Labu didih dilengkapi dengan
kolom vigreux panjang 50 cm, termometer, pendingin air dan 3 labu penampung.
Kemudian di lakukan destilasi fraksinasi dengan pengurangan tekanan, diperoleh 6
fraksi (Tabel 6). Kemurnian destilat dicek dengan romatografi gas (Lampiran3) .
III.3.5 Redestilasi fraksinasi minyak nilam
Fraksi ke enam dari destilasi fraksinasi minyak nilam sebanyak 57 g
dimasukkan ke dalam labu didih 100 ml. Labu didih dilengkapi dengan kolom
Claisen, termometer, pendingin air dan tiga labu penampung. Kemudian dilakukan
destilasi fraksinasi dengan pengurangan tekanan, diperoleh tiga fraksi (Tabel 7),
kemurnian dicek dengan kromatograti gas (Lampiran 4).
III.3.6 Rekristalisasi pertama patchouli alkohol
Sebanyak 3 g 9 fraksi ke dua (f2) dan 20 g fraksi ke tiga (f3) dari redestilasi
fraksinasi minyak nilam didinginkan selama satu malam, endapan yang terbentuk
didekanter secara pelan-pelan. Diperoleh endapan dari f2 = 25 g dan f3 = 18 g.
Endapan tersebut masing-masing dilarutkan dalam dietil eter masing-masing
sebanyak 10 ml dan 5 ml, diaduk-aduk hingga endapan larut semua. Larutan
didinginkan kembali dalam campuran es dan garam dapur. Kristal yang terbentuk
segera disaring dengan corong Buchner. Kristal yang diperoleh dikeringkan dan
ditimbang.
Kristal yang diperoleh :
f2 = 17,23 g (68,92 %)
f3 = 13,65 g (75,83 %)
Kristal dari f2 dan f3 piqabung dan ditentukan titik leburnya dengan alat Fisher Johns.
III.3.7 Rekristalisasi kedua Dathouli alkohol
Patchouli alkohol yang diperoleh pada kristalisasi pertama sebanyak 30,88 g
dilarutkan dalam 10 ml dietil eter, diaduk sampai semua endapan larut. Larutan
didinginkan dalam campuran es dan garam dapur. Kristal yang terbentuk segera
disaring dengan corong Buchner. Kristal yang diperoleh dikeringkan dan ditimbang =
23,77 g (76,9 %). Titik lebur ditentukan dengan alat Fisher Johns dengan
menggunakan standar asam bensoat, kemurnian dicek dengan kromatografi gas,
spektrometer infra merah dan spektrometer resonansi magnet inti.
111.3.8 Esterifikasi Datchouli alkohol dengan katalis asam
Ke dalam labu didih 50 ml dimasukkan 2,22 g (0,01 mol) patchouli alkohol,
0,81 g (0,014 mol) asam asetat glasial, satu tetes asam sulfat pekat dan pengaduk
magnet, lalu ditambah batu didihkan kemudian labu dilengkapi dengan pendingin air
dan tabung silika gel biru. Campuran direfluks pada temperatur 100-110oC selama 6
jam. Setelah selesai pemanasan campuran didinginkan dan setelah dingin diaduk
dengan 10 ml air, campuran dipindahkan ke dalam corong pisah dan terbentuk 2
lapisan. Lapisan atas fasa organik dan bawah larutan dalam air. Lapisan organik
dipisahkan dan larutan dalam air diekstraksi dengan 10 ml air dietil eter dua kali. Ke

© 2004 Digitized by USU digital library

10

dua lapisan organik yang diperoleh digabung dan selanjutnya sisa asam asetat dan
katalis dicuci dengan larutan NaHCO3 jenuh hingga sedikit basa, kemudian campuran
dicuci dengan air sampai netral. Dikeringkan dengan Na2sa4 anhidrous, kemudian
didekanter dan dietil eter diuapkan dengan evaporator Buchi. Residu yang
mengandung patchouli asetat didestilasi. Hasil yang diperoleh pada suhu 79-80oC. 8
mm Hg sebanyak 1,99 g (75,38 %). Kemurnian dicek dengan kromatografi gas dan
spektrometer infra merah.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Penelitian
IV.1.1 Daun Nilam
Daun nilam yang telah dikeringkan ditentukan kadar airnya. Kadar air ditentukan
dengan 5 kali perlakuan dan data yang diperoleh adalah sebagai berikut (Tabel 1) :
Tabel 1. Kadar air dari daun nilam
N0.

Berat B. T.
kosong
(gram)

Berat B. T.
+ sampel
(gram)

1.
2.
3.
4.
5.

