HASIL DAN PEMBAHASAN Metafora Dalam Syair Perahu Karya Hamzah Fansurikajian Semantik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Bentuk dan Makna Metafora dalam Syair Perahu 4.1.1. Bentuk dan Makna Metafora Bercitra Antropomorfik. Metafora Antropomorfik merupakan satu gejala semesta. Gaya bahasa ini ingin menbandingkan kemiripan pengalaman dengan apa yang terdapat pada dirinya atau tubuh mereka sendiri. Dalam Syair Perahu metafora yang bercitra antropomorfik tidak merupakan aspek-aspek yang dipadankan dengan tubuh sendiri dari penyairnya melainkan merupakan perbandingan ke arah kemiripan pengalaman. Pada Syair Perahu tubuh manusia diibaratkan sebagai perahu yang berlayar di lautan dunia. Adapun contoh yang terdapat dalam Syair Perahu terdapat pada bait-bait berikut ini. Inilah gerangan suatu madah, Mengarangkan syair terlalu indah, Membetuli jalan tempat berpindah, Disanalah i’tikat diperbetuli sudah Syair Perahu: bait 1 Pada contoh bait ke-1 dari Syair Perahu di atas, penyair ingin menyampaikan bahwa syair yang dibuatnya merupakan sebuah madah atau syair yang bercerita tentang bagaimana seseorang harus selalu meningkatkan i’tikat ‘iman’ kepada Allah Swt., Tuhan Yang Maha Esa. Syair ini menggambarkan kehidupan manusia yang diibaratkan sebagai perahu yang berlayar di tengah lautan. Pada bait-1 ini memiliki makna bahwa seseorang harus mempersiapkan dirinya dalam Universitas Sumatera Utara mengarungi kehidupan dengan iman yang kuat sehingga dapat menahan godaan yang datangnya dari dunia dengan segala isinya. Wahai muda, kenali dirimu, Ialah perahu tamsil tubuhmu, Tiadalah berapa lama hidupmu, Ke akhirat jua kekal diammu. SP: bait 2 Pengibaratan atau tamsil dari pengalaman hidup ini digambarkan dengan perahu. Dalam hal ini, bait kedua ini bermakna menasihati bahwa kehidupan ini hanya bersifat sementara saja dan semua manusia suatu saat akan menuju ke alam yang bersifat kekal. Seorang manusia yang hidup di dunia ini bagaikan sebuah perahu yang sedang berlayar di tengah lautan yang sangat luas. Pelayaran ini tentunya akan menuju ke sebuah tempat yaitu alam akhirat. Hai muda arif-budiman, Hasilkan kemudi dengan pedoman, Alat perahumu jua kerjakan, Itulah jalan membetuli insan. SP: bait 3 Pada bait ketiga dari SP ini merupakan kelanjutan dari bait kedua yang bermakna bahwa hidup ini harus berlandaskan pedoman yang sudah ada. Pedoman- pedoman itu dijadikan panduan dalam kehidupan sehingga masyarakat dapat hidup bersatu dan hidup dalam kelompok masyarakat yang damai. Perteguh jua alat perahumu, Hasilkan bekal air dan kayu, Dayung pengayuh taruh disitu, Supaya laju perahumu itu. SP: bait 4 Berdasarkan contoh bait ke-4, bait tersebut memiliki bentuk metafora bercitrakan antropomorfik, ini dapat dilihat bahwa penyair membandingkan dirinya Universitas Sumatera Utara dengan keadaan dari alam semeta yaitu air dan kayu, terutama bila kita hendak berlayar menuju suatu tempat. Pada bait ke-4, kata air dan kayu merupakan perbandingan dari satu gejala semesta, bermaknamanusia wajib membekali dirinya dengan berbagai keperluan atau kebutuhan nantinya di tempat yang akan dituju dan hendak menjadi orang yang masuk surga maka dia harus mempersiapkan dirinya yang diibaratkan oleh penyairnya sebagai air dan kayu yang merupakan pernyataan dari iman dan takwa. Sudahlah hasil kayu dan ayar Angkatlah pula sauh dan layar, Pada beras bekal jantanlah taksir, Niscaya sempurna jalan yang kabir SP: bait 5 Pada bait ke-5, digambarkan betapa pentingnya perbekalan selama dalam pelayaran di lautan yang luas. Ini bermakna bahwa manusia wajib membekali dirinya dengan berbagai keperluan atau kebutuhan di tempat yang akan dituju. Adapun bekal yang dimaksudkan di sini adalah seluruh amal perbuatan yang baik yang pada akhirnya membuat manusia menjadi taqwa. Perteguh jua alat perahumu, Muaranya sempit tempatmu lalu, Banyaklah disana ikan dan hiu, Menanti perahumu lalu dari situ. SP: bait 6 Pada contoh bait ke-6,bait tersebut memiliki bentuk metafora bercitrakan antropomorfik, dapat di lihat dari penyair yang membandingkan diri manusia dengan perahu yang akan melalui jalan yang sempit, yang diwakili dengan kata muaranya sempit. Bermakna manusia akan selalu menjumpai kehidupan yang sangat sulit bila hendak menjadi manusia yang baik. Kehidupan yang penuh dengan bahaya dan Universitas Sumatera Utara godaan sehingga menyulitkan manusia itu sendiri bila hendak menjadi orang beramal saleh. Ketahui olehmu hai anak dagang, Riaknya rencam ombaknya karang, Ikanpun banyak datang menyarang, Hendak membawa ketengah sawang. SP: bait 8 Dalam contoh bait ke-8, bait tersebut memiliki bentuk metafora bercitrakan antropomorfik, metafora yang digunakan oleh penyair adalah membandingkan keras dan kacaunya kehidupan manusia dengan kata-kata riaknya rencam ombaknya karang. Bermakna bahwa gelombang kehidupan manusia itu sangat rencam ‘kacau’ yang ombaknya setajam karang, sehingga bila tidak hati-hati dalam memilih jalan maka akan banyak ancaman atau