BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kecamatan Mumbulsari adalah salah satu Kecamatan di Kabupaten Jember. Mata pencaharian penduduk di daerah berbukit ini pada umumnya adalah buruh tani, sisanya bekerja pada sektor informal seperti pedagang kecil, kerja serabutan, dan pegawai negeri atau swasta. Wilayah Mumbulsari didominasi oleh wilayah perbukitan dan pegunungan. Jarak tempuh menuju kecamatan Mumbulsari dari kabupaten adalah sekitar 22 km dengan waktu tempuh kurang lebih 30 menit. Wilayah kerja Puskesmas Mumbulsari mencakup 7 desa, yaitu Desa Karang Kedawung, Desa Lengkong, Desa Lampeji, Desa Mumbulsari, Desa Kawangrejo, Desa Tamansari dan Desa Suco. Desa Suco merupakan Desa yang ada di Kecamatan Mumbulsari yang terletak di bagian ujung dari Kecamatan Mumbulsari dan berbatasan dengan pegunungan yang membentang di sebelah timur Desa Suco.
Puskesmas Mumbulsari memiliki 6 puskesmas pembantu, 3 polindes, 78 posyandu dan 1 pusling. Di Desa Suco terdapat 1 puskesmas pembantu yang melayani semua kebutuhan kesehatan yang ada di Desa Suco. Puskesmas Mumbulsari tercatat sebagai puskesmas yang memiliki kasus kejadian ruam popok pada bayi yang tinggi berjumlah 8 kasus pada tahun 2013 dengan 4 kasus terbanyak terletak di desa Suco (Dinkes Kabupaten Jember, 2013).
Penelitian ini dilakukan di Desa Suco di Posyandu 22, Posyandu 24, dan posyandu 26. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 10-22 Desember 2013. Jumlah
(2)
responden dalam penelitian ini yaitu sebanyak 23 responden. Pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan lembar observasi kejadian ruam popok yang dilakukan sebelum dilakukan pelatihan perawatan perianal dan setelah dilakukan pelatihan perawatan perianal untuk melihat kejadian ruam popok.
5.2 Hasil Penelitian
Hasil penelitian yang dilakukan menghasilkan beberapa data yaitu diantaranya karakteristik responden, kejadian ruam popok sebelum dilakukan pelatihan perawatan perianal, kejadian ruam popok sesudah dilakukan pelatihan perawatan perianal, dan perbedaan kejadian ruam popok pada bayi sebelum dan sesudah dilakukan pelatihan perawat perianal.
5.2.1 Karakteristik Responden
Data karakteristik responden menggambarkan karakteristik responden penelitian di Desa Suco Kecamatan Mumbulsari. Data karakteristik responden penelitian terdiri dari usia ibu, pendidikan, pekerjaan, usia bayi, jumlah anak. Distribusi responden berdasarkan usia ibu, pendidikan, pekerjaan, usia bayi dan jumlah anak dapat dilihat pada tabel berikut 5.1.
Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Responden dan Usia Bayi di Desa Suco Wilayah Kerja Puskesmas Mumbulsari Kabupaten Jember Bulan Desember 2013 (n=23).
Variabel Mean Modus Median SD Range
Usia responden (Ibu)
22,87 20 22,00 5,021 19
Usia Bayi 6,17 3 6,00 3,228 10
(3)
Berdasarkan Tabel 5.1 menujukkan bahwa karakteristik usia responden berdasarkan usia responden dan usia bayi. Usia responden (ibu) pada penelitian ini rata-rata berusia 22,87 tahun. Rata-rata usia bayi responden pada adalah 6,17 bulan. Distribusi dari umur responden terbanyak yaitu 20 tahun dan usia bayi yang terbanyak yaitu usia 3 bulan.
Distribusi responden berdasarkan pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jenis kelamin bayi dan jumlah anak dapat dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.2 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan, Pekerjaan, Pendapatan, Jenis kelamin bayi dan Jumlah anak di Desa Suco Wilayah Kerja Puskesmas Mumbulsari Kabupaten Jember Bulan Desember 2013 (n=23).
No. Variabel Jumlah Persentase (%)
1. Pendidikan SD
SMP SMA PT 13 7 3 0 56,5 30,4 13 0 2. Pekerjaan Ibu
Ibu Rumah Tangga Wiraswasta Buruh PNS 19 3 1 0 82,6 13 4.3 0 3. Pendapatan Keluarga
< Rp 1.091.950 > Rp 1.091.950
11 12 47,8 52,2 4. Jenis kelamin bayi Laki-laki Perempuan 14 9 60,9 39,1 5. Jumlah anak 1 anak 2 anak 3 anak 4 anak 11 6 5 1 47,8 26,1 21,7 4,3
Total 23 100
Sumber : DataPrimer, Desember 2013
Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa distribusi tingkat pendidikan responden sebagian besar berpendidikan SD dengan jumlah 13 orang (56,5%).
(4)
Distribusi pekerjaan responden sebagian besar tidak bekerja, yaitu berjumlah 19 orang responden (82,6 %). Distribusi pendapatan kurang dari Rp 1.091.950, yaitu berjumlah 12 orang (52,2 %). Distribusi jenis kelamin bayi sebagian besar yaitu laki-laki dengan jumlah 14 bayi (60,9 %). Distribusi pada jumlah anak sebagian besar responden memiliki anak 1 dengan jumlah 11 orang (47,8%).
5.2.2 Kejadian Ruam Popok pada Bayi Sebelum di Lakukan Pelatihan Perawatan Perianal
Data kejadian ruam popok diperoleh dari lembar observasi ruam popok. Lembar observasi untuk melihat kejadian ruam popok ini terdiri dari 20 pernyataan yang diamati oleh peneliti. Dalam lembar observasi ini dibagi menjadi 3 kategori yaitu ruam popok ringan dengan skor 20-32, ruam popok sedang dengan skor 33-46, ruam popok berat dengan skor 47-60.
