PENGARUH KINERJA SOSIAL DAN KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN DENGAN PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) SEBAGAI VARIABEL INTERVENING TERHADAP NILAI PERUSAHAAN

Pengaruh Kinerja Sosial dan Kinerja Keuangan Perusahaan dengan Pengungkapan Corporate Social
Responsibility (CSR) Sebagai Variabel Intervening Terhadap Nilai Perusahaan

PENGARUH KINERJA SOSIAL DAN KINERJA
KEUANGAN PERUSAHAAN DENGAN
PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL
RESPONSIBILITY (CSR) SEBAGAI VARIABEL
INTERVENING TERHADAP NILAI PERUSAHAAN
Andika Suparjan
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bisnis Indonesia
Ali Sandy Mulya
Universitas Borobudur
alisandy@cbn.net.id

Abstract
Changes in the level of public awareness regarding the development of business in
Indonesia, creating a new awareness of the importance of implementing Corporate Social
Responsibility (CSR). CSR implies that, every the company has a moral duty to be honest,
obey the law, uphold the integrity and incorruptibility. CSR emphasizes that companies
should develop ethical business practices and continuous (sustainable) economic, social
and environmental. The aim research is to know the effect of social performance

(environmental performance and product) and financial performance within CSR
disclosure as an intervening variable towards firm value. The sample used in this study as
many as 84 companies from years of research 2005-2009. The analysis techniques used
by using path analysis. The results are seen from the R2 value of 84.2% indicates that the
performance of social (environmental performance and products) and financial
performance of the company have contributed on disclosure of CSR are 84.2% and the
rest is influenced by factors that are not included in the model. While the magnitude of the
effect on firm value indicated by the R2 value of 53.8% means that the performance of
social (environmental performance and products), corporate financial performance, and
disclosure of CSR has an influence on enterprise value contribution of 53.8% is influenced
by factors that are not included in the model.
Keyword : Social Performance (Environmental Performance and Product), Financial
Performance, Disclosure of CSR and Firm Value.
27

Media Riset Akuntansi, Auditing & Informasi, Vol.12 No.3, Desember 2012

PENDAHULUAN
Perubahan tingkat kesadaran masyarakat mengenai perkembangan dunia bisnis
di Indonesia, menimbulkan kesadaran baru tentang pentingnya melaksanakan Corporate

Social Responsibility (CSR). CSR mengandung makna bahwa, setiap individu, perusahaan
memiliki tugas moral untuk berlaku jujur, mematuhi hukum, menjunjung integritas, dan
tidak korup. Kegiatan CSR menekankan bahwa perusahaan harus mengembangkan praktik
bisnis yang etis dan berkesinambungan (sustainable) secara ekonomi, sosial dan
lingkungan.
Pengungkapan CSR perusahaan melalui berbagai macam media dilakukan sebagai
bentuk pertanggungjawaban kepada para pemangku kepentingan dan juga untuk menjaga
reputasi. Pengungkapan ada yang bersifat wajib (mandatory) yaitu pengungkapan yang
harus dilakukan perusahaan berdasarkan aturan tertentu. Pengungkapan lainnya yaitu
pengungkapan yang bersifat sukarela (voluntary), yang merupakan pengungkapan
informasi melebihi persyaratan minimum dan peraturan yang berlaku. Sebagian perusahaan
bahkan menganggap bahwa mengkomunikasikan kegiatan atau program CSR sama
pentingnya dengan kegiatan CSR itu sendiri. Dengan mengkomunikasikan CSR-nya, makin
banyak masyarakat yang mengetahui investasi sosial perusahaan maka tingkat risiko
perusahaan untuk menghadapi gejolak sosial akan rendah. Sehingga dapat disimpulkan
dengan melaporkan CSR kepada khalayak umum dapat meningkatkan nilai social hedging
perusahaan.
Stakeholder, sebagai pengguna laporan tahunan perusahaan tidak hanya terbatas
pada keuntungan yang diperoleh perusahaan dalam laporan wajib (mandatory) saja. Akhirakhir ini, perusahaan dituntut untuk lebih peduli terhadap keadaan lingkungan dan sosial
sekitar yang termasuk kedalam salah satu jenis laporan sukarela (valountary). Kepedulian

perusahaan terhadap sosial dan lingkungan harus dilaksanakan dengan penuh tanggung
jawab serta dilaporkan, baik bersama-sama dengan laporan keuangan maupun terpisah
pada laporan CSR.
Berbagai penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa jumlah perusahaan yang
melakukan pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunannya semakin bertambah.
Demikian juga dengan jumlah dan jenis informasi CSR yang diungkapkan semakin
meningkat. Banyak perusahaan semakin menyadari pentingnya menerapkan program CSR
sebagai bagian dari strategi bisnisnya. Survey global yang dilakukan oleh The Economist
Intelligence Unit menunjukkan bahwa 85% eksekutif senior dan investor dari berbagai
28

Pengaruh Kinerja Sosial dan Kinerja Keuangan Perusahaan dengan Pengungkapan Corporate Social
Responsibility (CSR) Sebagai Variabel Intervening Terhadap Nilai Perusahaan

organisasi menjadikan CSR sebagai pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan
(Warta Ekonomi, 2006 dikutip dalam Sayekti, 2008). Penelitian Basamalah dan Jermias
(2005) menunjukkan bahwa salah satu alasan manajemen melakukan pelaporan sosial adalah
untuk alasan strategis. Meskipun belum bersifat compulsory (wajib), tetapi dapat dikatakan
bahwa hampir semua perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sudah
mengungkapkan informasi mengenai CSR dalam laporan tahunannya dalam kadar yang

beragam (Sayekti, 2008).
Kemampuan perusahaan dalam melakukan kegiatan CSR dipengaruhi oleh empat
komponen konstituen, yaitu (i) dampak lingkungan, (ii) tata kelola perusahaan, (iii) dampak
sosial, dan (iv) praktik tempat kerja (RepuTex dalam Finch, 2005). Motivasi perusahaan
dalam melaksanakan CSR dapat dijelaskan dalam beberapa paradigma antara lain: (i) tahap
pertama adalah corporate charity, yaitu dorongan amal berdasarkan kepercayaan agama,
(ii) tahap kedua adalah corporate philantrophy, yaitu dorongan kemanusiaan yang
biasanya bersumber dari norma dan etika universal untuk menolong sesama dan
memperjuangkan pemerataan sosial, (iii) tahap ketiga adalah corporate citizenship, yaitu
motivasi kewargaan demi mewujudkan keadilan sosial berdasarkan prinsip keterlibatan
sosial (Saidi dalam Tanudjaja, 2006).
Dari perspektif ekonomi, perusahaan akan mengungkapkan suatu informasi jika
informasi tersebut dapat meningkatkan nilai perusahaan (Verecchia, 1983, dalam Basamalah
dan Jermias, 2005). Dengan menerapkan CSR, diharapkan perusahaan akan memperoleh
legitimasi sosial dan memaksimalkan kekuatan keuangannya dalam jangka panjang (Kiroyan,
2006 dikutip dalam Yuniasih dan Wirakusuma, Unpublished). Hal ini mengindikasikan
bahwa perusahaan yang menerapkan CSR mengharapkan akan direspon positif oleh para
pelaku pasar.
Ketentuan mengenai pelaksanaan CSR di Indonesia semakin jelas setelah UU
No. 40 Tahun 2007 disahkan. UU No. 40 Tahun 2007 mengatur mengenai praktik dan

pelaporan CSR untuk memenuhi kepentingan shareholder dan stakeholder akan informasi
dan manfaat sosial. Pernyataan mengenai praktik dan pelaporan CSR tercantum dalam
Pasal 66 Ayat (2) Bagian C dan Pasal 74. Pasal 66 Ayat (2) Bagian C menyebutkan bahwa
selain menyampaikan laporan keuangan, Perseroan Terbatas juga diwajibkan melaporkan
pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Pasal 74 menjelaskan kewajiban untuk
melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan bagi perusahaan yang kegiatan
usahanya di bidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam. Kewajiban mengenai