113,15
113,15
113,15
113,15
113,15

115,15
115,15
115,15
115,15
115,15

Berat B. T.+
sampel setelah
dikeringkan
(gram)
115,05
115,04
115,03
115,05
115,04

Kadar air
dalam
sampel (%)
5
5,5
6
5
5,5

Jumlah = 27,0%
x
=
5,4 %
Catatan : B.T. = Botol Timbang
IV.l.Z Minyak nilam
Minyak yang diperoleh dari destilasi air dan uap daun nilam (Paqostemon
cablin BENTH), sifat fisisnya ditentukan dengan 5 kali perlakuan dan tetapan fisis
yang diperoleh ditunjukkan dalam tabel 2, 3, dan 4 berikut :
No.

1.
2.
3.
4.
5.

Berat
pikrometer +
air
(g)

Berat
pikrometer +
kosong
(g

Berat
pikrometer +
minyak
(g

Berat
air
(g)

Berat
minyak
(g

Berat
jenis
minyak

37,41131
37,41133
37,41132
37,41132
37,41132

27,32700
27,32701
27,32701
27,32702
27,32701

36,98749
36,98650
36,98549
36,98751
36,98549

10,08431
10,08432
10,08431
10,08430
10,08431

9,66049
9,66049
9,66048
9,66049
9,66048

0,9551
0,9550
0,9549
0,9551
0,9549

37,41132

27,32701

36,98650

10,08431

9,66049

0,9550

Putaran optik minyak nilam diamati dengan alat polarimeter – Ago Polax D
dengan menggunakan tabung polarimeter 1 dm dan konsentrasi minyak nilam dalam
kloroform = 20 % . Hasil yang diperoleh dengan menggunakan rumus.
fD = [α]tD = pengeceran x pembacaan (pengamatan) terdapat dalam tabel 3
berikut :

© 2004 Digitized by USU digital library

11

Tabel 3. Hasil penentuan putaran optik minyak nilam
No.

Pengamatan

1.
2.
3.
4.
5.
x

-

Putaran Optik

10,70
10,73
10,70
10,72
10,70
10,71

-53,50
-53,65
-53,50
-53,60
-53,50
-53,55

Dari tabel 2 dan 3 diperoleh tetapan fisis minyak nilam sebagai berikut (tabel 4) :
Tabel 4. Tetapan fisis minyak nilam hasil destilasi air dan uap.
No.

Berat jenis
BJ25 (g/ml)

Indeks bias
n30

Putaran optik
[α]D32

1.
2.
3.
4.
5.

0,9551
0,9551
0,9551
0,9551
0,9551

1,5039
1,5039
1,5039
1,5039
1,5039

-53,50
-53,50
-53,50
-53,50
-53,50

x

0,9550

1,5039

-53,55

Tetapan fisis minyak nilam hasil penelitian dikonversikan terhadap tetapan fisis
Standar Industri Indonesia (Tabel 5), maka indeks bias minyak nilam pada suhu
25°C dihitung dengan menggunakan rumus :
R = R' - k (T -T)
dan diperoleh indeks bias minyak nilam pada suhu 25°C = 1,50615.
Tabel . Perbandingan tetapan fisis minyak nilam terhadap
Standar Industri Indonesia (1975)
No.
1.
2.
3.

Tetapan
BJ (25°C)
Indeks bias pada 25 ° C
Putaran optik

SII
0,950 – 0,983
1,506 – 1,520
-47 s.d. -66

Hasil penelitian
0,9550
1,50615
-53,55

Dari kromatogram dapat diketahui minyak nilam mengandung satu komponen
terbanyak yaitu patchouli alkohol dengan persentase relatif sekitar 45,84 %
(Lampiran 2).
IV.1.3 Destilasi fraksinasi minyak nilam
Hasil yang diperoleh dari destilasi fraksinasi minyak nilam dengan pengurangan
tekanan adalah sebagai berikut (Tabel 6) :

© 2004 Digitized by USU digital library

12

Tabel 6. Hasil destilasi traksinasi minyak nilam
Fraksi

Titik Didih

1
2
3
4
5
6
Residu

90,0 95,0°C
95,0 - 100,0°C
100,0 - 105,0°C
102,0 - 107,0°C
107,0 - 112,0°C
112,0 - 115,0°C

Tekanan
6
6
6
6
6
6

mm
mm
mm
mm
mm
mm

Hasil

Hg
Hg
Hg
Hg
Hg
Hg

48,95 g
35,95 g
21,62 g
10,75 g
13,08 g
57,10 g
10,08g

Jumlah

198,08 g

Kromatogram dari masing-masing fraksi adalah seperti pada lampiran 3. Dari data
kromatogram tersebut dapatlah disimpulkan bahwa fraksi 6 adalah sebagian besar
mengandung patchouli alkohol. Hasil redestilasi fraksinasi dari fraksi 6 di atas adalah
sebagai berikut (Tabel 7).
Tabel 7. Hasil redestilasi fraksinasi dari fraksi 6
Fraksi