Tabel 5.3 Distribusi Kejadian Ruam Popok pada Bayi Sebelum di Lakukan Pelatihan Perawatan Perianal di Desa Suco Wilayah Kerja Puskesmas Mumbulsari Kabupaten Jember Bulan Desember 2013 (n=23).
No. Tingkatan Ruam Popok Jumlah Persentase
(%) 1.
2. 3.
Ruam popok ringan Ruam popok sedang Ruam popok berat
7 12
4
30,4 52,2 17,4
Total 23 100
Sumber: Data Primer, Desember 2013
Berdasarkan tabel 5.2 distribusi kejadian ruam popok pada bayi sebelum di lakukan pelatihan perawatan perianal didapatkan sebanyak 12 bayi (52,2%) mengalami kejadian ruam popok sedang.
(5)
5.2.3 Kejadian Ruam Popok pada Bayi Setelah di Lakukan Pelatihan Perawatan Perianal
Data kejadian ruam popok diperoleh dari lembar observasi ruam popok. Lembar Observasi untuk melihat kejadian ruam popok ini terdiri dari 20 pernyataan yang diamati oleh peneliti. Dalam lembar observasi ini dibagi menjadi 3 kategori yaitu ruam popok ringan dengan skor 20-32, ruam popok sedang dengan skor 33-46, ruam popok berat dengan skor 47-60.
Tabel 5.4 Distribusi Kejadian Ruam Popok pada Bayi Setelah di Lakukan Pelatihan Perawatan Perianal di Desa Suco Wilayah Kerja Puskesmas Mumbulsari Kabupaten Jember Bulan Desember 2013 (n=23).
No. Tingkatan Ruam Popok Jumlah Persentase (%)
1. 2. 3.
Ruam popok ringan Ruam popok sedang Ruam popok berat
18 4 1
78,3 17,4 4,3
Total 23 100
Sumber: Data Primer, Desember 2013
Berdasarkan tabel 5.4 distribusi kejadian ruam popok pada bayi setelah di lakukan pelatihan perawatan perianal didapatkan sebanyak 18 bayi (78,3%) mengalami kejadian ruam popok ringan.
5.2.4 Perbedaan Kejadian Ruam Popok pada Bayi Sebelum dan Sesudah Dilakukan Pelatihan Perawat Perianal.
Perbedaan kejadian ruam popok pada bayi sebelum dan sesudah dilakukan pelatihan perawatan perianal dapat diketahui dengan menggunakan uji Wilcoxon dengan derajat kemaknaan 95%. Hasil dari uji ini dapat dilihat pada tabel 5.5.
(6)
Tabel 5.5 Perbedaan Kejadian Ruam Popok pada Bayi Sebelum dan Sesudah Dilakukan Pelatihan Perawat Perianal di Desa Suco Wilayah Kerja Puskesmas Mumbulsari Kabupaten Jember Tahun 2013 (N=23).
Kejadian Ruam Popok
Sebelum Setelah P value
F % F %
Ringan 7 30,4 18 78,3
Sedang 12 52,2 4 17,4 0,02
Berat 4 17,4 1 4,3
Total 23 100 23 100
Sumber: Data Primer, Desember 2013
Hasil penelitian didapatkan nilai uji beda Wilcoxon match pairs test didapatkan P value sebesar 0,02. Pengambilan keputusan dilakukan dengan melihat derajat kesalahan (α=0,05) dan karena P value > 0,05 maka dapat disimpulkan Ha gagal ditolak yang berarti ada perbedaan pretest dan postest setelah diberi intervensi.
(7)
5.3 Pembahasan
5.3.1 Karakteristik Responden
Responden pada penelitian ini adalah ibu yang memiliki bayi yang mengalami ruam popok yang menggunakan popok sekali pakai di Desa Suco Wilayah Kerja Puskesmas Mumbulsari Kabupaten Jember. Berdasarkan tabel 5.1 diketahui distribusi responden berdasarkan usia ibu dan usia bayi. Usia responden pada penelitian ini rata-rata berusia 22,87 tahun. Usia orang tua (Ibu) yang paling memuaskan dalam membesarkan bayi yaitu rentang umur 18 tahun-35 tahun, karena di usia ini merupakan kondisi kesehatan yang optimum dengan usia harapan hidup yang optimum dalam melakukan perawatan pada bayi (Wong, 2008).
Menurut Notoatmodjo (2010), semakin matang usia seseorang maka dalam memahami suatu masalah akan lebih mudah dan dapat menambah pengetahuan. Proses perkembangan mental juga akan meningkat pada usia yang lebih matang sehingga kemampuan untuk menangkap pengetahuan atau informasi juga menjadi lebih baik (Sari, 2008). Usia yang responden di dalam penelitian ini tergolong usia dewasa awal. Hurlock (1999) mengatakan bahwa masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai umur 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif.
Hurlock (1980) membagi tugas perkembangan pada individu dewasa awal yaitu mulai bekerja, memilih pasangan, mulai membina keluarga, mengasuh anak, mengelola rumah tangga, mengambil tanggung jawab sebagai warga negara, mencari kelompok sosial yang menyenangkan. Usia responden dalam penelitian ini sudah
(8)
mencapai tugas perkembangan mengasuh anak. Tahapan tugas perkembangan ini sudah memasuki tahapnya sehingga responden lebih siap untuk melakukan perawatan perianal pada bayi, dengan adanya tambahan pengetahuan melalui pelatihan perawatan perianal menjadikan responden lebih mudah mengaplikasikan perawatan perianal pada bayi yang mengalami ruam popok.
Karakteristik responden pada tabel 5.2 menunjukkan pendidikan terakhir yang dimiliki responden 56,5% adalah Sekolah Dasar (SD). Pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi–potensi pribadinya, yaitu rohani (pikir, karsa, rasa, cipta dan budi nurani) (Notoatmodjo, 2007). Pendidikan merupakan salah satu unsur yang menjadi pertimbangan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab, oleh karena dapat memberikan suatu informasi mengenai tingkat kemampuan dan kompetensi seseorang. Pendidikan berfungsi dalam mengembangkan kemampuan dan meningkatkan kualitas individu, di dalam proses belajar akan terjadi perubahan ke arah yang lebih baik, lebih dewasa dan lebih matang dalam diri individu (Notoatmodjo, 2007).