29

Media Riset Akuntansi, Auditing & Informasi, Vol.12 No.3, Desember 2012

pelaksanaan dan pelaporan kegiatan sosial perusahaan inilah yang memberikan kesan
lebih jelas dan tegas mengenai peraturan pelaksanaan dan pelaporan CSR perusahaan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kinerja sosial dan kinerja
keuangan dengan pengungkapan informasi Corporate Social Responsibility (CSR)
sebagai variabel intervening terhadap nilai perusahaan pada perusahaan yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia dengan periode penelitian 2005-2009. Diharapkan dapat memberikan
kontribusi terhadap peningkatan kesadaran dan praktek penerapan CSR pada perusahaan
dalam setiap kegiatan bisnis yang dilakukannya dalam kaitannya dengan kepentingan

pihak-pihak lain.

TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Kinerja Sosial
Usaha untuk memenuhi harapan stakeholder, setiap perusahaan berusaha memperbaiki
kinerja sosial perusahaan dari waktu kewaktu, dan secara bersamaan ekonomi/keuangan
dapat dperbaiki. Waddock dan Graves (dalam Dean, 1998) mengemukakan dua teori untuk
menjelaskan pertanyaan teori sumber daya yang menyimpang, dan teori manajemen yang
baik. Menurut teori sumber daya yang menyimpang, sebuah perusahaan memiliki posisi
yang baik untuk berperan dalam kinerja sosial perusahaan. Pelaksanaan kinerja sosial
membutuhkan beberapa dana yang menghasilkan kesuksesan kinerja keuangan. Menurut
teori ini, sebuah perusahaan yang di pandang oleh stakeholder-nya memiliki reputasi
yang baik akan membuat perusahaan lebih mudah melewati mekanisme pasar untuk
mendapatkan posisi keuangan yang baik.
Sejauh ini dapat terbagi empat model yang utama dalam struktur model CSR,
Model dari Carroll (1979) (dalam Igalens dan Gond, 2001), CSR merupakan pertemuan
yang cenderung terjadi pada tiga dimensi waktu: (i) prinsip pertanggungjawaban sosial
perusahaan, (ii) untuk dipahami pada empat tingkatan-tingkatan yang terpisah (ekonomi,
hukum, etika, kebijaksanaan, dan lain-lain), dan (iii) filosofi menurut tanggapantanggapannya, dapat berupa jajaran yang panjang merupakan serangkaian kesatuan
menurut antisipasi perusahaan seperti masalah-masalah penyangkalan kebohongan di

tanggung menjadi tanggung jawab perusahaan secara keseluruhan. Wartick dan Cochan
(1985) (dalam Igalens dan Gond, 2001) mengadopsi dan memperbaiki penentuan model
30

Pengaruh Kinerja Sosial dan Kinerja Keuangan Perusahaan dengan Pengungkapan Corporate Social
Responsibility (CSR) Sebagai Variabel Intervening Terhadap Nilai Perusahaan

yang lebih baik, dituliskan kembali hal tersebut dalam dimensi akhir oleh pergantian
manajemen strategi dari pembelajaran masalah-masalah sosial seperti kerangka analitis
yang memungkinkan untuk menentukan sebuah dimensi “masalah-masalah sosial
manajemen”.
Model dari Wood (1991) (dalam Igalens dan Gond, 2001) bertujuan memperbaharui
model CSP yang kemudian menjadi ukuran yang ada dalam susunan pengembangan
teoritikal (Garde dan Wokutch, 1998 dalam Igalens dan Gond, 2001). Wood (1991) (dalam
Igalens dan Gond, 2001) mendefinisikan CSP seperti “Sebuah konfirgurasi organisasi bisnis
dari prinsip tanggungjawab sosial, merespon sosial dan kebijakan-kebijakan, programprogram dan menampakkan hasil seperti mereka menghubungkan untuk hubungan sosial
perusahaan.”
Hendriksen (1991:203) (dikutip dalam Nurlela dan Islahudin, 2008) mendefinisikan
pengungkapan (disclosure) sebagai penyajian sejumlah informasi yang dibutuhkan untuk
pengoperasian secara optimal pasar modal yang efisien. Pengungkapan ada yang bersifat

wajib (mandatory) yaitu pengungkapan informasi wajib dilakukan oleh perusahaan yang
didasarkan pada peraturan atau standar tertentu, dan ada yang bersifat sukarela (voluntary)
yang merupakan pengungkapan informasi melebihi persyaratan minimum dari paraturan
yang berlaku.
Setiap unit/pelaku ekonomi selain berusaha memenuhi kepentingan pemegang
saham dan mengkonsentrasikan diri pada pencapaian laba juga mempunyai tanggung
jawab sosial, dan hal itu perlu diungkapkan dalam laporan tahunan, sebagaimana dinyatakan
oleh Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 (Revisi 1998) Paragraf
kesembilan yaitu, perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan
mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya
bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi
industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang
peranan penting.
Pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan umumnya bersifat
voluntary (sukarela), unaudited (belum diaudit), dan unregulated (tidak dipengaruhi oleh
peraturan tertentu). Glouter dalam Utomo (2000) (dikutip dalam Nurlela dan Islahudin,
2008) menyebutkan tema-tema yang termasuk dalam wacana Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial adalah:

31


Media Riset Akuntansi, Auditing & Informasi, Vol.12 No.3, Desember 2012

1.

Kemasyarakatan
Tema ini mencakup aktivitas kemasyarakatan yang diikuti oleh perusahaan, misalnya
aktivitas yang terkait dengan kesehatan, pendidikan dan seni serta pengungkapan
aktivitas kemasyarakatan lainnya.
2. Ketenagakerjaan
Tema ini meliputi dampak aktivitas perusahaan pada orang-orang dalam perusahaan
tersebut. Aktivitas tersebut meliputi: rekruitmen, program pelatihan, gaji dan tuntutan,
mutasi dan promosi dan lainnya.
3. Produk dan Konsumen
Tema ini melibatkan aspek kualitatif suatu produk atau jasa, antara lain kegunaan
durability, pelayanan, kepuasan pelanggan, kejujuran dalam iklan, kejelasan/
kelengkapan isi pada kemasan, dan lainnya.
4. Lingkungan Hidup
Tema ini meliputi aspek lingkungan dari proses produksi, yang meliputi pengendalian
polusi dalam menjalankan operasi bisnis, pencegahan dan perbaikan kerusakan
lingkungan akibat pemrosesan sumber daya alam dan konversi sumber daya alam.