Titik Didih

1.
2.
3.
Residu

110,0 - 113,0°C
113,0 - 116,0°C
116,0 - 118,0°C

Tekanan

Hasil

3
mm Hg
3 – 2 mm Hg
2
mm Hg

4,67 g
30,04 g
20,18 g
1,35g

Jumlah

56,24 g

Kromatogram dari masing-masing fraksi adalah seperti pada lampiran 4. Dari
kromaatogram tersebut dapat disimpulkan bahwa fraksi 2 dan 3 adalah patchouli
alkohol.
IV .1. 4 Rekristalisasi Patchouli Alkohol
Hasil rekristalisasi fraksi 2 dan fraksi 3 dari redestilasi fraksinasi fraksi 6 di
atas, pada rekristalisasi pertama diperoleh kristal warna putih agak kuning dan pada
rekristalisasi ke dua diperoleh kristal berwarna putih. Titik lebur kristal terdapat pada
tabel 8.
Tabel 8. Titik lebur kristal patchauli alkohol
Kristal
Rekristalisasi pertama
Rekristalisasi ke dua
Dtandar asam bensoat

Titik Lebur
55 55,5 121°C

Titik lembur asam bensoat (Vogel's, 1978)
Titik lebur patchouli alkohol (Dummond, 1960)

© 2004 Digitized by USU digital library

=
=

57°C
56°C

122oC
56oC

13

IV.1.5 ldentifikasi patchouli alkohol
Menurut Merck Index struktur patchouli alkohol adalah sebagai berikut :

Dari spektrum infra merah, IR dari patchouli alkohol yang terdapat pada lampiran 8
diperoleh data IR sebagai berikut (Tabel. 9) :
Tabel 9. Data spektroskopi infra merah patchouli alkohol
Posisi serapan (cm-1)
3600
3000
- 2900
1465 dan 1380
1100 - 1000

Karakteristik rentangan
O – dari alkohol
C-H dari gugus –CH2- dan CH3
-CH2- dan –CH3
C-O dari C-OH

Spektnum resonansi magnet inti proton, 'H NMR dari patchouli alkohol adalah seperti
pada lampiran 11 dan hasil analisis dengan spektrometer 'H NMR terdapat pada tabel
berikut (Tabel 10) :
Tabel 10. Hasil analisis spektrum 'H NMR dari patchouli alkohol
Jenis proton

Pergeseran kimia

Kenampakan

Jumlah Proton

a
b
c
d

δ = 0,77 ppm
δ = 0,90 ppm
δ = 1,10 – 1,30 ppm
δ = 4,75 ppm

doublet
singlet
multiplet
singlet

3 H
9 H
13 H
1 H

IV.1.6. Esterifikasi pada patchouli Alkohol
Hasil yang diperoleh dari reaksi esteri fikasi terhadap patchouli alkohol (2,22 g ; 0,01
mol) adalah 1,99 g yaitu sekitar 75,38 %. Spektrum infra merah hasil reaksi
esterifikasi pada patchouli alkohol terdapat pada lampiran 9 dan tabel 11 memuat
data spektroskopi infra merah hasil esterifikasi. Struktur ester (patchouli asetat)
adalah sebagai berikut :

© 2004 Digitized by USU digital library

14

Tabel 11. Data Spektroskopi infra merah hasil esterifikasi patchauli alkohol
Posisi serapan (cm

–1

)

3000 – 2850
1730
1450 dan 1380
1375
1200 - 1100

Karakteristik rentangan
C-H dari gugus –CH2- dan –CH3
C = o dari ester (lemah)
-CH2- dan –CH3
-CH3
C-0 dari –C-O-C