halangan bagi manusia untuk mencapai tujuan hidupnya. Muaranya itu terlalu sempit, Dimanakan lalu sampan dan rakit, Jikalau ada pedoman dikapit, Sempurnalah jalan terlalu ba’id. Syair Perahu: bait 9 Pada contoh dari bait ke-9 di atas, penyair ingin menyampaikan bahwa dalam mengarungi hidup ini, yang dimetaforakan penyair dengan kata sampan dan rakit, haruslah mempunyai pedoman agar jalan yang sulit, yang digambarkan penyair dengan kata: muaranya itu terlalu sempit, dapat dilalui karena perjalanan hidup manusia itu sangatlah baid ‘jauh’ untuk menuju kehidupan yang abadi. Ini bermakna bahwa bila kita telah mempersiapkan bekal dalam diri kita berupa iman dan takwa maka segala sesuatu yang menjadi halangan dalam perjalanan kita akan mudah Universitas Sumatera Utara dilalui karena dalam diri kita sudah kita persiapkan untuk menghadapi segala kesulitan tersebut. Barang siapa bergantung disitu, Teduhlah selebu yang rencam itu, Pedoman betuli perahumu laju, Selamat engkau ke pulau itu. SP: bait 12 Pada contoh baik ke-12,bait tersebut memiliki bentuk metafora bercitrakan antropomorfik, metafora yang digunakan terdapat pada kata teduhlah selebuh. Selebuh yang berarti samudera. Bermakna bahwa manusia haruslah berpegang teguh pada ajaran agama, pada tali yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. Bila tidak maka kita akan terombang-ambing dalam pusaran samudera kehidupan dunia dan tidak akan sampai pada tujuan yang hendak kita capai yaitu surga. Laut Silan terlalu dalam, Disanalah perahu rusak dan karam, Sungguhpun banyak disana menyelam, Larang mendapat permata nilam 12 . Syair Perahu: bait 14 Pada contoh dari bait ke-14 di atas, penyair menggambarkan bahwa kehidupan yang dimetaforakan dengan laut Silan, adalah tempat yang sangat berbahaya karena sudah banyak manusia yang tenggelam dalam kehidupan duniawi, disanalah perahu rusak dan karam, karena tidak dapat menahan nafsunya. Sudah banyak manusia yang tenggelam dalam kehidupan duniawi, sungguhpun disana banyak menyelam, tetapi tidak ada satu pun yang mendapat manfaat, larang mendapat permata nilam. Bait ini menasihati kita untuk dapat menahan diri terhadap nafsu duniawi. Ini bermakna bahwa manusia harus dapat mengontrol dirinya dari segala keinginan karena bila menuruti keinginan maka akan membuat diri kita Universitas Sumatera Utara tenggelam dalam dosa dan tentu saja tidak ada manfaatnya sama sekali dalam hidup ini. Ingati sungguh siang dan malam, Lautnya deras bertambah dalam, Anginpun keras, ombaknya rencam, Ingati perahu jangan tenggelam. Syair Perahu: bait 19 Pada bait ke-19 dari Syair Perahu di atas, penyair menyampaikan pesan bahwa agar manusia selalu menjaga keimanan dan ketakwaannya, baik itu siang maupun malam. Semakin tinggi iman dan takwa kita maka akan semakin kuat pula datangnya godaan, yang digambarkan dengan kata: anginpun keras, ombaknya rencam. Oleh karena itu, penyair mengingatkan agar manusia tetap mawas diri agar jangan tenggelam dalam kehidupan duniawi.Ini bermakna bahwa sekali lagi penyair ingin menasihati secara tegas bahwa manusia harus menyiapkan dirinya dengan iman dan takwa karena kehidupan dunia itu sangat keras dan penuh godaan. ”Taharat dan istinja” nama lantainya, ”kufur dan masiat” air ruangnya, Tawakkul akan Allah jurubatunya, Tauhid itu akan sauhnya. Syair Perahu: bait 23 Pada contoh dari bait ke-23 di atas, memiliki topik tentang ilmu tauhid. Dalam hal ini, penyair menyampaikan bahwa setiap orang harus menjaga kebersihan dirinya yakni menjaga taharat dan istinja, karena bila manusia tidak menjaga kebersihan dirinya maka manusia itu akan menjadi kufur dan maksiat. Kenapa maksiat? Karena tidak pernah melakukan mandi junub setelah “berhubungan” walaupun suami istri. Oleh sebab itu, setiap umat Islam haruslah mempelajari ilmu Universitas Sumatera Utara tauhid untuk kesempurnaan ibadahnya. Ini bermakna sindiran bahwa manusia walaupun sudah memiliki iman maka harus tetap menjaga kebersihan dirinya. Kebersihan adalah kewajiban yang harus ditunaikan apalagi bila hendak melakukan ibadah kepada Allah Swt. Kebersihan adalah sebagian dari iman. Tuntuti ilmu jangan kepalang, Didalam kubur terbaring seorang, Munkar wa Nakir kesana datang, Menanyakan jikalau ada engkau sembahyang. Syair Perahu: bait 30 Pada contoh di atas, topik yang dibahas adalah tentang shalat atau sembahyang. Shalat haruslah ditegakkan setiap saat. Bila salah dalam bershalat maka sama saja seseorang melakukan pekerjaan yang sia-sia. Oleh karena itu, penyair menyampaikan tuntutui ilmu jangan kepalang agar semua ibadahnya diterima oleh Allah Swt. Apalagi ketika seseorang meninggal dunia, maka malaikat Munkar dan Nakir akan menanyakan apakah kita selama hidup di dunia melakukan shalat atau tidak. Bila tidak maka siksa kubur pasti akan kita alami. Ini bermakna bahwa umat Islam haruslah menjalankan ibadah shalat karena shalat adalah tiang penyangga utama keimanan dan ketakwaan seseorang karena itulah pertanyaan pertama ketika seseorang meninggal dunia.