Kinerja Keuangan
Tanggung jawab manajemen adalah meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.
Komponen stakeholder seperti investor, kreditor, dan karyawan sangat memperhatikan
kinerja. Kinerja keuangan yang tinggi akan meningkatkan kekayaan stakeholder.
Berdasarkan slack resource theory (Waddock dan Graves dalam Dean, 1998), peningkatan
kinerja keuangan membuat perusahaan mempunyai banyak kesempatan untuk
meningkatkan kinerja sosial dalam semua aspek.
Ukuran yang digunakan untuk mencerminkan kinerja keuangan perusahaan ada
banyak macamnya. Ukuran tersebut dapat dibagi dalam tiga kategori yaitu ROA dan ROE
(Waddock dan Graves dalam Mahoney dan Roberts, 2003), profitability in absolute term
(Cowen, et. al dalam Stanwick dan Stanwick, 1998), dan multiple accounting berdasarkan
ukuran dengan overall index menggunakan score 0-10 (Moore, 2001). Penelitian ini akan
menggunakan ukuran yang digunakan oleh Mahoney dan Roberts (2003). Penggunaan
ukuran untuk kinerja keuangan perusahaan adalah berdasarkan pada pemikiran bahwa
ukuran yang dapat mengindikasikan entitas kinerja yang tidak hanya dipengaruhi oleh
perbedaan ukuran suatu perusahaan. ROA tidak hanya aspek profit tetapi juga yang
32

Pengaruh Kinerja Sosial dan Kinerja Keuangan Perusahaan dengan Pengungkapan Corporate Social
Responsibility (CSR) Sebagai Variabel Intervening Terhadap Nilai Perusahaan


berhubungan dengan asset yang digunakan untuk meningkatkan profit. Untuk ROE (Return
On Equity), terdapat lebih dari satu ukuran financial leverage dalam tambahan untuk
mempunyai dua ukuran. Penggunaan score 0-10 untuk mendapatkan overall index kinerja
keuangan menimbulkan masalah objektivitas proses pemberian skor dan validitas hasil
akhir dari index.
Berdasarkan literatur hubungan antara tanggung jawab sosial perusahaan dan kinerja
keuangan, hasil yang dapat diperoleh yaitu positif, netral, dan negatif. Sebagian besar
hasil yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan menunjukkan hasil yang positif dan
sedikit yang menunjukkan hasil yang negatif (Dahli dan Siregar, 2008).
Corporate Social Responsibility
Konsep tanggung jawab sosial perusahaan telah mulai dikenal sejak awal 1970-an, yang
secara umum dikenal dengan stakeholder theory artinya sebagai kumpulan kebijakan dan
praktik yang berhubungan dengan stakeholder, nilai-nilai, pemenuhan ketentuan hukum,
penghargaan masyarakat dan lingkungan, serta komitmen dunia usaha untuk berkontribusi
dalam pembangunan secara berkelanjutan. Stakeholder theory dimulai dengan asumsi
bahwa nilai (value) secara eksplisit dan tak dipungkiri merupakan bagian dari kegiatan
usaha. (Freeman, et al.,2002 dalam Waryanti, 2009).
Teori stakeholder mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya
beroperasi untuk kepentingan sendiri namun harus memberikan manfaat bagi stakeholdernya. Dengan demikian, keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan
yang diberikan oleh stakeholder kepada perusahaan tersebut (Ghozali dan Chariri, 2007).
Tanggung jawab sosial perusahaan seharusnya melampaui tindakan
memaksimalkan laba untuk kepentingan pemegang saham (stakeholder), namun lebih
luas lagi bahwa kesejahteraan yang dapat diciptakan oleh perusahaan sebetulnya tidak
terbatas kepada kepentingan pemegang saham, tetapi juga untuk kepentingan stakeholder,
yaitu semua pihak yang mempunyai keterkaitan atau klaim terhadap perusahaan (Untung,
2008 dalam Waryanti, 2009). Mereka adalah pemasok, pelanggan, pemerintah, masyarakat
lokal, investor, karyawan, kelompok politik, dan asosiasi perdagangan. Seperti halnya
pemegang saham yang mempunyai hak terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
manajemen perusahaan, stakeholder juga mempunyai hak terhadap perusahaan. (Waryanti,
2009)

33

Media Riset Akuntansi, Auditing & Informasi, Vol.12 No.3, Desember 2012

Stakeholder pada dasarnya dapat mengendalikan atau memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi pemakaian sumber-sumber ekonomi yang digunakan perusahaan. Oleh
karena itu power stakeholder ditentukan oleh besar kecilnya power yang dimiliki stakeholder
atas sumber tersebut (Ghozali dan Chariri, 2007). Power tersebut dapat berupa kemampuan
untuk membatasi pemakaian sumber ekonomi yang terbatas (modal dan tenaga kerja),
akses terhadap media yang berpengaruh, kemampuan untuk mengatur perusahaan, atau
kemampuan untuk mempengaruhi konsumsi atas barang dan jasa yang dihasilkan
perusahaan (Deegan, 2000 dalam Ghozali dan Chariri, 2007). Oleh karena itu, “ketika
stakeholder mengendalikan sumber ekonomi yang penting bagi perusahaan, maka
perusahaan akan bereaksi dengan cara-cara yang memuaskan keinginan stakeholder”
(Ullman, 1982 hal.552 dalam Ghozali dan Chariri, 2007).
Atas dasar argumen di atas, teori stakeholder umumnya berkaitan dengan caracara yang digunakan perusahaan untuk me-manage stakeholder-nya (Gray, et al., 1997
dalam Ghozali dan Chariri, 2007). Cara-cara yang dilakukan perusahaan untuk me-manage
stakeholder-nya tergantung pada strategi yang diadopsi perusahaan (Ullman, 1985 dalam
Ghozali dan Chariri, 2007). Organisasi dapat mengadopsi strategi aktif atau pasif. Ullman
(1985) (dalam Ghozali dan Chariri, 2007) mengatakan bahwa strategi aktif adalah apabila
perusahaan berusaha mempengaruhi hubungan organisasinya dengan stakeholder yang
dipandang berpengaruh/penting. Sedangkan perusahaan yang mengadopsi strategi pasif
cenderung tidak terus menerus memonitor aktivitas stakeholder dan secara sengaja tidak
mencari strategi optimal untuk menarik perhatian stakeholder. Akibat dari kurangnya
perhatian terhadap stakeholder adalah rendahnya tingkat pengungkapan informasi sosial
dan rendahnya kinerja sosial perusahaan.
Menurut The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) (dikutip
dalam Nurlela dan Islahudin, 2008) Corporate Social Responsibility atau tanggung jawab
sosial perusahaan didefinisikan sebagai komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi
bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan, melalui kerja sama dengan para karyawan serta
perwakilan mereka, keluarga mereka, komunitas setempat maupun masyarakat umum untuk
meningkatkan kualitas kehidupan dengan cara yang bermanfaat baik bagi bisnis sendiri
maupun untuk pembangunan.
Suharto (2008) mendefinisikan CSR sebagai operasi bisnis yang berkomitmen
tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial, melainkan pula
untuk pembangunan sosial-ekonomi kawasan secara holistik, melembaga dan berkelanjutan.
Meskipun laba dan kesempatan kerja tetap memiliki arti penting, tetapi dewasa ini terdapat
34

