1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perseroan Terbatas merupakan wadah untuk melakukan kegiatan usaha yang membatasi tanggung jawab pemilik modal yaitu sebesar jumlah saham
yang dimiliki, sehingga bentuk usaha seperti ini banyak diminati terutama bagi perusahaan dengan jumlah modal yang besar, kemudahan untuk menarik dana
dari masyarakat dengan jalan penjualan saham merupakan satu alasan untuk mendirikan suatu badan usaha berbentuk perseroan terbatas.
Didalam kegiatan usaha baik dalam Perseroan Terbatas Tertutup PT Tertutup maupun dalam Perseroan Terbatas Terbuka PT Tbk, tidak menutup
kemungkinan terjadinya konflik yang menimbulkan masalah seperti masalah saham, pengurusan dan kebijaksanaan perseroan antara Pemegang Saham
Mayoritas dan Pemegang Saham Minoritas, baik pada saat perseroan memperoleh keuntungan maupun menderita kerugian.
Masalah perlindungan hukum terhadap Pemegang Saham Minoritas dalam perseroan terbatas adalah tidak terdapatnya keseimbangan antara Pemegang
Saham Mayoritas dengan Pemegang Saham Minoritas sehingga Pemegang Saham Minoritas sering dirugikan kepentingannya. Masalah
ini meliputi peranan, tugas, wewenang, tanggung jawab, hak dan kewajiban para pengurus
dan pemegang saham yang menjurus pada penyisihan terhadap Pemegang Saham Minoritas.
Perlindungan hukum terhadap Pemegang Saham Minoritas dalam suatu perseroan menjadi sangat penting, maka dari itu perseroan yang dipimpin oleh
Direksi dan Komisaris harus menjunjung tinggi etika bisnis dan menjadikannya sebagai budaya perusahaan yang pada akhirnya menjadi budaya hukum dalam
perseroan. Dengan demikian kemungkinan timbulnya pertentangan antara Pemegang Saham Mayoritas dengan Pemegang Saham Minoritas dapat
dihindari. Dengan memperhatikan fakta yang ada, maka perlu adanya upaya perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas dikaitkan dengan hak-
hak pemegang saham.
Pedoman tentang komisaris independen yang disusun oleh KNKCG Task force Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance, menegaskan bahwa
yang dimaksud dengan komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan direksi, anggota dewan komisaris dan pemegang
saham pengendali serta bebas dari hubungan bisnis ataupun hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuan untuk bertindak independen atau
bertindak untuk kepentingan perusahaan.
Komisaris independen dapat juga dipahami sebagai komisaris yang bukan merupakan
anggota manajemen,
pemegang saham
mayoritas ataupun
seseorang yang berhubungan secara langsung ataupun tidak langsung dengan pemegang
saham mayoritas
dari suatu
perusahaan yang
mengawasi
pengelolaan perusahaan. Hal ini sesuai dengan ketentun Pasal 120 ayat 2 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas UUPT
yang menegaskan
bahwa komisaris
independen diangkat
berdasarkan keputusan RUPS dari pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham
utama, anggota direksi dan atau anggota dewan komisaris lainnya. Hal ini menunjukkan
bahwa komisaris
independen dapat
berperan sebagai
penyeimbang dalam pengawasan perusahaan, terutama perusahaan publik.
1
Komisaris independen dalam kompetensi dan integritasnya masih lemah, hal ini dikarenakan pengangkatan komisaris independen sebagian hanya
didasarkan atas rasa penghargaan semata, ataupun kenalan dekat. Padahal kompetensi, integritas, kapabilitas, serta independensi komisaris independen
adalah hal yang sangat fundamental sifatnya agar tercapai Good Corporte Governance. Eksistensi komisaris independen di perusahaan publik termasuk
perbankan seharusnya tidak hanya sekedar pajangan dan pelengkap saja tetapi diharapkan sebagai wujud implementasi Good Corporate Governance.
2
Keberadaan komisaris independen dalam perseroan terbatas saat ini sudah menjadi keharusan, UUPT mewajibkan perseroan untuk mempunyai sekurang
kurangnya satu orang komisaris independen, yang berasal dari luar perusahaan serta tidak mempunyai hubungan bisnis dengan perusahaan atau afiliasinya
dari komisaris utusan. Kehadiran komisaris independen dalam perseroan terbatas diharapkan dapat menciptakan keseimbangan di antara berbagai
1
Antonius fidy setiady,skripsi : peranan komisaris independen dalam implementasi Good Corporate Governance,Yogyakarta,2009, hlm 8.