Tingkat pendidikan yang rendah akan susah mencerna pesan atau informasi yang disampaikan (Notoatmodjo, 2007). Penelitian yang dilakukan Azimatunnisa (2011) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan dan pemahaman seseorang. Hal ini dikarenakan status pendidikan seseorang juga mempengaruhi minat seseorang dalam menjalankan dan mematuhi informasi yang diberikan. Status pendidikan mempengaruhi
(9)
kesempatan untuk memperoleh informasi secara lebih baik, sehingga hal itu dapat mendukung pemahaman terhadap perawatan anak di rumah dan meningkatkan kesiapan keluarga dalam melakukan upaya perawatan anak ketika dirumah. Notoatmodjo (2003) yang mengatakan bahwa, pendidikan mempunyai peranan penting dalam menentukan kualitas manusia. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Manullang (2010) mengatakan bahwa semakin rendah tingkat pendidikan seseorang, penyerapan informasi kurang bagus dan dalam mengaplikasikannya tidak efektif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden 56,5% adalah SD merupakan tingkatan pendidikan yang paling rendah, kemampuan respon dalam menangkap informasi yang kurang dapat mempengaruhi perawatan perianal yang dilakukan oleh responden pada bayi yang mengalami ruam popok sehingga dengan dilakukannya pelatihan perawatan perianal pada responden dapat mengubah pengetahuan tentang perawatan perianal dan meningkatkan kemampuan untuk mengaplikasikan pada bayi yang terkena ruam popok.
Karakteristik responden pada tabel 5.2 menunjukkan bahwa pekerjaan responden 82,6% adalah ibu rumah tangga. Merawat anak, mulai dari memandikan, menyuapi sampai mengasuh hampir semuanya dilakukan oleh ibu. Merawat anak dan menyediakan keperluan makan dan minum anak merupakan tugas sehari-hari yang sudah melekat pada diri seorang ibu (Supanto, 1990). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ibu rumah tangga dapat diartikan sebagai seorang wanita yang mengatur penyelenggaraan berbagai macam pekerjaan rumah tangga, atau dengan pengetian
(10)
lain ibu rumah tangga merupakan seorang istri (ibu) yang hanya mengurusi berbagai pekerjaan dalam rumah tangga (tidak bekerja di kantor).
Penelitian sebelumnya oleh Manullang (2010) menyatakan bahwa ibu rumah tangga lebih dapat melakukan perawatan perianal secara teratur. Hal tersebut memungkinkan ibu rumah tangga untuk melakukan perawatan perianal dengan secara mandiri ketika dirumah. Ibu rumah tangga lebih memiliki waktu untuk melakukan perawatan perianal pada anak ketika di rumah, hal itu disebabakan karena ibu rumah tangga dapat meninggalkan perkerjaannya sewaktu-waktu bila ingin melakukan perawatan perianal sehingga dapat mempengaharui penurunan kejadian ruam popok.
Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan bahwa distribusi pendapatan pada responden 52,2% berpenghasilan di bawah UMR. Menurut Notoadmojo (2003) mengemukakan bahwa tingkat penghasilan seseorang dipengaruhi oleh mata pencaharian, jenis pekerjaan, dan potensi daerah tempat tinggal. Desa Suco tidak ada lahan pekerjaan lain selain perkebunan dan ladang, sehingga memicu pendapatan yang di dapatkan dari responden ini sedikit karena dalam pekerjaan seperti ini tidak bisa mendapatkan hasil yang selalu sama setiap bulannya.
Menurut Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa adanya tingkat penghasilan dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan maupun pencegahan. Penelitian yang dilakukan oleh Hendrawan (2005) didapatkan bahwa tingkat penghasilan mempengarui seseorang untuk mencari pengobatan pada pelayanan kesehatan. Masyarakat yang memiliki tingkat penghasilan yang tinggi maka akan menggunakan pelayanan kesehatan sedangkan masyarakat yang mengalami tingkat penghasilan
(11)
rendah cenderung tidak mau memanfaatkan pelayanan kesehatan untuk mencari pengobatan (Hendrawan, 2005). Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Amalia (2009) bahwa pendapatan ekonomi keluarga mempunyai peran dalam perubahan perilaku, dengan pendapatan semakin tinggi keluarga lebih mudah untuk mempelajari hal yang baru dengan luas dan didukung dengan materiil yang mencukupi.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti pengasilan responden tergolong menengah ke bawah sehingga dengan pendapatan keluarga tersebut memincu untuk penggunaan popok sekali pakai digunakan dalam sehari untuk menghemat pengeluaran untuk pembelian popok sekali pakai. Popok sekali pakai yang tidak diganti kurang dari 4 jam dapat memicu terjadinya ruam popok. Jumlah anak mempengaruhi penghasilan yang dimiliki responden. Jumlah anak juga ada kaitanya dengan menanggapi masalah penyakit pada anggota keluarga, persepsi terhadap penyakit yang diderita dan juga cara untuk pengobatannya (Hendrawan, 2005).
Jumlah anak dan penghasilan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kejadian ruam popok pada responden. Responden yang memiliki anak 1 lebih cepat dalam merespon kesehatannya dikarena pengeluaran yang digunakan untuk perawatan anaknya lebih terpenuhi dibandingkan dengan yang memiliki anak lebih dari 1. Menurut penelitian sebelumnya oleh Manullang (2013) Perilaku keluarga dalam dalam menyikapi perilaku sakit juga berbeda, jika responden yang memiliki 1 anak jika terkena ruam popok cenderung lebih cepat untuk melakukan pencarian
(12)
pelayanan kesehatan di bandingkan dengan yang memiliki anak lebih dari 1 lebih memilih untuk membiarkan penyakit yang dideritanya hingga terjadi pada keadaan yang lebih parah.