Pengaruh Kinerja Sosial dan Kinerja Keuangan Perusahaan dengan Pengungkapan Corporate Social
Responsibility (CSR) Sebagai Variabel Intervening Terhadap Nilai Perusahaan

banyak faktor yang memberikan kontribusi pada penilaian kinerja sosial sebuah perusahaan,
termasuk di antaranya memberikan kesempatan kerja yang sama; menghargai perbedaan
budaya para karyawan; merespons masalah-masalah lingkungan hidup; menyediakan
tempat kerja yang aman dan sehat; dan memproduksi produk-produk bermutu tinggi yang
aman untuk digunakan.
Pertanggungjawaban sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility
(CSR) adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan
perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan
stakeholders, yang melebihi tanggungjawab organisasi di bidang hukum (Darwin, 2004
dalam Anggraini, 2006).
Pertanggungjawaban sosial perusahaan diungkapkan di dalam laporan yang
disebut Sustainability Reporting. Sustainability Reporting adalah pelaporan mengenai
kebijakan ekonomi, lingkungan dan sosial, pengaruh dan kinerja organisasi dan produknya
di dalam konteks pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Sustainability
Reporting meliputi pelaporan mengenai ekonomi, lingkungan dan pengaruh sosial terhadap
kinerja organisasi (ACCA, 2004 dalam Anggraini, 2006). Sustainability report harus menjadi
dokumen strategik yang berlevel tinggi yang menempatkan isu, tantangan dan peluang
Sustainability Development yang membawanya menuju kepada core business dan sektor
industrinya.
Perusahaan semakin menyadari bahwa kelangsungan hidup perusahaan juga
tergantung dari hubungan perusahaan dengan masyarakat dan lingkungannya tempat
perusahaan beroperasi. Hal ini sejalan dengan legitimacy theory yang menyatakan bahwa
perusahaan memiliki kontrak dengan masyarakat untuk melakukan kegiatannya berdasarkan
nilai-nilai justice, dan bagaimana perusahaan menanggapi berbagai kelompok kepentingan
untuk melegitimasi tindakan perusahaan (Tilt, 1994, dalam Haniffa dan Cooke, 2005). Jika
terjadi ketidakselarasan antara sistem nilai perusahaan dan sistem nilai masyarakat, maka
perusahaan dalam kehilangan legitimasinya, yang selanjutnya akan mengancam
kelangsungan hidup perusahaan (Lindblom, 1994, dalam Haniffa dan Cooke, 2005).
Pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan merupakan salah satu cara perusahaan
untuk membangun, mempertahankan, dan melegitimasi kontribusi perusahaan dari sisi
ekonomi dan politis (Guthrie dan Parker, 1990) (dikutip dalam Basamalah dan Jermias,
2005). Penelitian Basamalah dan Jermias (2005) melakukan review atas social and
environmental reporting and auditing dari dua perusahaan di Indonesia, yaitu PT Freeport
Indonesia dan PT Inti Indorayon, mendukung prediksi legitimacy theory tersebut.
35

Media Riset Akuntansi, Auditing & Informasi, Vol.12 No.3, Desember 2012

Berbagai alasan perusahaan dalam melakukan pengungkapan informasi CSR
secara sukarela telah diteliti dalam penelitian sebelumnya, diantaranya adalah karena untuk
mentaati peraturan yang ada, untuk memperoleh keunggulan kompetitif melalui penerapan
CSR, untuk memenuhi ketentuan kontrak pinjaman dan memenuhi ekspektasi masyarakat,
untuk melegitimasi tindakan perusahaan, dan untuk menarik investor (Deegan dan
Blomquist, 2001; Hasnas, 1998; Ullman, 1985; Patten, 1992; dikutip dalam Basamalah dan
Jermias, 2005).
Berbagai penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor determinan yang
mempengaruhi perusahaan dalam melakukan pengungkapan informasi CSR telah banyak
dilakukan. Ukuran perusahaan, profitabilitas, dan profil industri berkorelasi positif dengan
pengungkapan informasi CSR (Haniffa dan Cooke, 2005; Sayekti, 2006 dan Anggraini,
2006). Penelitian sebelumnya menemukan bahwa tingkat leverage juga berkorelasi dengan
tingkat pengungkapan informasi CSR, meskipun hasilnya beragam. Sayekti (2006)
menemukan korelasi yang negatif. Selanjutnya, Haniffa dan Cooke (2005) tidak menemukan
korelasi antara tingkat leverage dan pengungkapan CSR. Faktor-faktor corporate
governance juga dikorelasikan dengan tingkat pengungkapan informasi CSR dalam laporan
tahunan perusahaan. Ukuran dewan komisaris, ukuran komite audit, kualitas auditor
eksternal, dan struktur kepemilikan berkorelasi positif dengan pengungkapan CSR (Haniffa
dan Cooke, 2005; Anggraini, 2006; Sayekti, 2006).
Berkaitan dengan pelaksanaan CSR, perusahaan bisa dikelompokkan ke dalam
beberapa kategori. Meskipun cenderung menyederhanakan realitas, tipologi ini
menggambarkan kemampuan dan komitmen perusahaan dalam menjalankan CSR.
Pengkategorian dapat memotivasi perusahaan dalam mengembangkan program CSR, dan
dapat pula dijadikan cermin dan guideline untuk menentukan model CSR yang tepat
(Suharto, 2008).
Dengan menggunakan dua pendekatan, sedikitnya ada delapan kategori
perusahaan. Perusahaan ideal memiliki kategori reformis dan progresif. Tentu saja dalam
kenyataannya, kategori ini bisa saja saling bertautan.
1. Berdasarkan proporsi keuntungan perusahaan dan besarnya anggaran CSR:
a. Perusahaan Minimalis. Perusahaan yang memiliki profit dan anggaran CSR yang
rendah. Perusahaan kecil dan lemah biasanya termasuk kategori ini.
b. Perusahaan Ekonomis. Perusahaan yang memiliki keuntungan tinggi, namun
anggaran CSR-nya rendah. Perusahaan yang termasuk kategori ini adalah
perusahaan besar, namun pelit.
36

Pengaruh Kinerja Sosial dan Kinerja Keuangan Perusahaan dengan Pengungkapan Corporate Social
Responsibility (CSR) Sebagai Variabel Intervening Terhadap Nilai Perusahaan