IV. Pembahsan
IV.2.1 Daun nilam
Kadar air dari daun nilam yang digunakan adalah 5,4 %. lni berarti memenuhi
syarat untuk penyulingan daun nilam, karena kadar air yang baik dari daun nilam
untuk disuling adalah dibawah 12 % (Ketaren, 1985).
IV.2.2 Minyak nilam
Rata-rata minyak nilam yang diperoleh dari 15 kali destilasi air dan uap untuk
1 kg daun nilam kering adalah 34,01 g. Ini berarti rendemen minyak adalah 3,40 %
dari berat kering daun nilam, lebih tinggi dibanding rendemen minyak normal yaitu 3
% (Guenther, 1950).
Kromatogram pada lampiran 2 menunjukkan minyak nilam mengandung satu
komponen terbanyak dengan persentase relatif sekitar 45,84 %. Untuk
mendapatkan komponen dengan persentase relatif terbanyak dari minyak nilam
dilakukan dengan destilasi dan redestilasi fraksinasi pengurangan tekanan. Setelah
setiap fraksi yang diperoleh diidentifikasi dengan kromatografi dengan diperoleh
fraksi 2 dan fraksi 3 dari redestilasi fraksinasi. Setelah direkristalisasi diperoleh
kromatogram yanq terdiri dari satu puncak. Ini berarti fraksi tersebut merupakan
komponen terbanyak dari minyak nilam yang diduga adalah patchouli alkohol yang
mempunyai titik lebur 55,5-560C.
IV.2.3 Identifikasi struktur patchouli alkohol
Dari spektra infra merah pada lampiran 8 dapat dilihat bahwa pita serapan
pada 3600 cm-1 yang dihasilkan menunjukan adanya gugus O-H dari senyawa dan
diperkuat oleh serapan pada 1100-1000 cm-1 .Pita serapan antara 3000 - 2900 cm1
menunjukkan adanya rentangan C-H dari gugus -CH2- dan -CH3' ini diperkuat oleh
serapan pada 1465 cm-1 dan 1380 cm-1 .
Dari spektra resonansi magnet inti proton, 'H NMR dapat (dilihat pada
lampiran 11, nampak 4 sinyal dengan memberikan, data sebagai berikut :
Sinyal

δ (ppm)

Integrasi (mm)

Keterangan

a
b
c
d

0,77
0,90
1,10 – 1,30
4,75

35 (12 H )

doublet
singlet
multiplet
singlet

40 (13 H)
3 (1H)

berarti senyawa adalah seskuiterpen alkohol yang tidak mempunyai ikatan
rangkap dan mempunyai rumus molekul C15H250H yang dikenal sebagai patchouli
alkohol dan strukturnya adalah sebagai berikut :

© 2004 Digitized by USU digital library

15

IV.2.4 Esterifikasi pada patchouli alkohol
Hasil reaksi esterifikasi terhadap patchouli alkohol dengan asam asetat dan
katalis asam sulfat yang dianalisis spektroskopi infra merah, memberikan serapan
pada 1730 cm-1 menunjukkan gugus C=O. Dengan terikatnya gugus karbonil (C=O)
pada atom 0 (O-H), ini dapat ditinjau dari hilangnya serapan pada 3600 cm-1 untuk
gugus O-H. Jadi reaksi esterifikasi dengan asam asetat pada patchouli alkohol
menghasilkan patchouli asetat dan reaksinya adalah sebagai berikut :

Mekanisme reaksinya diduga adalah sebagai berikut :
i. Oksigen karbonil asam karboksilat mengalami protonasi oleh asam, terjadi
resonansi dan karbon bermuatan positip yang terbentuk (ion karbonium) dapat
diserang oleh nukleofil.

© 2004 Digitized by USU digital library

16

iii. Eliminasi molekul air dan diikuti penarikan H+ oleh H2O akan menghasilkan ester

V. KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Daun nilam yang didestilasi mempunyai kadar air = 5,4 %.
2. Minyak nilam dapat diisolasi dari daun nilam, dengan destilasi air dari uap dan
kandungan minyak diperoleh sekitar 3,40 %. Sifat fisis minyak nilam adalah :
Berat jenis
=
0,9550 g/ml (250C),
Indeks bias
=
1,50615 (25oC)
Putaran optik
=
-53, 55
Menurut SII 0069-75 adalah :
Berat jenis (25°C)
=
0,950-o,983 g/ml
Indeks bias (25°C) =
1,506-1,520
Putaran optik
=
-47 s/d -66
3. Komponen utama minyak nilam adalah patchouli alkohol sekitar 45,84 %,
dapat diisolasi dengan destilasi fraksinasi. Mempunyai titik lebur 55,5-56oC.
Struktur patchauli adalah sebagai berikut :