4.1.2. Bentuk dan Makan Metafora Bercitra Hewan

Metafora hewani pun menjadi kebiasaan para pemakai bahasa untuk menggambarkan suatu kondisi atau kenyataan di alam pengalaman pemakaian bahasa. Metafora dengan unsur binatang cenderung dipadankan dengan tanaman, Universitas Sumatera Utara misalnya kumis kucing, lidah buaya, kuping gajah.Dalam metafora bercitra hewan diungkapkan bahwa manusia dapat disamakan dengan sejumlah binatang misalnya dengan anjing, babi, kerbau, ayam, bebek, keledai, monyet, ular, singa, buaya, dan lain-lain. Sehubungan dengan pengertian di atas maka contoh-contoh dari Syair Perahu yang mengacu kepada hal tersebut adalah sebagai berikut. Perteguh jua alat perahumu, Muaranya sempit tempatmu lalu, Banyaklah disana ikan dan hiu, Menanti perahumu lalu dari situ. Syair Perahu: bait 6 Pada contoh Syair Perahu bait ke-6 di atas,bait tersebut memiliki bentuk metafora bercitrakan hewan, terlihat bahwa penyair menggunakan metafora untuk menggambarkan kondisi bahwa pemakaian metafora ikan dan hiu untuk melukiskan keadaan dimana manusia selalu banyak mendapat godaan dalam kehidupannya. Hal ini dipertegas pada baris berikutnya: Menanti perahumu lalu dari situ, yang bermakna bahwa godaan itu selalu menanti kita dalam mencapai tujuan yang hendak kita tuju. Kata ikan yang merupakan hewan yang disukai manusia dan hiu yang merupakan perlambang dosa yang ganas dan selalu memangsa manusia bila tidak hati-hati karena jalannya yang sempit yang dimetaforakan pada baris: muaranya sempit tempatmu lalu. Ini bermakna bahwa hidup ini penuh dengan berbagai tantangan yang hanya menunggu kesempatan untuk menantang hidup manusia. Ketahui olehmu hai anak dagang, Riaknya rencam ombaknya karang, Ikanpun banyak datang menyarang, Hendak membawa ketengah sawang. Syair Perahu: bait 8 Universitas Sumatera Utara Pada contoh Syair Perahu bait ke-8 di atas, bait tersebut memiliki bentuk metafora bercitrakan hewan, pemakaian metafora hewan yakni ikan yang banyak datang menyarang berkelompok di saat riak lautan yang rencam kacau balau dan ombak yang setajam batu karang, sebagai perlambang bahwa banyak orang yang selalu membujuk kita untuk melakukan perkejaan yang dilarang oleh Allah Swt. Hal memiliki makna bahwa bila hidup kita mengalami kacau balau maka akan banyak orang ikan yang akan datang menawarkan berbagai tawaran untuk melakukan tindakan yang tidak terpuji, yang terlihat pada baris keempat: hendak membawa ketengah sawang. Hebatnya godaan itu terlihat pada baris kedua: riaknya rencam ombaknya karang, yang merupakan gambaran dari kehidupan yang penuh dengan kekacauan dan dapat membuat kita akan terjatuh dan terluka karena kesalahan yang kita perbuat sendiri. Ini bermakna bahwa ombak dan ikan yang dimaksudkan oleh penulis di sini adalah tantangan. Jika seseorang itu tidak teguh pendirian atau tidak tahan dengan tantangan, maka tantangan itu akan dapat mengalahkan iman seseorang. LIIA jua yang engkau ikuti Di laut keras topan dan ribut, Hiu dan paus dibelakang menurut, Pertetaplah kemudi jangan terkejut. Syair Perahu: bait 13 Pada contoh bait ke-13 di atas,bait tersebut memiliki bentuk metafora bercitrakan hewan, kata hiu dan paus merupakan metafora yang bermakna bahwa kemana pun kita pergi, pekerjaan yang tidak terpuji dosa akan selalu mengikuti kita dan akan selalu menggoda kita. Oleh karena itu, niat dan tekad harus tetap pada koridor yang telah ditentukan oleh Allah Swt. LIIA: Laillahhaillallah. Godaan itu Universitas Sumatera Utara layaknya laut yang dilanda angin topan dan ribut yang akan terus menghantam dan menggoyang iman seseorang. Untuk itu haruslah tetap pada jalan yang telah ditentukan dan berpegang teguh pada tali iman berdasarkan LIIA, Laillahaillallah.