c. Perusahaan Humanis. Meskipun profit perusahaan rendah, proporsi anggaran CSRnya relatif tinggi. Perusahaan pada kategori ini disebut perusahaan dermawan atau
baik hati.
d. Perusahaan Reformis. Perusahaan ini memiliki profit dan anggaran CSR yang tinggi.
Perusahaan seperti ini memandang CSR bukan sebagai beban, melainkan sebagai
peluang untuk lebih maju. (Gambar 2.1).
2. Berdasarkan tujuan CSR: apakah untuk promosi atau pemberdayaan masyarakat:
a. Perusahaan Pasif. Perusahaan yang menerapkan CSR tanpa tujuan jelas, bukan untuk
promosi, bukan pula untuk pemberdayaan, sekadar melakukan kegiatan karitatif.
Perusahaan seperti ini melihat promosi dan CSR sebagai hal yang kurang bermanfaat
bagi perusahaan.
b. Perusahaan Impresif. CSR lebih diutamakan untuk promosi daripada untuk
pemberdayaan. Perusahaan seperti ini lebih mementingkan “tebar pesona” daripada
“tebar karya”.
c. Perusahaan Agresif. CSR lebih ditujukan untuk pemberdayaan daripada promosi.
Perusahaan seperti ini lebih mementingkan karya nyata daripada tebar pesona.
d. Perusahaan Progresif. Perusahaan menerapkan CSR untuk tujuan promosi dan
sekaligus pemberdayaan. Promosi dan CSR dipandang sebagai kegiatan yang
bermanfaat dan menunjang satu-sama lain bagi kemajuan perusahaan. (Gambar 2.2).
Menurut Martin Freedman, dikutip dalam Devina, Suryanto, dan Zulaikha (2004)
disebutkan bahwa ada tiga pendekatan dalam pelaporan kinerja sosial, yaitu:
1. Pemeriksaan Sosial (Social Audit)
Pemeriksaan sosial mengukur dan melaporkan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan
dari program-program yang berorientasi sosial dari operasi-operasi yang dilakukan
perusahaan. Pemeriksaan sosial dilakukan dengan membuat suatu daftar aktivitasaktivitas perusahaan yang memiliki konsekuensi sosial, lalu auditor sosial akan mencoba
mengestimasi dan mengukur dampak-dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas-aktivitas
tersebut.
2. Laporan Sosial (Social Report)
Berbagai alternatif format laporan untuk menyajikan laporan sosial telah diajukan oleh
para akademis dan praktisioner. Pendekatan-pendekatan yang dapat dipakai oleh
perusahaan untuk melaporkan aktivitas-aktivitas pertanggungjawaban sosialnya ini
dirangkum oleh Dilley dan Weygandt menjadi empat kelompok sebagai berikut (Henry
dan Murtanto, 2001 dikutip dalam Devina, Suryanto, dan Zulaikha, 2004):
37

Media Riset Akuntansi, Auditing & Informasi, Vol.12 No.3, Desember 2012

a. Inventory Approach
Perusahaan mengkompilasikan dan mengungkapkan sebuah daftar yang
komprehensif dari aktivitas-aktivitas sosial perusahaan. Daftar ini harus memuat
semua aktivitas sosial perusahaan baik yang bersifat positif maupun negatif.
b. Cost Approach
Perusahaan membuat daftar aktivitas-aktivitas sosial perusahaan dan
mengungkapkan jumlah pengeluaran pada masing-masing aktivitas tersebut.
c. Program Management Approach
Perusahaan tidak hanya mengungkapkan aktivitas-aktivitas pertanggungjawaban
sosial tetapi juga tujuan dari aktivitas tersebut serta hasil yang telah dicapai oleh
perusahaan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan itu.
d. Cost Benefit Approach
Perusahaan mengungkapkan aktivitas yang memiliki dampak sosial serta biaya dan
manfaat dari aktivitas tersebut. Kesulitan dalam penggunaan pendekatan ini adalah
adanya kesulitan dalam mengukur biaya dan manfaat sosial yang diakibatkan oleh
perusahaan terhadap masyarakat.
3. Pengungkapan Sosial dalam Laporan Tahunan (Disclosure In Annual Report)
Pengungkapan sosial adalah pengungkapan informasi tentang aktivitas perusahaan
yang berhubungan dengan lingkungan sosial perusahaan. Pengungkapan sosial dapat
dilakukan melalui berbagai media antara lain laporan tahunan, laporan interim/laporan
sementara, prospektus, pengumuman kepada bursa efek atau melalui media masa.
Perusahaan cenderung untuk mengungkapkan informasi yang berkaitan dengan
aktivitasnya dan dampak yang ditimbulkan oleh perusahaan tersebut Gray, et al.,
(dikutip dalam Devina, Suryanto, dan Zulaikha, 2004) menyebutkan ada tiga studi,
yaitu :
a. Decision Usefulness Studies
Belkaoui (1989) (dikutip dalam Anggraini, 2006) mengemukakan bahwa perusahaan
yang melakukan aktivitas sosial akan mengungkapkannya dalam laporan keuangan.
Sebagian dari studi-studi yang dilakukan oleh para peneliti yang mengemukakan
pendapat ini menemukan bukti bahwa informasi sosial dibutuhkan oleh para pemakai
laporan keuangan. Para analis, banker dan pihak lain yang dilibatkan dalam penelitian
tersebut diminta untuk melakukan pemeringkatan terhadap informasi akuntansi.
Informasi akuntansi tersebut tidak terbatas pada informasi akuntansi tradisional
yang telah dinilai selama ini, namun juga informasi yang lain yang relatif baru dalam
38

Pengaruh Kinerja Sosial dan Kinerja Keuangan Perusahaan dengan Pengungkapan Corporate Social
Responsibility (CSR) Sebagai Variabel Intervening Terhadap Nilai Perusahaan

wacana akuntansi. Mereka menempatkan informasi aktivitas sosial perusahaan pada
posisi yang moderately important.
b. Economic Theory Studies
Studi ini menggunakan agency theory dimana menganalogikan manajemen sebagai
agen dari suatu prinsipal. Lazimnya, prinsipal diartikan sebagai pemegang saham
atau tradisional users lain. Namun, pengertian prinsipal tersebut meluas menjadi
seluruh interest group perusahaan yang bersangkutan. Sebagai agen, manajemen
akan berupaya mengoperasikan perusahaan sesuai dengan keinginan publik.
c. Social and Political Theory Studies
Studi di bidang ini menggunakan teori stakeholder, teori legitimasi organisasi dan
teori ekonomi politik. Teori stakeholder mengasumsikan bahwa eksistensi
perusahaan ditentukan oleh para stakeholder.
Pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan umumnya bersifat voluntary
(sukarela), unaudit (belum diaudit), dan unregulated (tidak dipengaruhi oleh peraturan
tertentu). Darwin (2004) (dikutip dalam Anggraini, 2006) mengatakan bahwa Corporate
Social Responsibility terbagi menjadi 3 kategori yaitu kinerja ekonomi, kinerja lingkungan
dan kinerja sosial. Sedangkan dalam penelitian ini mengidentifikasi hal-hal yang berkaitan
dengan pelaporan sosial perusahaan berdasarkan standar GRI (Global Reporting
Initiative). Global Reporting Initiative (GRI) adalah sebuah jaringan berbasis organisasi
yang telah mempelopori perkembangan dunia, paling banyak menggunakan kerangka
laporan keberlanjutan dan berkomitmen untuk terus-menerus melakukan perbaikan dan
penerapan di seluruh dunia (www.globalreporting.org). Daftar pengungkapan sosial yang
berdasarkan standar GRI juga pernah digunakan oleh Dahli dan Siregar (2008), peneliti ini
menggunakan 6 indikator pengungkapan yaitu: ekonomi, lingkungan, tenaga kerja, hak
asasi manusia, sosial dan produk. Indikator-indikator yang terdapat di dalam GRI yang
digunakan dalam penelitian yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Indikator Kinerja Ekonomi (economic performance indicator)
Indikator Kinerja Lingkungan (environment performance indicator)
Indikator Kinerja Tenaga Kerja (labor practices performance indicator)
Indikator Kinerja Hak Asasi Manusia (human rights performance indicator)
Indikator Kinerja Sosial (social performance indicator)
Indikator Kinerja Produk (product responsibility performance indicator)