5.3.2 Karakteristik Bayi
Berdasarkan tabel 5.1 menunjukan bahwa umur bayi yang mengalami ruam popok di Desa Suco Kecamatan Mumbulsari Kabupaten Jember rata rata berusia 6,17 bulan. Berdasarkan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Manullang (2010) kejadian ruam popok juga terjadi pada masa neonatus. Menurut Maryunani, 2010 mengatahkan bahwa ruam popok terjadi pada usia 6-9 bulan merupakan puncak kejadian ruam popok pada bayi, dengan prevalensi 50% dari keseluruhan bayi pernah mengalami kejadian ruam popok mulai dari ringan sampai berat. Ruam popok pada usia bayi di sini disebabkan oleh pengunaan popok sekali pakai yang memicu terjadinya ruam pada kulit bayi. Kejadian ruam popok menurut Muyusaro (2013) kebanyakan dialami oleh bayi yang berumur 4 bulan-15 bulan yang memakai popok sekali pakai.
Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan bahwa distribusi jenis kelamin bayi pada hasil yang terbanyak jenis kelamin laki-laki. Jenis kelamin menentukan jumlah pengeluaran urin pada bayi perempuan memiliki volume pengeluran urin setiap berkemih antara 400-500 ml, sedangkan laki-laki antara 300-600 ml (Guyton, 2007). Frekuensi berkemih wanita lebih sering dibanding laki-laki, hanya saja volume urine yang dikeluarkan sekali berkemih oleh wanita lebih sedikit di banding laki-laki
(13)
(Guyton, 2007). Asupan kebutuhan ASI pada bayi laki-laki dan perempuan berbeda asupan pada bayi laki laki lebih banyak dikarenakan oleh jenis kelamin, sehingga pengeluaran urin yang di hasilkan oleh bayi laki-laki juga banyak (Wong, 2008).
Pengeluaran urin pada bayi laki-laki lebih banyak, sehingga dapat memicu terjadinya ruam popok lebih banyak. Kulit bayi memiliki tingkat sensitifitas yang berbeda dikarenakan oleh jenis kelamin pada bayi (Wong, 2008). Sensitifitas pada kulit bayi ini dapat memicu terjadinya ruam popok pada daerah yang terpapar oleh popok sekali pakai setiap harinya. Pemasangan popok pada bayi laki-laki jika tidak tepat juga sering kali mengalami kebocoran sehingga menyebabkan terjadinya ruam popok. Mencegah kebocoran dari pemakaian popok sekali pakai dengan menepatkan penis tepat di tengah dari popok sekali pakai agar tidak memicu terjadinya ruam popok.
5.3.3 Kejadian Ruam Popok pada Bayi Sebelum di Lakukan Pelatihan Perawatan Perianal.
Berdasarkan hasil observasi oleh peneliti pada tabel 5.3 menujukkan kejadian ruam popok yang terjadi pada bayi sebelum dilakukan pelatihan perawatan perianal di Desa Suco terbanyak mengalami ruam popok sedang. Hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti pada lembar observasi pada intrumen penelitian di dapatkan hasil terbanyak dengan hasil (selalu terjadi) pada pernyataan (terdapat kemerahan pada daerah perianal di dapatkan data rata-rata 2,61%, ada bintik-bintik merah di daerah pada daerah yang tertutup popok sekali pakai di dapatkan data rata-rata 2,52%,
(14)
memar di daerah yang tertutup popok sekali pakai di dapatkan data rata-rata 2,57%, terdapat kerutan di kulit bekas pemakaian popok sekali pakai pada daerah perianal di dapatkan data rata-rata 2,70%, dan bayi meringis pada saat pengantian popok sekali pakai di dapatkan data rata-rata 2,52% dari observasi hasil tersebut merupakan kejadian ruam popok mulai dari yang ringan sampai berat yang disebabkan oleh penggunaan popok sekali pakai yang tidak benar pada bayi. Penggunaan popok sekali pada responden melebihi batas normal 8 jam baru dilakukan penggantian sehingga dapat memicu terjadinya iritasi pada kulit bayi dan munculahnya peradangan pada daerah perianal bayi yang menggunakan popok sekali pakai. Penggunan popok sekali pakai dilakukan penggantian bila terkena feses dan pemakaian lebih dari 4 jam karena popok memiliki daya serap yang terbatas (Muyusaro, 2013).
Struktur kulit bayi lebih tipis, ikatan antar selnya lebih lemah dan lebih halus. Kulit bayi juga memiliki pigmen yang lebih sedikit, dan tidak mampu mengatur temperatur sehingga kulit bayi mudah lembab (Guyton, 2007). Munculnya kemerahan dan peradangan pada kulit merupakan salah satu gejala dari reaksi alergi pada tubuh bayi (Deslidel, 2011). Pengetahuan yang kurang dalam menggunakan popok yang benar dapat memicu terjadinya ruam popok pada bayi, karena bahan yang tersusun didalam popok dapat menyebabkan iritasi pada kulit bayi bila dipakai terlalu lama dan penggunaan popok yang terlalu ketat akan memicu gesekan antara kulit dengan popok sekali pakai pada bayi. Ruam popok mulai dari ringan sampai berat yang terjadi pada bayi di sebabkan oleh beberapa faktor penggunaan popok sekali pakai
(15)
yang lama pada bayi, feses dan urin, kelembaban kulit, gesekan-gesekan kulit dengan popok sekali pakai, suhu, dan jamur dan kuman (Maryunani, 2010).
Kejadian ruam popok sedang pada penelitian ini sebanyak 12 atau (50,2%), bayi ini ditandai dengan adanya kemerahan dengan atau tanpa adanya bintil-bintil yang tersusun seperti satelit, disertai dengan lecet-lecet pada permukaan luas, biasanya disertai rasa nyeri dan tidak nyaman (Steven, 2008). Kejadian ruam ringan pada penelitian ini sebanyak 7 atau (30,4%) bayi ditandai dengan adanya kemerahan di kulit pada daerah popok yang sifatnya terbatas disertai lecet-lecet ringan atau luka pada kulit. Kejadian ruam popok berat pada penelitian ini sebanyak 4 atau (17,4%). bayi ini ditandai dengan adanya kemerahan yang disertai bintil-bintil, bernanah dan meliputi daerah kulit yang luas (Steven, 2008).