4. Esterifikasi terhadap patchouli alkohol dengan asam asetat dan katalis asam
sulfat menghasilkan patchouli asetat.

© 2004 Digitized by USU digital library

17

Saran
Perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui komponen penyusun
lainnya dari minyak nilam mengingat daya fiksasinya yang cukup tinggi. Studi
terhadap reaksi patchouli alkohol dalam penelitian ini masih terbatas pada reaksi
esterifikasi.
Oleh karena itu perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang reaksi terhadap
patchouli alkohol.
VII. DAFTAR PUSTAKA
Allinger, N.L., Cava, M.P. De Jongh, D.C., Johnsons, C.R.,Lebel, N.A., dan Stevens,
C.L., 1976. Organic Chemistry, edisi ke-2, Worth Publishers, Inc., New York,
422-424,433-434.
Anonim, 1975. Mutu dan Cara Uji minyak Nilam, Standart Industri Indonesia 006975, Departemen Perindustrian Republik Indonesia, 1-2.
__________1983, Diversifikasi Jenis Ekspor Minyak Atsiri Indonesia, Badan
Pengembangan Ekspor Nasional Departemen Perdagangan Republik Indonesia, 2, 11.
__________1989, Info Agribisnis dalam Trubus No. 237 Yayasan Sosial Tani
Membangun Jakarta 2-6.
Ault , A., 1983, Techniques and Experiments for Organic Chemistry, edisi ke-4, Allyn
and Bacon, Inc. Sydney, 54,370-371.
Buchi. G., 1962, Synthesis of Patchouli Alcohol, J. Am. Chem. Soc. 84, 3205-3206.
Dummond, H.M., 1960, Patchouli Oil, Journal Perfumery and Essential Oil
Record 484-493.
Fessenden, R.J. Fessenden, J.S., 1981, Organic Chemistry, Willard Grant Press,
Massachusetts, 189-193,276-278, 584-586.
Fieser, L.F., Fieser, M., 1972, Organische Chemie, 2 Verbessentur Auflage, Verlog
Chemie, Weinheim, 1538-1541.
Finar, I.L., 1959, Organic Chemistry, Volume II, John Wiley dan Sons, Inc., New
York, 292-293.
Guenther, E. 1948, The Essential Oils, volume I, Van Nostrand Reinhold Company,
New York, 87-226. 1949,
_____________The Essential Oils, volume II, Van Nostrand Company, Inc. New
York, 287-288.
___________1949, The Essential Oils, volume III, Van Nostrand Company, Inc.,
New York, 552-575.
Gunther, H., 1980, NMR Spectroscopy, John Wiley & Sons New York, 94-99.
Harbone, J.B.1987, Metode Fitokimia, edisi ke-II, ITB Bandung, 123-131.

© 2004 Digitized by USU digital library

18

Hart, H., 1987, Organic Chemistry, edisi ke-7, Houghton Mifflin Company, Boston,
196-198.
Hazzard,

B.J., 1973, Organicum,
Massachusetts, 1229.

Addison

Wesley

Publishing

Company,

Inc.

Hegnaner, R., 1966. Chemotaxonomie Der Pflamzen, Birkhanser Verlag Bases,
Stuttgart, 311-312.
Hernani dan Budi Tangendjaja, 1988, Analisis Mutu Minyak Nilam dan Minyak
Cengkeh secara kromatagrafi; Media F'enelitian Sukamandi No.6, Bogor,
57-61.
Ikan, R., 1969, Natural Products A Laboratory Guide, Israel Universities Press,
Jerusalem, 137-142.
Ketaren, S., 1985, Pengantar Teknologi Minyak Atsiri, Balai Pustaka, Jakarta, 27-33,
191-204.
Laksmanahardja, M.P. dan Rusli Sofyan, 1988. Tanaman Nilam sebagai Sumber
Minyak Atsiri, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor, 1-3, 13.
Monick, J.A. 1968 .Alcohols, Reinhold Book Corporation, New York, 40, 52.
Sastrohamidjojo, H., 1985, Kromatografi, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 46-104.
_________1985, Spektroskopi. Penerbit Liberty, Yogyakarta. 71-100, 102-154.
_________1988, Spektroskopi Nuclear Magnetic Resonance (NMR),FMIPA UGM,
Yagyakarta, 82-87.
Sudarmadji, S., Haryono, B., Sukardi, 1984, Prosedur Analisa untuK Bahan Makanan
dan Pertanian, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 77, 69.
Trifilieff, E., 1980, Isolation of the postulated precursor of nor-patchoulenol in
patchouli Leaves, Phytochemistry, 19, 2464.
Vogel, A.I., 1978, TextbooK of Practical Organic Chemistry, edisi ke-4, Longman
Group Limited, London, 331-332.

© 2004 Digitized by USU digital library

19