39

Media Riset Akuntansi, Auditing & Informasi, Vol.12 No.3, Desember 2012

Nilai Perusahaan
Menurut IAI (2007:13) penghasilan bersih (laba) seringkali digunakan sebagai
ukuran kinerja atau sebagai dasar bagi ukuran yang lain seperti imbal hasil investasi
(return on investment) atau laba per saham (Earning Per Share atau biasa disebut dengan
EPS). Penelitian mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai perusahaan telah
dilakukan dan menunjukkan bahwa struktur risiko keuangan dan perataan laba berpengaruh
terhadap nilai perusahaan (Suranta dan Merdistusi, 2004) Invesment opportunity set dan
leverage berpengaruh terhadap nilai perusahaan (Rachmawati dan Triamoko, 2007).
Penelitian mengenai pengaruh kinerja keuangan dalam hal ini return on asset (ROA)
terhadap nilai perusahaan menunjukkan hasil yang tidak konsisten.
Modigliani dan Miller (dalam Ulupui, 2007) menyatakan bahwa nilai perusahaan
ditentukan oleh earnings power dari aset perusahaan. Hasil positif menunjukkan bahwa
semakin tinggi earnings power semakin efisien perputaran aset dan atau semakin tinggi
profit margin yang diperoleh perusahaan. Hal ini berdampak pada peningkatan nilai
perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Ulupui (2007) menemukan hasil bahwa ROA
berpengaruh positif signifikan terhadap return saham satu periode ke depan. Oleh karena
itu, ROA merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Makaryawati (2002), Carlson dan Bathala (1997) (dalam Suranta dan Merdistusi, 2004)
juga menemukan bahwa ROA berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Namun,
hasil yang berbeda diperoleh oleh Suranta dan Merdistusi (2004) serta Kaaro (2002) (dalam
Suranta dan Merdistusi, 2004) dalam penelitiannya menemukan bahwa ROA justru
berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Hal ini menunjukkan adanya faktor lain
yang turut mempengaruhi hubungan ROA dengan nilai perusahaan. Oleh karena itu, peneliti
memasukkan pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai variabel
moderasi yang diduga ikut memperkuat atau memperlemah pengaruh tersebut.
Nilai perusahaan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai nilai pasar, seperti
halnya penelitian yang pernah dilakukan oleh Nurlela dan Islahuddin (2008), karena nilai
perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara maksimum apabila
harga saham perusahaan meningkat. Semakin tinggi harga saham, maka makin tinggi
kemakmuran pemegang saham. Untuk mencapai nilai perusahaan umumnya para pemodal
menyerahkan pengelolaannya kepada para professional. Para professional diposisikan
sebagai manajer ataupun komisaris (Nurlela dan Islahuddin, 2008).

40

Pengaruh Kinerja Sosial dan Kinerja Keuangan Perusahaan dengan Pengungkapan Corporate Social
Responsibility (CSR) Sebagai Variabel Intervening Terhadap Nilai Perusahaan

Samuel (2000) (dalam Nurlela dan Islahuddin, 2008) menjelaskan bahwa enterprise
value (EV) atau dikenal juga sebagai firm value (nilai perusahaan) merupakan konsep
penting bagi investor, karena merupakan indikator bagi pasar menilai perusahaan secara
keseluruhan. Sedangkan Wahyudi (2005) (dalam Nurlela dan Islahuddin, 2008) menyebutkan
bahwa nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli andai
perusahaan tersebut dijual.
Dalam penilaian perusahaan terkandung unsur proyeksi, asuransi, perkiraan, dan
judgement. Ada beberapa konsep dasar penilaian yaitu, nilai ditentukan untuk suatu waktu
atau periode tertentu; nilai harus ditentukan pada harga yang wajar; penilaian tidak
dipengaruhi oleh kelompok pembeli tertentu. Secara umum banyak metode dan teknik
yang telah dikembangkan dalam penilaian perusahaan, di antaranya adalah: (i) pendekatan
laba antara lain metode rasio tingkat laba atau price earning ratio, metode kapitalisasi
proyeksi laba; (ii) pendekatan arus kas antara lain metode diskonto arus kas; (iii) pendekatan
dividen antara lain metode pertumbuhan dividen; (iv) pendekatan aktiva antara lain metode
penilaian aktiva; (v) pendekatan harga saham; (vi) pendekatan economic value added
(Suharli, 2006).
Pada dasarnya tujuan manajemen keuangan adalah memaksimumkan nilai
perusahaan. Akan tetapi di balik tujuan tersebut masih terdapat konflik antara pemilik
perusahaan dengan penyedia dana sebagai kreditur. Jika perusahaan berjalan lancar, maka
nilai saham perusahaan akan meningkat, sedangkan nilai hutang perusahaan dalam bentuk
obligasi tidak terpengaruh sama sekali. Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai dari saham
kepemilikan bisa merupakan indeks yang tepat untuk mengukur tingkat efektifitas
perusahaan. Berdasarkan alasan itulah, maka tujuan manajemen keuangan dinyatakan
dalam bentuk maksimalisasi nilai saham kepemilikan perusahaan, atau memaksimalisasikan
harga saham. Tujuan memaksimumkan harga saham tidak berarti bahwa para manajer harus
berupaya mencari kenaikan nilai saham dengan mengorbankan para pemegang obligasi.
Nilai perusahaan dapat dilihat melalui nilai pasar atau nilai buku perusahaan dari
ekuitasnya. Dalam neraca keuangan, ekuitas menggambarkan total modal perusahaan.
Selain itu, nilai pasar bisa menjadi ukuran nilai perusahaan. Penilaian terhadap perusahaan
tidak hanya mengacu pada nilai nominal. Kondisi perusahaan mengalami banyak perubahan
setiap waktu secara signifikan. Sebelum krisis nilai perusahaan dan nominalnya cukup
tinggi. Tapi setelah krisis kondisi perusahaan merosot sementara nilai nominalnya tetap
(Wild, Subramanyam dan Halsey, 2008:223).

41

Media Riset Akuntansi, Auditing & Informasi, Vol.12 No.3, Desember 2012

Suatu perusahaan dikatakan mempunyai nilai yang baik jika kinerja perusahaan
juga baik. Nilai perusahaan dapat tercermin dari harga sahamnya. Jika nilai sahamnya
tinggi bisa dikatakan nilai perusahaannya juga baik. Karena tujuan utama perusahaan
adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau para
pemegang saham (Yuniasih dan Wirakusuma, Unpublished).
Anggaraini (2006) menemukan bahwa prosentase kepemilikan manajemen (MAN)
dan tipe industri (IND) berpengaruh signifikan terhadap kebijakan perusahaan dalam
mengungkapkan informasi sosial. Artinya semakin besar kepemilikan manajer di dalam
perusahaan, manajer perusahaan akan semakin banyak mengungkapkan informasi sosial.
Maka hipotesis yang dibuat adalah sebagai berikut:
H01
Ha1

: Diduga tidak terdapat pengaruh kinerja sosial dengan pengungkapan informasi
corporate social responsibility (CSR).
: Diduga terdapat pengaruh kinerja sosial dengan pengungkapan informasi corporate
social responsibility (CSR).