Penggunaan popok sekali pakai yang tidak benar cara pemakaianya seringkali sebagai faktor pemicu terjadinya ruam popok pada bayi. Bahan yang ada pada popok sekali pakai ini didalamnya mengandung bahan kimia yang dapat mengiritasi pada kulit bayi bila bercampur dengan urin, kulit bayi kontak dengan bahan kimia dari popok sekali pakai itu, dan kulit yang tertutup oleh popok sekali pakai memudahkan bakteri atau jamur untuk mudah berkembang biak pada kulit bayi yang tertutup popok (Maryunani, 2010). Penggunanan popok sekali pakai pada bayi yang tidak benar menjadi faktor utama penyebab ruam popok. Pengunaan popok juga harus melihat hal yang dapat memicu terjadinya ruam seperti feses dan urine merupakan bahan yang sifatnya dapat mengiritasi kulit. Feses bila tidak segera di ganti pada bayi yang mengalami diare dan bercampur dengan urin akan menyebabkan pembentukan
(16)
ammonia. Amonia yang terbentuk dari urine dan enzim yang berasal dari feses akan meningkatkan keasaman pada pH kulit dan akhirnya menyebabkan iritasi pada kulit bayi (Maryunani, 2010).
Kelembaban kulit yang tidak terjaga atau terlalu lembab dapat memicu munculnya ruam popok pada bayi. Penggunaan popok yang terlalu lama dapat menyebabkan kulit menjadi lembab karena kulit tidak terkena udara luar. Kulit yang lembab pada bayi yang menggunakan popok sekali pakai lebih rentan terhadap gesekan antara kulit dengan popok sehingga kulit lebih mudah lecet dan teriritasi, selain itu kulit yang lembab sangat mudah dilalui oleh bahan iritan dan mepermudah tumbuhnya kuman dan jamur penyebab ruam popok. Peningkatan suhu pada kulit juga merupakan faktor yang memperberat ruam popok, hal ini disebabkan oleh popok yang menyebabkan penyerapan sehingga hilangnya panas juga berkurang. Bayi yang mengalami peningkatan suhu tubuh (demam) akan memperberat ruam popok yang dideritanya, dikarenakan oleh suhu tubuh yang meningkat akan mengakibatkan pembuluh darah melebar dan mudah untuk terjadinya peradangan. Kebersihan yang kurang terjaga dapat memicu perkembangan mikroorganisme seperti Candida albicans dan bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang memicu munculnya ruam popok. Bakteri tersebut berkembang akibat keadaan kulit yang basah dan lembab, serja pemakaian popok yang terlalu lama dan juga kebersihan yang tidak terjaga (Deslidel, 2011).
(17)
5.3.4 Kejadian Ruam Popok pada Bayi Setelah di Lakukan Pelatihan Perawatan Perianal.
Hasil observasi dari peneliti berdasarkan tabel 5.4 menujukkan kejadian ruam popok yang terjadi pada bayi setelah dilakukan pelatihan perawatan perianal di Desa Suco terbanyak mengalami ruam popok ringan. Hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti setelah dilakukan pelatihan perawatan perianal pada lembar observasi pada intrumen penelitian di dapatkan hasil terbanyak dengan hasil (kadang terjadi) pada pernyataan (terdapat kemerahan pada daerah perianal di dapatkan data rata-rata 2,39%, ada bintik-bintik merah di daerah pada daerah yang tertutup popok sekali pakai di dapatkan data rata-rata 2,13%, memar di daerah yang tertutup popok sekali pakai di dapatkan data rata-rata 2,04%, terdapat kerutan di kulit bekas pemakaian popok sekali pakai pada daerah perianal di dapatkan data rata-rata 2,13%, bayi meringis pada saat pengantian popok sekali pakai di dapatkan data rata-rata 2,09%, dan terdapat kemerahan di bagian pinggang dan perut bayi di dapatkan data rata-rata 2,04%) dari observasi hasil tersebut terjadi penurunan dari sebelum dilakukan pelatihan perawatan perianal disebabkan oleh peningkatan pengetahuan perawatan perianal pada responden.
Hasil ini menunjukan bahwa pengetahuan tentang perawatan bayi yang mengalami ruam popok mengalami peningkatan setelah dilakukan pelatihan perawatan perianal pada ibu yang memiliki bayi yang menderita ruam popok. Pengetahuan seseorang akan memberi pengaruh tertentu pada kualitas diri seseorang salah satunya pengetahuan yang lebih baik, pengetahuan penting dalam
(18)
meningkatkan status kesehatan keluarga. Umur mempengaharui kondisi normal pada kulit bayi, kulit bayi relative belum matang. Epidermis dan dermis menyatu bersama dengan longgar dan kulit yang dimiliki oleh bayi sangat tipis sehingga mudah mengalami luka memar dan menimbulkan infeksi bila perawatannya tidak dilakukan dengan benar (Potter & Perry, 2006).
Perawatan perianal yang benar dapat menekan kejadian ruam popok pada bayi yang mengunakan popok sekali pakai. Kejadian ruam popok pada bayi setelah dilakukan perawatan perianal menggalami penurun dari yang berat menjadi sedang dan yang mengalami ruam popok sedang menjadi ringan. Perawatan perianal merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya ruam popok adalah perawatan perianal (Steven, 2008). Perawatan perianal pada bayi ditujukan untuk pencegahan terjadinya bekas urin menempel pada kulit bayi yang dapat menyebabkan terjadi ruam popok pada daerah yang terkena popok sekali pakai (Feerer, 2001).