2
Ibid.,,hlm.10
kepentingan pihak, seperti pemegang saham utama, direksi, komisaris, manajemen, karyawan, maupun pemegang saham publik.
3
. Dalam sistem hukum Indonesia, perusahaan yang wajib memasang komisaris independen
adalah perusahaan terbuka berdasarkan ketentuan yang berlaku di pasar modal.
Keberadaan komisaris independen dimaksudkan untuk menciptakan iklim yang lebih objektif dan independen, dan juga untuk menjaga fairness serta
mampu memberikan keseimbangan antara kepentingan pemegang saham mayoritas dan perlindungan terhadap kepentingan pemegang saham minoritas
4
, komisaris
independen mempunyai
peran yang
penting dalam
usaha melaksanakan GCG dalam suatu perseroan, komisaris independen diharapkan
dapat menghilangkan praktik-praktik yang kurang baik atau tidak jujur fair , baik terhadap pemegang saham mayoritas maupun terhadap pemegang saham
minoritas
5
, menurut Pasal 104 2 UU Perseroan Terbatas, manakala pemegang saham minoritas merasa tidak berkenan dengan adanya Merger, konsolidasi,
dan atau akuisisi, maka merupakan hak dari pemegang saham minoritas untuk menjual sahamnya dengan harga yang wajar.
Sebagaimana diketahui dalam setiap pengambilan keputusan dalam perseroan berlaku asas pemungutan suara voting dalam hubungan ini maka
akan menjadi sangat lebih kedudukan seorang pemegang saham yang prosentase dari saham yang dimilikinya lebih kecil dari pemegang saham
3
Ridwan khairandy,perseroan terbatas,doktrin peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi,Yogyakarta,total media Yogyakarta,2008,hlm 252
4
Ibid., hlm. 58
5
Ibid,hlm 59
lainnya. Dalam hubungan inilah memang diperlukan adanya mekanisme yang melindungi kepentingan pemegang saham minoritas yang bisa tertindas itu.
Terlebih-lebih manakala jika kita melihat praktek go-publik PT-PT yang ada di Indonesia, rata-rata atas saham yang listing dan dijual memasuki bursa tersebut
keseluruhannya tidak lebih dari 30 tiga puluh persen dari seluruh saham yang ditempatkan, 70 Tujuh puluh persen dari saham yang ada masi tetap
dikuasai dan dipegang oleh para pendiri atau yang dinamakan “pemegang saham utama” pada hal para pemegang saham minoritas sebesar dua puluh
persen 20 tersebut tersebar luas di antara publik.
6
Lembaga Komisaris Independen dalam praktik perseroan di Indonesia, merupakan salah satu peristiwa yang membuktikan doktrin hukum yang
menegaskan bahwa perkembangan atau kebutuhan masyarakat lebih pesat dan umumnya tidak dapat diantisipasi oleh peraturan hukum.
Eksistensi dari lembaga ini telah di atur dalam UU No 40 tahun 2007 Pasal 120, Komisaris Independen lebih banyak ditentukan oleh peraturan yang
tumbuh dan berkembang dalam praktik hukum. Salah satu konsekuensi yang dapat
menjadi perdebatan
adalah menyangkut
perlindungan terhadap
Komisaris Independen dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Hal ini terutama mengingat Pasal 98 ayat 2 UUPT, di mana 110 satu persepuluh
pemegang saham dapat menuntut seorang Komisaris ke Pengadilan, padahal
6
Ibid.
yang dihadapi Komisaris Independen adalah pemegang saham mayoritas pengendali yang mempunyai saham lebih dari 10 sepuluh persen
7
Diharapkan dengan adanya komisaris independen ini tidak hanya sebagai pajangan, sebab dalam diri komisaris melekat tanggung jawab yuridis.
Komisaris dalam organisasi perusahan sangat penting. Kemampuan dan pemahaman komisaris independen terhadap bidang usaha emiten akan sangat
mempengaruhi persetujuan dan keputusan yang dibuat, sesuai dengan tanggung jawab hukum emiten kepada pemegang saham.
B. Rumusan Masalah