4.1.3. Bentuk Dan Makna Metafora Bercitra Abstrak ke Konkret

Metafora bercitra abstrak ke konkret adalah mengalihkan ungkapan-ungkapan yang abstrak ke ungkapan yang lebih konkret. Sering pengalihan ungkapan itu masih bersifat transparan, tetapi dalam beberapa kasus penelusuran etimologi perlu dipertimbangkan untuk memahami metafora tertentu. Contohnya untuk mengungkapkan suatu kecepatan yang luar biasa dikatakan ”cepat seperti kilat”, untuk menunjukkan ujung senjata secara konkret dikatakan ”monjong senjata” dan lain-lain. Dalam Syair Perahu metafora bercitra abstrak ke konkret lebih banyak yang bersifat transparan. Gambaran metafora yang terdapat dalam syair ini dapat langsung terbaca oleh pembaca sehingga tidak menyulitkan pembaca untuk mengetahui ungkapan yang terdapat dalam syair tersebut. Seperti yang terlihat pada contoh- contoh di bawah ini. Sampailah ahad dengan masanya, Datanglah angin dengan paksanya, Belajar perahu sidang budiman nya, Berlayar itu dengan kelengkapannya SP: bait 21 Pada bait 21 di atas terlihat bahwa penyair sekali lagi menggunakan kata perahu untuk memetaforakan hal yang abstrak kepada yang konkret. Perahu yang merupakan kiasan dari manusia yang harus tetap belajar melengkapi dirinya dengan Universitas Sumatera Utara belajar agama. Dalam Islam selalu dianjurkan untuk terus belajar hingga maut menjemputnya, terutama belajar tentang ilmu agama. Ini bermakna bahwa manusia yang memiliki kearifan berprilaku haruslah memegang teguh pada pedoman hidup yaitu agama. Salat akan nabi tali bubutannya, Istigfar Allah akan layarnya, ”Allahu akbar” nama anginnya, Subhan Allah akan lajunya. SP: bait 25 Pada bait ke ke-25 ini metafora abstrak ke konkret terlihat pada keempat baris dari bait tersebut. Salat akan nabi tali bubutannya yang merupakan nasihat kepada manusia agar selalu menegakkan shalat. Istigfar Allah akan layarnya merupakan nasihat agar selalu mengingat asma Allah setiap saat agar iman di dalam hati tetap terjaga. Allahu akbar nama anginnya merupakan nasihat bahwa Allah akan tetap menjaga umat-Nya agar tetap melangkah dalam akidah Islam. Subhan Allah akan lajunya yang merupakan nasihat untuk tetap berpegang pada tali agama. Dengan demikian bahwa bait ini bermakna nasihat kepada manusia untuk tetap mengingat Allah dan berpegang teguh pada ajaran-Nya. Baiklah perahu engkau perteguh, Hasilkan pendapat dengan tali sauh, Anginnya keras ombaknya cabuh, Pulaunya jauh tempat berlabuh. Syair Perahu, bait 10 Pada bait ke-10 dari Syair Perahu di atas, penyair memperbandikan iman seseorang itu dengan perahu. Iman itu harus tetap dijaga karena godaannya sangat Universitas Sumatera Utara keras dan dan dapat menenggelamkan iman seseorang. Anginnya keras ombaknya cabuh merupakan gambaran perbandingan kehidupan manusia yang keras dan kacau serta riuh cabuh. Tempat tujuan masih sangat jauh karena itu iman harus diperteguh agar dapat sampai ke pulau yang dituju. Bait ke-10 ini bermakna bahwa tujuan hidup manusia adalah akhirat. Untuk mencapai akhirat manusia pasti mengalami segala rintangan yang dapat merusak iman seseorang karena itu haruslah memperteguh imannya agar dapat mencapai tujuan tersebut. Lengkapkan pendarat dan tali sauh, Derasmu banyak bertemu musuh, Selebu rencam ombaknya cabuh, LIIA akan tali yang teguh. Syair Perahu, bait 11 Pada bait ke-11 dari Syair Perahu di atas, perahu yang dipakai sebagai perbandingan diri seorang manusia, pasti akan bertemu dengan musuh manusia paling utama yaitu jin dan setan. Jin dan setan akan menggoda sebisa-bisanya, sehebat mungkin, seperti yang digambarkan oleh penyair dengan kata-kata: selebu rencam ombaknya cabuh. Selebu yang berarti samudera dan rencam yang berarti kacau dan memusingkan, merupakan gambaran betapa hebatnya godaan jin dan setan itu. Oleh karena itu, dalam bait ini bermakna penyair menasihati agar manusia berpegung teguh pada tali Laillahhaillah LIIA. LIIA itu jangan kaulalaikan, Siang dan malam jangan kausunyikan, Selama hidup juga engkau pakaikan, Allah dan rasul juga yang menyampaikan. Syair Perahu, bait 38 Universitas Sumatera Utara Pada bait ke-38 dari Syair Perahu di atas, tali pegangan iman kepada Allah Swt. yakni Laillahaillallah‘tidak ada Tuhan, selain Allah’ harus tetap ditegakkan dan selalu menjadi pedoman dalam hidup seperti hadits Rasulullah dan perintah Allah melalui Al Quran. Ini bermakna penyair ingin menasihati bahwa dalam keadaan apa pun seseorang itu haruslah tetap berzikir baik siang maupun malam serta tetap mengucapkan Laillahaillallah sepanjang hidupnya agar iman dan takwa tetap terjaga. LIIA itu kata yang teguh, Memadamkan cahaya sekalian rusuh, Jin dan syaitan sekalian musuh, Hendak membawa dia bersungguh-sungguh. Syair Perahu, bait 39 Pada bait ke-39 dari Syair Perahu di atas, sekali lagi penyair menegaskan bahwa bila kita tetap berpegang teguh pada ajaran Allah Swt. maka segala godaan yang dilakukan oleh jin dan setan dapat kita hindarkan. Jin dan setan serta seluruh musuh iman akan membawa manusia kepada kemudharatan dan kehancuran. Ini bermakna bahwa penyair ingin menegaskan bahwa hanya dengan terus menerus mengucapkan Laillahaillallah manusia dapat selamat dari godaan jin dan setan. LIIA itu kesudahan kata, Tauhid ma’rifat semata-mata, Hapuskan hendak sekalian perkara, Hamba dan Tuhan tiada berbeda. Syair Perahu, bait 40 Pada bait ke-19 dari Syair Perahu di atas, menjelaskan bahwa bila manusia dapat mendekatkan diri kepada Allah Swt. Maka Allah juga akan dekat dengan kita. Jika sudah demikian maka segala kesulitan akan dapat diatasi karena Allah Swt Universitas Sumatera Utara adalah zat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Apalagi jika kita bisa menggali ilmu tauhid dan makrifat dengan