Penelitian ilmiah terhadap hubungan profitabilitas dan pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan memperlihatkan hasil yang sangat beragam. Akan tetapi Donovan
dan Gibson (2000) (dikutip dalam Sembiring, 2005) menyatakan bahwa berdasarkan teori
legitimasi, salah satu argumen dalam hubungan antara profitabilitas dan tingkat
pengungkapan tanggung jawab sosial adalah bahwa ketika perusahaan memiliki tingkat
laba yang tinggi, perusahaan (manajemen) menganggap tidak perlu melaporkan hal-hal
yang dapat mengganggu informasi tentang sukses keuangan perusahaan. Sebaliknya,
pada saat tingkat profitabilitas rendah, mereka berharap para pengguna laporan akan
membaca “good news” kinerja perusahaan, Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
profitabilitas mempunyai hubungan yang negatif terhadap tingkat pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan. Sehingga hipotesis yang dibuat adalah sebagai berikut:
H02
Ha2

42

: Diduga tidak terdapat pengaruh kinerja keuangan dengan pengungkapan informasi
corporate social responsibility (CSR).
: Diduga terdapat pengaruh kinerja keuangan dengan pengungkapan informasi
corporate social responsibility (CSR).

Pengaruh Kinerja Sosial dan Kinerja Keuangan Perusahaan dengan Pengungkapan Corporate Social
Responsibility (CSR) Sebagai Variabel Intervening Terhadap Nilai Perusahaan

Penelitian Yuniasih dan Wirakusuma (Unpublished) menemukan ROA (Return
on Asset) sebagai proxy pengukuran kinerja keuangan memiliki pengaruh positif terhadap
nilai perusahaan, pengungkapan CSR dapat memoderasi hubungan dari ROA dan nilai
perusahaan. Sedangkan Nurlela dan Islahuddin (2008) menemukan bahwa pengungkapan
Corporate Social Responsibility (CSR) tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai
perusahaan. Sehingga hipotesis yang dibuat adalah sebagai berikut:
H03

Ha3

: Diduga tidak terdapat pengaruh kinerja sosial dan kinerja keuangan dengan
pengungkapan informasi corporate social responsibility (CSR) terhadap nilai
perusahaan.
: Diduga terdapat pengaruh kinerja sosial dan kinerja keuangan dengan
pengungkapan informasi corporate social responsibility (CSR) terhadap nilai
perusahaan.
Kinerja
Sosia l
Inform asi
Peng ungk apa
n

Nila i
Peru sah aan

K inerja
Ke uang an

Sumber: penulis (2011)

Gambar 1. Kerangka Pikir

METODE PENELITIAN
Deskripsi Data
Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif berkala
tahun 2005-2009, yang diperoleh dari Indonesian Capital Market Direktory dan datadata dari annual report yang diperoleh dari www.idx.co.id. Populasi yang digunakan
sebanyak 312 perusahaan Metode analisis yang digunakan Structural Equation Modelling
(SEM). Dengan model persamaan sebagai berikut:

43

Media Riset Akuntansi, Auditing & Informasi, Vol.12 No.3, Desember 2012

.................(1)
Z  1 X 1   2 X 2   1
Y   1 X 1   2 X 2   3 Z   2 .................(2)
Dimana:
Y
Z
X1
X2
1, 2, 3
1 dan 2

=
=
=
=
=
=

nilai perusahaan
Pengungkapan Informasi Corporate Social Responsibility (CSR)
Kinerja Sosial Perusahaan
Kinerja Keuangan Perusahaan
Koefisien variabel exogen dan endogen
error atau nilai residual regression

Tabel 1. Definisi Operasional Variabel
V ariabel
Kinerja Sosial
(Independent Variable)
Kinerja Keuangan
(Independent Variable)
Pengungkapan CSR
(Variable Intervening)
Nilai Perusahaan
(Dependent Variable)
Pengukuran
Jumlah item yang diungkapkan berkaitan dengan Kinerja
Lin gkungan dalam Laporan Keuangan diberikan nilai 1
jika diungkapkan, dan diberi nilai 0 jika tidak
diungkapkan.
Jumlah item yang diungkapkan berkaitan dengan Kinerja
Lin gkungan dalam Laporan Keuangan diberikan nilai 1
jika diungkapkan, dan diberi nilai 0 jika tidak
diungkapkan.
Perbandingan antara laba bersih setelah pajak dengan
total aktiva.
Perbandingan antara jumlah yang diungkapkan dalam
laporan keuangan dengan jumlah item pengungkapan
CSR.
Jumlah laba ditahan per lembar saham.

Sumber: penulis (2011)

44

Indikator
Kinerja Lingkungan
Produk
Return on Asset (RO A)
Corporate Social
Responsibility Index
(CSRI)
Earning Per Share (EPS)
Skala
Ordinal

Sumber Data
Sekunder

Ordinal

Sekunder

Rasio

Sekunder

Rasio

Sekunder

N ominal

Sekunder

Pengaruh Kinerja Sosial dan Kinerja Keuangan Perusahaan dengan Pengungkapan Corporate Social
Responsibility (CSR) Sebagai Variabel Intervening Terhadap Nilai Perusahaan

ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Deskriptif Statistik
Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua perusahaan yang
terdaftar dan memiliki data laporan keuangan yang lengkap di Bursa Efek Indonesia (BEI)
dari tahun 2005-2009 sebanyak 312 perusahaan. Pada periode tersebut terdapat perusahaan
yang delisting sebanyak 20 perusahaan sehingga menjadi 292 perusahaan. Dari 292
perusahaan terdapat permasalahan outlier (lihat lampiran 1) sehingga sampel yang
digunakan hanya tinggal sebanyak 84 perusahaan atau 420 jumlah observasi. Berikut ini
merupakan hasil analisa deskriptif statistik, adapun tujuan dari analisis ini adalah untuk
memberikan gambaran mengenai kinerja sosial (kinerja lingkungan dan produk), kinerja
keuangan, pengungkapan CSR, dan nilai perusahaan.
Tabel 2. Deskriptif Statistik
Variable
Nilai Perusahaan

N
420

Minimun
-61,26

Maximum
111,68

Mean
17,0807

Standard Deviasi
25,61019

Kinerja Lingkungan

420

1

4

1,7429

0,90111

Produk

420

1

4

2,2738

0,97647

Kinerja Keuangan

420

-6,89

12,67

2,3864

3,21202

Pengungkapan CSR

420

0,103

0,474

0,1940

0,11262

Sumber: data diolah, Amos 6.0
Berdasarkan tabel 2 di atas diketahui dari 420 jumlah observasi diketahui bahwa
variabel nilai perusahaan memiliki nilai minimum sebesar -61,26 dan nilai maksimum sebesar
111,68; sedangkan nilai rata-rata (mean) yang diperoleh dari 420 jumlah observasi sebesar
17,0807 artinya nilai perusahaan yang diukur dengan EPS memiliki rata-rata sebesar 17,0807,
dengan nilai standar deviasi sebesar 25,61019 artinya jika nilai standar deviasi menjauhi
angka 1 (satu) maka data tidak bervariasi, dan sebaliknya jika nilai standar deviasi mendekati
angka 1 (satu) maka data bervariasi. Variabel kinerja lingkungan memiliki nilai minimum
sebesar 1 dan nilai maksimum sebesar 4, sedangkan nilai rata-rata (mean) yang diperoleh
dari 420 jumlah observasi sebesar 1,7429 artinya perusahaan mencantumkan pengungkapan