Perawatan perianal yang dapat dilakukan pada bayi yang mengalami ruam popok dengan cara segera mengganti popok sekali pakai pada bayi saat buang air besar dan baung air kecil, dengan melakukan penggantian dapat mencegah bayi terhindar dari ruam popok. Menjaga kebersihan kulit area perianal dengan cara sering mengganti popok dan pencucian organ kelamin dengan mengunakan air dan sabun yang tidak menimbulkan iritasi dapat membuat perkembangan bakteri candidia tidak dapat berkembang sehingga kulit bayi tidak mengalami ruam popok, memberikan ruang untuk kulit agar terpapar oleh udara luar (Maryunani, 2010). Pembersihan
(19)
daerah genetal dapat mencegah terjadinya perkembangbiakan bakteri yang digunakan untuk mengontrol infeksi, mencegah kerusakan kulit, meningkatkan kenyamanan (Potter & Perry, 2006). Menjaga kebersihan kelamin pada bayi yang menggunakan popok sekali pakai sangat penting karena jika bakteri dari urin terus menerus terpapar di kelamin bayi maka akan menyebakan infeksi.
Pengolesan krim berulang sebagai bahan pelindung topical lunak (petrolatum atau pasta seng oksida) setelah perbersihan lembut dari daerah perianal bayi cukup untuk mencegah terjadinya dermatitis (Behrman et al, 2000). Perawatan perianal ini jika dikakukan pada saat penggantian popok sekali pakai, pada saat mandi, dan setelah buang air besar atau buang air kecil sangat efektif untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri dengan kulit bayi yang dapat menyebabkan terjadinya ruam popok. Bayi yang dilakukan perawatan perianal secara teratur dan benar mengalami penurunan tingkatan ruam popoknya dari yang berat sampai ringan. Kulit bayi yang dilakukan perawatan dan pembersihan akan terjaga kelembanya sehingga kulit bayi tidak mudah terpapar oleh bakteri Candida albicans yang disebabkan oleh pengunaan popok sekali pakai akibat terpaparnya kulit dengan sisa urin dan feses.
Ruam popok akan sembuh jika dilakukan perawatan yang benar selama 3-4 hari secara teratur dan benar (Yeyeh, 2012). Bayi yang dilakukan perawatan perianal teratur sehari minimal 3 kali dalam 4-5 hari peradangan atau kemerahan yang ada di daerah yang tertutupi oleh popok bayi semakin berkurang di karenakan kulit bayi terjaga kelembapannya sehingga bakteri tidak dapat berkembang biak dan membentuk peradangan
(20)
5.3.5 Perbedaan kejadian ruam popok pada bayi sebelum dan sesudah dilakukan pelatihan perawatan perianal.
Berdasarkan hasil observasi dari peneliti pada tabel 5.5 perbedaan hasil kejadian ruam popok sebelum dilakukan perawatan perianal dan sesudah dilakukan perawatan perianal yaitu mengalami penurun dari kejadian ruam popok pada bayi yang dilakukan perawatan perianal sebanyak 23 responden. Berdasarkan tabel 5.5 dari hasil uji Wilcoxon didapatkan bahwa ada penurunan angka kejadian ruam popok sebelum ruam popok sedang 52,2% dilakukan perawatan perianal dan sesudah dilakukan perawatan perianal ruam popok sedang 17,4% dengan nilai p < 0,05 (p = 0,02). Hasil ini menujukkan bahwa adanya pengaruh perawatan perianal pada bayi yang mengalami ruam popok ringan sampai berat.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh peneliti dari lembar observasi didapatkan ada perbedaan pada penyataan sebelum dan sesudah dilakukan pelatihan perawatan perianal (terdapat kemerahan pada daerah perianal didapatkan hasil sebelum 2,61% dengan pernyataan selalu terjadi dan sesudah 2,39% dengan pernyataan kadang terjadi, ada bintik -bintik merah di daerah pada daerah yang tertutup popok sekali pakai didapatkan hasil sebelum 2,52% dengan pernyataan selalu terjadi dan sesudah 2,13% dengan pernyataan kadang terjadi, memar di daerah yang tertutup popok sekali pakai didapatkan hasil sebelum 2,57% dengan pernyataan selalu terjadi dan sesudah 2,04% dengan pernyataan kadang terjadi, terdapat kerutan di kulit bekas pemakaian popok sekali pakai pada daerah perianal didapatkan hasil sebelum 2,70% dengan pernyataan selalu terjadi dan sesudah 2,13% dengan pernyataan
(21)
kadang terjadi, dan bayi meringis pada saat pengantian popok sekali pakai didapatkan hasil sebelum 2,52% dengan pernyataan selalu terjadi dan sesudah 2,09% dengan pernyataan kadang terjadi) sebelum dilakukan pelatihan perawatan perianal dan sesudah dilakukan pelatihan perawatan perianal.
Pelatihan adalah bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan mengembangkan keterampilan diluar sistem pendidikan yang berlaku, dengan menggunakan metode yang lebih mengutamakan praktik dari pada teori dan waktu yang digunakan relative singkat (Flippo dalam Kamil, 2010). Tujuan pelatihan kesehatan adalah mengubah perilaku individu dan masyarakat di bidang kesehatan (Tafal, 1989). Metode yang digunakan dalam pelatihan pada penelitian ini menggunakan demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk membelajarkan peserta dengan cara menceritakan dan memperagakan suatu langkah-langkah pengerjaan yang telah diajarkan (Kamil, 2010). Penelitian ini menggunakan demontrasi yang dilakukan oleh peneliti terlebih dahulu dan dipraktekkan kembali oleh responden, sehingga responden berkesempatan untuk melakukan suatu tindakan yang mandiri dan akan menambah pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh responden.
Perilaku seseorang dapat berubah bila memiliki pengetahuan yang baru (Sunaryo, 2004). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sanagat penting terbentuk untuk perilaku terbuka (overt behavior). Notoatmodjo (1977),dalam Sunaryo, 2004. menyatakan sebelum seseorang mengadopsi
(22)
perilaku di dalam diri seseorang terjadi suatu proses yang berurutan yaitu Awareness (kesadaran) individu menyadari adanya suatu stimulus, Interest (tertarik) individu mulai tertarik dengan stimulus, Evaluation (menimbang-nimbang) individu menimbang ninmbang tentang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya (individu sudah memiliki sikap yang lebih baik lagi), Trial (mencoba) individu sudah mulai mencoba perilaku baru, Adoption Individu telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan , sikap, dan kesadarannya terhadap stimulus.