sempurna maka manusia dapat menjadi seperti zat Allah Swt. Ini bermakna bahwa bila manusia dapat terus menerus berpegang pada Laillahaillallah dan melengkapkan diri dengan menguasai tauhid serta mempelajari makrifat maka manusia akan dapat menyamakan dirinya dengan sifat-sifat Allah. Wujud Allah nama perahunya, Ilmu Allah akan dayungnya, Iman Allah nama kemudinya, ”yakin akan Allah” nama pawangnya. Syair Perahu: bait 22 Pada bait ke-22 dari Syair Perahu di atasbait tersebut memiliki bentuk metafora bercitrakan abstrak ke konkret, terlihat bahwa ungkapan yang abstrak tersebut terletak pada baris ketiga: Iman Allah nama kemudinya. Kata Iman Allah adalah sesuatu yang abstrak. Sesuatu yang dirasakan hanya ada bila kita melakukan segala sesuatu yang telah ditentukan oleh Allah Swt. Kata-kata tersebut dikonkretkan oleh penyairnya dengan kata-kata: “yakin akan Allah” nama pawangnya. Kata-kata yakin akan Allah merupakan kunci dari bait tersebut yang bermakna bahwa bila kita yakin kepada Allah Swt. Pasti kelak kita akan dapat melalui segala godaan dan dapat mencapai iman yang lebih tinggi. LIIA akan talinya, KamalAllah akan tiangnya, Assalam alaikum akan tali lenggangnya, Taat dan ibadat anak dayungnya. Syair Perahu: bait 24 Pada contoh bait ke-24 di atasbait tersebut memiliki bentuk metafora bercitrakan abstrak ke konkret, dapat dilihat dari ungkapan yang abstrak tidak begitu Universitas Sumatera Utara abstrak karena penyair langsung mengkonkretkannya. Ini terlihat pada baris ketiga: Assalamualaikum akan tali lenggangnya, yang langsung dikonkretkan penyair pada baris keempat: taat dan ibadat anak dayungnya. Bermakna setiap orang haruslah berpegang pada jalan yang telah ditentukan dan jalan tersebut hanya bisa dilalui apabila kita tetap taat menjalankan perintah Allah Swt. Taat tersebut dibuktikan dengan adanya ibadah yang terus menerus. Bait ini begitu konkret menggambarkan keadaan keimanan seseorang.Pada bait ini bermakna bahwa bila kita terus taat dalam beribadah maka kita akan dapat memahami sepenuhnya arti dari Laillahaillallah bahwa tidak ada kekuatan apa pun di dunia ini yang dapat mengalahkan kekuatan Allah Swt. ”Wallahu a’alam” nama rantaunya, ”Iradat Allah” nama bandarnya, ”Kudrat Allah” nama labuhannya, ”Surga jannat an na’im nama negerinya. Syair Perahu: bait 26 Pada contoh bait ke-24 sebelumnya telah dijelaskan oleh penyairnya bahwa manusia harus berpegang teguh pada tali iman yang telah ditentukan oleh Allah Swt. Hal ini dilakukan oleh manusia untuk dapat mencapai pelabuhan terakhir dari semua kehidupan berdasarkan kudrat Allah yaitu surga jannatan na’im. Penyair begitu konkret menggambarkan bahwa semua makhluk yang beriman harus tahu kemana pelabuhan yang harus ditujunya yakni kodrat Allah dan tempat mana yang dari akhir dari hidup ini menjadi impian semua makhluk yakni surga jannatan na’im.Bait ini bermakna bahwa tujuan manusia hidup adalah menuju surga sebagai tujuan akhirnya. Oleh karena itu, manusia harus dapat meningkatkan ibadahnya kepada Allah Swt. Universitas Sumatera Utara Kenal dirimu didalam kubur, Badan seorang hanya tersungkur, Dengan siapa lawan bertutur, Dibalik papan badan terhancur. Syair Perahu: bait 28 Pada contoh di atas pembaca langsung dapat membaca metafora yang dimaksudkan oleh penyair bahwa orang harus dapat mengenal dirinya sendiri, apalagi jika seseorang itu sudah meninggal dunia. Tidak ada orang yang menemani bila kita sudah meninggal dunia. Yang memiliki makna seperti ketika hidup di dunia yang memiliki banyak teman, terutama teman untuk hidup senang-senang, hura-hura, atau berbuat dosa. Ketika sudah meninggal dunia, kita hanya seorang diri, tidak ada lawan berbicara apalagi menyampaikan keluh kesah. Hal ini ditegaskan penyair melalui metafora: dibalik papan badan terhancur, bahwa di bawah papan penutup lubang kubur, kita hanya sendiri dan perlahan-lahan jasad kita hancur dimakan oleh waktu. Pada bait ini bermakna penyair ingin menasihati agar manusia ingat kepada mati, bila sudah ingat maka akan cepat tobat dan melaksanakan ibadah sebaik mungkin. Didalam dunia banyaklah mamang, Ke akhirat jua tempatmu pulang, Janganlah disusahi emas dan uang, Itulah membawa badan terbuang. Syair Perahu: bait 29 Pada contoh bait ke-29 dari Syair Perahu di atas bait tersebut memiliki bentuk metafora bercitrakan abstrak ke konkret, terlihat dari penyairyang menyampaikan bahwa dalam hidup ini janganlah hanya memikirkan harta saja, emas dan uang, karena itu membuat manusia lupa akan nilai-nilai sosial dan nilai-nilai Universitas Sumatera Utara keagamaan. Emas dan uang adalah perlambang kehidupan duniawi karena itu penyair mengatakan bahwa di dalam dunia banyaklah mamang yang bermakna bahwa di dunia ini banyaklah mamang ‘jin atau setan’ yang siap menggoda manusia sehingga lupa akan akhirat. Apalagi jika manusia hanya memikirkan tentang emas dan uang saja maka akan membuat manusia menjadi orang penuh bergeliman dosa, seperti metafora yang terdapat pada bait di atas: itulah membawa badan terbuang. Bait ini bermakna bahwa jin dan setan akan selalu menggoda manusia dengan segala macam godaan. LIIA itu tempat mengintai, Medan yang kadim tempat berdamai, Wujud Allah terlalu bitai, Siang dan malam jangan bercerai. SP: bait 41 Pada bait ke-41 di atas terlihat bahwa penyair ingin menasihati manusia dalam kehidupan manusia di dunia ini, jangan pernah sekali pun lupa kepada Allah Swt. Dan selalu berpegang pada Laillahaillallah bahwa tidak satu kuasa apa pun di dunia yang dapat mengalahkan kekuasaan Allah Swt. Pernyataan ini dikonkretkan penyair melalui baris keempat: siang dan malam jangan bercerai, yang bermakna bahwa siang dan malam manusia harus ingat kepada sang penciptanya yakni Allah Azza Wa jalla.