45

Media Riset Akuntansi, Auditing & Informasi, Vol.12 No.3, Desember 2012

kinerja sosial untuk item kinerja lingkungan sebanyak 2 (dua), dengan nilai standar deviasi
sebesar 0,90111. Variabel produk memiliki nilai minimum sebesar 1 dan nilai maksimum
sebesar 4, sedangkan nilai rata-rata (mean) yang diperoleh dari 420 jumlah observasi
sebesar 2,2738 artinya rata-rata perusahaan mencantumkan pengungkapan kinerja sosial
untuk item produk sebanyak 2 (dua), dengan nilai standar deviasi sebesar 0,97647. Variabel
kinerja keuangan memiliki nilai minimum sebesar -6,89 dan nilai maksimum sebesar 12,67,
sedangkan nilai rata-rata (mean) yang diperoleh dari 420 jumlah observasi sebesar 2,3864
artinya rata-rata kinerja perusahaan yang diukur dengan ROA sebesar 2%, dengan nilai
standar deviasi sebesar 3,21202. Variabel pengungkapan CSR yang diukur dengan
Corporate Social Responsibility Index (CSRI) memiliki nilai minimum sebesar 0,103 dan
nilai maksimum sebesar 0,474, sedangkan nilai rata-rata (mean) yang diperoleh dari 420
jumlah observasi sebesar 0,1940 artinya rata-rata nilai CSRI sebesar 19,40%, dengan nilai
standar deviasi sebesar 0,11262.
Sebelum menganalisa hipotesa yang diajukan, terlebih dahulu dilakukan pengujian
kesesuaian model (goodness-of-fit model). Pengujian kesesuaian model (goodness-of-fit
model) dilakukan dengan melihat beberapa kriteria pengukuran, yaitu:
(1) absolute fit measure yaitu mengukur model fit secara keseluruhan (baik model
struktural maupun model pengukuran secara bersamaan). Kriterianya dengan melihat
nilai chi-square, probability, goodness-of-fit Index (GFI), dan root mean square
error of approximation (RMSEA);
(2) incremental fit measures yaitu ukuran untuk membandingkan model yang diajukan
(proposed model) dengan model lain yang dispesifikasi oleh peneliti. Kriterianya
dengan melihat : normed fit index (NFI), turker-lewis index (TLI), adjusted goodnessof-fit index (AGFI ), comparative fit index (CFI), dan
(3) parsimonious fit measures yaitu melakukan adjustment terhadap pengukuran fit untuk
dapat diperbandingkan antar model dengan jumlah koefisien yang berbeda. Kriterianya
dengan melihat nilai normed chi-square (CMIN/DF).

Model persamaan structural digambarkan sebagai berikut:

46

Pengaruh Kinerja Sosial dan Kinerja Keuangan Perusahaan dengan Pengungkapan Corporate Social
Responsibility (CSR) Sebagai Variabel Intervening Terhadap Nilai Perusahaan

Kinerja
Lingkungan
.54

-.02

.52
Produk

.01

.52

.02

.54

.84
Pengungkapan
CSR

e1

-.06

e2
.20

Nilai
Perusahaan

.71

Kinerja
Keuangan

Sumber : data diolah, Amos 6.0

Gambar 2. Model Penelitian Path Analysis

Chi-square=2.712
DF=1
Probability=.100
CMIN/DF=2.712
GFI=.997
AGFI=.961
TLI=.986
NFI=.998
CFI=.999
RMSEA=.064

Tabel 4.9.
Hasil Pengukuran Tingkat Kesesuaian (goodness-of-fit model)
Pengukuran
Goodness-of-fit
Chi-square
p-value
GFI
RMSEA
AGFI
CFI
NFI
TLI
Normed chi-square

Batas Penerimaan
Yang Disarankan
chi-square rendah
χ2 tabel DF 1 = 3,8414
minimal 0,05 atau diatas 0,05
> 0,90 atau mendekati 1
dibawah 0,080 atau 0,050
> 0,90 atau mendekati 1
> 0,90 atau mendekati 1
> 0,90 atau mendekati 1
> 0,90 atau mendekati 1
batas bawah : 1 batas atas : 2, 3, atau 5

Nilai

Indikasi

2,712

Model baik

0,100
0,997
0,064
0,961
0,999
0,998
0,986
2,712

Model baik
Model baik
Model baik
Model baik
Model baik
Model baik
Model baik
Model baik

Sumber: data diolah dengan Amos 6.0

47

Media Riset Akuntansi, Auditing & Informasi, Vol.12 No.3, Desember 2012

Berdasarkan tabel 4.9. di atas dapat diketahui bahwa secara keseluruhan
perhitungan tingkat kesesuaian model menunjukkan hasil yang sangat baik, nilai RMSEA
yang lebih kecil atau dibawah 0,080 atau 0,064 < 0,080. Syarat utamanya dengan melihat
nilai chi-square yang terpenuhi, Hal ini dapat dilihat dari nilai chi-square 2,712 lebih kecil
dibandingkan dengan chi-square pembanding 3,8414, Disamping itu nilai p-value 0,100
lebih besar dari 0,05 (non-significant) dan kriteria absolute fit measures yang lain dapat
dilihat dari nilai GFI yang lebih besar dari 0,90 atau GFI sebesar 0,997.
Adapun kriteria berdasarkan incremental fit measures dapat ditinjau dari nilai
NFI sebesar 0,998; TLI sebesar 0,986; AGFI sebesar 0,961; dan CFI sebesar 0,999. Sementara
itu kriteria berdasarkan parsimonious fit measures yaitu nilai dari normed chi-square
sebesar 2,712 (2 sebesar 2,712 dibagi DF sebesar 1) memenuhi ketentuan yang
direkomendasikan yaitu batas bawah 1 atau batas atas 5. Dengan demikian secara
keseluruhan model persamaan structural yang digunakan dapat diterima.
Pembahasan
Pengujian Hipotesa
Pengujian terhadap hipotesa dilakukan dengan menggunakan metode Structural
Equation Modeling (SEM) dengan bantuan software Amos version 6.0. Metode ini dipilih
karena terdapat variabel dependen (endogenous) yang menjadi variabel independen
(exogenous) untuk variabel yang lainnya.
Dasar pengambilan keputusan uji hipotesa adalah dengan mem

Dokumen yang terkait

Pengaruh Corporate Social Responsibility Disclosure Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Kebijakan Struktur Modal Sebagai Variabel Pemoderasi Pada Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 38 84

Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Pengungkapan Corporate Social Responsibility Sebagai Variabel Pemoderasi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

3 44 63

Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan dengan Profitabilitas sebagai Variabel Moderasi Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

4 68 88

Pengaruh Corporate Social Responsibility Disclosure Terhadap Nilai Perusahaan dengan Kebijakan Struktur Modal Sebagai Variabel Pemoderasi pada Perusahaan Properti yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

1 42 103

PENGARUH KINERJA KEUANGAN DAN PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) TERHADAP NILAI PERUSAHAAN

2 39 44

PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY(CSR) SEBAGAI VARIABEL MODERASI.

0 4 14

PENDAHULUAN PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY(CSR) SEBAGAI VARIABEL MODERASI.

0 2 10

TINJAUAN TEORI PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY(CSR) SEBAGAI VARIABEL MODERASI.

1 5 18

PENUTUP PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY(CSR) SEBAGAI VARIABEL MODERASI.

0 3 37

PENGARUH PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN KINERJA KEUANGAN SEBAGAI VARIABEL MODERATING.

0 1 10