Perilaku kesehatan merupakan tanggapan seseorang terhadap rangsangan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan lingkungan. Menurut Notoadmojo dalam Sunaryo, 2004 perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit sesuai dengan tingkatan tingkatan pemberian pelayanan kesehatan yang menyeluruh atau sesuai dengan tingkatan pencegahan penyakit yaitu perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan, perilaku pencegahan penyakit, perilaku pencari pengobatan, perilaku pemulihan kesehatan.
Masyarakat dengan adanya suatu perubahan sikap perilaku yang awalnya tidak tahu menjadi tahu akan bagaimana penanganan ruam popok pada bayi dengan adanya suatu tambahan pengetahuan yang mampu mengerakan masyarakat untuk mau melakukan stimulus yang di berikan yaitu perawatan perianal pada bayi. Perawatan perianal yang dilakukan dengan teratur sehari minimal 3 kali menghasilkan penurunan tingkatan ruam popok yang spesifik. Perawatan perianal ini perlu dikembangkan dan disosialisasikan pada ibu yang memiliki bayi yang menggunakan popok agar angka kejadian ruam popok dapat di tekan.
(23)
Penelitian ini tidak menilai pengetahuan dan keterampilan pada ibu pada saat melakukan perawatan perianal oleh responden. Menjadikan adanya suatu perbedaan pada hasil perawatan perianal yang dilakukan oleh responden terdapat kejadian ruam popok yang tetap. Perawatan yang berbeda akan menghasilkan hasil yang berbeda antar responden. Hal ini yang mendasari peneliti melakukan analisis lebih jauh lagi bahwa pendidikan responden berada pada pendidikan rendah sehingga informasi perawatan perianal ini disampaikan kurang efektif. Pendidikan yang kurang akan sulit untuk mengugah perilaku sehari-hari dalam melakukan perawatan perianal pada bayi. Dengan adanya perubahan sikap yang benar dalam melakukan perawatan menjadikan perawatan perianal pada bayi yang mengalami ruam popok semakin baik dan hasil dari penurunan tingkatan ruam popok juga sangat signifikan. Solusi yang tepat untuk ibu-ibu yang memiliki anak mengalami ruam popok untuk meningkatkan perawatan perianal pada bayi dengan melihat cara-cara yang sudah diajarkan oleh peneliti pada responden sehingga akan memicu adanya perbedaan yang signifikan dari hasil penelitian ini.
(24)
5.4 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain: 5.4.1 Waktu Penelitian
Pada penelitian ini perawatan perianal tidak dilakukan oleh peneliti karena waktu yang dimiliki oleh peneliti hanya 1 minggu untuk melihat hasil dari kejadian ruam popok pada responden.
5.4.2 Pengukuran
Pada penelitian ini tidak dilakukan observasi tinggi badan (TB) dan berat badan (BB) oleh peneliti untuk mengetahui nutrisi pada karakteristik status gizi pada bayi. Penelitian ini tidak dilakukan pengukuran pengetahuan dan ketrampilan pada responden.
(1)
daerah genetal dapat mencegah terjadinya perkembangbiakan bakteri yang digunakan untuk mengontrol infeksi, mencegah kerusakan kulit, meningkatkan kenyamanan (Potter & Perry, 2006). Menjaga kebersihan kelamin pada bayi yang menggunakan popok sekali pakai sangat penting karena jika bakteri dari urin terus menerus terpapar di kelamin bayi maka akan menyebakan infeksi.
Pengolesan krim berulang sebagai bahan pelindung topical lunak (petrolatum atau pasta seng oksida) setelah perbersihan lembut dari daerah perianal bayi cukup untuk mencegah terjadinya dermatitis (Behrman et al, 2000). Perawatan perianal ini jika dikakukan pada saat penggantian popok sekali pakai, pada saat mandi, dan setelah buang air besar atau buang air kecil sangat efektif untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri dengan kulit bayi yang dapat menyebabkan terjadinya ruam popok. Bayi yang dilakukan perawatan perianal secara teratur dan benar mengalami penurunan tingkatan ruam popoknya dari yang berat sampai ringan. Kulit bayi yang dilakukan perawatan dan pembersihan akan terjaga kelembanya sehingga kulit bayi tidak mudah terpapar oleh bakteri Candida albicans yang disebabkan oleh pengunaan popok sekali pakai akibat terpaparnya kulit dengan sisa urin dan feses.
Ruam popok akan sembuh jika dilakukan perawatan yang benar selama 3-4 hari secara teratur dan benar (Yeyeh, 2012). Bayi yang dilakukan perawatan perianal teratur sehari minimal 3 kali dalam 4-5 hari peradangan atau kemerahan yang ada di daerah yang tertutupi oleh popok bayi semakin berkurang di karenakan kulit bayi terjaga kelembapannya sehingga bakteri tidak dapat berkembang biak dan membentuk peradangan
(2)