4.1.4. Bentuk dan Makna Metafora Bercitra Sinestesia

Metafora bercita sinestesia merupakan salah satu tipe metafora berdasarkan pengalihan indra, pengalihan dari satu indra ke indra yang lain. Dalam bahasa sehari- hari orang sering mendengar ungkapan ”enak didengar” untuk musik walaupun Universitas Sumatera Utara makna enak selalu dikaitkan dengan indra rasa; ”sedap dipandang mata” merupakan pengalihan dari indra rasa ke indra lihat. Dalam Syair Perahu metafora bercitra sinestesia sangat sedikit sekali dijumpai, hanya ada beberapa contoh saja. Adapun contoh metofora bercitra sinestesia dalam syair tersebut sebagai berikut. Muaranya dalam, ikanpun banyak, Disanalah perahu karam dan rusak, Karangnya tajam seperti tombak, Keatas pasir kamu tersesak. Syair Perahu, bait 7 Pada bait ke-7 dari Syair Perahu di atas, penyair membandingkan kehidupan manusia itu seperti perahu, seperti yang dijelaskan pada subbab terdahulu. Bila tidak berhati-hati dalam mengemudikan perahu maka perahu tersebut akan rusak atau bahkan karam karena karang di muara yang sempit itu tajam seperti ombak. Bila kapal karam maka perahu akan terdampar di atas pasir dan tersangkut di pasir tersebut. Oleh karena itu, setiap orang haruslah hati-hati dalam bergaul sehingga tidak terjerumus ke dalam muara yang dalam, dimana di dalam muara tersebut banyak orang-orang yang tersesat. Ini bermakna bahwa godaan yang ada dalam hidup ini sangatlah kuat layaknya seperti karang yang tajam. Oleh karena itu, setiap manusia harus berhati-hati dalam menghadapi segala godaan karena dapat menjerumuskan manusia ke dalam dosa yang sangat besar. Laut Silan wahid al kahhar, Riaknya rencam ombaknya besar, Anginnya songsongan mem belok sengkar Perbaik kemudi jangan berkisar. Syair Perahu, bait 15 Universitas Sumatera Utara Pada bait ke-15 dari Syair Perahu di atas, perbandingan kehidupan manusia yang begitu luas dimana manusia akan menghadapi gelombang kehidupan yang begitu dahsyat, layaknya lautan yang memiliki riak yang rencam ‘kacau’ dan ombak yang besar. Riak dan ombak yang besar itu akan menghasilkan angin yang sangat kencang pula sehingga dapat membelokkan arah dan dapat menyesatkan tujuan. Oleh karena itu maka manusia harus dapat mempertahankan kemudi perahu sehingga tetap pada jalurnya. Ini bermakna bahwa hidup ini sangatlah luas dan penuh godaan karena itu harus memperkuat iman di dalam dirinya. Silan itu ombaknya kisah 16 , Banyaklah akan kesana berpindah, Topan dan ribut terlalu ‘azamah 17 , Perbetuli pedoman jangan berubah. Syair Perahu, bait 17 Pada bait ke-17 dari Syair Perahu di atas, penegasan yang disampaikan oleh penyair pada bait ini adalah bahwa manusia harus tetap teguh berpegang pada pedoman yang telah diberikan oleh Allah Swt. Angin topan dan ribut terlalu hebat di lautan seperti godaan dalam hidup manusia yang tidak pernah surut dan terus menerus menggoda iman manusia. Pedoman hidup jangan pernah diubah karena bila diubah maka manusia akan terjatuh dalam dosa. Ini bermakna bahwa seseorang harus tetap berpegang teguh pada ajaran agama Islam agar selamat di dunia dan di akhirat. Laut Kulzum terlalu dalam, Ombaknya muhit 18 pada sekalian alam, Banyaklah disana rusak dan karam, Perbaiki na’am 19 , siang dan malam. Syair Perahu: bait 18 Universitas Sumatera Utara Pada bait ke-18 dari Syair Perahu di atas, hampir sama dengan contoh pada bait ke-14 pada subbab sebelumnya, penyair menggambarkan bahwa kehidupan yang dimetaforkan dengan laut Silan, adalah tempat yang sangat berbahaya karena sudah banyak manusia yang tenggelam dalam kehidupan duniawi, disanalah perahu rusak dan karam, karena tidak dapat menahan nafsunya. Sudah banyak manusia yang tenggelam dalam kehidupan duniawi, sungguhpun disana banyak menyelam, tetapi tidak ada satu pun yang mendapat manfaat, larang mendapat permata nilam. Oleh karena itu makna dari bait ini adalah bahwa keimanan dan ketakwaan seseorang itu harus terus ditingkatkan. Jikalau engkau ingati sungguh, Angin yang keras menjadi teduh, Tambahan selalu tetap yang cabuh, Selamat engkau ke pulau itu berlabuh. Syair Perahu: bait 20 Pada bait ke-20 dari Syair Perahu di atas, penyair masih tetap mengingatkan pembaca untuk selalu ingat akan keimanan dan ketakwaan karena dengan itulah dapat menghadapi godaan yang tinggi agar menjadi tentram dalam menghadapi semua persoalan. Persoalan dunia tidak akan pernah ada habisnya tetapi bila tetap memiliki iman dan takwa maka arah yang akan dituju dapat dicapai. Bentuk metafora sinestesia dalam bait ini terdapat pada baris kedua: angin yang keras menjadi teduh yang mengisyaratkan jika kita berpegang teguh pada pedoman ajaran agama maka segala bentuk godaan dapat dihindarkan bahkan menjadi penyejuk dalam hidup kita. Ini bermakna bahwa manusia harus tabah dalam menahan segala bentuk godaan yang cabuh kacau dan riuh dengan iman dan takwa sehingga godaan menjadi sebuah penyemangat untuk kita melakukan ibadah. Universitas Sumatera Utara Karangan ini suatu madah, Mengarangkan syair tempat berpindah, Didalam dunia janganlah tam’ah, Didalam kubur berkhalwat sudah. Syair Perahu: bait 27 Pada bait ke-27 dari Syair Perahu di atas, penyair menegaskan bahwa apa yang disampaikannya ini hanyalah sebuah nasihat agar manusia dapat berubah iman dan takwanya yang digambarkan dari baris: mengarangkan syair tempat berpindah. Dalam hidup ini janganlah tam’ah ‘tamak atau loba’ karena segala harta benda itu tidak akan berarti apa-apa ketika kita sudah berada di alam kubur. Hal ini bermakna bahwa dalam hidup janganlah selalu berpikir tentang harta karena harta tidak dibawa ketika kita meninggal dunia. Itulah laut yang sedap dan indah, Kesanalah kita semuanya berpindah, Hasilkan bekal kayu dan juadah, Selamatlah engkau sempurna musyahadah Syair Perahu: bait 16 Metafora bercitra sinestesia yang terdapat pada contoh bait ke-16 di atas bait tersebut memiliki bentuk metafora bercitrakan sinestesia, terlihat pada baris pertama yakni Itulah laut yang sedap dan indah. Penyair melukiskan keadaan tentang keindahan laut yang terbentang luas sebagai metafora dari kehidupan yang ada di surga. Pengalihan dari indra rasa ke indra penglihatan yakni laut yang sedap, seolah- olah laut tersebut dapat dinikmati dengan indra rasa layaknya sebuah makanan. Begitu la penyair menggambarkan tentang kenikmatan dan keindahan kehidupan di surga karena memang itu tujuan akhir dari semua manusia. Oleh karena itu, dalam Universitas Sumatera Utara bait ini bermakna bahwa penyair menyarankan agar manusia mempersiapkan dirinya sedini mungkin agar tujuan akhir tersebut dapat dicapai oleh manusia. Munkar wa Nakir bukan kepalang, Suaranya merdu bertambah garang, Tongkatnya besar terlalu panjang, Cabuknya banyak tiada terbilang. Syair Perahu: bait 32 Pada contoh bait ke-32 dari Syair Perahu di atas penyair menggunakan bentuk metafora sinestesia yakni pengalihan dari indra pendengaran ke indra rasa yang terdapat pada baris kedua yaitu suaranya merdu bertambah garang.Metafora dari indra rasa, suaranya merdu, dialihkan ke indra rasa, garang, yang bermakna sebagai merupakan gambaran dari Malaikat Nungkar dan Nangkir, malaikat yang bertugas menanyakan segala perbuatan manusia ketika di dalam kubur sekaligus memberikan hukuman di dalam kubur. Malaikat yang selalu ditakut i oleh manusia karena itu di metaforkan sebagai makhluk yang bersuara merdu tetapi bertindak tegas. Ini bermakna bahwa manusia harus ingat kepada malaikat Mungkar dan Nangkir yang akan memberikan siksa kubur bila tidak melakukan ibadah. Kenal dirimu, hai anak Adam Tatkala di dunia terangnya alam, Sekarang di kubur tempatmu kelam, Tiada berbeda siang dan malam. Syair Perahu: bait 33 Pada contoh bait ke-33 dari Syair Perahu di atas penyair menggunakan bentuk metafora sinestesia yakni pengalihan dari indra yang sudah mati ke indra rasa yang masih hidup terdapat pada baris terakhir yaitu tiada berbeda siang malam. Metafora sinestesia ini memiliki makna membandingkan antara makhluk yang masih Universitas Sumatera Utara hidup dengan makhluk yang sudah mati. Makhluk yang sudah mati seolah-olah masih dapat membedakan antara siang dengan malam. Bait ini bermakna memberikan nasihat bahwa manusia agar sadar bahwa hidup di dunia ini hanya sementara dan semua manusia akan meninggal dunia. Kenal dirimu, hai anak dagang Dibalik papan tidur terlentang, Kelam dan dingin bukan kepalang, Dengan siapa lawan berbincang? SP: bait 34 Pada contoh bait ke-34 dari Syair Perahu di atas penyair menggunakan bentuk metafora sinestesia yakni pengalihan dari indra yang sudah mati ke indra rasa yang masih hidup terdapat pada baris terakhir yaitu kelam dan dingin bukan kepalang. Rasa kelam gelap dan dingin itu hanya dirasakan oleh orang yang masih hidup dan bukan orang sudah meninggal dunia. Namun