5.3.5 Perbedaan kejadian ruam popok pada bayi sebelum dan sesudah dilakukan pelatihan perawatan perianal.
Berdasarkan hasil observasi dari peneliti pada tabel 5.5 perbedaan hasil kejadian ruam popok sebelum dilakukan perawatan perianal dan sesudah dilakukan perawatan perianal yaitu mengalami penurun dari kejadian ruam popok pada bayi yang dilakukan perawatan perianal sebanyak 23 responden. Berdasarkan tabel 5.5 dari hasil uji Wilcoxon didapatkan bahwa ada penurunan angka kejadian ruam popok sebelum ruam popok sedang 52,2% dilakukan perawatan perianal dan sesudah dilakukan perawatan perianal ruam popok sedang 17,4% dengan nilai p < 0,05 (p = 0,02). Hasil ini menujukkan bahwa adanya pengaruh perawatan perianal pada bayi yang mengalami ruam popok ringan sampai berat.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh peneliti dari lembar observasi didapatkan ada perbedaan pada penyataan sebelum dan sesudah dilakukan pelatihan perawatan perianal (terdapat kemerahan pada daerah perianal didapatkan hasil sebelum 2,61% dengan pernyataan selalu terjadi dan sesudah 2,39% dengan pernyataan kadang terjadi, ada bintik -bintik merah di daerah pada daerah yang tertutup popok sekali pakai didapatkan hasil sebelum 2,52% dengan pernyataan selalu terjadi dan sesudah 2,13% dengan pernyataan kadang terjadi, memar di daerah yang tertutup popok sekali pakai didapatkan hasil sebelum 2,57% dengan pernyataan selalu terjadi dan sesudah 2,04% dengan pernyataan kadang terjadi, terdapat kerutan di kulit bekas pemakaian popok sekali pakai pada daerah perianal didapatkan hasil sebelum 2,70% dengan pernyataan selalu terjadi dan sesudah 2,13% dengan pernyataan
(3)
kadang terjadi, dan bayi meringis pada saat pengantian popok sekali pakai didapatkan hasil sebelum 2,52% dengan pernyataan selalu terjadi dan sesudah 2,09% dengan pernyataan kadang terjadi) sebelum dilakukan pelatihan perawatan perianal dan sesudah dilakukan pelatihan perawatan perianal.
Pelatihan adalah bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan mengembangkan keterampilan diluar sistem pendidikan yang berlaku, dengan menggunakan metode yang lebih mengutamakan praktik dari pada teori dan waktu yang digunakan relative singkat (Flippo dalam Kamil, 2010). Tujuan pelatihan kesehatan adalah mengubah perilaku individu dan masyarakat di bidang kesehatan (Tafal, 1989). Metode yang digunakan dalam pelatihan pada penelitian ini menggunakan demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk membelajarkan peserta dengan cara menceritakan dan memperagakan suatu langkah-langkah pengerjaan yang telah diajarkan (Kamil, 2010). Penelitian ini menggunakan demontrasi yang dilakukan oleh peneliti terlebih dahulu dan dipraktekkan kembali oleh responden, sehingga responden berkesempatan untuk melakukan suatu tindakan yang mandiri dan akan menambah pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh responden.
Perilaku seseorang dapat berubah bila memiliki pengetahuan yang baru (Sunaryo, 2004). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sanagat penting terbentuk untuk perilaku terbuka (overt behavior). Notoatmodjo (1977),dalam Sunaryo, 2004. menyatakan sebelum seseorang mengadopsi
(4)
perilaku di dalam diri seseorang terjadi suatu proses yang berurutan yaitu Awareness (kesadaran) individu menyadari adanya suatu stimulus, Interest (tertarik) individu mulai tertarik dengan stimulus, Evaluation (menimbang-nimbang) individu menimbang ninmbang tentang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya (individu sudah memiliki sikap yang lebih baik lagi), Trial (mencoba) individu sudah mulai mencoba perilaku baru, Adoption Individu telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan , sikap, dan kesadarannya terhadap stimulus.
Perilaku kesehatan merupakan tanggapan seseorang terhadap rangsangan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan lingkungan. Menurut Notoadmojo dalam Sunaryo, 2004 perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit sesuai dengan tingkatan tingkatan pemberian pelayanan kesehatan yang menyeluruh atau sesuai dengan tingkatan pencegahan penyakit yaitu perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan, perilaku pencegahan penyakit, perilaku pencari pengobatan, perilaku pemulihan kesehatan.
Masyarakat dengan adanya suatu perubahan sikap perilaku yang awalnya tidak tahu menjadi tahu akan bagaimana penanganan ruam popok pada bayi dengan adanya suatu tambahan pengetahuan yang mampu mengerakan masyarakat untuk mau melakukan stimulus yang di berikan yaitu perawatan perianal pada bayi. Perawatan perianal yang dilakukan dengan teratur sehari minimal 3 kali menghasilkan penurunan tingkatan ruam popok yang spesifik. Perawatan perianal ini perlu dikembangkan dan disosialisasikan pada ibu yang memiliki bayi yang menggunakan popok agar angka kejadian ruam popok dapat di tekan.
(5)
Penelitian ini tidak menilai pengetahuan dan keterampilan pada ibu pada saat melakukan perawatan perianal oleh responden. Menjadikan adanya suatu perbedaan pada hasil perawatan perianal yang dilakukan oleh responden terdapat kejadian ruam popok yang tetap. Perawatan yang berbeda akan menghasilkan hasil yang berbeda antar responden. Hal ini yang mendasari peneliti melakukan analisis lebih jauh lagi bahwa pendidikan responden berada pada pendidikan rendah sehingga informasi perawatan perianal ini disampaikan kurang efektif. Pendidikan yang kurang akan sulit untuk mengugah perilaku sehari-hari dalam melakukan perawatan perianal pada bayi. Dengan adanya perubahan sikap yang benar dalam melakukan perawatan menjadikan perawatan perianal pada bayi yang mengalami ruam popok semakin baik dan hasil dari penurunan tingkatan ruam popok juga sangat signifikan. Solusi yang tepat untuk ibu-ibu yang memiliki anak mengalami ruam popok untuk meningkatkan perawatan perianal pada bayi dengan melihat cara-cara yang sudah diajarkan oleh peneliti pada responden sehingga akan memicu adanya perbedaan yang signifikan dari hasil penelitian ini.
(6)
5.4 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain: 5.4.1 Waktu Penelitian
Pada penelitian ini perawatan perianal tidak dilakukan oleh peneliti karena waktu yang dimiliki oleh peneliti hanya 1 minggu untuk melihat hasil dari kejadian ruam popok pada responden.
5.4.2 Pengukuran
Pada penelitian ini tidak dilakukan observasi tinggi badan (TB) dan berat badan (BB) oleh peneliti untuk mengetahui nutrisi pada karakteristik status gizi pada bayi. Penelitian ini tidak dilakukan pengukuran pengetahuan dan ketrampilan pada responden.