untuk menggambarkan suasana di dalam kuburan itu sangat menakutkan maka penyair menggambarkannya dengan kata-kata: kelam, dingin, dan bukan kepalang. Hal ini hampir sama dengan bait ke-33 di atas dimana penyair menyamakan kehidupan manusia yang masih hidup dengan manusia yang sudah meninggal dunia. LIIA itu firman, Tuhan itulah pergantungan alam sekalian, Iman tersurat pada hati insap, Siang dan malam jangan dilalaikan. SP: bait 35 Pada contoh bait ke-35 dari Syair Perahu di atas penyair menggunakan bentuk metafora sinestesia yakni pengalihan dari indra yang sudah mati ke indra rasa yang masih hidup terdapat pada baris terakhir yaitu iman tersurat pada hati insap.Kata tersurat biasanya digunakan untuk sesuatu yang dapat dilihat secara kasat Universitas Sumatera Utara mata, sedangkan iman itu sendiri tidak dapat dilihat oleh seseorang. Penyair ingin menyampaikan bahwa iman itu akan berada di dalam hati orang-orang yang sudah insaf atau bertobat. Hal ini bermakna penyair ingin menyindir manusia bahwa iman itu tidak akan kokoh dan teguh di dalam hati seseorang jika dirinya belum insaf. Belum menyadari bahwa pentingnya iman itu bagi hidup seseorang karena itu haruslah terus dijaga siang dan malam. LIIA itu terlalu nyata, Tauhid ma’rifatsemata-mata, Memandang yang gaib semuanya rata, Lenyapkan kesana sekalian kita. SP: bait 36 Pada contoh bait ke-36 dari Syair Perahu di atas penyair menggunakan bentuk metafora sinestesia yakni pengalihan dari indra yang sudah mati ke indra rasa yang masih hidup terdapat pada baris terakhir yaitu memandang yang gaib semuanya rata. Hampir sama dengan bait ke-35 di atas, kata memandang biasanya diperuntukkan bagi manusia biasa yang tidak memiliki kekuatan apa pun. Namun di sini penyair menggunakan kata tersebut untuk menyatakan bahwa bila seseorang telah memiliki ilmu tauhid dan makrifat maka akan dapat melihat segala sesuatu yang tidak tampak gaib seperti halnya alam barzah, surga, ataupun neraka. Secara makna keseluruhan, baik ini bermakna bahwa penyair ingin menasihati bahwa manusia haruslah terus meningkatkan ilmu tauhid dan makrifatnya agar dapat mengetahui hal-hal yang gaib, terutama surga, karena memang tujuan utama dari manusia adalah menuju hidup yang abadi di surga. LIIA itu jangan kaupermudah-mudah, Sekalian makhluk kesana berpindah, Da’im dan ka’im jangan berubah, Universitas Sumatera Utara Khalak disana dengan LIIA. SP: bait 37 Pada contoh bait ke-33 dari Syair Perahu di atas penyair menggunakan bentuk metafora sinestesia yakni pengalihan dari indra yang sudah mati ke indra rasa yang masih hidup terdapat pada baris terakhir yaitu da’im dan ka’im jangan berubah. Kata daim yang berarti kekal memang tidak dapat diubah karena kalau sesuatu yang disebut dengan kekal abadi itu tidak akan pernah berubah oleh sebab apapun. Dalam hal ini penyair ingin menasihati bahwa janganlah sekali pun mengubah kedudukan Allah karena Allah Swt. itu tidak bisa diduakan yang akan menimbulkan dosa besar yaitu syirik. Ini bermakna bahwa hanya kepada Allah Swt. kita bergantung dan kepada-Nya juga kita akan kembali. LIIA itu tempat musyahadah, Menyatakan tauhid jangan berubah, Sempurnalah jalan iman yang mudah, Pertemuan Tuhan terlalu susah. SP: bait 42 Pada contoh bait ke-42 dari Syair Perahu di atas penyair menggunakan bentuk metafora sinestesia yakni pengalihan dari indra yang sudah mati ke indra rasa yang masih hidup terdapat pada baris terakhir yaitu Sempurnalah jalan iman yang mudah. Kata jalan biasanya diperuntukan bagi makhluk hidup dan bukan untuk sesuatu yang abstrak seperti halnya iman. Bait ini merupakan bait penutup dari Syair Perahu yang merupakan kesimpulan dari nasihat yang terdapat dalam Syair Perahu. Penyair menegaskan kembali bahwa semua manusia akan menghadap musyahadah atau kembali kepada Allah Swt. Untuk itu maka manusia haruslah memperkuat tauhidnya dan jangan pernah berubah karena itulah jalan satu-satunya kita bisa kembali kepada Allah Swt. dalam keadaan khusnul Kotimah meninggal dalam Universitas Sumatera Utara keadaan penuh iman dan takwa. Bertemu dengan Allah Swt. bukanlah hal yang mudah tetapi juga bukan hal yang sulit bila kita tetap beriman dan bertakwa kepada Allah Swt. Bait ini bermakna bahwa manusia harus tetap meningkatkan ilmu tauhid, iman, dan takwa agar dapat mencapai surga jannatam naim. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN